Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik

(1)

HUBUNGAN ATOPI DAN PENYAKIT ALERGI DENGAN KEJADIAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK

TESIS

IKA CITRA DEWI TANJUNG 107103011 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

HUBUNGAN ATOPI DAN PENYAKIT ALERGI DENGAN KEJADIAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak) dalam Program Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Kesehatan Anak-Spesialis pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

IKA CITRA DEWI TANJUNG 107103011 / IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

Judul Penelitian : Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik

Nama Mahasiswa : Ika Citra Dewi Tanjung

NIM : 107103011

Program Magister : Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

dr. Lily Irsa, Sp.A(K)

Anggota

dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)

Program Magister Kedokteran Klinik

Sekretaris Program Studi Dekan

dr. Murniati Manik, MSc, SpKK, SpGK

NIP. 19530719 198003 2 001 NIP. 19540220 198011 1 001

Prof. dr. Gontar A. Siregar, SpPD,KGEH

Tanggal lulus: 5 Januari 2015


(4)

PERNYATAAN

HUBUNGAN ATOPI DAN PENYAKIT ALERGI DENGAN KEJADIAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Januari 2015


(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 5 Januari 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Lily Irsa, SpA(K) ………

Anggota : 1. dr. Muhammad Ali, SpA(K) ………

2. Prof.DR.dr. Irma D. Roesyanto, SpKK(K) ………

3. Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) ………

4. Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K) ………


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama dr. Lily Irsa, SpA(K) dan dr. Muhammad Ali SpA(K), yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.

2. dr. Hj. Melda Deliana, M. Ked(Ped), SpA(K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK-USU, dan dr. Hj. Beby Syofiani


(7)

Hasibuan, M. Ked(Ped), SpA, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.

4. Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K), Prof. dr. Hj. Bidasari Lubis, SpA(K), Prof.DR.dr. Irma D. Roesyanto, SpKK(K), dr. Rita Evalina, M.Ked(Ped), SpA(K), dr. Mahrani Lubis, M.Ked(Ped), SpA, dr.Rosmayanti, M.Ked(Ped), SpA dan DR. dr. Oke Rina Ramayani, SpA(K) yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

6. Teman-teman yang tidak mungkin bisa saya lupakan yang telah membantu saya dalam keseluruhan penelitian maupun penyelesaian tesis ini, Kak Poppy, Trina, Sisca, Cherie, Bebi, Kak Khairunnisa, Sofia. Terimakasih untuk kebersamaan kita dalam menjalani pendidikan selama ini.

7. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Kepada keluarga yang sangat saya cintai dan hormati, suami saya Ir. Andrie Harahap, ST, anak-anak saya Muhammad Rifqi Baihaqi Harahap dan Muhammad Rafa Diapari Harahap, mertua saya Ir. H. Bastomi Harahap dan Nila Kesuma


(8)

Hutasuhut atas pengertian serta dukungan yang sangat besar, terima kasih karena selalu mendo’akan saya dan memberikan bantuan moril maupun materil selama mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Medan, 2015


(9)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan i

Lembar pernyataan ii

Ucapan terimakasih iv

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Singkatan dan Lambang xi

Abstrak xiii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 2

1.4. Tujuan Penelitian 3

1.5. Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Atopi dan uji tusuk kulit 4

2.2. Penyakit alergi dan kuisioner the international

study of asthma and allergies in childhood (ISAAC) 5 2.3. Mekanisme respons imun terhadap alergen 6 2.4. Sindrom nefrotik idiopatik dan imunopatogenesis

2.4.1. Sindrom nefrotik idiopatik 8 2.4.2. Imunopatogenesis SN idiopatik 9 2.5 Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan

SN idiopatik 10

2.6. Kerangka Konseptual 13

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain Penelitian 14

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 14

3.3. Populasi dan Sampel 14

3.4. Besar Sampel 15

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi 16

3.6. Persetujuan / Informed Consent 16

3.7. Etika Penelitian 16

3.8. Cara Kerja 17


(10)

3.9. Alur Penelitian 19

3.10. Identifikasi Variabel 20

3.11. Definisi Operasional 20

3.12. Pengolahan dan Analisis Data 22

BAB 4. HASIL 23

BAB 5. PEMBAHASAN 27

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan 32

6.2. Saran 32

Ringkasan 33

Daftar Pustaka 37

Lampiran

1. Personil Penelitian 40

2. Biaya Penelitian 40

3. Jadwal Penelitian 41

4. Lembar Penjelasan Kepada Orangtua 42 5. Persetujuan Setelah Penjelasan 44

6. Data Umum 46

7. Data Khusus 47

8. Persetujuan Komite Etik 51

9. Persetujuan Pemakaian Kuesioner ISAAC 53

10. Riwayat Hidup ` 54


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 23

Tabel 4.2. Hubungan atopi dengan SN idiopatik 24 Tabel 4.3. Hubungan penyakit alergi dengan SN idiopatik 25 Tabel 4.4. Hubungan risiko atopi dengan SN idiopatik 25


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pembentukan IgE pada SN idiopatik 12

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian 13

Gambar 3.1. Alur penelitian 19

Gambar 4.1. Frekuensi alergen dengan hasil uji tusuk kulit positif 26


(13)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

α : Kesalahan tipe I

APC : Antigen presenting cells

β : Kesalahan tipe II

CD28 : Cluster of differentiation-28

CD80 : Cluster of differentiation-80

CTLA-4 : Cytotoxic T-lymphocyte associated-4

FcεR1-β : The β subunit of the high-affinity IgE receptor

GM-CSF : Granulocyte macrophage colony stimulating

factor

GNM : Glomerulonefropati membranosa GNMP : Glomerulonefritis membrano proliferatif GSFS : Glomerulosklerosis fokal segmental

HLA : Human leucocyte antigen

IFN-γ : Interferon- γ

IgE : Imunoglobulin E

IL : Interleukin

IL-1 : Interleukin-1

IL-2 : Interleukin-2

IL-4 : Interleukin-4

IL-5 : Interleukin-5

IL-9 : Interleukin-9

IL-10 : Interleukin-10

IL-13 : Interleukin-13

ISAAC : The International Study of Asthma and

Allergies in Childhood

MHC : Major histocompatibility complex

MPD : Mesangial proliferatif difus

n : Jumlah subjek / sampel

NK cell : Natural killer cell


(14)

P : Besarnya peluang untuk hasil yang diobservasi bila hipotesis nol benar

PAF : Platelet activating factor

sCTLA-4 : Soluble CTLA-4

SN : Sindrom nefrotik

SNKM : Sindrom nefrotik kelainan minimal

SPT : Skin prick test

STAT-6 : Signal transducer and activator transcription-6

T-eff : T-cell effector

Th1 : T helper 1

Th2 : T helper 2

TNF-β : Tumor necrosis factor- β

TNF- α : Tumor necrosis factor- α

T-reg : T-cell regulatory

WAO : World Allergy Organization

zα : Deviat baku normal untuk α zβ : Deviat baku normal untuk β


(15)

HUBUNGAN ATOPI DAN PENYAKIT ALERGI DENGAN KEJADIAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK

Abstrak

Latar belakang. Penyakit alergi seperti dermatitis atopi, rinitis alergi dan asma bronkial merupakan reaksi hipersensitivitas dan berhubungan dengan atopi. Selama 60 tahun terakhir, beberapa studi telah melaporkan hubungan yang kuat antara sindrom nefrotik idiopatik dan atopi. Sindrom nefrotik idiopatik dapat dicetuskan oleh reaksi alergi baik karena alergen inhalan atau alergen makanan.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan atopi dan penyakit alergi dengan sindrom nefrotik idiopatik.

Metode. Studi cross sectional dilakukan terhadap 27 anak dengan sindrom nefrotik idiopatik antara September 2012 dan Mei 2014 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Atopi didiagnosis dengan uji tusuk kulit dan penyakit alergi didiagnosis dengan kuesioner ISAAC fase I. Sindrom nefrotik idiopatik didiagnosis berdasarkan the International Study of Kidney Diseases in

Children. Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan sindrom nefrotik

idiopatik dianalisis menggunakan uji Fisher’s exact.

Hasil. Dari 27 anak sindrom nefrotik idiopatik didapatkan 20 orang perempuan dan tujuh orang laki-laki dengan usia rerata 8.9 tahun. Atopi dijumpai pada 19 orang dan penyakit alergi hanya pada satu orang. Jenis alergen terbanyak pada sindrom nefrotik idiopatik adalah kutu debu rumah. Tidak ada hubungan atopi dan penyakit alergi dengan sindrom nefrotik idiopatik (P=1.000 dan P=0.370)

Kesimpulan. Tidak ada hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik.

Kata kunci: atopi, penyakit alergi, uji tusuk kulit, sindrom nefrotik idiopatik.


(16)

ASSOCIATION OF ATOPY AND ALLERGIC DISEASES WITH IDIOPATHIC NEPHROTIC SYNDROME

Abstract

Background. Allergic diseases such as atopic dermatitis, allergic rhinitis and bronchiale asthma is a hypersensitivity reaction and its related with atopy. During the last 60 years, numerous study have reported a strong association between idiopathic nephrotic syndrome and atopy. Idiopathic nephrotic syndrome can be precipitated by allergic reactions either aeroallergens or food allergens.

Objective. This study was performed to examine the association between atopy and allergic diseases with idiopathic nephrotic syndrome.

Methods. A cross sectional study has been conducted on 27 children with idiopathic nephrotic syndrome between September 2012 and May 2014 in

Haji Adam Malik Hospital Medan. Atopy was diagnosed based on positive

skin prick test and allergic diseases was diagnosed based on ISAAC Phase I questionnaire. The diagnostic criteria for idiopathic nephrotic syndrome based on the International Study of Kidney Diseases in Children. Associaton of atopy and allergic diseases with idiopathic nephrotic syndrome were analyzed using Fisher’s exact test.

Results. Of the 27 children in our study, 20 were males with mean age 8.9 years old. Atopy was found in 19 children and allergic diseases was found in a child. The most common allergen sensitization that found in idiopathic nephrotic syndrome was house dust mites. Atopy and allergic disease were not associated with idiopathic nephrotic syndrome (P= 1.000 and P= 0.370, respectively).

Conclusions. There was no association between atopy and allergic diseases with idiopathic nephrotic syndrome

Key words: atopy, allergic diseases, skin prick test, idiopathic nephrotic syndrome


(17)

HUBUNGAN ATOPI DAN PENYAKIT ALERGI DENGAN KEJADIAN SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK

Abstrak

Latar belakang. Penyakit alergi seperti dermatitis atopi, rinitis alergi dan asma bronkial merupakan reaksi hipersensitivitas dan berhubungan dengan atopi. Selama 60 tahun terakhir, beberapa studi telah melaporkan hubungan yang kuat antara sindrom nefrotik idiopatik dan atopi. Sindrom nefrotik idiopatik dapat dicetuskan oleh reaksi alergi baik karena alergen inhalan atau alergen makanan.

Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan atopi dan penyakit alergi dengan sindrom nefrotik idiopatik.

Metode. Studi cross sectional dilakukan terhadap 27 anak dengan sindrom nefrotik idiopatik antara September 2012 dan Mei 2014 di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan. Atopi didiagnosis dengan uji tusuk kulit dan penyakit alergi didiagnosis dengan kuesioner ISAAC fase I. Sindrom nefrotik idiopatik didiagnosis berdasarkan the International Study of Kidney Diseases in

Children. Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan sindrom nefrotik

idiopatik dianalisis menggunakan uji Fisher’s exact.

Hasil. Dari 27 anak sindrom nefrotik idiopatik didapatkan 20 orang perempuan dan tujuh orang laki-laki dengan usia rerata 8.9 tahun. Atopi dijumpai pada 19 orang dan penyakit alergi hanya pada satu orang. Jenis alergen terbanyak pada sindrom nefrotik idiopatik adalah kutu debu rumah. Tidak ada hubungan atopi dan penyakit alergi dengan sindrom nefrotik idiopatik (P=1.000 dan P=0.370)

Kesimpulan. Tidak ada hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik.

Kata kunci: atopi, penyakit alergi, uji tusuk kulit, sindrom nefrotik idiopatik.


(18)

ASSOCIATION OF ATOPY AND ALLERGIC DISEASES WITH IDIOPATHIC NEPHROTIC SYNDROME

Abstract

Background. Allergic diseases such as atopic dermatitis, allergic rhinitis and bronchiale asthma is a hypersensitivity reaction and its related with atopy. During the last 60 years, numerous study have reported a strong association between idiopathic nephrotic syndrome and atopy. Idiopathic nephrotic syndrome can be precipitated by allergic reactions either aeroallergens or food allergens.

Objective. This study was performed to examine the association between atopy and allergic diseases with idiopathic nephrotic syndrome.

Methods. A cross sectional study has been conducted on 27 children with idiopathic nephrotic syndrome between September 2012 and May 2014 in

Haji Adam Malik Hospital Medan. Atopy was diagnosed based on positive

skin prick test and allergic diseases was diagnosed based on ISAAC Phase I questionnaire. The diagnostic criteria for idiopathic nephrotic syndrome based on the International Study of Kidney Diseases in Children. Associaton of atopy and allergic diseases with idiopathic nephrotic syndrome were analyzed using Fisher’s exact test.

Results. Of the 27 children in our study, 20 were males with mean age 8.9 years old. Atopy was found in 19 children and allergic diseases was found in a child. The most common allergen sensitization that found in idiopathic nephrotic syndrome was house dust mites. Atopy and allergic disease were not associated with idiopathic nephrotic syndrome (P= 1.000 and P= 0.370, respectively).

Conclusions. There was no association between atopy and allergic diseases with idiopathic nephrotic syndrome

Key words: atopy, allergic diseases, skin prick test, idiopathic nephrotic syndrome


(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit alergi seperti asma, rinitis alergi (RA), dermatitis atopi (DA) adalah reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi spesifik.1 Penyakit alergi berkembang mengikuti allergic march dan berhubungan dengan atopi.2 Atopi adalah kecenderungan seseorang dan atau keluarga untuk tersensitisasi dan menghasilkan imunoglobulin E (IgE) sebagai respons terhadap paparan alergen.3 Penderita atopi dapat mempunyai gejala atau tidak mempunyai gejala alergi.2 Paradigma saat ini adalah penyakit alergi terjadi akibat gangguan keseimbangan sitokin yang dihasilkan oleh sel T helper 1 (Th1) dan T helper 2 (Th2), sehingga ekspresi sitokin cenderung ke arah Th2, yang mampu menginduksi produksi IgE.4

Dalam beberapa tahun terakhir, prevalensi penyakit alergi telah meningkat setiap tahun di seluruh dunia.5 Penelitian The International Study

of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC) fase ketiga pada tahun 2012

menunjukkan prevalensi penyakit alergi yang bervariasi pada 98 negara. Secara global prevalensi asma, RA dan DA pada kelompok usia 13 tahun sampai 14 tahun adalah 14.1%, 14.6% dan 7.3%, sedangkan pada kelompok usia enam tahun sampai tujuh tahun adalah 11.7%, 8.5% dan 7.9%.6 Di Brazil, prevalensi sensitisasi alergen terhadap anak usia satu tahun sampai


(20)

15 tahun pada tahun 2008 dari semua partisipan didapatkan 76.6% anak dengan hasil uji tusuk kulit positif.7

Selama 60 tahun terakhir, beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara sindrom nefrotik (SN) idiopatik dan atopi. Sindrom nefrotik idiopatik dapat dicetuskan oleh reaksi alergi, baik dengan alergen inhalan (serbuk, jamur dan debu) maupun alergen makanan.8 Penelitian lain menunjukkan anak SN idiopatik sensitif steroid memiliki asma dan RA tiga kali lebih sering dan DA 10 kali lebih sering dibandingkan dengan populasi umum.9 Relaps pada SN idiopatik dapat dipicu oleh paparan alergen seperti pollen, jamur, gigitan lebah.8

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan:

1. Apakah terdapat hubungan antara atopi dengan kejadian SN idiopatik? 2. Apakah terdapat hubungan antara penyakit alergi dengan kejadian SN

idiopatik?

1.3. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara atopi dengan kejadian SN idiopatik.


(21)

1.4. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian SN idiopatik.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik/ilmiah: meningkatkan pemahaman dan pengetahuan tentang hubungan atopi dan penyakit alergi dengan SN idiopatik.

2. Di bidang pelayanan masyarakat: membantu perencanaan strategi mencegah terjadinya relaps pada anak SN idiopatik karena penyakit alergi dan atopi.

3. Di bidang pengembangan penelitian: memberikan data awal terhadap bidang alergi-imunologi anak tentang hubungan atopi dan penyakit alergi dengan SN idiopatik.


(22)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Atopi dan uji tusuk kulit

Atopi berasal dari bahasa Yunani yaitu atopos, yang memiliki arti “tidak pada tempatnya” dan sering digunakan untuk menggambarkan penyakit yang diperantarai oleh IgE.10 Menurut World Allergy Organization (WAO), atopi adalah kecenderungan seseorang dan atau keluarga untuk tersensitisasi dan menghasilkan IgE sebagai respons terhadap paparan alergen. Tetapi istilah atopi tidak dapat digunakan sampai sensitisasi IgE dibuktikan dengan hasil uji tusuk kulit positif.3

Uji tusuk kulit atau skin prick test (SPT) adalah uji diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit alergi yang diperantarai oleh IgE pada pasien dengan asma, RA, DA dan alergi makanan. Pemeriksaan uji tusuk kulit dilakukan dengan memperkenalkan sejumlah kecil ekstrak alergen ke epidermis superfisial fleksor lengan bawah untuk menyebabkan terjadinya reaksi sensitifitas. Saat IgE yang terikat pada sel mast kulit mengenali alergen, maka sel mast akan mengeluarkan histamin dan mediator lainnya yang dapat menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga timbul reaksi indurasi (wheal) dan kemerahan

(flare) pada kulit. Uji tusuk kulit merupakan pemeriksaan yang murah,


(23)

diduga ada alergi berdasarkan anamnesis dan gejala klinis, skrining untuk predisposisi penyakit alergi, juga untuk studi epidemiologi dalam menentukan kecenderungan angka sensitisasi dan membantu standarisasi ekstrak alergen.11 Sensitivitas uji tusuk kulit mencapai 90%. Uji tusuk kulit bisa dilakukan mulai usia satu bulan dan tetap valid sampai usia 65 tahun.12

Penelitian tentang sensitisasi alergen dengan pemeriksaan uji tusuk kulit banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya penelitian tahun 2011 pada 35 anak dermatitis atopi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo didapatkan uji tusuk kulit positif pada 29 subjek, dengan alergen inhalan dan alergen makanan tersering masing-masing adalah bulu anjing dan maizena.13

2.2. Penyakit alergi dan Kuesioner The International Study of Asthma

and Allergies in Childhood (ISAAC)

Atopi merupakan predisposisi menjadi penyakit alergi seperti asma, RA, DA dan alergi makanan.14 Beberapa dekade terakhir prevalensi penyakit alergi meningkat dengan cepat dan mempengaruhi sekitar 20% populasi di negara berkembang.15 Diagnosis penyakit alergi ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul akibat alergen dan pemeriksaan immunoglobulin E (IgE) spesifik yang sesuai dengan alergen pencetus penyakit alergi.16


(24)

The international study of asthma and allergies in childhood (ISAAC) telah membuat kuesioner yang terstandarisasi pada tahun 1990 untuk memaksimalkan penelitian epidemiologi tentang asma dan penyakit alergi lainnya. Tujuan ISAAC adalah untuk menilai prevalensi dan tingkat keparahan asma, RA dan DA pada anak yang tinggal di tempat berbeda dan membuat perbandingan di dalam dan di luar negeri, menilai kecenderungan prevalensi dan tingkat keparahan penyakit di masa depan, serta mempersiapkan kerangka kerja untuk penelitian etiologi lebih lanjut dalam hal genetik, gaya hidup, perawatan medis dan faktor lingkungan yang mempengaruhi penyakit ini.17,18

2.3. Mekanisme respons imun terhadap alergen

Penyakit alergi terjadi akibat adanya gangguan mekanisme respons imun, sehingga terjadi inflamasi kronis dengan dasar kelainan hipersensitivitas IgE dan infiltrasi eosinofil dan limfosit ke dalam jaringan.16,19 Di antara sel-sel sistem imun, sel T memainkan peran utama dalam respons inflamasi. Sel T diaktifkan saat antigen presenting cells (APC) menangkap antigen dan menampilkan fragmen antigen yang terikat dengan molekul major

histocompatibility complex (MHC). Proses presentasi antigen ini, merangsang

sel T berdiferensiasi menjadi sel T sitotoksik atau sel T helper (Th). Sel T


(25)

dihasilkannya yaitu sel Th1 dan Th2.20 Sel Th1 memproduksi interleukin (IL)-2, interferon-γ (IFN-γ), dan tumor necrosis factor-β (TNF-β), sedangkan Th2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13.10

Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respons imun. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen.19 Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul human leukocyte antigen (HLA) kelas II membentuk komplek peptida major histocompatibility complex (MHC) kelas II yang kemudian dipresentasikan kepada sel Th.20 Kemudian APC akan melepas sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan sel Th untuk berproliferasi menjadi sel Th1 atau Th2 serta memproduksi IL-2 yang menstimulasi sel Th2 memproduksi IL lain. Aktivasi ini diperkuat oleh IL-5 dan IL-9. Interleukin-4 (IL-4) dan IL-13 berikatan dengan reseptornya di permukaan sel limfosit B (Fc), sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. Kemudian IgE akan berikatan dengan sel mast atau basofil (FcεR) sehingga kedua sel ini menjadi aktif.10,19

Bila individu tersensitisasi dengan alergen yang sama, maka IgE spesifik akan mengikat alergen tersebut dan terjadi degranulasi sel mast dan basofil, mengakibatkan terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk


(26)

Newly Formed Mediators, antara lain prostaglandin, leukotrien, bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor). Mediator-mediator ini akan menimbulkan manifestasi penyakit alergi.10,19

Penyakit alergi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan.18 Studi genetik pada keluarga dengan atopi, telah diidentifikasi kromosom 11q dan 5q mempengaruhi produksi IgE.21 Kromosom 5q23-35 terdiri dari beberapa gen yang berperan dalam patogenesis alergi, termasuk gen yang mengkode sitokin Th2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Kromosom 11q13 mengkode the β subunit of

the high-affinity IgE receptor (FcεR1-β).10 Meskipun komponen genetik

sangat penting dalam penyakit alergi, tetapi faktor-faktor lingkungan termasuk paparan dari lingkungan (alergen, polusi) dan infeksi dapat menjelaskan terjadinya peningkatan penyakit alergi.18

2.4. Sindrom nefrotik idiopatik dan imunopatogenesis

2.4.1. Sindrom nefrotik idiopatik

Sindrom nefrotik (SN) idiopatik merupakan tipe SN tersering pada anak,22 yang ditandai dengan proteinuria masif ( > 40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau dipstik ≧ +2 ), hipoalbuminemia < 2.5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan 2:1.23 Di


(27)

Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan kasus baru sindrom nefrotik idiopatik pada anak sekitar 32 orang per tahun. Pada anak sebagian besar (80%) mempunyai gambaran patologi kelainan minimal (SNKM), diikuti dengan glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS) 7% sampai 8%, mesangial proliferatif difus (MPD) 2% sampai 5%, glomerulonefritis membrano proliferatif (GNMP) 4% sampai 6% dan nefropati membranosa (GNM) 1,5%.23 Penyebab tersering SN idiopatik adalah sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM), berhubungan dengan atopi dan peningkatan kadar IgE serum.8

2.4.2. Imunopatogenesis SN idiopatik

Mekanisme yang mendasari patogenesis SNKM tidak diketahui,8 tetapi sudah banyak diteliti melalui pendekatan genetik, seluler dan molekuler. Analisis genetik menunjukkan adanya beberapa mutasi gen podosit yang menyebabkan SN bawaan. Dari pendekatan molekuler SNKM dan GSFS dengan relaps masih belum jelas.22 Terjadinya relaps menunjukkan sistem imun berperan penting pada saat fase aktif penyakit melalui keterlibatan sel T, yang menyebabkan terganggunya fungsi podosit sehingga terjadi proteinuria masif.8,22

Penelitian tahun1974, menduga proteinuria yang terjadi pada SNKM disebabkan oleh faktor yang dilepaskan oleh sel T, penelitian lain menduga induksi cluster of differentiation-80 (CD80) pada podosit oleh sitokin, produk


(28)

bakteri atau alergen. Cluster of differentiation-80 (CD80) yang juga dikenal dengan B7.1 adalah molekul kostimulator sel T yang diekspresikan pada antigen-precenting cells (APC), sel natural killer (NK), dan limfosit B yang teraktivasi. Pengikatan CD80 pada podosit dengan reseptornya CD28 pada sel T menyebabkan sel T menjadi aktif.24 Ekspresi CD80 oleh podosit menyebabkan perubahan bentuk podosit sehingga terjadi proteinuria.25

2.5. Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan SN idiopatik

Penelitian tahun 1951 merupakan penelitian pertama kali yang menghubungkan antara atopi dan sindrom nefrotik. Sekitar 43% pasien SN menunjukkan gejala alergi, diduga alergi berperan dalam patogenesis SN idiopatik. Sejak saat itu, beberapa studi telah melaporkan hubungan antara atopi dan SN idiopatik.8 Insidens atopi pada penderita SN idiopatik lebih tinggi dibandingkan dengan yang sehat, berkisar antara 17% sampai 40%.26 Sebuah studi melaporkan 38% anak SN respons steroid memiliki asma, dermatitis atopi dan rinitis alergi.8

Pasien SN idiopatik juga menunjukkan peningkatan kadar IgE serum.8 Imunoglobulin E (IgE) sudah dikenal karena berhubungan dengan reaksi hipersensitivitas.27 Tetapi peningkatan kadar IgE serum pada anak dengan SNKM tidak selalu disertai gejala alergi.25 Produksi IgE terutama diperantarai oleh dua jenis sitokin, yaitu IL-4 dan IL-13, dimana produksi IL-4 oleh sel T


(29)

meningkat pada pasien dengan atopi, dan IL-13 meningkat pada pasien SNKM.8

Pada pasien SNKM, alergen yang ditangkap oleh APC, akan diproses dan disajikan ke T- cell effector (Teff). Kemudian APC akan mengekspresikan CD80 yang akan berikatan dengan CD28 yang berada pada permukaan sel T-eff. Ikatan ini akan mengaktifkan sel T-eff. Pengaktifan sel T-eff akan melepaskan beberapa sitokin, yaitu IL-4 dan IL-13.Interleukin-4 (4) dan IL-13 akan berikatan dengan reseptornya pada sel B.8 Selain sel B, podosit juga mengekspresikan reseptor transmembran untuk IL-4, IL-10, IL-13 dan tumor

necrosis factor α (TNF-α).28 Ikatan ini akan menginduksi perubahan IgM menjadi IgE oleh sel B yang diaktivasi oleh signal transducer and activator transcription-6 (STAT-6).8 Sementara itu ikatan IL-13 dengan reseptor yang berada di permukaan podosit akan menstimulasi ekspresi CD80.28

Ekspresi CD80 akan mempengaruhi permeabilitas kapiler glomerular dan menyebabkan terjadinya proteinuria.24 Kemudian T-cell regulatory (Treg) akan menghasilkan IL-10 dan cytotoxic T-lymphocyte-associated-4 (CTLA-4) yang akan berikatan dengan CD80 yang terdapat pada permukaan APC dan sel B, sedangkan soluble CTLA-4 (sCTLA-4) berikatan dengan CD80 yang terdapat pada permukaan podosit. Ikatan ini akan menghambat 4 dan IL-13 berikatan dengan reseptornya, sehingga tidak terjadi pembentukan IgE dan proteinuria. Jika terjadi gangguan fungsi sel T-reg dalam menghasilkan


(30)

IL-10, CTLA-4 dan sCTLA-4, menyebabkan sel T-eff terus melepaskan sitokin, sehingga IgE tetap terbentuk dan proteinuria menetap (gambar 2.1.).8


(31)

2.6. Kerangka Konseptual

Yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.2. Kerangka konsep penelitian Penyakit alergi

Produksi IgE

SN idiopatik

Proliferasi sel Th2 dan produksi sitokin

Alergen

Ditangkap oleh APC, kemudian diproses

Limfosit T

IL-13

Atopi Genetik

Uji tusuk kulit

ISAAC

IL-4 Reseptor pada

podosit Ekspresi CD80

Proteinuria


(32)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi cross sectional untuk menilai hubungan atopi dan penyakit alergi dengan SN idiopatik.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Poliklinik Divisi Alergi Imunologi dan Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian dilaksanakan dari bulan September 2012 sampai Mei 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak SN idiopatik. Populasi terjangkau adalah anak SN idiopatik yang datang berobat ke Divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, Propinsi Sumatera Utara dari bulan September 2012 sampai Mei 2014. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.


(33)

3.4. Besar Sampel

Penghitungan besar sampel pada penelitian ini dihitung berdasarkan rumus besar sampel untuk uji hipotesis terhadap satu kelompok (dua sisi) yang menggunakan skala nominal

Besar sampel dihitung dengan mempergunakan rumus:29

Keterangan :

n : besar sampel

Po : proporsi atopi pada anak SN idiopatik (dari pustaka) = 0.2327 Q0 : proporsi non atopi pada anak SN idiopatik = 0.77

Pa-P0 : 0.2

α : kesalahan tipe I = 0.05 (tingkat kepercayaan 95%)  = 1,96

1-β : kekuatan uji (80%)

Zβ : nilai deviasi pada β 20% = 0.842

Dengan menggunakan rumus di atas didapat besar sampel minimal adalah 23 orang yang diambil secara konsekutif.


(34)

3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi

Kriteria inklusi :

1. Anak berusia kurang dari 18 tahun

2. Sudah didiagnosis dengan SN idiopatik dan dalam fase remisi 3. Tidak memakai obat antihistamin dalam 3 hari terakhir

4. Tidak memakai obat mengandung steroid baik secara oral maupun yang dioleskan pada daerah uji tusuk kulit dalam 1 hari terakhir

Kriteria eksklusi :

1. Anak yang tidak bersedia dilakukan uji tusuk kulit 2. Anak yang mengalami kelainan dermatografisme 3. Data kuesioner tidak diisi dengan lengkap

3.6. Persetujuan / Informed Consent

Semua sampel penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi akan diminta persetujuan dari orangtua/ wali setelah diberikan penjelasan terlebih dahulu. Formulir penjelasan terlampir dalam usulan penelitian.

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(35)

3.8. Cara Kerja

1. Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian dan pemeriksaan yang akan dilakukan.

2. Kepada subjek penelitian diberikan lembar informed consent, kuesioner data umum dan kuesioner data khusus untuk melihat manifestasi penyakit alergi.

3. Orangtua subjek penelitian menandatangani lembar informed consent sebagai persetujuan anaknya diikutkan dalam penelitian ini.

4. Berat badan ditimbang dengan timbangan merek Camry® dengan ketelitian 0.1 kg. Penimbangan dilakukan tanpa memakai alas kaki. Pembacaan berat badan dalam kg dengan ketelitian 0.1 kg.

5. Tinggi badan diukur dengan microtoise yang sudah distandarisasi dengan ketelitian 0.1 cm. Pengukuran dilakukan dengan posisi tegak, tumit dan badan menempel ke dinding, muka menghadap lurus ke depan tanpa memakai alas kaki. Pembacaan tinggi badan dalam centimeter (cm) dengan ketelitian 0.1 cm.

6. Dilakukan uji tusuk terhadap 10 alergen meliputi alergen makanan, yaitu: vistin, kepiting, udang, susu, daging ayam, coklat, kacang tanah, putih telur ayam dan alergen inhalan, yaitu; kutu debu rumah, bulu ayam. Alergen yang digunakan diproduksi oleh Instalasi Farmasi RSUP dr. Soetomo, Surabaya. Adapun cara melakukan uji tusuk kulit:


(36)

a. Daerah volar lengan bawah dibersihkan dengan larutan alkohol 70%

b. Setiap alergen diteteskan sebanyak 1 tetes dengan jarak 2 cm pada lengan bawah

c. Kemudian jarum khusus (Stallerpoint®) ditusukkan pada tetesan alergen dengan posisi 900. Setiap alergen pada setiap subjek ditusukkan dengan satu jarum. Setiap jarum hanya digunakan satu kali. Alergen yang pertama ditusukkan adalah kontrol negatif (coca filtra) dan yang terakhir adalah kontrol positif (histamin 1%)

d. Sensitisasi dinilai 15-20 menit setelah aplikasi uji tusuk kulit

e. Sensitisasi positif jika didapati indurasi kemerahan diameter lebih dari atau sama dengan 3 mm sesudah aplikasi uji tusuk kulit.

f. Sensitisasi negatif jika didapati indurasi kemerahan dengan diameter kurang dari 3 mm sesudah aplikasi uji tusuk kulit.

Antisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaksis dilakukan dengan menyediakan epinefrin 1: 1.000 yang telah dimasukkan ke dalam jarum suntik, sebelum uji tusuk kulit dilakukan. Pelaksanaan dan penilaian terhadap reaksi yang timbul dilakukan oleh peneliti.

7. Kuesioner dan hasil uji tusuk kulit dikumpulkan, data dimasukan dalam tabel, kemudian dianalisis lebih lanjut.


(37)

3.9. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Alur penelitian

Populasi SN idiopatik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

atopi (-) atopi (+)

Pemeriksaan uji tusuk kulit Kuesioner ISAAC fase I

Trace card UKK Alergi dan Imunologi

Kuesioner data umum Lembar informed

consent

Penjelasan penelitian

Dermatitis atopi

Rinitis alergi

Asma bronkial


(38)

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel bebas Skala

Penyakit alergi Nominal dikotom

Status atopi Nominal dikotom

Variabel tergantung Skala

SN idiopatik Nominal dikotom

3.11. Definisi Operasional

1. Penyakit alergi adalah reaksi hipersensitivitas yang diperantarai oleh mekanisme imunologi spesifik.1 Penyakit alergi yang termasuk dalam penelitian adalah asma, rinitis alergi (RA) dan dermatitis atopi (DA), dinilai berdasarkan kuesioner ISAAC.

2. Risiko atopi keluarga dinilai dengan Trace-card UKK Alergi-Imunologi IDAI, berdasarkan ada atau tidaknya gejala penyakit alergi, pada satu atau lebih anggota keluarga. Anggota keluarga adalah ayah, ibu atau saudara kandung. Risiko atopi kecil bila nilai keluarga 0, risiko atopi sedang bila nilai keluarga 1-3 dan risiko atopi tinggi bila nilai keluarga 4-6.

3. Atopi adalah kecenderungan seseorang dan atau keluarga untuk tersensitisasi dan menghasilkan IgE sebagai respons terhadap


(39)

paparan alergen.3 Atopi dalam penelitian dinilai berdasarkan sensitisasi alergen terhadap uji tusuk kulit.

4. Sindrom nefrotik (SN) idiopatik ditandai dengan proteinuria masif (>40 mg/m2 LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau dipstik ≧+2), hipoalbuminemia < 2,5 g/dL, edema, dan hiperkolesterolemia. Dikatakan remisi bila proteinuria negatif atau trace, 3 hari berturut-turut dalam satu minggu.23 Diagnosis SN idiopatik ditentukan oleh divisi Nefrologi berdasarkan konsensus tatalaksana SN idiopatik pada anak. 5. Kuesioner ISAAC adalah kuesioner yang dibuat pada tahun 1990

untuk memaksimalkan nilai studi epidemiologi asma dan penyakit alergi lain, membantu metode yang sudah terstandarisasi dalam memfasilitasi kerjasama internasional.20

6. Uji tusuk kulit atau skin prick test (SPT) adalah uji diagnostik yang digunakan untuk mendiagnosis penyakit alergi yang diperantarai oleh IgE pada pasien dengan asma, RA, DA dan alergi makanan.18

7. Sensitisasi positif jika didapati indurasi kemerahan diameter lebih dari atau sama dengan 3 mm dengan salah satu alergen atau lebih setelah dibandingkan dengan kontrol negatif yang muncul setelah 15-20 menit dilakukan uji tusuk kulit dengan menggunakan penggaris.


(40)

8. Sensitisasi negatif jika tidak didapati indurasi kemerahan diameter 3 mm atau lebih setelah dibandingkan dengan kontrol negatif yang muncul setelah 15-20 menit setelah dilakukan uji tusuk kulit.

9. Usia anak dihitung dari tahun kelahiran sampai hari pemeriksaan. 10. Dermatografisme adalah gambaran yang tampak seperti garis putih

yang timbul akibat goresan pada kulit.19

3.11. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan perangkat lunak SPSS versi 17.0 dengan tingkat kemaknaan P < 0.05. Data dianalisis dengan uji Fisher’s Exact untuk menilai hubungan atopi dan penyakit alergi dengan SN idiopatik.


(41)

BAB 4. HASIL

Penelitian dilaksanakan di Poliklinik Alergi Imunologi dan Poliklinik Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari bulan September 2012 sampai dengan Mei 2014. Besar sampel anak SN idiopatik sebanyak 27 orang. Semua sampel mengisi penuh kuesioner ISAAC dan mendapat perlakuan uji tusuk kulit. Karakteristik sampel penelitian terlihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Karakteristik sampel penelitian

Karakteristik SN idiopatik

Diagnosis penyakit SN

Relaps sering 17

Relaps jarang 10

Umur, rerata (SB), tahun 8.9 (4.02)

Jenis kelamin

Laki-laki 20

Perempuan 7

BB, rerata (SB), kg 26.1 (11.08)

TB, rerata (SB), cm 122.1 (19.37)

Atopi

Ya 19

Tidak 8

Penyakit alergi

Ya 1

Tidak 26

Faktor risiko alergi

Kecil 15

Sedang 12

Tinggi 0


(42)

Besar sampel anak SN idiopatik sebanyak 27 orang, sindrom nefrotik idiopatik yang didiagnosis dengan relaps sering lebih banyak dibandingkan dengan yang relaps jarang dengan rentang umur 3 tahun sampai 18 tahun (median 8 tahun) dan rerata umur sampel penelitian 8.9 tahun (SB 4.02). Jumlah anak laki-laki lebih banyak dari anak perempuan dengan perbandingan 2.9:1. Rerata berat badan sampel penelitian 26.1 kg (SB 11.08) dan rerata tinggi badan 122.1 cm (SB 19.37). Prevalensi atopi lebih banyak ditemukan yaitu 19 anak, sedangkan prevalensi penyakit alergi hanya 1 anak. Risiko atopi kecil lebih banyak dibandingkan dengan risiko atopi sedang.

Tabel 4.2 Hubungan atopi dengan kejadian SN idiopatik

Atopi

SN Idiopatik

P Relaps sering

(n = 17)

Relaps jarang (n = 10)

Ya 12 7 1.000

Tidak 5 3

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara riwayat atopi dengan kejadian SN idiopatik (P=1.000).


(43)

Tabel 4.3 Hubungan penyakit alergi dengan kejadian SN idiopatik

Penyakit Alergi

SN Idiopatik

P Relaps sering

(n = 17)

Relaps jarang (n = 10)

Ya 0 1 0.370

Tidak 17 9

Penyakit alergi hanya ditemukan pada satu anak SN idiopatik dengan relaps jarang yaitu dermatitis atopi dan rinitis alergi. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara penyakit alergi dengan kejadian SN idiopatik (P=0.370).

Tabel 4.4 Hubungan risiko atopi dengan kejadian SN idiopatik

Risiko Atopi

SN Idiopatik

P Relaps sering

(n = 17)

Relaps jarang (n = 10)

Kecil 7 8 0.107

Sedang 10 2

Tinggi 0 0

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara risiko atopi dengan kejadian SN idiopatik (P=0.107).


(44)

Gambar 4.1. Frekuensi sensitisasi alergen dengan hasil uji tusuk kulit positif Pada penderita SN idiopatik didapatkan sensitisasi alergen positif paling banyak adalah kutu debu rumah sebanyak 13 orang dan paling sedikit adalah kacang tanah sebanyak 6 orang.


(45)

BAB 5. PEMBAHASAN

Beberapa studi sebelumnya sudah berfokus pada hubungan antara SN dan atopi dalam populasi berbeda.30,31 Dalam penelitian ini, atopi ditegakkan berdasarkan pemeriksaan uji tusuk kulit positif pada 27 anak dengan SN idiopatik sensitif steroid, didapatkan prevalensi atopi cukup tinggi, mempengaruhi lebih dari setengah jumlah sampel penelitian yaitu pada 9 anak. Atopi lebih banyak dijumpai pada SN relaps sering dibandingkan dengan relaps jarang. Hasil yang kami dapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan dua penelitian sebelumnya, prevalensi atopi di Jerman tahun 2002 pada 33 anak (42%),30 dan di Italia tahun 2007 pada 35 anak (48.6%), dengan atopi lebih sering dijumpai pada sensitif steroid dibandingkan dengan resisten steroid.31 Prevalensi atopi yang tinggi pada studi ini, kemungkinan karena perbedaan dalam kehidupan sehari-hari.

Sindrom nefrotik kelainan minimal merupakan bentuk SN paling sering dijumpai pada anak, ditandai dengan respons baik terhadap terapi steroid dan dikenal baik berhubungan dengan atopi. Beberapa studi menunjukkan insiden penyakit alergi seperti asma, rinitis alergi dan dermatitis atopi pada anak dengan sindrom nefrotik sensitif steroid lebih tinggi.27 Pada penelitian kami, meskipun atopi yang dijumpai cukup tinggi, namun yang menunjukkan gejala klinis penyakit alergi dijumpai pada satu anak SN idiopatik,


(46)

berdasarkan kuesioner ISAAC fase I. Penyakit alergi yang djumpai adalah dermatitis atopi dan rinitis alergi. Secara statistik, data ini berbeda dengan beberapa studi sebelumnya, prevalensi penyakit alergi di Jerman tahun 2002, mendapatkan satu dengan asma, tujuh dengan RA dan empat dengan DA.30 Penelitian di Jepang tahun 2009, mendapatkan lima anak dengan DA dan delapan anak dengan asma bronkial.32 Penelitian di Bangladesh dari Januari 2003 sampai Januari 2005, prevalensi penyakit alergi tinggi pada pasien SN idiopatik, empat anak dengan DA dan 17 anak dengan asma bronkial.33

Alergen inhalan diduga sebagai pencetus relaps pada pasien SNKM. Beberapa alergen inhalan pencetus termasuk serbuk kayu dan rumput, jamur, debu rumah yang diidentifikasi dengan uji tusuk kulit. Alergen makanan juga berpotensi sebagai pencetus SNKM, antara lain susu sapi, ikan, daging ayam, gliadin atau ovalbumin yang diketahui melalui uji tusuk kulit atau radioallergosorbent test (RAST) positif.8 Meskipun uji tusuk kulit terhadap alergen cenderung positif pada anak SN dengan riwayat atopi, terutama relaps sering, tetapi IgE spesifik-alergen tidak meningkat secara signifikan.34 Sensitisasi alergen yang dilakukan dalam penelitian ini dengan pemeriksaan uji tusuk kulit menggunakan 10 jenis alergen terdiri dari dua alergen inhalan dan delapan alergen makanan. Dari 19 anak atopi penderita SN idiopatik didapatkan semua tersensitisasi dengan satu atau lebih jenis alergen. Jenis sensitisasi alergen positif terbanyak adalah kutu debu rumah


(47)

pada 13 anak dan coklat pada 11 anak. Pemeriksaan IgE spesifik-alergen tidak dilakukan pada penelitian ini, sehingga tidak diketahui kesesuaiannya dengan hasil uji tusuk kulit.

Hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya, di Taiwan tahun 2003, dengan pemeriksaan IgE spesifik terhadap alergen kutu debu rumah, susu, telur, kecoa dan penicillin didapatkan yang paling banyak kutu debu rumah (23%) dan susu (24%).35 Penelitian di Jepang tahun 2005, anak sindrom nefrotik idiopatik sensitif steroid memiliki kadar antibodi IgE spesifik yang tinggi dan tersensitisasi dengan satu atau lebih alergen. Sensitisasi alergen paling banyak adalah kutu debu rumah.36 Penelitian di Italia tahun 2007, didapatkan antibodi IgE spesifik yang paling banyak dijumpai adalah kutu debu rumah (29%) dan

grass pollen mix (33%). Pada semua pasien dijumpai kesesuaian hasil uji

tusuk kulit dan antibodi IgE spesifik.31

Meskipun patogenesis SNKM masih belum jelas, tetapi gangguan imunologi mempengaruhi penyakit ini.32 Gangguan respons sel T dan sitokin Th2 berhubungan erat dengan patogenesis SN, dengan mempengaruhi permeabilitas dinding kapiler glomerular.37 Beberapa laporan menunjukkan SNKM sering berhubungan dengan gejala alergi dan peningkatan kadar IgE serum.32 Kadar IgE meningkat secara signifikan pada SN yang atopi daripada non atopi, khususnya selama fase relaps dibanding fase remisi, menunjukkan


(48)

IgE sebagai penanda keparahan penyakit. Sinyal pembentukan IgE berasal dari IL-4 dan IL-13. Pada SN yang relaps sel T yang aktif meningkatkan sekresi IL-4 dan IL-13, yang dapat menginduksi terjadinya perubahan isotipe menjadi IgE. Interleukin-5 (IL-5) juga merangsang produksi IgE, sementara IFN-γ menghambat sekresi IgE.37 Penelitian di Taiwan tahun 2003, menunjukkan kadar IgE serum yang tinggi berhubungan dengan aktivitas penyakit pada anak sindrom nefrotik, tetapi tidak berhubungan dengan patogenesis sindrom nefrotik.35 Penelitian di Singapura tahun 2004, didapatkan peningkatan kadar IgE serum terjadi pada saat fase relaps sindrom nefrotik sensitif steroid mungkin disebabkan oleh peningkatan IL-13 dan mungkin menunjukkan aktivasi oleh beberapa mekanisme imun oleh berbagai macam stimulus daripada berhubungan langsung dengan atopi.34 Penelitian di Korea dari September 2004 sampai Juli 2010, didapatkan penyakit alergi lebih sering pada anak sindrom nefrotik idiopatik dengan kadar IgE serum yang tinggi. Selain peningkatan kadar IgE serum, juga terjadi peningkatan IL-4 dan IL-5 serum. Kemungkinan aktivitas sitokin-sitokin ini berperan dalam patogenesis SN idiopatik.37

Pemeriksaan kadar IgE total serum dan mediator-mediator imun yang terlibat dalam proses terjadinya alergi maupun sindrom nefrotik idiopatik tidak dilakukan dalam penelitian ini, sehingga tidak diketahui bagaimana hubungan atopi dan penyakit alergi dengan aktivitas penyakit. Tetapi, hasil penelitian


(49)

yang diperoleh menunjukkan tidak ada hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik. Hasil penelitian yang didapatkan seusai dengan penelitian sebelumnya.35

Dari penelitian ini masih dijumpai beberapa kekurangan diantaranya jumlah sampel yang sedikit dan tidak dilakukan pemeriksaan kadar IgE total serum, sitokin-sitokin yang berhubungan dengan alergi dan SN idiopatik karena pasien tidak bersedia.


(50)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Tidak dijumpai hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian SN idiopatik

6.2. Saran

Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan pemeriksaan kadar IgE total serum maupun mediator-mediator imun lain untuk menilai hubungan atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

1. Johansson SGO, Bieber T, Dahl R, Friedmann PS, Lanier BQ, Lockey Rf, dkk. Revised nomenclature for allergy for global use: report of the nomenclature review committee of the World Allergy Organization, October 2003. J Allergy Clin Immunol. 2004; 113:832-6

2. Weinberg EG. The allergic march. CME. 2010; 28:64-8

3. Johansson SGO, Haahtela T. World Allergy Organization guidelines for prevention of allergy and allergic asthma. Int Arch Allergy Immunol. 2004; 135:83-92

4. Liu AH, Martinez FD, Taussig LM. Natural history of allergic diseases and asthma. Dalam: Leung DYM, Sampson HA, Geha R, Szefler SJ, penyunting. Pediatric allergy: principles and practice. Edisi ke-2. New York: Elsevier; 2010. h. 9-18

5. Zhao J, Bai J, Shen K, Xiang L, Huang S, Chen A, dkk. Self-reported prevalence of childhood allergic diseases in three cities of China: a multicenter study. BMC Public Health. 2010; 10:1-7

6. Mallol J, Crane J, von Mutius E, Odhiambo J, Keil U, Stewart A. The international study of asthma and allergies in childhood (ISAAC) phase three: a global synthesis. Allergol Immunopathol. 2013; 41:73-85

7. Baldacara RPC, Fernandes MFM, Baldacara L, Aun WT, de Mello JF, Pires MC. Prevalence of allergen sensitization, most important allergens and factors associated with atopy in children. Sao Paulo Med J. 2013; 131:301-8 8. Hafez MA, Shimada M, Lee PY, Johnson RJ, Garin EH. Idiopathic nephrotic

syndrome and atopy : is there a common link? Am J Kidney Dis. 2009; 54:945-53

9. Kanai T, Shiraishi H, Yamagata T, Ito T, Odaka J, Saito T, dkk. Th2 cells predominate in idiopathic steroid-sensitive nephrotic syndrome. Clin Exp Nephrol. 2010; 14:578-83

10. Leung DYM. Allergic disorders. Dalam: Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JWS, Behrman RE, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke – 19. Philadelphia: Elsevier Inc; 2011. h. 742-7

11. Heinzerling L, Mari A, Bergmann KC, Bresciani M, Burbach G, Darsow U, dkk. The skin prick test-European standards. Clin Translat Allergy. 2013; 3:1-10

12. Cox L, Williams B, Sicherer S, Oppenheimer J, Sher L, Hamilton R, dkk. Pearls and pitfalls of allergy diagnostic testing: report from the American College of Allergy, Asthma and Immunology / American Academy of Allergy, Asthma and Immunology specific IgE test task force. Ann Allergy Asthma Immunol. 2008; 101:580-92

13. Sidabutar S, Munasir Z, Pulungan AB, Hendarto A, Tumbelaka AR, Firman K. Sensitisasi alergen makanan dan hirupan pada anak dermatitis atopik setelah mencapai usia 2 tahun. Sari Pediatri. 2011; 13:147-51

14. Ogbuanu IU, Karmaus WJ, Zhang H, Attwood TS, Ewart S, Roberts G, dkk. Birth order modifies the effect of IL13 gene polymorphisms on serum IgE at


(52)

age 10 and skin prick test at ages 4,10 and 18: a prospective birth cohort study. Allergy Asthma Clin Immunol. 2010; 6: 1-13

15. Zheng T, Yu J, Oh MH, Zhu Z. The Atopic march: progression from atopic dermatitis to allergic rhinitis and asthma. Allergy Asthma Immunol Res. 2011; 3:67-73

16. Douglass JA, O’Heir RE. Diagnosis, treatment and prevention of allergic disease: the basics. Med J Aust. 2006; 185:228-33

17. Asher MI, Keil U, Anderson HR, Beasley R, Crane J, Martinez F, dkk. International study of asthma and allergies in childhood (ISAAC): rationale and methods. Eur Respir J. 1995; 8: 483–91

18. Sole D, Camelo-Nunes IC, Wandalsen GF, Mallozi MC. Asthma in children and adolescents in Brazil: contribution of the international study of asthma and allergies in childhood (ISAAC). Rev Paul Pediatr. 2014; 32:114-25

19. Stone KD. Atopic diseases of childhood. Curr Opin Pediatr. 2003; 15:495-511 20. Warrington R, Watson W, Kim HL, Antonetti FR. An introduction to

immunology and immunopathplogy. Allergy, Asthma & Clin Immunol. 2011; 7 Suppl 1:1-8

21. Ehrlich PM, Field JD. Immunological aspects of allergy and anaphylaxis. Dalam: Zabriskie JB, penyunting. Essential clinical immunology. New York: Cambridge University Press; 2009. h. 145-9

22. Zhang SY, Audard V, Fan Q, Pawlak A, Lang P, Sahali D. Immunopathogenesis of idiopathic nephrotic syndrome. Nephrol. 2011; 169: 94-106

23. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tata laksana sindrom nefrotik idiopatik pada anak. Edisi kedua. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008. h. 1-2

24. Shimada M, Araya C, Rivard C, Ishimoto T, Johnson RJ, Garin EH. Minimal change disease: a “ two-hit “ podocyte immune disorders? Pediatr Nephrol. 2011; 26:645-9

25. Ishimoto T, Shimada M, Araya CE, Huskey J, Garin EH, Johnson RJ. Minimal change disease : a CD80 podocytopathy? Disampaikan pada Seminars in Nephrology, Juli 2011

26. van den Berg JG, Weening JJ. Role of the immune system in the pathpgenesis of idiopathic nephritic syndrome. Clin Sci. 2004; 107:125-136 27. Asmaningsih N, Poernomo W, Noer MS. Serum immunoglobulin E levels in

children with idiopathic nephrotic syndrome. Pediatr Indones. 2005; 45:55-9 28. Davin JC, Rutjes NW. Nephrotic syndrome in children: from bench to

treatment. Int J Nephrol. 2011:1-6

29. Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel dalam penelitian kedokteran dan kesehatan. Edisi ke-2. Jakarta: Salemba Medika; 2009. h. 65-70

30. Tenbrock K, Schubert A, Stapenhorst L, Kemper MJ, Gellermann J, Timmermann K, et.al. Type I IgE receptor, interleukin 4 receptor and interleukin 13 polymorphisms in children with nephrotic syndrome. Clin Sci. 2002; 102:507-12


(53)

31. Salsano ME, Graziano L, Luongo I, Pilla P, Giordano M, Lama G. Atopy in childhood idiopathic nephrothic syndrome. Acta Pediatr. 2007; 96:561-6 32. Ikeuchi Y, Kobayashi Y, Arakawa H, Suzuki M, Tamra K, Morikawa A.

Polymorphisms in interleukin-4 related genes in patients with minimal change nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2009; 24:489-95

33. Roy RR, Islam MR, Matin A, Khan R, Muinuddi G, Rahman MH, dkk. Relationship of childhood idiopathic nephrotic syndrome with asthma, hypertension, complement C3, urinalysis. Bangladesh J Child Health. 2011; 35:11-5

34. Cheung W, Wei CL, Seah CC, Jordan SC, Yap HK. Atopy, serum IgE, and interleukin-13 in steroid-responsive nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2004; 19:627-32

35. Tain YL, Chen TY, Yang KD. Implication of serum IgE in childhood nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2003; 18:1211-5

36. Toyabe S, Nakamizo M, Uchiyama M, Akazawa K. Circannual variation in the onset and relapse of steroid sensitive nephrothic syndrome. Pediatr Nephrol. 2005; 20:470-3

37. Youn YS, Lim HH, Lee JH. The clinical characteristics of steroid responsive nephrotic syndrome of children according to the serum immunoglobulin E levels and cytokines. Yonsei Med J. 2012; 53:715-22


(54)

Lampiran 1

I. Personal Penelitian

1. Ketua penelitian

Nama : dr. Ika Citra Dewi Tanjung

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK USU/RSHAM 2. Supervisor penelitian

1. dr. Lily Irsa, Sp.A(K)

2. dr. Muhammad Ali, Sp.A(K) 3. dr. Rita Evalina, Sp.A(K) 4. dr. Oke Rina Ramayani, Sp.A

5. Prof. dr. H. M. Sjabaroeddin Lubis, Sp.A(K) 3. Anggota penelitian

1. dr. Khairunnisa Agustina 2. dr. Elida Irawati Saragih 3. dr. Hervina Sari Nasution 4. dr. Syilvia Jiero

II. Biaya Penelitian

1. Pemeriksaan Rp 6.000.000,- 2. Transportasi Rp 1.000.000,- 3.

Total Biaya... Rp 9.000.000,- Fotokopi dll Rp 2.000.000,-


(55)

III. Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Tabel 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian

WAKTU

KEGIATAN

Juni-Agustus

2012

September

2012-Oktober

2014

Januari

2015

Persiapan Pelaksanaan

Penyusunan laporan Pengiriman laporan


(56)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA ORANGTUA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Perkenalkan nama saya dr. Ika Citra Dewi Tanjung, saya sedang menjalani pendidikan spesialis anak di Fakultas Kedokteran USU, dan saat ini saya sedang berencana melakukan penelitian dari divisi alergi imunologi tentang ”Hubungan atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik idiopatik”. Adapun tujuan dari penelitian saya untuk mengetahui hubungan antara atopi dan penyakit alergi dengan kejadian sindrom nefrotik (SN) idiopatik. Adapun manfaatnya bila diketahui pencetus dari atopi dan penyakit alergi itu dianjurkan untuk menghindarinya agar penyakit SN idiopatik bisa sembuh dan tidak mudah kambuh.

Sindrom nefrotik (SN) idiopatik adalah penyakit yang ditandai dengan badan bengkak, protein dalam darah rendah, protein dalam buang air kecil tinggi, lemak (kolesterol) darah tinggi. Penyakit ini berhubungan kuat dengan penyakit alergi.

Penyakit alergi adalah kelainan keturunan yang mempunyai gejala seperti dermatitis atopi (ruam susu), rinitis alergi (pilek) dan asma (bengek). Penyakit alergi ini juga bisa tidak menimbulkan gejala. Anak yang lahir dari keluarga dengan riwayat alergi pada kedua orang tua mempunyai risiko hingga 50-80% untuk terkena penyakit alergi dibanding dengan anak tanpa riwayat keluarga (risiko hanya sebesar 20%). Risiko akan jadi lebih tinggi jika penyakit alergi diderita oleh ibu dibanding ayah.

Cara kerja penelitian ini adalah Bapak/Ibu diharapkan mengisi sejumlah daftar isian (kuesioner) yang nantinya akan dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti. Kuesioner pertama terdiri dari dua bagian yaitu kuesioner mengenai data umum dan kuesioner ISAAC untuk menilai ada tidaknya gejala penyakit alergi pada anak. Adapun cara mengisinya yaitu


(57)

dengan memberikan tanda (x) pada kolom yang Bapak/Ibu anggap paling sesuai dengan kondisi yang ditemukan pada anak Bapak/Ibu.

Selanjutnya saya akan melakukan pemeriksaan fisik berupa berat badan, tinggi badan. Selanjutnya akan dilakukan uji tusuk kulit untuk memeriksa kelainan alergi atau kecenderungan untuk menderita alergi pada anak. yaitu dengan meneteskan sejumlah kecil bahan/ zat yang dicurigai sebagai penyebab alergi lalu ditekankan dengan alat khusus pada kulit lengan bawah. Uji ini mudah dilaksanakan, memiliki akurasi yang baik, murah, tidak menimbulkan rasa sakit dan hasilnya cepat diperoleh.

Jika bahan/ zat tersebut adalah zat yang berpotensi menyebabkan alergi pada putra/putri Bapak/Ibu maka pada tempat yang diberi bahan tersebut akan muncul bengkak ringan yang berwarna kemerahan seperti digigit nyamuk dalam waktu hanya 15 menit, yang akan segera menghilang. Agar hasil pemeriksaan ini tidak terganggu oleh obat-obatan maka satu hari sebelum pemeriksaan sampai hari pelaksanaan diharapkan putra/putri Bapak/Ibu tidak mengkonsumsi obat/ jamu-jamuan apapun juga.

Segala informasi yang diperoleh selama penelitian ini dijamin kerahasiaannya dan seluruh biaya didalam penelitian tidak akan dibebankan kepada Bapak/ Ibu. Hasil pemeriksaan dapat digunakan untuk pemantauan dan tata laksana penderita. Jika ada pertanyaan lebih lanjut mengenai penelitian ini, silahkan menghubungi: dr. Ika Citra Dewi Tanjung (085270831302). Demikian informasi ini kami sampaikan. Atas bantuan dan partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

Wassalam


(58)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur : ... tahun (L / P) Alamat : ... Selaku orangtua dari,

Nama : ... Umur : ... tahun (L / P) Alamat rumah : ... Alamat sekolah : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk mengikuti penelitian dan bersedia mengisi lembaran kuesioner yang diberikan dan dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pemeriksaan uji tusuk kulit terhadap anak saya. Segala sesuatu mengenai tujuan, sifat, dan perlunya penelitian tersebut di atas serta risiko yang ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, ...2014 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

dr.Ika Citra Dewi Tanjung ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(59)

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : ... Umur : ... tahun (L / P) Alamat rumah: ... Alamat sekolah : ... dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

untuk mengikuti penelitian dan bersedia mengisi lembaran kuesioner yang diberikan dan dilakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan serta pemeriksaan uji tusuk kulit terhadap saya. Segala sesuatu mengenai tujuan, sifat, dan perlunya penelitian tersebut di atas serta risiko yang ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikianlah pernyataan persetujuan ini saya perbuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.

Medan, ...2014 Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

dr. Ika Citra Dewi Tanjung ...

Saksi-saksi : Tanda tangan

1. ... ... 2. ... ...


(60)

Lampiran 2

DATA UMUM

No. Urut / MR : Tanggal :

1. Nama : ...………...……… 2. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan

3. Tempat / Tanggal Lahir: ………..………...……... 4. Berat / Tinggi badan :...kg / ...cm 5. Anak ke : …………...dari …………...bersaudara 6. Usia Kehamilan : Cukup bulan / Kurang bulan

7. Orang tua Ayah Ibu

Nama :... ... Usia (tahun) :... ... Menikah usia :... ...

8. Agama :

9. Pendidikan : 10. Pekerjaan :

11. Penghasilan Orang Tua (per bulan) Ayah Ibu


(61)

Lampiran 3

1. Sindrom nefrotik idiopatik DATA KHUSUS

Diagnosis tegak sejak : Diagnosis saat ini : Pengobatan saat ini :

2. Risiko Atopi (Trace-card UKK Alergi – Imunologi IDAI)

Berikan nilai terhadap semua anggota keluarga dengan tanda-tanda alergi: Dermatitis/ Eksim/ Kemerahan/ Diare/ Muntah/ Kolik/ Pilek/ Nafas berbunyi/ Asma sesuai dengan petunjuk berikut :

Nilai Kondisi

2  ibu, bapak dan/atau salah satu saudara sekandung anak yang dinyatakan terkena alergi

1  ibu, bapak dan/atau salah satu saudara sekandung anak diduga terkena alergi

0  ibu, bapak dan/atau salah satu saudara sekandung anak tanpa riwayat alergi apapun

Jumlahkan nilai tersebut, kemudian gunakan tabel di bawah ini untuk memeriksa tingkat risiko alergi : (berilah tanda  pada kolom yang sesuai)

Keluarga Dinyatakan Diduga Tanpa Riwayat Nilai Ibu

Bapak Saudara sekandung


(62)

Nilai keluarga yang diprediksikan digunakan untuk menentukan kemungkinan terkena alergi

Nilai Keluarga Tingkat Risiko terkena alergi 0

1 – 3 4 – 6

Risiko Kecil (5-15%) Risiko Sedang (20 – 40%) Risiko Tinggi (40 – 60%)

Diadaptasi dari M Yadav, Causal Triggers of Allergy & Asthma, 2004

3. Kuesioner ISAAC

Berilah tanda (x) pada kolom yang menurut anda sesuai

3.1. Kuesioner Asma Bronkial

1. Pernahkah anda mendengar suara mengi (seperti suara bersiul) pada dada anak anda yang muncul jika berhubungan dengan perubahan suhu udara (hujan) atau terhirup debu dan lain-lain? Ya ( ) Tidak ( )

Jika tidak, silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

2. Apakah suara mengi itu pernah terdengar dalam 1 tahun ini? Ya( ) Tidak( ) Jika tidak,silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

3. Berapa kali kejadian suara mengi tersebut terjadi dalam 1 tahun terakhir? Tidak ada ( ) 1-3 kali ( ) 4-12 kali ( ) Lebih dari 12 kali ( )

4. Dalam 1 tahun ini, berapa kali kira-kira anak anda terbangun dari tidur akibat serangan mengi? Tidak pernah ( ) Kurang dari 1x seminggu ( ) Lebih dari 1x seminggu ( )

5. Dalam 1 tahun ini, apakah serangan mengi membuat anak anda menjadi sulit berbicara (hanya bisa bicara sepatah dua patah kata) karena sesak? Ya ( ) Tidak ( )


(63)

7. Apakah 1 tahun ini pernah terdengar suara mengi dari dada anak anda saat sedang beraktivitas ataupun setelah beraktivitas?Ya ( ) Tidak( ) 8. Apakah dalam 1 tahun ini, anak anda pernah menderita sesak nafas,

batuk kering di saat malam hari (selain batuk pilek dengan demam dan selain batuk akibat infeksi paru) ? Ya ( ) Tidak ( )

3.2. Kuesioner Rinitis Alergi

1. Pernahkah anak anda mengalami pilek, bersin, hidung berair atau tersumbat atau perasaan gatal di hidung saat tidak sedang menderita sakit influenza atau flu? Ya ( ) Tidak ( )

Jika tidak,silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

2. Dalam 1 tahun terakhir , pernahkah anak anda mengalami bersin , hidung berair atau tersumbat atau perasaan gatal saat tidak sedang menderita sakit influenza atau flu? Ya ( ) Tidak ( )

Jika tidak,silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

3. Dalam 1 tahun terakhir, apakah masalah pada hidung ini disertai mata berair dan gatal? Ya ( ) Tidak ( )

4. Dalam 1 tahun ini, kapan saja hal ini terjadi? Januari ( ) Februari( ) Maret ( ) April ( ) Mei ( ) Juni ( ) Juli ( ) Agustus ( ) September( ) Oktober ( ) Nopember ( ) Desember ( )

5. Dalam 1 tahun terakhir apakah hal ini mempengaruhi aktivitas keseharian anda? Tidak ( ) Sedikit ( ) Sedang ( ) sangat( )

6. Apakah anak anda pernah alergi pada rumput? Ya ( ) Tidak ( )

3.3. Kuesioner Dermatitis Atopi

1. Pernahkah anak anda mengalami bercak atau ruam gatal dan kemerahan pada kulit yang terjadi dalam 6 bulan terakhir? Ya ( ) Tidak ( )


(64)

2. Dalam 1 tahun terakhir , pernahkah anak anda mengalami bercak gatal pada kulit ini dalam beberapa kali? Ya ( ) Tidak ( )

Jika tidak,silahkan langsung ke pertanyaan no 6.

3. Apakah bercak gatal ini mengenai salah satu tempat berikut: lipat siku, belakang lutut, depan persendian, bokong, sekitar pipi, telinga atau mata? Ya ( ) Tidak ( )

4. Apakah bercak gatal ini pernah sembuh dalam setahun terakhir? Ya ( ) Tidak ( )

5. Dalam 1 tahun terakhir berapa sering rata-rata tidur malam anda terganggu/ terbangun karena bercak gatal ini? Tidak pernah ( ) kurang dari 1 kali dalam seminggu satu kali atau lebih dalam seminggu ( )

6. Apakah anda pernah mengalami eksim?Ya ( ) Tidak ( )

Diadaptasi dari Asher MI, Keil U, Anderson HR, Beasley R, Crane J, Martinez F,Mitchell EA et al. International study of asthma and allergies in

childhood (ISAAC):rationale and methods.Eur Respir J, 1995, 8, 483–491

4. Hasil Uji Tusuk Kulit

No Alergen Hasil

Positif

Hasil Negatif 1 Kutu debu rumah

2 Bulu ayam 3 Vistin 4 Kepiting 5 Udang 6 Susu

7 Daging ayam 8 Coklat

9 Kacang tanah 10 Putih telur ayam


(65)

(66)

(67)

(68)

BIODATA PENULIS UTAMA

Nama Lengkap : dr. Ika Citra Dewi Tanjung Tempat dan Tanggal Lahir : Palembang, 3 Oktober 1980

Alamat : Jln. Sei Musi no. 40/50 Medan

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Muhammadiyah 1

Padangsidempuan, tamat tahun 1993 Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Padangsidempuan,

tamat tahun 1998

Sekolah Menengah Umum : SMA Negeri 2 Plus Sipirok, tamat tahun 1999

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2005

RIWAYAT PEKERJAAN :

1. dokter PTT di RSUD Padangsidempuan dari Maret 2005-April 2006 2. dokter PTT di RSUD Rantauprapat dari April 2006-Februari 2010

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. The 4th Symposium on Critical Care And Emergency Medicine. Patient Safety in Critical Care and Emergency Medicine. May 08, 2008 Tiara Convention Centre Medan, Pre-Symposium: Fluid Therapy Course, sebagai peserta. 2. The 4th Symposium on Critical Care And Emergency Medicine. Patient Safety

in Critical Care and Emergency Medicine. May 09-10, 2008 Tiara Convention Centre Medan, sebagai peserta.

3. Simposium “Upaya deteksi dini kanker nasofaring, payudara dan leher rahim”. Labuhan Batu, 13 Agustus 2008, sebagai peserta dan panitia.

4. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak (4th Indonesian Pediatric Society Annual Meeting). February 22nd-24th 2010 at JW Marriot Hotel Medan, sebagai peserta.

5. Advanced Pediatric Resuscitation Course. Medan, 26-27 November 2012, sebagai peserta.

6. Seminar dan workshop “An integrated approach for prevention and optimal treatment of cow’s milk protein allergy”. Medan, 5 Januari 2013, sebagai peserta.


(69)

7. Simposium PKB VI IDAI cabang Sumatera Utara “Update tatalaksana kejang dan perdarahan pada bayi dan anak. Hotel Santika Dyandra, Medan. 2-3 Februari 2013, sebagai peserta.

8. Simposium Nasional Ulang Tahun Departemen IKA FK USU ke-55, dengan tema “Meningkatkan ilmu dan kompetensi dokter anak untuk masa depan anak yang lebih baik”. Medan, 13-15 Januari 2014, sebagai peserta.

9. Workshop Ulang Tahun Departemen IKA FK USU ke-55, dengan tema “Meningkatkan ilmu dan kompetensi dokter anak untuk masa depan anak yang lebih baik”. Medan, 13-15 Januari 2014, sebagai peserta.

10. Seminar pagi klinik “Nourishing children with rational nutrition start on early life”. Rumah Sakit USU, Medan. 16 Agustus 2014, sebagai peserta.

11. Stabilization of the critically ill children. Gedung Abdul Hakim USU, Medan. 22-23 September 2014, sebagai peserta.

12. The symposium of Asia Pacific Association of Pediatric Allergy, Respirology, and Immunology (APAPARI) Congress 2014). Yogyakarta, Indonesia. 8-10 Oktober 2014, sebagai peserta.

13. The symposium of Asia Pacific Association of Pediatric Allergy, Respirology, and Immunology (APAPARI) Congress 2014). Yogyakarta, Indonesia. 8-10 Oktober 2014, sebagai pembicara.

ORGANISASI

1. 2005 – sekarang : IDI (Ikatan Dokter Indonesia)


(70)

(1)

(2)

(3)

(4)

BIODATA PENULIS UTAMA

Nama Lengkap : dr. Ika Citra Dewi Tanjung Tempat dan Tanggal Lahir : Palembang, 3 Oktober 1980 Alamat : Jln. Sei Musi no. 40/50 Medan PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Muhammadiyah 1

Padangsidempuan, tamat tahun 1993 Sekolah Menengah Pertama : SMP Negeri 1 Padangsidempuan,

tamat tahun 1998

Sekolah Menengah Umum : SMA Negeri 2 Plus Sipirok, tamat tahun 1999

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2005

RIWAYAT PEKERJAAN :

1. dokter PTT di RSUD Padangsidempuan dari Maret 2005-April 2006 2. dokter PTT di RSUD Rantauprapat dari April 2006-Februari 2010

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. The 4th Symposium on Critical Care And Emergency Medicine. Patient Safety in Critical Care and Emergency Medicine. May 08, 2008 Tiara Convention Centre Medan, Pre-Symposium: Fluid Therapy Course, sebagai peserta. 2. The 4th Symposium on Critical Care And Emergency Medicine. Patient Safety

in Critical Care and Emergency Medicine. May 09-10, 2008 Tiara Convention Centre Medan, sebagai peserta.

3. Simposium “Upaya deteksi dini kanker nasofaring, payudara dan leher rahim”. Labuhan Batu, 13 Agustus 2008, sebagai peserta dan panitia.

4. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak (4th Indonesian Pediatric Society Annual Meeting). February 22nd-24th 2010 at JW Marriot Hotel Medan, sebagai peserta.

5. Advanced Pediatric Resuscitation Course. Medan, 26-27 November 2012, sebagai peserta.

6. Seminar dan workshop “An integrated approach for prevention and optimal treatment of cow’s milk protein allergy”. Medan, 5 Januari 2013, sebagai peserta.


(5)

7. Simposium PKB VI IDAI cabang Sumatera Utara “Update tatalaksana kejang dan perdarahan pada bayi dan anak. Hotel Santika Dyandra, Medan. 2-3 Februari 2013, sebagai peserta.

8. Simposium Nasional Ulang Tahun Departemen IKA FK USU ke-55, dengan tema “Meningkatkan ilmu dan kompetensi dokter anak untuk masa depan anak yang lebih baik”. Medan, 13-15 Januari 2014, sebagai peserta.

9. Workshop Ulang Tahun Departemen IKA FK USU ke-55, dengan tema “Meningkatkan ilmu dan kompetensi dokter anak untuk masa depan anak yang lebih baik”. Medan, 13-15 Januari 2014, sebagai peserta.

10. Seminar pagi klinik “Nourishing children with rational nutrition start on early life”. Rumah Sakit USU, Medan. 16 Agustus 2014, sebagai peserta.

11. Stabilization of the critically ill children. Gedung Abdul Hakim USU, Medan. 22-23 September 2014, sebagai peserta.

12. The symposium of Asia Pacific Association of Pediatric Allergy, Respirology, and Immunology (APAPARI) Congress 2014). Yogyakarta, Indonesia. 8-10 Oktober 2014, sebagai peserta.

13. The symposium of Asia Pacific Association of Pediatric Allergy, Respirology, and Immunology (APAPARI) Congress 2014). Yogyakarta, Indonesia. 8-10 Oktober 2014, sebagai pembicara.

ORGANISASI

1. 2005 – sekarang : IDI (Ikatan Dokter Indonesia)


(6)