Hubungan N-Acetyl-β-D Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik

(1)

HUBUNGAN N-ACETYL-β-D-GLUCOSAMINIDASE URIN DENGAN PROTEINURIA KUALITATIF PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

TESIS

Oleh

FARADILAH HALUSIA 097103034 /IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HUBUNGAN N-ACETYL-

β

-D-GLUCOSAMINIDASE URIN

DENGAN PROTEINURIA KUALITATIF PADA ANAK DENGAN

SINDROM NEFROTIK

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Ilmu Kesehatan Anak dan Spesialisasi Anak dalam Program Studi

IlmuKesehatan Anak pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

FARADILAH HALUSIA 097103034 /IKA

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK - SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN- UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

Judul Penelitian : Hubungan N-Acetyl-β-D Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada anak

dengan sindrom nefrotik Nama Mahasiswa : Faradilah Halusia

Nomor Induk Mahasiswa : 0971030334

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Ilmu Kesehatan Anak

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K)

Anggota

dr. H. Hakimi, SpA(K)

Program Magister Kedokteran Klinik, Dekan, Sekretaris Program Studi,

dr. Murniati Manik, MSc, SpKK, SpGK

NIP.19530719 198003 2 001 NIP 19540220 198011 1 001 Prof.dr.Gontar A.Siregar,SpPD-KGEH


(4)

HUBUNGAN N-ACETYL-Β-D GLUCOSAMINIDASE URIN DENGAN PROTEINURIA KUALITATIF PADA ANAK DENGAN SINDROM NEFROTIK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, Oktober 2014


(5)

Telah diuji pada

Tanggal: 3 Oktober 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua: Prof dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) ………

Anggota: 1. dr. H. Hakimi, SpA(K) ………

2. dr. H. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH ………

3. dr. H. Emil Azlin, SpA(K) ………


(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamualaikum warahmatullahiwabarakatuh

Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta telah memberikan kesempatan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan magister Kedokteran Klinik Konsentrasi Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.

Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Pembimbing utama Prof. dr. Rafita Ramayati,SpA(K), dr. Hakimi, SpA (K), Prof. Dr. Rusdidjas, SpA (K), Dr. dr. Oke Rina Ramayani, SpA(K), dr. Rosmayanti S. Siregar, MKed(Ped),SpA dan dr. Beatrix Siregar, MKed(Ped), SpA yang telah memberikan bimbingan,bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini. 2. Dr. Hj. Melda Deliana, Mked(Ped), SpA(K) selaku Ketua Program Studi


(7)

Mked(Ped), SpA, sebagai Sekretaris Program Studi yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Prof. dr. H. Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian tesis ini.

4. dr. Abdurrahim Rasyid Lubis, SpPD-KGH, dr Tiangsa Sembiring MKed(Ped), SpA(K) dan dr. Emil Azlin, MKed(Ped), SpA(K) yang sudah membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.

5. dr Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes dan dr. Taufik Ashar, M.Kes selaku pembimbing statistik yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam menyusun tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar di Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan sumbangan pikiran dalampelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.

7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. DR. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSC(CTM), SpA(K) dan dekan FK-USU Prof dr. Gontar A. Siregar, SpPD-KGEH yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK-USU

8. Rasa hormat yang tidak terhingga penulis berikan kepada kedua orangtua tersayang Ayahanda Ir. H. Djumadi Gimone dan Ibunda Hj. Mawar Djumadi atas jerih payah, pengorbanan dan mendoakan penulis. Tidak akan bisa penulis membalas jasa ayahan dan dan ibunda semoga budi baik yang telah


(8)

diberikan mendapat imbalan Allah SWT dan selalu diberikan kesehatan, kebahagiaan dan rahmat dan karunia-Nya.

9. Terimakasih kepada yang terhormat kedua mertua penulis H. Suwarno dan Hj. Suminah atas dukungan, bimbingan dan semangat yang diberikan selama ini.

10. Terimakasih banyak kepada suami saya dr H. Muhammad Budiman, SpPD, MKed(PD), kedua anakku tersayang Muhammad Barik Assyifa dan Muhammad Syafiq Althaf atas kesabaran, ketabahan, pengorbanan, dukungan dan pengertiannya selama ini. Semoga apa yang dicapai dapat memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan bagi keluarga kita dan selalu diberkahi Allah SWT.

11. Kepada kakak, adik dan ipar, dr. Hj Deasy Kemalasari, dr. Saiful Hadi, SpOG, drg. Selvya Sari Dewi, M. Ridwan, SE, Andre Muslim Dubari, ST dan Nadya, ST, terimakasih atas segala bantuan, dukungan, semangat dan doa yang telah diberikan. Teruntuk abang dan kakak ipar, H. Lahmuddin, Nur Laila, S.Pd, Syamsul Bahri, SKM, Zulkifli, Eli Zusniati, Sri Yanti, S.Ag yang telah banyak membantu ,memberi semangat dan dorongan, terimakasih untuk segalanya.

12. Kepada seluruh pasien beserta orangtuanya yang menjadi sampel penelitian saya yang telah bersedia membantu saya dalam penelitian ini.

13. Terimakasih kepada Bia Savitri, Nova Yulia Rita, Syarifah Mahliza Soraya, teman-teman PPDS anak dan staf laboratorium Prodia yang telah


(9)

14. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Oktober 2014


(10)

DAFTAR ISI

Lembar pengesahan pembimbing ii

Ucapan terimakasih v

Daftar Isi ix

Daftar Tabel xi

Daftar Gambar xii

Daftar Singkatan xiii

Abstrak xiv

BAB 1. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang 1 1.2. Perumusan Masalah 2

1.3. Hipotesis 2

1.4. Tujuan Penelitian 3 1.4.1. Tujuan Umum 3 1.4.2. Tujuan Khusus 3 1.5. Manfaat Penelitian 3 BAB 2. Tinjauan Pustaka

2.1. Sindrom Nefrotik 5

2.2 Proteinuria 7

2.3 Kerusakan Tubulus (tubular injury) pada Sindrom Nefrotik 8 2.4 N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase Urin 10 2.5 Hubungan N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase Urin

dan Sindrom Nefrotik 11 2.6 Metode Pemeriksaan Aktivitas Katalitik NAG dalam

Urin 13

2.7 Kerangka konseptual 16 BAB 3. Metodologi

3.1. Desain 17

3.2. Tempat dan Waktu 17 3.3. Populasi dan Sampel 17 3.4. Perkiraan Besar Sampel 17 3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi 18 3.5.2. Kriteria Eksklusi 19


(11)

3.9. Alur Penelitian 21 3.10. Identifikasi Variabel 22 3.11. Definisi Operasional 22 3.12. Rencana Pengolahan dan Analisis Data 23 BAB 4. Hasil Penelitian 24 BAB 5. Pembahasan

5.1. N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase Urin dan Proteinuria

Kualitatif 28

5.2. Kadar N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase Urin pada

Sindrom Nefrotik 30 5.3. Keterbatasan dan kelebihan penelitian 32 BAB 6. Kesimpulan dan saran

6.1. Kesimpulan 33

6.2. Saran 33

BAB 7. Ringkasan 34

Daftar Pustaka 36

Lampiran

1. Lembar Penjelasan Kepada Orang Tua 39 2. Persetujuan Setelah Penjelasan 40 3 Personil Penelitian 41 4. Jadwal Penelitian 41 5. Biaya Penelitian 41 6. Surat Persetujuan dari Komite Etik 42 7. Riwayat Hidup


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Konsentrasi albumin berdasarkan proteinuria kualitatif 8

Tabel 2.2 Nilai rujukan NAG/kreatinine urin 15

Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian 24

Tabel 4.2 Korelasi NAG urin dan proteinuria 25


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ilustrasi skematik degenerasi nefron yang memungkinkan

glomerular injury menjadi tubulular injury 10

Gambar 2.2 Prinsip kerja metode fotometrik 14

Gambar 2.3 Kerangka konseptual 16

Gambar 3.1 Alur penelitian 21

Gambar 4.1. Perbedaan kadar NAG/g kreatinin (U/g) antara

kelompok studi 27


(14)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SN : Sindrom nefrotik

MNCS : Minimal changes nephrotic syndrome

FSGS : Focal segmental glomerulosclerosis

IMN : Idiopathic membraneus nephropathy

LFG : Laju filtrasi glomerulus

NAG : N-Acetyl β-D Glucosaminidase

LPB : Lapangan pandang besar zα : Kesalahan tipe 1

zβ : Kesalahan tipe 2

n : Jumlah subjek / sampel > : Lebih besar dari

< : Lebih kecil dari

r : Korelasi minimal dari variabel


(15)

ABSTRAK

Latar Belakang. N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) meningkat apabila terjadi kerusakan di tubulus proksimal ginjal. Eksresi NAG dilaporkan sejalan dengan eksresi protein urin. Peningkatan eksresi NAG pada pasien sindrom nefrotik dijumpai lebih tinggi pada sindrom nefrotik yang resisten steroid. Tujuan. Mencari korelasi antara NAG urin dan proteinuria kualitatif dan juga meneliti variasi kadar NAG urin antara kelompok sensitif steroid,resisten steroid dan control.

Metode. Studi potong lintang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik mulai bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014. Duapuluh dua anak dengan diagnosis Sindrom Nefrotik dan 22 anak sebagai kontrol. Pasien dibagi kelompok sesuai respon terhadap steroid, kelompok pertama adalah 16 orang anak yang sensitif terhadap steroid dan kelompok kedua adalah 6 orang anak yang resisten steroid. Kadar N AG diekspresikan sebagai rasio dengan kreatinin urin. Korelasi Pearson dipakai untuk mencari hubungan antara NAG urin dan proteinuria. Uji Kruskal Wallis dilakukan untuk mencari kadar NAG urin pada kelompok I, II dan kontrol.

Hasil. Tidak dijumpai hubungan antara kadar NAG urin dan proteinuria kualitatif dengan r=0.159 dan P=0.479. Kadar NAG secara signifikan lebih tinggi pada sindrom nefrotik yang resisten steroid, diikuti kelompok sensitif steroid dan kontrol dengan rerata 79.92±92.45, 62.99±78.29 and 22.54±39.40 secara berurutan..

Kesimpulan. Peningkatan kadar NAG urin tidak berhubungan dengan proteinuria kualitatif. Kadar NAG urin ditemukan lebih tinggi pada sindrom nefrotik resisten steroid dibandingkan sensitive steroid dan kontrol..


(16)

ABSTRACT

Background. N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) was increased in the presence of proximal tubular damage.Urinary NAG level related with severity of proteinuria in patients with nephrotic syndrome. Increasing level of urinary NAG indicated that tubular damage has occurred. The level found higher in steroid resistant than steroid sensitive nephrotic syndrome.

Objective. To assess the relationship between urinary NAG and qualitative proteinuria in NS and also investigate variations in urinary NAG level excretion between steroid sensitive,(group I), steroid resistant (group II) and control.

Methods. A cross sectional study was conducted in Haji Adam Malik Hospital from October 2013 to February 2014. Twenty two children with NS were included and 22 healthy children as control. The patients were divided according to their response to corticosteroid, group I 16 children and group II 6 children. The NAG level and qualitative proteinuria were measured. and NAG expressed as a ratio over urinary creatinine (Cr). Pearson correlation was performed to find the association between NAG and proteinuria. Kruskal Wallis test was performed to assess variations in NAG level among group I, II and control.

Results. Correlation between urinaryNAG and proteinuria in all NS with r=0.159 and P=0.479. Urinary NAG was significantly higher in group steroid resistant, followed by group steroid sensitive and control group with mean SD 79.92±92.45, 62.99±78.29 and 22.54±39.40 respectively.

Conclusion. Increasing NAG level was not significantly correlated with qualitative proteinuria level. Urinary NAG level was found higher in steroid resistant than steroid sensitive NS and control.


(17)

ABSTRAK

Latar Belakang. N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) meningkat apabila terjadi kerusakan di tubulus proksimal ginjal. Eksresi NAG dilaporkan sejalan dengan eksresi protein urin. Peningkatan eksresi NAG pada pasien sindrom nefrotik dijumpai lebih tinggi pada sindrom nefrotik yang resisten steroid. Tujuan. Mencari korelasi antara NAG urin dan proteinuria kualitatif dan juga meneliti variasi kadar NAG urin antara kelompok sensitif steroid,resisten steroid dan control.

Metode. Studi potong lintang dilakukan di RSUP Haji Adam Malik mulai bulan Oktober 2013 sampai Februari 2014. Duapuluh dua anak dengan diagnosis Sindrom Nefrotik dan 22 anak sebagai kontrol. Pasien dibagi kelompok sesuai respon terhadap steroid, kelompok pertama adalah 16 orang anak yang sensitif terhadap steroid dan kelompok kedua adalah 6 orang anak yang resisten steroid. Kadar N AG diekspresikan sebagai rasio dengan kreatinin urin. Korelasi Pearson dipakai untuk mencari hubungan antara NAG urin dan proteinuria. Uji Kruskal Wallis dilakukan untuk mencari kadar NAG urin pada kelompok I, II dan kontrol.

Hasil. Tidak dijumpai hubungan antara kadar NAG urin dan proteinuria kualitatif dengan r=0.159 dan P=0.479. Kadar NAG secara signifikan lebih tinggi pada sindrom nefrotik yang resisten steroid, diikuti kelompok sensitif steroid dan kontrol dengan rerata 79.92±92.45, 62.99±78.29 and 22.54±39.40 secara berurutan..

Kesimpulan. Peningkatan kadar NAG urin tidak berhubungan dengan proteinuria kualitatif. Kadar NAG urin ditemukan lebih tinggi pada sindrom nefrotik resisten steroid dibandingkan sensitive steroid dan kontrol..


(18)

ABSTRACT

Background. N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) was increased in the presence of proximal tubular damage.Urinary NAG level related with severity of proteinuria in patients with nephrotic syndrome. Increasing level of urinary NAG indicated that tubular damage has occurred. The level found higher in steroid resistant than steroid sensitive nephrotic syndrome.

Objective. To assess the relationship between urinary NAG and qualitative proteinuria in NS and also investigate variations in urinary NAG level excretion between steroid sensitive,(group I), steroid resistant (group II) and control.

Methods. A cross sectional study was conducted in Haji Adam Malik Hospital from October 2013 to February 2014. Twenty two children with NS were included and 22 healthy children as control. The patients were divided according to their response to corticosteroid, group I 16 children and group II 6 children. The NAG level and qualitative proteinuria were measured. and NAG expressed as a ratio over urinary creatinine (Cr). Pearson correlation was performed to find the association between NAG and proteinuria. Kruskal Wallis test was performed to assess variations in NAG level among group I, II and control.

Results. Correlation between urinaryNAG and proteinuria in all NS with r=0.159 and P=0.479. Urinary NAG was significantly higher in group steroid resistant, followed by group steroid sensitive and control group with mean SD 79.92±92.45, 62.99±78.29 and 22.54±39.40 respectively.

Conclusion. Increasing NAG level was not significantly correlated with qualitative proteinuria level. Urinary NAG level was found higher in steroid resistant than steroid sensitive NS and control.


(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sindrom nefrotik (SN) merupakan penyakit ginjal terbanyak yang dijumpai pada anak dan membutuhkan waktu dan biaya untuk pengobatan yang tidak sedikit.1,2 SN ditandai dengan proteinuria, hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Berdasarkan penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi primer (idiopatik) dan sekunder. Pada anak, penyebab terbanyak SN adalah idiopatik.

Gambaran patologi anatomi pada SN berupa kelainan minimal (MCNS=minimal changes nephrotic syndrome) 80%, FSGS (focal segmental

glomerulosclerosis) 7-8%, mesangial proliferatif difus 2-5%, glomerulonefritis

membranoproliferatif 4-6%, dan nefropati membranosa 1,5%. Sebagian besar kelainan minimal (94%) merespon baik terhadap steroid sedangkan pada FSGS 80-85% resisten terhadap pengobatan steroid, karena itu

3,4

FSGS

hidrolase yang banyak dijumpai pada lisosome dari sel tubulus proksimal. Peningkatan eksresi NAG urin dilaporkan dijumpai pada sindrom nefrotik sejalan dengan eksresi protein

Proteinuria, baik kualitatif maupun kuantitatif merupakan penanda yang lazim digunakan untuk menilai respon terapi steroid. Penurunan proteinuria diikuti dengan penurunan kadar NAG urin, namun penurunan


(20)

NAG hanya sedikit terjadi pada sindrom nefrotik resisten steroid dibandingkan sensitif steroid.9-11

Kadar NAG urin dijumpai lebih tinggi pada pasien sindrom nefrotik yang resisten terhadap steroid dibandingkan dengan yang sensitif terhadap steroid maupun yang tergantung steroid. Berdasarkan temuan histologis kadar NAG urin meningkat pada lesi FSGS.

5,12

Peningkatan kadar NAG urin menggambarkan telah terjadinya kerusakan tubulus. NAG urin dapat dijadikan penanda yang dapat membantu memonitor respon terapi dan memprediksi luaran dari pasien sindrom nefrotik.

Data mengenai kadar NAG urin dan hubungan NAG dengan proteinurin kualitatif pada pasien SN di Medan belum ada sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai penanda yang memiliki nilai prediktif.

9,12,13

1.2. Perumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan kadar protein urin kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik?


(21)

Ada hubungan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan kadar proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik.

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan kadar protein urin kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik.

1.4.2 Tujuan Khusus

- Mengetahui kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin pada sindrom nefrotik dibandingkan kontrol

- Mengetahui kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin pada grup sindrom nefrotik sensitif dan resisten steroid

1.5 Manfaat Penelitian

1. Di bidang akademik / ilmiah : meningkatkan pengetahuan peneliti di bidang nefrologi, khususnya dalam membantu mengetahui hubungan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan protein urin kualitatif pada sindrom nefrotik.

2. Di bidang pelayanan masyarakat : dengan menilai hasil pemeriksaan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dapat membantu


(22)

menentukan prediksi luaran dan respon terhadap terapi steroid sehingga pengobatan yang tepat dapat diberikan.

3. Di bidang pengembangan penelitian : memberikan data kepada divisi nefrologi mengenai pemeriksaan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin pada pasien sindrom nefrotik..


(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sindrom nefrotik

Insiden sindrom nefrotik pada masa kanak-kanak dilaporkan dua sampai tujuh kasus dari setiap 100 000 anak dan prevalensinya mendekati 16 kasus dari setiap 100 000.14 Di Jakarta Wila Wirya melaporkan per tahun 6 orang anak menderita sindrom nefrotik di antara 100 000 anak berusia dibawah 14 tahun, dengan perbandingan anak laki-laki dibanding anak perempuan 3:2.

Proteinuria dianggap sebagai kelainan utama pada sindrom nefrotik, sedangkan gejala klinis lainnya dianggap sebgai manifestasi sekunder. Proteinuria terjadi karena perubahan integritas sawar filtrasi. Sawar ini terdiri dari tiga lapisan : endotel, membrane basalis glomerulus dan epitel glomerulus visceral terdiri dari podosit. Sel endothelial memiliki variasi diameter pembukaan antara 70 sampai 100 nm yang disebut fenestra yang menahan makromolekul dari plasma ke tubulus renal.

2

6

Terjadi kehilangan muatan negatif sepanjang endotel kapiler glomerulus dan membrana basalis. Hilangnya muatan negatif tersebut menyebabkan albumin yang bermuatan negatif tertarik keluar menembus sawar kapiler glomerulus. Banyak anggapan bahwa proses ini melibatkan masalah imunologis.Proteinuria yang hebat mengakibatkan hipoalbuminemia. Edema muncul akibat rendahnya


(24)

kadar albumin serum yang menyebabkan turunnya tekanan onkotik plasma dengan konsekuensi terjadinya ekstravasasi cairan plasma ke ruang interstitial.

Diagnosis SN ditegakkan berdasarkan empat gejala klinis yang khas, yaitu:

6,14-15

• Proteinuria masif, di dalam urin dijumpai protein ≥ 40 mg/m

16

2

• Hipoalbuminemia, (albumin serum < 2.5 g/dL). Kadar normal albumin plasma pada anak gizi baik berkisar antara 3.6-4.4 g/dL. Pada SN retensi cairan dan sembab baru akan terlihat bila kadar albumin plasma turun di bawah 2.5-3.0 g/dL, bahkan sering dijumpai kadar albumin plasma yang jauh di bawah kadar tersebut.

lpb/jam atau > 50 mg/kgBB/24 jam atau rasio albumin kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstick ≥ +2. Protein yang ditemukan di urin terutama adalah albumin.

• Sembab

• Dapat disertai hiperlipidemia (serum kolesterol > 200 mg/dL) Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:

• Urinalisis dan bila perlu kultur urin

16

• Protein urin kualitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin


(25)

• Pemeriksaan darah: darah tepi (hemoglobin, leukosit, hitung jenis, hematokrit dan LED), kadar albumin dan kolesterol plasma, kadar ureum, kreatinin serta klirens kreatinin dengan rumus Schwartz, titer ASTO dan kadar komplemen C3 bila terdapat hematuria mikroskopis persisten dan bila curiga SLE maka diperiksa C4, ANA test dan anti dsDNA.

2.2 Proteinuria

Individu normal memiliki nilai rata-rata eksresi protein urin harian 40-80 mg dengan batas maksimal 75-150 mg. Regulasi protein di ginjal sangat kompleks namun ada dua komponen utama yaitu permeabilitas filter glomerulus dan mekanisme tubular terhadap protein yang difiltrasi. Eksresi proteinuria dapat diperkirakan dengan mengukur kadar protein urin dan kreatinin urin sewaktu karena eksresinya relatif stabil setiap hari.

Proteinuria glomerulus diekspresikan dengan kadar albumin per kreatinin urin sewaktu, konsentrasi kreatinin urin adalah proporsional berdasarkan area permukaan tubuh (body surface area=BSA) sehingga tidak diperlukan koreksi terhadap ukuran tubuh. Protein urin diambil sewaktu pada urin pagi dan dapat dinilai secara kualitatif dan kuantitatif. Untuk mempermudah digunakan protein kualitatif berupa dipstik urin atau urinalisis dengan hasil negatif sampai +4 dan sensitif terhadap albumin dibandingkan


(26)

protein lain Positif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat basa ( pH>8), gross hematuria, pyuria dan bakteriuria. Negatif palsu dapat terjadi pada urin yang sangat encer (pH 4.5) dan pada non albumin proteinuria

Pemeriksaan proteinuria pada sindrom nefrotik digunakan untuk memantau respon terhadap steroid. Dikatakan sindrom nefrotik pada fase remisi bila proteinuria kualitatif trace atau negatif (<40 mg/m

11,16,17

2

). Pada sindrom nefrotik yang resisten steroid kadang dijumpai kadar protein urin tidak pernah mencapai kondisi remisi. 14,15

Tabel 2.1. Konsentrasi Albumin Berdasarkan Proteinuria Kualitatif1 Kualitatif

1

Konsentrasi Kadar harian

Negatif <5 mg/dL -

Trace (+/-) 5-20 mg/dL -

+1 30 mg/dL <0.5 gr/hari

+2 100 mg/dL 0.5-1 gr/hari

+3 300 mg/dL 1-2 gr/hari

+4 >2000 mg/dL >2 gr/hari

2.3 Kerusakan tubulus (tubular injury) pada sindrom nefrotik

Faktor penting dalam menentukan prognosis pasien sindrom nefrotik adalah respon terhadap steroid. Pada SN dengan pemeriksaan histologi FSGS


(27)

kerusakan pada tubulus..Kerusakan tubulus (tubular injury) ini terjadi dengan

mekanisme yang belum pasti18,19

Tubular injury diduga akibat toksisitas proteinuria. Abbate dkk

berpendapat IgG mungkin memiliki peranan dalam toksisitas proteinuria. Toksisitas proteinuria dimaksud sebagai overload protein pada tubulus sebagai bagian penting pada proses translasi kebocoran protein glomerulus yang dianggap sebagai sinyal proses inflamasi interstitial.

20 Teori lain

dikemukakan oleh Kriz dengan ilustrasi gambar 2.1 mencoba menjelaskan bagaimana kerusakan glomerulus dapat menyebabkan kerusakan tubulus.. Lobus glomerulus intak menonjol keluar ke ruang Bowman yang dikelilingi epitel parietal. Lobus glomerulus yang sklerotik mengandung bentuk kapiler yang kolaps (warna hitam) dan yang mengandung hialin (warna abu-abu tua) dan bagian mesangial yang terherniasi ke ruang paraglomerular yang dipisahkan dari interstitium oleh lapisan fibroblast longgar. Ruang ini meluas kearah kutub vaskular dan melalui kutub urinari kearah tubulus basement membran (warna abu-abu muda). Akibat dari ekspansi membrana glomerular basalis memicu pemrbentukan ruang peritubular dan memicu degenerasi epitel tubulus dengan detil mekanisme yang belum jelas.21


(28)

Gambar 2.1. Ilustrasi skematik degenerasi nefron yang memungkinkan glomerular injury menjadi tubular injury21

2.4 N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin

N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase (NAG) merupakan enzim dari kelas hidrolase yang banyak dijumpai pada lisosome dari sel tubulus proksimal.8,22 Secara fisiologis enzim ini berfungsi memecah molekul besar gula yang berikatan bersama membentuk rantai panjang NAG memecah N-Acetylglucosamine dari rantai panjang tadi dengan hasil akhir glikosaminoglikan, proteoglikan dan glikolipid.23 Robinson dan Stirling pada tahun 1968 melaporkan aktivitas


(29)

enzim 3.2.1.30.24,25 NAG sendiri ditemukan di banyak jaringan di tubuh terutama limpa dan testis serta pada kondisi kehamilan.8,10 NAG dapat dideteksi di sirkulasi, namun karena tingginya berat molekul plasma NAG (130 000 sampai 140 000 Dalton) sehingga sulit melewati membran glomerulus yang intak dan eksresi di urin relatif konstan dengan perubahan diurnal yang minimal, dan eksresinya meningkat apabila terjadi kerusakan tubulus.25 Sejumlah kecil NAG dapat ditemui di urin karena proses eksostosis fisiologis pada sel tubulus namun pada keadaan normal 98% NAG di reabsorbsi di tubulus proksimal.9

2.5 Hubungan N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dan sindrom nefrotik

Kadar NAG pada urin didapati lebih tinggi pada anak dengan sindrom nefrotik dan terutama pada yang resisten steroid dibandingkan sensitif steroid. Penelitian di Italia melaporkan korelasi kuat antara eksresi NAG urin dengan proteinuria pada pasien sindrom nefrotik dengan fungsi ginjal normal sehingga dapat dijadikan sebagai penanda yang memiliki nilai prediksi dan dapat memberi informasi respon terhadap terapi.10 Hal ini sejalan dengan penelitian di Turki yang meneliti eksresi NAG urin dan mikroglobulin pada pasien sindrom nefrotik dengan hasil bahwa eksresi NAG urin dan mikroglobulin sejalan dengan eksresi proteinuria 24 jam. Terdapat penurunan


(30)

terhadap steroid namun tidak pada pasien yang resisten terhadap steroid, hal ini dapat digunakan sebagai penanda yang dapat dipercaya untuk menilai disfungsi tubulus renal dan respon terhadap steroid.26 Penelitian lain juga melaporkan hasil yang sama saat memeriksa retinol binding protein, NAG urin per kreatinin dan mengatakan penanda tubulus ini non invasif dan dijumpai lebih tinggi pada FSGS (focal segmental glomerulosclerosis)

dibanding MCNS (minimal changes nephritic syndrome) sehingga memberikan gambaran sesuai lesi histologis menurut biopsi.12 Misra dkk di India yang melaporkan peningkatan nilai NAG urin pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan pada pasien sensitif terhadap steroid yang memberikan gambaran nilai prediksi respons terhadap steroid.27 Penelitian lain di Italia melaporkan dari 136 pasien dengan 74 IMN (idiopathic

membraneus nefropathy), 44 FSGS dan 18 MNCS dijumpai eksresi NAG

urin sebanding dengan proteinuria 24 jam sehingga dapat menjadi tes yang berguna untuk melihat respon terapi dan perkembangan menuju disfungsi tubulus.

Pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dijumpai kadar NAG urin yang meningkat dibandingkan pada yang sensitive steroiddan tergantung terhadap steroid, eksresi NAG urin juga lebih tinggi pada SRNS dibandingkan SSNS pada fase relaps namun hasil tadi tidak membantu


(31)

menyebutkan bahwa NAG dapat menjadi nilai diagnosis pada deteksi awal perjalanan penyakit glomerulus namun tidak pada pasien yang sudah terbukti menderita gangguan fungsi ginjal.28 Di Korea penelitian terhadap pasien dengan penyakit glomerulus termasuk sindrom nefrotik melaporkan terdapat korelasi negatif antara eksresi NAG urin dan protein urin, namun terdapat korelasi laju filtrasi glomerulus dengan kadar NAG urin.29 Sebuah penelitian terhadap binatang mengatakan penggunaan NAG urin dapat mengukur perubahan fungsi tubulus renal namun bukanlah indikator berapa banyak kerusakan yang telah terjadi.30

2.6 Metode pemeriksaan aktivitas katalitik NAG dalam urin

Evaluasi NAG urin diperiksa pada sampel urin pagi hari, walaupun diperbolehkan pada sampel sewaktu. NAG stabil pada perubahan suhu ,pH dan terhadap inhibitor endogenous seperti asam askorbat dan urea yang dapat di eliminasi dengan mudah. NAG dapat disimpan pada suhu 2 – 8 0C (dalam kulkas bagian chiller) selama seminggu dan pada pendingin bersuhu -20 0C dapat tahan selama 1 bulan.22

Prosedur pemeriksaan kolorimetrik yang canggih berdasarkan penggunaan 2-methoxy-4-(2-nitrovinyl)-phenyl-N-Acetyl-β-D-Glucosaminide dan m-cresolsulphon phthaleinyl-N-Acetyl-β-D-Glucosaminide sebagai substrat. Pada metode ini warna urin tidak mempengaruhi pemeriksaan.


(32)

Prinsip pemeriksaan ini adalah m-cresol sulphonphthaleinyl-N-Acetyl-β -D-Glucosaminide, garam Natrium, dihidrolisa N-acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) dengan melepaskan 3-cresolsulfonphtalein, garam Natrium (3-cresol-purple) yang diukur dengan fotometrik pada 580 nm.31,32

m-cresolsulphonphthaleinyl-N-Acetyl-β-D-Glucosaminide

NAG

3-cresolsulfonphtalein + N-Acetyl-Glucosaminide

Gambar 2.2 Prinsip kerja metode fotometrik32

Kadar NAG urin diekspresikan dengan rasio NAG terhadap kreatinin, karena hubungan ini menunjukkan kecilnya variabel dibandingkan eksresi urin enzim terhadap waktu dan volume. Rasio ini dianjurkan sehingga dapat mengurangi jumlah sampel urin, dengan data kreatinin ini maka tidak memerlukan urin 24 jam.33 Berdasarkan data bahwa rasio NAG urin / kreatinin urin berubah berdasarkan umur sebagai akibat dari konsentrasi


(33)

Aktivitas NAG urin umumnya diekspresikan dalam micromole

hydrolyzed substrate per menit per milimole kreatinine (μmol/mmol) namun

terkadang dalam micromole hydrolyzed substrate per menit per mililiter urin (μmol/ml) dan unit internasional/milimol (U/mmol).8

Satuan nkat melambangkan kuantitas aktivitas enzim sebagai kecepatan reaksi substrat yang dikatalisis enzim. Adapun konversi dari nkat (aktivitas katalitik enzim) ke mikromol (μmol) dan satuan internasional (U) adalah:

1 U = 1μmol/menit = 10-6

mol/menit = 1/(106 x 60) mol/detik = 16.67 nmol/detik = 16.67 nkat.35

Untuk lebih mudah nya konversi satuan nkat menjadi U adalah dengan mengalikan nkat dengan 0.06.

Tabel 2.2. Nilai rujukan NAG/kreatinine urin31,3 Umur(tahun)

4

Kadar NAG urin dalam nkat/mmol (SD)

Kadar NAG urin dalam U/g

0 - 0.08 53.44(35.69) 29

0.08 - 1 20.28(13.06) 11.06

1 - 3 6.19(3.75) 3.38

3 - 6 4.53(2.22) 2.47


(34)

2.7 Kerangka Konseptual

Toksisisitas protein

: yang diamati dalam penelitian

Gambar 2.3. Kerangka Konsep Sindrom nefrotik

Proteinuria

N-Acetyl Glucosaminidase urin

Disfungsi tubulus Kerusakan glomerulus


(35)

BAB 3. METODOLOGI

3.1. Desain

Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang membandingkan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada pasien anak dengan sindrom nefrotik dan kontrol.

3.2. Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di poliklinik Divisi Nefrologi Anak dan di ruang rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Juli 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi target adalah anak yang berusia dibawah 18 tahun yang menderita sindrom nefrotik . Populasi terjangkau adalah populasi target yang datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan. Sampel adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

3.4. Perkiraan Besar Sampel

Untuk melihat hubungan kadar NAG dengan proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik dan kontrol dihitung dengan rumus analisa korelasi36


(36)

n1=n2= 2 (Zα + Zβ) S

2

x1 –x2

n1=n2 = jumlah sampel

Zα = kesalahan tipe 1 ditetapkan sebesar 5% = 1.96

S = Simpangan deviasi dari kepustakaan= 19.6 = 1.282

x1-x2 = Selisih minimal kadar NAG yang dianggap bermakna = 20

26

26

Dengan menggunakan rumus di atas maka didapat jumlah sampel sebanyak 20.16 = 21 orang pasien sindrom nefrotik dan 21 orang kontrol.

Maka sample yang dicari dalam penelitian ini minimal adalah 21 sampel dan 21 kontrol. Kontrol adalah pasien anak yang dirawat di bangsal anak RS Haji Adam Malik tanpa keluhan berkemih.

3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1. Kriteria Inklusi:

a. Anak dengan sindrom nefrotik yang telah ditegakkan diagnosisnya menggunakan pemeriksaan fisik, pemeriksaan urinalisis, profil lipid dan albumin.


(37)

c. Laju filtrasi glomerulus normal berdasarkan data kreatinin darah pasien

3.5.2. Kriteria eksklusi

a. Pasien dengan infeksi saluran kemih simptomatik b. Malnutrisi berat

c. Mendapatkan obat simetidin, probenesid, trimethoprim dan obat lain yang mempengaruhi laju filtrasi glomerulus

3.6. Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) / Informed Consent

Subjek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai kondisi penyakit yang dialami, dan pemeriksaan yang akan diobservasi yaitu N-Acetyl-β-Glucosaminidase urin, proteinuria kualitatif dan kreatinin urin

3.7. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.


(38)

3.8. Cara Kerja 3.8.1. Alokasi Subjek

Subjek dikumpulkan secara consecutive sampling. Semua sampel yang didiagnosis sindrom nefrotik berusia 1-18 tahun.

3.8.2. Pengukuran

Sampel urin diperiksa adalah sampel urin baru berupa urin kedua di pagi hari setelah berkemih pagi dan merupakan urin pancar tengah. Sebelumnya pasien diminta untuk membersihkan bagian luar kemaluan. Sampel urin yang diambil adalah urin yang keluar setelah sekali berkemih pagi hari, ditampung sebanyak 50 cc. Sebanyak 30 cc urin dikirim ke laboratorium Prodia di Jakarta dan diperiksa kadar N-Acetyl-β-D- Glucosaminidase. Sisa urin 20 cc diperiksa di laboratorium Prodia di Medan, dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk melihat proteinuria kuantitatif dan kreatinin urin.


(39)

3.9. Alur Penelitian

Gambar 3.1 Alur penelitian 24 pasien anak dengan Sindrom Nefrotik

2 diekslusikan karena laju filtrasi glomerulus tidak normal

Resisten steroid Sensititif steroid

Pengambilan 50 cc urin pagi hari Kontrol

30 cc urin untuk pemeriksaan N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase

20 cc urin untuk pemeriksaan: - Protein urin kualitatif


(40)

3.10. Identifikasi Variabel

Variabel tergantung Skala

- Kadar N-Acetyl-β-Glucosaminidase urin Numerik

- Protein urin Numerik

Variabel bebas Skala

-Sindrom nefrotik Kategorik

3.11. Definisi Operasional

1. Sindrom nefrotik merupakan keadaan klinis yang ditandai dengan : - Proteinuria masif (40mg/m2

- Hipoalbuminemia <2.5 g/dL

LPB/jam atau 50 mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2mg/mg atau dipstick urin ≥2+

- Edema

- Dapat disertai hiperkolesterolemia >200 mg/dL 2. Terminologi sindrom nefrotik

- Sensitif steroid: remisi tercapai dalam 4 minggu atau kurang setelah pengobatan steroid dosis penuh

- Resisten steroid : Tidak terjadi remisi setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh.

- Remisi: proteinuria negatif atau trace (proteinuria <4 mg/m2 LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam 1 minggu


(41)

4. Urin pancar tengah adalah sampel urin yang diambil setelah pancaran awal urin.

5. Kadar N-Acetyl-β-Glucosaminidase urin adalah jumlah N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase yang dilepaskan dari tubulus dan di ukur di urin kedua di pagi hari yang ditampung.

3.12. Rencana Pengolahan dan Analisa Data

Pengolahan data yang terkumpul dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak komputer dengan tingkat kemaknaan P < 0,05. Untuk menganalisa hubungan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif digunakan uji korelasi Pearson. Untuk melihat kadar NAG urin pada sindrom nefrotik digunakan uji Anova bila data berdistribusi normal dan uji Kruskall Wallis bila distribusi data tidak normal.38


(42)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Penelitian ini diikuti oleh 44 orang yang terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok pertama dengan sindrom nefrotik berjumlah 22 orang dan kelompok kedua adalah kontrol. Pada kelompok dengan sindrom nefrotik dijumpai 16 orang sensitif steroid dan 6 orang resisten steroid. Jenis kelamin terbanyak di dua kelompok studi adalah laki-laki.Jumlah anak laki-laki dengan sindrom nefrotik berjumlah 15 orang (68.2%) dan perempuan 7 orang (31.8%).

Tabel 4.1. Karakteristik Subjek Penelitian Karakteristik Sindrom

Nefrotik n=22 Kontrol n=22 P Jenis Kelamin

-Laki-laki 15 (68.2) 14 (63.6) 0.750

-Perempuan

a

7 (31.8) 8 (36.4)

Umur, rerata (SB), tahun 8.59 (3.54) 8.91 (3.32) 0.794 Kreatinin Darah, (SB), mg/dl

b

0.55 (0.15) 0.54 (0.06) 0.352 Kreatinin Urin, (SB), mg/dl

b

21.49 (17,.75) 23.24 (24.94) 0.953 Tinggi Badan, (SB), cm

b

123.5 (20.36) 122.91 (18.2) 0.92 Berat Badan,(SB), kg

c

27.47 (10.06) 24.25 (7.41) 0.2233 Laju filtrasi glomerulus, (SB)

c

130.23 (19.13) 123.32 (14.33) 0.182c

a

Chi Square, b Mann Whitney, c T Independent


(43)

mg/dl) dan kelompok kontrol 0.54 mg/dl (SB=0.06 mg/dl). Rerata kreatinin urin di kelompok sindrom nefrotik 21.49 mg/dl (SB=17.75 mg/dl) dan kelompok kontrol 23.24 mg/dl (SB=24.94 mg/dl). Rerata tinggi badan di kelompok sindrom nefrotik 123.5 cm (SB=20.36 cm) dan di kelompok kontrol 122.91 cm (SB=18.2 cm). Rerata berat badan di kelompok sindrom nefrotik adalah 27.47 kg (SB=10.06 kg) dan di kelompok kontrol 24.25 kg (SB=7.41 kg). Rerata laju filtrasi glomerulus pada kelompok sindrom nefrotik adalah 130.23 (SB 19.13) dan kontrol 123.32 (SB 14.33)

Tabel 4.2. Korelasi NAG Urin dan Proteinuria Kualitatif

r P

Sindrom Nefrotik (n=22) 0.159 0.479a

- Sensitif steroid (n=16) 0.289 0.277 - Resisten steroid (n=6)

a

-0.251 0.632b a Spearman, b Pearson

Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara NAG/g kreatinin dan protein urin pada seluruh sampel sindrom nefrotik (p=0.479), pada kelompok sindrom nefrotik sensistif steroid (p=0.277) dan pada kelompok sindrom nefrotik resisten steroid (p=0.632).


(44)

Tabel 4.3. Kadar NAG Urin pada Sindrom Nefrotik dan Kontrol

Kelompok NAG/kreatinin

(SB) U/gr Sindrom nefrotik (n=22) 67.6 (80.45)a -Sensitif steroid(n=16) 62.99 (78.29) -Resisten steroid(n=6)

b,d

79.92 (92.45)

Kontrol(n=22)

c

22.5 (39.4)

a: hubungan antara Sindrom Nefrotik dan kontrol (P 0.008) b: hubungan antara kelompok Steroid Sensitif dan kontrol (P 0.025) c: hubungan antara kelompok Steroid Resisten dan kontrol (P 0.038) d: hubungan antara kelompok Steroid Sensitif dan Steroid Resisten (0.507)

Dengan menggunakan uji Kruskal Wallis ditemukan perbedaan rerata yang signifikan kadar NAG dari kedua kelompok studi. Kadar NAG urin lebih tinggi pada kelompok SN dibandingkan kontrol.dengan rerata NAG tertinggi berada pada kelompok SN Resisten Steroid yaitu 79.92 U/g (SB=92.45 U/g) diikuti SN Sensitif Steroid dengan rerata 62.99 U/g (SB=78.29 U/g) dan pada kelompok kontrol 22.54 U/g (SB=39,4 U/g) seperti yang terlihat pada Gambar 4.1.

Berdasarkan analisis lanjutan dari ketiga kelompok maka diketahui bahwa terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk NAG antara kelompok SN sensitif steroid dengan kelompok kontrol (p=0.025), begitu pula antara kelompok SN resisten steroid dan kelompok kontrol (p=0.038). Namun, tidak terdapat perbedaan yang signifikan untuk rerata NAG antara


(45)

Gambar 4.1. Perbedaan kadar NAG/g kreatinin (U/g) pada tiap kelompok studi


(46)

BAB 5. PEMBAHASAN

5.1. N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase dan proteinuria

N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase merupakan enzim lysosomal yang secara normal dieksresikan dalam jumlah kecil di urin melalui proses eksositosis di sel tubulus proksimal dan apabila tubulus mengalami gangguan maka jumlahnya akan meningkat dalam urin.8,9 Peningkatan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase telah disebutkan sejalan dengan keadaan proteinuria pada sindrom nefrotik dalam keadaan fungsi ginjal normal.26 Peningkatan kadar enzim ini juga dijumpai pada pasien sindrom nefrotik yang resisten terhadap terapi steroid dibandingkan pada pasien yang sensitif steroid.

Berdasarkan data karakteristik dari penelitian ini di dapati jumlah anak laki-laki yang menderita sindrom nefrotik terlihat lebih tinggi daripada jumlah anak perempuan yaitu 15 orang anak laki-laki dan tujuh orang anak perempuan. Hal ini sesuai dengan data di Indonesia dimana dijumpai perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2:1.

5

1

Rerata usia anak penderita sindrom nefrotik di penelitian ini didapati 8.59 tahun ±3.54 tahun, hal ini sejalan dengan penelitian di RSCM yang melaporkan sebaran umur penderita antara tiga sampai 11 tahun dengan puncak usia tujuh tahun.2


(47)

Dari 22 subjek yang menderita sindrom nefrotik, berdasarkan respon terhadap terapi steroid terdapat 16 orang yang sensitif steroid dan 6 orang yang resisten steroid. Penelitian lain di Barat menyebutkan dari keseluruhan penderita sindrom nefrotik terdapat 10% yang resisten steroid.

Korelasi kuat antara ekresi N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dan proteinuria pada pasien sindrom nefrotik dengan laju filtrasi ginjal normal telah dilaporkan oleh banyak peneliti. Eksresi N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase dan proteinuria yang sejalan merupakan penanda urin prediktif terhadap kondisi perubahan dari tubulus dan respon terhadap terapi.

4

Dari penelitian ini tidak dijumpai hubungan yang bermakna antara kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif (p=0.479) pada pasien sindrom nefrotik, baik pada kelompok sensitif steroid (p=0.272) maupun kelompok resisten steroid (p=0.632). Hal ini mungkin disebabkan sampel pasien sindrom nefrotik yang kurang banyak. Kemungkinan lain penyebab peningkatan kadar N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase tidak berhubungan dengan proteinuria adalah sudah terdapatnya kerusakan tubulus yang menyebabkan peningkatan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin. Namun hal ini tidak dikonfirmasi dengan hasil histopatologi. Beberapa penelitian melaporkan meningkatnya kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin sesuai dengan gambaran histopatologis paling banyak adalah FSGS dibandingkan dengan lesi minimal.

13,26


(48)

5.2. Kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase pada sindrom nefrotik dan kontrol

Kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin meningkat pada keadaan pyelonefritis, nefrotoksisitas obat, rejeksi transplantasi ginjal, infeksi saluran kemih dan sindrom nefrotik idiopatik.8 Pada pasien sindrom nefrotik kadar enzim ini meningkat dibandingkan pada anak sehat dan dijumpai peningkatan yang lebih tinggi pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan sensitif steroid.5,26 Sejumlah kecil NAG dapat ditemui di urin karena proses eksostosis fisiologis pada sel tubulus namun pada keadaan normal 98% NAG di reabsorbsi di tubulus proksimal Berdasarkan data nilai normal N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin anak usia 1-9 tahun adalah 1.81-29 U/gr kreatinin urin.

Mekanisme penyebab peningkatan kadar N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase meningkat pada pasien sindrom nefrotik diduga akibat toksisitas protein. Pada saat terjadi peningkatan pengeluaran protein akibat gangguan di glomerulus maka tubulus mengeluarkan sinyal inflamasi dan terjadi sklerotik sehingga menyebabakan tubular injury.

31,34

20,21

Pada penelitian ini dijumpai rerata kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin pada pasien sindrom nefrotik adalah 67.6 (80.45) U/gr Apabila dibandingkan dengan kadar yang dijumpai pada kelompok kontrol 22.5(39.4) U/gr terlihat


(49)

Kadar NAG urin per kreatinin merupakan penanda tubulus non invasif dan dijumpai lebih tinggi pada FSGS (focal segmental glomerulosclerosis)

dibanding MCNS (minimal changes nephrotic syndrome) sehingga memberikan gambaran sesuai lesi histologis menurut biopsi.12 NAG urin didapati lebih tinggi pada sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan sensitif steroid. Pada pasien resisten steroid biasanya prognosis lebih buruk dan terdapat gangguan tubulus yang akhirnya akan mengakibatkan pasien mengalami gangguan tubulus dan sebagian berakhir menjadi gagal ginjal.4,5 Sekitar 10% akan mengalami gagal ginjal tahap akhir sehingga dibutuhkan perhatian khusus terhadap kelompok ini.15 Peningkatan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin pada pasien sindrom nefrotik yang resisten steroid dibandingkan pada pasien sensitif terhadap steroid yang memberikan gambaran nilai prediksi respons terhadap steroid.

Kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin di penelitian ini terlihat lebih tinggi pada kelompok resisten steroid dibandingkan kelompok sensitif steroid dan kontrol yaitu 79.92(92.45),62.99(78.29) dan 22.5(39.4) U/gr secara berurutan.

27

Terdapat perbedaan rerata yang signifikan untuk N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase urin antara kelompok sindrom nefrotik yang sensitif steroid dengan kelompok kontrol (p=0,025), begitu pula antara kelompok yang resisten steroid dan kelompok kontrol (p=0,038). Namun, tidak terdapat


(50)

perbedaan yang signifikan untuk rerata NAG antara kelompok SN sensitif dan resisten (p=0,507).

5.3. Keterbatasan dan kelebihan penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan pada penelitian ini, yaitu pertama jumlah sampel anak penderita sindrom nefrotik masih kecil dibandingkan penelitian lain. Seperti Abdullah yang meneliti 50 anak dengan SN dan Mishra yang meneliti 35 anak SN menjumpai korelasi antara NAG urin dan proteinuria dimana peningkatan kadar NAG urin sejalan dengan eksresi protein urin.26,27

Penelitian ini adalah penelitian pertama di Medan yang memberikan data hubungan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase dan proteinuria kualitatif serta variasi kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase antara subgrup sindrom nefrotik.tersebut dan diharapkan dapat menjadi pemicu penelitian-penelitian

Kedua, tidak dilakukan biopsi ginjal yang dapat memberikan gambaran histopatologis dari ginjal sehingga dapat mendukung teori bahwa peningkatan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase sesuai dengan gambaran histopatologis lebih dari lesi minimal dan kebanyakan adalah FSGS. Keterbatasan lain adalah kami melakukan pemeriksaan protenuria kualitatif yang menggambarkan eksresi protein di urin namun tidak menggambarkan konsentrasi protein urin.


(51)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Peningkatan kadar N-Acetyl β-D-Glucosaminidase urin tidak diikuti dengan peningkatan proteinuria kualitatif. Kadar N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase urin ditemukan lebih tinggi pada sindrom nefrotik dibandingkan kelompok kontrol terutama pada resisten steroid dibandingkan sensitif steroid.

6.2. Saran

Pada penelitian mendatang disarankan jumlah sampel yang lebih besar pasien anak dengan sindrom nefrotik untuk melihat hubungan kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif. Pemeriksaan biopsi ginjal disarankan dilakukan untuk menkonfirmasi kesesuaian kadar N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan gambaran histopatologis. Perlu dilakukan pemeriksaan proteinuria kuantitatif untuk mengetahui konsentrasi protein dalam urin.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Trihono PP, Alatas H, Tambunan T, Pardede SO. Konsensus tatalaksana sindroma nefrotik idiopatik pada anak. Edisi ke-2. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI, 2008.h.1-21

2. Wirya IGNW, Penelitian beberapa aspek klinis dan patologi anatomi pada sindroma nefrotik primer anak di Jakarta.(disertasi). Jakarta: Universitas Indonesia. 1982.

3. Niaudet P, Boyer O. Idiopathic nephrotic syndrome in children clinical aspect. Dalam: Avner ED, Harmon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric of Nephrology. Volume 1. Berlin: Spinger-Verlag, 2009.h.600-28

4. Gordillo R, Spitzer A. The Nephrotic syndrome. Pediatr in Rev. 2009;30:94-104

5. Valles P, Peralta M, Carrizo L, Martin L, Proncipi I, Gonzales A dkk. Follow up of steroid resistant neprotic syndrome:tubular proteinuria and enzymuria.Pediatr Nephrol. 2000;15:252-8

6. Bagga A, RN Srivastava RN. Nephrotic syndrome. Dalam: Bagga A, RN Srivastava RN, penyunting. Pediatric Nephrology. Edisi ke-5, New Delhi: Jaype publisher, 2011. h.195-231

7. Barrat J, Topham P. Urine proteomics:the present and future of measureing urinary protein components in disease-the review. CMAJ. 2007;177:361-8

8. Skalova S. The diagnostic role of urinary N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase (NAG) activity in the detection of renal tubular impairment: Review Article. Acta Medica(Hradec Kralove). 2005;48:75-80

9. Bazzi C, Petrini C, Rizza V, Arrigo G, Napodano P, Paparella M dkk. Urinary N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase excretion is a marker of tubular cell dysfungtion and its predictor of outcome in primary glomerulonephritis. Nephrol Dial Transplant. 2002;17:1890-96

10. Tomlinson PA, Dalton RN, Hartley B, Haycock GB, Chantler C. Low molecular weight protein excretion in glomerular diasease:a comparative analysis. Pediatr Nephrol. 1997;11:285-90

11. Hogg RJ, Portman RJ, Miller D, Lemley K. Evaluation and Management of Proteinuria and Nephrotic Syndrome in Children: Recommendations From a Pediatric Nephrology Panel Established at the National Kidney Foundation Conference on Proteinuria, Albuminuria, Risk, Assessment, Detection, and Elimination (PARADE). Pediatrics. 2000;105:1-10

12. Dillon SC, Taylor GM, Shab V. Diagnostic value of urinary retinol binding protein in childhood nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 1998;12:643-7


(53)

13. Bazzi C, Petrini C, Rizza V, Arrigo G, D’Amico G. A modern approach to selectivity of proteinuria and tubulointerstitial damage in nephrotic syndrome. Kidney International. 2000; 58:1732-41

14. Noer MS. Sindroma Nefrotik Idiopatik. Dalam:. Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K, Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan, penyunting, Kompendium nefrologi anak. Jakarta: UKK Nefrologi IDAI. 2011.h.72-90 15. Valentine RP, Smoyer WE. Nephrotic syndrome. Dalam: Kher KK,

Schnaper HM, Maker SP, penyunting. Clinical Pediatric nNephrology. Edisi ke-2. London: McGrawHill. 2007. h.155-86

16. D’Amico G, Bazzi C. Pathophysiology of proteinuria. Kidney Intl. 2003;63:809-25

17. Christian MT, Watson AR. The investigation of proteinuria. Current Paediatrics. 2004;14:547-55

18. Wirya IGNW. Sindroma Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2002.h.381-410

19. Tarshish P, Tobin JN, Bernstein J, Edelman CM. Prognostic significance of early course of minimal change nephrotic syndrome:report of the international study of kidney disease in children. J Am Soc Nephrol. 1997;769-76

20. Abbate M, Zoja C, Corna D, Capitano M, Bertani T, Remuzzi G. In progressive nephropathies,overload of tubular cells with filtered proteins translates glomerular permeability dysfunction into cellular signals of interstitial inflammation. J Am Soc Nephrol. 1998;9:1213-24

21. Kriz W, Elger M, Hosser H, Hahnel B, Provoost A, Kranzlin B. How does podocyte damage result in tubular damage? Kidney & Blood Pressure Research. 1999;22:26-36

22. Csathy L, Pocsi I. Urinary N acetyl-B-D glucosaminidase determination in newborn and children:methods and diagnostic applications. Eur J Clin Chem Biochem. 1995; 33:575-87

23. Murray R. Glycoproteins. Dalam: Murray R, Granner DK, Mayes PM, Rodwell VW, penyunting. Harper’s Illustrated Biochemistry. New York: McGraw Hill. 2003.h. 789-99

24. Rustom R, Costigan M, Shenkin S, Bone JM. Proteinuria and renal tubular damage: Urinary N acetyl-B-D glucosaminidase and isoenzymes in dissimilar renal disease. Am J Nephrol. 1998;18:179-85

25. Shibasaki T, Gomi H, Ishimoto F, Miyahara T. Urinary N acetyl-B-D glucosaminidase isoenzyme activity as measured by fast protein liquid chromatography in patients with nephrotic syndrome. Clin Chem. 1990; 36(1):102-3


(54)

26. Abdullah ST, Mohammed OG, Salem TH, Hassan NA. Urinary

N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase and β-microglobulin excretion in primary nephrotic

syndrome. JAC. 2005;16(6):745-55

27. Mishra OP, Jain P, Srivastava P, Prasad R. Urinary N acetyl-B-D glucosaminidase (NAG) level in idiopatic nephrotic syndrome. Pediatr Nephrol. 2012; 27:589-96

28. Holdt-Lehmann B, Lehman a, Korten G, Nagel HR, Nizze H, Schuff-Werner P. Diagnostic value of urinary alanine aminompeptidase and N Acetyl Beta D glucosaminidase in comparison to alpha1 microglobulin as a marker in evaluating tubular dysfunction in glomerulonefritis patients. Clin Chem Acta. 2000;297:93-102

29. Hong JD, Lim IS. Correlation between glomerular filtration rate and urinary N acetyl-B-D glucosaminidase in children with persistent proteinuria in chronic glomerular disease. Korean J Pediatr. 2012; 55(4):136-42

30. Bosomworth MP, Aparicio SR, Hay AWM. Urine N acetyl-B-D glucosaminidase: a marker of tubular damage?. Nephrol Dial Transplant. 1999;14:620-6

31. Scalova S, Chladek J. Urinary N Acetyl-B-D Glucosaminidase activity in healthy children. Pediatr. 2004; 9: 19-21

32. Colorimetric assay for determination of N acetyl-B-D glucosaminidase in

urine. Roche. 2012. Diunduh dar

33. Trachtenberg F, Barregrad L, McKinlay S. The influence of urinary flow rate in children on excretion of marker used for the assessment of renal damage:albumin,beta glutamyl transpeptidase, Urinary N acetyl-B-D glucosaminidase and alpha1-microglobulin. Pediatr Nephrol. 2008;23:445-56

34. Kavulcu S, Soylu A, Turkmen M. The clinical value of Urinary N acetyl-Beta-D glucosaminidase levels in childhood age group. Act Med Okayama. 2002;56:7-11

35. Dybkaer, R. Quantities and units in clinical chemistry recommendation. London: Butterworth. 1973. h. 532-33

36. Madiyono B, Moeslichan MS, Sastroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sampel. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-3. Jakarta: Sagung Seto. 2008.h.302-30


(55)

LAMPIRAN 1. LEMBAR PENJELASAN Yth. Bapak / Ibu ……….

Sebelumnya kami ingin memperkenalkan diri, nama saya dokter Faradilah Halusia bertugas di Divisi Nefrologi Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK USU / RSUP H. Adam Malik. Saat ini, kami sedang melaksanakan penelitian “Hubungan N-Acetyl-β -D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik”, ada pun tujuan dari penelitian ini adalah melihat kadar N-Acetyl-β-D -Glucosaminidase urin yang menggambarkan prediksi kondisi ginjal selanjutnya dengan cara memeriksakan air kencing pasien anak yang menderita sindroma nefrotik.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara menampung air kencing pancar tengah uyang merupakan urin kedua di pagi hari dengan menggunakan wadah penampung air kencing sebanyak ± 50cc ( 5-6 sendok makan) dan kemudian dilakukan pemeriksaan N-Acetyl--β -D-Glucosaminidase urin dan protein urin di laboratorium Prodia yang dilakukan oleh tenaga yang ahli dibidangnya. Peserta penelitian adalah pasien sindroma nefrotik yang berusia 1-18 tahun baik yang datang ke poli rawat jalan nefrologi anak di RS HAM dan yang dirawat di ruangan RB4 RS HAM. Berdasarkan penelitian sebelumnya tidak dijumpai efek samping dari pemeriksaan ini.

Segala biaya penelitian ditanggung sepenuhnya oleh peneliti dan orang tua dari pasien tidak dibebankan biaya apapun dalam penelitian ini. Jika Bapak / Ibu bersedia agar anaknya diperiksa N-Acetyl-β-D -Glucosaminidase urin dan protein pada air kencingnya, maka kami mengharapkanBapak / Ibu menandatangani lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP). Jika Bapak / Ibu ada yang belum mengerti atau memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi saya( dr. Faradilah Halusia, Telp 08126810681 ). Demikian yang dapat kami sampaikan. Atas perhatian Bapak / Ibu, kami ucapkan terima kasih.

Hormat kami, Tim Peneliti dr. Faradilah Halusia


(56)

LAMPIRAN 2. LEMBAR PSP

(PERSETUJUANSETELAH PENJELASAN/ INFORMED CONSENT)

Saya yang bertandatangan di bawahini :

Nama : ...Umur ... tahun L/P Alamat : ... Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya telah memberikan

PERSETUJUAN

Untuk dilakukan pemeriksaan air kencing terhadap anak saya :

Nama : ... Umur : ...hari, L / P

Alamat rumah : ...

Yang tujuan, sifat, dan perlunya pemeriksaan tersebut di atas, serta risiko yang dapat ditimbulkannya telah cukup dijelaskan oleh dokter dan telah saya mengerti sepenuhnya.

Demikian pernyataan persetujuan ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya bersedia mengikuti penelitian ini dan bila suatu saat saya mengundurkan diri dari penelitian ini saya tidak akan dituntut apa pun.

Medan, ... 2014

Yang memberikan Yang membuat

penjelasan pernyataan persetujuan

dr. Faradilah Halusia

Saksi-saksi : Tandatangan

1. ... ... 2. ... ...


(57)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Faradilah Halusia

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Supervisor

1. Prof. dr. Hj. Rafita R, SpA(K) 2. Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K) 3. dr. H. Hakimi SpA(K)

4. DR. dr. Oke Rina R, Sp.A(K) 5. dr. Rosmayanti Siregar, Sp.A

6. dr. Beatrix Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A 3. Anggota penelitian

1. dr Bia Safitri

2. dr. Nova Yulia Rita

2.Jadwal Penelitian Kegiatan/ Waktu April 2014 Mei-Juli 2014 Juli 2014 Juli 2014 Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan


(58)

3.Perkiraan biaya

1. Bahan Reagen N-Acetyl-Beta-Glucosaminidase urin

dan kreatinin urin dan protein urin : Rp. 12.000.000 2. Penyusunan / penggandaan : Rp. 2.000.000 4. Seminar hasil penelitian : Rp. 6.000.000 Jumlah : Rp. 20. 000.000


(59)

(60)

LAMPIRAN 7. RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Faradilah Halusia

Tempat dan Tanggal Lahir : Kuala Simpang 31 Agustus 1977 Alamat : Jl. Jawa no 73 Sei Sekambing,Medan

NIP : 197708312005010202

Jabatan : Dokter di RSUD Kabupaten Kampar-Riau

Suami :dr.H.Muhammad Budiman,SpPD, MKedPD

Anak : 1. Muhammad Barik Asyyifa

2. Muhammmad Syafiq Althaf

Telp/HP : 08126810681

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Taman Muda 1 Arun- Lhokseumawe tamat tahun 1989

Sekolah Lanjutan Tingkat :SLTP Taman Dewasa 1 Arun- Pertama Lhokseumawe, tamat tahun 1992

Sekolah Menengah Umum :SMA Taman Madya Arun-Lhokseumawe, tamat tahun 1995


(61)

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2001

PEKERJAAN

- Pegawai Tidak Tetap di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar 2002-2005

- Pegawai Negeri Sipil di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar 2005-sekarang

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

2. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IV Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2010, sebagai peserta

3. Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI) di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

4. Workshop Evidence Based Medicine Ikatan Dokter Anak Indonesia, tahun 2011, sebagai peserta

5. Advance Pediatric Resusitation Course (APRC) di Medan, tahun 2012, sebagai peserta

6. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2012, sebagai peserta

7. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2013, sebagai peserta

8. Kongres Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) XVI Palembang, tahun 2014, sebagai peserta


(62)

PENELITIAN

1. Hubungan N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik.

ORGANISASI

1. Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia)


(1)

LAMPIRAN

1. Personil Penelitian 1. Ketua Penelitian

Nama : dr. Faradilah Halusia

Jabatan : Peserta PPDS Ilmu Kesehatan Anak FK-USU/RSHAM

2. Supervisor

1. Prof. dr. Hj. Rafita R, SpA(K) 2. Prof. dr. H. Rusdidjas, SpA(K) 3. dr. H. Hakimi SpA(K)

4. DR. dr. Oke Rina R, Sp.A(K) 5. dr. Rosmayanti Siregar, Sp.A

6. dr. Beatrix Siregar, M.Ked(Ped), Sp.A 3. Anggota penelitian

1. dr Bia Safitri

2. dr. Nova Yulia Rita

2.Jadwal Penelitian

Kegiatan/ Waktu April 2014 Mei-Juli 2014 Juli 2014 Juli 2014 Persiapan Pelaksanaan Penyusunan Laporan Pengiriman Laporan


(2)

3.Perkiraan biaya

1. Bahan Reagen N-Acetyl-Beta-Glucosaminidase urin

dan kreatinin urin dan protein urin : Rp. 12.000.000

2. Penyusunan / penggandaan : Rp. 2.000.000

4. Seminar hasil penelitian : Rp. 6.000.000


(3)

(4)

LAMPIRAN 7. RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Faradilah Halusia

Tempat dan Tanggal Lahir : Kuala Simpang 31 Agustus 1977

Alamat : Jl. Jawa no 73 Sei Sekambing,Medan

NIP : 197708312005010202

Jabatan : Dokter di RSUD Kabupaten Kampar-Riau

Suami :dr.H.Muhammad Budiman,SpPD, MKedPD

Anak : 1. Muhammad Barik Asyyifa

2. Muhammmad Syafiq Althaf

Telp/HP : 08126810681

PENDIDIKAN

Sekolah Dasar : SD Taman Muda 1 Arun- Lhokseumawe tamat tahun 1989

Sekolah Lanjutan Tingkat :SLTP Taman Dewasa 1 Arun- Pertama Lhokseumawe, tamat tahun 1992

Sekolah Menengah Umum :SMA Taman Madya Arun-Lhokseumawe, tamat tahun 1995


(5)

Dokter Umum : Fakultas Kedokteran USU Medan, tamat tahun 2001

PEKERJAAN

- Pegawai Tidak Tetap di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar 2002-2005

- Pegawai Negeri Sipil di RSUD Bangkinang Kabupaten Kampar 2005-sekarang

PERTEMUAN ILMIAH / PELATIHAN

1. Pertemuan Ilmiah Tahunan IV Ilmu Kesehatan Anak di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

2. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan IV Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2010, sebagai peserta

3. Kongres Nasional IV Badan Koordinasi Gastroenterologi Anak Indonesia (BKGAI) di Medan, tahun 2010, sebagai peserta

4. Workshop Evidence Based Medicine Ikatan Dokter Anak Indonesia, tahun 2011, sebagai peserta

5. Advance Pediatric Resusitation Course (APRC) di Medan, tahun 2012, sebagai peserta

6. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan V Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2012, sebagai peserta

7. Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan VI Ikatan Dokter Anak Indonesia cabang Sumatera Utara, tahun 2013, sebagai peserta

8. Kongres Ilmu Kesehatan Anak (KONIKA) XVI Palembang, tahun 2014, sebagai peserta

9. Stabilization of the Critically Ill Children Medan, tahun 2014, sebagai peserta


(6)

PENELITIAN

1. Hubungan N-Acetyl-β-D-Glucosaminidase urin dengan proteinuria kualitatif pada anak dengan sindrom nefrotik.

ORGANISASI

1. Anggota IDI (Ikatan Dokter Indonesia)