BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Differential Item Functioning (DIF) Administrasi Tes pada Aitem Big Five Inventory (BFI) versi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Psikologi adalah cabang ilmu yang mempelajari tentang perilaku manusia. Terdapat banyak cara untuk mempelajari perilaku manusia, salah satunya adalah

  dengan menggunakan alat tes psikologi. Tujuan penggunaan alat tes psikologi bergantung pada apa yang ingin dilihat, baik itu intelegensi, struktur kepribadian, maupun minat dan bakat individu.

  Tes psikologi adalah alat ukur yang berisikan sekumpulan aitem berstandar objektif yang dapat digunakan secara luas, yang dapat membedakan ataupun memprediksi karakteristik individu baik secara psikologis ataupun perilakunya (Anastasi & Urbina, 1997; Kaplan & Sacuzzo, 2005). Tes psikologi akan menghasilkan skor berdasarkan respon yang diberikan dari individu, yang kemudian memberikan informasi mengenai seberapa baik individu dalam bidang tertentu, bisa dalam pekerjaan ataupun mengetahui karakter seseorang, tergantung dari tujuan tes psikologi dan tiga fungsi utamanya, yaitu pada konteks pendidikan, pekerjaan, dan klinis (Anastasi dan Urbina, 1997; Aslam, 2011).

  Menurut Kaplan dan Saccuzo (2005), terdapat dua jenis tes psikologi, yaitu tes kepribadian (personality test) dan tes kemampuan (ablility test), termasuk tes intelegensi. Tes kepribadian digunakan untuk melihat struktur kepribadian individu, seperti BFI, 16PF, MMPI, dan sebagainya. Sedangkan tes kemampuan digunakan untuk melihat keterampilan individu terhadap suatu hal, termasuk diantaranya tes inteligensi dan tes minat bakat.

  1 Alat tes kemampuan umumnya hanya menggunakan satu jenis alat tes dalam serangkaian tes psikotest (misalnya IST saja, CFIT, atau APM saja), sedangkan alat tes kepribadian memiliki beragam alat tes. Beberapa alat tes yang sering digunakan adalah EPPS, Papikostick, Kraepelin, dan PAULI (Juliana, komunikasi personal tanggal 19 Oktober 2012 pukul 12.30 WIB). Selain keempat tes kepribadian diatas, terdapat pula DISC, dan juga tes Grafis yang umumnya juga digunakan di biro psikologi (Tarmidi, komunikasi personal tanggal 24 April 2013 pukul 09.00 WIB).

  Biasanya tes kepribadian yang dipergunakan tidak terlalu berbeda dan bervariasi antara biro yang satu dengan yang lain (Ari, komunikasi personal tanggal 24 April 2013 pukul 09.30 WIB). Hal ini tergantung dari permintaan user mengenai hal apa saja yang perlu untuk diungkap. Untuk menambah informasi, dapat dilakukan pula self-report yang dibuat langsung oleh psikolog dan juga adanya wawancara untuk melihat aspek non-verbal peserta tes (Ferry, komunikasi personal tanggal 24 April 2013 pukul 11.00 WIB).

  Berdasarkan hasil wawancara dan fenomena yang ditemukan oleh peneliti, didapatkan informasi bahwa penggunaan alat tes kepribadian lebih banyak variasinya dibandingkan untuk tes kemampuan, yang sudah pasti memiliki usaha lebih banyak baik dari segi waktu maupun jumlah aitem. Sedangkan secara praktis, alat tes tidak dibenarkan memakan banyak waktu karena dapat menimbulkan kelelahan dan kebosanan (Burisch, dalam John, O. P., Naumann, L.

  P., & Soto, C. J., 2008; John & Srivastava, 1999). Salah satu alat tes dengan aitem sedikit sehingga memiliki efisiensi waktu dan tenaga adalah alat tes kepribadian

  Big Five Inventory (BFI) yang disusun oleh John, Donahue dan Kentle pada tahun 1991 dengan menggunakan teori kepribadian Big Five.

  Saat ini banyak ahli psikologi berkeyakinan bahwa gambaran yang paling baik mengenai struktur trait dimiliki oleh Big Five yang juga dikenal dengan istilah Five Factor Model (Mastuti, 2005), karena luasnya level abstraksi yang dimiliki. Luasnya level abstraksi yang dimaksudkan adalah meski sudah banyak ahli teori yang membentuk berbagai macam trait, pada dasarnya adalah kelima hal tersebut. Adanya kesamaan antara sebagian besar sistem yang ada pada ciri-ciri kepribadian memberikan model deskriptif integratif untuk penelitian. Dengan demikian, struktur Big Five tidak berarti bahwa trait kepribadian dapat dikurangi menjadi hanya lima dimensi. Sebaliknya, lima dimensi ini mewakili kepribadian pada tingkat abstraksi luas, dan masing-masing dimensi merangkum sejumlah hal berbeda, dengan karakteristik kepribadian yang lebih spesifik (John & Srivastava, 1999; McCrae & Costa, 2003; dalam Pervin, 2005). Selain itu, teori big five juga terbukti memiliki konsistensi meski diterapkan di tempat berbeda, termasuk Indonesia (Widhiarso, 2004).

  Banyaknya penelitian dan hasil riset yang dilakukan oleh para ahli kepribadian, termasuk diantaranya Eysenck, Cattell, dan Costa dan McCrae, dimana kemudian munculnya kesepakatan bahwa kepribadian individu terdiri dari

  , menjadikan konsep ini stabil (Coaley, 2010; Pervin, 2005). Sejalan

  Big Five

  dengan pernyataan dari seorang psikolog bahwa konsep Big Five menjadi stabil karena banyaknya penelitian yang berkaitan dengan Big Five itu sendiri, sehingga konsep Big Five termasuk teori yang terbentuk berdasarkan riset (Arliza, komunikasi personal tanggal 16 Mei 2013). Bahkan terlihat peningkatan publikasi penelitian-penelitian yang berkaitan dengan Big Five sejak terbentuknya konsep tersebut. Tercatat pada tahun 2005-2009 jumlah penelitian yang dipublikasikan mencapai lebih dari 1500an jika dibandingkan pada tahun awal terbentuknya konsep Big Five, yaitu awal tahun 1990an yang hanya berkisar 250an (John, O. P., Naumann, L. P., & Soto, C. J., 2008).

  Penelitian yang dilakukan oleh Schmitt, dkk (2007) menghasilkan bahwa BFI sepenuhnya dapat digeneralisasikan dalam budaya yang beragam, dimensi kepribadian big five dapat diukur dengan reliabel pada manusia dengan budaya yang berbeda. Tak heran jika Big Five Inventory (BFI) sudah banyak mengalami adaptasi ke dalam berbagai bahasa, seperti bahasa Italia, Jerman, Cina, Spanyol, Portugis, Swedia, Belanda, Ibrani, dan Lithuania Pengadaptasian bahasa ini tidak terkecuali kedalam bahasa Indonesia yang dilakukan oleh Mariyanti dan Rahmawati yang merupakan peneliti yang berasal dari Universitas Sumatera Utara, pada tahun 2011.

  BFI yang sudah diadaptasi tersebut berisi empat puluh empat aitem sehingga tidak menimbulkan kelelahan, waktunya lebih singkat, serta dapat diberikan secara berkelompok. Selain itu, reliabilitas dan validitas konstraknya juga sudah diuji oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011) dalam proses pengadaptasiannya ke dalam bahasa Indonesia, sehingga layak untuk dipergunakan demi alasan pengembangan alat ukur BFI.

  Pada dasarnya semua pelaksanaan tes (baik tes kepribadian maupun tes kemampuan) berawal dari tes paper-and-pencil atau bisa disebut administrasi tes secara manual, namun administrasi tes menggunakan komputer semakin dirasa

  lumrah saat ini. Fenomena ini muncul seiring dengan berkembangnya zaman

  dimana perkembangan teknologi baik itu sistem komputerisasi ataupun dunia internet, semakin tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Kemajuan teknologi ini memudahkan individu untuk mengakses berbagai informasi dan memberikan revolusi baru pada dunia alat tes, termasuk pada variasi alat tes kepribadian yang dapat diakses melalui internet (Kaplan & Sacuzzo, 2005), sehingga memunculkan administrasi baru yaitu administrasi tes secara online.

  Fenomena alat tes dengan sistem komputerisasi mulai menjamur dan sudah banyak pula alat tes yang bisa diakses secara online. Seperti halnya pada alat tes BFI, individu tidak perlu datang ke suatu biro psikologi untuk mengerjakan tes tersebut karena sudah bisa dikerjakan secara online. Meskipun terkadang menghasilkan kecemasan tersendiri dan tidak ada interaksi langsung (Kaplan & Sacuzzo, 2005), terdapat beberapa keunggulan yang diberikan ketika menggunakan komputer yaitu efisiensi waktu, memudahkan dalam proses pengadministrasian baik dari pihak peserta maupun administrator tes ( Anastasi & Urbina, 1997).

  Perbedaan administrasi tes ini memunculkan tantangan baru berkaitan dengan karakteristik psikometris alat tes. Salah satu karakteristik psikometris yang berkaitan dengan hal ini adalah differential item functioning (DIF) yang mengacu pada derajat keadilan tes ketika dikenakan pada dua kelompok yang berbeda

  (administrasi tes secara manual ataupun online), dimana setiap individu pada kedua kelompok memiliki latent trait yang sama, yaitu memiliki OCEAN. DIF merupakan hal penting yang berkaitan dengan validitas, yang menjadi hal fundamental bagi alat tes (American Educational Research Association, dkk., dalam Osterlind, 2010).

  Konsep DIF berkaitan dengan apakah kelompok yang satu dengan yang lain, yang memiliki latent trait yang sama, memberikan respon yang sama ketika diberikan aitem yang sama (keadilan antara kelompok yang satu dengan yang lain). DIF menjadi penting untuk diuji jika terdapat keraguan dua kelompok tidak akan mendapatkan perlakuan yang adil meski mendapat stimulus yaitu berupa aitem yang sama. Sama halnya dalam konteks perbedaan administrasi tes yaitu manual dan online, perlu diperhatikan keadilan aitem pada alat tes yang diberikan pada kedua kelompok.

  Pengadministrasian tes sejak awal dibuat untuk diadministrasikan secara manual, yang kemudian ditransformasi dan dibentuk dalam form digital yang dapat diakses melalui komputer dan jaringan internet yang kemudian dikenal dengan adminitrasi tes online. Administrasi tes online mungkin memberikan keunggulan tersendiri, namun terlepas dari itu, pada awalnya setiap tes diadministrasikan secara manual, termasuk BFI. BFI dikonstruk awalnya untuk diberikan secara manual kepada peserta tes, meskipun sekarang sudah bisa ditemui pengerjaannya secara online. Pada dasarnya alat tes harus bisa berfungsi sebaik pengadministrasian dasarnya, yaitu administrasi manual. Namun adanya fenomena administrasi tes online, memunculkan pertanyaan sejauh mana kedua administrasi ini dapat berfungsi sama, yaitu mampu memberikan respons yang sama dari kedua kelompok yang mendapat pengadministrasian yang berbeda, terhadap aitem yang sama dari alat tes BFI.

  Penelitian oleh Aslam (2011) yang berkaitan dengan standarisasi instruksi pada pengadministrasian tes juga menghasilkan kesimpulan secara umum bahwa terdapat pengaruh instruksi yang terstandar dan yang tidak terstandar dalam pengadministrasian Big Five Inventory terhadap hasil Big Five Inventory. Hasil penelitian ini cukup memberikan bukti bahwa metode pengadministrasian yang sama (administrasi manual), namun dengan instruksi yang berbeda (tidak standar) saja bisa memberikan pengaruh pada hasil tes, terlebih lagi jika metode pengadministrasiannya secara keseluruhan sudah jelas berbeda seperti halnya pada administrasi tes manual dan online.

  Penggunaan komputer sebagai alat bantu dalam mendapatkan informasi selain dari EPPS, Papikostik, dan tes grafis sudah diaplikasikan. Namun, penggunaan komputer dianggap masih terbatas dan tidak dijadikan pedoman utama dalam mendiagnosa individu. Hal ini dikarenakan, keterbatasan informasi yang bisa didapat dari tes dengan program komputer, terlebih lagi ketika tes tersebut digunakan oleh yang bukan berlatar belakang psikologi. Penggunaan sistem komputer dirasa unggul dalam efisiensi waktu, namun dianggap tidak memberikan esensi dari psikologis itu sendiri karena hanya sedikit informasi yang bisa didapat atau digali. Berbeda dengan manual dimana skill psikolog akan berperan didalamnya. Tidak menutup mata bahwa perkembangan zaman harus bisa diadaptasikan, sehingga penggunaan tes baik secara manual dan dengan sistem komputerisasi kemudian diaplikasikan. Namun, tetap ada yang harus dipertimbangkan dimana penggunaannya harus disesuaikan dengan situasi yang ada (Ari, komunikasi personal 24 April 2013).

  Kemajuan teknologi mungkin mempermudah dan meringankan kinerja individu, namun tetap tidak bisa menggantikan secara penuh keutamaan yang bisa dilakukan individu itu sendiri. Sama halnya dengan administrasi tes online yang merupakan “anak baru” yang masih perlu diajarkan banyak hal (pengujian) jika dibandingkan dengan administrasi tes manual. Hal ini karena administrasi tes manual merupakan setting-an asli yang menjadi awal mula, dasar, dan acuan dalam hal pengadministrasian tes. Inilah alasan mengapa administrasi tes manual dianggap menjadi kelompok referensi (reference group) sedangkan administrasi tes online dianggap sebagai kelompok yang menjadi kelompok fokal (focal

  group ), sesuai dengan istilah penamaan dua kelompok yang dibandingkan pada

  konsep DIF. Perlu adanya pengujian untuk melihat apakah ada perbedaan respon antara kedua kelompok yang memiliki latent trait yang sama sudah jelas mendapat cara pengadministrasian tes berbeda, sehingga uji DIF menjadi hal yang penting dalam penelitian ini.

  Konsep DIF pada kedua kelompok tersebut kemudian diterapkan pada penggunaan alat tes BFI versi Indonesia yang telah diadaptasi oleh Mariyanti dan Rahmawati pada tahun 2011. Dengan pengujian DIF administrasi tes, akan teruji pula keadilan aitem pada alat tes BFI versi Indonesia baik saat diadministrasikan secara manual maupun online. Dengan adanya pengujian DIF, dapat dilihat apakah BFI dengan administrasi tes online sama baiknya dengan penyajian BFI pada administrasi tes secara manual. Dengan demikian, BFI versi Indonesia akan teruji DIF administrasi tesnya sebagai alat tes yang adil atau tidak, pada kelompok manual dan online. Penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi karakteristik psikometri pada BFI versi Indonesia dari segi DIF administrasi tes, sehingga BFI versi Indonesia ini dapat digunakan dikemudian hari sebagai variasi baru dalam alat tes kepribadian di Indonesia.

  B. Rumusan Masalah

  Masalah dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian yaitu, apakah terdapat DIF administrasi tes pada aitem-aitem BFI versi Indonesia?

  C. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah terdapat DIF administrasi tes pada aitem-aitem dalam alat tes BFI versi Indonesia, sehingga akan teruji apakah penggunaan BFI versi Indonesia adil ketika diadministrasikan secara manual maupun online.

  D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaaat teoritis maupun praktis, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah manfaat keilmuan dalam bidang psikologi mengenai karakteristik psikometri alat ukur kepribadian Big Five

  Inventory versi Indonesia ditinjau dari differential item functioning administrasi tes.

2. Manfaat Praktis

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengguna Big

  Five Inventory agar memperhatikan pengaruh perbedaan administrasi tes,

  terutama secara manual dan online. Penelitian ini juga diharapkan dapat melengkapi karakteristik psikometri pada BFI yang telah diadaptasi oleh Mariyanti dan Rahmawati (2011) ke dalam bahasa Indonesia dari segi DIF administrasi tesnya, sehingga BFI ini dapat digunakan dikemudian hari sebagai variasi baru dalam alat tes kepribadian agar bisa dipergunakan di Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

  Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  BAB I: PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang tinjauan teoritis yang menjadi acuan dalam pembahasan penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori Big Five

  Personality, Big Five Inventory, Administrasi Tes, Karakteristik Psikometri, dan teori Differential Item Functioning (DIF). BAB III: METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan tentang jenis penelitian, data yang digunakan, subjek penelitian, instrument penelitian, prosedur penelitian dan metode analisis data.

  BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini menjelaskan tentang hasil yang didapatkan dari penelitian, disertai dengan pembahasan mengenai hasil penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dari hasil penelitian disertai dengan saran berkaitan dengan penelitian ini dan untuk penelitian lanjutan.