BAB II PEMBAHASAN - Disentri Amoeba

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Disentri amoeba adalah penyakit infeksi usus yang ditimbulkan

  oleh Entamoeba histolytica, suatu mikroorganisme anaerob bersel tunggal (protozoon). Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati.

  Disentri didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja.

B. Penyebab

  Disentri Amoeba disebabkan oleh Entamoeba histolyticayang merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding usus menimbulkan ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba . Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dan banyak terdapat di negara (sub) tropis dengan tingkat sosio-ekonomi rendah dan hygiene yang kurang. Penyebarannya melalui makanan yang terinfeksi serta kontak seksual. Bila tidak diobati dengan tepat dapat menjadi sistemis dan menjalar ke organ-organ lain, khususnya hati.

  Disentri amoeba ditularkan lewat feko-oral, baik secara langsung melalui tangan, maupun tidak langusng melalui air minum atau makanan yang tercemar. Sebagai sumber penularan adalah tinja yang mengandung kista amoeba. Kemungkinan faktor diet rendah protein juga memegang peranan dalam penyebab dissentri Amoeba.

  Di Indonesia diperkirakan insiden disentri amoeba ini cukup tinggi. Penularan dapat terjadi lewat beberapa cara, misalnya : pencemaran air minum, pupuk kotoran manusia, vektor lalat dan kecoa, dan kontak langsung, seksual kontak oral-anal pada homoseksual. Penyakit ini cenderung endemik, jarang menimbulkan epidemi. Epidemi sering terjadi lewat air minum yang tercemar.

  Penyebaran kuman yang menyebabkan penyakit ini juga termasuk perilaku yang salah. Perilaku tersebut diantaranya adalah:

  1. Tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan.

  2. Menggunakan botol susu. Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman yang berasal dari tinja dan sukar dibersihkan.

  Sewaktu susu dimasukkan ke dalam botol yang tidak bersih akan terjadi kontaminasi kuman dan bila tidak segera diminum kuman akan tumbuh.

  3. Menyimpan makanan masak pada suhu kamar.

  4. Menggunakan air minum yang tercemar oleh tinja.

  5. Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja atau sebelum memasak makanan

  C. Gejala

  2. Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler (≤10x/hari)

  3. Sakit perut hebat (kolik)

  4. Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan pada 1/3 kasus)

  D. Diagnosis

  Diagnosis klinis dapat ditegakkan semata-mata dengan menemukan tinja bercampur darah. Diagnosis etiologi biasanya sukar ditegakkan. Penegakan diagnosis etiologi melalui gambaran klinis semata sukar, sedangkan pemeriksaan biakan tinja untuk mengetahui agen penyebab seringkali tidak perlu dilakukan karena memakan waktu lama (minimal 2 hari) dan umumnya gejala membaik dengan terapi antibiotika empiris.

  Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan:

  1. Pemeriksaan tinja

  2. Benzidin test

  3. Biakan tinja

  4. Pemeriksaan darah rutin

E. Patogenesis

  Terjadinya diare bisa disebabkan oleh salah satu mekanisme di bawah ini :

  a. Diare osmotik: Substansi hipertonik nonabsorbsi à peningkatan tekanan osmotik intralumen usus à cairan masuk ke dalam lumen à diare. Diare osmotik terjadi karena:

  1. Pasien memakan substansi non absorbsi antara lain laksan magnesium sulfat atau antasida mengandung magnesium.

  2. Pasien mengalami malabsorbsi generalisata sehingga cairan tinggi konsentrasi seperti glukosa tetap berada di lumen usus.

  3. Pasien dengan defek absorbtif, misalnya defisiensi disakaride atau malasorbsi glukosa-galaktosa.

  Peningkatan sekresi cairan elektrolit dari usus secara aktif dan penurunan absorbsi diare dengan volume tinja sangat banyak.

  1. Malasorbsi asam empedu dan asam lemak: 2. Pada diare ini terjadi pembentukan micelle empedu.

  3. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif di enterosit:

  4. Terjadi penghentian mekanisme transport ion aktif pada Na K ATP-ase di enterosit dan gangguan absorbsi Na dan air.

  5. Gangguan motilitas dan waktu transit usus.

  6. Hipermotilitas usus à tidak sempat di absorbsi à diare.

  7. Gangguan permeabilitas usus:

  8. Terjadi kelainan morfologi usus pada membran epitel spesifikà gangguan permeabilitas usus.

  c. Diare inflamatorik: Kerusakan sel mukosa usus à eksudasi cairan, elektrolit dan mukus yang berlebihan à diare dengan darah dalam tinja.

  Patogenesis E. histolytica diyakini tergantung pada 2 mekanisme, yaitu kontak sel dan pemajanan toksin. Penelitian baru-baru ini telah menunjukkan bahwa kematian tergantung kontak oleh trofozoid yang meliputi perlekatan, sitolisis ekstraseluler, dan fagositosis. Reseptor lektin spesifik-galaktosa diduga bertanggung bahwa amoeba dapat mengeluarkan protein pembentuk pori yang membentuk saluran pada membran sel sasaran hospes. Bila trofozoid E histolytica menginvasi usus, akan menyebabkan tukak dengan sedikit respon radang lokal. Organisme memperbanyak diri dan menyebar di bawah usus untuk menimbulkan ulkus yang khas. Lesi ini biasanya ditemukan pada coecum, colon transversum dan kolon sigmoid.

F. Komplikasi

  Komplikasi disentri amoeba ada 2 yaitu:

  1. Komplikasi intestinal

  a. Perdarahan usus

  b. Perforasi usus

  c. Ameboma

  d. Penyempitan usus atau striktura 1). Amebiasis hati 2). Amebiasis pleuro pulmonal 3). Abses otak dam limfa 4). Amebiasis kulit

  Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti: a. Dehidrasi

  b. Renjatan hipovolemik

  c. Hipokalemi (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada elektrokardiogram).

  d. Hipoglikemi

  e. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili mukosa usus halus.

  f. Kejang, terutama pada dehidrasi hipertonik.

  g. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

  7. PENATALAKSANAAN

  1. Perhatikan keadaan umum anak, bila anak appear toxic, status gizi kurang, lakukan pemeriksaan darah (bila memungkinkan disertai dengan biakan darah) untuk mendeteksi adanya bakteremia. Bila dicurigai adanya sepsis, berikan terapi sesuai penatalaksanaan sepsis

  2. Komponen terapi disentri : a. Koreksi dan maintenance cairan dan elektrolit.

  Seperti pada kasus diare akut secara umum, hal pertama yang harus diperhatikan dalam penatalaksanaan disentri setelah keadaan stabil adalah penilaian dan koreksi terhadap status hidrasi dan keseimbangan elektrolit

  b. Diet Anak dengan disentri harus diteruskan pemberian makanannya. Berikan diet lunak tinggi kalori dan protein untuk mencegah malnutrisi. Dosis tunggal tinggi vitamin A (200.000 IU) dapat diberikan untuk menurunkan tingkat keparahan disentri, terutama pada anak yang diduga mengalami defisiensi. Untuk mempersingkat perjalanan penyakit, dapat diberikan obat-obat yang memperlambat motilitas usus sebaiknya tidak diberikan karena adanya resiko untuk memperpanjang masa sakit.

  c. Antibiotika Anak dengan disentri harus dicurigai menderita shigellosis dan mendapatkan terapi yang sesuai. Pengobatan dengan antibiotika yang tepat akan mengurangi masa sakit dan menurunkan resiko komplikasi dan kematian.

  • Pilihan utama untuk Shigelosis (menurut anjuran WHO) : Kotrimokasazol (trimetoprim 10mg/kbBB/hari dan sulfametoksazol 50mg/kgBB/hari) dibagi dalam 2 dosis, selama 5 hari.
  • Dari hasil penelitian, tidak didapatkan perbedaan manfaat pemberian kotrimoksazol dibandingkan placebo10.
  • Alternatif yang dapat diberikan : o Ampisilin 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis o

  Cefixime 8mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis o Ceftriaxone 50mg/kgBB/hari, dosis tunggal IV atau IM o Asam nalidiksat 55mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

  • Perbaikan seharusnya tampak dalam 2 hari, misalnya panas turun, sakit dan darah dalam tinja berkurang, frekuensi BAB berkurang, dll. Bila dalam 2 hari tidak terjadi perbaikan, antibiotik harus dihentikan dan diganti dengan alternatif lain.
  • Terapi antiamubik diberikan dengan indikasi : o Ditemukan trofozoit Entamoeba hystolistica dalam pemeriksaan mikroskopis tinja. o Tinja berdarah menetap setelah terapi dengan 2 antibiotika berturut-turut (masing-masing diberikan untuk 2 hari), yang biasanya efektif

  • Terapi yang dipilih sebagai antiamubik intestinal pada anak adalah Metronidazol 30-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Bila disentri memang disebabkan oleh E. hystolistica, keadaan akan membaik dalam 2-3 hari terapi.

  d. Antipiretik Antipiretik berfungsi untuk menghambat produksi prostaglandin yang memacu peningkatan suhu lewat hipotalamus sehingga dapat menurunkan demam e. Sanitasi Beritahukan kepada orang tua anak untuk selalu mencuci tangan dengan bersih sehabis membersihkan tinja anak untuk mencegah autoinfeksi.

  Soewandojo E. Amebiasis.2002.Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 3.Jakarta: Fakultas Kedokteran Unifersitas Indonesia