MAKALAH STRATEGI KOMUNIKASI PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA BAHASA ASING

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena atas rahmat serta
ridhonyalah penulis dapat menyelesaikan makalah ini, sholawat serta salam
penulis ucapkan kepada Nabi Besar Muhammad Saw, kepada keluarga dan para
sohabatnya serat kita selaku umatnya yang mudah-mudaha mendapat safaatnya.
Amin.
Pada makalah ini akan dibahas tentang Strategi Komunikasi Pembelajaran
B2 (Bahasa Asing).
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat
kekurangan dan kesalahan keritik serta saran yang membangun dari pembaca
penulis harapkan agar kedepannya makala ini dapat jauh lebih baik lagi.

Penulis

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................i
Daftar Isi............................................................................................................ii


Bab I

Bab II

Pendahuluan ........................................................................................1
1.1

Latar Belakang Masalah .............................................................1

1.2

Rumusan Masalah ......................................................................2

1.3

Sistematika Penulisan ................................................................2

Pembahasan .........................................................................................3
2.1


Pandangan dalam Pembelajaran Bahasa ......................................3

2.2

Pemerolehan Bahasa Kedua (B2) ...............................................6

2.3

Strategi Komunikasi Pembelajaran B2 (Bahasa Asing) ................7

Bab III Kesimpulan ...........................................................................................13

Daftar Pustaka ...................................................................................................14

ii

BAB I
PENDAHULUAN


1.1

Latar Belakang Masalah
Bahasa selalu ada bersama dengan manusia. Ungkapan itu, bukan

sekedarungkapan tanpa dasar. Dasar yang sering disebutkan ialah bahwa bahasa
merupakan sarana komunikasi antar-manusia. Bahkan dapat pula dikatakan tanpa
ada manusia lain pun seseorang dapat berbahasa. Manusia dapat berpikir dalam
lamunannya dan dalam mimpinya sehingga dasar yang paling utama sebenarnya
adalah bahasa merupakan bagian dari kehidupan manusia.
Setiap anak manusia yang normal pertumbuhan pikirannya akan belajar
bahasa pertama atau bahasa ibu dalam tahun-tahun pertama dalam hidupnya, dan
proses ini terjadi hingga kira-kira umur 5 tahun. Sesudah itu, pada masa pubertas
atau kira-kira 12- 14 tahun hingga menginjak dewasa atau kira-kira umur 18- 20
tahun, anak itu akan tetap masih belajar bahasanya yang dinamakan bahasa
pertama atau disingkat B1.
Pascapubertas, keterampilan berbahasa seorang anak tidak banyak
kemajuannya, meskipun dalam beberapa hal, umpamanya dalam kosakata, ia
belajar B1 terus-menerus selama hidupnya. Pemerolehan B1 dianggap bahasa
yang utama bagi anak karena bahasa ini yang paling mantap pengetahuan dan

penggunaannya. Pemerolehan B1 terjadi apabila anak yang belum pernah belajar
bahasa apa pun mulai belajar bahasa untuk pertama kali. Selain pemerolehan
bahasa pertama (B1) pemerolehan bahasa kedua pun yang disingkat B2 terjadi
dengan bermacam-macam cara, pada usia berapa saja untuk tujuan bermacammacam dan pada tingkat kebahasaan yang berlainan.
Oleh sebab itu, pemerolehan B2 dapat terjadi secara terpimpin, alamiah.
Dalam konteks ini, dirujuk pada dua konsep yang dibedakan oleh para ahli
psikolinguistik, khususnya Krashen & Terrell (1983) yang mengatakan bahwa,
pada umumnya yang kelihatan ialah mengenai pemerolehan B1 yang disebut
sebagai acquisition dan pelajaran B2 yang dinamakan learning.

iii

1.2

Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas menghasilkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pandangan dalam pembelajaran bahasa?
2. Bagaimana pemerolehan bahasa kedua (B2) ?
3. Bagaimana strategi komunikasi pembelajaran B2 (bahasa asing) ?


1.3

Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
1.4 Latar Belakang Masalah
1.5 Rumusan Masalah
1.6 Sistematika Penulisan
Bab II Penjelasan
2.1 Pandangan dalam Pembelajaran Bahasa
2.2 Pemerolehan Bahasa Kedua (B2)
2.3 Strategi Komunikasi Pembelajaran B2 (Bahasa Asing)
Bab III Kesimpulan

iv

BAB II
PEMBAHASAN

2.1


Pandangan dalam Pembelajaran Bahasa
Perkembangan teori pemerolehan bahasa pada abad ini telah dipenaruhi oleh

perkembangan psikologi Omega (dalam Yulianto, 2007: 10-11). Dalam psikologi
terdapat dua aliran yang prinsip dasarnya bertentangan, yakni behaviorisme dan
kognitivisme. Kedua aliran tersebut ikut mempengaruhi para ahli pembelajaran
bahasa dalam memandang bagaimana seorang anak manusia belajar bahasa.
Tentang bagaimana manusia memperoleh atau belajar bahasa, Ellis (dalam
Yulianto, 2007:10-11) mengungkapkan adanya tiga kelompok pandangan, yaitu
(1) pandangan behaviorisme, (2) pandangan nativisme, dan (3) pandangan
interaksionisme. Lebih jelasnya uraian ketiga pandangan tersebut dapat dilihat
berikut ini:
2.1.1 Pandangan Behaviorisme
Menurut pandangan ini kegiatan berbahasa dipengaruhi oleh aliran
psikologi behaviorisme yang merupakan rangkaian rangsangan (stimulus) dan
tanggapan (respon). Menurut behaviorisme, berbahasa dianggap sebagai bagian
dari perilaku manusia, seperti perilaku yang lain. Oleh karena itu, pembelajaran
harus dilakukan melalui rangsangan-rangsangan Brown (dalam Yulianto,
2007:11). Pebelajar dalam hal ini dianggap sebagai mesin yang memproduksi
bahasa dengan lingkngan dianggap sebagai faktor penentunya, yakni sebagai

rangsangan. Untuk itu, agar anak dapat mengucapkan kata-kata tertentu,
kepadanya harus diberikan rangsangan berupa kata-kata. Menurut konsep ini anak
tidak dapat mengucapkan kata-kata yang belum pernah didengarnya.
Baraja (1990:31) mengemukakan bahwa perilaku kebahasaan sama dengan
perilaku yang lain, yaitu dikontrol oleh konsekuensinya. Apabila hasil suatu usaha
menyenangkan, perilaku itu akan terus dikerjakan; dan sebaliknya, bila hasilnya
tidak menguntungkan, perilaku tersebut akan ditinggalkan. Dengan kata lain,
apabila ada restu reinforcement yang cocok, perilaku akan berubah. Inilah yang
dikatakan belajar, sebab inti belajar adalah adanya perubahan perilaku.

v

Menurut Skinner, anak-anak mengakusisi bahasa melalui hubungan dengan
lingkungan, dalam hal ini dengan cara meniru. Dalam hubungan dengan peniruan
ini, faktor yang terpenting adalah frekuensi berulangnya suatu kata atau urutan
kata. Ujaran-ujaran itu akan mendapat pengukuhan sehingga anak lebih berani
menghasilkan kata dan urutan kata. Dengan cara ini lingkungan akan mendorong
anak untuk menghasilkan tuturan yang gramatikal dan tidak memberi pengukuhan
terhadap tuturan yang tidak gramatikal.


2.1.2 Pandangan Nativisme
Pandangan ini menekankan peranan aktif pembelajar. Peranan peniruan dan
penguatan menjadi tidak berarti. Chomsky menyatakan bahwa pengetahuan
seseorang tentang bahasa ibunya diturunkan dari universal grammar yang
menentukan bentuk-bentuk dasar bahasa alamiah.
Universal Grammar telah ada pada setiap orang sebagai seperangkat prinsip
linguistik bawaan yang terdiri atas keadaan awal yang berfungsi mengontrol
bentuk kalimat suatu ujaran. Dengan demikian, universal grammar merupakan
seperangkat prosedur penemuan untuk menghubungkan prinsip-prinsip umum itu
pada data yang diberikan oleh pajanan bahasa alamiah.
Kaum mentalis berpendapat bahwa setiap anak yang lahir telah memiliki
sejumlah kapasitas atau potensi bahasa. Potensi bahasa ini akan berkembang
apabila saatnya tiba. (Brown, 1980: 21) beranggapan bahwa setiap anak yang lahir
telah memiliki apa yang mereka sebut LAD (Language Acquisition Device).
Kelengkapan bahasa ini berisi sejumlah hipotesis bawaan. McNeill (Brown, 1980:
22) menyatakan bahwa LAD terdiri dari: (a) kecakapan untuk membedakan bunyi
bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain, (b) kecakapan mengorganisasi satuan
linguistik ke dalam sejumlah kelas yang akan berkembang kemudian, (c)
pengetahuan tetang sistem bahasa yang mungkin dan yang tidak mungkin, dan (d)
kecakapan menggunakan sistem bahasa yang didasarkan pada penilaian

perkembangan sistem linguistik, dengan demikian dapat melahirkan sistem yang
dirasakan mungkin di luar data linguistik yang ditemukan.
Senada dengan itu, Ellis (1986:44) menyimpulkan pandangan mentalis
tentang pemerolehan B1 sebagai: (1) bahasa merupkan kemampuan khusus

vi

manusia; (2) keberadaannya tidak terikat oleh otak atau akal budi manusia, karena
meskipun bahasa merupakan bagian alat-alat kognitif, bahasa terpisah dari
mekanisme kognitif umum yang berkaitan dengan perkembangan intelektual; (3)
faktor utama pemerolehan B1 adalah piranti pemerolehan bahasa (LAD) yang
secara genetis memengaruhi dan menyumbangkan seperangkat prinsip tata bahasa
pada anak; (4) LAD berhenti perkembangannya karena usia dan; (5) proses
pemerolehan bahasa terdiri atas pengujian hipotesis dengan cara menghubungkan
tata bahasa B1 pebelajar dengan univeral grammar.
Pandangan kaum mentalis tentang pemerolehan B2, karena seorang
pebelajar menguasai pengetahuan bahasa ibunya dengan jalan menguji hipotesis
yang dibuatnya. Tugasnya adalah menghubungkan pengetahuan bawaan tentang
gramatika dasar dengan struktur lahir kalimat-kalimat bahasa yang dipelajarinya.


2.1.3 Pandangan Interaksionisme
Pandangan ini menganggap bahwa pemerolehan bahasa merupakan hasil
interaksi antara kemampuan mental pebelajar dengan lingkungan bahasa (Ellis,
1986: 126). Interaksi antara keduanya adalah manifestasi dari interaksi verbal
yang aktual antara pebelajar dengan orang lain.
Pendekatan interaksionisme oleh van Els (dalam Yulianto, 2007: 24)
menyebut sebagai pendekatan prosedural, di mana dalam pendekatan ini interaksi
antara faktor internal dengan faktor eksternal bersifat sentral. Titik awal
pendekatan ini adalah kemampuan kognitif anak dalam menemukan struktur
bahasa di sekitarnya. Faktor internal, merupakan kemampuan mental anak sangat
berpengaruh. Namun, faktor lingkungan juga berperanan menentukan macam
pemerolehannya, terutama leksikon. Di samping itu, Yulianto (2001: 563) juga
setuju kepada pandangan Dardjowidjojo (2000: 304) yang mengungkapkan bahwa
faktor kodrati dan lingkungan berpengaruh dalam pemerolehan bahasa anak.
Secara eksplisit pandangan ini sesuai dengan pandangan interaksionisme (Ellis,
1986:129).
Menurut pandangan interaksionisme, interaksi antara faktor internal dengan
faktor eksternal bersifat sentral. Titik awal pendekatan ini adalah kemampuan
kognitif anak dalam menemukan struktur bahasa di sekitarnya. Baik pemahaman


vii

maupun produksi bahasa pada anak-anak dipandang sebagai sistem prosedur
penemuan yang secara terus-menerus berkembang dan berubah.

2.2

Pemerolehan Bahasa Kedua (B2)
Pemerolehan bahasa merupakan proses yang bersamaan dengan cara anak-

anak mengembangkan kemampuan dalam bahasa pertama mereka. Pemerolehan
bahasa merupakan proses bawah sadar. Para pemeroleh bahasa tidak selalu sadar
akan kenyataan bahwa mereka memakai bahasa untuk berkomunikasi.
Untuk mengembangkan kompetensi dalam bahasa kedua dapat dilakukan
dengan belajar bahasa. Anak-anak memperoleh bahasa, sedangkan orang dewasa
hanya dapat mempelajarinya. Akan tetapi ada hipotesis pemerolehan belajar yang
menuntut bahwa orang-orang dewasa juga memperoleh bahasa, kemampuan
memungut bahasa tidaklah hilang pada masa puber. Orang-orang dewasa juga
dapat memanfaatkan sarana pemerolehan bahasa alamiah yang sama seperti yang
dipakai anak-anak. Pemerolehan merupakan suatu proses yang amat kuat pada
orang dewasa.
Cara pemerolehan bahasa kedua dapat dibagi dua cara, yaitu pemerolehan
bahasa kedua secara terpimpin dan pemerolehan bahasa kedua secara alamiah.
Pemerolehan bahasa kedua secara terpimpin berarti bahasa yang diajarkan
kepada pelajar dengan menyajikan materi yang sudah dipahami. Materi
bergantung pada kriteria yang ditentukan oleh guru. Strategi-strategi yang dipakai
oleh seorang guru sesuai dengan apa yang dianggap paling cocok bagi siswanya.
Pemerolehan bahasa kedua secara alamiah adalah pemerolehan bahasa
kedua/asing yang terjadi dalam komunikasi sehari-hari, bebas dari pengajaran atau
pimpinan, guru. Tidak ada keseragaman cara. Setiap individu memperoleh bahasa
kedua dengan caranya sendiri-sendiri. Interaksi menuntut komunikasi bahasa dan
mendorong pemerolehan bahasa. Dua ciri penting dari pemerolehan bahasa kedua
secara alamiah atau interaksi spontan ialah terjadi dalam komunikasi sehari-hari,
dan bebas dari pimpinan sistematis yang sengaja.
Di dalam kelas yang dapat dianggap sangat penting dan mendasar dalam
proses belajar bahasa, yaitu (1) belajar bahasa adalah orang, (2) belajar bahasa

viii

adalah orang-orang dalam interaksi dinamis, dan (3) belajar bahasa adalah orangorang dalam responsi.
Pemerolehan bahasa bersamaan dengan proses yang digunakan oleh anakanak dalam pemerolehan bahasa pertama dan pemerolehan bahasa kedua.
Pemerolehan bahasa menuntut interaksi yang berarti dalam bahasa sasaran yang
merupakan wadah para pembicara memperhatikan bukan bentuk ucapan-ucapan
mereka tetapi pesan-pesan yang mereka sampaikan dan mereka pahami. Perbaikan
kesalahan dan pengajaran kaidah- kaidah eksplisit tidaklah relevan bagi
pemerolehan bahasa, tetapi para guru dan para penutur asli dapat mengubah serta
membatasi ucapan-ucapan mereka kepada pemeroleh agar menolong mereka
memahaminya. Modifikasi-modifikasi ini merupakan pikiran untuk membantu
proses pemerolehan tersebut.

2.3

Strategi Komunikasi Pembelajaran B2 (Bahasa Asing)
Strategi atau metode komunikasi yang digunakan dalam pengajaran bahasa

asing antara lain:
1.

Metode Terjemahan Tatabahasa
Adalah metode pembelajaran dengan menggunakan bahasa pengantar

(bahasa untuk menjelaskan) berupa bahasa ibu. Arti dari kata atau ungkapan
dalam bahasa sasaran diterjemahkan ke dalam bahasa ibu. Sejarah atau latar
belakang timbulnya metode ini adalah adanya kebutuhan untuk mengetahui isi
sastra. Sampai pada abad ke-15 bahasa latin hanya dipakai untuk percakapan saja.
Selain itu adanya kebutuhan untuk mengetahui tatabahasa.
Kelebihan:
a.

Bermanfaat dalam penerjemahan data penelitian kesusastraan.

b.

Pembelajar dapat belajar sendiri dengan menggunakan referensi dan kamus.

c.

Dapat dimengerti dari awal sampai akhir karena terjemahannya bersamaan
dengan tatabahasanya.

d.

Efektif digunakan pada kelas yang mempunyai banyak siswa.

Kekurangan:
a.

Kemampuan berbicara dan mendengar kurang, karena hanya mementingkan
penerjemahan.

ix

b.

Pembelajar tidak dapat belajar pengucapan/lafal dengan benar.

c.

Tidak ada latihan komunikasi.

2.

Metode Langsung
Adalah metode pembelajaran dengan langsung menggunakan bahasa

sasaran. Sejarah atau latar belakang timbulnya metode ini adalah adanya
kekurangan dari metode terjemahan tatabahasa, yaitu komunikasi dalam metode
terjemahan tatabahasa hanya satu arah.
Ciri:

- Arti kata dan ungkapan disampaikan dengan gerakan, foto, gambar dan
benda nyata.
- Guru memberikan pemahaman dengan cara induktif (banyak contoh)
tanpa dijelaskan.
- Pengajar tidak menggunakan bahasa pengantar.
- Pembelajar tidak menggunakan bahasa ibu.
- Tidak mementingkan tulisan, hanya mementingkan kemampuan
berbicara.

Kelebihan:
a.

Pembelajar cepat terbiasa dengan bahasa sasaran.

b.

Pembelajar menjadi terbiasa berpikir melalui bahasa sasaran.

c.

Menumbuhkan kemampuan mendengar dan berbicara.

d.

Dapat dipelajari oleh para pembelajar yang berbeda bahasa ibu.

Kekurangan:
a.

Penjelasan arti berputar-putar.

b.

Pembelajar sering salah persepsi karena tidak dijelaskan dengan bahasa
pengantar.

c.

Pengajar membutuhkan waktu yang lama untuk memberikan petunjuk dan
penjelasan.

d.

Pembelajar tidak merasa puas karena tidak dilakukan pengajaran huruf
(pada tingkat dasar).

e.

Beban pengajar berat karena tidak menggunakan bahasa pengantar.

f.

Tidak efektif untuk kelas yang mempunyai banyak siswa.

g.

Pengajar tidak bisa banyak mengajarkan kosakata.

x

3.

Metode Audio Lingual
Adalah metode pembelajaran dengan cara mengingat materi yang diajarkan

agar siswa terbiasa. Caranya dengan latihan pengulangan, penggantian/penukaran,
pengubahan dan tanya jawab. Sejarah atau latar belakang timbulnya metode ini
adalah pada abad ke-20 ada kebutuhan untuk penelitian ilmiah tentang
linguistik/kebahasaan.
Metode

ini

didasarkan

pada

pandangan

behaviorisme

yang

berpendapt bahwa pembelajaran bahasa adalah pemerolehan seperangkat
kebiasaan bahasa yang tepat. Pembelajaran mengulang-ulang pola kalimat
hingga mampu mengucapkannya secara spontan. Sekali saja siswa telah
mempelajari suatu pola tertentu, maka diharapkan siswa tersebut dapat
membuat subtitusi kata-kata untuk menciptakan kalimat-kalimat baru.
Guru mengarahkan serta mengawasi tingkah laku siswa, memberikan
contoh serta memantapkan respon siswa.

Menurut Skinner tingkah laku verbal merupakan perluasan teori belajar
yang berhubungan dengan kegiatan pembiasaan yaitu situasi dimana manusia
memberikan suatu respon dalam bentuk kalimat atau ujaran tanpa perlu adanya
stimuli tertentu kemudian ujaran atau kalimat tersebut dapat dikuasai melalui
pemantapan. Hasil perbuatan itu memerlukan penghargaan atau pujian yang
diberikan tepat pada waktunya, maka tingkah laku itu akan tetap dipertahankan
bahkan dikembangkan.
Cara latihan:
a.

Kosakata dan pola kalimatnya diterangkan dari yang mudah ke yang sulit.
Didahulukan hal yang sering dipergunakan.

b.

Kosakata yang ada dalam konteks diterangkan dengan jelas.

c.

Pengajar meningkatkan kecepatan mengajarnya secara bertahap.

d.

Didahulukan pembimbingan isi kalimat dan bunyi.

e.

Pembelajar diharapkan dapat mengucapkan lafal yang benar sesuai yang
dicontohkan guru.

f.

Latihan pola kalimat sangat penting dilakukan.

xi

Kelebihan:
a.

Melatih berbicara dan mendengar karena menggunakan latihan lisan
berulangkali.

b.

Dapat digunakan untuk jumlah murid yang banyak dengan kemampuan
siswa yang berbeda-beda.

c.

Dapat digunakan untuk level dasar ataupun menengah.

Kekurangan:
a.

Pembelajar lebih cepat bosan karena pola kalimatnya tidak ada hubungan
dengan situasi sebenarnya.

b.

Walau pandai menggunakan pola kalimat, kadang tidak pandai dalam
berkomunikasi sebenarnya.

c.

Dari tahap awal, siswa disuruh untuk selalu benar yang mengakibatkan
siswa takut dan tidak percaya diri.

d.

Latihan selalu dilakukan dengan cepat sehingga siswa tertekan.

e.

Pelajaran terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dapat mengemukakan
pendapatnya sendiri.

f.

Tidak ada kegiatan siswa dengan siswa.

g.

Siswa pasif, hanya menjawab bila ditanya guru.

4.

Pendekatan Komunikatif
Pendekatan komunikatif bukanlah metode, karena tidak ada tahap-tahap

pengajaran, hanya ada teori.
Pendapat ahli mengenai bahasa:
a.

Chomsky (1970) berpendapat bahwa bahasa berupa struktur, diperoleh sejak
bayi melalui lingkungannya yaitu orang tua tanpa mempelajarinya. Bahasa
tersebut hanya berupa pengetahuan saja.

b.

Hymes (1927) berpendapat bahwa bahasa bukan hanya pengetahuan,
melainkan harus memiliki kemampuan menggunakan bahasa tersebut dalam
keadaan sebenarnya.

c.

Canale & Swain (1980) berpendapat bahwa menggunkan bahasa harus
memiliki 4 kemampuan yaitu kemampuan struktur, sosiolinguistik, wacana,
dan strategi.

xii

d.

Haliday (1973) berpendapat bahwa fungsi atau prinsip bahasa meliputi:
- Setiap bahasa dianalisa berdasarkan analisa dan fungsinya.
- Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki arti tergantung pada situasi.
Misalnya: Pada saat pelajaran “toire” berfungsi sebagai kata untuk meminta
ijin, sedangakn di depan toilet, kata “toire” berfungsi sebagai
penunjuk tempat.
- Yang disampaikan adalah situasi dan pesan
Misalnya: “desu ne” memiliki pesan yang berbeda-beda.
- Kesalahan dikoreksi sendiri oleh siswa, yang penting adalah komunikasi.
- Menulis dan membaca juga penting dalam komunikasi.
Kegiatan

kognitif pembelajar

tidak

hanya

sebatas

latihan,

tetapi

menggunakan bahasa dalam situasi sebenarnya dan melibatkan komunikasi dua
arah.
Tujuan Pendekatan Komunikatif
a.

Tujuan pengajar

: menumbuhkan kemampuan penggunaan bahasa yang

pernah dipelajarinya.
b.

Tujuan pembelajar:

memperoleh kemampuan penggunaan bahasa pada

konteks dan situasi sebenarnya.
Ciri pendekatan komunikatif
a.

Lebih

fokus

ke

penggunaan

bahasanya

yang

dipengaruhi

oleh

sosiolinguistik (penggunaan bahasa yang dihubungkan dengan lingkungan
sosial).
b.

Siswa tidak belajar tatabahasa, tetapi belajar penggunaan bahasanya agar
dapat diterapkan dalam komunikasi.

c.

Pendidikan berpusat pada pembelajar (guru sebagai motivator).

d.

Mengutamakan kegiatan latihan yang membiarkan pembelajar berpikir
kreatif.

e.

Isi dari pembelajaran sedapat mungkin mendekati silabus topik dan silabus
fungsi.

f.

Yang disampaikan adalah arti pesan.

xiii

g.

Fungsi pendekatan komunikatif adalah memahami hal yang ingin
disampaikan oleh lawan bicara dan menyampaikan kepada lawan bicara apa
yang ingin disampaikannya sendiri.

Model pengajaran dengan metode komunikatif:
a.

Konteksnya nyata dan digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya.

b.

Tugasnya mengandung arti dan makna.

c.

Tugas kegiatan di kelas berupa information gap task, roleplay, wawancara,
dll.

d.

Penjelasannya bisa dari hal yang sempit ke luas atau sebaliknya.

e.

Pengoreksian tidak dilakukan saat kegiatan, karena komunikasinya sesuai
keinginan pembicara dan lawan bicara.

f.

Kesalahan siswa saat berlatih diabaikan, dan diperbaiki saat kegiatan
selesai.

g.

Tidak dijelaskan struktur tatabahasa pola kalimatnya, tetapi dijelaskan
penggunaan pola kalimatnya.

xiv

BAB III
KESIMPULAN

Efektifitas sebuah proses komunikasi tergantung pada komponen yang
terkait. Semakin baik komponen, gangguan-gangguan akan tereduksi. Feedback
dan respon akan lebih mudah dibangkitkan.
Proses belajar mengajar pada dasarnya merupakan satu bentuk komunikasi
yang terjalin antara komunikator dalam hal ini pengajar yang menyalurkan pesan
berupa materi pengajaran kepada komunikan yaitu pelajar melalui media lisan
atau dengan bantuan teknologi komunikasi lain, sebagai akibatnya pelajar tahu
materi yang disampaikan dan melaksanakannya dan inilah tujuan utama dari
proses belajar mengajar.
Kemampuan/keterampilan guru dalam melakukan kegiatan komunikasi akan
mempengaruhi proses yang akhirnya berujung pada hasil. Bukan berarti murid
yang cerdas disebabkan oleh kemampuan guru dalam melakukan komunikasi.
Setidaknya murid yang kurang pandai mampu menelaah pesan/gagasan yang
ditransfer dalam proses komunikasi yang baik oleh seorang guru yang terampil.

xv

DAFTAR PUSTAKA

Battle, J.A. (1968). Education for the world of 1984 and 2000 dalam J.A. Battle &
Robert Shannon. The new idea in education. New York – London: Harper & Row
Publishers.
Brooks, Cleanth dan Warren, Robert Penn, (1972). Modern Rethoric, Shorter
Third Edition. New York – Atlanta: Harcourt Brace Javanovich, Inc.
Culkin, S.J. John. (1968). Education in post-literate world dalam J.A. Battle &
Robert Shannon. The new idea in education. New York – London: Harper & Row
Publishers.
Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu komunikasi; Teori dan Praktek. Bandung:
Rosda.

xvi

MAKALAH
STRATEGI KOMUNIKASI PEMBELAJARAN B2
(BAHASA ASING)

Disusun Oleh :
DESTIE PRIYANTIE PUTRIE
0921210148

PROGRAM PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
STKIP SUBANG
2012

xvii

xviii