BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN KEPAILITAN A. Perseroan Terbatas - Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERSEROAN TERBATAS DAN KEPAILITAN A. Perseroan Terbatas 1. Pengertian Dan Ciri-Ciri Perseroan Terbatas Definisi mengenai perseroan terbatas tidak dapat dijumpai dalam pasal-

  pasal di Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Namun demikian, menurut Sutantya dan Sumantoro (1991 : 40) dari pasal-pasal : 36, 40, 42, dan 45 KUHD dapat diambil kesimpulan bahwa suatu perseroan terbatas mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a.

  Adanya kekayaan yang terpisah dari kekayaan pribadi masing-masing pesero (pemegang saham) dengan tujuan untuk membentuk sejumlah dana sebagai jaminan bagi semua perikatan perseroan.

  b.

  Adanya pesero atau pemegang saham yang tanggung jawabnya terbatas pada jumlah nominal saham yang dimilikinya. Sedangkan mereka semua di dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), merupakan kekuasaan tertinggi dalam organisasi perseroan, yang berwenang mengangkat dan memberhentikan direksi dan komisaris, berhak menetapkan garis-garis besar kebijaksanaan dalam menjalankan perusahaan, menetapkan hal-hal yang belum ditetapkan dalam anggaran dasar, dan lain-lain.

  c.

  Adanya pengurus (direksi) dan pengawas (komisaris) yang merupakan satu kesatuan pengurusan dan pengawasan terhadap perseroan dan tanggung jawabnya terbatas pada tugasnya, yang harus sesuai dengan anggaran dasar atau keputusan RUPS.

10 Perseroan Terbatas (PT), dulu disebut juga Naamloze Vennootschaap

  (NV), adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha yang memiliki modal terdiri dari saham yang pemiliknya memiliki bagian sebanyak saham yang 10 Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggungjawab Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, h. 24. dimilikinya. Karena modalnya terdiri dari saham-saham yang dapat diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa perlu

   membubarkan perusahaan.

  Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas mendefinisikan Perseroan Terbatas sebagai :

  “Badan hukum yang didirikan berdasarkan peranjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan

  • - memenuhi persyaratan yang c etapkan dalam Undang-lndang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

  Sedangkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatakan bahwa :

  “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

  Dari batasan-batasan yang diberikan tersebut, ada 5 (lima) hal pokok

  

  yang dapat kita kemukakan disini :

  a. Perseroan Terbatas merupakan suatu badan hukum;

  b. Didirikan berdasarkan perjanjian;

  c. Menjalankan usaha tertentu;

  d. Memiliki modal yang terbagi dalam saham-saham; e. Memenuhi persyaratan undang-undang.

   Adapun didalam penjelasannya adalah sebagai berikut :

  (1) Perseroan Terbatas Sebagai Badan Hukum memiliki 2 (dua) macam subyek 11 12 Amirizal, Hukum Bisnis, Risalah Teori dan Praktik, Djambatan, Jakarta, 1999.hal. 5 13 Ahmad Yani, Gunawan Widjaja, Loc. Cit, hal. 7.

  Munir fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, h. 108-109. hukum, yaitu subyek hukum pribadi (natuurlijk persoon) dan subyek hukum berupa badan hukum (rechts persoon). (2)

  "Badan hukum adalah suatu satuan tugas-tugas eksekutif perusahaan merupakan kewenangan Direksi; (3)

  Pengawasan harus dilaksanakan kepada keputusan yang sudah diambil (ex post

  facto) atau terhadap putusan-putusan yang -akan diambil (preventive basis);

  (4) Pengawasan bukan hanya sekadar menerima informasi dari Direksi RUPS, melainkan juga dapat mengambil tindakan-tindakan yang bersifat korektif;

  (5) Pengawasan tidak hanya sekadar menyetujui atau tidak menyetujui terhadap tindakan-tindakan yang memerlukan persetujuan Dewan Komisaris sebagai yang diperinci dalam anggaran dasar, tetapi pengawasan mencakup semua aspek bisnis dan aspek korporat dari perusahaan.

2. Pendirian Perseroan Terbatas

  Dalam proses pengajuan pendirian PT dibagi menjadi dua cara yakni pengajuan sendiri dan dikuasakan pada orang lain yang dalam hal ini adalah notaris. Secara umum apabila pengajuan pendiri PT yang pertama adalah dipenuhinya syarat minimal pendiri PT yakni 2 (dua) orang yang untuk kemudian diajukan pada notaris agar dibuatkan akta pendirian yang sepenuhnya menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi ketentuan yang mewajibkan Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih tidak berlaku bagi persero yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara; atau perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, dan lembaga lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pasar Modal.

  Akta pendirian yang diajukan selain memuat anggaran dasar juga berisi

  

  antara lain :

  a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan kewarganegaraan pendiri perseorangan, atau nama, tempat kedudukan dan

14 Kolier Haryanto, Op.Cit., hal. 34

  alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan; b. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama kali diangkat;

  c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan disetor. Dalam masalah saham, masing-masing dari pendiri PT wajib mengambil bagian saham pada saat Perseroan didirikan. Akan tetapi hal ini tidak berlaku apabila PT mengalami proses peleburan.

  Selain poin-poin tersebut diatas, hal lainnya yang perlu dicantumkan dalam akta pendirian ialah perbuatan hukum yang berkaitan dengan kepemilikan saham dan penyetorannya yang dilakukan oleh calon pendiri sebelum Perseroan didirikan. Jika hal perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dinyatakan dengan akta yang bukan akta otentik, akta tersebut dilekatkan pada akta pendirian. Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka perbuatan hukum tersebut tidak menimbulkan hak dan kewajiban serta tidak mengikat perseroan.

  Setelah semua proses pengajuan akta pendirian diatas terpenuhi, Persero masih belum berstatus badan hukum. Persero baru akan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan. Akan tetapi untuk memperoleh Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan tersebut harus diajukan diajukan terlebih dahulu melalui jasa teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri yang sebelumnya harus didahului dengan pengajuan nama Perseroan. Ada dua proses pengajuan untuk pengesahan badan hukum dari Menteri Hukum dan HAM yakni : 1) Pengajuan sendiri tanpa melalui notaris.

  Pengajuan untuk memperoleh Keputusan menteri tersebut jika dilakukan tanpa diwakilkan oleh notaris, maka proses adalah format isian permohonan kepada Menteri Hukum dan Ham tersebut sekurang-kurangnya memuat tentang : a. Nama dan tempat kedudukan Perseroan;

  b. Jangka waktu berdirinya Perseroan;

  c. Maksud dan tujuan serta kegiatan usaha Perseroan;

  d. Jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor; e. Alamat lengkap Perseroan.

  Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud diatas harus diajukan kepada Menteri Hukum dan HAM paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Apabila dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu tersebut, maka akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.

  Proses selanjutnya apabila format isian telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, maka Menteri Hukum dan Ham akan langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan secara elektronik. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana dimaksud, pemohon yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung. Apabila semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat 14 (empat belas) hari, Menteri Hukum dan Ham akan menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum Perseroan yang ditandatangani secara elektronik. Akan tetapi jika persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung tidak dipenuhi, Menteri Hukum dan Ham langsung memberitahukan hal tersebut kepada pemohon secara elektronik, dan pernyataan tidak berkeberatan akan gugur. Jika pernyataan tidak berkeberatan gugur, maka pemohon dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri.

  Akan tetapi jika setelah perseroan memperoleh status badan hukum dan kemudian pemegang saham menjadi kurang dari 2 (dua) orang, dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak keadaan tersebut pemegang saham yang bersangkutan wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau Perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

  2) Pengajuan melalui notaris yang telah dikuasakan Untuk mengajukan permohonan pengesahan badan hukum dari Menteri

  Hukum dan Ham melalui notaris, diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor : M-01-HT.01-10 Tahun 2007 yang dijabarkan prosesnya adalah sebagai berikut :

  1. Pengajuan permohonan pengesahan badan hukum perseroan dilakukan oleh Notaris sebagai kuasa pendiri

  2. Permohonan sebagaima dimaksud dalam poin pertama diajukan oleh notaris melalui sisminbakum dengan cara mengisi FIAN model I (Format Isian Akta Notaris untuk permohonan pengesahan status badan hukum perseroan) setelah pemakaian nama disetujui menteri atau pejabat yang ditunjuk dan dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud meliputi :

  a. Salinan akta pendirian perseroan dan salinan akta perubahan pendirian perseroan, jika ada.

  b. Salinan akta peleburan dalam hal pendirian perseroan dilakukan dalam rangka peleburan; c. Bukti pembayaran biaya untuk :

  1) Persetujuan pemakaian nama 2) Pengesahan badan hukum perseroan 3) Pengumuman dalam tambahan berita negara Republik Indonesia.

  d. bukti setor modal perseroan berupa : 1) Slip setoran atau keterangan bank atas nama perseroan atau rekening bersama atas nama para pendiri atau pernyataan telah menyetor modal perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan, jika setoran dalam bentuk uang.

  2) Keterangan penilaian dari ahli yang tidak terafiliasi atau bukti pembelian barang jika setoran modal dalam bentuk lain selain uang yang disertai pengumuman dalam surat kabar jika setoran dalam bentuk benda tidak bergerak,

  3) Peraturan pemerintah dan atau Surat Keputusan Menteri Keuangan bagi perseroan; atau 4) Neraca dari perseroan atau neracar daro badan usaha bukan badan hukum yang dimasukkan sebagai setoran modal.

  e. Surat keterangan alamat lengkap Perseroan dari Pengelola Gedung atau Surat pernyataan tentang alamat lengkap perseroan yang ditandatangani oleh semua anggota direksi bersama-sama semua pendiri serta semua anggota dewan komisaris perseroan.

  3. Jika FIAN dan keterangan mengenai dokumen pendukung telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Menteri atau pejabat yang ditunjuk langsung menyatakan tidak berkeberatan atas permohonan yang bersangkutan.

  4. Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat menyatakan tidak berkeberatan atau menolak permohonan yang dajukan. Pernyataan tidak berkeberatan atau penolakan sebagaimana dimaksud dilakukan langsung melalui Sisminbakum. Sisminbakum adalah Sistem Administrasi Badan Hukum yang merupakan sebuah jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam proses pengesahan badan hukum perseroan dan proses pemberian persetujuan perubahan anggaran dasar, penerimaan pemberitahuan perubahan anggaran dasar dan perubahan data perseroan serta pemberian informasi lainnya secara elektronik, yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.

  5. Dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pernyataan tidak berkeberatan, notaris yang bersangkutan wajib menyampaikan secara fisik surat permohonan yang dilampiri dokumen pendukung dan dibuktikan dengan tanda terima. Apabila persyaratan tentang jangka waktu dan kelengkapan dokumen pendukung tidak dipenuhi, menteri atau pejebat yang ditunjuk langsung memberitahukan hal tersebut kepada notaris melalui sisminbakum dan pernyataan tidak berkeberatan sebagaimana menjadi gugur.

  6. Jika notaris dapat membuktikan telah menyampaikan secara fisik permohonan yang dilampiri dokumen pendukung dalam batas waktu maka pernyataan tidak berkeberatan tidak menjadi gugur. Notaris dapat menyampaikan secara fisik surat kedua yang dilampiri dengan dokumen pendukung paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tangga pemberitahuan.

  7. Dalam hal pernyataan tidak berkeberatan gugur, pemohon dapat mengajukan kembali permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri dengan memperhatikan ketentuan batas waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani.

  8. Dalam hal permohonan untuk meperoleh keputusan menteri tidak diajukan dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, maka akta penderian batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.

  9. Jika semua persyaratan telah dipenuhi secara lengkap, paling lambat (7) hari, menteri atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan hukum perseroan.

  Jika di wilayah kerja dari notaris belum mempunyai jaringan elektronik maka permohonan pengesahan badan hukum dapat dilaksanakan secara manual dengan dilampiri dokumen pendukung dan surat keterangan dari Kepala Kantor Telekomunikasi setempat yang menyatakan bahwa wilayah kerja notaris yang bersangkutan belum terjangkau oleh fasilitas internet.

3. Modal Dan Saham Perseroan Terbatas

  Kata perseroan menunjuk kepada modal perseroan yang terbagi dalam sero atau saham. Sedangkan kata terbatas menunjuk kepada tanggung jawab yang terbatas dari sekutu pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang dimilikinya. Agar suatu perseroan berfungsi dengan baik, maka perseroan tersebut harus memiliki kekayaan sendiri. Kekayaan ini dimulai dengan perolehannya dari para pendiri yang telah mengambil saham dengan kewajiban untuk menyetor sejumlah uang sebesar nilai saham yang telah diambilnya itu. Karenanya pada setiap saham dicantumkan jumlah uang yang merupakan nilai nominal saham tersebut.keseluruhan dari jumlah nilai saham tersebut merupakan modal dasar perseroan. Dalam struktur modal perseroan, menurut UUPT dapat dibagi menjadi beberapa, yakni sebagai berikut :

  1. Modal dasar (maatschappelijk kapital atau gemeenschappelijk kapital) adalah modal maksimum dimana dapat dikeluarkan tanpa perubahan anggaran dasar dan tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Hukum dan HAM.

  2. Modal yang ditempatkan (geplaasts kapital), yaitu sejumlah modal dengan nilai nominal yang diambil para pendiri.

  3. Modal yang disetor (gestoort kapital) adalah modal yang telah di penuhi

   kewajiban penyetorannya.

  Dikatakan disini, bahwa modal awal pada saat perseroan didirikan, para pendiri sudah harus memenuhinya dan merekalah yang pertama kali yang memberikan modal pada perseroan yang didirikannya itu.

  Dalam peraturan lama ( pasal 50 dan 51 KUHD), para pendiri harus ikut serta dalam modal perseroan sekurang-kurangnya 20% pada saat perseroan didirikan dan 10% modal perseroan sudah harus disetor sebelum diperoleh pengesahan. Sedangkan berapa jumlah minimum modal dasar perseroan tidak ditentukan, begitu pula kapan batas waktu penyetoran penuh harus dilakukan oleh

15 Agus Budiarto, Seri Hukum Perusahaan : Kedudukan Hukun dan Tanggung Jawab

  Pendiri Perseroan Terbatas, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2009, hal 43 para pendiri yang mengambil saham juga tidak ditentukan, tetapi semua itu ditentukan dalam anggaran dasarnya.

  Sebaliknya, dalam UUPT ditentukan dengan tegas bahwa suatu perseroan terbatas harus mempunyai modal dasar minimum sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sebagaimana yang telah di tentukan dalam pasal 32 ayat (1). Dan modal tersebut, paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) sudah harus ditempatkan dan disetor penuh, seperti dinyatakan dalam pasal 33 ayat (1) UUPT.

  Hal yang terdapat didalam UUPT tersebut diatas adalah sangat penting artinya bagi eksistensi, kelangsungan hidup maupun pengembangan perseroan terbatas sebagai organisasi ekonomi. Sebab bagaimanapun juga modal merupakan sarana untuk meraih laba yang sebesar-besarnya yang nantinya akan dibagi-

   bagikan kepada pemegang saham dalam bentuk deviden.

  Dalam akta pendirian suatu perseroan terbatas pasti dicantumkan jumlah modal peseroan terbatas yang terbagi dalam saham-saham. Bila dilihat kembali Undang-Undang No. 15 Tahun 1995 didalam Pasal 24 ayat (2), maka terdapat 2 jenis saham, yakni sebagai berikut :

  1. Saham atas nama (op naam, registered stock) adalah saham yang nama pemiliknya sudah tertera didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari agar tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak, sebab pengalihannya memerlukan prosedur balik nama.

  2. Saham atas tunjuk (aan toonder, bearer stock) adalah saham yang tidak menyebut nama pemiliknya dan biasanya disebut sebagai saham blanko.

  Peralihannya tidak memerlukan proses balik nama, namun cukup dari tangan ke tangan, sebab saham ini melegitimasi pemegangnya sebagai pemilik, kecuali dibukikan terbalik.

  Menurut Rido (1988:21), bahwa saham itu mempunyai 3 (tiga) fungsi utama, yakni antara lain :

  1. Saham sebagai bagian dari modal. Dikatakan demikian, karena pada dasarnya saham itu merupakan modal, yang sering kali dibaca dalam akta pendirian 16 Ibid, hal 51 perseroan terbatas. Maka dpat dikatakan bahwa setiap saham merupakan bagian dari modal yang menjelma dalam harga saham.

  2. Saham sebagai tanda anggota. Setiap orang yang akan ikut serta ebagai anggota dalam kerja sama perseroan terbatas diwajibkan memberikan sejumlah uang sebagai inbreng ke dalam perseroan. Pemasukan inilah yang diperhitungkan dalam bentuk saham. Nominal uang pemasukan itu tercantum sama dalam saham. Dengan dimilikinya saham, menunjukkan bahwa orang tersebut adalah anggota yang disebut pesero dari perseroan terbatas dan sebagai bukti diberikanlah saham sebagai tanda anggota.

  3. Saham sebagai alat legitimasi. Artinya ialah, saham merupakan suatu surat yang menunjuk kepada pemegangnya sebagai orang yang berhak.

4. Organ Perseroan Terbatas Organ Perseroan terbatas terdiri pemegang saham, direksi, dan komisaris.

  Dalam PT (Pasal 1 ayat (2) UU No. 40). Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan sebagai berikut :

  1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) a.

  Pengertian RUPS Pengertian RUPS terdapat dalam Pasal 1 ayat 4 UU NO. 40 Tahun 2007 yang berbunyi sebagai berikut :

  Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar.

  Jika dilihat dari bunyi kalimat “mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris” maka apa yang dimaksud dalam pasal tersebut sebenarnya adalah RUPS dalam kekuasaannya tidak mutlak. Artinya, kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang kepada RUPS tidak berarti bahwa RUPS dapat melakukan lingkup tugas dan wewenang yang telah diberikan undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan komisaris. Kekuasaan yang yang dimiliki oleh RUPS hanya mengenai wewenang yang telah diberikan oleh undang-undang dan anggaran dasar kepada direksi dan dewan komisaris. Dengan demikian dapat disimpulkan pula bahwa direksi atau komisaris mempunyai wewenang yang tidak dipengaruhi oleh RUPS. Tugas, kewajiban, wewenang dari setiap organ termasuk RUPS sudah diatur secara mandiri di dalam UU No. 40 Tahun 2007. setiap organ diberi kebebasan untuk bergerak asal semuanya dilakukan demi tujuan dan kepentingan perseroan. Instruksi dari organ lain, misalnya RUPS dapat saja tidak dipenuhi oleh Direksi maupun Dewan Komisaris meskipun Direksi maupun Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS sebab pengangkatan Direksi maupun Dewan Komisaris oleh RUPS tidak berarti bahwa wewenang yang dimiliki Direksi maupun Dewan Komisaris bersumber dari pemberian kuasa dari RUPS melainkan wewenang yang ada pada Direksi maupun Dewan Komisaris adalah bersumber dari undang-undang dan anggaran dasar.

  Paham mengenai hal tersebut diatas disebut dengan paham institutional. Paham ini berpandangan bahwa ketiga organ PT masing-masing mempunyai kedudukan mandiri (otonom) dengan kewenangan sendiri-sendiri sebagaimana diberikan menurut undang-undang dan anggaran dasar tanpa wewenang organ

   yang satu boleh dikerjakan oleh organ yang lainnya.

  b. Tata Cara Penyelenggaraan RUPS Menurut Pasal 78 UU NO. 40 Tahun 2007 RUPS dibagi menjadi dua macam yakni :

  1.) RUPS Tahunan, yang diselenggarakan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun buku.

17 Rudhi Prasetyo, Kedudukan Mandiri dan Pertanggungjawaban Terbatas dari Perseroan Terbatas, Airlangga University Press, Surabaya, 1983, hal. 11.

  2.) RUPS lainnya, yang dapat diselenggarakan sewaktu-waktu berdasarkan kebutuhan dari persero.

  Selanjutnya guna kepentingan RUPS, direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham yang urainnya dalam Pasal 82 UU No. 40 Tahun 2007 sebagai berikut : (1)

  Pemanggilan RUPS dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum tanggal RUPS diadakan, dengan tidak memperhitungkan tanggal pemanggilan dan tanggal RUPS. (2)

  Pemanggilan RUPS dilakukan dengan Surat Tercatat dan/atau dengan iklan dalam Surat Kabar. (3)

  Dalam panggilan RUPS dicantumkan tanggal, waktu, tempat, dan mata acara rapat disertai pemberitahuan bahwa bahan yang akan dibicarakan dalam RUPS tersedia di kantor Perseroan sejak tanggal dilakukan pemanggilan RUPS sampai dengan tanggal RUPS diadakan. (4)

  Perseroan wajib memberikan salinan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada pemegang saham secara cuma-cuma jika diminta. (5)

  Dalam hal pemanggilan tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dan panggilan tidak sesuai dengan ketentuan ayat (3), keputusan RUPS tetap sah jika semua pemegang saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan tersebut disetujui dengan suara bulat.

  Bagi perseroan terbuka, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 83 UU No.

  40 Tahun 2007 sebelum pemanggilan RUPS dilakukan wajib didahului dengan pengumuman mengenai akan diadakan pemanggilan RUPS dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. Pengumuman tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum pemanggilan RUPS..

  2. Direksi

  a. Pengertian Direksi Menurut Pasal 1 ayat (5) UU No. 40 Tahun 2007, yang disebut dengan

  Direksi adalah : Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.

  Berdasarkan hal ini maka Direksi bertindak mewakili PT sebagai badan

   hukum.

  b. Tugas Direksi Untuk mengetahui tugas dari direksi harus dilihat dari anggaran dasar PT

  

  dan pada umunya berkisar pada hal-halk berikut : 1)

  Mengurus segala urusan perseroan 2)

  Menguasai harta perseroan 3)

  Dalam hubungannya dengan pihak ketiga, direksi masing-masing atau bersama-sama mempunyai hak mewakili perseroan mengenai hal-hal dalam bidang usaha yang menjadi tujuan perseroan. Direksi bertanggung jawab penuh mengenai pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan dari perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 4)

  Dalam hubungannya dengan harta kekayaan perseroan, Direksi harus mengurus dan menguasai dengan baik, menginventarisasi secara teliti dan cermat. Segala perbuatan hukum mengenai hak dan kewajiban perseroan dicatat dalam pembukuan sedemikian rupa sesuai dengan norma-norma pembukuan yang lazim.

  18 Nindyo Pramono, Sertifikasi Saham PT Go Publik dan Hukum Pasar Modal di Indonesia , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal. 87 19 Kolier Haryanto, Op.Cit., hal 56.

  3. Dewan Komisaris

  Pasal 1 ayat (6) : “Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.” Mengenai uraian lengkapnya tentang Dewan komisaris akan dijabarkan dalam pasal-pasal berikut : Pasal 108 (1) Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha

  Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. (2) Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan

  Perseroan. (3) Dewan Komisaris terdiri atas 1 (satu) orang anggota atau lebih. (4) Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. (5) Perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat atau Perseroan Terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris.

  Pasal 109 (1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib mempunyai Dewan Pengawas

  Syariah. (2) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi

  Majelis Ulama Indonesia.

  (3) Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.

  Pasal 110 (1) Yang dapat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang cakap melakukan perbuatan hukum, kecuali dalam waktu

  5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya pernah:

  a. dinyatakan pailit;

  b. menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu Perseroan dinyatakan pailit; atau c dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. (2) Ketentuan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi kemungkinan instansi teknis yang berwenang menetapkan persyaratan tambahan berdasarkan peraturan perundang-undangan. (3) Pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuktikan dengan surat yang disimpan oleh Perseroan.

  Pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 ayat (1) dan ayat (2) batal karena hukum sejak saat anggota Dewan Komisaris lainnya atau Direksi mengetahui tidak terpenuhinya persyaratan tersebut. Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak diketahui, Direksi harus mengumumkan batalnya pengangkatan anggota Dewan Komisaris yang bersangkutan dalam Surat Kabar dan memberitahukannya kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan.

  Anggota Dewan Komisaris diangkat oleh RUPS yang untuk pertama kali pengangkatan anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh pendiri dalam akta pendirian dengan jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Hal mengenai tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris serta tentang pencalonan anggota Dewan Komisaris. Diatur dalam anggaran dasar. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menentukan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, Direksi wajib memberitahukan perubahan tersebut kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut.

  Kewajiban dari Dewan Komisaris adalah bertanggung jawab atas pengawasan Perseroan dan setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Selain itu Dewan Komisaris juga wajib membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya, melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

B. Kepailitan

  Secara etimologi kepailitan berasal kari kata pailit, selanjutnya istilah “pailit” berasal dari bahasa Belanda faillit yang mempunyai arti ganda yaitu sebagai kata benda dan kata sifat. Istilah faillit sendiri berasal dari Perancis yaitu

  

faillite yang berarti pemogokan atau kemacetan pembayaran, sedangkan dalam

  Bahasa Inggris dikenal dengan kata to fail dengan arti sama, dan dalam bahasa latin disebut failire. Kemudian istilah kepailitan dalam pengertian hukum istilah mengandung unsur-unsur tersendiri yang dibatasi secara tajam, namun

  faillit

  definisi mengenai pengertian itu tidak ada dalam undang-undang. Selanjutnya istilah pailit dalam Bahasa Belanda adalah faillit, maka ada pula sementara orang yang menerjemahkan sebagai faillit dan faillissement sebagai kepailitan.

  Kemudian pada negara-negara yang berbahasa Inggris untuk pengertian

   pailit dan kepailitan mempergunakan istilah bankrupt dan bankruptcy.

  Menurut Munir Fuady yang dimaksud dengan pailit atau bangkrut adalah suatu sitaan umum atas seluruh harta debitor agar dicapainya perdamaian antara debitor dan para kreditor atau agar harta tersebut dapat dibagi-bagi secara adil di

   antara para kreditor.

  R. Subekti berpendapat bahwa kepailitan adalah suatu usaha bersama

   untuk mendapatkan pembayaran bagi semua orang yang berpiutang secara adil.

  H. M. N. Puwosutjipto berpendapat bahwa kepailitan adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peristiwa pailit. Pailit adalah keadaan

   berhenti membayar (utang-utangnya).

  Sedangkan dalam Black’s Law Dictionary pailit atau bankrupt adalah ”the

  

state or condition of a person (individual, partnership, corporation, municipality)

who is unable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes a

20 Viktor M. Situmorang dan Hendri Soekarso, 1993, Pengantar Hukum Kepailitan Indonesia , Rineka Cipta Jakarta, Halaman 18 21 22 Munir Fuady, 2002, Hukum Pailit, Citra Aditya Bakti, Bandung, Halaman 8 23 R.Subekti, 1995, Pokok-Pokok Hukum Dagang, Intermasa, Jakarta, Halaman 28 H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Dan Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia,

  Djambatan, Jakarta, Halaman 28

  

person against whom an voluntary petition has been filed, or who has been

   adjudged a bankrupt.

  Berdasarkan pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat dlihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan ketidakmampuan untuk membayar dari seseorang (debitor) atas utang-utangnya yang telah jatuh tempo, ketidakmampuan tersebut harus disertai dengan suatu tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh

   debitor sendiri maupun permintaan pihak ketiga.

  Di dalam kamus hukum dikemukakan bahwa pailit diartikan sebagai keadaan dimana seorang debitor telah berhenti membayar utang-utangnya. Setelah orang yang demikian atas permintaan para kreditornya atau permintaan sendiri oleh pengadilan dinyatakan pailit maka harta kekayaan dikuasai oleh balai harta peninggalan selaku curtirice (pengampu) dalam usaha kepailitan tersebut untuk

   dimanfaatkan oleh semua kreditor.

  Dalam Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 Pasal 1 ayat (1), bahwa Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang penguasaan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

  Syarat-Syarat Untuk Dinyatakan pailit

  Pasal 1 Undang-Undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 menyatakan sebagai berikut :

  24 25 Bryan A. Garner, 1999, Black Law’s Dictionary, West Group, St. Paul, Halaman 141.

  Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, 1999, Seri hukum Bisnis, Raja Grafndo Persada, Jakarta, Halaman 11 26 R. Subekti dan Tjitrosoedibyo, 1989 , Kamus Hukum , Pradnya Paramita, Jakarta, halaman 85.

  1. Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang- undang ini.

  2. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.

  3. Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau undang-undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.

  Dari ketentuan pasal 1 tersebut diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syarat- syarat yuridis agar suatu perusahaan dapat dinyatakan pailit adalah a)

  Adanya utang Istilah utang menurut pasal 1 UUK merujuk pada hukum perikatan dalam hukum perdata. Menurut pasal 1233 KUH Perdata, kewajiban atau utang timbul dari perjanjian atau undang-undang. Ada kewajiban untuk memberikan sesuatu, untk berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata). Bagi debitur, kewajiban tersebut adalah utang yang memberikan hak menagih kepada kreditur (tagihan/piutang). Kegagalan debitur untuk memenuhi kewajiban sebagaimana mestinya dapat menjadi dasar suatu permohonan kepailitan atau permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

  b) Minimal satu dari hutang sudah jatuh tempo

  Suatu utang jatuh waktu dan harus dibayar jika utang itu sudah waktunya untuk dibayar. Dalam perjanjian biasanya diatur kapan suatu utang harus dibayar. Jika dalam perjanjian tidak mengatur ketentuan mengenai jatuh tempo utang, maka dalam pasal 1238 KUH Perdata diatur bahwa pihak yang berutang dianggap lalai apabila ia dengan surat teguran telah dinyatakan lalai dan dalam surat tersebut debitur diberi waktu tertentu untuk melunasi utangnya.

  c) Minimal satu dari hutang dapat di tagih

  d) Adanya Debitur

  e) Adanya Kreditur

  f) Krediturnya lebih dari satu

  g) Pernyataan pailit dilakukan oleh Pengadilan Niaga

  h) Permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak yang berwenang, yaitu

  • Pihak Debitur -

  Satu atau lebih Kreditur

  • Jaksa untuk kepentingan umum
  • Bank Indonesi jika debiturnya adalah bank
  • Bapepam jika debiturnya adalah perusahan efek.

  i) Dan syarat-syarat yuridis lainnya yang disebutkan dalam Undang-Undang

  Kepailitan j) Apabila syarat-syarat terpenuhi, hakim ”menyatakan pailit”. Sehingga dalam hal ini kepada hakim tidak diberikan ruang untuk memberikan

  ”judgment” yang luas, sungguhpun limited defence masih dibenarkan, mengingat yang berlaku adalah prosedur pembuktian yang sumir (Pasal 6 ayat (3) UUK).

  

Pihak-Pihak Yang Dapat Mengajukan Permohonan Pailit dan Dinyatakan

Pailit

  Didalam Undang-Undang No.37 Tahun 2004 ditentukan pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit, yakni antara lain :

1. Debitor sendiri; 2.

  Seorang atau beberapa orang kreditor (Pasal 2 ayat (1); 3. Kejaksaan demi kepentingan umum (Pasal 2 ayat (2); 4. Bank Indonesia dalam hal menyangkut debitor yang merupakan bank

  (Pasal 2 ayat (3);

  5. BAPEPAM dalam hal menyangkut debitor yang merupakan Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (Pasal 2 ayat (4);

  6. Menteri keuangan dalam hal debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badab Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik.

  Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, bisa dijatuhi keputusan kepailitan. Debitur dsini dapat terdiri dari satu orang atau badan pribadi atau badan hukum.

  Pihak-pihak yang dapat dinyatakan pailit adalah :

  1. Orang perorangan Dalam hal ini baik laki-laki maupun perempuan dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan, baik yang sudah menikah maupun yang belum menikah. Namun ketetuan yang terdapat Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004 pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh debitur yang masih terikat dalam pernikahan yang sah, permohonan hanya dapat diajukan atas persetujuan suami atau istrinya. Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku apabila tidak ada persatuan harta.

  2. Perserikatan-perserikatan atau perkumpulan-perkumpulan yang bukan badan hukum seperti maatschap, firma dan perkumpulan komanditer.

  3. Perseroan-perseroan atau perkumpulan-perkumpulan yang berbadan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Yayasan.

  4. Harta peninggalan atau warisan dapat dinyatakan pailit oleh Hakim.

  Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 melalui Bab I Ketentuan Umum pada

  pasal 1 angka (11) menyebutkan bahwa setiap orang perseorang atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan hukum dalam likuidasi.

  Melalui ketentuan ini jelas bahwa setiap orang baik orang perseorangan atau korporasi termasuk korporasi yang berbentuk badan hukum maupun yang bukan badan hukum dalam likuidasi dapat mengajukan permohonan pailit dan dapat diajukan pailit.

Dokumen yang terkait

Due Diligence dalam Akuisisi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

5 99 110

Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 63 72

Penerapan Gugatan Class Action Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 67 124

Tanggung Jawab Dewan Komisaris Perseroan Terbatas Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Berdasarkan Undang-Undang RI No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan

0 44 146

Tinjauan Yuridis Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

1 54 141

Tinjauan Duty Of Loalty Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

2 51 107

Tanggung Jawab Direksi Dan Dewan Komisaris Dalam Pembagian Dividen Interim Berdasarkan UU NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 37 97

Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang - Kajian Yuridis Terhadap Koperasi Apabila Berubah Menjadi Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Penerapan Sifat Kolegialitas Dewan Komisaris Perseroan Dalam Kepailitan Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang NO. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

0 1 11