BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karya Sastra - Analisis Sosiologis Norma Sosial Dan Nilai Sosial Pada Buku نصائح من الامام على كرم الله و جهه الى الامراء / Nashā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi / The Best Advices of Sayyidina Ali fo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  2.1. Karya Sastra

  Dunia kesustraan mengenal prosa (prose) sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre lainnya. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih luas, ia dapat mencakup berbgai karya tulis yang ditulis dalam bentuk prosa, bukan dalam bentuk puisi atau drama. Prosa dalam pengertian ini tidak hanya terbatas pada tulisan yang digolongkan sebagai karya sastra, melainkan juga berbagai karya nonfiksi (Nurgiyantoro, 1998: 1-2).

  Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur yang dimaksud antara lain, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa, dan lain-lain. Dalam hal ini peneliti mengambil tema sosiologis Sayyidina Ali yang sesuai dengan pandangan hidup, visi, falsafah, ideologi yang berpengaruh terhadap karya sastra yang ditulis. Dan unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu sendiri, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra (Nurgiyantoro, 1998: 23-24).

  Sebagaimana halnya unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur. Unsur yang dimaksud Warren (dalam Nurgiyantoro, 1998 : 24) antara lain adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra.

  Sastra dan masyarakat memiliki keterkaitan yang saling berhubungan. Misalnya, bagaimana sastra mempengaruhi sikap mereka keseharian dengan menganalisa sistem masyarakat yang berlaku dalam kehidupan mereka.

  Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu (Luxemburg dkk, 1982: 23).

  2.2. Pendekatan Sosiologis

  Pendekatan sosiologis, seperti halnya pendekatan kesejarahan, sangat mempersoalkan hal-hal yang berada di luar tubuh karya sastra, seperti latar belakang pengarang, fungsi sastra terhadap masyarakat, masalah pembaca, lingkungan sosial yang melingkari kehidupan sastra, dan lain-lain. Pendekatan sosiologis dalam sejarah awal kemunculannya memandang sastra sebagai cermin sejarah, terutama sejarah perkembangan ekonomi dan tekhnologi, serta sejarah pertentangan kelas. Segala jenis aktivitas kehidupan masyarakat, seperti budaya, ekonomi, dan industri (Semi, 1993: 73).

  Dalam perkembangan lanjutan, pendekatan sosiologis dimanfaatkan untuk mengkaji latar belakang kehidupan penulis : tentang falsafah yang dianut, idiologi, pendidikan, pemikiran, visi kepengarangan ; juga mengkaji tentang masyarakat yang memiliki karya sastra; tentang resepsi masyarakat, penerimaan masyarakat terhadap karya sastra (Semi, 1993: 74).

  Hoult (Narwoko dan Suyanto, 2010), mengatakan bahwa sosiologi bisa dikatakan ilmu tersendiri, karena disiplin intelektual yang secara khusus, sistematis dan terandalkan mengembangkan pengetahuan tentang hubungan sosial manusia pada umumnya dan tentang produk dari hubungan tersebut. Singkat kata, sosiologi tidak hanya merupakan suatu kumpulan subdisiplin segala bidang kehidupan, melainkan merupakan studi tentang masyarakat.

  Adapun Laurenson dan Swingewood (Endaswara, 2008), mengatakan kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra. Hal ini dapat dipahami, karena sosiologi objek studinya tentang manusia dan sastra pun demikian. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakatnya. Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu teks antara pengarang dan sosial yang membentuknya.

  Dari penjelasan tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa sosiologi lebih fokus pada ilmu yang mempelajari hubungan antara sesama manusia dalam lingkup masyarakat yang dibentuknya. Sosiologi sastra memiliki landasan masing-masing, baik sosiologi ataupun sastra sama-sama membicarakan manusia dalam lingkup masyarakat tetapi bedanya sosiologi merupakan ilmu yang objektif dan rasional, sedangkan sastra lebih kepada hal yang berupa imajinatif dan subjektif. Pada dasarnya sosiologi sastra memberikan perhatian pada kaitan antara unsur kemasyarakatan yang ada dalam karya sastra. Tujuan sosiologi sastra adalah pemahaman tentang sastra yang berkaitan dengan masyarakat dan menjelaskan bahwa imajinasi tidak berlawanan dengan kenyataan.

  Dalam hal ini peneliti menganalisis teks sastra, yaitu menjelaskan norma sosial dan nilai sosial yang terdapat dalam Buku / The Best

  ءﺍﺮﻣﻻﺍ ﻲﻟﺍ ﻪﻬﺟ ﻭ ﷲ ﻡﺮﻛ ﻲﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻦﻣ ﺡءﺎﺼﻧ Advices of Sayyidina Ali for Leader/Na

  ṣā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al- umarāi/Nasihat-Nasihat Imam Ali r.a. kepada Negarawan.

2.3. Pengertian Norma Sosial dan Nilai Sosial

  Suatu ciri yang khas di dalam masyarakat manusia adanya sistem komunikasi simbolik antara para warga masyarakat dan disampaikan kepada orang lain. Apa yang dibayangkan sebagai suatu keharusan adalah selalu sesuatu yang dalam kenyataan merupakan sesuatu yang betul ada. Norma atau keharusan selalu dipertimbangkan dalam kenyataan dan mempertimbangkan pula segala kemungkinan-kemungkinan yang ada sesuai fakta. Orang tidak akan mungkin diwajibkan melakukan tindakan yang tidak dikerjakan pada umumnya. Walaupun semua norma tidak lain adalah konstruksi imajinasi dan dipengaruhi daya kreatif, namun norma-norma ini sebagai norma, atau keharusan yang bertujuan merealisasikan imajinasi ke dalam wujud konkret dalam kenyataan dan paham betul tentang realita dan fakta. Jika tidak, maka tidak akan ada efeknya dalam kenyataan (Narwoko-Suyanto, 2010: 43-44).

  Nilai adalah suatu bagian penting dari kebudayaan. Suatu tindakan dianggap sah artinya secara moral dapat diterima kalau harmonis dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat dimana tindakan itu dilakukan. di dalam masyarakat yang terus berkembang, kebiasaan dan tata kelakuan masyarakat ikut berubah seiring berubahnya nilai- nilai yang diyakini masyarakat (Narwoko-Suyanto, 2010: 55-56).

2.3.1. Norma Sosial

  Dalam kehidupan sosial, manusia tidak hanya dalam bentuk wujud prilaku dan hubungan antar manusia saja tetapi ada juga dalam bentuk sistem keharusan yang disebut norma. Norma adalah aturan untuk melakukan sesuatu (Kamus Pintar Bahasa Indonesia, 2002).

  Setiap individu dalam kehidupan sehari-hari melakukan interaksi dengan individu atau kelompok lainnya. Interaksi sosial mereka juga senantiasa didasari oleh adat dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Masyarakat menginginkan hidup aman, tentram dan damai tanpa gangguan, maka bagi tiap manusia perlu adanya suatu “tata”. Tata itu berwujud aturan- aturan yang menjadi pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup, sehingga kepentingan masing-masing dapat terpelihara dan terjamin. Tata itu lazim disebut kaidah (berasal dari bahasa Arab) atau norma (berasal dari bahasa Latin) atau ukuran-ukuran (Priyanto dkk, 2008: 4).

  Di dalam masyarakat manusia selalu ada, apa yang disebut double reality. Di satu pihak ada sistem fakta, yaitu sistem yang tersusun atas segala apa yang ada dalam kenyataan ada, dan di pihak lain ada sistem normatif, yaitu sistem yang berada di dalam mental yang membayangkan segala apa yang seharusnya ada. Sebagai norma, atau keharusan, yang bertujuan merealisasi imajinasi mental ke wujud konkret dalam kenyataan haruslah memahami betul alam realita dan fakta. Sistem normatif bertujuan mencapai suatu hasil perwujudan di alam kenyataan, maka norma itu pun selalu terus menerus berorientasi kepada dan dimodifikasi oleh segala fakta pada kenyataan (Narwoko dan Suyanto, 2010: 43-44).

  Dalam Narwoko dan Suyanto (2010: 48) dibedakan norma-norma sosial antara lain menjadi apa yang disebut folkways, mores, dan hukum.

  • Folkways ini berarti tata cara (ways) yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh rakyat kebanyakan (folk). Folkways dimaksudkan untuk menyebutkan seluruh norma-norma sosial yang terlahir dari adanya pola-pola prilaku yang selalu diikuti oleh orang-orang kebanyakan dalam kehidupan kesehariannya yang diangap lazim serta menjadi sebuah kebiasaan.
  • Mores, sering dirumuskan di dalam bentuk negatif, berupa sebuah larangan keras.

  Mores adalah segala norma yang secara moral dipandang benar. Mores tidak

  memerlukan dasar pembenaran, karena mores itu sendiri adalah sesuatu yang sungguh-sungguh bernilai benar, dan tidak dapat diganggu gugat.

  • Hukum, dalam kenyataanya tidak semua masyarakat dapat menegakkan ketertiban secara apa yang yang dlakukan di dalam masyarakat, di samping adanya folkways dan mores, diperlukan pula adanya kaidah lain yang lazim disebut hukum. Hukum bersifat formal dan berprosedur sehingga memaksa untuk mentaatinya sesuai dengan kaidah sosial yang berlaku dengan nama badan peradilan. Berikut contoh dari Norma Sosial yang terdapat dalam buku

  ﻡﺭﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻥﻣ ﺢﺋﺎﺻﻧ /

  / Na

  The

  ṣ ā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi ءﺍﺭﻣﻻﺍ ﻰﻟﺍ ﻪﻬﺟ ﻭ ﷲ

  Best Advices of Sayyidina Ali for Leader/Nasihat-Nasihat Imam Ali r.a. kepada Negarawan pada halaman 18

  ﺱ ﺎﻨﻟﺍ ﻒﺼﻧﺍ ﻭ ﻝ ﺪﻌﻟﺍ ﺍﻮﻣﺮﺘﺣﺍ ﻻﺍ ﻚﻧﺎﻓ ﻚﺘﻴﻋ ﺭ ﻦﻣ ﻪﻴﻓ ﻯ ﻮﻫ ﻚﻟ ﻦﻣ ﻭ ﻚﻠﻫﺍ ﺔﺻﺎﺧ ﻦﻣ ﻭ ﻚﺴﻔﻧ ﻦﻣ ﺱ ﺎﻨﻟﺍ ﻒﺼﻧﺍﻭ ﷲ ﻒﺼﻧﺍ

ﺎﺑﺮﺣ ﷲ ﻥﺎﻛﻭ ﻪﺘﺠﺣ ﺺﺧ ﺩﺍ ﷲ ﻪﻤﺻﺎﺧ ﻦﻣﻭ ﻩﺩﺎﺒﻋ ﻥﻭﺩ ﻪﻤﺼﺧ ﷲ ﻥﺎﻛ ﷲ ﺩ ﺎﺒﻋ ﻢﻠﻅ ﻦﻣ ﻭ ﻢﻠﻈﺗ ﻞﻌﻔﺗ

ﺏﻮﺘﻳ ﻭﺍ ﻉﺰﻨﻳ ﻯ ﺖﺣ

  ﺓﻮﻋﺩ ﻊﻤﺴﻳ ﷲ ﻥﺎﻓ ﻢﻠﻅ ﻰﻠﻋ ﺔﻣﺎﻗﺍ ﻦﻣ ﻪﺘﻤﻘﻧ ﻞﻴﺠﻌﺗﻭ ﷲ ﺔﻤﻌﻧ ﺮﻴﻴﻐﺗ ﻰﻟﺍ ﻰﻋﺩﺍ ءﻲﺷ ﺲﻴﻟﻭ ﺩ ﺎﺻﺮﻤﻟﺎﺑ ﻦﻴﻤﻟﺎﻈﻠﻟ ﻮﻫﻭ ﻦﻴﻣ ﻮﻠﻈﻤﻟﺍ

  I ḥtarimū al-a’dla wa anṣifi an-nāsa

  An ṣifi Allāha wa anṣifi an-nāsa min nafsika wa min khaṣṣati ahlika, wa man laka hawā fῑhi min rai’yyatika, fainnaka illa taf a’l taẓlim, wa man ẓalama i’bāda Allāhi kāna Allāhu khaṣmahu dūna i’bādihi, wa man khaṣmahu Allāhu ad-khasa ḥujjatahu, wa kāna lillāhi ḥarban ḥattā yanzia’ aw yatūba Wa laysa syay ‘un ad ā’ ilā tagyῑri ni’mata Allāhi wa ta’jῑli niqmatihi min iqāmatin a’lā ẓulmin, fa‘inna Allāha yasmau’ da’wata al-maẓlumῑna, wa huwa li aẓ-ẓalimῑna bi al-mir

  ṣādi

  Hormati Keadilan dan Hak Asasi Taatilah hak-hak Allah dan hak-hak orang lain dan ajaklah keluarga dan teman-teman serta rakyatmu untuk melakukan hal yang sama. Dan bila yang terjadi adalah sebaliknya, maka kau sudah berbuat zalim, pada dirimu sendiri juga kepada kemanusiaan. Pada saat itu, bukan hanya manusia, tapi juga Allah menjadi musuhmu.

  Siapa yang bagi Allah menjadi musuh, maka dia akan jatuh. Sampai akhirnya ia merasakan dosanya begitu dalam dan memohon dengan sangat ampunan dari-Nya Tidak ada yang lebih bisa mengubah nikmat Allah dan mempercepat azab-Nya selain tindakan zalim. Sesungguhnya Allah mendengar doa orang-orang yang terzalimi dan Dia Maha Mengawasi orang-orang yang berbuat zalim Dari nasehat tersebut di atas yang termasuk dalam kategori folkways yaitu mengajak seluruh masyrakat baik itu keluarga ataupun teman untuk memberikan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada orang yang tepat, begti juga kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya. Sesuai dengan pengertian yang telah disebutkan sebelumnya folkways merupaka kebiasaan yang diikuti oleh orang kebanyakan yang sesuai dengan norma sosial yang ada.

  Adapun kalimat yang menunjukkan mores yaitu jangan pernah mengambil hak orang lain yang bukan hak sendiri karena bukan hanya manusia yang membenci tetapi Allah juga sangat tidak mengizinkan siapa pun untuk melakukan hal tersebut tanpa terkecuali, bukan hanya balasan di dunia yang di dapat bahkan di akhirat mendapatkan hukuman setimpal dari Allah. Hal ini sesuai dengan pengertian dari Mores, merupakan sebuah larangan keras dan kebenarannya tidak dapat diganggu gugat.

  Kemudian yang menunjukkan hukum yaitu tidak ada satu pun yang bisa merubah kehendak dari Allah baik itu nikmat atau adzab sekalipun dan tindakan yang zalim ataupun merusak tidak diperbolehkan karena dapat mengakibatkan kerugian , Allah mendengar do’a bagi siapa pun yang mengharapkan pertolongan dan lindungan pada-Nya. Hal tersebut sesuai dengan pengertian dari hukum yakni kewajiban untuk mentaati dan adanya sanksi bagi yang melanggar.

  Menurut Kluckhon (tanpa tahun), Norma Sosial dilihat dari sumbernya yaitu 1) Norma agama, yakni ketentuan hidup yang bersumber dari ajaran agama (wahyu dan revelasi) 2) Norma kesopanan, ketentuan hidup yang berlaku dalam interaksi sosial masyarakat 3) Norma kesusilaan, ketentuan yang bersumber pada hati nurani,moral,atau filsafat hidup.

  4) Norma hukum, ketentuan tertulis yang berlaku dari kitab undang-undang suatu negara Fungsi Norma Sosial yaitu

  a) Sebagai pedoman atau patokan perilaku pada masyarakat

  b) Merupakan wujud konkret dari nilai yang ada di masyarakat

  c) Suatu standar atau skala dari berbagai kategori tingkah laku masyarakat .

  2.3.2. Nilai Sosial

  Young (tanpa tahun) berpendapat bahwa nilai sosial adalah asumsi abstrak dan sering tidak disadari tentang apa yang benar dan apa yang tidak penting (http:/www.defenisi-

  pengertian.blogspot.com/2010/01/penertian-nilai-dan-nilai-sosial.html)

  Nilai pada hakikatnya mengarahkan prilaku dan pertimbangan seseorang, tetapi tidak menghakimi apakah sebuah prilaku tertentu itu salah atau benar. Nilai adalah suatu bagian penting dalam kebudayaan, suatu tindakan dianggap sah, artinya secara moral dapat diterima kalau sesuai dengan nilai-nilai yang disepakati dan dijunjung oleh masyarakat. Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa akan ikut berubah. Pergeseran tersebut dapat mempengaruhi folkways dan mores (Narwoko dan Suyanto, 2010: 55).

  .

  2.3.3. Ciri-ciri Nilai Sosial

  Menurut Hulky (dalam Basrowi, 2005: 81), ada beberapa ciri-ciri Nilai Sosial yaitu 1. Nilai merupakan konstruksi masyarakat yang tercipta melalui interaksi di antar para anggota masyarakat. Nilai tercipta secara sosial, bukan secara biologis atau bawaan sejak lahir.

  2. Nilai sosial ditularkan. Nilai yang menyusun sistem nilai diteruskan dan ditularkan di antara anggota-anggota dan diteruskan dari satu grup ke grup lainnya dalam suaru masyarakat melalui berbagai macam proses sosial dan dari satu masyarakat serta kebudayaan ke lainnya melalui akulturasi, difusi, dan sebagainya.

  3. Nilai dipelajari. Nilai dicapai dan bukan bawaan lahir melalui proses belajar dalam keluarga melalui sosialisasi.

  4. Nilai memuaskan manusia dan mengambil bagian dalam usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan sosial.

  5. Nilai merupakan asumsi-asumsi abstrak di mana terdapat konsensus sosial tentang harga relatif dari objek dalam masyarakat.

  6. Nilai cenderung berkaitan satu dengan yang lain secara komunal untuk membentuk pola-pola dan sistem nilai dalam masyarakat.

  7. Sistem-sistem nilai bervariasi antara kebudayaan satu dengan yang lain, sesuai dengan harga relatif yang diperlihatkan oleh setiap kebudayaan terhadap pola-pola aktvitas dan tujuan serta sasarannya.

2.3.4. Sumber Nilai Sosial

  Sumber – sumber nilai sosial adalah sebagai berikut :

  a) Tuhan

  Sebagian besar nilai sosial yang dimiliki masyarakat bersumber dari Tuhan. Nilai sosial ini disampaikan melalui ajaran – ajaran agama. Nilai – nilai sosial dari Tuhan memberikan pedoman cara bersikap dan bertindak bagi manusia. Contoh nilai tentang hidup sendiri, kejujuran, dll. Para ahli menyebut nilai yang bersumber dari Tuhan sebagai nilai Theonom.

  b) Masyarakat Ada juga nilai sosial yang berasal dari kesepakatan sejumlah anggota masyarakat.

  Nilai sosial yang berasal dari kesepakatan banyak orang ini disebut nilai Heteronom. Contoh pancasila yang berisi ajaran nilai sosial yang harus dipedomani oleh seluruh warga Negara Indonesia.

  c) Individu

  Nilai sosial juga bias bersumber dari rumusan seseorang. Orang itu merupakan suatu nilai, kemudian nilai tersebut dipakai masyarakat sebagai acuan bersikap dan bertindak. Nilai sosial yang berasal dari individu disebut nilai Otonom. Contoh konsep triad politica yang dirumuskan oleh J.J. Rousseau

2.3.5. Fungsi Nilai Sosial

  Fungsi nilai sosial adalah: 1. Sebagai petunjuk arah bertindak dan bersikap.

  2. Sebagai pemandu serta pengontrol sikap dan tindakan manusia.

  3. Sebagai motivator

  Berikut contoh dari Nilai Sosial yang terdapat dalam buku

  ﷲ ﻡﺭﻛ ﻰﻠﻋ ﻡﺎﻣﻻﺍ ﻥﻣ ﺢﺋﺎﺻﻧ Na

  The

  ṣ ā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi / ءﺍﺭﻣﻻﺍ ﻰﻟﺍ ﻪﻬﺟ ﻭ /

  Best Advices of Sayyidina Ali for Leader/Nasihat-Nasihat Imam Ali r.a. kepada Negarawan pada halaman 24

  ﻚﺘﻴﻋﺮﺑ ﻦﺴﺣﺍ ﻭ ﺕﺎﻧ ﻭﺋﻣﻟﺍ ﻪﻔﻳﻔﺧﺗﻭ ﻡﻬﻳﻟﺍ ﻪﻧ ﺎﺳﺣﺍ ﻥﻣ ﻪﺗﻳﻋﺭﺑ ﻝ ﺍﻭ ﻥﻅ ﻥﺳﺣ ﻰﻟﺍ ﻰﻋﺩﺎﺑ ءﻲﺷ ﺱﻳﻟ ﻪﻧﺍ ﻡﻠﻋﺍﻭ ﻥﻅﻟﺍ ﻥﺳﺣ ﻪﺑ ﻙﻟ ﻊﻣﺗﺟﻳ ﺭﻣﺍ ﻙﻟﺫ ﻲﻓ ﻙﻧﻣ ﻥﻛﻳﻠﻓ ﻡﻬﻠﺑﻗ ﻪﻟ ﺱﻳﻟ ﺎﻣ ﻰﻠﻋ ﻡﻫﺎﻳﺍ ﻪﻫﺍﺭﻛﺗﺳﺍ ﻙﺭﺗﻭ ﻡﻬﻳﻠﻋ ءﺎﺳ ﻥﻣ ﻕﺣﺍ ﻥﺍ ﻭ ﻩﺩﻧﻋ ﻙﺅﻼﺑ ﻥﺳﺣ ﻥﻣ ﻕﺣﺍ ﻥﺍ ﻭ ﻼﻳﻭﻁ ﺎﺑﺻﻧ ﻙﻧﻋ ﻊﻁﻘﻳ ﻥﻅﻟﺍ ﻥﺳﺣ ﻥﺎﻓ ﻙﺗﻳﻋﺭﺑ

  ﻩﺩﻧﻋ ﻙﺅﻼﺑ ءﺎﺳ ﻥﻣﻟ ﻪﺑ ﻙﻧﻅ

   Wa a

  ḥsin bi ar-rai’yyatika Wa a’lam annahu laysa syay ‘un bi ‘adā’ ilā ḥusni ẓanni walin bi rai’yyatihi min i ḥsanihi ilayhim, wa takhfῑfihi al-mu’ mināti a’layhim, wa tarki istikrāhihi iyyāhum a’lā mā laysa lahu qablahum, falyakun minka fῑ żalika amru yajtamiu’ laka bihi ḥusnu aẓ-ẓanni bi rai’yyatika, fainna ḥusna aẓ-ẓanni yaq ṭau’ a’nka naṣban ṭawilan, wa anna ahaqqa man ḥasuna balā ’uka i’ndahu, wa inna ahaqqa man sā ’a ẓannuka bihi li man sā ’a balā ’uka i’ndahu

  Tanamkan Kebaikan pada Rakyatmu Ingatlah bahwa rasa percaya antara pemimpin dan yang dipimpin, hanya akan timbul karena adanya kebaikan, keadilan, serta pelayanan. Oleh sebab itu, tanamlah kebaikan pada semua orang, karena niat baik mereka saja sudah akan meringankan bebanmu. Kebaikanmu terhadap mereka akan menghasilkan kepercayaan mereka terhadapmu. Sementara sikap kasarmu justru akan menimbulkan kebencian mereka

  Dari nasehat tersebut di atas yang menjelaskan tentang nilai sosial adalah memberikan kebaikan pada masyarakat dan menumbuhkan rasa kepercayaan serta kenyamanan pada masyarakat pada pemimpin. Sehingga akan menciptakan keadilan dan memberikan pelayanan terbaik pada mereka dengan niat yang tulus, jangan sekalipun kasar terhadap mereka hanya akan menimbulkan kebencian di anatar mereka terhadap pemimpin.

Dokumen yang terkait

Analisis Sosiologis Norma Sosial Dan Nilai Sosial Pada Buku نصائح من الامام على كرم الله و جهه الى الامراء / Nashā iḥu min al-imāmi a’lῑ karama Allāhu wajhahu ilā al-umarāi / The Best Advices of Sayyidina Ali for Leader / Nasehat-Nasehat Imam Ali r.a kep

0 36 62

Analisis Makna Harf Jar ila / إلى / Pada Surah Ali ‘Imrān dan Yūsuf

20 90 74

Diskursus Nilai Sosial Pada Gurindam Duabelas Pasal Tujuh (Analisis Hermeneutika Jurgen Habermas Tentang Diskursus Nilai Sosial Pada Gurindam Duabelas Pasal Tujuh Karya Raja Ali Haji)

2 31 62

Nilai dan Norma Sosial

0 4 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Ekonomi Pembangunan - Analisis Evaluasi Kinerja Pembangunan Ekonomi Kabupaten / Kota Pemekaran Di Sumatera Utara

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gerakan Sosial - Gerakan Perlawanan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka

0 2 18

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep 2.1.1 Konflik Sosial - Analisis Konflik Sosial Dalam Novel Seteguk Air Zam-Zam Karya Maulana Syamsuri

0 2 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu - Analisis Makna Gramatikal Kata الصبر / Aṣ-ṣabru/‘sabar’/Dalam Al-Qur’an.

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aluminium - Pengaruh Penambahan Magnesium / Aluminium berongga terhadap sifat mekanis bahan rendah bising

0 1 20

BAB I PENDAHULUAN - Nilai Ekstrinsik Dalam Cerita Anak القنبرة و الفيل / Al-Qunburatu Wa Al-Fīlu/ “Burung Dan Gajah” Pada Kitab Kalilah Wa Dimnah Li Al-AṬfᾹlkarya Ibnu MuqaffaNilai Ekstrinsik Dalam Cerita Anak القنبرة و الفيل / Al-Qunburatu Wa Al-Fīlu/ “B

0 0 5