TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah

  

TINJAUAN PUSTAKA

Survei dan Pemetaan Tanah

  Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford adalah peninjauan secara umum, melihat-lihat atau memikirkan tentang sesuatu; inspeksi kondisi tentang sesuatu. Survei menurut Webster adalah belajar secara menyeluruh (general study), belajar secara komprehensif atau pengujian.

  Sedangkan menurut ITC-UNESCO, survei adalah uraian keseluruhan dari aktivitas dan proses (dalam Van den Broek, 1981), termasuk di dalamnya adalah sebagai berikut.

  Perumusan tujuan (pelaksanaan survei khusus atau spesifikasi survei)

  • Prosedur perencanaan (perencanaan proyek survei)
  • Kompilasi data dan ekstraksi informasi (dengan jalan analisis dan
  • manipulasi data)
  • (Abdulah, 1992).

Penyajian informasi (dalam bentuk peta, laporan dan sebagainya)

  Survei tanah adalah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, memplot batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempengaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan (Rayes, 2007).

  Tujuan utama survei tanah adalah (1). Membuat semua informasi spesifik yang penting tentang tiap-tiap macam tanah terhadap penggunaannya dan sifat- sifat lainnya sehingga dapat ditentukan pengelolaanya, (2). Menyajikan uraian satuan peta sedemikian rupa sehingga dapat diinterpretasikan oleh orang-orang yang memerlukan fakta-fakta mendasar tentang tanah (Hakim, dkk. 1986).

  Dalam survei tanah dikenal 3 macam metode survei, yaitu metode grid (menggunakan prinsip pendekatan sintetik), metode fisiografi dengan bantuan interpretasi foto udara (menggunakan prinsip amalitik), dan metode grid bebas yang merupakan penerapan gabungan dari kedua metode survei. Biasanya dalam metode grid bebas, pemeta ‘bebas’ memilih lokasi titik pengamatan dalam mengkonfirmasi secara sistematis menarik batas dan menentukan komposisi satuan peta (Rayes, 2007).

  Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran permukaan bumi (termodiology geodesi) dengan menggunakan cara atau metode tertentu sehingga didapatkan hasil berupa softcopy maupun hardcopy (Tamtomo, dalam Sianturi 2008). Tujuan pemetaan adalah melakukan pengelompokan tanah ke dalam satuan-satuan peta tanah yang masing-masing mempunyai sifat-sifat yang sama. Masing-masing satuan peta diberi warna yang sedapat mungkin sesuai dengan warna tanah yang sebenarnya. Disamping itu dicantumkan pula simbol-simbol atau nomor urutnya untuk memudahkan pembacaannya. Walaupun demikian batas-batas persamaan tersebut sudah barang tentu dibatasi oleh ketelitian (skala) dari peta-peta tersebut (Hardjowigeno, 2007).

  Menurut Hardjowigeno (2007) untuk dapat menghasilkan peta tanah yang baik perlu dilakukan survai tanah yang cermat dan teliti daik dari segi kartografik maupun dalam segi klasifikasi tanahnya. Pengamatan-pengamatan di lapang harus dilakukan dengan teliti dan penggambaran titik-titik pengamatan ke dalam peta harus tepat. Pengamatan yang baik di lapang tetapi salah melatakkan atau menggambarkan dalam peta akan menghasilkan peta tanah yang salah yang tidak bermanfaat untuk digunakan. Oleh karena itu, untuk dapat menghasilkan peta tanah yang baik dan benar diperlukan persiapan, pelaksanaan lapang, dan pengolahan data yang sebaik-baiknya. 1). Persiapan

  Tahap persiapan merupakan tahap studi pustaka, yaitu meneliti dan mengkaji pustaka yang telah ada tentang keadaan tanah di daerah tersebut.

  Dengan demikian gambaran kasar tentang daerah yang akan diteliti telah didapat. Dalam tahapan ini berbagai data perlu diteliti terutama: peta topografi, peta geologi, iklim hidrologi, pola drainase, penggunaan tanah dan tataguna hutan kesepakatan, penduduk dan sarana angkutan (komunikasi) dll. 2). Survei Pendahuluan

  Survei pendahuluan bertujuan mempersiapkan survei utama yang akan dating di lokasi survei.

  3). Survei Utama Merupakan kegiatan utama di lapang dalam program survai dan pemetaan tanah ini. Tugas survai utama adalah melakukan identifikasi jeni-jenis tanah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi kemampuan lahan (seperti lereng, keadaan batu, bahaya banjir, dan sebagainya), serta menentukan penyebarannya di daerah tersebut.

  Survei dan pemetaan tanah tidak hanya dapat memberikan gambaran tentang macam tanah yang dijumpai, tetapi harus dapat menggambarkan secara tepat dimana tanah tersebut dijumpai. Hal ini tidak berarti bahwa tanah yang dijumpai haruslah homogen, melainkan harus dapat menggambarkan bahwa pada suatu poligon yang dicantumkan dalam satuan peta tanah dapat diketahui satuan tanah utama (yang mendominasi) dan satuan peta tanah pendamping (Foth, 1994).

  Peta tanah adalah peta yang menggambarkan sebaran jenis-jenis tanah disuatu tempat. Peta tanah dilengkapi dengan legenda yang secara singkat menerangkan sifat-sifat tanah dan masing-masing satuan peta. Satuan peta tanah (soil mapping unit) tersusun atas unsur-unsur yang pada dasarnya merupakan kesatuan dari tiga satuan, yakni satuan tanah, satuan bahan induk, dan satuan wilayah. Perbedaan satuan peta dalan berbagai kategori peta tanah terlerak pada ketelitian masing-masing unsur satuan petanya. Penggunaan tiga unsur tersebut bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas tentang keadaan tanah dan sebarannya disuatu wilayah. Sementara ini, terutama di Indonesia, peta tanah dibuat untuk kepentingan pertanian, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk dapat dimanfaatkan dibidang lain, seperti bidang keteknikan (pembuatan jalan, pembuatan saluran, penampung limbah industry, permukiman tempat pembuangan sampah, dan lain-lain) (Sutanto, 2005).

  Menurut Hakim, dkk (1986) survei tanah berdasarkan tujuannya (yang akan menentukan intensitas pengamatan) dapat dibedakan atas 6 macam, yaitu peta tanah bagan, eksplorasi, tinjau, semi-detail, detail dan sangat detail (tabel 1). Masing-masing peta tersebut memiliki skala peta yang berbeda-beda. Tabel 1. Macam-macam Peta Tanah berdasarkan Skala Peta

  Macam Peta Skala Luas tiap 1 cm2 pd peta Kerapatan pengamatan rata-rata Satuan peta dan Satuan tanah Contoh penggunaan Kisaran Umumnya

  Perencanaan tingkat nasional, untuk menentukan penelitian secara terarah, materi pendidikan . Tinjau 1:500.000 s/d

  25 Ha 1 tiap 50 Ha Konsosiasi beberapa komplek dan asosiasi, family / seri.

  1:25.000 1:50.000

  Semi- detail 1:100.000 s/d

  pembangunan makro di tkt regional dan provinsi; Penyusunan tata ruang wilayah provinsi, Penyusunan penggunaan lahan secara nasional; Penentuan lokasi wilayaah prioritas utk dikembangkan

  2 Perencanaan

  dan beberapa konsosiasi: sub-grup dan family

  2 Assosiasi

  100 Ha 1 tiap 12,5km 1 tiap 2 km

  1:200.000 1:250.000 1:100.000 625 Ha

  Assosiasi dan beberapa konsosiasi: grup dan sub-grup

  Bagan ≤

  dari data peta yang ada (studi pustaka)

  2 Dihimpun

  1:1.000.00 100 km atau kurang

  1:1.000.00 s/d 1:500.000

  Gambaran umum tentang sebaran tanah di tingkat nasional; materi pendidikan. Eksploras i

  dan beberapa konsosiasi: ordo, sub- ordo

  2 Assosiasi

  Dihimpun dari data peta yang ada (studi pustaka)

  1:2.500.00 1:2.500.00 625 km

  Penyusunan peta tata ruang wilayah kabupaten / kota; Perencanaan mikro untuk proyek-proyek pertanian, perkebunan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi. s/d 1:20.000 Ha Ha beberapa mikro dan 1:10.000 1:10.000

  5 Ha 1 tiap 8 Ha komplek: operasional

  1 Ha 1 tiap 2 Ha Fase dari proyek-proyek family dan pengembangan seri. tkt kabupaten atau kecamatan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi sekunder dan tertier. Sangat 1:5.000 0,25 Ha Konsosiasi, Perencanaan dan

  ≥ 1:10.000 Detail fase dari pengolahan lahan seri di tkt petani, penyusunan rancangan usaha tani konservasi; Intensifikasi penggunaan lahan kebun.

  Skala peta adalah perbandingan antara jarak dua titik di dalam peta terhadap jarak sebenarnya di lapangan. Bila jarak 5 cm di dalam peta maka jarak di lapangan adalah 5 km (500.000 cm) karena skala peta adalah 1:100.000. Apabila jarak di lapangan 100 km dan peta yang digunakan berskala 1:100.000 maka jarak dua titik di peta adalah 10 cm (Sutanto, 2005).

  Tanah Sawah

  Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

  Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, tetapi merupakan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Tanah sawah dapat berasal dari tanah kering yang diairi kemudian disawahkan, atau dari tanah rawa-rawa yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase. Sawah yang airnya berasal dari irigasi disebut sawah irigasi, sedang yang menerima langsung dari air hujan disebut sawah tadah hujan.

  Di daerah pasang surut ditemukan sawah surut, sedangkan yang dikembangkan daerah rawa-rawa lebak disebut sawah lebak (Hardjowigeno dan Rayes, 2005).

  Menurut Deptan (2008), padi sawah dibudidayakan pada kondisi tanah tergenang. Penggenangan tanah akan mengakibatkan perubahan-perubahan sifat kimia tanah yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi. Perubahan- perubahan sifat kimia tanah sawah yang terjadi setelah penggenangan antara lain : penurunan kadar oksigen dalam tanah, penurunan potensial redoks, perubahan pH tanah, reduksi besi dan mangan, peningkatan suplai dan ketersedian nitrogen serta peningkatan ketersediaan fosfor. Hakim, dkk. 1986 menambahkan bahwa dengan adanya penggenangan menyebabkan suasana reduktif terus-menerus pada lapisan bajak dan illuviasi oksidatif dari besi dan oksida-oksida mangan di subsoil, maka berkembanglah suatu bentuk profil tanah. Secara morfologi mempunyai kriteria kompak tipis, lapisan memedas di bawah lapisan bajak, dan horizon subsurface yang bercak besi dan mangan.

  Pembakaran jerami sebelum diberikan ke tanah sawah seperti yang biasa dilakukan petani dinilai sangat merugikan karena banyak unsur hara yang hilang, salah satunya unsur hara, antara lain C, N, P, K, S, Ca, Mg dan unsur-unsur mikro (Fe, Mn, Zn, Cu). Pembakaran jerami akan mengakibatkan kehilangan hara C 94%, P 45%, K 75%, S 70%, Ca 30%, dan Mg 20% dari total kandungan hara dalam jerami (Suriadikarta dan Adimihardja, 2001).

  Pemberian pupuk yang relatif tinggi disertai dengan produksi yang tinggi pada sawah irigasi dan sawah tadah hujan menyebabkan ketidakseimbangan hara sebagai masalah yang serius. Kendala dalam ekosistem tegalan yakni tanah lebih melapuk dan mudah tercuci, bereaksi masam, kadar Al tinggi, maka terjadi kekurangan P dan hara lain sehingga menyebabkan turunnya produksi ( Hasibuan, 2009).

  Menurut Ponamperuma (1985), jika tanah digenangi maka konsentrasi P-larut dalam air dan asam mula-mula meningkat sampai mencapai puncak atau mendatar kemudian turun. Puncak P-larut dalam air yang terendah terjadi pada tanah liat masam yang kaya Fe aktif dan puncak tertinggi pada tanah pasir yang miskin Fe aktif.

  Meningkatnya ketersediaan P pada awal penggenangan disebabkan oleh: a.

  2 O 4 )

  2

  2 O

  Reduksi FePO ∙ 2H → Fe(PO ∙ 8H

  3+ 2+ b.

  → Fe Desorpsi akibat reduksi Fe c.

  4 dan Al PO

4 pada tanah masam

  Hidrolisis FePO d. Pelepasan occluded P (P-tersemat) e. Pertukaran ion (Agus, dkk, 2004).

  Unsur Hara Fosfat

  Unsur hara fosfor adalah unsur hara makro, yang dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak dan essensial bagi pertumbuhan tanaman. Fosfor sering disebut sebagai kunci kehidupan karena terlibat langsung hampir pada seluruh proses kehidupan ( Damanik, dkk, 2010).

  Secara garis besar fosfat tanah dibedakan atas fosfat anorganik dan organik. Penelitian mengenai fosfat organik tanah masih sangat sedikit, walaupun senyawa ini merupakan fraksi yang melebihi setengah dari seluruh fosfat dalam tanah. Kandungan fosfat organik pada lapisan tanah atas (top soil) lebih banyak bila dibandingkan dengan sub soil. Hal ini disebabkan karena absorbsi/ serapan akar tanaman yang sampai ke sub soil, sedangkan pada top soil terdapat akumulasi dari sisa- sisa tanaman dari satu generasi ke generasi berikutnya (Hakim, dkk, 1986).

  Ketersediaan Fosfor di dalam tanah sangat tergantung kepada sifat dan ciri tanah itu sendiri, serta bagaimana pengelolaan tanah itu oleh manusia.

  Pertambahan fosfor ke dalam tanah hanya bersumber dari defosit atau pelapukan batuan dan mineral yang mengandung fosfat. Oleh karena itu kandungan fosfor di dalam tanah hanya bersumber dan ditentukan oleh banyak sedikitnya cadangan mineral fosfor dan tingkat pelapukannya (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).

  Bersama- sama N dan K tergolong ke dalam unsur hara utama. Fosfat terdapat di dalam setiap tanaman, walaupun jumlahnya tidak sebanyak N dan K.

  2- 3- -

  Unsur ini terutama diserap tanaman dalam bentuk H PO , HPO , (PO ) yang

  2

  4

  4

  4

  sumber utamanya dari Ca , Al , Fe Fosfat dan kandungan di dalam tanah 0,01% - 0,1%. Penyerapan bentuk ion ini oleh tanaman dipengaruhi oleh pH disekitar perakaran. Pada pH yang lebih rendah akan meningkatkan absorpsi ion- ion H

  Umumnya, P sukar tercuci oleh air hujan ataupun air pengairan. Hal ini disebabkan karena P bereaksi dengan ion lain dan membentuk senyawa yang tingkat kelarutannya berkurang, sehingga menjadi senyawa yang tidak mudah tercuci. Bahkan mungkin sebagian menjadi ion yang tidak tersedia untuk tanaman atau terfiksasi dengan senyawa lain (Tan, 1995).

  Adapun pengaruh bahan organik terhadap ketersediaan hara fosfat di dalam tanah melalui hasil pelapukannya yaitu asam-asam organik CO2. Asam- asam organik seperti asam malonat, tartanat, humat, fulfik, akan menghasilkan anion organik. Anion-anion organik ini dapat mengikat logam-logam seperti Al, Fe dan Ca. Ion-ion ini akan bebas dari pengikatan logam tersebut sehingga tersedia di dalam larutan tanah. Proses pengikatan logam seperti Al, Fe, Ca oleh senyawa asam-asam organik komplek disebut dengan proses khelasi dan senyawa kompleknya disebut khelat (Hasibuan, 2009).