BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Peran dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum Kota Medan Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Pasca berakhirnya era pemerintahan orde baru tahun 1998, Indonesia mengalami reformasi dalam banyak segi tatanan ketatanegaraan. Salah satunya adalah reformasi dalam bidang politik dan pemerintahan. Hal ini ditandai dengan dibukanya kran berdemokrasi bagi warga Negara untuk memilih presiden secara langsung. Pemilihan umum presiden Indonesia secara langsung pertama sekali diselanggarakan pada tahun 2004. Sebelumnya, pemilihan presiden dilaksanakan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Tujuan dilaksanakannya pemilihan umum presiden secara langsung adalah untuk mewujudkan kedaulatan negara di tangan rakyat.

  Pada tahun 2009 pemilihan umum kembali diselenggarakan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden periode 2009-2014. Sistem pemilihan yang digunakan pada pemilu ini adalah sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).

   Putaran pertama seluruh

  pasangan (capres-cawapres) yang ada bertarung untuk memperoleh mayoritas 50% plus 1. Jika di dalam putaran pertama ada di antara pasangan capres- cawapres yang beroleh suara lebih dari 50% dengan sedikitnya 20% suara di setiap dari setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia, maka pasangan tersebut otomatis memenangi pemilihan. Namun jika tidak ada satu pun pasangan yang memenuhi syarat tersebut, maka diadakan pemilu putaran kedua. Putaran kedua menghendaki pasangan capres-cawapres yang beroleh suara terbanyak otomatis terpilih selaku presiden dan wakil presiden Republik Indonesia.

  Pemilihan Umum Presiden tahun 2009 memiliki keistimewaan karena untuk pertama sekali pemilihan umum presiden hanya dilaksanakan dalam satu putaran.

  Pemilihan Presiden tahun 2009 diikuti oleh tiga pasangan calon, yaitu :

  No. Nama Pas angan Calon Partai Politik Peng us ul

M eg awati Su karn o p u tri - PDIP, Partai Gerin d ra, PNI M arhaen is me, Partai Buru h , Partai

  1 Prabo wo Su b ian to M erd eka, Partai Kedau latan , PSI d an PPNUI Partai Demo krat, PKS, PA N, PPP, PKB, PBB, PDS, PKPB, PBR, Su s ilo Bamb an g Yu d h o y o no -

  2 PPRN, PKPI, PDP, PPPI, Partai Rep u b likaN, Partai Patrio t, Bo ed io n o PM B, PPI, Partai Pelo p o r, PKDI, PIS, Partai PIB d an Partai PDI

3 M u h ammad Ju s u f Kalla - W iran to Partai Go lkar d an Partai Han u ra

  1 Sumber : diolah dari situs KPU

  Pada 18 Agustus 2009 Komisi Pemilihan Umum menetapkan hasil rekapitulasi perolehan suara nasional Pemilihan Presiden 2009 yang telah diselenggarakan pada 8 Juli 2009 yang dimenangkan oleh pasangan calon SBY- Boediono dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%. Hasil Pilpres 2009 berdasarkan penetapan tersebut adalah sebagai berikut :

  Perolehan No. Nama Pasangan Calon Persentase Suara Megawati Sukarnoputri - 1 32,548,105 26.79% Prabowo Subianto Susilo Bambang Yudhoyono -

  2 73,874,562 60.80% Boediono Muhammad Jusuf Kalla - 3 15,081,814 12.41% Wiranto 1 Total 100% 121,504,481 www.kpu.go.id/dmdocuments/saku_k.pdf diakses tanggal 22 Februari 2014 Pukul 11.00 WIB

  2 Sumber : diolah dari situs KPU

  Keberhasilan penyelenggaraan pemilu presiden tahun 2009 tidak bisa dilepaskan dari peran Komisi Pemilihan Umum. Keberadaan Komisi Pemilihan Umum adalah berdasarkan undang-undang no. 23 tahun 2003 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden. Berdasarkan undang-undang tersebut, pada

  pasal 9 ayat 1 dinyatakan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum. Untuk menghadapi pelaksanaan Pemilihan Umum 2009, image Komisi Pemilihan Umum harus diubah sehingga Komisi Pemilihan Umum dapat berfungsi secara efektif dan mampu memfasilitasi pelaksanaan Pemilu yang jujur dan adil. Terlaksananya pemilu yang jujur dan adil tersebut merupakan faktor penting bagi terpilihnya wakil rakyat yang lebih berkualitas, dan mampu menyuarakan aspirasi rakyat. Tepat tiga tahun setelah berakhirnya penyelenggaraan Pemilu 2004, muncul pemikiran di kalangan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat untuk meningkatkan kualitas pemilihan umum, salah satunya kualitas penyelenggara Pemilu. Sebagai penyelenggara Pemilu, Komisi Pemilihan Umum dituntut independen dan non-partisan. Untuk itu atas usul insiatif DPR-RI menyusun dan bersama pemerintah mensahkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu.

  Perubahan penting dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang 2 Penyelenggara Pemilu, meliputi pengaturan mengenai lembaga penyelenggara

  www.kpu.go.id/dmdocuments/saku_k.pdf diakses tanggal 22 Februari 2014 Pukul 11.30 WIB Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang sebelumnya diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan kemudian disempurnakan dalam 1 (satu) undang-undang secara lebih komprehensif. Dalam undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu diatur mengenai Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum kabupaten/ kota sebagai lembaga penyelenggara pemilihan umum yang permanen dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) sebagai lembaga pengawas Pemilu. Komisi Pemilihan Umum dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan serta dalam hal penyelenggaraan seluruh tahapan pemilihan umum dan tugas lainnya.

  Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilu juga mengatur kedudukan panitia pemilihan yang meliputi PPK, PPS, KPPS dan PPLN serta KPPSLN yang merupakan penyelenggara Pemilihan Umum yang bersifat ad hoc. Panitia tersebut mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan semua tahapan penyelenggaraan pemilihan umum dalam rangka mengawal terwujudnya pemilihan umum secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

  Undang-undang No. 22 Tahun 2007 inilah yang kemudian menjadi dasar hukum bagi Komisi Pemilihan Umum Kota Medan untuk ikut serta menyelenggarakan Pemilihan Umum Presiden tahun 2009. Penulis memilih Komisi Pemilihan Umum Kota Medan sebagai objek penelitian karena kota Medan adalah barometer perkembangan situasi dan kondisi di Provinsi Sumatera Utara.

  Keberhasilan Komisi Pemilihan Umum Kota Medan dalam menyelenggarakan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 di Kota Medan tidak terlepas dari peran serta organisasi peserta Pemilu, instansi terkait dan masyarakat Kota Medan. Pelaksanaan Pemungutan Suara pada tanggal

  8 Juli 2009 yang diselenggarakan oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) sebanyak 3.277 TPS secara serentak di Kota Medan dan dihadiri oleh saksi-saksi dari pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan dipantau oleh Pemantau Pemilu dimana pelaksanaan tersebut berjalan secara Jujur Adil, Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.

  Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang Bagaimana Peran dan Fungsi Komisi Pemilihan

  Umum Kota Medan dalam Pemilihan Presiden Tahun 2009?

1.2 Perumusan Masalah

  Dalam rancangan penelitian ini, penulis perlu menegaskan dan merumuskan masalah yang akan diteliti dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan yang menjadi perumusan masalah adalah:

  “Peran dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum Kota Medan Dalam Pemilihan Presiden tahun 2009?”

  1.3. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui peran dan fungsi Komisi Pemilihan Umum Kota Medan dalam pemilihan umum Presiden tahun 2009.

  1.4. Signifikansi Penelitian

  Signifikansi dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, terutama dalam bidang kajian ilmu politik.

  2. Bagi penulis, penelitian ini merupakan media untuk mengasah kemampuan membuat karya ilmiah dan juga menambah pengetahuan dalam menganalisis bagaimana proses undang - undang dapat dilahirkan.

  3. Bagi FISIP USU, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi yang dapat memperkaya bahan penelitian dalam bidang ilmu politik.

  1.5. Kerangka Teori

  Untuk memudahkan penelitian, diperlukan pedoman dasar berfikir yaitu kerangka teori. Mustahil apabila seseorang menulis ataupun meneliti suatu permasalahan tanpa menggunakan kerangka teori, karena penelitian ataupun tulisan tesebut bias dianggap tidah sah, bila dilihat dari syarat suatu tulisan.

  Sebelum melakukan penelitian yang lebih lanjut, seorang peneliti perlu menyusun kerangka teori sebagai landasan berfikir, untuk menggambarkan dari sudut mana

  3

  peneliti menyoroti masalah yang telah dipilih. Selanjutnya Singarimbun menyebutkan bahwa : “Teori merupakan serangkaian asumsi, konsep dan kontruksi, defenisi dan proposisi untuk menerangkan fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antara konsep, ringkasnya teori adalah hubungan satu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala

  4 tertentu”.

1.5.1 Teori Peran

  Peran berarti laku, bertindak. Didalam kamus besar bahasa Indonesia peran ialah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang

  5

  berkedudukan di masyarakat. Sedangkan makna peran yang dijelaskan dalam status, kedudukan dan peran dalam masyarakat, dapat dijelaskan melalui beberapa cara, yaitu pertama, penjelasan historis. Menurut penjelasan histories, konsep peran semula dipinjam dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama atau teater yang hidup subur pada zaman yunani kuno atau romawi. Dalam hal ini, peran berarti karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang actor dalam sebuah pentas dengan lakon tertentu.

  

Kedua , pengertian peran menurut ilmu sosial. Peran dalam ilmu sosial berarti

3 suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan tertentu, 4 Hadari Namawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Press,1987,hal. 40. 5 Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode penelitian Survei, Jakarta: LP3ES, 1989, hal. 37.

   E.St Harahap, dkk, Kamus besar bahasa Indonesia, Bandung: Balai Pustaka, 2007, hal. 854. seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut. Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti lembaga pendidikan formal, tetapi juga bisa dimesjid, surau/ mushola,

  6 dirumah, dan sebagainya.

  Jadi, dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian peran guru adalah perangkat tingkah laku atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Seseorang dikatakan menjalankan peran manakala ia menjalankan hak dan kewajiban yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari status yang disandangnya. Dalam kaitannya dengan peran, tidak semuanya mampu untuk menjalankan peran yang melekat dalam dirinya. Oleh karena itu, tidak jarang terjadi kekurang berhasilan dalam menjalankan perannya. Ada beberapa faktor yang menentukan kekurang berhasilan ini. Dalam ilmu sosial, ketidakberhasilan ini terwujud dalam kegagalan peran, disensus peran dan konflik peran.

  Kegagalan peran terjadi ketika seseorang enggan atau tidak melanjutkan peran individu yang harus dimainkannya. Implikasinya, tentu saja mengecewakan terhadap mitra perannya. Orang yang telah mengecewakan mitra perannya akan kehilangan kepercayaan untuk menjalankan perannya secara maksimal,

6 Syiful Bahri Djamarah, Guru dan anak didik dalam interaksi edukatif.Jakarta: PT. Rineka Cipta 1997, hal.

  31. termasuk peran lain, dengan mitra yang berbeda pula, sehingga stigma negatif akan melekat pada dirinya.

  Teori peran adalah sebuah sudut pandang dalam sosiologi dan psikologi sosial yang menganggap sebagian besar aktivitas harian diperankan oleh kategori- kategori yang ditetapkan secara sosial (misalnya ibu, manajer, guru). Setiap peran sosial adalah serangkaian hak, kewajiban, harapan, norma, dan perilaku seseorang yang harus dihadapi dan dipenuhi. Model ini didasarkan pada pengamatan bahwa orang-orang bertindak dengan cara yang dapat diprediksikan, dan bahwa kelakuan seseorang bergantung pada konteksnya, berdasarkan posisi sosial dan faktor- faktor lain. Teater adalah metafora yang sering digunakan untuk mendeskripsikan teori peran. Meski kata 'peran' sudah ada di berbagai bahasa Eropa selama beberapa abad, sebagai suatu konsep sosiologis, istilah ini baru muncul sekitar tahun 1920-an dan 1930-an. Istilah ini semakin menonjol dalam kajian sosiologi melalui karya teoretis Mead, Moreno, dan Linton. Dua konsep Mead, yaitu pikiran

  7

  dan diri sendiri, adalah pendahulu teori peran. Tergantung sudut pandang umum terhadap tradisi teoretis, ada serangkaian ‘jenis’ dalam teori peran. Teori ini menempatkan persoalan-persoalan berikut mengenai perilaku sosial: 1.

  Pembagian buruh dalam masyarakat membentuk interaksi di antara posisi khusus heterogen yang disebut peran,

7 Mead, George H. Mind, Self, and Society. Chicago: University of Chicago Press.

  2. Peran sosial mencakup bentuk perilaku ‘wajar’ dan ‘diizinkan’, dibantu oleh norma sosial, yang umum diketahui dan karena itu mampu menentukan harapan, 3. Peran ditempati oleh individu yang disebut ‘aktor’, 4. Ketika individu menyetujui sebuah peran sosial (yaitu ketika mereka menganggap peran tersebut ‘sah’ dan ‘konstruktif’), mereka akan memikul beban untuk menghukum siapapun yang melanggar norma-norma peran, 5. Kondisi yang berubah dapat mengakibatkan suatu peran sosial dianggap kedaluwarsa atau tidak sah, yang dalam hal ini tekanan sosial berkemungkinan untuk memimpin perubahan peran, dan 6. Antisipasi hadiah dan hukuman, serta kepuasan bertindak dengan cara prososial, menjadi sebab para agen patuh terhadap persyaratan peran.

  Dalam hal perbedaan dalam teori peran, di satu sisi ada sudut pandang yang lebih fungsional, yang dapat dibedakan dengan pendekatan tingkat lebih mikro berupa tradisi interaksionis simbolis. Jenis teori peran ini menyatakan bagaimana dampak tindakan individu yang saling terkait terhadap masyarakat, serta bagaimana suatu sudut pandang teori peran dapat diuji secara empiris. Kunci pemahaman teori ini adalah bahwa konflik peran terjadi ketika seseorang diharapkan melakukan beberapa peran sekaligus yang membawa pertentangan harapan. Peranan (role) merupakan proses dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, dia menjalankan suatu peranan. Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya mengatakan peranan

  8

  mencakup tiga hal, antara lain: 1.

  Peranan meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan bermasyarakat.

  2. Peranan merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

  3. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

  Merton dalam Raho mengatakan bahwa peranan didefinisikan sebagai pola tingkah laku yang diharapkan masyarakat dari orang yang menduduki status

  9

  tertentu. Sejumlah peran disebut sebagai perangkat peran (role-set). Dengan demikian perangkat peran adalah kelengkapan dari hubungan-hubungan berdasarkan peran yang dimiliki oleh orang karena menduduki status-status sosial

  10

  khusus. Wirutomo (1981 : 99-101) mengemukakan pendapat David Berry bahwa dalam peranan yang berhubungan dengan pekerjaan, seseorang diharapkan menjalankan kewajiban-kewajibannya yang berhubungan dengan peranan yang 8 dipegangnya. Peranan didefinisikan sebagai seperangkat harapan-harapan yang 9 Soerjono Soekanto, , Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru, Rajawali Pers Jakarta, 2009hal. 212 10 Cohen Bruce J, Sosiologi Suatu Pengantar, penerbit Rineka Cipta, 2007, hal, 67.

   Ibid., hal99 dikenakan kepada individu yang menempati kedudukan sosial tertentu. Peranan ditentukan oleh norma-norma dalam masyarakat, maksudnya kita diwajibkan untuk melakukan hal-hal yang diharapkan masyarakat di dalam pekerjaan kita, di dalam keluarga dan di dalam peranan-peranan yang lain. Selanjutnya dikatakan bahwa di dalam peranan terdapat dua macam harapan, yaitu: pertama, harapan- harapan dari masyarakat terhadap pemegang peran atau kewajiban-kewajiban dari pemegang peran, dan kedua harapan-harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap masyarakat atau terhadap orang-orang yang berhubungan dengannya dalam menjalankan peranannya atau kewajiban-kewajibannya. Dalam pandangan David Berry, peranan-peranan dapat dilihat sebagai bagian dari struktur masyarakat sehingga struktur masyarakat dapat dilihat sebagai pola-pola peranan yang saling berhubungan.

  Teori peranan menegaskan bahwa perilaku politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peranan yang kebetulan di pegang aktor politik. Seseorang yang menduduki posisi tertentu diharapkan atau diduga berperilaku tertentu pula. Harapan ataupun dugaan itulah yang

  11

  membentuk peranan. Konsep peranan ini pada dasarnya berhubungan dan harus dibedakan dengan konsep posisi sosial. Posisi ini merupakan elemen organisasi, letak dalam ruang sosial, kategori keanggotaan organisasi. Sedangkan peranan 11 adalah aspek fisiologis organisasi yang meliputi fungsi, adaptasi, dan proses.

   Mas’oed, Mohtar, Studi Hubungan Internasional, Tingkat Analisi dan Teorisasi, Universitas Gadjah Mada, 1989. hal 45 Peranan juga diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma- norma, harapan, larangan, tanggung jawab) dimana didalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan, membimbing, dan mendukung fungsinya dalam organisasi. Peranan tersebut selain ditentukan oleh pelaku peran tersebut juga ditentukan oleh harapan pihak lain, termasuk juga kemampuan, keahlian, serta kepekaan pelaku peran tersebut terhadap tuntutan dan situasi yang mendorong dijalankannya peranan. Peranan juga bersifat dinamis, di mana dia akan menyesuaikan diri terhadap kedudukan yang lebih banyak agar

  12 kedudukannya dapat diakui oleh masyarakat.

  Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian yang dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Dengan peranan tersebut, sang pelaku peran baik itu individu maupun organisasi akan berperilaku sesuai dengan harapan orang atau lingkungannya. Dalam hal ini peranan menjalankan konsep melayani untuk menghubungkan harapan-harapan yang terpola dari orang lain atau lingkungan dengan hubungan dan pola yang menyusun struktur sosial.

  Peranan juga dapat diartikan sebagai tuntutan yang diberikan secara struktural (norma-norma, harapan, tabu, tanggung jawab, dan lainnya), di mana di dalamnya terdapat serangkaian tekanan dan kemudahan yang menghubungkan,

  13

  membimbing, dan mendukung fungsinya dalam organisasi. Jadi peranan dapat dikatakan sebagai pelaksanaan dari fungsi-fungsi oleh struktur-struktur tertentu. 12 Peranan ini tergantung juga pada posisi atau kedudukan struktur itu dan harapan 13 Op.cit., Soerjono Soekamto, hal 221.

  http://globalonlinebook1.blogspot.com/2013/06/pengertian-teori-peranan-adalah.html diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pukul 21.30. lingkungan sekitar terhadap struktur tadi. Peranan juga dipengaruhi oleh situasi

  14

  dan kondisi serta kemampuan dari aktor tersebut, Lagi menurut Dougherty &

15 Pritchard dalam Bauer , teori peran ini memberikan suatu kerangka konseptual

  dalam studi perilaku di dalam organisasi. Mereka menyatakan bahwa peran itu melibatkan pola penciptaan produk sebagai lawan dari perilaku atau tindakan (h.

  16

  143). Lebih lanjut, Dougherty & Pritchard dalam Bauer mengemukakan bahwa relevansi suatu peran itu akan bergantung pada penekanan peran tersebut oleh para penilai dan pengamat (biasanya supervisor dan kepala sekolah) terhadap produk atau outcome yang dihasilkan. Dalam hal ini, strategi dan struktur organisasi juga terbukti mempengaruhi peran dan persepsi peran atau role

  17

perception . Ditinjau dari perilaku organisasi, peran ini merupakan salah satu

  komponen dari sistem sosial organisasi, selain norma dan budaya organisasi. Di sini secara umum peran dapat didefinisikan sebagai “expectations about

  

appropriate behavior in a job position (leader, subordinate)”. Ada dua jenis

  perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan, yaitu (1) role perception, yaitu persepsi seseorang mengenai cara orang itu diharapkan berperilaku; atau dengan kata lain adalah pemahaman atau kesadaran mengenai pola perilaku atau fungsi yang diharapkan dari orang tersebut, dan (2) role expectation, yaitu cara orang lain menerima perilaku seseorang dalam situasi tertentu. Dengan peran yang 14 dimainkan seseorang dalam organisasi, akan terbentuk suatu komponen penting 15 Ibid., diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pukul 22.00.

  

Bauer, Jeffrey C, Role Ambiguity and Role Clarity: A Comparison of Attitudes in Germany and the United 16 States. Dissertation, University of Cincinnati – Clermont, 2003m hal. 55. 17 Ibid., hal. 56 Ibid., hal 58 dalam hal identitas dan kemampuan orang itu untuk bekerja. Dalam hal ini, suatu organisasi harus memastikan bahwa peran-peran tersebut telah didefinisikan dengan jelas.

18 Scott et al. dalam Kanfer menyebutkan lima aspek penting dari peran,

  yaitu: 1.

  Peran itu bersifat impersonal: posisi peran itu sendiri akan menentukan harapannya, bukan individunya.

  2. Peran itu berkaitan dengan perilaku kerja (task behavior) yaitu, perilaku yang diharapkan dalam suatu pekerjaan tertentu.

  3. Peran itu sulit dikendalikan (role clarity dan role ambiguity) 4.

  Peran itu dapat dipelajari dengan cepat dan dapat menghasilkan beberapa perubahan perilaku utama.

  5. Peran dan pekerjaan (jobs) itu tidaklah sama - seseorang yang melakukan satu pekerjaan bisa saja memainkan beberapa peran.

1.5.2. Teori Organisasi

  Teori Organisasi adalah teori yang mempelajari kinerja dalam sebuah organisasi, Salah satu kajian teori organisasi, diantaranya membahas tentang bagaimana sebuah organisasi menjalankan fungsi dan mengaktualisasikan visi dan misi organisasi tersebut. Selain itu, dipelajari bagaimana sebuah organisasi 18 mempengaruhi dan dipengaruhi oleh orang didalamnya maupun lingkungan kerja

   Kanfer, R, Task-specific motivation: An integrative approach to issues of measurement, mechanisms, processes, and determinants. Journal of Social and Clinical Psychology, 1987, hal. 197 organisasi tersebut. Menurut Lubis dah Husein (1987) bahwa teori organisasi itu adalah sekumpulan ilmu pengetahuan yang membecarakan mekanisme kerjasama dua orang atau lebih secara sistematis untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Teori organisasi merupakan sebuah teori untuk mempelajari kerjasama

  19 pada setiap individu.

  Dalam pembahasan mengenai teori organisasi, mencakup masalah teori- teori organisasi yang pernah ada dan berlaku beserta sejarah dan perkembangannya hingga sekarang. Yaitu meliputi teori organisasi klasik, teori

  20 organisasi neoklasik dan teori organisasi modern.

1. Teori Organisasi Klasik (Teori Tradisional)

  Teori klasik (classical theory) berisi konsep-konsep tentang organisasi mulai tahun 1800 (abad 19). Secara umum digambarkan oelh para teoritisi klasik sebagai sangat desentralisasi dan tugas-tugasnya terspesialisasi, serta memberikan petunjuk mekanistik struktural yang kaku tidak mengandung kreativitas.

  a) Teori Birokrasi

  Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya “The Protestant

  Ethic and Spirit of Capitalism” . Kata birokrasi mula-mula berasal dari kata legal-

  rasional. Organisasi itu legal, karena wewenangnya berasal dari seperangkat aturan prosedur dan peranan yang dirumuskan secara jelas, dan organisasi disebut rasional dalam hal penetapan tujuan dan perancangan organisasi untuk mencapai 19 tujuan tersebut. 20 http://www.anneahira.com/teori-organisasi.htm diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pukul 22.30.

  

http://tkampus.blogspot.com/2012/03/unsur-organisasi.html diakses pada tanggal 11 Desember 2013 pukul 23.00. b) Teori Administrasi

  Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reily dari Amerika.

  Henry Fayol industrialis dari Perancis, pada tahun 1841-1925 mengemukakan dan membahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar perkembangan teori administrasi adalah :

  • Pembagian kerja (Division Of Work)
  • Wewenang dan tanggung jawab (Authorityand

  Responsibility )

  • Disiplin (Discipline)
  • Kesatuan perintah (Unity Of Command)
  • Kesatuan pengarahan (Unity Of Direction)
  • Mendahulukan kepentingan umum daraipada pribadi
  • Balas jasa (Remuneration Of Personnel)
  • Sentralisasi (Centralization)
  • Rantai scalar (Scalar Chain)
  • Aturan (Oreder)
  • Keadilan (Equity)
  • Kelanggengan Personalia (Stability Of Tenure Of

  Personnel)

  • Inisiatif (Initiative)
  • Semangat korps (Spirit De Corps)
c) Manajemen Ilmiah

  Manajemen ilmiah (scientific management) dikembangkan mulai tahun 1900 oleh Frederick Winslow Taylor. Ada 2 pendapat tentang manajemen ilmiah.

  Pendapat pertama mengatakan manajemen ilmiah adalah penerapan metode ilmiah pada studi, analisa dan pemecahan masalah-masalah organisasi. Pendapat kedua mengatakan manajemen ilmiah adalah seperangkat mekanisme atau teknik “a bag of tricks” untuk meningkatkan efisiensi kerja organisasi.

  2. Teori Neo Klasik (Teori Hubungan atau Manusiawi) Teori neoklasik secara sederhana sebagai teori/ aliran hubungan manusiawi (The human relation movement). Teori neoklasik dikembangkan atas dasar teori klasik. Anggapan teori ini adalah menekankan pentingnya aspek psikologis dan social karyawan sebagai individu maupun sebagai bagian kelompok kerjanya atas dasar anggapan ini maka teori neoklasik mendifinisikan ‘suatu organisasi’ sebagai sekelompok orang dengan tujuan bersama.

  3. Teori Organisasi Modern Teori Organisasi modern disebut juga sebagai sistem pada organisasi merupakan aliran besar ketiga dalam teori organisasi dan manajemen. Teori modern melihat pada semua unsur organisasi sebagai satu kesatuan dan saling ketergantungan, yang didalamnya mengemukakan bahwa organisasi bukanlah suatu sistem tertutup yang berkaitan dengan lingkungan yang stabil, akan tetapi organisasi merupakan sistem terbuka.

1.5.3. Teori Fungsi

  Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan periiaku individu tergantung kepada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960) perilaku dilatar-belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz berasumsi bahwa :

   Perilaku memiliki fungsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak (berperilaku) positif terhadap obyek demi pemenuhan kebutuhannya. Sebaliknya bila obyek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan berperilaku negatif. Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban tersebut benar-benar sudah 'menjadi kebutuhannya.

   Perilaku berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. Artinya, dengan perilakunya, dengan tindakan-tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman-ancaman yang datang dari luar. Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah, karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.

   Perilaku berfungsi sebagai penerima obyek dan pemberi arti. Dalam perannya dengan tindakan itu seorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari-hari tersebut seseorang telah melakukan keputusan-keputusan sehubungan dengan obyek atau stimulus yang dihadapi. Pengambilan keputusan yang mengakibatkan tindakan-tindakan tersebut (dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat. Misalnya, bila seseorang merasa sakit kepala, maka secara cepat, tanpa berfikir lama, ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit tersebut dengan membeli obat di warung dan kemudian meminumnya, atau tindakan-tindakan lain.

   Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu perilaku itu dapat merupakan layar di mana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. Misalnya orang yang sedang marah, senang, gusar, dan sebagainya dapat dilihat dari perilaku atau tindakannya. Teori fungsi ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu di dalam kehidupan manusia perilaku itu tampak terus-menerus dan berubah secara relatif.

1.5.4. Pemilihan Umum

  Pemilihan umum atau yang disingkat dengan Pemilu merupakan suatu partisipasi politik masyarakat biasa dalam mempengaruhi suatu kebijakan. Pada hakikatnya Pemilu bertujuan untuk memilih wakil-wakil rakyat untuk menduduki jabatan-jabatan publik. Jabatan-jabatan publik yang dimaksud meliputi wakil- wakil legislatif dan eksekutif baik ditingkat pusat ataupun daerah. Wakil-wakil rakyat ini bertugas untuk menjalankan kedaulatan rakyat yang telah diserahkan kepada mereka.

  Di Indonesia sendiri, pelaksanaan Pemilu pertama kali dilakukan pada tahun 1955. Dalam perjalanan sejarah pelaksanaan Pemilu di Indonesia, Pemilu tahun 1955 ini dinilai yang paling demokratis karena memiliki jumlah peserta yang paling banyak dibandingkan dengan pemilu- pemilu lainnya. Memasuki masa Orde Baru ada penurunan terhadap jumlah peserta Pemilu.Hal ini tidak terlepas dari kebijakan pemerintah pada saat itu yang melakukan fusi terhadap partai- partai pada Orde Lama. Dalam pemerintahan Orde Baru tercatat hanya ada 3 kompetitor dalam pemilu yaitu Partai Persatuan Pembangunan (fusi partai- partai Islam) dan Partai Demokrasi Indonesia (fusi partai- partai nasionalis dan Kristen). Banyak kalangan menilai bahwa era pemerintahan ini merupakan era pemerintahan yang anti demokrasi karena mengekang kebebasan individu dan kelompok.

  Gulingnya rezim otoriter Orde Baru yang digantikan oleh Era Reformasi membawa semangat baru bagi pembangunan demokrasi di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan diambilnya kebijakan-kebijakan yang menyokong tonggak demokrasi di Indonesia. Salah satu buktinya adalah dengan adanya pembatasan masa kekuasaan presiden dua periode yang bertujuan untuk menghindari

  21 21 kekuasaan yang otoriter, yakni hanya 2 periode saja. Selain itu kebebasan untuk Dpr.go.id diunggah tanggal 15 desember 2013 pukul 23.07 mendirikan organisasi-organisasi politik menjadi sebuah pelepas dahaga akan kehidupan demokrasi yang telah di rampas oleh rezim militer orde baru.

  Kehidupan terus tumbuh di era reformasi sekalipun terkadang terjadi pasang surut dalam perjalanannya.

  Salah satu produk reformasi yang membawa pencerahan bagi iklim demokrasi adalah dengan diselenggarakannya pemilihan kepala pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah secara langsung. Sebelumnya pemimpin pemerintahan pusat dan daerah hanya dilakukan oleh lembaga perwakilan (dewan perwakilan rakyat) saja, namun sejak tahun 2004 pemilihan umum dilaksanakan secara langsung.

  Pemilihan umum tahun 2004 menggunakan sistem pemilihan umum yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk ketiga maksud pemilihan tersebut, terdapat tiga sistem pemilihan yang berbeda. Sistem pemilu yang digunakan adalah Proporsional dengan Daftar Calon Terbuka. Proporsional Daftar adalah sistem pemilihan mengikuti jatah kursi di tiap daerah pemilihan. Jadi, suara yang diperoleh partai-partai politik di tiap daerah selaras dengan kursi yang mereka peroleh di parlemen. Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV). Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran).

   Putaran pertama seluruh pasangan (capres-cawapres) yang ada bertarung

  untuk memperoleh mayoritas 50% plus 1. Jika di dalam putaran pertama ada di antara pasangan capres-cawapres yang beroleh suara > 50% dengan sedikitnya 20% suara di setiap dari setengah jumlah provinsi yang ada di Indonesia, maka pasangan tersebut otomatis menang. Namun, jika tidak ada satu pun pasangan yang memenuhi syarat tersebut, maka diadakan pemilu putaran kedua. Putaran kedua menghendaki pasangan capres-cawapres yang beroleh suara terbanyak otomatis terpilih selaku presiden dan wakil presiden Republik Indonesia. Sistem pemilihan presiden tersebut diatas tetap dipertahankan dan digunakan untuk pemilihan presiden tahun 2009.

1.6. Pembatasan Masalah

  Dalam penelitian ini, peneliti perlu untuk memberi batasan identifikasi masalah dalam meneliti Peran dan fungsi sentral KPU dalam pemilihan umum di Indonesia. Batasan masalah diperlukan untuk lebih menspesifikkan lagi ruang lingkup permasalahan penelitian.

  Adapun pun yang menjadi identifikasi masalah adalah sebagai berikut : 1.

  Yang menjadi pokok permasalahan adalah Peran dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum Kota Medan sebagai penyelenggara pemilu.

2. Yang menjadi topik masalah adalah seputar tugas, fungsi dan peran Komisi Pemilihan Umum kota Medan dalam pemilihan umum.

1.7. Metode Penelitian

  Kajian ilmu sosial terhadap satu fenomena sosial sudah tentu membutuhkan kecermatan. Sebagai suatu ilmu tentang metode atau tata cara kerja, maka metodologi adalah pengetahuan tentang tata cara mengkonstruksi bentuk dan instrument penelitian. Konstruksi teknik dan istumen yang baik dan benar akan mampu menghimpun data secara obyektif, lengkap dan dapat dianalisa untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Antonius Birowo, metodologi akan mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana peneliti berusaha menjelaskan apa yang diyakini dapat diketahui dari masalah penelitian yang akan

  22 dilakukan.

1.7.1. Jenis Penelitian

  Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggunakan pendekatan analisis yaitu suatu metode dalam meneliti satu objek, kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu peristiwa yang terjadi di masa sekarang. Menurut Whitney, metode deskriptif adalah pencarian fakta interpretasi yang tepat yang digunakan untuk mempelajari masalah- masalah yang ada dalam masyarakat dan tata cara yang berlaku dalam masyarakat, serta hubungan- hubungan kegiatan, sikap- sikap, pandangan dan proses yang sedang berlangsung juga suatu

  

23

pengaruh- pengaruh dari suatu fenomena.

  22 23 Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta : Gintanyali, 2004, hal. 71-72.

  Mohamad Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia: Jakarta, 1998, hal. 4.

1.7.2. Lokasi Penelitian

  Penelitian ini dilakukan di Komisi Pemilihan Umum Kota Medan, yang terletak di Jl. Kejaksaan No.37, Medan – Sumatera Utara.

  1.7.3. Teknik Pengumpulan Data

  Untuk memperoleh informasi, keterangan- keterangan atau fakta- fakta yang diperlukan, maka penulis menggunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut: 1.

  Metode Library Research atau Studi Kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan cara melakukan pengumpulan buku- buku, makalah, jurnal, ataupun literatur yang berhubungan dengan penelitian ini.

  2. Metode Penelitian Lapangan ( Field Research), yaitu dengan cara datang langsung ke lokasi penelitian untuk menghimpun data- data yang diperlukan dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber terkait.

  1.7.4. Teknik Analisa Data

  Adapun teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara menggunakan metode kualitatif. Jenis analisa data seperti ini banyak digunakan pada jenis penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu metode yang lebih didasarkan kepada pemberian gambaran yang terperinci yang mengutamakan penghayatan dan berusaha memahami suatu peristiwa dalam

  24

  situasi tertentu menurut pandangan peneliti. Untuk analisis data kualitatif dilakukan pada data yang tidak dapat dihitung berwujud kasus- kasus sehingga tidak dapat disusun dalam bentuk angka- angka.

1.8. Sistematika Penelitian

  Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan lebih terperinci serta untuk mempermudah isi, maka penelitian ini terdiri kedalam 4 (empat) bab, yakni:

  BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini berisikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metodologi Penelitian, dan Sistematika penelitian. BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Dalam bab ini akan menggambarkan segala sesuatu mengenai

  profil Komisi Pemilihan Umum yaitu: Sejarah lahirnya Komisi Pemilihan Umum, Struktural lembaga Komisi Pemilihan Umum, serta keanggotaan Komisi Pemilihan Umum.

  BAB III : ANALISIS DATA

24 Hadari Nawawi, Op. Cit. hal. 40.

  Bab ini nantinya berisikan tentang penyajian data dan fakta yang diperoleh dari undang-undang, buku-buku, wawancara, dan juga akan menyajikan pembahasan dan analisis data dan fakta tersebut.

BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan yang

  diperoleh dari hasil analisis data pada bab – bab sebelumnya serta berisi adanya saran – saran yang peneliti peroleh setelah melakukan penelitian.

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Tentang Pembatasan Alat Peraga Kampanye (Studi: Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Medan Pada Pemilihan Legislatif Kota Medan 2014 di Kecamatan Medan Sunggal)

4 77 149

Peran dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum Kota Medan Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum Presiden Tahun 2009

1 79 98

Peran Lurah Dalam Pemilihan Umum Legislatif, Pemilihan Umum Presiden/Wakil Presiden Dan Pemilihan...

0 26 3

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Fungsi Patung Ojizo Dalam Masyarakat Jepang

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) Dalam Proses Verifikasi Calon Anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2014(Studi Kasus : KPU Sumatera Utara)

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis Perbedaan Abnormal Return Dan Trading Volume Activity Saham Sebelum Dan Sesudah Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Republik Indonesia Tahun 2014

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Kualitas Demokrasi Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 ( Studi Kasus : Pemilihan Umum Kepala Daerah Aceh Tamiang 2012 )

0 0 33

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN A. Deskripsi Kecamatan Medan Sunggal - Implementasi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Tentang Pembatasan Alat Peraga Kampanye (Studi: Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Medan Pada Pemilihan Legislatif Kota Medan 2014 di Keca

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Implementasi Peraturan Komisi Pemilihan Umum Tentang Pembatasan Alat Peraga Kampanye (Studi: Komisi Pemilihan Umum Daerah Kota Medan Pada Pemilihan Legislatif Kota Medan 2014 di Kecamatan Medan Sunggal)

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah - Peranan Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Pemilihan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Studi Kasus: Panwaslu Kota M

0 0 34