Globalisasi dan Mobilitas Manusia: Remitansi sebagai Penggerak Perekonomian di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia

  

Globalisasi dan Mobilitas Manusia: Remitansi sebagai Penggerak

Perekonomian di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia

  8 Raissa Ardianti Abstract

  Migration is the manifestation of people mobility in the globalization era. The

developing of public transportation technology and the removing of visa requirements for

some certain regions have encouraged migration as they trigger high level of people

mobility. As a result, many people from developing countries decide to migrate in hope of

getting better life. Developed countries open a very wide opportunity for skilled or

professional workers from developing countries. According to Jagdish Bhagwati and

Nicholas Van Hear, the importing of professional labors (and migration in general) to a

great extent has brought only disadvantages for it may disrupt the country of origin’s

balance of microeconomic condition. Yet, migration also results in several advantages,

including the amount of remittances sent home by the immigrants. This paper aims to

demonstrate that Bhagwati and Van Hear

  ’s claims are hardly found in Latin America

and the Caribbean as these regions obtained the advantage of migrationthrough

remmitances, which succesfully supported the local economy.

  Keywords : people mobility, migration, remittances Pendahuluan

  Perjanjian kemudahan akses dalam sejumlah kegiatan regionalisme adalah pemicu dari kegiatan migrasi. Migrasi dapat didefinisikan sebagai bermukimnya seseorang dari tempat lain di tempat baru dalam jangka waktu tertentu. Akibat kecenderungan durasi bermukim tersebut, kegiatan migrasi dapat mempengaruhi serta dipengaruhi oleh berbagai motif. Motif umum migrasi adalah untuk memperbaiki kondisi ekonomi dari pelaku migrasi. Motif tersebut menjadi pemicu impor tenaga kerja dari negara miskin ke negara kaya. Negara maju seperti Amerika Serikat dan Eropa membuka peluang besar bagi para tenaga kerja berkeahlian atau profesional dari negara manapun untuk bekerja dan menetap sebagai tenaga kerja impor. Terbukanya akses tersebut telah menarik banyak tenaga kerja berkeahlian dari negara miskin.

  Jagdish Bhagwati dan Van Hear adalah dua ahli globalisasi yang memiliki tesis berkaitan dengan kegiatan migrasi. Pada akhirnya kedua scholars ini

  Mahasiswa Pascasarjana Hubungan Internasional minat Kajian Globalisasi & Strategi Universitas Airlangga mengklaim bahwa kegiatan migrasi lebih banyak menimbulkan kerugian dibandingkan keuntungan bagi negara-negara pengimpor tenaga kerja. Tidak ada yang bisa menjamin bahwa rasio pengiriman tenaga kerja berkeahlian lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja non keahlian dari negara miskin, padahal jenjang kemapanan ekonomi dan sosial antara keduanya terlampau jauh. Hal ini tentu merugikan bagi negara-negara miskin karena berpotensi mengacaukan kondisi perekonomian domestik mereka.

  Amerika Latin dan Kepulauan Karibia merupakan kawasan-kawasan yang menghasilkan banyak tenaga kerja impor. Kedua kawasan tersebut dikenal sebagai kawasan yang masih berkembang dan sangat menarik untuk dibahas. Data mengenai rasio perbandingan impor tenaga kerja berkeahlian dengan tenaga kerja non keahlian dari Amerika Latin dan Kepulauan Karibia memang belum ditemukan, namun terdapat sejumlah indikasi kenaikan keseimbangan ekonomi rumah tangga pada tahun 2001 hingga 2004. Tulisan ini secara lebih lanjut akan diterapkan dalam kasus yang terjadi di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia untuk menemukan afirmasi atau penolakan bagi tesis Bhagwati dan Van Hear.

  Kondisi Asimetris dalam Migrasi

  Jagdish Bhagwati dalam tesisnya yang berjudul “International Flows of

Humanity” menyimpulkan alasan migrasi ke dalam dua faktor utama, yaitu faktor penyediaan dan faktor permintaan. Untuk faktor penyediaan, migrasi pada

  umumnya dilakukan dari negara miskin ke negara maju dengan harapan pelaku migrasi dapat memberikan kehidupan yang lebih baik bagi negara asal dan keluarganya. Untuk faktor permintaan, migrasi dilaksanakan sebagai akibat dari tingginya permintaan tenaga ahli dari negara maju yang telah membuka lebar kesempatan bagi penduduk berkeahlian dari negara-negara miskin (Bhagwati, 2004:214). Secara umum, Bhagwati memiliki konsepsi yang linier berkenaan dengan alasan dan tujuan kegiatan migrasi. Pada umumnya kegiatan migrasi dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang pada akhirnya berimbas kepada keseimbangan finansial dan makro ekonomi dari negara miskin. Sepintas, kegiatan migrasi akan membawa keuntungan bagi pelakunya, namun yang terjadi sebaliknya. Seorang pelaku migrasi tidak dapat terjamin akan mengalami perubahan ekonomi. Negara maju saat ini mulai menerapkan peraturan yang lebih ketat untuk membatasi sekaligus memisahkan antara imigran yang memiliki keahlian dengan yang tidak memiliki keahlian. Kategorisasi tersebut kemudian berimbas kepada permasalahan yang ditimbulkan oleh kegiatan migrasi, misalnya kesenjangan ekonomi yang berimbas kepada kemiskinan dan meningkatnya jumlah migran ilegal di suatu negara.

  Kegiatan migrasi dipengaruhi oleh berita-berita yang disebarkan oleh migran kepada relasi-relasi dari negara asal mereka. Pada umumnya migran yang telah terlebih dahulu melakukan migrasi akan memberikan informasi dan pandangan tentang kemapanan hidup mereka di negara yang baru. Hal ini mendorong perluasan migrasi dan dorongan bagi relasi-relasi mereka untuk turut melakukan migrasi (Bhagwati, 2004:211) Besarnya biaya migrasi sendiri telah memicu timbulnya migran-migran ilegal. Kondisi dimana negara maju membutuhkan semakin banyak tenaga kerja profesional melalui proses migrasi yang dibarengi dengan peningkatan regulasi kegiatan migrasi inilah yang disebut Bhagwati sebagai

  “kondisi asimetris.” Hubungan asimetris antara pelaku migran dengan kebijakan pemerintah negara tujuan merupakan salah satu hambatan yang diciptakan oleh mudahnya mobilitas manusia dalam era globalisasi. Seperti yang diklaim oleh Bhagwati, negara-negara kaya berupaya untuk terus mempekerjakan imigran terampil, namun di lain pihak mereka sibuk mengubah kebijakan imigrasi mereka untuk membedakan antara migran terampil dengan migran yang tidak memiliki keahlian. Negara-negara miskin, di sisi lain, memiliki kepentingan untuk mengirim warga negara mereka yang tidak berkeahlian untuk bermigrasi (Bhagwati, 2004:213). Berdasarkan benturan kepentingan ini, pasokan imigran menjadi melebihi permintaan di negara-negara kaya, yang berimbas kepada timbulnya kegiatan imigrasi ilegal yang disertai dengan kartu identitas palsu dari para pelaku imigrasi ilegal tersebut.

  Bhagwati mengilustrasikan dampak migrasi berdasarkan permasalahan yang dibuat oleh pelaku migrasi di Eropa. Salah satu permasalahan Eropa terkait dengan kedatangan imigran ilegal adalah semakin banyaknya pencari suaka politik dari negara-negara sosialis. Imigran legal ini berupaya untuk mencari akomodasi, perlindungan, dan pekerjaan. Meskipun demikian, sanksi hukum yang telah diberlakukan negara tujuan kepada negara asal tidak juga mengurangi rasio imigran ilegal tersebut. Pengendalian perbatasan di kawasan Eropa, misalnya, terbilang sangat kaku karena masyarakat Eropa sendiri banyak yang bersedia menampung imigran ilegal tersebut sebagai tenaga kerja di rumah-rumah mereka. Fenomena inisemakin mempersulit kontrol imigran ilegal. Sanksi berat kepada mereka yang mempekerjakan imigran ilegal telah diberlakukan. Resistensi masyarakat Eropa terhadap imigran tanpa keahlian umumnya disebabkan oleh kecenderungan mereka untuk melakukan tindak kriminal guna menutupi kebutuhan ekonomi rumah tangga, menjadi pengedar obat-obatan terlarang, atau menjadi turis yang menetap lama di suatu negara tanpa memperpanjang visa. Penegakan hukum menjadi lebih sulit jika tidak dilakukan tanpa melanggar batas privasi individual seperti pengecekan kartu identitas. Bukannya mendapatkan dukungan, langkah ini menarik protes keras dari kelompok-kelompok kebebasan sipil.

  Dalam bukunya yang berjudul Migration And The Making of Diasporas, Van Hear menuliskan sejumlah kemungkinan alasan seseorang untuk melakukan migrasi. Alasan-alasan tersebut antara lain: Pertama, motivasi dan keputusan individual, yaitu berkenaan dengan keputusan individu untuk melakukan migrasi yang pada umumnya dipicu oleh alasan ekonomi. Kedua, strategi dalam rumah tangga, yaitu migrasi yang dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Ketiga, ketidakseimbangan kondisi antara negara asal dengan negara tujuan, yaitupeluang upah yang lebih baik di negara tujuan serta tingkat ekonomi negara tujuan yang dipandang lebih memadai dibandingkan dengan negara asal.

  

Keempat , perkembangan institusi dan jaringan imigran. Migrasi dapat dipicu oleh

  komunikasi dari mereka yang telah terlebih dahulu bermigrasi kepada mereka yang belum atau hendak bermigrasi. Kelima, rezim migrasi, yaitu lembaga yang mengatur peraturan, hukum, dan batasan-batasan migrasi. Keenam, migrasi yang diakibatkan oleh kondisi makro ekonomi negara asal. Ketidakseimbangan siklus finansial dalam suatu negara bisa menjadi alasan seseorang untuk melaksanakan migrasi (Van Hear, 1998:14).

  Van Hear mengklaim bahwa perkembangan ekonomi, teknologi, geopolitik, kebudayaan, dan ideologi mempercepat akses integrasi dan interdependensi dalam perekonomian dunia. Salah satu efek dari interdependensi tersebut adalah adanya liberalisasi dalam perdagangan barang dan jasa. Liberalisasi difasilitasi oleh perusahaan transnasional yang mengontrol pasar dengan teknologi mutakhir. Fleksibilitas dan mobilitas yang ditawarkan oleh perusahaan multinasional itulah yang menarik banyak pekerja dari seluruh belahan dunia. Para imigran di negara maju menikmati akses-akses global seperti nilai, moralitas, dan selera di negara maju yang menaikkan kelas sosial mereka dari kelas bawah menjadi kelas menengah (Van Hear, 1998:215). Globalisasi telah mempermudah cita-cita para pekerja kosmopolitan untuk mewujudkan kontrol ekonomi tanpa kelas, kesenjangan antara pemilik modal dengan pekerja, dan tekanan sosial. Cita-cita tersebut dimanifestasikan dalam sebuah transnational networks .

  Fenomena tenaga ahli impor secara besar-besaran diklaim oleh Van Hear sebagai mass exodus yang justru berbalik menciptakan konflik. Efek negatif dari

  

mass exodus juga hamper tidak terhindarkan sebagai dampak dari tingginya

  mobilitas manusia. Sayangnya, belum ada solusi yang dapat dibuat untuk menghindarkan mass exodus dengan dampaknya berupa kesenjangan antara penduduk lokal dengan tenaga ahli impor. Van Hear secara lebih lanjut menyimpulkan tigahalpenting. Pertama, mass exodus membuat semacam ketakutan sendiri dari penduduk lokal. Penduduk lokal menjadi mudah curiga terhadap migran-migran pendatang karena mereka dikhawatirkan akan mengancam kondisi sosial dan ekonomi penduduk lokal. Kedua, negara penerima impor tenaga kerja ahli justru tidak mendapatkan manfaat apa-apa. Hal ini diakibatkan tidak hanya karena kesenjangan sosial ekonomi, melainkan juga karena posisi tawar negara penerima lebih rendah dibandingkan dengan negara yang mengimpor tenaga ahli. Ketiga, negara yang mengirimkan tenaga kerja ahli mungkin akan mendapatkan keuntungan berupa uang remitansi, namun untuk keuntungan yang tidak seberapa harus dibayar dengan disrupsi sosial yang besar (Van Hear, 1998:191).

  Bhagwati dan Van Hear telah mengilustrasikan dampak migrasi berdasarkan efek negatif yang diciptakan. Bhagwati menyimpulkan bahwa jaringan transnasional yang dibentuk oleh para pelaku migran telah mengakibatkan semakin tingginya aktivitas migrasi ke negara maju. Tingginya biaya hidup di negara maju dan semakin ketatnya regulasi yang mengatur migrasi justru semakin meningkatkan jumlah imigran ilegal di negara maju. Imigran ilegal tersebut telah membawa krisis sosial berupa kriminalitas, peredaran obat-obatan terlarang, hingga pembentukan kampung kumuh di negara maju. Hal ini justru membuat resistensi negara maju terhadap imigran semakin tinggi. Van Hear berargumen bahwa dampak migrasi sangat buruk bagi negara penerima impor tenaga kerja ahli, jika status politik, ekonomi, dan sosial negara itu lebih rendah dibandingkan dengan negara asal tenaga kerja ahli. Akhirnya, pada kondisi dimana negara pengirim tenaga ahli memiliki posisi tawar yang lebih tinggi dibandingkan negara penerima, negara pengirim akan mendapatkan sebuah keuntungan berupa uang remitansi. Meskipun demikian, Van Hear menyebutkan bahwa dampak uang remitansi ini tergolong sementara.

  Remitansi dan Dampaknya

  Dalam kasus Amerika Latin dan Kepulauan Karibia, kehadiran uang remitansi membawa dampak positif dalam jangka waktu yang tidak sebentar. Hal ini dibuktikan dengan adanya peningkatan penerimaan uang remitansi dari tahun 2001-2003. Penduduk Amerika Latin dan Karibia melakukan migrasi ke Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa sebagai respon terhadap kegagalan pemerintah Amerika Latin dan Karibia dalam mengatasi kesenjangan perekonomian global. Kesenjangan dan minimnya penghargaan terhadap keahlian penduduk mengakibatkan banyak penduduk Amerika Latin dan Karibia melakukan migrasi ke negara yang lebih bisa menghargai keahlian mereka. Meskipun demikian, migrasi oleh penduduk Amerika Latin dan Karibia ini justru membawa keuntungan ekonomi bagi negaramereka, seperti ditunjukkan oleh tabel di bawah ini:

  Tabel 1. Remitansi darimigrasibagiAmerikaLatin dan Karibia (2001-2003) dalam juta dolar

  Tahun 2001 2002 2003

  

Meksiko 9,273 10,502 13,929

Brazil 2,600 4,600 5,355

Kolombia

  1,600 2,431 3,220

  

Guatemala 584 1,689 2,211

El Salvador 1,920 2,111 2,210

Republik Dominika 1,807 2,206 2,164

Ekuador 1,400 1,575 1,657

Kuba 930 1,265 1,296

Peru 905 1,138 1,155

Honduras 460 770 862

Haiti 810 931 851

Nikaragua 610 759 788

  Sumber: Inter-American Development Bank

  Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa terjadi kenaikan pemasukan uang remitansi dari tahun ke tahun pada periode 2001-2003 kecuali Republik Dominika dan Haiti, yang mengalami penurunan remitansi pada tahun 2003 jika dibandingkan dengan 2002. Secara logika, peningkatan pasokan uang remitansi dapat dilekatkan pada dua asumsi. Pertama, asumsi bahwa seiring dengan naiknya tingkat pengiriman remitansi, maka terjadi peningkatan jumlah pelaku migrasi. Naiknya jumlah pelaku migrasi mengindikasikan bahwa kegiatan migrasi menjanjikan keuntungan politik, sosial dan ekonomi. Dalam kasus Amerika Latin dan Karibia, jaminan terhadap keuntungan politik, sosial, dan ekonomi di Amerika Serikat dan negara maju lainnya memang tidak terlihat secara masif, namun terjadi peningkatan kepercayaan negara maju terhadap tenaga kerja impor tersebut. Naiknya tingkat kepercayaan ini dibarengi dengan kenaikan pendapatan. Asumsi kedua adalah bahwa semakin tingginya intensitas pengiriman uang remitansi ke Amerika Latin dan Karibia, semakin mudah dan murah akses yang disediakan oleh lembaga pengirimnya. Untuk negara-negara miskin dan berkembang, tidak banyak lembaga keuangan yang dapat memfasilitasi kebutuhan pengiriman uang asing dengan mudah dan murah.

  Western Union adalah salah satu dari sedikit lembaga tersebut. Tingginya

  intensitas pengiriman uang ke Amerika Latin dan Karibia juga turut menurunkan jumlah biaya pengiriman.

  Uang remitansi yang diterima oleh rumah tangga di Amerika Latin dan Karibia telah berhasil menyeimbangkan kehidupan ekonomi. Ini dapat dilihat dari alokasi uang remitansi sebagaimana ditunjukkan oleh tabel berikut:

  Jenis Pengeluaran Guatemala Honduras El

  Salvador Meksiko Ekuador Kebutuhan rumah tangga (utang, sewa, makanan, dll.)

  64% 77% 84% 70% 60% Tabungan 11% 4% 4% 7% 8% Investasi 10% 4% 4% 1% 8% Pendidikan 7% 10% 4% 6% 2% Lain-lain 3% 3% 2% 3% 18% Properti 1% 2% 1% 1% 4% Tidak diketahui 0% 0% 2% 11% 1% Total 100% 100% 100% 100% 100%

  Sumber: Multilateral Investment Fund, InterAmerican Development Bank

  Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa tingkat ketergantungan rumah tangga Amerika Latin dan Karibia terhadap pemasukan uang remitansi sangat besar. Besarnya rasio alokasi pemasukan rumah tangga dalam sektor kebutuhan rumah tangga seperti pembayaran utang, sewa, dan makanan, dibandingkan dengan alokasi pendidikan dan tabungan yang lebih sedikit menunjukkan bahwa rumah tangga penerima uang remitansi tergolong rumah tangga menengah ke bawah. Selain itu, dapat pula diperhatikan bahwa kategorisasi kebutuhan primer rumah tangga ini masih berorientasi pada kebutuhan konsumsi; pendidikan dan tabungan tidak digolongkan ke dalam kebutuhan primer. Dapat juga dilihat bahwa terjadi ketidakseimbangan antara distribusi kebutuhan konsumsi dengan kebutuhan yang sifatnya untuk masa depan.

  Sejarah panjang tentang kesenjangan dan ketidakadilan di Amerika Latin dan Karibia telah menjadi penyebab kemiskinan di wilayah regional tersebut. Remitansi telah memberikan mekanisme untuk menyeimbangkan distribusi pendapatan dengan tujuan untuk menekan angka kemiskinan (Orozco, 2004:6). Untuk itulah, menjadi sangat wajar jika uang remitansi memiliki distribusi alokasi yang tidak merata dan biasanya diterima oleh rumah tangga menengah ke bawah atau justru cenderung miskin. Jika dibandingkan dengan keseluruhan pendapatan negara dari sektor industri lokal, uang remitansi memiliki jumlah yang lebih tinggi. Rumah tangga yang menerima uang remitansi secara berkala rasionya setara dengan GDP perkapita di Amerika Latin. Sekitar 20% penduduk Amerika Latin mendapatkan uang remitansi yang setara dengan GDP perkapita.

  Kenaikan remitansi telah berkontribusi terhadap keseimbangan finansial dari negara asal para migran melalui lima tahapan. Pertama, bentuk pemasukan rumah tangga sebagai bentuk tanggung jawab imigran. Kedua, memperlancar distribusi finansial dari rumah tangga kepada sektor lain. Ketiga, remitansi berakibat baik pada kondisi makro ekonomi negara dan menstabilkan siklus finansial. Keempat, uang remitansi menaikkan derajat kehidupan penduduk negara miskin. Kelima, uang remitansi termasuk ke dalam lima komponen integrasi ekonomi, empat yang lain adalah pariwisata, transportasi, telekomunikasi, dan perdagangan (Orozco, 2004:9). Ini menunjukkan bahwa uang remitansi termasuk sebagai media suksesor dalam integrasi ekonomi bagi negara-negara miskin. Berdasarkan lima tahapan tersebut, dapat didugabahwa tingginya tingkat ketergantungan masyarakat Amerika Latin dan Karibia terhadap uang remitansi dipicu oleh kondisi sosial ekonomi dari rumah tangga.

  Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh Jorge Martínez Pizarro dan Miguel Villa, ditemukan bahwa imigran yang berasal dari Amerika Latin dan Karibia di Amerika Serikat adalah kelompok yang sangat heterogen, yakni sebuah sikap yang dilandasi dengan sentimen regional (Pizzaro, 2004:10). Rasio jenis kelamin rata-rata paraimigran menunjukkan dominasi laki-laki, akibat tingginya proporsi orang dari Meksiko dan Amerika Tengah. Namun, analisis data menunjukkan bahwa perempuan merupakan mayoritas di kalangan imigran dari Karibia dan Amerika Selatan. Sesuatu yang serupa terjadi dalam kasus karakteristik sosio-demografis lainnya, yakni antara mesoamerican, secara ekonomi dan usia mereka lebih matang dibandingkan dengan pendatang dari Amerika Selatan dan Karibia. Selain itu, partisipasi perempuan dalam pasar tenaga kerja lebih tinggi di antara imigran Karibia dan Amerika Selatan.

  Pada tahun 2000-2004, migrasi yang dilakukan oleh penduduk Amerika Latin dan Karibia ke wilayah Amerika Serikat dipengaruhi oleh faktor yang berbeda. Pembukaan pasar internal untuk perdagangan dunia dan penerapan teknologi baru di sektor transportasi dan komunikasi telah memberikan kontribusi untuk mengurangi tidak hanya biaya perjalanan, melainkan juga biaya pengiriman uang remitansi (Pizzaro, 2004:13). Langkanya jaminan untuk mendapatkan pekerjaan tetap, tingginya insiden kemiskinan dan ketimpangan dalam distribusi pendapatan, telah mempengaruhi orang-orang yang pindah untuk mencari kemungkinan kehidupan yang lebih baikdi luar kawasan. Meskipun demikian, rasio mereka yang melakukan migrasi ke negara di luar Eropa dan Amerika Serikat masih sangat sedikit dibandingkan dengan mereka yang telah menetap di negara maju. Jaringan sosial transnasional yang dibuat atau diperkuat selama tahun-tahun 1980 dan 90-an telah berkontribusi untuk mengatasi hambatan migrasi.

  Pola dan intensitas migrasi yang dilakukan oleh masyarakat Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2000-2004 terbilang persisten. Padahal, kedatangan migran tersebut tidak langsung diakomodasi dengan sumber daya yang dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka. Karakteristik demografi dan kondisi sosial ekonomi masyarakat Amerika Latin dan Karibia di Amerika Serikat dan Eropa dipengaruhi oleh efek jangka pendek dari penyesuaian struktural.

  Studi yang dilakukan oleh UNDP menyebutkan ada beberapa efek kesejahteraan yang tidak terbantahkan dari remitansibagirumah tangga yang memiliki tingkat ketergantungan tinggi terhadapnya. Pertama, pengiriman uang merupakan sumber pendapatan penting bagi banyak rumah tangga berpenghasilan rendah dan menengah di negara-negara berkembang. Kedua, remitansi menyediakan mata uang cetak yang dibutuhkan untuk mengimpor input langka yang tidak tersedia di dalam negeri dan juga penghematan tambahan untuk pembangunan. Meski demikian, besarnya dampak remitansi di negara-negara penerima banyak bergantung pada distribusi dan alokasi dari uang tersebut, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 2. Lebih dari 50% pemasukan dialokasikan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga seperti pembayaran utang, sewa, dan makanan. Ini menunjukkan bahwa distribusi ekonomi rumah tangga di Amerika Latin dan Karibia belum merata. Tingginya alokasi dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga yang berbanding terbalik dengan kebutuhan pendidikan mengindikasikan bahwa rumah tangga tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan primer lainnya. Sebagian besar penelitian mempertimbangkan efek multiplier remitansi dengan menggunakan model yang menangkap kedua migrasi dan efek kesejahteraan yang diciptakan oleh remitansi. Hasil penelitian UNDP juga menunjukkan bahwa jika migran berketerampilan rendah beremigrasi, kesejahteraan negara pengirim naik karena penerimaan remitansi telah melebih pendapatan domestik. Jika tenaga kerja berkeahlian beremigrasi dan/atau jika emigrasi disertai dengan sumber daya yang baik, kiriman uang akan meningkatkan kesejahteraan. Namun, kondisi ini berlaku untuk non-migran hanya jika rasio modal atau tenaga kerja tidak berubah atau naik (OECD, 2006:152).

  Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tren migrasi Amerika Latin dan Karibia tidak dipengaruhi oleh kemungkinan kesenjangan ekonomi dan konflik di negara yang akan menerima mereka sebagai emigran. Buruknya infrastruktur dan kondisi sosial ekonomi di Amerika Latin dan Karibia merupakan faktor utama pendorong kegiatan migrasi. UNDP menemukan bahwa sekalipun distribusi dan alokasi uang remitansi tidak merata di rumah tangga Amerika Latin dan Karibia, efek multiplier remitansi tetap berpengaruh terhadap keseimbangan ekonomi karena jumlahnya yang melebihi pendapatan domestik dari Amerika Latin dan Karibia. Keuntungan tersebut didapatkan setelah efek jangka pendek negatif dari kegiatan pasca emigrasi dapat dihadapi dengan relative baik. Efek jangka pendek itu meliputi kompetisi dan rendahnya jaminan kesejahteraan ekonomi di negara tujuan. Setelah mengalami penyesuaian selama beberapa waktu, pelaku migrasi dapat menikmati keuntungan yang disediakan oleh kegiatan migrasi. Kesimpulan ini berlawanan dengan proposisi Bhagwati dan Van Hear yang menyebutkan bahwa uang remitansi merupakan efek keuntungan jangka pendek dan kesenjangan antara pelaku migrasi dan penduduk lokal adalah efek negatif jangka panjangnya. Di dalam kasus Amerika Latin dan Karibia, dapat dilihat bahwa siklus efek jangka pendek dan jangka panjang dari kegiatan migrasi tidak berlaku.

  Kesimpulan

  Globalisasi telah mempermudah akses mobilitas manusia yang mendorong kegiatan migrasi dari negara miskin menuju negara kaya. Pada kenyataannya, tingginya mobilitas manusia dalam globalisasi telah meningkatkan kesejahteraan ekonomi dalam suatu negara. Mobilitas manusia saat ini tidak lagi berarti perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lain, melainkan dapat dipersepsikan sebagai transfer keahlian dari negara satu kepada negara lain. Migrasi sendiri telah memberikan keuntungan bagi negara asal berupa uang remitansi, yang terbukti memberikan dampak positif bagi keseimbangan finansial dan makroekonomi, seperti yang terjadi di Amerika Latin dan Kepulauan Karibia pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2003.

  Bhagwati berupaya untuk menunjukkan bahwa kegiatan migrasi akan memicu konflik antara negara maju dan negara miskin. Konflik ditandai dengan kondisi asimetris antara tingginya jumlah migran di negara maju, kebutuhan negara maju untuk memisahkan antara tenaga ahli dan migran tanpa keahlian, sertaketatnya regulasi untuk migrasi. Meskipun sanksi dan regulasi diperketat, jumlah imigran legal dan ilegal di Eropa, misalnya, masih tidak teratasi. Kontrol terhadap mobilitas manusia di Eropa justru semakin sulit. Van Hear melihat urgensi masalah imigrasi dengan merujuk kepada perbandingan tingkat kekuatan tawar dari negara pengirim tenaga kerja ahli dengan negara penerima. Semakin tinggi kekuatan tawar negara pengirim dibandingkan dengan negara penerima, semakin rentan kesenjangan di negara penerima.

  Baik tesis Bhagwati maupun Van Hear sama-sama tidak berlaku untuk Amerika Latin dan Karibia. Di kedua kawasan tersebut, kegiatan migrasi justru sangat dibutuhkan akibat tingginya ketergantungan masyarakat Amerika Latin dan Karibia terhadap uang remitansi. Pendistribusian uang remitansi tidak saja berpengaruh terhadap kesejahteraan ekonomi di dalam rumah tangga, melain juga berpengaruh terhadap GDP perkapita negara-negara di kedua kawasan. Ini merupakan bukti bahwa negara pengirim tenaga kerja dengan kekuatan tawar yang lebih rendah telah mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomi dari pelaksanaan migrasi.

  DAFTAR PUSTAKA Buku

Bhagwati, Jagdish. 2004. In Defense of Globalization. Oxford: Oxford University Press.

  

OECD. 2006. International Migrant Remmitances And Their Role In Development.

  Mexico: SOPEMI.

Orozco, Manuel. 2004. Remittances to Latin America and the Caribbean: Issues And

  Perspectives on Development . Washington: Report on Comission by Organization of American States.

  

Van Hear, Nicholas. 1998. New Diasporas: The Mass Exodus, Dispersal, And

Regrouping of Migrant Communities. Oxford: UCL Press.

  Jurnal

Pizzaro, Jorge Martinez dan Miguel Villa. 2004. International Migration In Latin

America and The Caribbean: A Summary View of Trend and Pattern, Research

  Journal of Latin America And The Carribean . Vol 10.

  

Puri, S. dan T. Ritzema.1999. Migrant Worker Remittances, Micro-Finance and the

Informal Economy: Prospects and Issues, Working Paper of Social Finance Unit.

  Vol. 21.

  Website

Inter-American Development Bank. 2004. Latin American And The Caribbean LAC

Remmitances [online]akses tanggal 14 Mei 2013, 13.48].

  

Multilateral Investment Fund, Inter-American Development Bank. Receptores de

Remesas en Mexico [online]. 2003[akses tanggal 27 Juni 2013, 20.13].

  

Orozco, Manuel. 2003. Worker Remittances: An International Comparison [online].

akses tanggal 26 Juni 2013, 20.55].