MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI

  MEMBINGK AI DINAMIK A

MENCARI AKAR SEJARAH KEWEDANA AN

PERLUASAN TEBING TINGGGI

  I

REFERENSI TEBING TINGI DELI

  

Refleksi Hut Kota Tebing Tinggi Ke- 96

1 Juli 1917 - 1 Juli 2013

  Foto Koleksi Roesman Saleh MUNGKINKAH PERLUASAN KOTA ? MUNGKINKAH PERLUASAN KOTA ?

MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI ESA HILANG DUA TERBILANG

  SALAM REDAKSI REFERENSI TEBING TINGGI DELI SINERGI

  TERBIT SEJAK 16 Juli 2002 SK WALIKOTA TEBING TINGGI NO.480.05/286 TAHUN 2002 embaca Budiman, Pada 1 Juli 2013 Kota Tebing Tinggi berdaskan data yang

  P KETUA PENGARAH : disepakati mencapai usia 96 tahun sejak dijadikan sebagai Geme tee oleh Kolonial Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM Belanda pada 1 juli 1917. Meski belakangan banyak kalangan gen- ( WaliKota Tebing Tinggi ) erasi muda mulai mempertanyakan validitas data itu. Tapi paling tidak upaya ke arah itu harus didorong, guna mendapatkan sejarah yang ju-

  WAKIL KETUA PENGARAH : jur serta otoritatif dan digali dari khasanah intelektual bangsa sendiri.

  H. Irham Taufik, SH, M.AP SINERGI sebagai media pemerintah Kota Tebingtinggi punya kewa- (Wakil WaliKota Tebing Tinggi ) jiban untuk tampil di depan sebagai salah satu komunitas yang mendorong pen- gungkapan sejarah secara jujur dan bertanggung berbagai fakta sejarah yang

  PENGENDALI : selama ini terkesan berada di bawah tanah. Alhamdulillah, laporan khusus ta-

  H. Johan Samose Harahap, SH, MSP hun lalu, mendapat antusias tinggi dari masyarakat.

  (Sekdako Tebing Tinggi Deli ) Terbukti, ada permintaaan agar majalah edisi khusus itu dicetak ulang. Mendapat sambutan demikian, menyambut HUT ke 96 kota Tebingting-

  PENANGGUNG JAWAB : gi tahun ini, SINERGI kembali membuat edisi khusus terkait masalah se- Ir. H. Zainul Halim jarah kota Tebingtinggi dan sekitarnya. Laporan utama kali ini, akan men- (Asisten Administrasi Umum ) coba memotret sejarah Tebingtinggi jika dilihat dari dinamika administrasi pemerintahan sejak masa lalu hingga kini. Laporan ini berdasarkan pada asumsi ke- PIMPINAN REDAKSI :

  Ahdi Sucipto, SH mungkinan akan munculnya gerakan perluasan kota Tebingtinggi di masa mendatang. (Kabag Adm. Humas PP) Mengingat wilayah kota kian sempit seiring dengan ke- berhasilan pembangunan. Kebutuhan akan lahan, semakin mende-

  REDAKSI : sak. Hal demikian membutuhkan sebuah dasar historis yang kuat.

  Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda Edisi ini juga akan dilengkapi dengan laporan sejarah dari beberapa rekan tamu.

  BENDAHARA : Misalnya sejarah Pajak Bunga di halaman ekonomi. Ada pula sejarah SMAN 1 kota Jafet Candra Saragih Tebingtinggi di sekolah mana banyak calon pemimpin negeri menuntut ilmu. Lapo-

  KOORDINATOR LIPUTAN : ran sejarah kami runut lebih detail berupa sejarah DPRD kota Tebingtinggi sepanjang Drs Abdul Khalik, MAP masa. Ada pula laporan sejarah Pengadilan Agama Tebingtinggi, sejarah Masjid Keling

  SEKRETARIS REDAKSI : (Al Mukhlis) di Jalan A. Yani serta laporan Sejarah Pengadilan Agama Tebingtinggi.

  Dian Astuti

  Beberapa tokoh masyarakat yang pernah menghiasi kota Tebingting- gi di masanya juga kami muat. Misalnya, Ristata Sirajt yang dikenal seba-

LAYOUT DESAIN GRAFIS

  gai seniman kota dengan kaliber nasional. Juga ada laporan sejarah hidup Edi Suardi, S.Sos Aswin Nasution, ST

H. Musko Selamat (Ketua DPRD beberapa periode) dan kisah hidup Hj. Rat- na Mardikun. Semua kisah mereka bisa jadi pelajaran generasi sekarang.

  FOTOGRAFER : Sulaiman Tejo Edisi ini tidak lengkap jika kami tak menurunkan sejumlah laporan lain-

  Chairul Fadhli nya, terkait kearifan lokal di Kerajaa Padang, kemudian sejarah TMP Kp. Ke-

KOORDINATOR DISTRIBUSI

  ling. Ada pula satu opini menarik dari wartawan senior H. Ibrahim, SH den- RIDUAN gan judul menohok ‘Medan 423 Tahun, Tebing Berapa Ya?’ Edisi khusus ini kami tutup dengan sebuah ragam tentang perjalanan ke Istanbul, Turki.

  LIPUTAN DAN REPORTER : Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi Kami sadar, laporan ini belum lah sempurna sebagai bahan informasi ten- tang kota Tebingtinggi. Tapi paling tidak laporan ini akan menjadi bahan dasar bagi

  Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi saran masyarakat untuk menggali kembali butir-butir sejarah kota. Sejarah akan selalu me- penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan tanda pengenal (KTP,SIM,Paspor) dan Redaksi berhak narik, karena tanpa sejarah kita akan kehilangan identitas. Andai sejarah dibuat tidak m e n g u b a h t u l i s a n s e p a n j a n g t i d a k m e n g u b a h i s i jujur, maka ketidak jujuran atas sejarah itu akan menghukum kita di masa mendatang. d a n maknanya.

  Dasar itulah yang menggerakkan kami melaporkan sejarah yang kami Tulisan dikirim ke alamat redaksi : ketahui secara apa adanya, lepas dari pretensi dan kepentingan yang banyak

  Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Protokol Sekreariat diprasangkakan selama ini. Akhirnya, kami haturkan edisi khusus ini untuk bisa

  Daerah Kota Tebing Tinggi Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Deli Deli jadi salah satu referensi dalam memahami kota Tebingtinggi. Selamat membaca.

  Eimail : majalah_sinergi@yahoo.co.id Facebook : majalah_sinergi@yahoo.co.id

  DAFTAR ISI SINERGI EDISI 126 JUNI 2013

  ) BKM Al Hasanah Gelar Khitan Massal dan Donor Darah

  Nama Kota Tebing Tinggi 42. 0PINI ) Masyarakat Yang Santun Lagi Cerdas ) Medan 423, Tebing Tinggi Berapa Ya?

  47. SOSIAL ) Taman Bahagia Dari Masa Ke Masa

  48. PRURALIS ) Melihat Cara Istanbul Memanusiakan Warg- anya

  52. PEMKO KITA ) Bakti Sosial TNI Gotroy Dengan

  Masyarakat Tebing Tinggi ) 186 Atlit Ikuti Kejurcab PBSI Tebingting- gi 2013

  ) Kontes Kicau Burung Meriahkan Hari Jadi Tebing Tinggi

  ) Temu Ramah Ormas, OKP dan LSM se Tebingtinggi

  40. OLAH RAGA ) Sejarah Stadion Padang Sport Kerajaan

  ) Keterbatasan Kemampuan Menjadi Ham- batan Pembangunan

  ) PNS Dihimbau Tingkatkan Sinergitas dan Integritas

  ) Komisi Informasi Sumut Sosialisasikan UU KIP‘Transparansi Informasi Bagian dari HAM’

  ) Syech Ali Saleh Muhammad Ali Jaber ) Kalau Ingin Berbicara Dengan Allah, Jaga Sholat

  ) Wali kota ajak warga kembangkan olah- raga tradisionil

  ) Walikota Tebingtinggi Letakkan Batu Pertama Rumah Aladin

  Padang 41 . SASTRA/BUDAYA ) Ristata Siradt Seniman Membawa Harum

  Dalam Kasus Master Steel Redaksi JUANDA Redaksi KHARUL HAKIM Sekretaris Redaksi DIAN ASTUTI Pimpinan Redaksi AHDI SUCIPTO.SH Bendahara JAFET CHANDRA SARAGIH Redaksi RIZAL SYAM Koordinator Liputan Drs.ABDUL KHALIK.MAP Distributor RIDWAN

Foto Grafer Sinergi

FADHLI Layout Desain Grafis EDI SUWARDI.S.Sos Layout Desain Grafis M.YUSUF.ST Layout Desain Grafis ASWIN NAST.ST Foto Grafer Sinergi SULAIMAN

  4. MOMENTUM

  20. EKONOMI ) Sedikit Tentang Pajak Bunga

  8. SINERGITAS ) Perluasan Wilayah

  9. UTAMA ) Mencari Akar Sejarah Perluasan Kota

  Tebingtinggi ) Kewedanaan Padang Bedagai ) Membingkai Dinamika Perluasan Tebing

  Tingggi 16 . PENDIDIKAN ) Masih Banyak Guru Yang Harus Di

  Tingkatkan Kualitasnya ) Sejarah Dan Prestasi SMAN 1Kota Tebig

  Tinggi

  21. KESEHATAN ) Kilas Sejarah Rsud Dr.H.Kumpulan Pane

  39. INFO NASIONAL ) Lagi, KPK Periksa Jaksa Kejati Dki

  22. LINGKUNGAN HIDUP ) Kearifan lokal pelestarian LH di Kerajaan

  Padang ) Peringatan HLH Di Tebing Tinggi

  25. AGAMA ) Masjid Keling Berganti Menjadi Mesjid

  Al-Mukhlis, Peninggalan Sejarah Umat Hindu Di Tebingtinggi

  26. LENSA PEMKO ) Rangkaian Kegiatan Hari Jadi Kota Tebing Tinggi Ke -96 Dan Hut Bhayangkara Ke-67

  34. PARLEMENTARIA ) Catatan –Catatan Lepas Seorang Demonstran

  Kecil Sebuah Episode Sejarah Dprd Kota Tebing Tinggi Tahun 1967

  59. TEPIAN ) Een Sukaesih

  MOMENTUM

  MOMENTUM

MOMENTUM MOMENTUM

  

MOMENTUM

  SINERGITAS

PERLUASAN WILAYAH

  harus mengkaji berbagai aspek jika in- gin melaksanakan perluasan wilayah. Secara lebih rinci, pada umumnya perlu- asan wilayah bagi daerah tertentu bertu- juan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan melalui : pening- katan pelayanan kepada masyarakat; percepatan pertumbuhan kehidupan masyarakat; percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah; percepatan pengelolan potensi daerah; Beberapa alasan kenapa pemekaran wilayah dapat dianggap sebagai salah satu pendekatan dalam kaitannya den- gan penyelenggaraan pemerintah daer- ah dan peningkatan publik, yaitu : a. Ke- inginan untuk menyediakan pelayanan publik yang lebih baik dalam wilayah yang terukur. Pendekatan pelayanan melalui pemerintahan daerah diasumsi- kan akan lebih dapat memberikan pelay- anan yang lebih baik dibandingkan den- gan pelayanan melalui pemerintahan daerah pusat pemerintahannya yang lebih luas. Melalui proses perencanaan pembangunan daerah pada skala yang lebih terbatas, maka pelayanan publik sesuai kebutuhan lokal akan lebih ter- sedia. b.Mempercepat pertumbuhan ekonomi penduduk setempat mela- lui perbaikan kerangka pengembangan ekonomi daerah berbasiskan potensi lokal. c. Penyerapan tenaga kerja secara lebih luas di sektor informal dan sektor riil, pemerintah dengan potensi pendis- tribuasian pendapatan secara merata. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perluasan wilayah akan memberi manfaat bagi masyarakat umum asal di- lakukan sesuai prosedur dan kebutuhan. Perluasan wilayah dilakukan untuk men- ingkatkan efektivitas pemerintahan ser- ta meningkatkan kesejahteraan dan pe- layanan umum, maka perluasan wilayah memang tepat dan menjadi solusi. Akan tetapi jika perluasan itu tidak berang- kat dari tujuan yang benar serta tidak dikelola dengan baik, pada akhirnya per- luasan tersebut hanya akan membebani anggaran negara dan justru memperte- bal jarak masyarakat dari kesejahteraan. Selain itu, pemekaran wilayah tanpa didasari analisis manfaat yang kompre- hensif dan akurat yang mencakup ide- ologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan; niscaya da- pat menimbulkan masalah besar dike- mudian hari. Dapat dilihat beberapa daerah yang tidak memiliki cukup sum- ber daya dan kemampuan untuk memi- kul beban otonomi bahkan daerah itu tidak memiliki pendapatan asli daerah yang signifikan untuk menghidupi dae- rah itu, sehingga akhirnya sebagian dae- rah baru layu justru setelah dimekarkan. Namun yang sesungguhnya terjadi, tu- juan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan ekonomi masyarakat kadang-kadang hanya kamuflase belaka. Yang paling nyata, perluasan wilayah hanya untuk kepentingan elite politik di daerah. Tentu saja kepentingan politik itu tidak lain untuk lebih besar menda- pat ‘kue’ dari anggaran belanja daerah. Selain itu adalah perebutan posisi-posisi strategis dengan tujuan penguatan ek- sistensi kepentingan untuk bertahan lebih lama dalam kekuasaan politik. Di samping dari dari kenyataan yang ada perluasan wilayah berdampak membebani keuangan pemerintah dae- rah. Artinya, bahwa dampak perluasan wilayah terhadap keuangan pemerin- tah daerah bisa saja merugikan atau masih sangat tergantung pada pemer- intah pusat. Hal ini bukan berarti per- luasan harus dihentikan atau dibatal- kan, mengingat perluasan wilayah perlu ditinjau dari berbagai aspek. Akan tetapi hal yang harus dilakukan adalah setiap pemerintah daerah yang ingin melakukan perluasan wilayah perlu merumuskan langkah-langkah antisipatif guna mengeliminasi atau mengatasi beban pengeluaran yang lebih besar dibandingkan penerimaan. Paling tidak, langkah-langkah yang direkomendasikan adalah menggali sumber-sumber penerimaan secara in- tensif dan ekstensif, menggalang kemi- traan dengan pihak swasta dalam pe- nyediaan prasarana dan utilitas umum serta merangsang swadaya masyarakat. Dari pemaparan di atas, perluasan wilayah bila berdasarkan kajian men- dalam dan jika telah mempertimbangkan berbagai aspek, maka perluasan wilayah akan lebih mudah direalisasikan. Pada gilirannya perekonomian masyarakat akan lebih memungkinkan dicapai dan kesejahteraan rakyat akan lebih cepat terwujudkan. Pendeknya, jika perluasan wilayah dilakukan dengan tujuan yang lurus dan dijalankan lewat mekanisme prosedur yang benar, dia akan menjadi solusi terhadap pencapaian kesejahter- aan rakyat. Namun jika dilakukan dengan niat busuk dan bermaksud memperkaya diri para elit penguasa, maka niat untuk perluasan wilayah harap dihentikan saja.

  Persoalan perluasan wilayah administrasi merupakan persoalan sejak zaman dahulu. Dulu, setiap daerah yang berkeinginan untuk meluaskan wilayahnya adalah dengan cara melakukan ekspansi. Sedangkan sekarang, setiap daerah

  UTAMA

Jl. K.H. Ahmad Dahlan/Tjong Afie tahun 1938 (koleksi foto Roesman Saleh)

  

“Apa Tanda Muara Padang

Eru Sebatang Di Balik Bagan

Apa Tanda Kekasih Datang

Panas Dan Dingin Terasa Di Badan.”

  

(Salah Satu Pantun Muda-Mudi Di Kerajaan Padang)

MENCARI AKAR SEJARAH PERLUASAN

KOTA TEBINGTINGGI ?

  Tebing di pinggiran sungai Pa- dang dan persis berada di muara sungai Bahilang itu (sekarang daratan antara muara sungai Bahilang hingga pemaka- man keluarga punggawa Kerajaan Padang di Kel. Tebingtinggi Lama, Kec. T.Tinggi Kota), mulai dihuni sebagai tempat ting- gal pada tahun 1864. Daratan itu berada di kelokan sungai Padang yang kabarnya menjadi hunian pertama di sekitar tempat itu. Penghuninya, bernama Datuk Bandar Kajum bersama keluarga dan pengikutnya.

  Inilah pernyataan resmi perta- ma kali yang dibuat oleh sejumlah tokoh masyarakat Kota Tebing Tinggi pada ta- hun 1987. Pernyataan ini terdapat dalam makalah berjudul ‘Kertas Kerja Menge- nai Pokok-Pokok Pikiran Sekitar Hari Penetapan Berdirinya Kotamadya Dae- rah Tingkat II Tebing Tinggi.’ Makalah ini kemudian dijadikan sebagai dasar historis pembuatan peraturan daerah (Perda) yang menetapkan awal berdirinya Kota Tebing Tinggi adalah 1 Juli 1917.

  Dalam makalah itu dipaparkan bagaimana perkembangan daerah ini pasca tahun 1864. Dimana dalam tahun-tahun itu, berdasarkan penuturan lisan yang sam- bung menyambung, seorang bangsawan dari Kerajaan Raya di Simalungun berna- ma Datuk Bandar Kajum bersama pengi- kut setianya, menyusuri sungai Padang untuk mencari hunian baru, hingga ke- mudian mereka mendarat dan bermukim di sekitar aliran sungai besar itu. Pemuki- man pertama itu, bernama Kampung Tanjung Marulak (sekarang Kelurahan Tanjung Marulak Hilir, Kec. Rambutan). Namun kehidupan bangsawan dari Kerajaan Raya ini tidaklah ten- teram, karena dia terus saja diburu oleh tentara kerajaan asalnya itu. Maka, Datuk Bandar Kajum pun memindah- kan pemukimannya ke suatu lokasi lebih ke hulu sungai Padang dari tem- patnya semula, yakni sebuah tebing persis berada di bibir sungai Padang.

  Dia dan para pengikutnya mendirikan hunian di atas tebing yang tinggi itu, sembari memagarin- ya dengan kayu yang kokoh. Pemuki- man Datuk Bandar Kajum inilah yang sekarang berlokasi di Link. 01, Kel. Tebing Tinggi Lama, Kec. T.Tinggi Kota.

  Kini, areal itu menjadi lokasi pemakaman keturunan Datuk Bandar Kajum hingga sekarang. Di pemakaman itu pula berkubur Punggawa Kerajaan Padang bernama Datuk Muhammad Ali yang juga anak Datuk Bandar Kajum. Da- tuk Muhammad Ali hidup semasa den- gan Tengku Muhammad Nurdin, salah satu raja terlama memerintah Kerajaan Padang. Tebing itu, kemudian diyakini sebagai cikal bakal nama ‘Tebingtinggi.’

  Pada masa itu, tentara dari Kerajaan Raya suatu kali kembali me- nyerang Kampung Tebing Tinggi untuk menangkap Datuk Bandar Kajum, tapi karena tidak berada di tempat, Datuk Bandar Kajum selamat. Keluarganya bersama pengikutnya, melarikan diri ke Perkebunan Rambutan dibawah kekua- saan Resident Belanda. Lalu dibantu oleh Belanda, Datuk Bandar Kajum pun mengadakan serangan balasan terha- dap tentara Kerajaan Raya. Dalam pep- erangan itu, dia, bersama pengikutnya berhasil mengalahkan penyerang.

  Setelah suasana kembali aman, untuk tetap menjaga ketentraman dae- rah itu, Datuk Bandar Kajum pun men- gadakan perjanjian dengan Belanda. Oleh Belanda daerah kekuasaan Datuk Bandar Kajum ini dilebur menjadi wilayah tak- lukan Kerajaan Deli. Penanda tanganan perjanjian itu, terang kertas kerja terse- but, dilakukan Datuk Bandar Kajum dan Belanda di sebuah sampan bernama “Sa- gur” di sekitar muara sungai Bahilang. Jadilah kemudian, daerah kekuasaan Datuk Bandar Kajum, yakni Kampung Tebingtinggi berada dibawah pengaruh Belanda. Kisah historis itu pun selesai.

  Dalam makalah itu, tidak dije- laskan, kapan Datuk Bandar Kajum mel- akukan perundingan dengan Belanda.

  Atas wewenang siapa Datuk Bandar Kajum melakukan perundingan itu; dan, apa isi perjanjian antara keduanya.

  Adalah Datuk Idris Hood ber- sama Adnan Ilyas, Drs. Mulia Sianipar, Amirullah, Kasmiran, Djunjung Siregar, Mangara Sirait, Sjahnan dan OK Siradjoel Abidin yang membuat kertas kerja itu dan berusaha menggali data historis berdi- rinya Kota Tebing Tinggi. Dalam makalah itu, diakui data historis yang dipakai, ada- lah penuturan turun temurun dari orang- orang tua yang mendiami daerah itu.

  Selain informasi lisan (oral in- formation) itu hampir tidak ada sumber lain yang lebih akuratif, berupa naskah tua maupun situs yang mendukung makalah yang dipaparkan, terkait ke- beradaan pemukiman awal di dae- rah itu. Kini, semua tokoh yang mem- buat kertas kerja itu telah lama wafat. Mereka tak bisa lagi ditanya, tapi tidak juga menyisakan warisan historis yang bisa dipelajari kembali, guna melacak akar kesejarahan kota Tebingtinggi.

  Kerajaan Padang

  Belakangan ini, terjadi perkem- bangan yang luar biasa, karena mun- culnya sikap lebih kritis melihat masa lalu kota berpenghuni sekira 160 ribu jiwa itu. Pertanyaan paling mendasar yang dike- mukakan; Apa nama daerah hunian dan tempat tinggal di dataran hulu hingga hilir aliran sungai Padang dan sungai Ba- hilang dan siapa penguasanya, sebelum 1864 atau sebelum nama ‘Tebingting- gi’ muncul dalam ingatan publik?

  “Wilayah itu bernama Kera- jaan Padang,” tegas Amiruddin Da- manik, 91, warga Desa Kuta Baru, Ke- camatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagei, suatu kali ketika penulis berbincang-bincang dengan dia. Jauh sebelum ada kampung Tebing Tinggi, ujarnya memulai cerita. Sepan- jang aliran sungai Padang dari hulu hingga hilir, daerah itu merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Padang.

  Kerajaan ini dulunya merupa- kan daerah otonom dibawah Kerajaan Deli yang berpusat di Medan (istana Maimun), kata Amiruddin Damanik yang merupakan mantan penghulu di masa berakhirnya kerajaan itu, menjel- ang kemerdekaan RI. Pusat kerajaan ini, berada di Kampung Bandar Sakti (seka- rang Kelurahan Bandar Sakti, Kecama- tan Bajenis) yang merupakan pelabuhan sungai dan menjadi pusat perdagan- gan Kerajaan Padang. “Waktu itu sun- gai merupakan sarana transportasi utama, jadi wajar kalau ibu kota Kera- jaan Padang berada di tepian sungai,” terang pria sepuh yang wafat 2011 lalu. Pusat administrasi Kerajaan Padang ini berada di sebuah bangunan bergaya ar- sitektur Eropah yang saat ini menjadi markas Koramil 013, di Jalan KF Tand- ean, Kel. Pasar Baru, Kec. T.Tinggi Kota. Bangunan itulah yang jadi saksi bisu ke- beradaan Kerajaan Padang. Sedangkan masjid besar kerajaan Padang, adalah Masjid Raya di Jalan Suprapto, Kel. Badak Bejuang, Kec. T.Tinggi Kota.

  Istana raja, lokasinya tidak berapa jauh dari pusat administrasi kerajaan. “Seingat saya, dulu istana itu masih ada di belakang panglong, ber- sisian dengan Jalan Dr. Kumpulan Pane dan masih terlihat dari persimpangan Jalan KF Tandean (sekarang jadi dere- tan ruko),” tutur Amiruddin Damanik. Sejarah Kerajaan Padang ini, ujar Amir- uddin Damanik, cukup panjang. Namun, dia mengaku tidak lagi mengingat ki- sah itu, karena sudah banyak yang lupa. Seingat dia, rajanya, adalah Tengku H. Muhammad Nurdin atau dikenal den- gan panggilan Tengku Haji. Tengku Haji memiliki beberapa anak, dari empat per- maisuri. Anak yang masih diingat adalah Tengku Alamsyah dan Tengku Hasyim yang pernah jadi Wali Kota Tebingtinggi pertama dan kedua di awal kemerdekaan. Ingatan Amiruddin Damanik tidak salah, karena setelah Tengku Muham- mad Nurdin wafat pada 1914, kerajaan itu dipimpin wakil dari Kerajaan Deli bernama Tengku Jalaluddin (1914- 1928). Selanjutnya, diserahkan kepada Tengku Alamsyah (1928-1931) kemu- dian kepada Tengku Ismail anak Tengku Muhammad Nurdin dari istri keempat bernama Cik Etek (1931-1933) dan tera- khir oleh Tengku Hasyim (1933-1946).

  Saat proklamasi kemerdekaan RI dikumandangkan Soekarno-Hatta pada 1945, Kerajaan Padang men- dukung sepenuhnya kemerdekaan RI, bahkan di masa kekuasaan Fasis Jepang saat terjadi ‘Peristiwa Berdarah 13 De- sember 1945’ keluarga kerajaan banyak menolong pemuda-pemuda pejuang.

10 UTAMA

  11 UTAMA Gejolak kemerdekaan, meng- haruskan Tengku Hasyim sebagai raja terakhir melebur kerajaannya dengan republik muda itu pada 3 Maret 1946.

  Sikap kooperatif keluarga kerajaan, menghindarkan mereka dari revolusi sosial yang melanda Sumatera Timur, pasca proklamasi kemerdekaan, sep- erti yang dialami Kerajaan Langkat, Niat Lima Laras dan beberapa ke- sultanan lain di Sumatera Timur.

  Namun, sebelum Tengku H.Muhammad Nurdin bergelar ‘Ma- haraja Muda Wazir Negeri Padang,’ ada sejumlah pendahulunya yang memerintah Kerajaan Padang. Dari ‘Silsilah Raja-Raja Negeri Padang,’ berdasarkan buku ‘Sejarah Berdi- rinya Kerajaan Padang,’ di tulis Pu- tra Praja (1991), paling tidak ada de- lapan raja yang menguasai wilayah itu.

  Bermula dari Umar Bag- inda Saleh Qamar (1656), Marah Su- din, Raja Saladin, Raja Adam, Raja Syahdewa, Raja Sidin, Raja Tebing Pangeran (1806-1823), dan Marah Hakum (Raja Geraha 1823-1870). Se- dangkan periode antara Raja Geraha dengan Tengku Muhammad Nurdin, ada raja yang diletakkan Kerajaan Deli memerintah Kerajaan Padang, yakni Tengku Jalaluddin (1914-1928).

  Di bawah pengaruh raja-raja itu, Kerajaan Padang memiliki daerah yang luas terdiri dari puluhan kam- pung yang berada di aliran anak sungai yang bermuara di sungai Padang. Yakni sungai Sibarau, Bah Sumbu, Bahilang, Sigiling, Sarimah dan Bamban. Kam- pung-kampung itu, dipimpin kepala kampung masing-masing dengan sebu- tan penghulu. Tiap-tiap kampung mer- upakan daerah otonom, tapi tunduk pada kekuasaan raja Kerajaan Padang.

  Seingat Amiruddin Damanik, Kerajaan Padang di masa Tengku Haji Muhammad Nurdin atau lebih dikenal dengan panggilan Tengku Haji (1870- 1914) cukup luas. Meliputi perkam- pungan di sepanjang aliran sungai Padang, mulai dari muara di Bandar

Khalifah hingga ke Sipispis di hulu sun-

gai. “Panjangnya sepanjang sungai itu.

Sedangkan lebarnya sepanjang anak

sungai Padang yang ada,” ujar man-

tan penghulu di Kerajaan Padang itu.

  Mengikuti kondisi yang ada

sekarang, arah ke Medan, Kerajaan Pa-

dang berbatasan dengan perkebunan

Rambutan hingga ke Laya Lombang,

Sei Periuk, Lango, Kuta Baru hingga ke

Sei Serimah dan Bandar Khalifah. Arah

ke Pematang Siantar, Kerajaan Padang

berbatasan hingga ke Kampung Lim-

bong (Dolok Merawan) turun ke Dolok

Ilir, Tanjung Kasau, Mendaris, Peng-

galangan, Sei Berong, Mangga Dua

hingga ke Kampung Gelam. “Pokokn-

ya, seluruh Kecamatan Tebingtinggi,

Bandar Khalifah dan Sipispis, ditambah

beberapa bagian di Kec. Sei Rampah.

Itulah dulu batas-batas Kerajaan Pa-

dang,” ujar Amiruddin Damanik.

  Kerajaan yang dipimpin Teng-

ku Haji di hulu berbatasan langsung

dengan Kerajaan Raya dan Kerajaan

Siantar. Sedangkan di sisi utara (hulu

dan hilir) berbatasan dengan Kerajaan

Bedagai dan Kedatuan Pagurawan dari

Kerajaan Niat Lima Laras, Asahan.

  Beberapa laporan yang diteri-

ma, hingga kini sejumlah perkebunan

nasional dan swasta nasional yang ber-

operasi di sekitar Kec. Sipispis, Dolok

Merawan, Tebingtinggi dan Tebing

Syahbandar di Kabupaten Serdang

Bedagai, masih menggunakan izin

konsesi yang dikeluarkan Tengku Haji

dari Kerajaan Padang sebagai Wazir

Kerajaan Deli. Misalnya, perkebunan

Bah Bulian, Sibulan, serta beberapa

perkebunan swasta di Kec. Sipispis.

Kemudian, Kebun Sei Berong, Tanah

Besih, Paya Pinang dan Mendaris.

  Sebelum Tengku Haji berkua-

sa, di masa pendahulunya, yakni Ma-

rah Hakum gelar Raja Geraha (1823-

1870), merupakan sosok yang berhasil

mengembangkan Kerajaan Padang den-

gan membuka huma (perladangan)

di sepanjang aliran sungai Padang.

Huma yang dibuka mulai dari Bar-

tong, Serbananti, Sipispis, Sampanan,

  Bajalingge, Naga Kesiangan, Tanjung Bunga, Tanjung Marulak, Bandar Tengah, Sei Berong, Kampung Juhar hingga Kampung Gelam dan Bandar Khalifah. Pembukaan huma itu dilaku- kan para pendatang yang kemudian diangkat sebagai bangsawan kerajaan.

  Huma itu belakangan berkem- bang menjadi kampung. Lahan dalam bentuk sawah, kebun dan perladangan yang dikerjakan pendatang, menjadi tanah adat dibawah kekuasaan Kera- jaan Padang. Maka sepanjang perla- dangan, sawah dan kebun dikuasai oleh masyarakat, seluas itulah kekua- saan Kerajaan Padang. Kekuasaan kerajaan dibuktikan dengan mengutip pajak/cukai kepada pemilik lahan.

  Kota Tebingtinggi Kota Tebingtinggi berdasar- kan fakta sejarah yang ada, awalnya merupakan kampung kecil di pinggi- ran sungai Padang, tepatnya di perte- muan antara sungai Bahilang dengan sungai Padang. Satu versi menyebut- kan kampung itu semula dibangun Datuk Bandar Kajum pada 1864. Da- tuk Bandar Kajum semasa hidupnya merupakan panglima Kerajaan Pa- dang di masa peralihan antara Raja Geraha atau Marah Hakum (1823- 1870) dengan Tengku Muhammad Nurdin alias Tengku Haji (1870-1914).

  Namun versi lain menye- butkan adalah Raja Tebing Pangeran (1807-1823) mendirikan pangkalan di hulu sungai Bahilang itu dengan sebutan ‘Pangkalan Tebing.’ Sebutan Tebing dipakai untuk lokasi itu, ka- rena memang ada tebing yang cukup tinggi untuk ukuran daerah diseki- tarnya. Pangkalan Tebing (kemudian seiring waktu bertambah nama ‘ting- gi’ menjadi Tebingtinggi) merupakan pangkalan yang ramai, karena men- jadi tempat pengumpulan hasil bumi dari hulu. Di masa itu, pusat kerajaan Padang berada di Bandar Khalifah yang jadi pelabuhan besar kerajaan.

  UTAMA Kegiatan bisnis di kam- pung itu terus berkembang, pasca wafatnya Raja Tebing Pangeran. Di masa Raja Geraha (1823-1870), pangkalan itu semakin ramai, ka- rena jumlah penduduk di kerajaan itu bertambah dengan kedatangan warga dari berbagai daerah yang membuka perladangan (huma). Sedangkan pusat kerajaan ber- pindah ke Kuta Usang (sekarang kampung di Kel. Bulian, Kec. Ba- jenis). Perkampungan di seki- tar Tebingtinggi berada di tepian sungai Bahilang juga kecipratan ramai, misalnya Kampung Badak Bejuang, dan Kampung Ram- bung dan Kampung Pasar Baru hingga Bandar Sono dan Persia- kan. Proses transmingrasi dan migrasi itu berlangsung selama masa Raja Geraha sekira 47 tahun.

  Di penghujung kekua- saan Raja Geraha, Kolonial Be- landa mulai membuka perkebu- nan di Sumatera Timur, termasuk di wilayah Kerajaan Padang. Saat itu, karena kekurangan pekerja Kolonial Belanda kemudian men- datangkan pekerja kebun dari luar negeri, yakni orang China dan India serta pendatang dari Jawa. Para pekerja itu, ada sebagian yang tinggal di keempat kampung, tapi ada juga yang membentuk kampung sendiri. Pendatang dari China termasuk yang beruntung, karena setelah habis kontrak, sebagian di antaranya menjadi pedagang dan menetap di empat kampung di atas yang jadi pusat perdagangan Kerajaan Padang.

  Di penghujung kekuasaan Raja Geraha, Kolonial Belanda mulai membuka perkebunan di

Sumatera Timur, termasuk di

wilayah Kerajaan Padang. Saat

itu, karena kekurangan peker-

ja Kolonial Belanda kemudian

mendatangkan pekerja kebun

dari luar negeri, yakni orang

China dan India serta penda-

tang dari Jawa. Para pekerja

itu, ada sebagian yang tinggal

di keempat kampung, tapi ada

juga yang membentuk kampung

sendiri. Pendatang dari China

termasuk yang beruntung, ka-

rena setelah habis kontrak, se-

bagian di antaranya menjadi

pedagang dan menetap di empat

kampung di atas yang jadi pusat

perdagangan Kerajaan Padang.

  Di masa Tengku Muham-

mad Nurdin (1870-1914), ak-

tifitas perdagangan di keem-

pat kampung itu semakin maju.

Apalagi, ketika Kolonial Belanda

mulai membuka fasilitas pub-

lik di empat kampung itu, mis-

alnya stasiun kereta api, kantor

pos dan telegraph, kantor polisi,

sekolah, water leading, penjara,

pemakaman khusus serta hotel.

  Paling tidak ada dua ala-

san Belanda menjadikan keem-

pat kampung itu sebagai pu-

sat kegiatan mereka, yakni

wilayah transit pengangkutan

hasil perkebunan, juga sebagai

basis militer menghadapi per-

lawanan masyarakat yang me-

nolak pembukaan perkebunan

di wilayah Kerajaan Padang,

misalnya menghadapi ‘Perang

Raya’ (1885-1888) yang di-

gerakkan Tuanku Rondahaim,

raja dari Kerajaan Raya serta

kemanakan Tengku Haji yakni

Tengku Syah Bokar yang men-

jadi wali raja di Bandar Khalifah.

  Berhasil memadamkan pemberontakan rakyat. Belan- da kian memperkuat cengkera- mannya dengan membuka se- cara besar-besaran perkebunan di sebagian besar tanah Kera- jaan Padang, mulai dari Sip- ispis hingga Bandar Khalifah. Konsesi (izin) diberikan mela- lui persetujuan Sultan Deli dan diwakilkan kepada Tengku Haji. Kemudian ketika Tengku Haji wafat, izin diberikan wakil Kerajaan Deli di Kerajaan Pa- dang, yakni Tengku Jalaluddin.

  Langkah selanjutnya di- lakukan Belanda, menjadikan Kampung Tebingtinggi bersama tiga kampung lainnya, sebagai Gementee. Upaya itu berdasar- kan Indische Staatsregeling Ta- hun 1903 Pasal 123 tentang Desentralisatiewetgeving yang memberikan hak rakyat untuk berbicara melalui perwakilan.

  Untuk mewujudkan ketentuan itu, Belanda membutuhkan dae- rah kekuasaan yang lepas dari kekuasaan kerajaan. Di Keres- idenan Sumatera Timur, Belanda kemudian membentuk dua dae- rah desentralistik (otonomi), yakni Medan dan Tebingtinggi. Belanda kemudian menerbit- kan Instellings Ordonantie van Staatblad tanggal 1 juli 1917 untuk kedua daerah itu. Ber- dasarkan keputusan itu, Med- an dan Tebingtinggi (termasuk didalamnya Badak Bejuang, Ram- bung dan Pasar Baru) sebagai Gementee (Government) yang terlepas dari Kerajaan Padang.

  UTAMA Jl. K.H. Ahmad Dahlan/Tjong Afie tahun 1938 (koleksi foto Roesman Saleh)

  KEWEDANAAN PADANG BEDAGAI Dengan

  demikian, sejak 1917 di wilayah kekuasaan Kerajaan Padang, terdapat dua pemerintahan yang ber- beda, yakni Kerajaan Padang berpu- sat di Bandar Sakti dipimpin Tengku Jalaluddin (1914-1928) serta Gemen- tee Tebingtinggi berpusat di Kampung Tebingtinggi (Lama) dipimpin seorang Kontroleur Belanda. Hingga 1946 sejumlah Holfdbestuur masih men- gendalikan Kerajaan Padang, yakni Tengku Alamsyah (1928-1931), ke- mudian Tengku Ismail (1931-1933) dan Tengku Hasyim (1933-1946).

  Ketika terjadi revolusi sosial di Sumatera Timur, Tengku Hasyim mengungsi ke Medan menyelamat- kan diri dari amuk massa, tepatnya pada 3 Maret 1946. Sejak itu Kera- jaan Padang bubar dengan sendirinya.

  Berdasarkan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Timur, tanggal 19 April 1946, wilayah Kerajaan Padang menjadi salah satu dari enam kewedanaan (onderafdeling) bersama wilayah Kerajaan Bedagai dengan sebu- tan Kewedanaan Padang Bedagai di Ker- esidenan Sumatera Timur. Kemudian di masa Negara Sumatera Timur (NST) melalui Besluit Penguasa NST Tengku Mansur, tanggal 21 Desember 1949 wilayah Kewedanaan Padang Bedagai dimasukkan dalam wilayah Deli Serdang

  Di masa Orde Lama, posisi administratif dua wilayah kerajaan yang pernah bersiteru itu tetap ber- satu, sebagai salah satu kewedanaan dari Kabupaten Deli Serdang dengan sebutan Kewedanaan Padang Beda- gai beribu kota Tebingtinggi. Deli Ser- dang diputuskan sebagai kabupaten berdasarkan UU No.22/1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Dae rah dan UU Drt No.7/1956. Sedangkan hari jadi kabupaten itu, yakni 1 Juli 1946.

  UTAMA

  Akan halnya kota Tebingtinggi, terus berkembang dibawah sejumlah Wali Kota. Tercatat Wali Kota pertama bersama Kab. Deli Serdang, yakni Mu- nar S Hanijoyo (1946-1947). Kemu- dian Tengku Hasyim (1947-1950).

  Kemudian Tengku Alamsyah (1950- 1951) yang kembali dari pengasin- gan. Ketika beliau wafat diteruskan Wan Umaruddin Barus (1951-1956) sebagai Wali Kota keempat. Selan- jutnya, OK Anwaruddin (1956-1957).

  Di masa pergolakan Orde Lama, kota Tebingtinggi dipimpin Kan- tor Tarigan (1958-1967). Di masa kepemimpinan Kantor Tarigan, kota Tebingtinggi sempat mengalami keru- suhan fatal dalam upaya menganyang PKI dan antek-anteknya. Bahkan, kan- tor DPRD kota Tebingtinggi sempat dibakar para aktifis, sehingga Kan- tor Tarigan mundur. Kepemimpinan Tebingtinggi dilanjutkan oleh Syamsul Sulaiman (1967-1970) berlanjut kepa- da Sanggup Ketaren (1970-1974) dan Drs.H.Amiruddin Lubis (1974-1985).

  Di masa Wali Kota Drs.H.Amiruddin Lubis inilah, terjadi perluasan kota Tebingtinggi, den- gan memasukkan 13 kampung (desa) yang berada di Kewedanaan Pa- dang Bedagai ke dalam wilayah kota Tebingtinggi. Ke 13 kampung yang melebur ke kota Tebingtinggi yakni, Kampung Durian, Bandar Sono, Persia- kan, Lubuk Baru, Bandar Sakti, Bulian, Brohol, Lalang, Rantau Laban, Tam- bangan, Kebun Kelapa dan Bagelen.

  Kemudian di masa Wali Kota Hj. Rohani Darus Daniel, SH (1985-1995), kota Tebingtinggi mengalami peme- karan menjadi 35 kelurahan dengan memecah kelurahan-kelurahan asal.

  Namun, luas wilayah kota Tebingting- gi tidak bertambah. Meski kemudian, ada hibah perkebunan Rambutan (PTP

  IV) kepada Pemko Tebingtinggi se- luas 48 HA. di pinggiran Kel. Lalang, Kec. Rambutan. Hingga kini, luas to- tal kota Tebingtinggi hanya 3.892 Ha.

  Di masa kepemimpinan Wali Kota Ir.H.Abdul Hafi Hasibuan (1995- 2005), pernah diupayakan perluasan kota Tebingtinggi dengan mencoba me- minta sejumlah desa di Kec. Tebingtinggi kepada Bupati Deli Serdang. Namun, ditengah upaya ke arah itu, gencar di- lakukan. Terjadi perubahan mendasar, karena didahului oleh pemekaran Kab.

  Deli Serdang menjadi dua, yakin Kab. Deli Serdang sebagai induk dan Kab. Serdang Bedagai sebagai pemekaran. Upaya perluasan itu pun akhirnya gagal.

  Pun demikian, hingga kini pe- mikiran dan keinginan perluasan kota Tebingtinggu tetap hidup dalam pikiran sebagian besar masyarakat, mengin- gat kian sempitnya areal kota ditengah gencarnya proses pembangunan. Maka sejumlah pemikiran tentang perluasan pun muncul dengan berbagai pandan- gan. Paling tidak, ada tiga pemikiran mendasar yang berkembang di tengah masyarakat. Pertama, perluasan ar- eal dengan meminta daerah hinterland masuk ke Kota Tebingtinggi. Kedua, perluasan kota dengan cara meminta lahan dalam radius 1 Km dari batas kota. Pemikiran ketiga, perluasan pen- garuh administrasi kota ke wilayah pinggiran yang nantinya akan diikuti dengan perluasan areal.@ Abdul Khalik

  Membingkai Dinamika Perluasan Tebing Tinggi

  Pemikiran tentang perluasan kota Tebingtinggi, jika dirunut berdasar- kan fakta sejarah, telah ada sejak era 1970 an. Bahkan, bisa dikatakan setiap wali kota yang memimpin kota transit ini, pernah berpikir memperluas kota ini. Adalah Sanggup Ketaren, seorang kapten TNI AD yang memimpin kota Tebingting- gi pada 1970-1974, pernah berpikir un- tuk memperluas wilayah kota ini, tidak hanya sekedar memperluas wilayah administrasi, tapi merubahnya menjadi ibu kota sebuah kabupaten pemekaran.

  Dari beberapa penuturan, Sanggup Ketaren berkeinginan agar Tebingtinggi melakukan pemekaran menjadi kabupaten tersendiri dan lepas dari Kabupaten Deli Serdang. Se- dangkan Tebingtinggi dijadikan seba- gai ibukota kabupaten pemekaran itu. Sanggup Ketaren berpikiran memben- tuk Kabupaten Padang Bedagai den- gan wilayah berdasarkan kewedanaan Padang Bedagai (mulai dari Bedagai hingga Dolok Merawan dan dari pantai Bandar Khalifah hingga ke Sipisipis).

  Sayangnya, pemikiran itu terbenam dan kian menjauh, ketika Sanggup Ketaren hanya bertahan se- lama lima tahun memimpin kota Tebingtinggi. Namun, penggantinya kemudian Drs.H.Amiruddin Lubis (1974-1985) melanjutkan pemikiran itu, namun dengan versi berbeda. Amiruddin Lubis, tak ingin ada peme- karan daerah dengan membentuk kabu- paten baru. Padahal, di masa kepemimpi- nannya gagasan Sanggup Ketaren bisa diwujudkan, karena kabarnya mertua wali kota termuda se Indonesia di masa itu, merupakan pejabat tinggi di Kemen- terian Dalam Negeri RI. Sehingga lobi agar kewedanaan Padang Bedagai jadi kabupaten pemekaran bisa berlangsung mudah dan berbiaya murah. Kabarnya, gagasan itu tak dilanjutkan, karena Amir- uddin Lubis berpikir, tak perlu punya wilayah luas, karena akan susah mengu- rusnya. Itulah pemikiran sederhananya.

  Wali Kota yang menjabat selama 10 tahun itu, kemudian mengambil 13 desa dari Kecamatan Tebingtinggi yang ada di hinterland kota Tebingtinggi. Yak- ni, Desa Durian, Persiakan, Bandar Sono, Pabatu, Bandar Sakti, Bulian, Berohol, Rantau Laban, Tambangan, Kebun Ke- lapa dan Bagelen. Sehingga di masa itu, Kotamadya Daerah Tk. II Tebingtinggi memiliki 17 kelurahan. Luas kota yang semula hanya sekira 350 Ha itu, memang mekar hingga 100 kali lipat menjadi sekira 3.850 Ha. Saat itu, total penduduk

  UTAMA Ket Foto : Balai Umum Kota Tebing Tinggi di Jalan Sutomo saat direnovasi (Koleksi Foto Roesman Saleh)

  kotamadya Tebingtinggi hanya berk- isar 25 ribu jiwa. Sehingga, memang banyak lahan-lahan yang kosong.

  Sesudah pemekaran itu, hing- ga 10 tahun kemudian, tak terdengar gagasan untuk melakukan perluasan kota. Di masa Hj. Rohani Darus Daniel, SH, keberadaan kota Tebingtinggi kian maju dan bersih, bahkan sempat mem- peroleh piala Adipura, beberapa kali.

  Keberhasilan itu, agaknya menjadi salah satu faktor kian membe- sarnya arus masuk warga luar ke kota Tebingtinggi. Jumlah penduduk kota Tebingtinggi, pada 1980 hanya sekira 25 ribu jiwa, tiba-tiba booming dan men- galam lonjakan cepat, mencapai sekira 100 ribu jiwa pada 2005. Hanya dalam tempo 25 tahun, terjadi pertumbuhan penduduk hingga 300 persen, membuat kota menjadi penuh sesak. Bayangkan, kota Tebingtinggi pada saat itu telah me- miliki penduduk 3.500 jiwa per kilometer.

  Di masa Rohani Darus, upaya memperluas kota juga dilakukan, na- mun upaya yang dilakukan tak maksi- mal sehingga perluasan yang dilaku- kan wali kota sebelumnya tidak bisa dilanjutkan. Di penghujung kekuasaan wali kota wanita pertama di Indonesia itu, kota Tebingtinggi hanya mendapat hibah lahan dari pelepasan lahan Kebun Rambutan seluas 48 Ha, di Kel. Lalang.

  Menghadapi kondisi demikian, pemikiran melakukan pemekaran kota mulai muncul kembali. Namun, seir- ing dengan itu, arus reformasi muncul dengan otonomi daerah yang dilaku- kan bersamaan dengan pemekaran kabupaten di seluruh negeri. Salah sa- tunya, adalah keinginan pemekaran Kabupaten Deli Serdang dengan mem- bentuk Kabupaten Serdang Bedagai.

  Tak ingin terlambat, Wali Kota Ir.H.Abdul Hafiz Hasibuan ber- sama wakilnya Drs. H. Syahril Hafzein pernah melakukan gerakan ke arah itu. Pemko Tebingtinggi berkeinginan agar Kec. Tebingtinggi yang berada di hinterland kota mau bergabung den- gan kota. Kec. Tebingtinggi, Kab. Deli Serdang saat itu membawahi 33 desa.

  Namun, upaya itu gagal karena dana yang disediakan untuk operasional mengajak warga Kec. Tebingtinggi, tidak disalurkan kepada tangan-tangan yang berkompeten untuk itu. Upaya itu, bak membuang garam ke laut.

  Jelang satu tahun kemudian, tepatnya 2006, kabupaten pemekaran dari Deli Serdang yakni Kab. Serdang Bedagai berhasil dimekarkan. Sejak saat itu, meski ada upaya pemekaran yang dilakukan, tak membuahkan hasil, karena kesulitan membuka hubungan dengan kabupaten pemekaran yang bertetangga dengan kota Tebingtinggi.

  Pemikiran Perluasan Kota

  Langkah yang dilakukan berikutnya untuk memperluas kota Tebingtinggi tidak lagi terjadi, meski ada sejum- lah pemikiran untuk itu. Beberapa pe- mikiran yang muncul terkait upaya perluasan kota Tebingtinggi, muncul dari sejumlah kalangan, termasuk dari pejabat teras di Pemko Tebingtinggi.

  Pertama, mantan Wali Kota Tebingting-

  gi Ir.H. Abdul Hafiz Hasibuan, per- nah melontarkan gagasan tidak perlu meminta seluruh wilayah Kec. Tebingtinggi kepada Kab. Sergai, tapi hanya meminta areal selebar 3 km dari

  UTAMA

  tis di mana Pemko Tebingtinggi bertindak membeli lahan di pinggiran kota, jika suatu saat ada kebutuhan pembangunan fasili- tas publik, mellaui dana APBD. Contohnya, adalah pembangunan SMKN 4 di ping- giran kota yang dibeli dari dana swadaya Pemko Tebingtinggi. Atau hibah lahan dari perkebunan di batas kota, seperti pem- bangunan Puskesmas, Polsek, SMA 4 dan SMPN 6 yang berada di perkebunan Pabatu. Dikatakan, meskipun gagasan ini ma- hal, namun praktis dan tak mem- butuhkan gagasan serta tenaga yang besar untuk mewujudkannya. Bagaimanapun, pemikiran dan gagasan sep- utar perluasan kota Tebingtinggi itu pantas untuk dipertimbangkan di masa mendatang. Tak bisa dipungkiri, kian krisisnya lahan kota mengharuskan Pemko Tebingtinggi menda- patkan lahan baru demi pembangunan yang berkelanjutan untuk menyejahterakan kota dan masyarakat secara umum. Abdul Khalik

  "Sekarang kebutuhan para siswa su- dah berubah di era informasi ini. Informasi bisa didapat dengan cepat dan mudah melalui internet. Oleh karena itu, perlunya perubahan pada sistem pendidikan dan pengajaran di In- donesia. Karena saat ini yang lebih dibutuh- kan adalah guru yang mampu atau memiliki kemampuan adaptasi yang baik untuk mengi- kuti perkembangan jaman," imbuh Tian.

  Namun, menurut Tian Belawati, rektor UT, mengatakan bahwa pendidikan formal dan pelatihan-pelatihan bukan satu- satunya sumber untuk melahirkan guru yang profesional. Guru sendiri harus memiliki ke- inginan untuk meningkatkan kualitas dirinya dengan terus mencari sumber-sumber peng- etahuan baru seperti yang ada di internet.

  "Permasalahan lain yang dihadapi selain dari data tersebut adalah kesempatan memperoleh gelar S1 melalui program pemer- intah tidak bisa dirasakan semua guru. Hanya yang sudah terdaftar menjadi PNS saja yang bisa, sedangkan yang masih honorer lebih memilih ke Universitas Terbuka (UT) untuk mendapatkan gelar," jelas Rahmat Hidayat, Program Manajer Pelita Pendidikan Tanoto pada acara Executive Forum Media Indone- sia dan Tanoto Foundation mengenai Pening- katan Kualitas Guru Menuju Profesionalisme di Hotel Crowne Plaza, Jakarta, Selasa (11/6).

  Selanjutnya, kuota sertifikasi hanya berkisar 250 ribu sampai 300 ribu guru per tahun, sementara jumlah guru TK sam- pai Sekolah Menengah lebih dari 4 juta.

  Program tersebut dirasa perlu dilakukan karena melihat data Kemdik- nas 2009/2010 dari sisi kualitas guru, 73 persen dari kepala sekolah dan guru per- lu ditingkatkan kualifikasinya agar me- menuhi syarat pendidikan minimum.