Faktor faktor yang Mempengaruhi Desain R (1)
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Desain Ruang Terbuka Hijau
(RTH) Publik di Kawasan Permukiman Perkotaan
Kiagoos Egie Ismail
Mahasiswa Magister Teknik Sipil - Program Manajemen Proyek Konstruksi
Universitas Katholik Parahyangan Bandung
e-mail; [email protected]
Abstrak
Pembangunan perkotaan yang terus meningkat seringkali tidak diimbangi dengan penyediaan RTH
yang mencukupi kebutuhan perkotaan. Perkotaan menyandang berbagai macam fungsi didalamnya
yang dihadapkan dalam persoalan aktual yang mengancam keberlanjutannya di masa yang akan
datang. Dalam undang-undang penataan ruang telah dipersyaratkan bahwa kebutuhan RTH
perkotaan itu sebesar 30% dari luas total kota, sehingga dalam menjawab persyaratan tersebut maka
diperlukan upaya mewujudkannya dimulai dari lingkup terkecil dalam sebuah kawasan. RTH Publik
di lingkup layanan kecamatan merupakan salah satu jawaban dalam mewujudkan hal tersebut.
Dalam hal menetapkan alternatif desain dari RTH publik tersebut, seharusnya desain RTH publik
tersebut terintegrasi dengan fasilitas pendukung yang diperlukan oleh masyarakat. Diharapkan RTH
publik tersebut menjadi media interaksi antar masyarakat serta dapat menampung fungsi lain seperti
zona evakuasi terhadap bencana dan dapat menjadi RTH yang aktif. Dalam penentuan fungsi RTH
Publik tersebut tidak terlepas dari fungsi kawasan serta kebutuhan utama dari RTH publik tersebut.
Penulisan ini berupaya untuk mencari faktor-faktor dominan dalam desain RTH publik di kecamatan
dengan mempergunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil yang diharapkan adalah
dapat memberikan masukan positif terhadap desain RTH publik di kecamatan serta parasarana
pendukung yang dapat difasilitasi untuk mewujudkan penataan kawasan yang baik serta
berkelanjutan yang memenuhi persyaratan dalam undang-undang. Dari hal tersebut, maka
diharapkan dengan adanya RTH publik ini dapat memberikan dampak positif terwujudnya ruang
hijau aktif yang berkelanjutan di kawasan permukiman serta menjawab tantangan isu lingkungan
global dalam mengurangi efek rumah kaca serta perubahan iklim global.
Kata Kunci: RTH, Publik, Desain
Pendahuluan
Pembangunan yang terus meningkat di perkotaan, sering tidak menghiraukan kehadiran ruang terbuka hijau
(RTH). Pada kenyataannya luas RTH di perkotaan setiap tahun semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan
terjadinya alih fungsi yang semula berupa ruang terbuka menjadi kawasan terbangun untuk berbagai keperluan
manusia. Semakin kurang memadainya RTH, khususnya taman kota dapat menimbulkan munculnya kerawanan
dan penyakit sosial, sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan pada
masyarakat perkotaan.
Sejalan dengan hal diatas, dalam memenuhi kebutuhan lahan hijau di perkotaan yang sudah sangat padat
tentu akan sangat menyulitkan, akan tetapi dalam Permen PU 05/2008 tentang Pedoman penyediaan Ruang
Terbuka Hijau, telah diberikan alternatif yang lebih bermanfaat bagi masyarakat di kawasan perkotaan yaitu
adanya Ruang Terbuka Hijau Publik. RTH Publik ini secara garis besar pengertiannya adalah adalah RTH yang
dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
secara umum.
RTH sebagai salah satu ruang penting yang harus ada dalam kota perlu memiliki suatu perencanaan dan
perhatian yang khusus, karena memiliki berbagai fungsi yang tinggi bagi suatu kota seperti ekologis, ekonomi,
arsitektur dan sosial/budaya.
Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dalam hal ini sebagai institusi yang berperan dalam
penataan lingkungan dan bangunan memiliki fungsi yang salah satunya adalah merumuskan kebijakan serta
fasilitasi dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan penataan lingkungan seringkali menemukan permasalahan
1
bagaimana memberikan fasilitasi dalam penataan RTH publik agar dapat infrastruktur dapat lebih terarah dan
bermanfaat dalam distribusinya.
Dengan terfasilitasinya RTH publik ini setidaknya akan dapat mengurangi efek negatif dari pengembangan
dan pembangunan wilayah di perkotaan yang cepat khusunya dalam menjawab tantangan perubahan iklim secara
global serta terutama dalam menjawab permasalahan lingkungan seperti land subsidence (penurunan muka tanah)
yang terjadi di kawasan DKI Jakarta.
Sebagai wahana interaksi sosial, RTH Publik ini diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota
masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya sehingga aktivitas di ruang publik
dapat bercerita dengan gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Kajian Literatur
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dalam Undang Undang no 26/2007 telah disebutkan bahwa Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Permen PU no 05/2008 penyediaan RTH
berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
a. Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
b. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau
publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
c. Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar
dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan
keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan
sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Kriteria dalam RTH Publik tingkat kecamatan adalah luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal
seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan
berbagai aktivitas.
Berikut ini merupakan kedudukan rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH jika ditinjau dari struktur
perundang-undangan yang ada:
Gambar 1. Struktur penyediaan dan pemanfaatan RTH
Kriteria dalam pembangunan RTH Publik yang diadopsi dalam penulisan ini merupakan kriteria fungsi utama
RTH yang tercantum dalam Permen PU no 05/2008 sebagai berikut:
b. Stimulasi kreativitas warga;
1. Fungsi sosial & budaya (ekstrinsik):
c. Pembentuk
faktor
keindahan
a. Ekspresi budaya lokal;
arsitektural;
b. Media komunikasi warga;
d. Menciptakan
keserasian
&
c. Tempat rekreasi;
keseimbangan kws. terbangun dan
d. Wadah dan objek penelitian.
tidak.
2. Fungsi estetika kawasan (ekstrinsik):
3. Fungsi ekonomi kawasan:
a. Meningkatkan kenyamanan kawasan;
2
a. Sumber produk yang dapat dijual;
b. Bagian dari usaha pertanian.
4. Fungsi ekologis kawasan (intrinsik) :
a. Sebagai paru-paru kota;
b. Pengatur iklim mikro;
c. Sebagai peneduh;
d.
e.
f.
g.
h.
Produsen oksigen;
Penyerap air hujan:
Penyedia habitat satwa;
Penyerap polutan media udara, air dan
tanah serta;
Penahan angin.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dasar enggunaan metode AHP
Metode Analytical Hierarchy Process Method (AHP) merupakan salah satu perangkat untuk membuat
suatu keputusan, yang didesain dan dilakukan secara rasional dengan membuat penyeleksian yang terbaik terhadap
beberapa alternatif yang dievaluasi dengan multi kriteria. Dalam proses ini, para pembuat keputusan mengabaikan
perbedaan kecil dalam pengambilan keputusan dan selanjutnya mengembangkan seluruh prioritas untuk membuat
rangking prioritas dari beberapa alternatif. (Saaty-Vargas, 1994).
Metode AHP digunakan dalam memecahkan permasalahan, terdapat tiga prinsip dasar1, yakni antara lain:
a. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki atau kita sebut menyusun secara hirarkhi, yaitu memecahmecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah;
b. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
c. Konsistensi logis, dimana menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan
secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
AHP merupakan suatu model yang luwes yang memungkinkan untuk mengambil keputusan dengan
mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini tergantung kepada imajinasi,
pengalaman dan pengetahuan dalam menyusun hirarki suatu masalah. Selain itu juga bergantung pada logika,
intuisi dan pengalaman untuk memberikan pengalaman.
Metodologi Penelitian
Dalam mencari pemecahan alternatif dari penataan RTH Publik di lingkup kecamatan, penelitian ini
menggunakan asumsi yang bersumber dari Permen PU no. 05/2008 dimana RTH publik lingkup kecamatan
dihitung berdasarkan jumlah penduduk secara garis besar dapat mencakup 120.000 jiwa. Selanjutnya luas minimal
RTH publik ini sebesar 24.000 M² yang dapat melayani 0,2 % luas minimal/kapita (M²). Metode yang akan
dipergunakan dalam memilih alternatif fungsi dan fasilitas dominan dlam sebuah RTH publik di kecamatan adalah
dengan mempergunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Penelitian ini bersifat deskriptif serta analisis yang dilakukan merupakan analisis dari data yang bersifat
kualitatif. Gambaran mengenai kriteria-kriteria tentang RTH publik di kecamatan berdasarkan pada kriteria RTH
yang didasarkan pada jumlah penduduk yang bersumber dari Permen PU 05/2008. Populasi dari penelitian adalah
mahasiswa di lingkungan Pasca Sarjana Unpar & Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dengan
asumsi bahwa seluruh mahasiswa Pasca Sarjana Unpar pernah mengunjungi RTH publik.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data primer, dimana data tersebut diperoleh
melalui pengisian kuesioner dari para responden yang relevan. Kuesioner ini berisi daftar pertanyaan yang
diberikan kepada responden yang bertujuan untuk memberikan tanggapan terhadap penelitian ini sesuai dengan
pertanyaan yang dimaksudkan untuk mencari informasi mengenai suatu permasalahan2. Berdasarkan diskusi atas
fungsi-fungsi penting sebuah RTH3 dan wawancara dengan beberapa narasumber yang relevan, pada akhirnya
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kriteria kunci yang menjadi kriteria utama dalam pembangunan RTH
publik di perkotaan di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Ekologis Kawasan:
a. Sebagai paru-paru kota;
b. Sebagai pengatur iklim mikro;
c. Sebagai peneduh.
2. Fungsi sosial budaya:
a. Karakter ekspresi budaya lokal;
b. Media komunikasi warga;
c. Objek pendidikan dan rekreasi.
3. Fungsi estetika kawasan:
a. Kenyamanan kawasan;
1
Saaty,1993
Nazir, 2005 : 203
3
Peraturan Menteri PU 05/2008
2
3
b. Kualitas lingkungan;;
c. Keserasian kawasan
H pu
publik di lingkup kecamatan
Setelah menentukan kriteria diatas
tas, dilakukan analisis kebutuhan dalam sebuah RTH
laksana pembangunan RTH
diskusi dengan beberapa narasumber terkait serta pelak
yang diperoleh dengan media disk
at dari diskusi diatas adalah
ilayah Republik Indonesia. Data primer yang didapat
publik di beberapa daerah di wila
RTH publik yang aktif. Dari
H publik agar RTH tersebut dapat berfungsi menjadii RT
kebutuhan sarana penunjang RTH
ang dapat difasilitasi dalam
narasumber didapat beberapa alternatif fasilitas yang
hasil diskusi dengan beberapa na
lingkungan perkotaan sebagai berikut;
sebuah RTH publik kecamatan dii lin
1. Plaza terbuka;
2. Kolam;
3. Jalur pemandu & ramp;
4. Taman bermain (Playgroun
und);
5. Street furniture;
6. Food stand (kios penjuall ma
makanan);
7. Lapangan olah raga multifu
ltifungsi;
8. Peneduh buatan (shelter, gaz
gazebo);
9. Foot path & Jogging track.
ck.
Alternatif dari beberapa desain dia
diatas merupakan berdasarkan asumsi bahwa luasan RT
RTH kecamatan tidak terlalu
pembangunan fasilitas publik RTH sebesar 30% dari tota
total luasan RTH publik agar
besar dan dititik beratkan pada pem
menjadi ruang publik yang aktif.
RTH tersebut dapat dimanfaatkann m
an fokus dari penelitian ini
ktor biaya belum menjadi pertimbangan dikarenakan
Dalam penelitian ini, fakto
unci dalam merencanakan sebuah RTH serta kriteria-krite
kriteria prasarana pendukung
dibatasi untuk mencari kriteria kun
aan sebuah RTH publik di kecamatan agar dapat berfu
rfungsi sebagai RTH publik
yang signifikan dalam perencanaa
sangat diperlukan adanya pertimbangan dalam fakto
aktor biaya dalam lanjutan
yang aktif. Kedepan mungkin sa
penelitian ini.
Analisis
agai faktor diatas dengan
lisis dilakukan dengan mempertimbangkan berbaga
Dalam memproses analis
ner yang disebarkan kepada
ilaian metode AHP dengan alat bantu berupa kuesioner
mempergunakan perangkat penilaia
gkat penilaian faktor-faktor
unaan kuesioner ini bertujuan untuk mencari peringk
responden yang relevan. Penggun
sponden dalam perencanaan
berapa penilaian faktor-faktor yang dominan dari respo
tersebut sehingga diperoleh beber
sebuah RTH publik.
terhadap seluruh responden
roses analisis disini adalah menyebarkan kuesioner ter
Tahapan pertama dari pros
bagai berikut:
ang meliputi beberapa pertanyaan inti dengan hasil seba
yang direncanakan secara acak yan
en te
terhadap fungsi utama RTH:
a. Hasil penilaian dari responden
14,00
12,00
10,00
8,00
10,16
10,60
11,91
13,66
13,31
9,72
13,57
10,07
7,01
6,00
4,00
2,00
-
Ekspresi
budaya lokal
Media
komunikasi
warga
Objek
pendidikan
dan rekreasi
Kenyamanan
kawasan
Kualitas
lingkungan
Keserasian
kawasan
Paru-paru kota Pengatur iklim
mikro
Peneduh
Gambar 1, Fungsi RTH yang diharapkan
4
b. Hasil penilaian responden terha
rhadap fasilitas pendukung yang dibutuhkan dalam sebua
buah RTH di kecamatan:
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
17,00
14,88
11,11
12,46
11,79
8,21
12,56
7,54
4,44
Plaza terbuka
Kolam
Jalur pemandu
dan ramp
Playground
street
furniture
Penjual
makanan
Lapangan olah
raga
Peneduh
buatan
Foot path &
Jogging track
Gam
Gambar 2, Fasilitas Pendukung RTH yang diharapkan
tiap kriteria dengan membuat
Dari data yang diperoleh,
h, kemudian dilakukan perhitungan bobot pada setiap
inyatakan seperti di bawah:
matriks A yang menggambarkan pa
pasangan. Formula yang digunakan dalam analisis diny
Dimana : Aij = Wi/Wj (perbandin
ingan parameter i dan parameter j)
i.,j = 1,2,....,n
ia dan fasilitas RTH publik
maka hasil akhir yang diperolehh mengenai pembobotan dari masing-masing kriteria
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi RTH publik:
14,00
10,18
12,00
10,00
8,00
10,62
11,67
13,70
13,35
9,75
13,62
10,10
7,02
6,00
4,00
2,00
-
Ekspresi
budaya lokal
Media
komunikasi
warga
Objek
pendidikan
dan rekreasi
Kenyamanan
kawasan
Kualitas
lingkungan
Keserasian
kawasan
Paru-paru
kota
Pengatur iklim
mikro
Peneduh
Gambar 3, Fungsi RTH yang diharapkan
5
b. Fasilitas pendukung RTH publik
blik:
16,00
13,61
14,00
12,00
10,00
8,72
8,00
11,57
12,19
11,12
7,92
15,39
13,70
5,78
6,00
4,00
2,00
-
Plaza terbuka
Kolam
Jalur pemandu
dan ramp
Playground
street
furniture
Penjual
makanan
Lapangan olah
raga
Peneduh
buatan
Foot path &
Jogging track
Gamb
mbar 4, Fasilitas pendukung RTH yang diharapkan
Untuk lebih memperjelass hhasil tersebut diatas, maka ditampilkan grafik perband
andingan antara hasil survey
(biru) dengan hasil pengolahan da
data (merah) yang diperoleh sehingga diharapkan pen
engambilan keputusan yang
dilakukan dapat lebih akurat.
a. Fungsi RTH publik:
14,00
10,18
10,16
12,00
10,00
8,00
11,67
11,91
10,62
10,60
13,70
13,66
13,35
13,31
9,72
9,75
13,62
13,57
10,10
10,07
7,02
7,01
6,00
4,00
2,00
-
Ekspresi
budaya lokal
Media
komunikasi
warga
Objek
pendidikan dan
rekreasi
Kenyamanan
kawasan
Kualitas
lingkungan
Keserasian
kawasan
Paru-paru kota Pengatur iklim
mikro
Peneduh
Gambar 5, Fungsi RTH yang diharapkan
b.
H pu
publik:
Fasilitas pendukung RTH
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
14,88
13,61
8,728,21
11,57
11,11
7,92
Kolam
13,70
12,56
7,54
5,78
4,44
Plaza terbuka
12,46
12,19
11,79
11,12
17,00
15,39
Jalur pemandu
dan ramp
Playground
street
furniture
Food Stand
Lapangan olah
raga
Peneduh
buatan
Foot path &
Jogging track
Gambar 6, Fasilitas pendukung RTH yang diharapkan
an
Ga
6
Dari hasil proses pemilihan keputusan tersebut diatas, diperoleh pembobotan dari fungsi yang harus ada
dalam sebuah RTH publik serta fasilitas pendukungnya. Prioritas yang dipilih adalah berdasarkan ranking dari
pembobotan masing-masing kriteria tersebut diatas. Untuk selengkapnya hasil pembobotan kriteria tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Ranking Pembobotan dari masing-masing Kriteria
Kriteria
Urutan
Fungsi RTH
Bobot
Fasilitas Pendukung
Bobot
1
Pengatur iklim mikro
13,70
Foot path & Jogging track
17,00
2
Peneduh
13,62
Jalur pemandu dan ramp
14,88
3
Kualitas lingkungan
13,35
Peneduh buatan
12,56
4
Kenyamanan kawasan
11,67
Lapangan olah raga
12,46
5
Objek pendidikan dan rekreasi
10,62
Playground
11,11
6
Media komunikasi warga
10,18
street furniture
11,79
7
Paru-paru kota
10,10
Plaza terbuka
8,21
8
Keserasian kawasan
9,75
Food Stand
7,54
9
Ekspresi budaya lokal
7,01
Kolam
4,44
Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan maka kriteria utama yang harus dipenuhi dalam pembangunan RTH publik
di kecamatan adalah diurutkan berdasarkan ranking penilaiannya seperti hasil perhitungan diatas, dimana posisi
utama dalam pemenuhan fungsi RTH publik yang aktif di kecamatan harus dapat memberikan kontribusi positif
terhadap kualitas lingkungan binaan yang didukung oleh adanya sarana pendukung berupa Foot path & jogging
track. Kriteria selanjutnya dipilih berdasarkan urutan prioritas (ranking), dimana semakin besar ranking-nya
merupakan kriteria semakin tidak signifikan atau semakin tidak penting dalam pembangunan sebuah RTH Publik
di kecamatan.
Dengan adanya hasil ini, maka diharapkan dapat menjadi masukan positif berupa kriteria kunci bagi
pembuatan desain RTH Publik di kecamatan terutama di lingkungan permukiman agar amanat yang dikandung
dalam UU 26/2007 serta Permen PU 05/2008 dapat terlaksana sehingga tujuan utama membina lingkungan binaan
yang berkelanjutan dapat tercapai.
Penulisan ini dirasakan masih belum sempurna, dalam pemenuhan jumlah responden masih dirasakan
belum dapat mewakili sehingga keakuratan data masih dirasakan belum sempurna. Perlu adanya berbagai
penyempurnaan ke depan dalam melakukan pengumpulan data agar didapat hasil yang lebih valid.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada bapak Dr. -Ing. Andreas Wibowo, VDI atas dorongannya dalam
membantu penulis dalam melakukan penulisan karya ilmiah ini.
Daftar Pustaka
Undang-undang no. 26/2007 tentang Penataan Ruang;
Peraturan Menteri PU No. 05/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan;
Dr. -Ing. Andreas Wibowo, VDI, Materi Perkuliahan Teknik Pengambilan Keputusan, Methods for Qualitative
Data Median Ranking Method, Program Pascasarjana Teknik Sipil, Universitas Katholik Parahyangan,
Bandung, 2013;
Dr. -Ing. Andreas Wibowo, VDI, Materi Perkuliahan Teknik Pengambilan Keputusan, Analytic Hierarcy Process,
Program Pascasarjana Teknik Sipil, Universitas Katholik Parahyangan, Bandung, 2013;
Saaty, T. L. The Analytic Hierarchy Process. New York: McGraw-Hill,(1980);
Kusumadewi, S dan Guswaluddin, I. Fuzzy Multi-criteria Decision Making, Media Informatika: Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia. 3(1): hal. 25-39. Yogyakarta, (2005);
7
Sutikno, Sistem Pendukung Keputusan Metode AHP Untuk Pemilihan Siswa Dalam Mengikuti Olimpiade Sains
Di Sekolah Menengah Atas, Program Studi Ilmu Komputer FMIPA UNDIP;
Adhipta Abwa Rabbika, Penerapan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making Dalam Perancangan Pemodelan
Pengambilan Keputusan Perekrutan Teknisi Otomotif (Studi Kasus: MD AUTOCARE, Sleman), Sekolah
Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer, Amikom, Yogyakarta 2011;
Juliyanti, Mohammad Isa Irawan dan Imam Mukhlash, Pemilihan Guru Berprestasi Menggunakan Metode AHP
Dan Topsis, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011;
Zainul Khakim, M Ruslin Anwar, M. Hamzah Hasyim, Studi Pemilihan Pengerjaan Beton antara Pracetak dan
Konvensional pada Pelaksanaan Konstruksi Gedung dengan Metoda AHP, Jurnal Rekayasa Sipil/Vol. 5,
No. 2 – 2011 ISSN 1978-5658;
Nur Rochmah Dyah P.A., Edy Nugroho, Eko Aribowo, Sistem Penentuan Penerima Bantuan Langsung Tunai
(BLT) dengan Metoda Analytic Hierarchy Process, Jurnal Informatika Vol. 2, No. 2, Juli 2008;
8
(RTH) Publik di Kawasan Permukiman Perkotaan
Kiagoos Egie Ismail
Mahasiswa Magister Teknik Sipil - Program Manajemen Proyek Konstruksi
Universitas Katholik Parahyangan Bandung
e-mail; [email protected]
Abstrak
Pembangunan perkotaan yang terus meningkat seringkali tidak diimbangi dengan penyediaan RTH
yang mencukupi kebutuhan perkotaan. Perkotaan menyandang berbagai macam fungsi didalamnya
yang dihadapkan dalam persoalan aktual yang mengancam keberlanjutannya di masa yang akan
datang. Dalam undang-undang penataan ruang telah dipersyaratkan bahwa kebutuhan RTH
perkotaan itu sebesar 30% dari luas total kota, sehingga dalam menjawab persyaratan tersebut maka
diperlukan upaya mewujudkannya dimulai dari lingkup terkecil dalam sebuah kawasan. RTH Publik
di lingkup layanan kecamatan merupakan salah satu jawaban dalam mewujudkan hal tersebut.
Dalam hal menetapkan alternatif desain dari RTH publik tersebut, seharusnya desain RTH publik
tersebut terintegrasi dengan fasilitas pendukung yang diperlukan oleh masyarakat. Diharapkan RTH
publik tersebut menjadi media interaksi antar masyarakat serta dapat menampung fungsi lain seperti
zona evakuasi terhadap bencana dan dapat menjadi RTH yang aktif. Dalam penentuan fungsi RTH
Publik tersebut tidak terlepas dari fungsi kawasan serta kebutuhan utama dari RTH publik tersebut.
Penulisan ini berupaya untuk mencari faktor-faktor dominan dalam desain RTH publik di kecamatan
dengan mempergunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Hasil yang diharapkan adalah
dapat memberikan masukan positif terhadap desain RTH publik di kecamatan serta parasarana
pendukung yang dapat difasilitasi untuk mewujudkan penataan kawasan yang baik serta
berkelanjutan yang memenuhi persyaratan dalam undang-undang. Dari hal tersebut, maka
diharapkan dengan adanya RTH publik ini dapat memberikan dampak positif terwujudnya ruang
hijau aktif yang berkelanjutan di kawasan permukiman serta menjawab tantangan isu lingkungan
global dalam mengurangi efek rumah kaca serta perubahan iklim global.
Kata Kunci: RTH, Publik, Desain
Pendahuluan
Pembangunan yang terus meningkat di perkotaan, sering tidak menghiraukan kehadiran ruang terbuka hijau
(RTH). Pada kenyataannya luas RTH di perkotaan setiap tahun semakin berkurang. Hal tersebut disebabkan
terjadinya alih fungsi yang semula berupa ruang terbuka menjadi kawasan terbangun untuk berbagai keperluan
manusia. Semakin kurang memadainya RTH, khususnya taman kota dapat menimbulkan munculnya kerawanan
dan penyakit sosial, sifat individualistik dan ketidakpedulian terhadap lingkungan yang sering ditemukan pada
masyarakat perkotaan.
Sejalan dengan hal diatas, dalam memenuhi kebutuhan lahan hijau di perkotaan yang sudah sangat padat
tentu akan sangat menyulitkan, akan tetapi dalam Permen PU 05/2008 tentang Pedoman penyediaan Ruang
Terbuka Hijau, telah diberikan alternatif yang lebih bermanfaat bagi masyarakat di kawasan perkotaan yaitu
adanya Ruang Terbuka Hijau Publik. RTH Publik ini secara garis besar pengertiannya adalah adalah RTH yang
dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat
secara umum.
RTH sebagai salah satu ruang penting yang harus ada dalam kota perlu memiliki suatu perencanaan dan
perhatian yang khusus, karena memiliki berbagai fungsi yang tinggi bagi suatu kota seperti ekologis, ekonomi,
arsitektur dan sosial/budaya.
Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dalam hal ini sebagai institusi yang berperan dalam
penataan lingkungan dan bangunan memiliki fungsi yang salah satunya adalah merumuskan kebijakan serta
fasilitasi dalam penyelenggaraan bangunan gedung dan penataan lingkungan seringkali menemukan permasalahan
1
bagaimana memberikan fasilitasi dalam penataan RTH publik agar dapat infrastruktur dapat lebih terarah dan
bermanfaat dalam distribusinya.
Dengan terfasilitasinya RTH publik ini setidaknya akan dapat mengurangi efek negatif dari pengembangan
dan pembangunan wilayah di perkotaan yang cepat khusunya dalam menjawab tantangan perubahan iklim secara
global serta terutama dalam menjawab permasalahan lingkungan seperti land subsidence (penurunan muka tanah)
yang terjadi di kawasan DKI Jakarta.
Sebagai wahana interaksi sosial, RTH Publik ini diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota
masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya sehingga aktivitas di ruang publik
dapat bercerita dengan gamblang seberapa pesat dinamika kehidupan sosial suatu masyarakat.
Kajian Literatur
Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Dalam Undang Undang no 26/2007 telah disebutkan bahwa Ruang terbuka hijau (RTH) adalah area
memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman,
baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Dalam Permen PU no 05/2008 penyediaan RTH
berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
a. Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
b. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau
publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat;
c. Apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar
dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan
keberadaannya.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan
sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan
ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Kriteria dalam RTH Publik tingkat kecamatan adalah luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal
seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan
berbagai aktivitas.
Berikut ini merupakan kedudukan rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH jika ditinjau dari struktur
perundang-undangan yang ada:
Gambar 1. Struktur penyediaan dan pemanfaatan RTH
Kriteria dalam pembangunan RTH Publik yang diadopsi dalam penulisan ini merupakan kriteria fungsi utama
RTH yang tercantum dalam Permen PU no 05/2008 sebagai berikut:
b. Stimulasi kreativitas warga;
1. Fungsi sosial & budaya (ekstrinsik):
c. Pembentuk
faktor
keindahan
a. Ekspresi budaya lokal;
arsitektural;
b. Media komunikasi warga;
d. Menciptakan
keserasian
&
c. Tempat rekreasi;
keseimbangan kws. terbangun dan
d. Wadah dan objek penelitian.
tidak.
2. Fungsi estetika kawasan (ekstrinsik):
3. Fungsi ekonomi kawasan:
a. Meningkatkan kenyamanan kawasan;
2
a. Sumber produk yang dapat dijual;
b. Bagian dari usaha pertanian.
4. Fungsi ekologis kawasan (intrinsik) :
a. Sebagai paru-paru kota;
b. Pengatur iklim mikro;
c. Sebagai peneduh;
d.
e.
f.
g.
h.
Produsen oksigen;
Penyerap air hujan:
Penyedia habitat satwa;
Penyerap polutan media udara, air dan
tanah serta;
Penahan angin.
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
Dasar enggunaan metode AHP
Metode Analytical Hierarchy Process Method (AHP) merupakan salah satu perangkat untuk membuat
suatu keputusan, yang didesain dan dilakukan secara rasional dengan membuat penyeleksian yang terbaik terhadap
beberapa alternatif yang dievaluasi dengan multi kriteria. Dalam proses ini, para pembuat keputusan mengabaikan
perbedaan kecil dalam pengambilan keputusan dan selanjutnya mengembangkan seluruh prioritas untuk membuat
rangking prioritas dari beberapa alternatif. (Saaty-Vargas, 1994).
Metode AHP digunakan dalam memecahkan permasalahan, terdapat tiga prinsip dasar1, yakni antara lain:
a. Menggambarkan dan menguraikan secara hirarki atau kita sebut menyusun secara hirarkhi, yaitu memecahmecah persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah;
b. Menetapkan prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
c. Konsistensi logis, dimana menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan
secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
AHP merupakan suatu model yang luwes yang memungkinkan untuk mengambil keputusan dengan
mengkombinasikan pertimbangan dan nilai-nilai pribadi secara logis. Proses ini tergantung kepada imajinasi,
pengalaman dan pengetahuan dalam menyusun hirarki suatu masalah. Selain itu juga bergantung pada logika,
intuisi dan pengalaman untuk memberikan pengalaman.
Metodologi Penelitian
Dalam mencari pemecahan alternatif dari penataan RTH Publik di lingkup kecamatan, penelitian ini
menggunakan asumsi yang bersumber dari Permen PU no. 05/2008 dimana RTH publik lingkup kecamatan
dihitung berdasarkan jumlah penduduk secara garis besar dapat mencakup 120.000 jiwa. Selanjutnya luas minimal
RTH publik ini sebesar 24.000 M² yang dapat melayani 0,2 % luas minimal/kapita (M²). Metode yang akan
dipergunakan dalam memilih alternatif fungsi dan fasilitas dominan dlam sebuah RTH publik di kecamatan adalah
dengan mempergunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP).
Penelitian ini bersifat deskriptif serta analisis yang dilakukan merupakan analisis dari data yang bersifat
kualitatif. Gambaran mengenai kriteria-kriteria tentang RTH publik di kecamatan berdasarkan pada kriteria RTH
yang didasarkan pada jumlah penduduk yang bersumber dari Permen PU 05/2008. Populasi dari penelitian adalah
mahasiswa di lingkungan Pasca Sarjana Unpar & Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) dengan
asumsi bahwa seluruh mahasiswa Pasca Sarjana Unpar pernah mengunjungi RTH publik.
Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini merupakan data primer, dimana data tersebut diperoleh
melalui pengisian kuesioner dari para responden yang relevan. Kuesioner ini berisi daftar pertanyaan yang
diberikan kepada responden yang bertujuan untuk memberikan tanggapan terhadap penelitian ini sesuai dengan
pertanyaan yang dimaksudkan untuk mencari informasi mengenai suatu permasalahan2. Berdasarkan diskusi atas
fungsi-fungsi penting sebuah RTH3 dan wawancara dengan beberapa narasumber yang relevan, pada akhirnya
dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kriteria kunci yang menjadi kriteria utama dalam pembangunan RTH
publik di perkotaan di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Fungsi Ekologis Kawasan:
a. Sebagai paru-paru kota;
b. Sebagai pengatur iklim mikro;
c. Sebagai peneduh.
2. Fungsi sosial budaya:
a. Karakter ekspresi budaya lokal;
b. Media komunikasi warga;
c. Objek pendidikan dan rekreasi.
3. Fungsi estetika kawasan:
a. Kenyamanan kawasan;
1
Saaty,1993
Nazir, 2005 : 203
3
Peraturan Menteri PU 05/2008
2
3
b. Kualitas lingkungan;;
c. Keserasian kawasan
H pu
publik di lingkup kecamatan
Setelah menentukan kriteria diatas
tas, dilakukan analisis kebutuhan dalam sebuah RTH
laksana pembangunan RTH
diskusi dengan beberapa narasumber terkait serta pelak
yang diperoleh dengan media disk
at dari diskusi diatas adalah
ilayah Republik Indonesia. Data primer yang didapat
publik di beberapa daerah di wila
RTH publik yang aktif. Dari
H publik agar RTH tersebut dapat berfungsi menjadii RT
kebutuhan sarana penunjang RTH
ang dapat difasilitasi dalam
narasumber didapat beberapa alternatif fasilitas yang
hasil diskusi dengan beberapa na
lingkungan perkotaan sebagai berikut;
sebuah RTH publik kecamatan dii lin
1. Plaza terbuka;
2. Kolam;
3. Jalur pemandu & ramp;
4. Taman bermain (Playgroun
und);
5. Street furniture;
6. Food stand (kios penjuall ma
makanan);
7. Lapangan olah raga multifu
ltifungsi;
8. Peneduh buatan (shelter, gaz
gazebo);
9. Foot path & Jogging track.
ck.
Alternatif dari beberapa desain dia
diatas merupakan berdasarkan asumsi bahwa luasan RT
RTH kecamatan tidak terlalu
pembangunan fasilitas publik RTH sebesar 30% dari tota
total luasan RTH publik agar
besar dan dititik beratkan pada pem
menjadi ruang publik yang aktif.
RTH tersebut dapat dimanfaatkann m
an fokus dari penelitian ini
ktor biaya belum menjadi pertimbangan dikarenakan
Dalam penelitian ini, fakto
unci dalam merencanakan sebuah RTH serta kriteria-krite
kriteria prasarana pendukung
dibatasi untuk mencari kriteria kun
aan sebuah RTH publik di kecamatan agar dapat berfu
rfungsi sebagai RTH publik
yang signifikan dalam perencanaa
sangat diperlukan adanya pertimbangan dalam fakto
aktor biaya dalam lanjutan
yang aktif. Kedepan mungkin sa
penelitian ini.
Analisis
agai faktor diatas dengan
lisis dilakukan dengan mempertimbangkan berbaga
Dalam memproses analis
ner yang disebarkan kepada
ilaian metode AHP dengan alat bantu berupa kuesioner
mempergunakan perangkat penilaia
gkat penilaian faktor-faktor
unaan kuesioner ini bertujuan untuk mencari peringk
responden yang relevan. Penggun
sponden dalam perencanaan
berapa penilaian faktor-faktor yang dominan dari respo
tersebut sehingga diperoleh beber
sebuah RTH publik.
terhadap seluruh responden
roses analisis disini adalah menyebarkan kuesioner ter
Tahapan pertama dari pros
bagai berikut:
ang meliputi beberapa pertanyaan inti dengan hasil seba
yang direncanakan secara acak yan
en te
terhadap fungsi utama RTH:
a. Hasil penilaian dari responden
14,00
12,00
10,00
8,00
10,16
10,60
11,91
13,66
13,31
9,72
13,57
10,07
7,01
6,00
4,00
2,00
-
Ekspresi
budaya lokal
Media
komunikasi
warga
Objek
pendidikan
dan rekreasi
Kenyamanan
kawasan
Kualitas
lingkungan
Keserasian
kawasan
Paru-paru kota Pengatur iklim
mikro
Peneduh
Gambar 1, Fungsi RTH yang diharapkan
4
b. Hasil penilaian responden terha
rhadap fasilitas pendukung yang dibutuhkan dalam sebua
buah RTH di kecamatan:
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
17,00
14,88
11,11
12,46
11,79
8,21
12,56
7,54
4,44
Plaza terbuka
Kolam
Jalur pemandu
dan ramp
Playground
street
furniture
Penjual
makanan
Lapangan olah
raga
Peneduh
buatan
Foot path &
Jogging track
Gam
Gambar 2, Fasilitas Pendukung RTH yang diharapkan
tiap kriteria dengan membuat
Dari data yang diperoleh,
h, kemudian dilakukan perhitungan bobot pada setiap
inyatakan seperti di bawah:
matriks A yang menggambarkan pa
pasangan. Formula yang digunakan dalam analisis diny
Dimana : Aij = Wi/Wj (perbandin
ingan parameter i dan parameter j)
i.,j = 1,2,....,n
ia dan fasilitas RTH publik
maka hasil akhir yang diperolehh mengenai pembobotan dari masing-masing kriteria
adalah sebagai berikut:
a. Fungsi RTH publik:
14,00
10,18
12,00
10,00
8,00
10,62
11,67
13,70
13,35
9,75
13,62
10,10
7,02
6,00
4,00
2,00
-
Ekspresi
budaya lokal
Media
komunikasi
warga
Objek
pendidikan
dan rekreasi
Kenyamanan
kawasan
Kualitas
lingkungan
Keserasian
kawasan
Paru-paru
kota
Pengatur iklim
mikro
Peneduh
Gambar 3, Fungsi RTH yang diharapkan
5
b. Fasilitas pendukung RTH publik
blik:
16,00
13,61
14,00
12,00
10,00
8,72
8,00
11,57
12,19
11,12
7,92
15,39
13,70
5,78
6,00
4,00
2,00
-
Plaza terbuka
Kolam
Jalur pemandu
dan ramp
Playground
street
furniture
Penjual
makanan
Lapangan olah
raga
Peneduh
buatan
Foot path &
Jogging track
Gamb
mbar 4, Fasilitas pendukung RTH yang diharapkan
Untuk lebih memperjelass hhasil tersebut diatas, maka ditampilkan grafik perband
andingan antara hasil survey
(biru) dengan hasil pengolahan da
data (merah) yang diperoleh sehingga diharapkan pen
engambilan keputusan yang
dilakukan dapat lebih akurat.
a. Fungsi RTH publik:
14,00
10,18
10,16
12,00
10,00
8,00
11,67
11,91
10,62
10,60
13,70
13,66
13,35
13,31
9,72
9,75
13,62
13,57
10,10
10,07
7,02
7,01
6,00
4,00
2,00
-
Ekspresi
budaya lokal
Media
komunikasi
warga
Objek
pendidikan dan
rekreasi
Kenyamanan
kawasan
Kualitas
lingkungan
Keserasian
kawasan
Paru-paru kota Pengatur iklim
mikro
Peneduh
Gambar 5, Fungsi RTH yang diharapkan
b.
H pu
publik:
Fasilitas pendukung RTH
18,00
16,00
14,00
12,00
10,00
8,00
6,00
4,00
2,00
-
14,88
13,61
8,728,21
11,57
11,11
7,92
Kolam
13,70
12,56
7,54
5,78
4,44
Plaza terbuka
12,46
12,19
11,79
11,12
17,00
15,39
Jalur pemandu
dan ramp
Playground
street
furniture
Food Stand
Lapangan olah
raga
Peneduh
buatan
Foot path &
Jogging track
Gambar 6, Fasilitas pendukung RTH yang diharapkan
an
Ga
6
Dari hasil proses pemilihan keputusan tersebut diatas, diperoleh pembobotan dari fungsi yang harus ada
dalam sebuah RTH publik serta fasilitas pendukungnya. Prioritas yang dipilih adalah berdasarkan ranking dari
pembobotan masing-masing kriteria tersebut diatas. Untuk selengkapnya hasil pembobotan kriteria tersebut dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel Ranking Pembobotan dari masing-masing Kriteria
Kriteria
Urutan
Fungsi RTH
Bobot
Fasilitas Pendukung
Bobot
1
Pengatur iklim mikro
13,70
Foot path & Jogging track
17,00
2
Peneduh
13,62
Jalur pemandu dan ramp
14,88
3
Kualitas lingkungan
13,35
Peneduh buatan
12,56
4
Kenyamanan kawasan
11,67
Lapangan olah raga
12,46
5
Objek pendidikan dan rekreasi
10,62
Playground
11,11
6
Media komunikasi warga
10,18
street furniture
11,79
7
Paru-paru kota
10,10
Plaza terbuka
8,21
8
Keserasian kawasan
9,75
Food Stand
7,54
9
Ekspresi budaya lokal
7,01
Kolam
4,44
Simpulan
Berdasarkan hasil perhitungan maka kriteria utama yang harus dipenuhi dalam pembangunan RTH publik
di kecamatan adalah diurutkan berdasarkan ranking penilaiannya seperti hasil perhitungan diatas, dimana posisi
utama dalam pemenuhan fungsi RTH publik yang aktif di kecamatan harus dapat memberikan kontribusi positif
terhadap kualitas lingkungan binaan yang didukung oleh adanya sarana pendukung berupa Foot path & jogging
track. Kriteria selanjutnya dipilih berdasarkan urutan prioritas (ranking), dimana semakin besar ranking-nya
merupakan kriteria semakin tidak signifikan atau semakin tidak penting dalam pembangunan sebuah RTH Publik
di kecamatan.
Dengan adanya hasil ini, maka diharapkan dapat menjadi masukan positif berupa kriteria kunci bagi
pembuatan desain RTH Publik di kecamatan terutama di lingkungan permukiman agar amanat yang dikandung
dalam UU 26/2007 serta Permen PU 05/2008 dapat terlaksana sehingga tujuan utama membina lingkungan binaan
yang berkelanjutan dapat tercapai.
Penulisan ini dirasakan masih belum sempurna, dalam pemenuhan jumlah responden masih dirasakan
belum dapat mewakili sehingga keakuratan data masih dirasakan belum sempurna. Perlu adanya berbagai
penyempurnaan ke depan dalam melakukan pengumpulan data agar didapat hasil yang lebih valid.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih saya haturkan kepada bapak Dr. -Ing. Andreas Wibowo, VDI atas dorongannya dalam
membantu penulis dalam melakukan penulisan karya ilmiah ini.
Daftar Pustaka
Undang-undang no. 26/2007 tentang Penataan Ruang;
Peraturan Menteri PU No. 05/2008 tentang Pedoman Penyediaan Ruang Terbuka Hijau di Perkotaan;
Dr. -Ing. Andreas Wibowo, VDI, Materi Perkuliahan Teknik Pengambilan Keputusan, Methods for Qualitative
Data Median Ranking Method, Program Pascasarjana Teknik Sipil, Universitas Katholik Parahyangan,
Bandung, 2013;
Dr. -Ing. Andreas Wibowo, VDI, Materi Perkuliahan Teknik Pengambilan Keputusan, Analytic Hierarcy Process,
Program Pascasarjana Teknik Sipil, Universitas Katholik Parahyangan, Bandung, 2013;
Saaty, T. L. The Analytic Hierarchy Process. New York: McGraw-Hill,(1980);
Kusumadewi, S dan Guswaluddin, I. Fuzzy Multi-criteria Decision Making, Media Informatika: Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia. 3(1): hal. 25-39. Yogyakarta, (2005);
7
Sutikno, Sistem Pendukung Keputusan Metode AHP Untuk Pemilihan Siswa Dalam Mengikuti Olimpiade Sains
Di Sekolah Menengah Atas, Program Studi Ilmu Komputer FMIPA UNDIP;
Adhipta Abwa Rabbika, Penerapan Fuzzy Multi-Attribute Decision Making Dalam Perancangan Pemodelan
Pengambilan Keputusan Perekrutan Teknisi Otomotif (Studi Kasus: MD AUTOCARE, Sleman), Sekolah
Tinggi Manajemen Informatika dan Komputer, Amikom, Yogyakarta 2011;
Juliyanti, Mohammad Isa Irawan dan Imam Mukhlash, Pemilihan Guru Berprestasi Menggunakan Metode AHP
Dan Topsis, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA,
Universitas Negeri Yogyakarta, 14 Mei 2011;
Zainul Khakim, M Ruslin Anwar, M. Hamzah Hasyim, Studi Pemilihan Pengerjaan Beton antara Pracetak dan
Konvensional pada Pelaksanaan Konstruksi Gedung dengan Metoda AHP, Jurnal Rekayasa Sipil/Vol. 5,
No. 2 – 2011 ISSN 1978-5658;
Nur Rochmah Dyah P.A., Edy Nugroho, Eko Aribowo, Sistem Penentuan Penerima Bantuan Langsung Tunai
(BLT) dengan Metoda Analytic Hierarchy Process, Jurnal Informatika Vol. 2, No. 2, Juli 2008;
8