Pendidikan Inkulif Sebagai Salah Satu Up

Pendidikan Inkulif Sebagai Salah Satu Upaya Pemenuhan Hak Pendidikan
Non-diskriminatif Bagi Anak Penyandang Disabilitas
Renita Yudia
Abstrak
Salah satu hak anak penyandang disabiltas adalah mendapatkan pendidikan,
namun dalam upaya pemenuhan hak pendidikan anak penyandang disabilitas kita
perlu memperhatikan bahwa mereka juga memiliki hak untuk tidak diperlakukan
secara diskriminatif. Maka dari itu pendidikan inklusif merupakan salah satu cara
yang baik dalam upaya pemenuhan hak pendidikan bagi anak penyandang
disabilitas hal ini mengingat pendidikan inklusif merupakan

sistem layanan

pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolahsekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya. Dan pendidikan
inklusif merupakan praktek yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi manusia
atas pendidikan, tanpa adanya diskriminasi, dengan memberi kesempatan
pendidikan yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga
semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan
potensi pribadinya dalam lingkungan yang sama.
Kata kunci: pendidikan inklusif, non-diskriminatif, hak, disabilitas.
Pendahuluan

Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 9 Ayat 1 menyebutkan
bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan
bakat termasuk anak penyandang disabilitas. Mereka juga berhak diberikan
kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan. Namun hak
mendapat pendidikan yang dimiliki anak-anak penyandang disabilitas sering
diabaikan, sehingga hal itu dapat mengurangi kemampuan mereka untuk
menikmati hak-hak kewarganegaraan mereka. Dalam upaya pemenuhan hak
pendidikan bagi anak penyandang disabilitas semua pihak harus memperhatikan
bahwa mereka juga berhak memperoleh perlindungan khusus melalui upaya

perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak, perlakuan
yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial yang berarti
bahwa setiap orang dilarang memperlakukan mereka secara diskriminatif yang
mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materil maupun moril sehingga
menghambat fungsi sosialnya. Diskriminatif dalam hal ini merupakan sebuah
tindakan membeda-bedakan. Tindakan diskriminatif secara universal dapat
dikategorikan sebagai pelanggaran HAM. Mengingat hal tersebut maka penting
bagi kita untuk menyelenggarakan pendidikan yang non-diskriminatif, salah
satunya dengan menyelenggarakan pendidikan inklusif.

Kajian konseptual ini bermaksud untuk mengetahui (1) apa yang dimaksud
dengan pendidikan iklusif?, (2) Apa yang menjadi bukti bahwa pendidikan
inklusif merupakan pendidikan yang non-diskriminatif bagi anak penyandang
disabilitas?, (3) apa hal yang pelu disesuaikan dalam upaya pengimplementasian
pendidikan

inklusif?,

dan

(4)

apa

tantangan

yang

dihadapi


dalam

pengimplementasian pendidikan inklusif?
Kajian Teori
Difabel atau disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan, keterbatasan
aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Gangguan adalah sebuah masalah pada
fungsi tubuh atau strukturnya. Suatu pembatasan kegiatan adalah kesulitan yang
dihadapi oleh individu dalam melaksanakan tugas atau tindakan, sedangkan
pembatasan partisipasi merupakan masalah yang dialami oleh individu dalam
keterlibatan dalam situasi kehidupan. Dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun
2014 Pasal 1 dijelaskan baahwa anak penyandang disabilitas adalah anak yang
memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu
lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat
menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan efektif
berdasarkan kesamaan hak. Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau
merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya,
yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental, serta

penyandang cacat fisik dan mental. Klasifikasi disabilitas terdiri dari tunanetra,

tunarungu, tunawicara, tunadaksa, tunalaras, tunagrahita, dan tunaganda.
Sebagai penyandang disabilitas mereka memiliki hak yang perlu di penuhi satu
satunya adalah mereka berhak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif.
Menutut Chrispina Maria Gracia, tindakan diskriminasi bisa dikatakan sebagai
tindakan pembedaan antara individu satu dengan yang lainnya, atau kelompok
masyarakat satu dan lainnya atas dasar perbedaan agama, suku, ras, bahasa, kelas
soaial, atau aspek lainnya. Selanjutnya Chrispina Maria Gracia menambahkan,
bahwa tindakan diskriminasi ini rentan terjadi di berbagai lingkungan masyarakat
yang majemuk dan bisa dialami oleh siapa saja, kapan saja, dimana saja, dan
dengan bentuk apa saja. Sedangkan dalam pengertian modern, istilah diskriminasi
secara universal berarti tidak netral, karena biasanya mengacu pada tindakan
membedakan seseorang dari orang lain bukan berdasarkan keunggulan yang
dimilikinya, namun berdasarkan prasangka atau berdasarkan sikap-sikap yang
secara moral tercela.
Penyandang disabilitas juga berhak mendapatkan pendidikan sehingga mereka
dapat mengembangkan bakat yang mereka miliki salah satunya melalui
pendidikan inklusif. Salamanca mengungkapkan bahwa hak semua anak,
termasuk mereka yang berkebutuhan temporer dan permanen untuk memperoleh
penyesuaian pendidikan agar dapat mengikuti sekolah, hak semua anak untuk
bersekolah di komunitas rumahnya dalam kelas-kelas inklusif, hak semua anak

untuk ikut serta dalam pendidikan yang berpusat pada anak yang dapat memenuhi
kebutuhan individual, dan hak semua anak untuk ikut serta dalam pendidikan
berkualitas yang bermakna bagi setiap individu. Dalam Permendiknas Nomor 70
Tahun 2009 Pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan inklusif adalah sistem
penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Pendidikan
inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat
dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau

penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan kata
lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus menyesuaikan
dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang
menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif
anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara
wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan
pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi

penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukaan
berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada proses pendidikan
yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
Tujuan diadakanya pendidikan inklusif adalah memastikan bahwa semua anak
memiliki akses terhadap pendidikan yang terjangkau, efektif, relevan dan tepat
dalam wilayah tempat tinggalnya, memastikan semua pihak untuk menciptakan
lingkungan belajar yang kondusif agar seluruh anak terlibat dalam proses
pembelajaran. Jadi, inklusif dalam pendidikan merupakan proses peningkatan
partisipasi siswa dan mengurangi keterpisahannya dari budaya, kurikulum dan
komunitas sekolah setempat.
Pembahasan
Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak
berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya. Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang
mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal
(non-ABK) usia sebayanya di kelas reguler/biasa yang terdekat dengan tempat
tinggalnya. Yang artinya bahwa suatu sekolah harus menerima semua anak tanpa
terkecuali, baik anak yang memiliki perbedaaan secara fisik, intelektual, sosial,
emosional, bahasa, atau kondisi lain, termasuk anak penyandang disabilitas dan
anak berbakat, anak jalanan, anak yang bekerja, anak dari etnis, budaya, bahasa,

minoritas dan kelompok anak-anak yang tidak beruntung dan terpinggirkan.
Pendidikan inklusi merupakan praktek yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi
manusia atas pendidikan, tanpa adanya diskriminasi, dengan memberi kesempatan

pendidikan yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga
semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan
potensi pribadinya dalam lingkungan yang sama. Pendidikan inklusif perlu
diselenggarakan karena pada kebanyakan kasus, siswa yang berasal dari sekolah
khusus menghadapi perlakuan diskriminatif karena pencapaian/tingkat pendidikan
yang direndahkan dan dibedakan. Dan dengan diselenggarakannya pendidikan
inklusif dapat memberi dampak yang positif bagi anak terlebih lagi bagi anak
penyandang disabilitas dengan pendidikan inklusif dapat membuat mereka
terbiasa berada di lingkungan dimana mereka berinteraksi tidak hanya dengan
sesama penyandang disabilitas, hal ini dipandang penting karena di masa yang
akan datang mereka akan terjun ke masyarakat dimana disana tidak hanya terdapat
orang

penyandang

diselenggarakannya


disabilitas.
pendidikan

Selain
inklusif

itu,
adalah

hal

terpenting

adanya

dengan

pengakuan


dan

penghargaan terhadap keragaman sehingga dapat membuat terwujudnya
pendidikan yang non-diskriminatif bagi anak penyandang disabilitas. Hal ini
mengingat pendidikan inklusif memiliki berbagai prinsip yaitu terbuka, adil, tanpa
diskriminasi, peka terhadap setiap perbedaan, relevan dan akomodatif terhadap
cara belajar, berpusat pada kebutuhan dan keunikan setiap individu peserta didik,
inovatif dan fleksibel, kerja sama dan saling mengupayakan bantuan, kecakapan
hidup yang mengefektifkan potensi individu peserta didik dengan potensi
lingkungan. Dengan pendidikan inklusif kita dapat membantah anggapan bahwa
ketika kita memiliki perbedaan maka itu akan membuat kita tidak diterima oleh
lingkungan. Kemudian pendidikan inklusif dapat memberikan pendidikan yang
akan mencegah anak-anak mengembangkan harga diri yang buruk serta
konsekuensi yang dapat ditimbulkannya, dan bahwa pendidikan inklusif akan
menciptakan sikap mau bekerjasama. Selain itu dalam pendidikan inklusif, kita
siap mengubah dan menyesuaikan sistem, lingkungan dan aktivitas yang berkaitan
dengan orang lain serta mempertimbangkan kebutuhan semua orang. dan bukan
lagi anak yang menyandang disabilitas yang harus menyesuaikan diri agar cocok
dengan seting yang ada. Untuk ini diperlukan fleksibilitas, kreativitas dan
sensitivitas.


Alasan lain kenapa pendidikan inklusif merupakan pendidikan nondiskriminatif karena pendidikan yang inklusif adalah sistem di mana semua anak
adalah anggota kelompok yang sama yang artinya mereka berinteraksi dan
berkomunikasi satu sama lain, membantu satu sama lain untuk belajar dan
berfungsi, saling mempertimbangkan satu sama lain, menerima kenyataan bahwa
anak tertentu mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan mayoritas dan kadangkadang akan melakukan hal yang berbeda. Selain itu anak sebagai masyarakat
inklusif dalam sekolah inklusif secara keseluruhan adalah dimana semua anak dan
orang dewasa adalah anggota kelompok yang sama yang artinya mereka
berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, membantu satu sama lain untuk
belajar dan berfungsi, saling tenggang rasa satu sama lain, menerima kenyataan
bahwa sebagian anak mempunyai kebutuhan yang berbeda dari mayoritas dan
kadang-kadang akan melakukan hal yang berbeda, dan cenderung bekerjasama
daripada bersaing. Selanjutnya semua anak mempunyai rasa memiliki dan
bermitra, Serta walau jika anak-anak tertentu karena berbagai alasan mempunyai
suatu kebutuhan untuk menerima perhatian berkala di luar kelas maka setiap
orang akan memandang hal ini sebagai suatu hal yang alami dan ini tidak akan
mengganggu rasa menjadi anggota atau rasa memiliki kelompok/kelasnya.
Karena terdapat perbedaan dalam konsep dan model pendidikan, maka dalam
pendidikan inklusif terdapat beberapa komponen pendidikan yang perlu dikelola
agar sekolah inklusif yang non-diskriminatif dapat terwujud, diantaranya adalah

manajemen kesiswaan yang merupakan salah satu komponen pendidikan inklusif
yang perlu mendapat perhatian dan pengelolaan lebih. Hal ini dikarenakan kondisi
peserta didik pada pendidikan inklusif yang lebih majemuk daripada kondisi
peserta didik pada pendidikan reguler. Tujuan dari manajemen kesiswaan ini tidak
lain agar kegiatan belajar mengajar di sekolah dapat berjalan lancar, tertib, dan
teratur, serta mencapai tujuan yang diinginkan.
Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang
telah ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum
pada pendidikan inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik
peserta didik. Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan
pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan (KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta
didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya. Model kurikulum pendidikan
inklusif terdiri dari model kurikulum reguler, model kurikulum reguler dengan
modifikasi, dan model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI).
Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta
didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama seperti
kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama. Model kurikulum reguler dengan
modifikasi, yaitu kurikulum yang dimodifikasi oleh guru pada strategi
pembelajaran, jenis penilaian, maupun pada program tambahan lainnya dengan
tetap mengacu pada kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam
model ini bisa terdapat siswa berkebutuhan khusus yang memiliki PPI. Model
kurikulum PPI yaitu kurikulum yang dipersiapkan guru program PPI yang
dikembangkan bersama tim pengembang yang melibatkan guru kelas, guru
pendidikan khusus, kepala sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait.
Kurikulum PPI atau dalam bahasa Inggris Individualized Education Program
(IEP) merupakan karakteristik paling kentara dari pendidikan inklusif. Konsep
pendidikan inklusif yang berprinsip adanya persamaan mensyaratkan adanya
penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu.
Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih. Thomas M.
Stephens menyatakan bahwa IEP merupakan pengelolaan yang melayani
kebutuhan unik peserta didik dan merupakan layanan yang disediakan dalam
rangka pencapaian tujuan yang diinginkan serta bagaimana efektivitas program
tersebut akan ditentukan.
Selanjutnya adalah tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting
dalam pendidikan inklusif. Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif
mendapat porsi tanggung jawab yang jelas berbeda dengan tenaga kependidikan
pada

pendidikan

non-inklusif.

Perbedaan

yang

terdapat

pada

individu

meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya.
Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan
kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau
memberikan pelayanan teknis dalam bidang pendidikan. Guru yang terlibat di
sekolah inklusi yaitu guru kelas, guru mata pelajaran, dan guru pembimbing

khusus. Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi inventarisasi
pegawai, pengusulan formasi pegawai, pengusulan pengangkatan, kenaikan
tingkat, kenaikan berkala, dan mutasi, mengatur usaha kesejahteraan, dan
mengatur pembagian tugas.
Kemuadian manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan,
mengorganisasikan,
mengevaluasi

mengarahkan,

kebutuhan

dan

mengkordinasikan,

penggunaan

mengawasi,

sarana-prasarana

agar

dan
dapat

memberikan sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar mengajar.
Pendanaan pendidikan inklusif memerlukan manajemen keuangan atau pendanaan
yang baik. Walaupun penyelenggaraan pendidikan inklusif dilaksanakan pada
sekolah reguler dengan penyesuaian-penyesuaian, namun tidak serta merta
pendanaan penyelenggaraannya dapat diikutkan begitu saja dengan pendanaan
sekolah reguler. Maka diperlukan manajemen keuangan atau pendanaan yang
mampu memenuhi berbagai kebutuhan dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif dan mengatasi berbagai permasalahan terkait dengan pendanaan. Dalam
pendidikan inklusif terdapat komponen manajemen layanan khusus. Manajemen
layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum, tenaga
kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan dan lingkungan. Kepala sekolah dapat
menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan
manajemen layanan khusus ini.
Dan yang terakhir adalah pelaksanaan pembelajaran, dalam kelas inklusif sama
dengan pelaksanaan pembelajaran dalam kelas reguler. Namun jika diperlukan,
anak berkebutuhan khusus membutuhkan perlakuan tersendiri yang disesuaikan
dengan kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus. Untuk mengetahui
kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus diperlukan proses skrining atau
assesment yang bertujuan agar pada saat pembelajaran di kelas, bentuk intervensi
pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus merupakan bentuk intervensi
pembelajaran yang sesuai bagi mereka. Assesment yang dimaksud yaitu proses
kegiatan untuk mengetahui kemampuan dan kelemahan setiap peserta didik dalam
segi perkembangan kognitif dan perkembangan sosial melalui pengamatan yang
sensitif. Seorang pendidik hendaknya mengetahui program pembelajaran yang
sesuai bagi anak berkebutuhan khusus. Pola pembelajaran yang harus disesuaikan

dengan anak berkebutuhan khusus biasa disebut dengan Individualized Education
Program (IEP) atau Program Pembelajaran Individual (PPI). Perbedaan
karakteristik yang dimiliki anak berkebutuhan khusus membuat pendidikan harus
memiliki kemampuan khusus. Sebelum Program Pembelajaran Individual
dijalankan oleh pendidik, terlebih dahulu pendidik harus melakukan identifikasi
terhadap kondisi dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus agar diperoleh
informasi yang akurat mengenai kebutuhan pembelajaran anak berkebutuhan
khusus. Setelah proses skrining atau assesment dilakukan dan kebutuhan anak
berkebutuhan khusus teridentifikasi, maka Program Pembelajaran Individual
(IEP) dapat dijalankan di kelas-kelas reguler. Program Pembelajaran Individual
tersebut sebenarnya tidak mutlak diperlukan bagi anak berkebutuhan khusus
dalam pembelajaran model inklusif di kelas reguler. Pada praktiknya ada beberapa
anak berkebutuhan khusus yang tidak memerlukan Program Pembelajaran
Individual. Mereka dapat belajar bersama dengan anak reguler dengan program
yang sama tanpa perlu dibedakan. Program Pembelajaran Individual meliputi
enam komponen, yaitu elicitors, yaitu peristiwa atau kejadian yang dapat
menimbulkan atau menyebabkan perilaku, behaviors, merupakan kegiatan peserta
didik terhadap sesuatu yang dapat ia lakukan, reinforcers, suatu kejadian atau
peristiwa yang muncul sebagai akibat dari perilaku dan dapat menguatkan
perilaku tertentu yang dianggap baik, entering behavior, kesiapan menerima
pelajaran, terminal objective, sasaran antara dari pencapaian suatu tujuan
pembelajaran yang bersifat tahunan, dan enroute, langkah dari entering behavior
menujut ke terminal objective. Model pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus harus memperhatikan prinsip umum dan prinsip khusus. Prinsip umum
pembelajaran meliputi motivasi, konteks, keterarahan, hubungan sosial, belajar
sambil bekerja, individualisasi, menemukan, dan prinsip memecahkan masalah.
Prinsip umum ini dijalankan ketika anak berkebutuhan khusus belajar bersamasama dengan anak reguler dalam satu kelas. Baik anak reguler maupun anak
berkebutuhan khusus mendapatkan program pembelajaran yang sama. Prinsip
khusus

disesuaikan

dengan

karakteristik

masing-masing

peserta

didik

berkebutuhan khusus. Prinsip khusus ini dijalankan ketika peserta didik

berkebutuhan khusus membutuhkan pembelajaran individual melalui Program
Pembelajaran Individual (IEP).
Selajutnya adalah dalam pelaksanaan pendidikan inklusif maka kita akan
menjumpai tantangan. walaupun inklusif memberikan pengayaan bagi semua yang
terlibat, penting untuk tidak mengesampingkan tantangan-tantangan yang
mungkin dihadapi. Di sini akan menekankan tantangan yang akan berdampak
khusus pada para penyandang disabilitas. Tantangan-tantangan tersebut terdiri dari
tantangan sosial emosional yaitu mengembangkan interaksi dan komunikasi yang
bermakna yang merupakan dasar bagi semua hubungan sosial dan pembelajaran,
mengembangkan hubungan pertemanan yang tulus, mengatasi kesepian, jatuh
cinta dan mendapatkan respon atau tanggapan, dan mengembangkan harga diri
yang baik. Selanjutnya

tantangan yang terkait dengan pembelajaran dan

perkembangan keterampilan yang meliputi mengembangkan keterampilan bahasa
fungsional dan memperoleh penguasaan dan kompetensi melalui hubungan teman
sebaya. Kemudian tantangan yang berkaitan dengan penyiapan dan penataran para
profesional yang bekerja dalam seting inklusif yang terdiri dari memperoleh
pengalaman yang cukup, memperoleh pengetahuan baru, dapat berpartisipasi
dalam memperkenalkan perubahan yang diperlukan dalam manajemen kelas dan
sekolah agar proses inklusi dapat berjalan, memobilisasi kreatifitas yang cukup
sehingga dapat benar-benar memenuhi kebutuhan setiap siswa, memastikan
bahwa semua anak mengembangkan interaksi, komunikasi dan
bahasa

yang

fungsional,

dan

memperoleh

dukungan

profesional

bila

memerlukannya.
Kesimpulan
Pendidikan inklusif adalah layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia
sebayanya di kelas reguler/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya.
Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang non-diskriminatif hal ini
mengingat pendidikan inklusif memiliki berbagai prinsip yaitu terbuka, adil, tanpa
diskriminasi, peka terhadap setiap perbedaan, relevan dan akomodatif terhadap
cara belajar, berpusat pada kebutuhan dan keunikan setiap individu peserta didik,

inovatif dan fleksibel, kerja sama dan saling mengupayakan bantuan, kecakapan
hidup yang mengefektifkan potensi individu peserta didik dengan potensi
lingkungan.
Untuk mewujudkan terlaksananya pendidikan inklusif maka harus ada
penyesuaian dalam hal kesiswaan, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, serta pelaksanaan pembelajaran.
Dalam upaya pelaksanaan pendidikan inklusif maka kita akan menjumpai
berbagai tantangan yang berkaitan dengan anak disabilitas diantaranya adalah
tantangan sosial emosional, tantangan yang terkait dengan pembelajaran dan
perkembangan keterampilan, dan tantangan yang berkaitan dengan penyiapan dan
penataran para profesional yang bekerja dalam seting inklusif.
Daftar Pustaka
Abdussalam. & Desasfuryanto, A. (2016). Hukum Perlindungan Anak. Jakarta:
PTIK
Ali, M. M., Musthapa, R., & Jelas, Z. M. (2006). An Empirical Study On
Teachers’ Perceptions Towards Inclusive Education in Malaysia. Diakses
dari: https://eric.ed.gov/?id=EJ843618
Aryani, S. E. & Wrastati, T. (2013). Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi
Ditinjau
dari
Faktor
Pembentuk
Sikap.
Diakses
dari:
http://www.journal.unair.ac.id/filerPDF/110810216_Ringkasan.pdf
Chatib, M. (2012). Berbasis Kecerdasan Jamak dan Pendidikan Berkeadilan.
Bandung: Kaifa.
Garnida, D. (2015). Pengantar Pendidikan Inklusif. Bandung:
Aditama.

Refika

Iriwanto. Dkk. (2010). Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia:
Sebuah
Desk-Review.
Diakses
dari:
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilojakarta/documents/publication/wcms_160340.pdf
Kustawan, D. & Hermawan, B. (2013). Model Implementasi Pendidikan Inklusif
Ramah Anak. Jakarta: Luxima.
Masitah, W. (2016) Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini. Diakses dari:
https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/7601
Mudjito. Dkk. (2013). Pendidikan Inklusif. Jakarta: Baduose Media.

Prakoso, A. (2016). Hukum Perlindungan Anak. Yogyakarta: LaskBang
PRESSindo.
Skjørten. M. D. (t.t.). Menuju Inklusi dan Pengayaan. Diakses dari:
http://www.idp-europe.org/docs/uio_upi_inclusion_book/6Menuju_Inklusi_dan_Pengayaan.pdf
Smith, J D. (2006). Inklusi : Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa
Sunanto, J. (2009) Indeks Inklusi Dalam Pembelajaran di Kelas yang Terdapat
Abk
di
Sekolah
Dasar
Diakses
dari:
http://ejournal.upi.edu/index.php/jassi/article/view/3860
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
UNICEF.
(2013).
Anak
Penyandang
Disabilitas.
https://www.unicef.org/indonesia/id/SOWC_Bahasa.pdf

Diakses

dari:

Wikipedia (2017) Difabel. Diakses dari: https://id.wikipedia.org/wiki/Difabel
Yusria, Y. (2013). Pendidikan Inklusi Anak Usia Dini. Diakses dari: http://www.ejournal.iainjambi.ac.id/index.php/alulum/article/view/335