ANALISIS PROGRAM PEREMAJAAN PERMUKIMAN K

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar belakang

Peremajaan kota adalah usaha perubahan lingkungan perkotaan yang disesuaikan dengan rencana dan perubahan tersebut, dilakukan secara besar-besaran untuk dapat memenuhi tuntutan baru kehidupan dikota.

Peremajaan kota merupakan salah satu pendekatan dalam proses peremajaan kota yang diterapkan untuk menata kembali suatu kawasan didalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimiliknya.

Pentingnya peremajaan kota dibahas karena peremajaan kota dipusat kota harus terdiferensiasi dengan baik demi tercapainya tujuan faktor apa yang melatarbelakangi pentingnya peremajaan kota dipusat kota, bagaimana cara meremajakan kota dipusat kota, dan bagaimana pengaruh peremajaan kota dipusat kota dan kendala apa yang dihadapi dalam meremajakan kota dan bagaimana Pentingnya peremajaan kota dibahas karena peremajaan kota dipusat kota harus terdiferensiasi dengan baik demi tercapainya tujuan faktor apa yang melatarbelakangi pentingnya peremajaan kota dipusat kota, bagaimana cara meremajakan kota dipusat kota, dan bagaimana pengaruh peremajaan kota dipusat kota dan kendala apa yang dihadapi dalam meremajakan kota dan bagaimana

1.1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang kami ajukan adalah:

1. Faktor apa yang melatarbelakangi timbulnya peremajaan kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

2. Bagaimana peranan peremajaan kota terhadap kesejahteraan masyarakat di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

3. Kendala apa yang dihadapi dalam meremajakan kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

4. Bagaimana pengoptimalan peremajaan kota dalam jangka pendek dan jangka panjang di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

1.2 Ruang Lingkup Kajian

Untuk menjawab rumusan masalah di atas, akan kami kaji hal-hal berikut :

1. Area kawasan peremajaan kota pada pusat kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

2. Pengoptimalan peremajaan kota pada pusat kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

3. Model studi kasus dalam peremajaan kota pada pusat kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

4. Peranan peremajaan kota terhadap pusat kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

5. Penyesuaian fungsi peremajaan kota pada pusat kota di Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres.

6. Kendala yang dihadapi dalam peremajaan kota

7. Dampak yang dihadapi dalam peremajaan kota

7.1 Dampak ekonomi

7.2 Dampak sosial

7.3 Dampak lingkungan

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai melalui penulisan laporan penelitian ini adalah

1. Untuk mengetahui faktor apa yang melatarbelakangi timbulnya peremajaan kota di Bengawan Solo Kelurahan Pucungsawit.

2. Untuk mengetahui bagaimana peranan peremajaan kota dipusat kota terhadap kesejahteraan masyarakat di Bengawan Solo Kelurahan Pucungsawit.

3. Untuk mengetahui kendala apa yang dihadapi dalam meremajakan kota di Bengawan Solo Kelurahan Pucungsawit.

4. Untuk mengetahui bagaimana pengoptimalan peremajaan kota dalam jangka pendek dan jangka panjang,

1.4 Anggapan Dasar

Menurut Hariyanto (2010: 203) Peremajaan kota adalah suatu upaya penataan kembali suatu kawasan tertentu untuk meningkatkan kemampuan lahan kawasan tersebut sesuai dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh lahan kawasan tersebut. Peremajaan kota merupakan usaha pembaharuan yang lingkupnya Menurut Hariyanto (2010: 203) Peremajaan kota adalah suatu upaya penataan kembali suatu kawasan tertentu untuk meningkatkan kemampuan lahan kawasan tersebut sesuai dengan potensi nilai ekonomi yang dimiliki oleh lahan kawasan tersebut. Peremajaan kota merupakan usaha pembaharuan yang lingkupnya

1.5 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

1.5.1 Metode Metode yang digunakan adalah deskriptif analitis karena

tugas laporan ini bertujuan mendeskripsikan data yang diperoleh baik dari berbagai rujukan maupun dari lapangan kemudian dianalisis.

1.5.2 Teknik Pengumpulan Data Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah

study pustaka,Yaitu mempelajari buku-buku yang penulis jadikan referensi dalam pengumpulan informasi dan data yang ada kaitannya dengan masalah yang akan penulis bahas serta pencarian informasi dengan referensi buku dan melalui jalur internet.

1.6 Sistematika Penulisan

Penulisan laporan penelitian ini terbagi atas empat bab. Pembicaraan dimulai dengan pendahuluan sebagai bab pertama memuat latar belakang dan rumusan masalah, ruang lingkup kajian, Penulisan laporan penelitian ini terbagi atas empat bab. Pembicaraan dimulai dengan pendahuluan sebagai bab pertama memuat latar belakang dan rumusan masalah, ruang lingkup kajian,

2.1 Definisi Peremajaan Kota

2.2 Faktor penting dalam peremajaan kota

2.2.1 Esensi Peremajaan Kota

2.2.2 Tipologi Peremajaan Kota

2.3 Kriteria dan Indikator Kawasan Yang Perlu diremajakan

2.3.1 Kriteria Kota

2.3.2 Kriteria Lingkungan Permukiman

2.3.3 Tingkat kekumuhan Lingkungn Permukiman

2.4 Teknik-teknik peremajaan kota

2.5 Preseden atau contoh peremajaan kota yang pernah dilakukan

baik didalam maupun diluar negeri.

Pada bab tiga dikemukakan pembahasannya dalam hal ini Studi kasus persoalan kawasan yang dihadapi dari preseden yang telah kami lakukan disuatu kawasan , pengusulan program peremajaan, upaya penanganannya dalam bentuk desain, program, dan kegiatan.

Bab empat, bab empat merupakan simpulan dari referinsi-referensi pengumpulan informasi dan data melalui studi pustaka buku ataupun internet.

BAB II TEORI DASAR PEREMAJAAN KOTA

2.1 Definisi Peremajaan Kota dan Permukiman Kumuh

2.1.1 Definisi Peremajaan Kota Menurut Max Weber (P.J.M. Nas, 1979: 29), kota adalah

suatu tempat dikatakan kota bila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal.

Sedangkan menurut Prof. Bintarto (1983), kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya yang materialistis.

Menurut Grebler, peremajaan kota adalah usaha perubahan lingkungan perkotaan yang disesuaikan dengan rencana dan perubahan tersebut dilakukan secara besar-besaran untuk dapat memenuhi tuntutan baru kehidupan dikota.

Sedangkan menurut Danisworo, peremajaan kota yaitu salah satu pendekatan dalam proses perencanaan kota yang diterapkan untuk menata kembali suatu kawasan di dalam kota dengan tujuan untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih memadai dari kawasan kota tersebut sesuai dengan potensi serta nilai ekonomi yang dimilikinya.

Tetapi menurut Undang-undang RI No 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, peremajaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan harkat masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang dilakukan melalui penataan dan perbaikan kualitas yang lebih menyeluruh terhadap kawasan hunian yang sangat kumuh.

2.1.2 Definisi Permukiman Kumuh Berdasarkan Dinas Tata Kota DKI tahun 1997 dalam

Gusmaini (2012) dikatakan bahwa permukiman kumuh merupakan permukiman berpenghuni padat, kondisi sosial ekonomi umumnya rendah, jumlah rumah sangat padat, ukurannya dibawah standard, prasarana lingkungan hampir tidak ada, tidak memiliki persyaratan teknis dan kesehatan, umumnya dibangun diatas tanah negara atau milik orang lain, tumbuh tidak terencana dan biasanya berada di pusat-pusat kota.

Sedangkan menurut kumortomo, 1995, permukiman kumuh yaitu lingkungan yang ditempati masyarakat dengan kondisi rumah reyot, padat dan tidak memiliki unsur kesehatan, keamanan, dan rentan kejahatan.

Tetapi menurut Budiharjo, 1997, permukiman kumuh adalah lingkungan hunian yang yang kualitasnya sangat tidak layak huni, ciri- cirinya antara lain berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan/tata ruang, kepadatan bangunan sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan penyakit sosial dan penyakit lingkungan, serta kualitas bangunan yang sangat rendah, tidak terlayaninya prasarana lingkungan yang memadai dan membahayakan keberlangsungan kehidupan dan penghidupan penghuninya.

2.2 Faktor Penting dalam Peremajaan Kota

Peremajaan kota tidak dapat dilakukan dengan cepat, karena peremajaan kota dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor yang berpengaruh terhadap rencana peremajaan kota itu sendiri. Faktor yang perlu di pertimbangkan yaitu faktor ekonomi. Menurut Richardson (Dritasto, dkk., 1998:69) ada dua hal yang mengakibatkan diperlukannya usaha peremajaan kota, yaitu :

1. Keadaan yang buruk pada kondisi perumahan penduduk yang berpenghasilan rendah di pusat kota,

2. Adanya kebutuhan akan lokasi di pusat kota untuk kegiatan komersial maupun perumahan bagi penduduk berpenghasilan tinggi.

Menurut, Davis dan Winston (Dritasto, dkk, 1998:70 ) eksternalitas negatif dapat mendorong berkurangnya nilai dari fisik suatu lingkungan karena nilai maupun manfaat suatu bangunan yang merupakan komponen dari lingkungan tersebut sangat bergantung pada perwatakan lingkungannya. Faktor pertimbangan non-ekonomi, menurut Balchin (Dritasto, dkk, 1998:70) yaitu adanya keuntungan dari segi sosial akibat perbaikan fisik, seperti peningkatan kesehatan masyarakat, berkurangnya bahaya kebakaran dan tindak kejahatan yang berkurang. Selain itu, menurut King (Dritasto, dkk, 1998:70) pertimbangan non-ekonomi adalah dengan meningkatnya kenyamanan dan nilai estetis suatu bagian wilayah kota, sehingga dapat menumbuhkan perasaan bangga bagi warganya.

2.2.1 Esensi Peremajaan Kota Esensi peremajaan kota, terdiri dari:

1. Meningkatkan vitalitas suatu atau beberapa bagian wilayah kota atau kawasan fungsional kota sehingga dapat meningkatkan nilai basis ekonomi dan sosial bagian wilayah kota atau kawasan tersebut terhadap kota secara keseluruhan.

2. Pembangunan kembali unsur perkotaan secara kualitatif maupun secara kuantitatif untuk menunjang kebutuhan yang meningkat.

3. Meningkatkan kemampuan sarana dan prasarana suatu atau beberapa bagian wilayah kota atau kawasan fungsional kota.

4. Menjaga agar tidak meluasnya kekumuhan bagian‐bagian wilayah kota atau kawasan fungsional kota.

2.2.2 Tipologi Peremajaan Kota

Tipologi peremajaan kota, yaitu:

1. Rehabilitasi, yaitu suatu kegiatan yang pada umumnya merupakan perbaikan kembali fungsi kawasan dengan pembangunan sarana dan prasarana. Contoh: perbaikan kampung, perbaikan lingkungan, perbaikan pusat pembelanjaan.

2. Renovasi, yaitu suatu cara yang pada umumnya hanya terbatas pada peningkatan struktur dan kualitas fisik dengan tampilan bangunan yang tetap. Contoh : perbaikan bangunan-bangunan bersejarah seperti kota tua Jakarta.

3. Preservasi, yaitu upaya pelestarian struktur yang telah ada dengan cara memelihara dan mengamankannya. Contoh: pelestarian bangunan atau kawasan yang bernilai sejarah.

4. Konservasi, upaya perlindungan dari kemungkinan kerusakan oleh alam maupun manusia. Pada konservasi dikemunkinkan untuk menghilangkan atau menambah struktur demi menjaga keamanan dan kelestarian. Contoh: pengamanan tebing dalam kota, normalisasi DAS, penghutanan kota.

5. Gentrifikasi, yaitupeningkatan fungsi sebagai kompensasi atau pengganti bagi suatu bagian wilayah kota yang telah mengalami degradasi. Contoh: pembangunan rumah susun.

2.3 Kriteria dan Indikator Kawasan yang Perlu Diremajakan

2.3.1 Kriteria Kota Peremajaan lingkungan permukiman kumuh ini dapat dilakukan pada kawasan dengan kriteria-kriteria kota seperti:

1. Kota-kota di kawasan andalan,

2. Kota-kota yang berfungsi sebagai tempat strategis (ibukota propinsi atau kabupaten atau kota-kota yang mempunyai fungsi khusus),

3. Kota-kota yang sedang melaksanakan program kali bersih, atau penataan kembali daerah-daerah bantaran banjir yang telah berkembang menjadi hunian tidak resmi yang terjadi pada kelompok masyarakat berpenghasilan sangat rendah,

4. Kota-kota dengan angka lingkungan permukiman kumuh yang relatif tinggi,

5. Diprioritaskan bagi kota-kota PPW (Pusat Pembagian Wilayah), atau PKL (Pusat Pengembangan Lokasi), juga bagi daerah perdesaan yang mempunyai fungsi khusus (pusat pertumbuhan kecil, pusat permukiman nelayan/tepian air,dll).

2.3.2 Kriteria Lingkungan Permukiman Yang Harus diperbaiki Kriteria lingkungan permukiman, yaitu:

1. Lokasinya bisa berada atau tidak berada pada peruntukan perumahan dalam RTUR/RDTR kota atau kabupaten. Dalam hal tidak pada peruntukan perumahan, perlu dilakukan review terhadap rencana tata ruang atau rencana turunanya.

2. Kondisi lingkungna permukimannya sangat kumuh (langka prasarana/sarana dasar, sering kali tidak terdapat jaringan jalan lokal ataupun saluran pembuangan).

3. Kepadatan nyata diatas 500 jiwa/ha untuk kota besar dan sedang, dan diatas 750 jiwa/ha untuk kota metro.

4. Lebih dari 60% rumah tidak/kurang layak huni, dengan angka penyakit akibat buruknya lingkungan permukiman cukup tinggi (ISPA, diare, penyakit kulit,dll).

5. Intensitas permasalahan sosial masyarakat cukup tinggi (urban crime, keresahan serta kesenjangan yang tajam, dll).

2.3.3 Tingkat Kekumuhan Lingkungan Permukiman

Jenis kekumuhan yang perlu dihapuskan atau dikurangi dengan prinsip didaya gunakan (direvitalisasi atau di- refungsionalkan) adalah sebagai berikut:

1. Kawasan Kumuh Diatas Tanah Legal. Yang dimaksud dengan kawasan kumuh legal adalah permukiman kumuh (dengan segala ciri sebagaimana disampaikan dalam kriteria) yang berlokasi diatas lahan yang dalam RUTR memang diperuntukkan sebagai zona perumahan.

Untuk model penanganannya dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu:

a. Model Land Sharing

Yaitu penataan ulang diatas tanah/lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Dalam penataan kembali tersebut, masyarakat akan mendapatkan kembali lahannya dengan luasan yang sama sebagaimana yang selama ini dimiliki secara sah, dengan memperhitungkan kebutuhan untuk prasarana umum (jalan, saluran,). Beberapa persyaratan untuk penanganan secara ini antara lain:

Tingkat pemilikan/penghunian secara sah (mempunyai bukti

yang ditempatinya) cukup tinggi dengan luasan yang terbatas, Tingkat kekumuhannya tinggi, dengan kesediaan lahan yang memadai untuk menempatkan prasarana dan sarana dasar, Tata letak permukiman tidak terpola,

pemilikan/penguasaan

atas

lahan

b. Model Land Consolidation

Model ini juga menerapkan penataan ulang diatas tanah yang selama ini telah dihuni. Beberapa prasyarat untuk penanganan dengan model ini antara lain:

Tingkat penguasaan lahan secara tidak sah (tidak memiliki bukti primer pemilikan/ penghunian) oleh

masyarakat cukup tinggi, Tata letak permukiman tidak/kurang berpola, dengan pemanfaatan yang beragam (tidak terbatas pada hunian), Berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan fungsional yang lebih strategis dari sekedar hunian. Melalui penataan ulang dimungkinkan adanya penggunaan campuran (mix used) hunian dengan penggunaan fungsional lain.

2. Kawasan Kumuh Diatas Tanah Tidak Legal

Yang dimaksudkan dengan tanah tidak legal ini adalah kawasan permukiman kumuh yang dalam RUTR berada pada peruntukan yang

Disamping itu penghuniannya dilakukan secara tidak sah pada bidang tanah; baik milik negara, milik perorangan atau Badan Hukum. Contoh nyata dari kondisi ini antara lain; permukiman yang tumbuh disekitar TPA (tempat pembuangan akhir persampahan), kantung-kantung kumuh sepanjang bantaran banjir. Penanganan kawasan permukiman kumuh ini antara lain melalui:

bukan perumahan.

a. Resettlement/pemindahan penduduk pada suatu kawasan yang khusus disediakan, yang biasanya memakan waktu dan biaya sosial yang cukup besar, termasuk kemungkinan tumbuhnya kerusuhan atau keresahan masyarakat. Pemindahan ini apabila permukiman berada pada kawasan fungsional yang akan/perlu direvitalisasikan sehingga memberikan nilai ekonomi bagi Pemerintah Kota/Kabupaten.

b. Konsolidasi lahan apabila dalam kawasan tersebut akan dilakukan re-fungsionalisasi kawasan, dengan catatan sebagian lahan disediakan bagi lahan hunian, guna menampung penduduk yang kehidupannya sangat bergantung pada kawasan sekitar ini, bagi penduduk yang masih ingin tinggal di kawasan ini dalam rumah sewa.

c. Program ini diprioritaskan bagi permukiman kumuh yang menempati tanah-tanah negara dengan melakukan perubahan atau review terhadap RUTR.

2.4 Kaitan Peremajaan Kota dengan Permukiman Kumuh

Peremajaan permukiman kumuh adalah suatu kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dan harkat masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang dapat dilakukan Peremajaan permukiman kumuh adalah suatu kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan dan harkat masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang dapat dilakukan

Menurut Geoffrey Broadbent dalam buku “Design in Architecture” (1973) , mengemukakan terdapat 3 (tiga) aspek atau sistim yang perlu ditinjau, yaitu: lingkungan, bangunan dan manusia. Aspek manusia meliputi aspek perilaku manusia di dalamnya dan mempengaruhi tatanan susunan ruang sehingga membentuk program ruang. Pada aspek bangunan meliputi pengembangan tapak, bentuk bangunan, sistem struktur, dan material. Pada aspek lingkungan meliputi blok plan dan sistem kontrol lingkungan beserta faktor lingkungan apa saja yang mempengaruhi desain bangunan tersebut.

2.5 Cara Mengatasi Permasalahan Permukiman Kumuh

Menurut Komarudin dalam Nova, Elly L. (2010), ada lima cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh dengan peremajaan lingkungan kumuh, antara lain:

1. Program perbaikan kampung Program perbaikan kampung ini pernah dilakukan di Indonesia yang lebih dikenal dengan program MHT (Muhammad Husni Thamrin), program ini sangatlah berhasil dilakukan di Indonesia tetapi memerlukan dana yang cukup besar, tetapi program MHT untuk saat ini sangatlah tidak cocok untuk diterapkan lagi karena semakin padatnya permukiman.

2. Relokasi dan penataan lingkungan permukiman kumuh dengan membangun rumah susun sedarhana yang disewakan kepada penghuni lama.

3. Penataan daerah kumuh dengan memasukkan Perumnas yaitu penghuni lama menyewa dengan biaya murah sebesar operating cost saja.

4. Pembangunan rumah susun sedarhana, yaitu penghuni lama diberi ganti rugi yang cukup untuk membayar uang KPR.

5. Pembebasan tanah dan melibatkan peran serta serta pihak swasta yaitu pembangunan lingkungan permukiman kumuh menjadi kawasan permukiman, pertokoan, perkantoran dan perdagangan.

Selain program-program diatas, terdapat program-program lain yang digunakan untuk mengatasi permasalahan permukiman kumuh dan program-program ini biasanya dilakukan di Negara Thailand, yaitu:

1. On – Site Upgrading , yaitu penataan kembali atau peremajaan permukiman kumuh tanpa memindahkan lokasi tempat tinggal yang terdapat di permukiamn tersebut, seperti pembangunan dan perbaikan tempat tinggal, lingkungan permukiman, jalan lingkungan dan ruang terbuka dengan melibatkan masyarakat secara langsung.

2. On – Site Reblocking , yaitu penataan kembali atau peremajaan permukiman kumuh dengan mengubah pola permukiman dari tidak teratur menjadi teratur dengan blok-blok perumahan. Program ini digunakan untuk menata perumahan yang tidak teratur dan membangun jalan utama, jalan lingkungan, saluran 2. On – Site Reblocking , yaitu penataan kembali atau peremajaan permukiman kumuh dengan mengubah pola permukiman dari tidak teratur menjadi teratur dengan blok-blok perumahan. Program ini digunakan untuk menata perumahan yang tidak teratur dan membangun jalan utama, jalan lingkungan, saluran

3. On – Site Reconstruction , yaitu mengubah total permukiman yang tidak teratur dengan membongkar dan membangun kembali permukiman yang sama di lokasi yang sama. Tahap pertama adalah persetujuan masyarakat dipermukiman kumuh tersebut untuk dilakukan pemugaran dan pembangunan kembali serta harus ada dana alokasi yang cukup besar untuk pemugaran dan pembangunan kembali di lokasi yang sama, yang dana tersebut digunakan untuk dibangun permukiman yang tertata serta sarana dan parasarana permukimannya.

4. Land Sharing , yaitu mengubah total dalam lingkup kawasan permukiman yang tidak teratur dengan memugar seluruhnya dan membangun kembali dengan membagi fungsi kawasan tersebut menjadi kawasan permukiman yang tertata dan kawasan komersial di lokasi yang sama. Hal ini ditinjau dari 4. Land Sharing , yaitu mengubah total dalam lingkup kawasan permukiman yang tidak teratur dengan memugar seluruhnya dan membangun kembali dengan membagi fungsi kawasan tersebut menjadi kawasan permukiman yang tertata dan kawasan komersial di lokasi yang sama. Hal ini ditinjau dari

5. Nearby or not-so-nearby Relocation , yaitu merelokasi sebuah kawasan permukiman kumuh ke lokasi yang baru, baik lokasi itu dekat atau jauh dari lokasi yang lama. Ini disebabkan karena tidak sesuai dengan tata guna lahan, dan terkait dengan kepemilikan lahan.

2.6 Preseden Peremajaan Kota

Preseden atau contoh kasus perbaikan permukiman kampung kota yang pernah diterapkan di Indonesia, yaitu kawasan Menteng, Kebayoran Baru, dan Kawasan Kota Tua. Perbaikan lingkungan di Kawasan Kota Tua adalah upaya peremajaan kota dengan menggunakan teknik revitalisasi lingkungan permukiman yang bernilai bersejarah atau berciri khas budaya tertentu. Adanya revitalisasi lingkungan di Kawasan Kota Tua Jakarta disebabkan karena adanya unsur kebudayaan dari Cinan dan kampung Arab, yaitu permukiman yang berciri khas budaya tertentu.

Revitalisasi kawasan permukiman di Kota Tua Jakarta, tidak saja bermanfaat untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas lingkungan dan masyarakat saja, akan tetapi juga dijadikan sebagai obyek wisata sejarah yang menarik, meningkatkan pendapatan masyarakatnya, dan juga memunculkan rasa kebanggaan masyarakatnya yang tinggal di kampung tersebut.

BAB III ANALISIS PEREMAJAAN KOTA

3.1 Gambaran Umum Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota

Surakarta

3.1.1 Wilayah Administrasi Kota Surakarta

Kota Surakarta yang sering disebut Kota Solo merupakan salah satu kota besar di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota lainnya seperti Semarang maupun Jogjakarta. Secara astronomis Kota Surakarta terletak antara 110° 46’ 49” dan 110° 51’ 30” Bujur Timur dan antara 7° 31’ 43” dan 7° 35’38” Lintang Selatan.

Kondisi fisik topografinya relative datar dengan ketinggian rata- rata 0-3 %, mengingat Kota Surakarta banyak dilalui oleh beberapa sungai yang merupakan anak dari Sungai Bengawan Solo sebagai konsekuensinya Kota Surakarta sering terjadi genangan atau banjir akibat meluapnya sungai-sungai tersebut terutama pada daerah sepanjang alirannya.

Wilayah Kota Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 92 m dari permukaan air laut dengan batas-batas administrasi sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Boyolali dan Karanganyar

Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo Sebelah Selatan : Kabupaten Sukoharjo Sebelah Barat : Kabupaten Sukoharjo, Karanganyar dan Boyolali

Peta Administrasi Kota Surakarta

Gambar 3.1 Peta Administrasi Kota Surakarta

3.2 Studi Kasus Persoalan Kawasan Permukiman Kumuh di Kelurahan

Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

Permukiman di pinggiran pusat Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit mulai tumbuh sekitar tahun 1980-an dan berkembang Permukiman di pinggiran pusat Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit mulai tumbuh sekitar tahun 1980-an dan berkembang

Asal penduduk yang bermukim di pinggiran pusat Kota Surakarta, Kelurahan Pucungsawit bermacam-macam, ada yang merupakan warga kota Surakarta asli, ada juga perantau yang berasal dari wilayah kabupaten di sekitar Kota Surakarta seperti Kabupaten Wonogiri, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Boyolali, dsb. Warga yang tinggal di pinggiran pusat kota mayoritas merupakan penduduk dengan tingkat ekonomi lemah.

Alasan penduduk bermukim di pinggiran pusat kota tersebut beranekaragam. Beberapa keluarga ada yang dulunya memiliki rumah magersari, ada pula yang sebelumnya kontrak rumah, bahkan ada pula yang sebelumnya memiliki rumah legal/bersertifikat di wilayah Kelurahan Pucungsawit juga. Namun dikarenakan masalah ekonomi, mereka pindah membangun rumah di wilayah pinggiran pusat kota. Melihat ada tanah kosong dibalik tanggul, mereka membangun rumah dengan seadanya di tanah tersebut. Pada awalnya hanya ada beberapa Alasan penduduk bermukim di pinggiran pusat kota tersebut beranekaragam. Beberapa keluarga ada yang dulunya memiliki rumah magersari, ada pula yang sebelumnya kontrak rumah, bahkan ada pula yang sebelumnya memiliki rumah legal/bersertifikat di wilayah Kelurahan Pucungsawit juga. Namun dikarenakan masalah ekonomi, mereka pindah membangun rumah di wilayah pinggiran pusat kota. Melihat ada tanah kosong dibalik tanggul, mereka membangun rumah dengan seadanya di tanah tersebut. Pada awalnya hanya ada beberapa

Kelurahan Pucungsawit dalam RUTRK tahun 1993-2013, ditetapkan sebagai SWP I yang memiliki potensi penyediaan dalam fungsi ruang kota sebagai wilayah pengembangan industry. Sejalan berkembangnya industry di Kelurahan Pucungsawit, permukiman ikut mengalami pertumbuhan tiap tahunnya. Industry besar menjaring banyak tenaga kerja yang kebanyakan berasal dari permukiman disekitarnya. Industry menengah dan kecil pun banyak berkembang di permukiman-permukiman penduduk. Kondisi ini juga ikut mendorong timbulnya permukiman di pinggiran pusat kota.

Gambar 3.2 Peta Gambaran Kawasan Permukiman Kumuh

Jika dilihat dari kondisi rumah yang ada, rumah tersebut tergolong pada rumah yang tidak layak huni/kumuh dengan ditandai oleh kondisi bangunan rumah yang buruk. Sebagian besar rumah penduduk memiliki ukuran rumah yang relative sempit untuk ukuran rumah dengan dihuni oleh rata-rata 6 anggota keluarga, sehingga pembagian ruang sulit untuk dilakukan dan menjadi tidak teratur. Bahan/material bangunan rumah yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat masih sangat sederhana dan non permanen yaitu terbuat dari Jika dilihat dari kondisi rumah yang ada, rumah tersebut tergolong pada rumah yang tidak layak huni/kumuh dengan ditandai oleh kondisi bangunan rumah yang buruk. Sebagian besar rumah penduduk memiliki ukuran rumah yang relative sempit untuk ukuran rumah dengan dihuni oleh rata-rata 6 anggota keluarga, sehingga pembagian ruang sulit untuk dilakukan dan menjadi tidak teratur. Bahan/material bangunan rumah yang digunakan oleh sebagian besar masyarakat masih sangat sederhana dan non permanen yaitu terbuat dari

(Sumber: http://core.ac.uk/download/pdf/12347356.pdf)

Gambar 3.3 Gambaran Kondisi Rumah di Kelurahan Pucungsawit,

Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

Jika dilihat dari kondisi sarana dan prasarana lingkungan permukiman seperti jaringan jalan yang ada di permukiman ini merupakan jalan-jalan gang rumah yang kurang terakses dengan jaringan jalan yang lain /jalan buntu. Jalan tersebut sudah diperkeras dengan menggunakan plaster/cor meskipun demikian ada sebagian jalan yang masih berupa jalan tanah. Jalan yang ada sekarang sudah banyak Jika dilihat dari kondisi sarana dan prasarana lingkungan permukiman seperti jaringan jalan yang ada di permukiman ini merupakan jalan-jalan gang rumah yang kurang terakses dengan jaringan jalan yang lain /jalan buntu. Jalan tersebut sudah diperkeras dengan menggunakan plaster/cor meskipun demikian ada sebagian jalan yang masih berupa jalan tanah. Jalan yang ada sekarang sudah banyak

(Sumber: http://core.ac.uk/download/pdf/12347356.pdf )

Gambar 3.4 Gambaran Kondisi Jaringan Jalan di Kelurahan

Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

Pada kondisi sanitasi di Kelurahan ini, mayoritas masyarakat yang bertempat tinggal di permukiman ini belum memiliki MCK pribadi. Untuk keperluan mandi, dan buang air besar masyarakat menggunakan MCK umum. MCK umum dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

(Sumber: http://core.ac.uk/download/pdf/12347356.pdf )

Gambar 3.5 Gambaran Kondisi Sanitasi MCK Umum di Kelurahan

Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

Pada kondisi jaringan listrik di pemukiman ini sudah dialiri oleh jaringan listrik yang terpasang pada rumah-rumah yang ada. Jaringan listrik ini sudah lama terpasang dan merupakan jaringan resmi dari PLN sehingga warga dikenai pajak listrik pada tiap bulannya. Adanya jaringan listrik ini juga dimanfaatkan warga secara swadaya membangu sarana penerangan jalan. Lampu penerangan jalan ini sangat bermanfaat bagi warga yang menghuni permukiman tersebut karena pada lokasi lampu penerangan jalan ini menjadi tempat bagi warga untuk melakukan interaksi dengan tetangga yang lain.

(Sumber: http://core.ac.uk/download/pdf/12347356.pdf )

Gambar 3.6 Gambaran Kondisi Jaringan Listrik di Kelurahan

Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

Di Kelurahan Pucangsawit, untuk memenuhi kebutuhan air bersih warga di lingkungan pemukiman ini memanfaatkan air tanah dengan sistem pompa maupun dengan menggunakan sumur timba yang terdapat pada rumah masing-masing.

(Sumber: http://core.ac.uk/download/pdf/12347356.pdf )

Gambar 3.7 Gambaran Kondisi Sumber Air Bersih di Kelurahan

Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta

Kondisi persampahan di permukiman ini tidak tersedia fasilitas pembuangan sampah maupun sistem pengelolaan sampah. Untuk membuang sampah warga biasanya membuat gubangan tanah di belakang rumahnya sebagai tempat untuk membuang namun ada juga warga yang membuang sampah di sungai.

(Sumber: http://core.ac.uk/download/pdf/12347356.pdf )

Gambar 3.8 Gambaran Kondisi Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di Kelurahan Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota

Surakarta

Jika dilihat dari aspek ekonominya, kehidupan ekonomi penghuni pemukiman kumuh bantaran Sungai Bengawan Solo Kelurahan Pucangsawit ini tergolong pada masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah. Sebagian besar masyarakatnya bekerja pada sector informal yaitu, berjualan, sopir becak, buruh srabutan, pencari batu, PKL dll. Dengan mata pencaharian pada sector informal penghasilan merekapun dapat dikatakan masih rendah.

Jika dilihat dari aspek sosial masyarakatnya, kehidupan sosial yang terjadi di pemukiman ini sudah cukup baik. Interaksi sosial antar orang yang satu dengan yang lainnya maupun antar tetangga dalam satu permukiman ini terjalin dengan baik. Kepedulian diantara sesama juga diperlihatkan dalam tatanan sosial di permukiman ini. Kebersamaan masyarakat ini juga terlihat pada kepeduliannya terhadap lingkungan permukimannya. Mereka secara swadaya mampu untuk membangun sarana dan prasarana di lingkungan permukimannya seperti pembangunan jaringan jalan, pembuatan MCK umum, dan membuat tiang untuk lampu penerangan jalan. Namun demikian di permukiman ini juga masih ada perilaku masyarakat yang buruk yaitu mabuk- mabukan.

Di lingkungan permukiman ini juga sudah ada pertemuan antar warga dengan menggunakan rumah ketua RT sebagai tempat mereka melakukan pertemuan untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan kondisi lingkungannya. Adanya pertemuan warga ini juga memperlihatkan bahwa pranata sosial di lingkungan permukiman berjalan dengan baik apalagi mereka merupakan masyarakat yang homogeny dalam arti mempunyai latar belakang sosial yang sama.

3.2 Pengusulan Program Peremajaan

Pelaksanaan program relokasi merupakan salah satu program yang dilaksanakan oleh pemerintah kota Surakarta dalam rangka untuk memindahkan masyarakat yang bertempat tinggal di daerah bantaran Sungai Bengawan Solo dan anak sungai yang terkena bencana banjir serta dalam rangka untuk menata daerah bantaran sungai. Dalam melaksanakan program relokasi, pemerintah Kota Surakarta telah menetapkan prosedur dalam pelaksanaannya. Berikut adalah prosedur dalam pelaksanaan program relokasi di Kota Surakarta.

a. Pengajuan Bantuan Program Relokasi

Sebelum mendapatkan dana bantuan program relokasi yang diberikan oleh pemerintah kota, maka prpsedur yang dilaksanakan pertama kali yaitu pengususlan permohonan bantuan program relokasi. Dalam pengususlan tersebit ada beberapa tahapan yang dilakukan yaitu:

• Rembug Warga

Dalam rembug warga yang dilakukan adalah musyawarah antara calon penerima dana bantuan program relokasi dengan Pokja yang difasilitasi oleh kelurahan. Materi yang disampaikan dalam rembug warga tersebut yaitu menyepakati susunan kelompok kerja di tingkat kelurahan Dalam rembug warga yang dilakukan adalah musyawarah antara calon penerima dana bantuan program relokasi dengan Pokja yang difasilitasi oleh kelurahan. Materi yang disampaikan dalam rembug warga tersebut yaitu menyepakati susunan kelompok kerja di tingkat kelurahan

• Pengajuan Proposal

Pengajuan proposal permohonan bantuan program dilakukan secara kolektif oleh Pokja. Proposal tersebut terdiri atas:

- Daftar calon penerima program - KTP dan KK calon warga penerima program - Daftar susunan Pokja Kelurahan - Surat perjanjian yang menyatakan untuk tidak memindahkan kepada pihak lain minimal 5 tahun.

• Verifikasi Pengusulan/proposal

Verifikasi dilakukan untuk menetapkan warga yang akan mendapatkan program bantuan dengan SK Walikota. Persyaratan yang diverifikasi yaitu:

- Status kependudukan calon penerima program (WPH) - Penerima program adalah pemilik tanah dan bangunan - Kondisi rumah calon penerima program

Setelah dilakukan verifikasi selanjutnya ditetapkan daftar warga penerima program dengan keputusan Walikota Surakarta.

• Pengajuan Bantuan Program

Setelah ditetapkan daftar warga penerima program melalui SK Walikota, Bapermas PP PA dan KB akan mengajukan permohonan kepada Walikota melalui DPPKAD untuk mencairkan dana bantuan program relokasi.

b. Pencairan Dana Bantuan Program Relokasi

Untuk mencairka dana bantuan program relokasi ada beberapa proses yang dilakukan. - Melakukan penelitian dan kelengkapan berkas proposal yang diajukan oleh Pokja. Penelitian berkas tersebut meliputi: Surat keterangan siap jual beli dari notaris dan site plan lokasi yang dijadikan sebagai lokasi relokasi.

- Melaksanakan proses perjanjian hibah daerah yang

ditandatangani oleh warga penerima program. Setelah kedua proses tersebut terlaksana maka Pemerintah kota melalui DPPKAD menyerahkan dana bantuan program relokasi secara bertahap melalui rekening ketua Pokja.

c. Penggunaan Dana Bantuan Program

Dana bantuan program relokasi yang diberikan pemerintah kota kepada warga dalam pelaksanaannya harus digunakan sesuai Dana bantuan program relokasi yang diberikan pemerintah kota kepada warga dalam pelaksanaannya harus digunakan sesuai

Pembelian tanah = Rp. 12.000.000,00 Pembangunan Rumah = Rp. 8.500.000,00 fasilitas umum = Rp. 1.800.000,00 Bantuan yang diberikan tersebut termasuk pembayaran pajak yang harus ditanggung oleh penerima program seperti biaya balik nama.

d. Pelaksanaan Program

Pelaksanaan program relokasi dilakukan oleh masyarakat sendiri sesuai hasil musyawarah rembug warga penerima program, mulai dari pemilihan lokasi sampai dengan pembangunan rumah.

e. Pertanggungjawaban

Pertanggungjawaban dibuat setelah program relokasi selesai dilakukan sebagai laporan atas program yang dilaksanakan. WPH melalui Pokja membuat laporan pertanggungjawaban atas penerima bantuan program. Laporan pertanggungjawaban tersebut terdiri dari: - Rincian Penggunaan Bantuan - Foto Kondisi rumah setelah relokasi

- Sertifikat tanah atas nama WPH dan BPN

3.3 Upaya Penanganannya dalam Bentuk Desain, Program dan Kegiatan

3.3.1 Bentuk Desain

3.3.2 Program yang sesuai dengan kondisi di Kelurahan

Pucungsawit, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta.

Berdasarkan karakteristik permukiman kumuh dan model penanganan menurut status tanah dan kepadatan bangunan pada wilayah studi, model penanganan permukiman kumuh yang sesuai adalah model Kampung Improvement Program (KIP).

Dengan merelokasi permukiman kumuh di pusat Kota Surakarta. Pada program ini, sasaran yang akan dicapai antara lain perbaikan sarana-sarana umum seperti rumah warga, jaringan jalan, sanitasi MCK umum, jaringan listrik dan Tempat Pembuangan Sampah (TPS).

Untuk perbaikan rumah warga, setiap rumah warga diperbaiki secara bertahap. Perbaikan rumah ini dilakukan dilihat dari kondisi kualitas rumahnya, seperti perbaikan struktur dinding rumah yang semula memakai kayu diganti dengan menggunakan dinding tembok permanen, lantai rumah yang semula tanah diperbaiki menjadi minimal lantai cor, dan sebagainya.

Untuk perbaikan jaringan jalan di kelurahan tersebut, dilakukan perbaikan jalan seperti, memperbaiki jalan-jalan yang berlubang, menambahkan jaringan jalan menuju pusat kota yang jauh lebih baik dan mudah terjangkau.

Untuk perbaikan sanitasi MCK umum, di Kelurahan tersebut dilakukan program komunal oleh pemerintah agar lebih hemat dalam aspek finansialnya dan lebih mudah di awasi oleh pemerintah dalam hal pembuangan limbahnya, sehingga lingkungan bisa tetap terjaga dan tidak tercemar oleh limbah rumah tangga, seperti grey water dan black water dari hasil Untuk perbaikan sanitasi MCK umum, di Kelurahan tersebut dilakukan program komunal oleh pemerintah agar lebih hemat dalam aspek finansialnya dan lebih mudah di awasi oleh pemerintah dalam hal pembuangan limbahnya, sehingga lingkungan bisa tetap terjaga dan tidak tercemar oleh limbah rumah tangga, seperti grey water dan black water dari hasil

Untuk perbaikan Air Bersih yang dilakukan di Kelurahan tersebut, sudah cukup baik karena menggunakan air sumur atau air tanah dalam, ditinjau dari jumlah penduduk yang kurang dari >20.000 jiwa, Kelurahan tersebut masuk dalam kategori desa. walaupun belum memakai PDAM. Dalam program ini, pemerintah hanya akan memperbaiki aliran air bersih untuk warga sehingga warga dapat dengan mudah mendapatkan air bersih.

Sedangkan untuk perbaikan TPS (Tempat Pembuangan Sampah, melalui program ini, pemerintah akan mengadakan pembuatan TPS yang layak pakai, dimana TPS yang disediakan terdiri dari jenis sampah organic dan non organic sehingga proses penglahan sampahnya teratur. Selain itu dengan dibuatkan TPS Sedangkan untuk perbaikan TPS (Tempat Pembuangan Sampah, melalui program ini, pemerintah akan mengadakan pembuatan TPS yang layak pakai, dimana TPS yang disediakan terdiri dari jenis sampah organic dan non organic sehingga proses penglahan sampahnya teratur. Selain itu dengan dibuatkan TPS

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan evaluasi terhadap program relokasi yang dilaksanakan di kelurahan Pucungsawit, dengan menggunakan kriteria yang dikemukakan oleh William Dunn, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Program relokasi dinilai sudah sangat berhasil dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan yaitu merelokasi pemukiman kumuh dengan sangat efektif.

2. Proses pelaksanaan relokasi yang dilakukan di kelurahan Pucungsawit telah dilaksanakan sesuai dengan petunjuk pelaksanaan dengan tingkat kesesuaian sebesar 87,5% sehingga proses pelaksanaan program relokasi dinilai sangat berhasil tingkat keberhasilan yang tidak melibatkan masyarakat. Dalam proses pelaksanaan juga telah mempertimbangkan prinsip-prinsip relokasi sehingga dengan proses dan mekanisme tersebut pelaksanaan relokasi berjalan tanpa adanya konflik.

3. Dari aspek fisik, program relokasi yang dilakukan di kelurahan Pucungsawit secara umum dapat memberikan perubahan yang positif dan dinilai berhasil dalam memperbaiki kondisi fisik 3. Dari aspek fisik, program relokasi yang dilakukan di kelurahan Pucungsawit secara umum dapat memberikan perubahan yang positif dan dinilai berhasil dalam memperbaiki kondisi fisik

‐ Status kepemilikan lahan meningkat menjadi 100 % masyarakat

kepemilikan lahan berupa sertifikat hak milik ‐ Kondisi rumah mengalami peningkatan kualitasnya

dibandingkan dengan kondisi sebelum direloksi yaitu meningkat 50 %. Setelah direlokasi 76,47 % kondisi rumah dalam kondisi yang baik. ‐ Kondisi prasarana lingkungan permukiman seperti air bersih, sanitasi, jalan, listrik mengalami peningkatan yang signifikan setelah direlokasi. ‐ Untuk aksesibilitas pada lokasi permukiman yang sekarang dinilai sulit dan mengalami penurunan yang signifikan di bandingkan pada loaksi pemukiman lam. Setelah direlokasi 79,41% menyatakan lokasi kurang aksesibel.

4. Dari aspek ekonomi, program relokasi yang dilakukan di kelurahan Pucangsawit belum mampu memberikan dampak atau perubahan dalam memperbaiki dampak atau perubahan dlam memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang direlokasi, sehingga program 4. Dari aspek ekonomi, program relokasi yang dilakukan di kelurahan Pucangsawit belum mampu memberikan dampak atau perubahan dalam memperbaiki dampak atau perubahan dlam memperbaiki kondisi ekonomi masyarakat yang direlokasi, sehingga program

o Pendapatan masyarakat yang direlokasi belum mengalami perubhan ke arah yang lebih baik, namun pendapatan mengalami penurunan yang signifikan setelah direlokasi. o Pada lokasi permukiman yang sekarang juga dinilai kurang memberikan peluang dalam memperolah sumber penghasilan sehingga dinilai sulit oleh 48,53% masyarakat yang direlokasi.

5. Dari aspek sosial, program relokasi yang dilakukan di kelurahan pucangsawit memberikan dampak yang positif, karena tidak menimbulkan tercabutnya relasi sosial yang sudh terbentuk, sehingga program relokasi dinilai berhasildalam mempertahankan dan meningkatkan kondisi sosial

6. Program relokasi yang dilakukan dikelurahan pucangsawit mendapat respon kepuasan dari warga penerima program karena adanya manfaat bagi mereka. Secara Keseluruhan masyarakat merespon puas terhadap pelaksanaan relokasi.

Rekomendasi

a. Rekomendasi Perbaikan Pelaksanaan program

Dari kesimpulan diatas, maka ada beberapa rekomendasi yang diberikan sebagai masukan dalam perbaikan program relokasi yang dilakukan di Kelurahan Pucangsawit sebagaimana yang dibawah ini :

1. Dalam pelaksanaan program relokasi maka seharusnya pihak yang terlibat harus anggap terhadap permaslahan yang dihadapi masyarakat yang direlokasi.

2. Seluruh proses pelaksanaan relokasi harus memperhatikan aspirasi masyarakat yang direlokasi dan melibatkan masyarakat dari persiapan sampai mekanisme pelaporan pertanggungjawaban.

3. Pelaksanaan program relokasi sebaiknya tidak hanya berhenti pada pembangunan kembali hunian yang direlokasi, akan tetapi perlu adanya pembinaan pasca relokasi.

4. Perlu adanya program-program pelatihan ketrampilan atau pembinaan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat 4. Perlu adanya program-program pelatihan ketrampilan atau pembinaan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat

a. Rekomendasi Penelitian Lanjutan

1. Pendalaman terhadap efektifitas program relokasi

2. Pendalaman terhadap efisiensi program yang tidak hnya

petunjuk pelaksanaan yang ada akan tetapi lebih menekankan pada peran dan fungsi pelaksana program secara lebih

menilai

kesesuaian dengan

permasalahan- permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program relokasi

mendalam

termasuk

3. Perlu adanya kajian untuk mengetahui faktor-faktor yang menentukan keberhasilan ataupun penghambat dalam pelaksanaan program relokasi