Sejarah Peradaban Islam (7) Peradaban Islam (8)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah, bukan hanya deretan fakta dan peristiwa dari masa lampau umat manusia, tetapi
juga interpretasi yang dilakukan oleh para penulis sejarah. Sejarah peradaban Islam merupakan
salah satu aspek dari ajaran Islam, yang sudah barang tentu lebih memfokuskan perhatian pada
penelusuran sejarah kaum muslimin itu sendiri sejak awal Islam hingga perkembangan terakhir,
termasuk di dalamnya berkaitan dengan perluasan wilayah Islam, tumbuh suburnya kebudayaan
dan peradaban Islami.
Sejak awal perkembangannya, Islam tumbuh dalam pergumulan dengan pemikiran dan
peradaban umat manusia yang dilewatinya dan karena terlibat dalam proses dialektika yang di
dalamnya terjadi pengambilan dan pemberian. Dari kebudayaan Arab, Islam telah mengambil,
memelihara dan mengembangkan beberapa hal dari kebudayaan Arab. Pada masa klasik
merupakan masa cikal bakal pertumbuhan dan pembentukan peradaban Islam, peradaban Islam
dibangun dengan menjadikan agama Islam sebagai dasar pembentukannya.

‫أولم يسيروا فى الرض فينظروا كيف كان عقبة اللذين من قبلهمط كانوا ألشد منهم قلوة لوأثا روا الرض وعمروها أكثر ملما عمر وها‬
(9) ‫وجاءتهم رسلهم بالبلينتط فما كان الله ليظلمهم ولكن كانوا أنفسهم يظلمون‬
Artinya :
“Dan tidaklah mereka berpergian dimuka bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orangorang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu lebih kuat dari mereka

(sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa
yang telah mereka makmurkan, dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan
membawa bukti-bukti yang jelas. Maka Allah samasekali tidak berlaku zalim kepada mereka,
tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (Q.S. Ar-Ruum [30] :9]

B. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang sejarah peradaban
Islam yang diuraikan sebagai berikut: pengertian sejarah dan peradaban, faktor penyebab
kesalahan dalam penulisan sejarah, manfaat mempelajari sejarah peradaban Islam, maju
mundurnya umat Islam dalam sejarah, dan tokoh-tokoh Islam.

1

BAB II
ARTI, KEDUDUKAN, DAN MANFAAT SEJARAH ISLAM
1. Arti Sejarah Peradaban Islam
Sejarah berasal dari kata arab ‫( الشجرة‬al-syajarah) yang berarti pohon.1 Mengapa
diambil dari kata pohon ini, barangkali karena sejarah mengandung konotasi geologi,
yaitu pohon keluarga, yang menunjuk kepada asal usul suatu marga. Dalam bahasa arab
yang lain sejarahnya disebut tarikh, sirah dan lain sebagainya. 2 Dalam definisi yang

paling umum kata history atau sejarah kini berarti masa lampau umat manusia. 3 Ibnu
khaldun (1406 M) memberikan definisi yang sedikit berbeda, yakni; sejarah ialah
menunjuk kepada peristiwa peristiwa istimewa atau penting pada waktu atau ras
tertentu.4 Sejarah juga mempunyai pengertian ambigius ( bermakna ganda ), yakni
pengertian yang menunjuk kepada peristiwa itu sendiri dan pengertian pada penafsiran
terhadap peristiwa tersebut. Sidi Gazalba mendefinisikan sebagai gambaran masa lalu
tentang manusia dan sekitarnya sebagai makhluk sosial, yang disusun secara ilmiah dan
lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan tafsiran dan penjelasan yang
memberi pengertian dan kepahaman tentang apa yang berlaku.5 Sayyid Quthub memberi
definisi sejarah sebagai tafsiran peristiwa, dan pengertian mengenai hubungan-hubungan
nyata dan tidak nyata, yang menjalin seluruh bagian-bagiannya serta memberinya
dinamisme dalam waktu dan tempat.
Sedangkan Peradaban (hadlarah) adalah sekumpulan konsep (mafahim) tentang
kehidupan6. Jadi bisa diketahui bahwa Sejarah Peradaban Islam adalah perkembangan
kecerdasan akal yang dihasilkan kekuasaan Islam mulai dari periode nabi Muhammad
SAW sampai perkembangan kekuasaan Islam sekarang. Selain itu sejarah peradaban
Islam dapat juga diartikan sebagai hasil-hasil yang dicapai oleh umat Islam dalam
lapangan kesustraan, ilmu pengetahuan, kesenian, dan lain-lain.

2.


Faktor Penyebab Kesalahan dalam Penulisan Sejarah
Beberapa faktor kesalahan tersebut diuraikan oleh Ibnu Khaldun dalam bukunya
muqoddimah adalah sebagai berikut7:
1.

Faktor dari dalam (internal)
a) Penulis terlalu fanatik terhadap apa yang ditulisnya. Penulis terlibat membela
golongannya secara gigih, sehingga golongannya saja yang benar.
b) Penulis terlalu percaya terhadap kebenaran sumber informasinya, dan menolak
sumber-sumber informasi lain.

1 Helius Syamsuddin dan Ismaun, 1996: 2
2 Nourouzzaman Shiddiqi, 1984
3 Louis Gottschulk, 1975
4 Issawi, Charles:1976, h. 36.
5 Sidi Gazalba, 1986: 13
6 An-Nabhani, Taqiyuddin. Nizham Al-Islam, Bab Hadlarah Islam
7 Muqoddimah-Filsafat Islam Tentang Sejarah, h.36-40(Lihat Issawi, Charles.1976)


2

c) Keyakinan yang salah terhadap sesuatu hal yang benar atau sebaliknyaPenulis
tidak mampu memahami masalah. Sering terjadi masalah yang sesungguhnya
adalah laten dan bukan yang muncul dipermukaan.
d) Penulis tidak mampu menempatkan peristiwa pada proporsi yang semestinya.
e) Sejarawan berusaha mencari muka agar disenangi oleh orang lain (penguasa)
dalam melakukan penulisan sejarahnya.
f) Penulis tidak cukup mengetahui hukum-hukum masyarakat (aturan-aturan yang
berlaku, etika, struktur, kultur masyarakat).
g) Sejarawan gandrung untuk membesar-besarkan fakta.
2.

Faktor dari luar (eksternal):
a) Adanya tekanan dari luar dirinya baik penguasa maupun masyarakat
lingkungannya.
b) Terbatasnya data yang didapat di lapangan (minim data).

3. Kedudukan Sejarah
Kedudukan sejarah sebagai suatu ilmu atau disiplin yang berusaha menentukan

pengetahuan tentang masa lalu masyarakat tertentu8, misalnya tentang masa lalu umat
Islam. Dilihat dari karakteristiknya sebagai pengetahuan tentang masyarakat manusia,
dengan demikian pada dasarnya sejarah sejajar dengan ilmu pengetahuan sosial lainnya,
seperti: sosiologi, politik, antropologi dan psikologi. Kekhususan sejarah dibanding
dengan ilmu-ilmu tersebut, ialah sejarah membicarakan masyarakat itu dengan senantiasa
memperhatikan dimensi waktu (diakronis).
Karakteristik sejarah dengan kedisiplinannya itu dapat dilihat dalam tiga orientasi
yang saling berhubungan. Pertama, sejarah merupakan pengetahuan mengenai kejadiankejadian, peristiwa-peristiwa dan keadaan-keadaan manusia di masa lampau dalam
kaitannya dengan keadaan-keadaan masa kini. Tipe sejarah seperti ini disebut sejarah
tradisional (tarikh naqli). Kedua, sejarah merupakan pengetahuan tentang hukum-hukum
yang tampak menguasai kehidupan masa lampau, yang diperoleh melalui penyelidikan
dan analisis atas periwtiwa-peristiwa masa lampau itu. Sejarah seperti ini bersifat rasional
(tarikh aqli). Ketiga, sejarah sebagai falsafah yang didasarkan kepada pengetahuan
tentang perubahan-perubahan masyarakat, dengan kata lain sejarah merupakan ilmu
tentang proses suatu masyarakat9.
4. Manfaat Sejarah
Sejarah merupakan jembatan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini, ia
merupakan tempat belajar bagi para generasi penerus agar dapat memandang ke masa
silam, melihat ke masa kini, dan menatap ke masa depan. Al- Qur’an adalah kitab suci
yang merupakan pedoman hidup umat Islam yang telah memerintahkan umatnya untuk

8 Sidi Ghasalba, Pengantar Sejarah Sebagai Ilmu, Bharata, Jakarta, 1981.
9 Murtadla Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah: Kritik Islam atas Marxisme dan Teori Lainnya, Terj. M.
Hashem, Misan, Bandung, 1986.

3

memperhatikan sejarah. Beberapa ayat Al-Qur’an dengan jelas memerintahkan hal itu. Di
antaranya adalah sebagai berikut.

Artinya : “Dan tidaklah mereka berpergian dimuka bumi lalu melihat bagaimana
kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul)? Orang-orang itu
lebih kuat dari mereka (sendiri) dan mereka telah mengolah bumi (tanah) serta
memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan, dan telah
datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang jelas.
Maka Allah samasekali tidak berlaku zalim kepada mereka, tetapi merekalah yang
berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS. Ar-Rum [30] :9]10
Al-Qur’an bahkan tidak hanya memerintahkan umatnya untuk memperhatikan
perkembangan sejarah manusia, tetapi Al-Qur’an juga menyajikan banyak kisah.
Sebagian ulama bahkan ada yang berpendapat bahwa dua pertiga isi Al-Qur’an itu adalah
kisah sejarah. Kisah dalam Al-Qur’an terbagi menjadi tiga macam antara lain sebagai

berikut11 :
Kisah para nabi yang berisi usaha, fase-fase perkembangan dakwah mereka, dan sikap
orang-orang yang menentang para nabi. Adapun yang termasuk ke dalam jenis kisah
tersebut di antaranya adalah kisah nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Ishak, Ismail, Musa, Harun,
Isa dan Muhammad saw.
Kisah orang-orang terdahulu yang termasuk ke dalam katagori nabi. Adapun yang
termasuk ke dalam jenis kisah tersebut seperti kisah Talut, Jalut, dua orang putera nabi
Adam, Ashab al Kahfi (penghuni gua), Zulkarnaen, Qarun, Firaun, Maryam, dan keluarga
Imran.
Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa Nabi
Muhammad saw. seperti peristiwa Perang Badar, Perang Uhud, Perang Ahzab, Perang
Hunain, Perang Tabuk, peristiwa hijrah, dan peristiwa Isra mi’raj
Kisah-kisah ini dipaparkan dengan tujuan agar umat manusia mengambil i’tibar
(pelajaran) darinya. Allah berfirman sebagai berikut:
10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 405.
11 Kitab Mańa al-Qaţţan
4

Artinya : “Dan semua kisah rasul-rasul, Kami ceritakan kepadamu Muhammad, agar
dengan kisah ini kami teguhkan hatimu; dan di dalamnya telah diberikan kepadamu

(segala) kebenaran ini Telah datang kepadamu kebenaran nasehat dan peringatan dan
bagi orang-orang yang beriman.” (QS Hud [11]:120)12
Dari penjelasan ayat tersebut jelaslah bagaimana Islam mengajarkan pentingnya
mempelajari sejarah, maka jangan sekali-kali melupakan sejarah. Jadi, tujuan dan manfaat
mempelajari sejarah kebudayaan Islam adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui sejarah perkembangan peradaban Islam.
2) Sebagai pelajaran untuk diterapkan di masa sekarang.
3) Peradaban Islam pada masa Nabi Muhammad adalah peradaban yang paling
sempurna sehingga dapat kita jadikan pelajaran di masa sekarang.
4) Untuk menyelidki dan mengetahui sejauh mana kemajuan yang telah di capai oleh
umat Islam terdahulu dalam lapangan peradaban.
5) Untuk menggali dan meninjau kembali factor – faktor apa yang menyebabkan
kemajuan islam dalam lapangan perdaban dan faktor apa pula yag menyebabkan
kemundurannya kemudian menjadi cermin bagi masa – masa sesudahnya.
6) Untuk mengetahui dan membandingkan antara peradaban yang dijiwai islam dengan
peradaban yang lepas dari jiwa Islam.Mengetahui sumbangan Islam dan umat Islam
dalam lapangan peradaban umat manusia di muka bumi.

12 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, h. 235


5

BAB III
SEJARAH PERKEMBANGAN PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM PADA
PERIODE KLASIK [650 – 1800 M]

Masa ini merupakan masa ekspansi, integrasi dan keemasan Islam. Dalam hal
ekspansi, sebelum Nabi Muhammad wafat di tahun 632 M, seluruh Semenanjung
Arabia telah tunduk di bawak kekuasaan Islam, dan ekspansi ke daerah-daerah di luar
Arabia dimulai pada zaman Khalifah pertama Abu Bakar al-Siddik13.
a.

Masa Khulafa al-Rasyidin
Nabi Muhammad tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan
menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat.
Tanpaknya beliau menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk
menentukannya. Setelah beliau wafat dan jenazahnya belum dimakamkan, sejumlah
tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai kota Bani Sa’idah di Madinah untuk
musyawarah menentukan siapa yang akan dipilih menjadi pemimpin.
Musyawarah tersebut berjalan cukup “alot”, karena masing-masing pihak baik

kaum Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin umat
Islam. Tetapi dengan semangat ukhuwah Islamiah yang tinggi, Abu Bakar terpilih
sebagai pemimpin umat Islam14. Menurut Hassan Ibrahim Hassan, bahwa semangat
keagamaan Abu Bakar, mendapatkan penghargaan yang dari umat Islam 15, sehingga
masing-masing pihak [Muhajirin dan Anshar] dapat menerima Abu Bakar dan
membaitkannya sebagai pemimpin umat Islam.
1) Masa Khalifah Abu Bakar [632-634 M]
Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul, Abu Bakar disebut Khalifah
Rasulillah [pengganti Rasul] yang dalam perkembangan selanjutnya disebut khalifah
saja. Abu Bakar menjadi khalifah di tahun 632 M dan usia kepemimpinannya hanya
dua tahun, karena pada tahun 634 M Abu Bakar meninggal dunia16.
Masanya yang singkat itu banyak dipergunakan untuk menyelesaikan persoalan
dalam negeri, terutama tantangan atau sikap membangkan dari suku-suku bangsa
Arab yang tidak mau tunduk pada pemerintahan Madinah17.
Setelah Abu Bakar, menyelesaikan persoalan dalam negeri, kemudian mulai
mengirimkan kekuatan-kekuatan ke luar Arabia. Khalid ibn al-Walid dikirim ke Irak
dan dapat menguasai al-Hirah di tahun 634 M18. Ke Syria dikirim ekspediri di bawah
pimpinan tiga jenderal yaitu Amr Ibn al-Aas, Abu Ubaidah, Yazid ibn Abi Sufyan,
dan Syurabbil ibn Hasanah. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah yang masih
berusia 18 tahun. Kemudian untuk memperkuat tentara ini, Khalid ibn al-Walid

diperintahkan meninggalkan Irak, melalui gurun pasir yang jarang dilalui dan ia
sampai ke Syria delapanbelas hari kemudian19.
Pada tahun 634 M Abu Bakar meninggal dunia, sementara barisan depan
pasukan Islam berada di Palestina, Irak dan kerajaan Hirah. Ketika Abu Bakar sakit
13
14
15
16
17

Ibid. hlm. 56-57.
Badri Yatim, 1999, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 35.
Hassan Ibrahim Hassan,1989, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Penerbit Kota Kembang, Yogyakarta, hlm. 34.
Harun Nasution, 1985, hlm. 57 dan Badri Yatim, 1999, hlm. 36
Badri Yatim, 1999, hlm. 36

18 Harun Nasution, 1985, Jakrta, hlm. 57.
19

Badri Yatim, 1999, hlm. 36.

6

dan merasa ajalnya sudah dekat, maka ia bermusyawarah dengan para pemuka
sahabat dan mengangkat Umar ibn Khattab sebagai penggantinya dengan maksud
untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan
umat Islam20. Kebijakan Abu Bakar tersebut, diterima umat Islam dan secara
beramai-ramai membaiat Umar ibn Khattab untuk menjadi khalifah kedua.
2) Masa Khalifah Umar bin Khattab [634-644]
Umar ibn Khattab, menyebut dirinya sebagai khalifah Khalifati Rasulillah
[pengganti dari pengganti Rasulullah]. Selain itu, Umar ibn Khattab, juga
memperkenalkan istilah Amir al-Mu’minin [Komandan orang-orang yang
beriman]. Usaha-usaha yang telah dilakukan Abu Bakar dilanjutkan oleh khalifah
kedua Umar ibn Khattab.
Di zaman Umar ibn Khattab, gelombang ekspansi [perluasan daerah kekuasaan
dan da’wah] pertama terjadi yaitu ibu kora Syria Damaskus jatuh pada tahun 635
M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah dipertempuran Yarmuk,
maka seluruh daerah Syria jatuh di bawah kekuasaan dan da’wah Islam. Syria
dijadikan sebagai basis, maka ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan
‘Amr ibn ‘Aas dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad ibn Abi al-Waqqas.
Iskandaria, ibu kota Mesir ditaklukkan dan jatuh di bawah kekuasaan Islam pada
tahun 641 M. Kemudian al-Qadisiyah sebuah kota dekat Hirah di Iraq jatuh tahun
637 M dan dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain jatuh pada
tahun itu juga dan pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasi. Dengan demikian, pada
masa khalifah Umar ibn Khattab, wilayah kekuasaan dan da’wah Islam telah
meliputi Jazirah Arabiah, Palestina, Syria, Irak, Persia dan Mesir21.
Periode pemerintahan Umar ibn Khattab selama sepuluh tahun [13-23 H/634-644
M] dan masa jabatannya berakhir dengan kematian, karena dibunuh oleh Abu
Lu’lu’ah seorang budak dari Persia.
3) Masa Khalifah Usman ibn Affan [644 – 655 M]
Pemerintahan Usman ibn Affan berlangsung selama 12 tahun dan terjadi
perluasan wilayah kekuasaan dan da’wah sampai ke Armenia, Tunisia, Cyprus,
Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil
disebut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini22.
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan
penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat
banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap
kesalahan bawahan dan harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan
tanpa terkontrol oleh Usman sendiri. Akhirnya pada tahun 35 H/655 M, Usman
dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa 23
terhadap kebijakan pemerintahannya dan sebagai penggantinya adalah Ali ibn Abi
Thalib. Jasa Khalifah Usman diantaranya membangun bendungan untuk menjaga
arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Usman juga
membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, mesjid-mesjid dan memperluas mesjid
Nabi di Madinah24.
20
21
22
23
24

Hassan Ibrahim Hassan, 1989,38
Harun Nasution,198,Jakarta,hlm 58
Ibid,hlmn 38
Badri Yatim, 1999, hlm. 39.
Ibid,hlmn 39

7

4) Masa khalifah Ali ibn Abi Thalib [656 – 661 M]
Setelah Usman ibn Affan wafat, masyatakat Islam beramai-ramai membait Ali
ibn Abi Thalib sebagai khalifah ke empat. Ali ibn Abi Thalib memerintah hanya
enam tahun dan nasibnya sama dengan khalifah Umar ibn Khattab dan Usman ibn
Affan yaitu mati terbunu. Selama masa pemerintahannya, Ali menghadapi berbagai
tantangan dan pergolakan, sehingga pada masa pemerintahannya tidak ada masa
sedikit pun yang dapat dikatakan stabil25.
Pada masa pemerintahannya, beliau memecat para gubernur yang pada saat
itu dipilih oleh Khalifah Usman. Mulai dari itulah terjadi pemberontakan terhadap
kekhalifahan Ali oleh para pendukung Khalifah Usman. Selain itu, beberapa
kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Khalifah Ali memicu pemberontakan
daro pendukung Khalifah Usman, yang pada akhirnya memicu terjadinya perang
yang dikenal dengan “perang shiffin”. Perang ini diakhiri dengan tahkim [arbitrase],
tapi tahkim tersebut ternyata tidak menyelesaikan persoalan, bahkan menyebabkan
timbulnya golongan ketiga yaitu golongan al-Khawarij, orang-orang yang keluar
dari barisan Ali ibn Abi Thalib yang berbalik menentang Ali dan Mu’awiyah.
b. Masa Dinasti Umayyah dan Abasiyah
1) Khilafah Bani Umayyah
.
Dinasti Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan bin Harb
bin Umayyah. Muawiyah dapat menduduki kursi kekuasaan dengan berbagai
cara,siasat, dan tipu muslihat yang licik, bukan atas dasar demokrasi yang
berdasarkan atas hasil pilihan umat islam.
Dengan demikian, berdirinya dinasti ini bukan berdasarkan hukum
musyawarah. Dinasti Bani Umayyah berdiri selama kurang lebih 90 tahun (40132H/661750M), dengan Damaskus sebagai pusat pemerintahannya. Dinasti
Umayyah sangat bersifat Arab Orientalis, artinya dalam segala hal dan segala bidang
para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula dengan corak
peradaban yang dihasilkan pada masa dinasti ini.
Pada masa pemerintahan dinasti ini banyak kemajuan, perkembangan, dan
perluasan daerah yang dicapai, terlebih pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin
Abdul Malik (86-96H/705-715M). Pada masa awal pemerintahan Muawiyah bin Abi
Sufyan ada usaha memperluas wilayah kekuasaan ke berbagai daerah, seperti ke India
dengan mengutus Mhallab bin Abu Sufyan, dan usaha perluasan ke Barat ke daerah
Byzantium dibawah pimpinan Yazid bin Muawiyah. Selain itu juga diadakan
perluasan wilayah ke Afrika Utara. Juga mengarahkan kekuatannya untuk merebut
pusat-pusat kekuasaan diluar jazirah Arab, antara lain kota Konstantinopel. Adapun
alasan Muawiyah bin Abi Sufyan untuk terus berusaha Byzantium. Pertama,
Byzantium merupakan basis kekuatan Agama Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya
dapat membahayakan perkembangan Islam. Kedua, orang-orang Byzantium sering
mengadakan pemberontakan kedaerah Islam. Ketiga, termasuk wilayah yang
mempunyai kekayaan yang melimpah.
Tidak hanya itu, Islam menjadi sebuah Agama yang mampu memberikan
motifasi para pemeluknya untuk mengembangkan diri dalam berbagai bidang
kehidupan social, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya. Andalusia pun memcapai
kejayaan pada masa pemerintahan Islam.
25

Ibid, hlm 39

8

 Kemajuan Yang Dicapai
Pertama, Bani Umayyah berhasil memperluas daerah kekuasaan Islam ke
berbagai penjuru dunia, seperti Spanyol, Afrika Utara, Suria, Palestina, Semenanjung
Arabia, Irak, sebagian kecil Asia, Persia, Afghanistan, Pakistan, Rukhmenia,
Uzbekistan, dan Kirgis.26
Kedua, Islam memberikan pengaruh bagi kehidupan masyarakat luas, Sikap
fanatik Arab sangat efektif dalam membangun bangsa Arab yang besar sekaligus
menjadi kaum muslimin atau bangsa Islam Setelah pada saat itu bangsa Arab
merupakan prototipikal dari bangsa Islam sendiri.
Ketiga, telah berkembang ilmu pengetahuan secara tersendiri dengan masingmasing tokoh spesialisnya. Antara lain, dalam ilmu Qiro’at (7 qiro’at) yang terkenal
yaitu: Ibnu katsir (120H), Ashim (127H), dan Ibnu Amr (118H). Ilmu Tafsi tokohnya
ialah Ibnu Abbas (68H) dan muridnya Mujahid yang pertama kali menghimpun Tafsir
dalam sebuah suhuf, Ilmu Hadits dikumpulkan oleh Ibnu Syihab Az-Zuhri atas
perintah Umar bin Abdul Aziz, tokohnya ialah Hasan Al-Basri (110H), Sa’id bin
Musayyad, Rabi’ah Ar-Ra’iy guru dari Imam Malik, Ibnu Abi Malikah, Sya’bi Abu
Amir bin Syurahbil. Kemudian ilmu Kimia dan Kedokteran, Ilmu Sejarah, Ilmu
Nahwu, dan sebagainya.
Keempat, perkembangan dalam hal administrasi ketatanegaraan, seperti adanya
Lembaga Peradilan (Qadha), Kitabat, Hajib, Barid, dan sebagainya.
2) Khilafah Bani Abbasiyah
Awal kekuasaan Dinasti Bani Abbas ditandai dengan pembangkangan yang
dilakukan oleh Dinasti Umayah di Andalusia (Spanyol). Di satu sisi, Abd al-Rahman
al-Dakhil bergelar amir (jabatan kepala wilayah ketika itu); sedangkan disisi yang
lain, ia tidak tunduk kepada khalifah yang ada di Baghdad. Pembangkangan Abd alRahman al-Dakhil terhadap Bani Abbas mirip dengan pembangkangan yang
dilakukan oleh muawiyah terhadap Ali Ibn Abi Thalib. Dari segi durasi, kekuasaan
Dinasti Bani Abbas termasuk lama, yaitu sekitar lima abad.
Abu al-Abbas al-Safah (750-754 M) adalah pendiri dinasti Bani Abbas. Akan
tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu ja’far al-Manshur (754-775 M) yang
banyak berjasa dalam membangun pemerintahan dinasti Bani Abbas. Pada tahun 762
26

Harun Nasution,1985,jakarta,hlmn 61

9

M, Abu ja’far al-Manshur memindahkan ibukota dari Damaskus ke Hasyimiyah,
kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad dekat dengan Ctesiphon, bekas ibukota
Persia. Oleh karena itu, ibukota pemerintahan Dinasti Bani Abbas berada di tengahtengah bangsa Persia.
Abu ja’far al-Manshur sebagai pendiri muawiyah setelah Abu Abbas al-Saffah,
digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas, ditangannyalah Abbasiyah
mempunyai pengaruh yang kuat. Pada masa pemerintahannya Baghdad sangatlah
disegani oleh kekuasaan Byzantium.
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, melanjutkan kekuasaan
dinasti Umayah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa
dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad saw. Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d 656 H
(1258 M).
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda
sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan
dan pola politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas
menjadi lima periode :
a. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia
pertama.
b. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
c. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih
dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh
Persia kedua.
d. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani
sejak dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa
pengaruh Turki kedua.
e. Periode Kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh
dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.

BAB IV
PERADABAN ISLAM PADA PERIODE PERTENGAHAN
[1250-1800M]
10

Masa ini merupakan awal kemunduruan bagi umat islam, setelah lebih dari lima
abad [132-656 H/750–1258 M] mampu membentuk dan mengembangkan kebudayaan
Islam hingga mampu membawa peradaban yang tinggi dan mengalami kejayaan
dibawah pemerintahan daylat Abbasiyah27.
A. Kejayaan Peradaban Islam
Puncak kejayaan daulat ini terjadi pada masa Khalifah Harun al Rasyid dan
putranya, Al Ma’mun serta khalifah-khalifah sesudahnya hingga sampai masa Al
Mutawakkil. Pada masa Harun al Rasyid, kekayaan negara yang banyak sebagian besar
dipergunakannya untuk mendirikan rumah sakit, membiayai pendidikan kedokteran dan
farmasi. Sementara pada masa Al Ma’mum, ia gunakan untuk menggaji penerjemahpenerjemah dari golongan Kristen, Sabi, dan bahkan penyembah binatang untuk
menerjemahkan berbagai buku berbahasa asing ke dalam bahasa Arab, serta mendirikan
Bait al Hikmah sebagai pusat penerjemahan dan akademi yang dilengkapi dengan
perpustakaan. Di dalamnya diajarkan berbagai cabang ilmu, seperti kedokteran,
matematika, geografi dan filsafat. Disamping itu, masjid-masjid juga merupakan
sekolah, tempat untuk mempelajari berbagai macam disiplin ilmu dengan berbagai
halaqah di dalamnya. Pada masanya, kota Bagdad menjadi pusat kebudayaan dan ilmu
pengetahuan28.
1. Faktor-faktor Kemajuan
Masyarakat Islam pada masa Abbasiyah ini, mengalami kemajuan ilmu
pengetahuan yang sangat pesat yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu :
a) Faktor Politik
Faktor politik yang mempengaruhi perkembangan dan kemajuan peradaban
Islam, adalah sebagai berikut :
1) Pindahnya ibu kota negara dari Syam ke Irak dan Bagdad sebagai Ibu
kotanya [146 H].
2) Banyaknya cendekiawan yang diangkat menjadi pegawai pemerintahan dan
istana. Khalifah-khalifah Abassiyah, misalnya Al Mansur, banyak
mengangkat pegawai pemerintahan dan istana dari cendekiawancendekiawan Persia.
3) Diakuinya Muktazilah sebagai mazhab resmi negara pada masa khalifah Al
Ma’mum pada tahun 827 M.
b) Faktor Sosiografi

Faktor sosiografi yang mempengaruhi
peradaban Islam, adalah sebagai berikut :

perkembangan

dan

kemajuan

1) Meningkatnya kemakmuran umat Islam pada waktu itu. Menurut Ibn
Khaldun sebagaimana dikutip oleh Ahmad Amin, ilmu itu seperti industri,
banyak atau sedikitnya tergantung kepada kemakmuran, kebudayaan, dan
kemewahan masyarakat29
2) Luasnya wilayah kekuasaan Islam menyebabkan banyak orang Persia dan
Romawi yang masuk Islam kemudian menjadi muslim yang taat.
3) Pribadi beberapa khalifah pada masa itu, terutama pada masa Dinasti
Abbasiyah I, seperti Al Mansur, Harun al Rasyid, dan Al Ma’mum yang
sangat mencintai ilmu pengetahuan sehingga kebijaksanaanya banyak
ditujukan kepada kemajuan ilmu pengetahuan.
4) Adanya pengaturan, pembukuan dan pembidangan ilmu pengetahuan,

27 Harun Nasution,1985,hlmn 70
28 Harun Nasution,1985,68-70
29 Ahmad Amin,[tt],hlmn 14

11

khususnya ilmu-ilmu naqli yang terdiri dari ilmu agama, bahasa, dan adab.
Adapun ilmu aqli, seperti kedokteran, manthiq, dan ilmu-ilmu riyadhiyat,
telah dimulai oleh umat Islam dengan metode yang teratur30
c) Aktivitas Ilmiah
1) Penyusunan Buku-buku Ilmiah
Penyusunan buku-buku ini berlangsung pada masa dinasti Abbasiyah I
[132- 232 H ]. Pada masa sebelumnya, ulama-ulama mentransfer ilmu mereka
hanya melalui hafalan atau lembaran-lembaran yang tidak teratur. Pada tahun
143 H, barulah mereka menyusun hadis, fikih, tafsir dan banyak buku dari
berbagai bahasa yang meliputi segala bidang ilmu yang telah berhasil
diterjemahkan ke dalam bahasa Arab dalam bentuk buku yang tersusun secara
sistematis.
2) Penerjemahan
Pada dasarnya, penerjemahan dari bahasa asing ke bahasa Arab telah
dilakukan sejak masa Amawiyah, seperti yang dilakukan oleh Khalid bin Yazid
yang memerintahkan sekelompok orang yang tinggal di Mesir untuk
menerjemahkan buku-buku tentang kedokteran, bintang dan kimia yang
berbahasa Yunani ke dalam bahasa Arab31.
Aktivitas penerjemahan mencapai puncaknya pada masa Al Ma’mum.
Khalifah ini juga seorang cendekiawan yang sangat besar perhatiannya kepada
ilmu pengetahuan. Pada tahun 832 M, Al Ma’mum mendirikan Bait al Hikmah
di Bagdad sebagai akademi pertama, lengkap dengan teropong bintang,
perpustakaan dan lembaga penerjemahan32.
Setelah masa Al Ma’mum, penerjemahan berjalan terus, bahkan tidak hanya
menjadi urusan istana, tetapi telah menjadi urusan pribadi oleh orang-orang
yang gemar dan mencintai ilmu.
3) Pensyarahan
Menjelang abad ke 10 M, kegiatan kaum muslimin bukan hanya
menerjemahkan, bahkan mulai memberikan syarahan ( penjelasan ) dan
melakukan tahqiq ( pengeditan ). Pada mulanya muncul dalam bentuk karya
tulis yang ringkas, lalu dalam wujud yang lebih luas dan dipadukan dalam
berbagai pemikiran dan petikan, analisis dan kritik yang disusun dalam bentuk
bab-bab dan pasal-pasal.
Bahkan dengan kepekaan mereka, hasil kritik dan analisis itu memancing
lahirnya teori-teori baru sebagai hasil renungan mereka sendiri. Misalnya apa
yang telah dilakukan oleh Muhammad bin Musa al Khawarizmi dengan
memisahkan aljabar dari ilmu hisab yang pada akhirnya menjadi ilmu tersendiri
secara sistematis. Pada masa inilah lahir karya-karya ulama yang telah tersususn
rapi33.
d) Kemajuan Ilmu Pengetahuan
1) Kemajuan Ilmu Agama
Ilmu agama yang dimaksudkan di sini adalah ilmu-ilmu yang muncul di
tengah-tengah suasana hidup keislaman berkaitan dengan agama dan bahasa Al
30 Ahmad Amin,[tt],hlmn 14
31 Hassan Ibrahim Hasan,1976,hlmn 346
32 Ahmad Daudy,1989,hlmn 6
33 Hasan Ibrahim Hasan, 1976, hlm. 347 dan baca Ahmad Syalabi, 1978, hlm. 251 serta
bandingkan dengan Ahmad Daudy, 1989, hlm. 6

12

Qur’an. Syalabi menyebutnya dengan ilmu-ilmu Islam, dan sebagian penyusun
menyebutnya dengan ilmu-ilmu naqli34. Ilmu pengetahuan agama telah
berkembang sejak masa dinasti Umayyah. Namun, pada masa dinasti
Abbasiyah, ia menalami perkembangan dan kemajuan yang luar biasa. Masa ini
melahirkan ulama-ulama besar kenamaan dan karya-karya agung dalam
berbagai bidang ilmu agama35.
a) Ilmu Tafsir
Pada masa Abbasiyah ini, ilmu tafsir mengalami perkembangan yang
sangat pesat dengan dilakukannya penafsiran secara sistematis, berangkai
dan menyeluruh serta terpisah dari hadis. Menurut riwayat Ibn Nadim,
orang pertama yang melakukan penafsiran secara sistematis berdasarkan
tertib mushaf adalah Al-Farra’ [wafat 207 H]26. Pada masa ini muncul
berbagai aliran dengan tafsirnya masing-masing, seperti Ahlussunnah,
Syiah, dan Mu’tazilah. Dari berbagai tafsir yang telah ada, diketahui bahwa
corak tafsir ada dua macam, yaitu : Pertama, Tafsir bi al Ma’tsur, yaitu
penafsiran Al Qur’an berdasarkan sanad dan periwayatan, meliputi
penafsiran Al Qur’an dengan Al Qur’an, Al Qur’an dengan as-sunnah dan
perkataan sahabat. Kedua, Tafsir bi al Ra’yi, yaitu penafsiran berdasarkan
ijtihad27
Mufassirin lain yang terkenal pada masa ini adalah al-Baghawi [wafat
516 H] dengan tafsirnya Mu’alim al Tanzil,dan yang lain30
b) Ilmu Hadis
Pada masa Abbasiyah, kegiatan dalam bidang pengkodifikasian hadis
dilakukan pula dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama
sebelumnya. Para ulama Islam pada masa Abbasiyah ini berusaha
semaksimal mungkin untuk menyaring hadis-hadis Rasulullah agar diterima
sebagai sumber hokum31.
Para ulama hadis yang terkenal pada masa ini adalah Imam Bukhari
[wafat 256 H]. Bukunya Sahih Bukhari merupakan kumpulan hadis yang
berkualifikasi shahih berisi sekitar 7200 hadis, kemudian Abu Muslim al
Jajjaj [wafat 261 H] berasal dari Naisabur, dan yang lain32
c) Ilmu Kalam
Ilmu kalam lahir karena dorongan untuk membela Islam dengan
pemikiran-pemikiran filsafat dari serangan orang-orang Kristen Yahudi yang
mempergunakan senjata filsafat, dan untuk memecahkan persoalan-persoalan
agama dengan kemampuan akal dan pikiran dan ilmu pengetahuan. Orangorang Mu’tazilah mempunyai andil besar dalam mengembangkan ilmu kalam
yang pemecahannya bercorak filsafat dalam Islam36.
Pada masa ini muncul ulama-ulama besar di bidang ilmu kalam, dari
golongan Mu’tazilah antara lain Abu al Huzail al Allaf [afat 235 H], Al Nizam
[wafat 231 H], dan yang lain.36 Sedangkan dari golongan Ahlusunnah
waljamaah yang popular antara lain adalah Al-Asyari [wafat 234 H], Al
Baqillani [wafat 403 H], dan yang lainnya36
d) Ilmu Fikih
34 Ahmad Syalabi,1978,hlmn 236
35 Ahmad Amin,[tt],hlmn 12
36 Depag RI,1982,hlmn 158

13

Di antara kebanggan pemerintahan zaman Abbasiyah pertama adalah
terdapatnya empat imam mazhab fikih yang ulung ketika itu. Mereka adalah
Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad bin
Hanbal. Keempat imam mazhab tersebut merupakan para ulama fikih yang
paling agung dan tiada tandingannya di dunia Islam.
2. Ilmu Umum
a) Filsafat
Filsafat muncul sebagai hasil integrasi antara Islam dengan kebudayaan klasik
Yunani yang terdapat di Mesir, Suria, Mesopotamia, dan Persia37, dan mulai
berkembang pada masa khalifah Harun al Rasyid dan al Ma’mum. Para filosof
muslim yang terkenal dan kemudian menjadi tokoh filsafat dunia adalah Ya’qub bin
Ishaq al Kindi [796-873 M]. Ia dikenal sebagai filosof Arab yang telah menulis sekitar
lima puluh buku yang sebagian besar dalam bidang filsafat; dan yang lainnya38
b) Kedokteran
Pada masa dinasti Abbasiyah, ilmu kedokteran telah mencapai puncaknya yang
tertinggi dan telah melahirkan para dokter yang sangat terkenal. Diantara mereka
yang sangat terkemuka adalah Yuhannah bin Musawaih ( wafat 242 H ), bukunya
Al’ Asyr al Maqalat fi al’ Ain tentang pengobatan penyakit mata; dan yang lainnya39.
Ahli kedokteran lainnya yang terkenal pada masa ini adalah Ibn Maimun, Abu al
Qasim, Hunain Ibn Ishaq, Tsabit Ibn Qurrah, Qistha ibn Luqba, Ibn Bajjah, Ibn
Thufail, Muhammad al Tamimi, dan lain-lain40.
c) Astronomi
Ilmu ini membantu orang Islam dalam menentukan letak kakbah serta garis
politik para khalifah dan amir yang mendasarkan perhitungan kerjanya dan
peredaran bintang. Astronom Islam yang terkenal adalah Al Fazzari yang hidup
pada masa Al Mansur sebagai orang Islam yang pertama kali yang menyusun
Astrolaber [Alat yang dahulu dipakai sebagai pengukur tinggi bintang]; Al Fargani
yang telah mengarang ringakasan tentang ilmu astronomi kemudian diterjemahkan
ke dalam bahasa Latin kemudian diterjemahkan oleh Gerard Cremona dan Johannes
Hispalensis41. Sedangkan astronom Islam lainnya adalah Ya’qub bin Thariq [wafat
180 H], Muhammad bin Umar al Balkhi dengan karyanya Kitab Al Madhal al
Kabir: Al Battani [wafat 319 H] penulis buku Al Zaij al Shabi: Al Khawarizmi
[wafat 226 H[: Abu Hasan Ali [277-352 H] penulis kitab Al Nur wa Zu al
Mahrajan: dan Abu Raihan al Biruni [wafat 440 H]42.
d) Ilmu Pasti/Matematika
Ilmu ini dibawa oleh ilmuwan India pada masa khalifah Al Mansur dalam buku
Sindahind, dan dari terjemahan buku ini yang telah dilakukan oleh Al Fazzari
37 Harun Nasution, 1985, hlm. 11.
38 Abd al-Mun’im Majid, 1978, hlm. 173.
39 Hasan Ibrahim Hasan, 1976,hlm. 347.
40 Abd al Mun’im Majid, 1978,hlm. 243.
41 Harun Nasution, 1985, hlm. 71.

42 Hasan Ibrahim Hasan, 1976, hlm. 394, dan baca pula Abd al Mun’im Majid, 1978, hlm.
228-230.

14

dikenallah sistem angka Arab dan angka nol yang mempermudah dalam
perhitungan, selanjutnya dikembangkan lagi oleh Khawarizmi dan Habash al Hasib
dengan memuat table angka-angka43. Selain membuat tabel angka, Al Khawarizmi
juga telah menyusun buku tentang berhitung dan aljabar. Karyanya yang terkenal
adalah Hisab al Jabar wa al Muqabalah yang sangat mempengaruhi ilmuwan
sesudahnya seperti Umar Khayam, Leonardo Fibonacci, dan Jacob Florence44. Ahli
ilmu pasti dan matematika lainnya adalah Ibn Tsabit [wafat 331 H] dan Ismail bin
Abbas [wafat 328 H]45.
e) Geografi
Pada masa dinasti Abbasiyah, daerah perdagangan semakin luas, hubungan kota
Bagdad sebagai ibukota negara dengan kota-kota lain, baik darat maupun laut
berkembang pesat dan lalu lintas ramai sekali. Hal itu menimbulkan kegiatan untuk
berusaha memudahkan perjalanan dan membuka jalan-jalan baru. Pada masa
khalifah Harun al Rasyid misalnya, perlawatan kaum muslimin telah sampai ke
India, Srilangka, Malaya, Indonesia, Cina, Korea, Afrika, Eropa,dan lain-lain. Dari
perjalanan tersebut, kaum muslimin berusaha melukiskan selengkapnya hal ihwal
negeri-negeri yang dilihatnya sehingga melahirkan ahli geografi Islam yang
ternama. Diantara mereka yang terkenal adalah Ibn Khardazabah karyanya adalah
kitab Al Masalik wa al Mamalik; Ibn al Haik [wafat 334 H] dengan karyanya kitab
Al Ikli; Ibn Fadhlan; Al Muqaddasy [wafat 375 H] dengan karyanya ahsan al
Taqasin fi Ma’rifat al Aqalim; dan lain-lain46.
Dalam bidang lain seperti optika kita kenal Ibn Haytham dengan teorinya
bahwa bendalah yang mengirim cahaya ke mata dan karena menerima cahaya,
maka mata dapat melihat benda itu. Dalam ilmu kimia dikenal Jabir Ibn Hayyan
dan Abu Bakar al Razi [865-925 M] dan dalam lapangan fifika dikenal Abu Raihan
Muhammad al Biruni [973-1048 M] yang telah mengemukakan teori tentang bumi
berputar sekitar as-nya, serta melakukan penyelidikan tentang kecepatan suara dan
cahaya serta berhasil dalam menentukan berat dan kepadatan 18 macam permata
dan metal47.

B. Kemunduran Peradaban Islam
Demikianlah puncak kejayaan yang dialami oleh khalifah Abbasiyah hingga masa
khalifah Al Mutawakkil. Namun sepeninggalnya, daulat ini mulai mengalami
kemunduran karena khalifah-khalifah penggantinya pada umumnya lemah dan tidak
mampu melawan kehendak tentara yang sangat berkuasa di istana. Kondisi demikian
akhirnya menjadikan khalifah tak ubahnya seperti sebuah boneka yang berada di tangan
meeka. Roda pemerintahan tidak lagi diatur oleh khalifah, melainkan diatur oleh
tentara-tentara dari Turki48.
Pada masa inilah daulat Abbasiyah mulai mengalami kemunduran. Sungguh pun
telah mengalami berkali-kali pergantian khalifah, kemunduran daulat ini berakhir pada
masa khalifah Al Mu’tashim [1242-1258 M]. Pada masa pemerintahannyalah kota
43 Philip K. Hitty., 1970, hlm. 310 .

44 Philip K. Hitty., 1970, hlm. 379
45 Hasan Ibrahim Hasan, 1976, hlm. 345
46 A.Hasjmi,Op.cit.,hlm.302.
47 Harun Nasution, 1985, hlm. 11.

48 Harun Nasution, 1985, hlm. 68.
15

Bagdad dihancurkan oleh Hulagu Khan. Selanjutnya, pembahasan ini akan mencoba
untuk mengkaji factor-faktor kemundurannya hingga mengalami kehancurannya. Hal
ini tentu sangat menarik untuk dikaji, karena suatu dinasti yang begitu besar dengan
ditopang oleh perekonomian yang mapan serta kebudayaan maupun peradaban yang
tinggi perlahan-lahan mundur dan kemudian hancur.
a. Faktor Internal
Munculnya pertentangan antara Arab dan non Arab,perselisihan antara muslim
dengan non muslim, dan perpecahan di kalangan umat Islam sendiri telah
membawa kepada situasi kehancuran dalam pemerintahan. Disamping itu,
tampilnya gerakan-gerakan pembangkangyang berkedok keagamaan, seperti orangorang Qaramithah, Hasyasyin dan pihak-pihak lain turut memporak-porandakan
kesatuan akidah maupun nilai-nilai Islam yang bersih disepanjang masa 49.Selain itu
munculnya dinasti-dinasti kecil yang benar-benar menikmati independensi dari
daulat Abbasiyah, seperti bani Thulun dan Ikhsyid di Mesir. Bani Thahir di
Khurasam, bani Saman di Persia dan seberang sungai Oxus, orang-orang Ghaznawi
di Afganistan, Punjab, dan India. Bahkan bani Buwaihi, penganut Syiah Itsna
‘Asyariah ini berhasil menduduki kekhalifahan di Syiraz dan Persia. Kemudian
setelah Buwaihi tumbang digantikan oleh Saljuq yang Sunni50. Hal ini terjadi,
karena lemahnya kekhalifahan pusat.
Dengan adanya independensi dinasti-dinasti tersebut perekonomian pusat
menurun karena mereka tidak lagi membayar upeti kepada pemerintah pusat.
Sementara itu, di sisi lain meningkatnya ketergantungan pada tentara bayaran.
Pemakaian tentara bayaran berarti pengeluaran uang makin bertambah banyak,
karena kesetiaan mereka hanya didapat dengan uang51. Adapun faktor terpenting
yang membawa kehancurannya, adalah khalifah-khalifah Abbasiyah melalaikan
salah satu sendi Islam, yaitu jihad. Mereka terjerat dalam berbagai problematika
internal, sebab setelah Al Mu’tasim,tidak tercatat dalam sejarah adanya
peperangan52.
b. Faktor Eksternal
Sebelum kedatangan Hulagu, di bagian barat wilayah dinasti Abbasiyah telah
terjadi perang salib. Selama terjadi perang salib, di Bagdad sedang terjadi
keresahan. Ketika kerajaan mereka sedang terancam perang salib, mereka tidak
menyadari datangnya bahaya serangan-serangan bangsa Mongol53.
Bangsa Mongol yang biasa hidup nomaden, suka berperang, merampok dan
berburu, mudah bagi mereka untuk menaklukkan negara-negara jajahannya. Dinasti
Mongol didirikan oleh Jengis khan. Pada zamannya, bangsa Mongol
menghancurkan wilayah-wilayah Islam. Pada tahun 1212 M, orang-orang Mongol
berhasil menguasai Peking. Kemudian mereka mengalihkan serangannya kearah
barat. Satu demi satu kerajaan Islam ditaklukkannya. Transoxania dan Khawarizm
jatuh dalam kekuasaan Mongol pada tahun 1219-1220 M. Kerajaan Ghazna
dikalahkan pada tahun 1221. Azerbaijan pada tahun 1223 M dan Saljuk di Asia
kecil pada tahun 1243 M. Dari sini mereka meneruskan serangannya ke Eropa dan
Rusia.
Kemudian pada tahun 656 H / 1258 M. Hulagu cucu Jengiskan, menyerang dan
49 Abdul Uwais, Dirasah Li Suqut Tsalatsina Daulah al-Islamiyah, terjemahan Yudian
Wahyudi, 1994, Analisis Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyah, Pustaka
Surakarta, hlm. 106.
50 Abdul Uwais, terjemahan Yudian Wahyudi, 1994, hlm. 104-105.
51 W. Montgomery Watt, terjemahan Hartono Hadikusumo, 199, hlm.156-167.
52 Abdul Uwais, 1994, hlm. 106.
53 Hasan Ibrahim Hasan, [tt], hlm. 67-68

Mantiq,

16

memporak-porandakan Bagdad. Sebelumnya, mereka menyerang Persia. Kemudian
ia berhasil pula menghancurkan Hasyasyin di Alamut54. Kondisi Bagdad saat porakporanda, di mana-mana tercium bau yang menyengat. Ketika khalifah Al-Mu’tasim
keluar, ditemani oleh tigaratus pendukungnya, ia menyerah tanpa syarat kepada
Hulagu. Kemudian Hulagu memerintahkanagar mereka semua di bunuh. Akibatnya,
berakhirlah kekuasaan daulat Abbasiyah. Jika daulat ini mampu mempersatukan
atau mengkoordinasikan berbagai daulah yang berada di bawah kekuasaannya serta
menegakkan prinsip jihad abadit.

BAB V
PERKEMBANGAN ISLAM PADA PERIODE MODERN
(1800-Sekarang)
Periode ini merupakan kebangkitan Zaman Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di
Mesir yang berakhir di tahun 1801, membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir,
akan kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping kemajuan dan kekuatan Barat. Raja
dan pemuka-pemuka Islam mulai berfikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance of
power, yang telah pincang dan membahayakan Islam. Kontak Islam dengan Barat sekarang
berlainan sekali dengan kontak Islam dengan Barat di periode klasik. Pada waktu itu Islam
54 Hasan Ibrahim Hasan, [tt], hlm. 67-68

17

sedang menaik dan Barat sedang dalam kegelapan. Sekarang, sebaliknya sedang dalam
kegelapan dan Barat sedang menaik. Kini Islam yang ingin belajar dari Barat.
Dengan demikian timbullah apa yang disebut pemikiran dan aliran pembaharuan atau
modernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran
bagaimana caranya membuat umat Islam maju kembali sebagai di periode klasik.Usahausaha ke arah itupun mulai dijalankan dalam kalangan umat Islam. Tetapi dalam pada itu,
Barat juga bertambah maju.55
1. Kerajaan dan Negara Islam Beserta Era Pembaharuannya
a. Kerajaan Mughal India
Kerajaan Mughal di India merupakan salah satu kerajaan Islam terbesar di dunia
yang tidak dapat dihilangkan dalam lintasan sejarah peradaban umat Islam. Pendiri
kerajaan ini adalah Zahiruddin Muhammad, dikenal dengan Babur yang berarti singa.
Babur hanya dapat menikmati usaha merintis kerajaan Mughal selama lima tahun.
Setelah wafat (1530 M), pemerintahan diteruskan oleh puteranya yang bernama
Humayun. Tidak berbeda dengan ayahnya, ia juga menghiasi kepemimpinannya
dengan peperangan.
Pergantian demi pergantian raja terus berlanjut, dari Sultan Akbar hingga
Aurangzeb. Setelah wafatnya Aurangzeb, raja-raja kerajaan tercatat semakin
melemah. Kerajaan Mughal tidak hanya sebagai simbol dan lambang belaka, bahkan
raja hanya diberi gaji oleh kolonial Inggris yang telah datang untuk biaya hidup
tinggal di istana.
Dengan fenomena ikut andilnya Negara Inggris, maka muncul dan menciptakan
ide pembaharuan. Ide ini dicetuskan oleh Shah Waliyullah Dehalwi (abad ke-18) yang
telah menyebar ke seluruh India. Salah satu muridnya, Shah Abdul Azizi, berusaha
membersihkan ajaran-ajaran agama yang bukan dari Islam. Ia berprinsip daerahdaerah yang dikuasai selain Islam, harus segera direbut kembali. Dengan semangat
tersebut, ia bersama para murid melakukan perlawanan terhadap hegeemoni
kekuasaan colonial Inggris. Namun, akhirnya ia terbunuh dalam sebuah pertempuran
di Balakot.56
Meski terbunuhnya tokoh di atas, tidak menciutkan nyali para tokoh lainnya.
Maka muncul baru dari tokoh-tokoh Islam di India yang ingin berjuang untuk
55 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1979), hal. 88-89
56 M. Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka Book Publisher,
2207), hal.314-321

18

kemerdekaan India dari penjajah. Salah satunya adalah Sayyid Ahmad Khan. Ia
mengajak umat Islam untuk belajar bahasa Inggris, dan melakukan politik kompromi
dengan Inggris. Dalam berbagai tulisan, seminar dan pidato, Ahmad Khan
menyampaikan misinya yaitu menginginkan agar umat Islam mendirikan Negara
sendiri, jangan bercampur dengan umat Hindu. Karena umat Islam akan tersisih
menjadi minoritas.
Pada 1885, orang India bergabung denganpartai politk all Indian National
Congress, tujuannya adalah untuk mendapatkan kemerdekaan, baik kelompok Islam
maupun non muslim dalam satu wadah. Namun, tokoh-tokoh muslim mulai berpikir
kembali bahwa imat Islam di India harus memiliki Negara sendiri, maka terbentuklah
Partai Liga Muslim pada tahun 1906 di Dhaka atas prakarsa Nawab Vikarul Mulk dan
Sir Salimullah.
Usaha tersebut tidak sia-sia. Pada 15 Agustus 1947, mendapatkan tujuan yang
dimaksud, yaitu memperoleh kemerdekaan dan mendirikan negara sendiri yang
berbasis Islam.

Negara itu dinamai Pakistan, dengan presiden pertamanya Ali

Jinnah.57
b. Mesir
Mesir mulai zaman modern ketika terjadi persinggungan antara Barat (perancis)
dan Mesir dengan ekspedisi Napoleon tahun 1798. Ketika Perancis angkat kaki dari
Mesir pemerintahan diganti oleh Muhammad Ali Pasya sebagai gubernur Turki
Usmani58. Ia memulai memodernisir Mesir, terutama di bidang militer dan berkuasa
hingga tahun 1848 yang kemudian digantikan oleh anaknya, Ibrahim Pasya.
Tahun 1882 terjadi pemberontakan Urabi Pasya terhadap Inggris yang menguasai
Mesir. Negeri lembah Nil itu baru merdeka dari Inggris tahun 1922. keturunan
Muhammad Ali Pasya berkuasa di Mesir hingga tahun 1953, ketiak Mesir dipimpin
oleh Raja Faruq. Kemudian digantikan oleh Muhammad Naguib dan Mesir berubah
menjadi negara Republik. Ia menggalang persatuan dengan Syiria yang diberi nama
Republik Persatuan Arab pada tahun 1958. Namun, persatuan itu tidak lama, hanya
sampai September 1961.
c. Turki
Bangsa Turki tercatat dalam sejarah Islam dengan keberhasilannya mendirikan
dua dinasti yaitu Dinasti Turki Saljuk dan Dinasti Turki Usmani. Di dunia Islam, ilmu
57 Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, Hal. 188
58 Jaih Mubarok, Sejarah Perdaban Islam, (Bandung: Pustaka Islamika,2008), cet. I, h.
227

19

pengetahuan modern mulai menjadi tantangan nyata sejak akhir abad ke-18, terutama
sejak Napoleon Bonaparte menduduki Mesir pada tahun 1798 dan semakin meningkat
setelah sebagian besar dunia Islam menjadi wilayah jajahan atau dibawah pengaruh
Eropa.akhirnya serangkaian kekalahan berjalan hingga memuncak dengan jatuhnya
dinasti Usmani di Turki. Proses ini terutama disebabkan oleh kemjuan tekhnologi
barat. Setelah pendudukan Napoleon, Muhammad Ali memainkan peranan penting
dalam kampanye militer melawan Perancis. Ia diangkat oleh pengusaha Usmani
menjadi Pasya pada tahun 1805 dan memerintah Mesir hingga tahun 1894
Buku-buku ilmu pengetahuan dalam bahasa Arab diterbitkan. Akan tetapi, saat itu
terdapat kontroversial percetakan pertama yang didirikan di Mesir ditentang oleh para
ulama karena salah satu alatnya menggunakan kulit babi. Muhammad Ali Pasya
mendirikan beberapa sekolah tekhnik dengan guru-gurunya dari luar negaranya. Ia
mengirim lebih dari 4000 pelajar ke Eropa untuk mempelajari berbagai ilmu
pengetahuan dan tekhnologi.
Kebudayaan turki merupakan perpaduan antara kebudayaan Persia, Bizantium dan
Arab. Dari kebudayaan Persia, mereka banyak menerima ajaran-ajaran tentang etika
dan tatakrama kehidupan kerajaan atau organisasi pemerintahan. Prinsip kemiliteran
mereka dapatkan dari Bizantium, sedangkan dari Arab, mereka mendapat ajaran
tentang prinsip ekonomi, kemasyarakatan, dan ilmu pengetahuan.
Orang-orang Turki Usmani dikenal sebagai bangsa yang senang dan mudah
berasimilasi dengan bangsa lain dan bersikap terbuka terhadap kebudayaaan luar. Para
ilmuwan ketika itu tidak menonjol. Namun demikian, mereka banyak berkiprah dalam
pengembangan seni arsitektur Islam berupa bangunan-bangunan masjid yang indah
seperti masjid Sultan Muhammad Al Fatih, masjid Sulaiman, dan masjid Abu Ayub Al
Ansari. Masjid-masjid tersebut dihiasi pula dengan kaligrafi yang indah. Salah satu
masjid yang terkenal dengan keindahan kaligrafinya adalah masjid yang awalnya
berasalh dari gereja Aya Sophia.
Islam dan kebudayaannya tidak hanya merupakan warisan dari masa silam yang
gemilang, namun juga salah satu kekuatan penting yang cukup diperhitungkan dunia
dewasa ini. Al Qur’an terus menerus dibaca dan dikaji oleh kaum muslim. Budaya
Islam pun tetap merupakan faktor pendorong dalam membentuk kehidupan manusia
di permukaan bumi.
Toleransi beragama merupakan salah satu kebudayaan Islam dan tidak ada
satupun ajaran Islam yang bersifat rasialisme. Dalam hal ini, agama yang ditegakkan
20

oleh Nabi Muhammad mengandung a