Subjek Hukum Internasional (1) subjek hukum ekonomi

BAB I
PENDAHULUAN

Subjek Hukum Internasional adalah pemegang (segala) hak dan kewajiban
yang telah ditentukan di dalam Hukum Internasional itu sendiri. Subjek Hukum
Internasional dapat pula diartikan sebagai pengemban hak-hak dan kewajibankewajiban yang diatur di dalam suatu kaidah Hukum Internasional.
Salah satu yang menjadi subjek Hukum Internasional adalah negara yang
merdeka dan berdaulat, artinya haruslah negara yang berdiri sendiri dan tidak
tergantung kepada keberadaan negara lain. Namun dikarenakan oleh zaman yang
selalu mengalami perubahan dan perkembangan, maka baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat memberikan pengaruh pula terhadap subjek Hukum
Internasional. Pengaruh yang dimaksud tersebut adalah munculnya berbagai
macam subjek Hukum Internasional selain negara (non-state actor).
Sebagai pengemban hak dan kewajiban yang bersifat internasional, maka
para subjek Hukum Internasional sekiranya harus memberikan perhatian yang
cukup serius terhadap pemahaman mengenai apa yang menjadi haknya dan apa
pula yang menjadi kewajibannya. Pemahaman mengenai hak dan kewajiban
tersebut dirasakan sangat penting terkait dengan dalam hal pada saat para subjek
Hukum Internasional mengadakan hubungan dengan negara-negara lain.
Hak dan kewajiban para subjek Hukum Internasional merupakan salah
satu persoalan yang cukup penting, dikarenakan hal ini dalam rangka upaya

pencegahan terjadinya suatu sengketa/konflik internasional diantara para subjek
Hukum Internasional. Konflik yang bersifat internasional tersebut dapat terjadi
kapanpun dan dimanapun, baik antara negara yang satu dengan negara yang lain,
antara negara dengan subjek Hukum Internasional selain negara, maupun antar
subjek Hukum Internasional selain negara.

1

BAB II
TUJUAN PEMBELAJARAN

Adapun tujuan pembelajaran yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui macam-macam subjek Hukum Internasional
selain negara (non-state actor), beserta hak dan kewajibannya.
2. Untuk mengetahui syarat-syarat agar dapat dikategorikan sebagai
subjek Hukum Internasional.

2

BAB III

PEMBAHASAN

A. Macam-Macam Subjek Hukum Internasional Selain Negara (NonState Actor)
Pada awal mula lahirnya dan tumbuhnya Hukum Internasional,
hanya negara yang dipandang sebagai subjek Hukum Internasional. Hal ini
dapat dimengerti karena pada masa awal tersebut dapat dikatakan tidak ada
atau bahkan jarang sekali adanya pribadi-pribadi Hukum Internasional selain
negara yang melakukan hubungan-hubungan Internasional.1
Kemudian sejak akhir Perang Dunia II, masyarakat internasional telah
mengalami perubahan yang mendalam dimana terjadi transformasi yang
bersifat horizontal dan yang bersifat vertikal. Transformasi yang bersifat
horizontal dapat diartikan sebagai menjamurnya aktor-aktor baru sehingga
komposisi masyarakat internasional sekarang tidak lagi bersifat homogen
seperti di masa lalu. Sedangkan, transformasi yang bersifat vertikal yaitu
tampilnya bidang-bidang baru yang beraneka ragam dengan jumlah yang
banyak, sehingga memperluas ruang lingkup Hukum Internasional itu sendiri.
Jadi, dapat disimpulkan dari kedua transformasi ini telah menyebabkan arti
dan peranan dari Hukum Internasional semakin lebih kompleks.2
Munculnya berbagai organisasi dan pribadi Hukum Internasional lain
yang


secara

aktif

terlibat

dalam

hubungan-hubungan

internasional,

menjadikan hubungan internasional tersebut mengalami pergeseran yang
cukup fundamental sehingga secara otomatis membutuhkan prinsip-prinsip
serta kaidah-kaidah hukum Internasional baru untuk mengaturnya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan hukum internasional semakin
lama semakin luas dan kompleks sehingga pandangan yang mengatakan

1 I Wayan Phartiana, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Mandar Maju, 2003, hlm.85.

2 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global, Bandung: PT Alumni, 2001, hlm. 49-50.

3

bahwa negara sebagai satu-satunya subjek Hukum Internasional harus sudah
ditinggalkan.3
Macam-macam subjek Hukum Internasional selain negara antara lain:
1. Organisasi Internasional
Malcolm Shaw mengatakan bahwa, “International organisations
have played a crucial role in the sphere of international personality” 4
yang dapat diartikan sebagai, “Organisasi-organisasi internasional
memiliki peran penting terhadap subjek Hukum Internasional”.
Munculnya gagasan untuk membentuk organisasi internasional adalah
dikarenakan adanya pendapat Hugo Grotius yang mengatakan, ketika
penyelesaian masalah dalam pengadilan gagal, maka perang akan terjadi.
Jika negara-negara ingin tetap bertahan dalam keadaan alami dunia yang
anarki/dibawah kekuasaan diktator, maka alternatifnya yaitu dengan
menciptakan suatu komunitas internasional. Ide ini yang kemudian
mengilhami munculnya organisasi-organisasi internasional.

Pasca Perang Dunia I yang banyak menghancurkan Dunia Eropa,
ide tentang organisasi dunia dirasakan semakin perlu diwujudkan demi
menjaga perdamaian dan kebaikan bersama masyarakat dunia. Pada
tahun 1899 hingga 1907 diadakan Konferensi Internasional untuk
Perdamaian dan 44 negara berdaulat mengirimkan wakilnya untuk
menghadiri konferensi tersebut, sehingga terbentuklah Liga BangsaBangsa (LBB). Namun, dikarenakan gagalnya LBB dalam menjaga
keamanan dan mencegah terjadinya Perang Dunia II, maka diperlukan
revisi ide organisasi internasional. Kemudian setelah terjadinya PD II,
dibentuklah organisasi internasional yang menggantikan LBB, yaitu
Perserikatan

Bangsa-Bangsa

(PBB)5

yang

bermaksud

untuk


menyelamatkan manusia-manusia dari siksaan perang, serta6:
3 Ibid., hlm. 87.
4 Malcolm N. Shaw, International Law, New York: Cambridge University Press, 2008, hlm. 259.
5 Wildan Al-Fringgi. “Sejarah Singkat Organisasi Internasional: Resume International
Organization and Democracy karya Thomas D. Zeifel”. <
https://www.academia.edu/8242470/Sejarah_Singkat_Organisasi_Internasional_Sebuah_Resume_
>. [26/03/2016].

4

a. Memperkuat keyakinan hak-hak dasar manusia, kemuliaan dan
derajat tinggi manusia, hak-hak yang sama dari pria dan wanita
segala bangsa;
b. Menciptakan suasana keadilan dan penghargaan terhadap kewajibankewajiban yang timbul dari perjanjian internasional dan lainnya,
sehingga sumber Hukum Internasional dapat dipelihara;
c. Memajukan masyarakat dan meningkatkan hidup yang baik dalam
suasana kemerdekaan yang lebih luas;
d. Mempersatukan kekuatan supaya perdamaian dan keamanan
internasional tetap terpelihara;

Sejak pada tahun 1960-an, sebanyak 80 negara menjadi
independen dan dekolonisasi semakin banyak. Pada tahun 1991 sebanyak
113 negara telah meratifikasi Perjanjian Tentang Hak-Hak Sipil dan
Politik. Hal ini menunjukkan kemajuan besar partisipasi dalam organisasi
internasional termasuk negara-negara yang baru merdeka. Selanjutnya
pada dekade akhir abad ke-20, banyak munculnya organisasi yang
bersifat regional seperti Uni Eropa, institusi kerjasama multilateral
seperti IMF (International Monetary Fund), World Bank, dan WTO
(World Trade Organization), serta institusi untuk menjalin kerjasama
dalam keamanan seperti NATO (North Atlantic Treaty Organization).7
Kedudukan organisasi internasional sebagai subjek Hukum
Internasional kini tidak diragukan lagi. Organisasi internasional seperti
PBB dan Organisasi Buruh Internasional (ILO) mempunyai hak dan
kewajiban yang ditetapkan dalam konvensi-konvensi internasional yang
merupakan semacam anggaran dasarnya.8
2. Palang Merah Internasional (International Committee for the Red Cross /
ICRC)
6 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013,
hlm. 220-221.
7 Wildan Al-Fringgi, Loc.Cit.

8 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: PT
Alumni, 2003, hlm. 101.

5

Palang Merah Internasional yang berkedudukan di Jenewa
mempunyai tempat tersendiri dalam sejarah Hukum Internasional. Boleh
dikatakan bahwa organisasi ini sebagai suatu subjek hukum yang lahir
karena sejarah, walaupun kemudian kedudukannya diperkuat dalam
perjanjian dan Konvensi-konvensi Palang Merah (sekarang Konvensi
Jenewa Tahun 1949 Tentang Perlindungan Korban Perang).9
ICRC

merupakan

produk

dari

inisiatif


pribadi,

yaitu

pembentukannya tidak berdasarkan inisiatif/perjanjian internasional antar
beberapa negara sebagaimana organisasi internasional pada umumnya,
melainkan atas inisiatif pribadi Henry Dunant dan rekan-rekannya. ICRC
pun dibentuk berdasarkan hukum perdata Swiss, namun melalui berbagai
tugas yang dibebankan kepadanya oleh Konvensi Jenewa dan protokol
tambahannya. ICRC memperoleh status internasionalnya yang mana status
tersebut memberikan hak ICRC untuk melaksanakan misinya di seluruh
dunia serta memungkinkan untuk melakukan hubungan dengan negara lain
dengan membuka perwakilan dan menyebarkan delegasinya.
ICRC memperoleh mandat untuk melaksanakan fungsinya sebagai
penengah netral dalam konflik bersenjata. ICRC bertanggung jawab
menyebarluaskan hukum dan prinsip-prinsip humaniter dan mengamati
perkembangan serta pelaksanaannya di dalam dan di luar Gerakan Palang
Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa ICRC memiliki kewenangan terbatas yaitu hanya dalam

bidang hukum humaniter, khususnya perlindungan korban perang. ICRC
untuk dapat menjalankan tugasnya memiliki dasar hukum yang terdiri dari
dua jenis, yaitu10:
a. Perjanjian Internasional (Konvensi Jenewa 1949 dan protokolnya);
selama konflik bersenjata internasional, kegiatan ICRC diatur dalam
Konvensi Jenewa dan Protokol I yang mengakui hak ICRC untuk
melakukan kegiatan tertentu seperti membantu korban luka, sakit,
9 Ibid.
10Status ICRC dalam Hukum Internasional.
. [26/03/2016].

6

karam, mengunjungi tawanan perang, dan menolong penduduk sipil.
Sedangkan selama konflik intern, ICRC bekerja berdasarkan Pasal 3
Bagian Umum Konvensi Jenewa dan Protokol II dimana ICRC
berhak untuk menawarkan operasi bantuan dan kunjungan kepada
tahanan.
b. Statuta Gerakan Palang Merah Internasional; dalam situasi yang
bukan berupa konflik bersenjata, misalnya gangguan keamanan

dalam negeri, ICRC mendasarkan kegiatannya pada Statuta Gerakan
yang memberi hak ICRC untuk bertindak dalam masalah-masalah
kemanusiaan sebagai lembaga penengah yang netral dan mandiri.
3. Takhta Suci (Vatikan)
Takhta Suci merupakan contoh suatu subjek Hukum Internasional
yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Hal ini merupakan
peninggalan-peninggalan sejarah sejak zaman dahulu, ketika Paus bukan
hanya merupakan kepala gereja Roma, tetapi memiliki pula kekuasaan
duniawi. Hingga sekarang, Takhta Suci mempunyai perwakilan diplomatik
di banyak ibukota terpenting di dunia yang sejajar kedudukannya dengan
wakil diplomatik negara lain. Hal tersebut terjadi setelah diadakannya
perjanjian antara Italia dengan Takhta Suci pada tanggal 11 Februari 1929
(Lateran Treaty) yang mengembalikan sebidang tanah di Roma kepada
Takhta Suci dan memungkinkan didirikannya negara Vatikan, yang dengan
perjanjian itu sekaligus dibentuk dan diakui.11
Perjanjian Lateran dapat dipandang sebagai pengakuan Italia atas
eksistensi Takhta Suci sebagai subjek Hukum Internasional yang berdiri
sendiri. Tugas dan kewenangan Takhta Suci hanya terbatas dalam bidang
kerohanian dan kemanusiaan.12 Hal ini dipertegas oleh Malcolm Shaw
yang mengatakan bahwa, “The Holy See as a sovereign subject of
international law, it has a mission of an essentially religious and moral
order, universal in scope, which is based on minimal territorial
11 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm. 100.
12 I Wayan Phartiana, Op.Cit., hlm. 125.

7

dimensions guaranteeing a basis of autonomy for the pastoral ministry of
the Sovereign Pontiff”.13
4. Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa (Insurgent and Belligerent)
Kaum pemberontak (insurgent) pada awalnya muncul sebagai
akibat dari masalah dalam negeri suatu negara yang berdaulat. Sebagai
contoh dari kaum ini yaitu pemberontakan bersenjata yang terjadi dalam
suatu negara yang dilakukan oleh sekelompok orang melawan pemerintah
yang sedang berkuasa. Dengan demikian, hukum yang berlaku terhadap
peristiwa pemberontakan tersebut adalah Hukum Nasional dari negara
yang

bersangkutan.

Hukum

Internasional

pada

hakikatnya

tidak

mengaturnya karena hal itu merupakan masalah dalam negeri suatu
negara, kecuali melarang negara lain untuk mencampurinya tanpa
persetujuan negara tempat terjadinya pemberontakan tersebut.14
Hingorani berpendapat bahwa tidak ada yang dinamakan dengan
pengakuan pemberontak, yang ada hanyalah pengakuan kepada pihak yang
bersengketa (belligerent). Apabila kaum pemberontak menguasai wilayah
tertentu, membentuk pemerintahan sendiri dan bersedia menaati hukum
perang, maka pengakuan yang diberikan kepadanya adalah pengakuan
beligerensi.

Kaum

beligerensi

dapat

diakui

negara

lain

yang

dilatarbelakangi untuk mengakui keberadaan mereka dan melindungi
kepentingan wilayah yang diduduki kaum beligerensi.
Slomansohn berpendapat bahwa kaum beligerensi memperoleh
hak-hak tertentu, antara lain hak memblokade, hak mengunjungi, hak
mencari, dan hak merampas barang-barang yang diduga milik musuh di
laut lepas. Terkait dengan pemberian pengakuan beligerensi, negara yang
hendak mengakuinya harus menyatakan sikap netral karena jika tidak,
negara tersebut dapat dianggap telah campur tangan terhadap urusan dalam
negeri suatu negara.15
13 Malcolm N. Shaw, Op.Cit., hlm. 244.
14 I Wayan Phartiana, Op.Cit., hlm. 127-128.

8

Menurut Oppenheim-Lauterpacht, kelompok beligerensi dapat
digolongkan sebagai subjek Hukum Internasional apabila memenuhi
syarat sebagai berikut16:
a. Adanya perang saudara disertai dengan pernyataan hubungan
permusuhan antara negara yang bersangkutan dengan kaum
pemberontak;
b. Kaum pemberontakan itu harus menguasai/menduduki sebagian dari
wilayah negara yang bersangkutan;
c. Adanya penghormatan atas peraturan-peraturan hukum perang oleh
kedua pihak (negara yang bersangkutan dengan kaum pemberontak);
d. Adanya kebutuhan praktis bagi pihak/negara-negara ketiga untuk
menentukan sikapnya terhadap perang saudara tersebut.
5. Individu (Orang-perorangan)
Individu dalam arti yang terbatas sudah agak lama dapat dianggap
sebagai subjek Hukum Internasional. Dalam perjanjian Perdamaian
Versailles tahun 1919 yang mengakhiri PD I antara Jerman dengan Inggris
dan Perancis, dengan masing-masing sekutunya sudah terdapat pasal-pasal
yang memungkinkan individu dapat mengajukan perkara ke hadapan
Mahkamah Arbitrase Internasional. Dengan demikian, sudah ditinggalkan
dalil lama yang mengatakan bahwa hanya negara yang dapat menjadi
pihak di hadapan peradilan internasional. Satu hal yang pasti adalah
seseorang dapat dianggap langsung bertanggung jawab sebagai individu
bagi kejahatan perang dan kejahatan terhadap perikemanusiaan.17
Pertumbuhan

dan

perkembangan

kaidah-kaidah

Hukum

Internasional yang memberikan hak dan kewajiban, serta tanggung jawab
langsung kepada individu semakin bertambah pesat setelah PD II.
Lahirnya Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10

15 Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Bandung: Keni Media, 2011,
hlm. 97-100.
16 I Wayan Phartiana, Op.Cit., hlm. 131.
17 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, Op.Cit., hlm. 103-106.

9

Desember 1948 diikuti lahirnya beberapa konvensi Hak Asasi Manusia
(HAM) pada berbagai kawasan seperti di Eropa, Amerika, dan Afrika,
Hak-hak yang tercantum dalam Universal Declaration of Human
Rights antara lain, hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai
individu, berhak untuk tidak diperbudak, hak untuk tidak disiksa, hak
untuk diakui di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia
berada18, serta hak-hak asasi lainnya wajib ditaati dan dihormati oleh para
subjek Hukum Internasional lainnya.
B. Kedudukan BLA (Bandung Liberation Army), ICRC (International
Committee of the Red Cross), UNSG (United Nations Secretary
General), dan Da Luiz Alves
Sebelumnya akan disebutkan terlebih dahulu terkait dengan syarat
syarat agar dapat dikategorikan sebagai subjek Hukum Internasional. Perlu
diketahui bahwa agar suatu entitas dapat dikatakan telah memiliki
personalitas Hukum Internasional, maka entitas tersebut harus memiliki
beberapa kecakapan tertentu. Kecakapan yang dimaksud antara lain,
yaitu19:
1. Mampu mendukung hak dan kewajiban internasional (capable of
possessing international rights and duties);
2. Mampu melakukan tindakan tertentu yang bersifat internasional
(endowed with the capacity to take certain types of action on
international plane);
3. Mampu menjadi pihak dalam pembentukan perjanjian internasional
(they have related to capacity to treaties and agreements under
international law);
4. Mampu melakukan penuntutan terhadap pihak yang melanggar
kewajiban internasional (the capacity to make claims for breaches of
international law);
18 I Wayan Phartiana, Op.Cit., hlm. 141-142.
19 Maharta Yasa. “Subjek Hukum Internasional”. < fl.unud.ac.id/block-book/HI/.../Subyek
%20Hukum%20Internasional.ppt>. [29/03/2016].

10

5. Memiliki kekebalan dari pengaruh/penerapan yurisdiksi nasional
suatu negara (the enjoyment of privileges and immunities from
national jurisdiction);
6. Dapat menjadi anggota dan berpartisipasi dalam keanggotaan suatu
organisasi internasional (the question of international legal
personality may also arise in regard to membership or participation
in international bodies).
Kedudukan BLA dapat dikategorikan sebagai subjek Hukum
Internasional yaitu sebagai pemberontak (insurgent), hal ini dapat terlihat
dalam course manual Hukum Internasional yang menguraikan bahwa BLA
merupakan pemberontak ekstrem yang berbasis di Bandung, menduduki
dan mengendalikan sebagian wilayah dari Provinsi Jawa Barat. Selain itu,
dapat terlihat pula bahwa dalam melaksanakan aksinya BLA menggunakan
senjata. Sehingga, dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa BLA telah
memenuhi syarat untuk digolongkan sebagai kaum pemberontak
(insurgent).
BLA belum dapat dikategorikan sebagai pihak dalam sengketa
(belligerent) hal ini dikarenakan BLA belum memenuhi semua syarat
untuk dapat dikategorikan sebagai kaum beligerensi, seperti yang telah
dikemukakan oleh Oppenheim dan Lauterpacht. Adapun syarat yang
belum

terpenuhi

diantaranya

yaitu,

belum

adanya

pengakuan

penghormatan atas peraturan-peraturan hukum perang oleh kedua pihak
(negara yang bersangkutan dengan kaum pemberontak) dan belum adanya
kebutuhan praktis bagi pihak/negara-negara ketiga untuk menentukan
sikapnya terhadap kaum pemberontak yang ada di suatu negara yang
bersangkutan.
Sedangkan, kedudukan ICRC atau Palang Merah Internasional
sudah dapat terlihat jelas bahwa ICRC adalah salah satu subjek Hukum
Internasional. Hal ini dapat diketahui pula dalam course manual Hukum
Internasional bahwa ICRC terbang di atas wilayah Bandung menggunakan
helikopter untuk melakukan misi pemetaan, evaluasi jalur darat, dan

11

evaluasi areal pendaratan yang akan digunakan untuk mengirim bantuan
kemanusiaan,

dimana

pengiriman

bantuan

kemanusiaan

tersebut

merupakan salah satu tugas dari ICRC itu sendiri.
UNSG (Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa) sudah
dapat kita ketahui dengan jelas bahwa kedudukannya pada kasus posisi
course manual adalah sebagai salah satu subjek Hukum Internasional yaitu
organisasi internasional. Perlu diketahui bahwa, PBB menyelenggarakan
kegiatannya melalui 6 (enam) alat perlengkapan utamanya, salah satu
diantaranya yaitu Sekretariat yang terdiri atas seorang Sekretaris Jenderal
dan stafnya.20sehingga berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
Sekretaris Jenderal PBB merupakan subyek Hukum Internasional, yaitu
sebagai salah satu organisasi internasional. Pada course manual diuraikan
bahwa terjadi penandatanganan perjanjian internasional antara UNSG,
ICRC, dengan BLA tentang penyerahan kotak hitam helikopter milik
ICRC dimana dapat disimpulkan bahwa UNSG telah melaksanakan salah
satu hak yang dimiliki oleh organisasi internasional, yaitu mengadakan
hubungan

dengan

subjek

Hukum

Internasional

lainnya

melalui

penandatanganan perjanjian internasional.
Kemudian, mengenai Da Luiz Alvez yang merupakan seorang
penduduk Timor Leste dan salah satu korban yang tewas pada peristiwa
jatuhnya helikopter akibat dari tindakan BLA, dapat digolongkan sebagai
salah satu subjek Hukum Internasional, khususnya yaitu individu (orangperorangan). Hal ini dikarenakan, pada course manual dijelaskan bahwa
Da Luiz Alvez pada saat itu tengah bekerja di bawah mandat UNSG
sebagai mediator dalam rangka bernegosiasi dengan BLA untuk
mengambil alih kotak hitam helikopter tersebut. Namun, dikarenakan
helikopter dengan nomor penerbangan 212 milik ICRC jatuh akibat
tindakan BLA yang menghujani helikopter tersebut dengan senjata mesin
anti-pesawat, maka Da Luiz Alves gagal menjadi mediator.

21

Selain itu,

20 R. Abdoel Djamali, Op.Cit., hlm. 226.
21 Course Manual Hukum Internasional. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. 2015. hlm. 910.

12

telah

disebutkan

sebelumnya

mengenai

syarat-syarat

agar

dapat

digolongkan sebagai subjek Hukum Internasional dan berdasarkan syaratsyarat tersebut Da Luiz Alves telah memenuhinya sebagai salah satu
subjek Hukum Internasional, yaitu individu.

Kalimat pernyataan:
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas ini dibuat oleh saya sendiri
tanpa bekerja sama dengan pihak lain. Adapun sumber kutipan dan referensi yang
digunakan dalam tugas ini telah saya cantumkan sesuai dengan pedoman
penulisan karya ilmiah di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Apabila
pernyataan ini terbukti sebaliknya, saya bersedia menerima sanksi akademik yang
berlaku di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

13

Bandung, 30 Maret 2016

Yola Maulin Peryogawati
110110140192

BAB IV
PENUTUP

Berdasarkan paparan tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
terdapat berbagai macam subjek Hukum Internasional selain negara (non-state
actor). Subjek Hukum Internasional selain negara yang dimaksud antara lain,
yaitu Organisasi Internasional, Palang Merah Internasional, Takhta Suci (Vatikan),
Individu, serta Pemberontak dan Pihak dalam Sengketa. Munculnya para subjek
Hukum Internasional selain negara ini antara lain dikarenakan adanya perubahan
serta perkembangan zaman yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Selain itu
perlu diketahui bahwa untuk menentukan dapat tidaknya digolongkan sebagai

14

subjek Hukum Internasional, tentunya harus memenuhi persyaratan agar dapat
digolongkan ke dalam subjek Hukum Internasional.
Adanya

perubahan

dan

perkembangan

zaman

dalam

kehidupan

masyarakat tersebut, sehingga menyebabkan munculnya berbagai organisasi dan
pribadi Hukum Internasional lain yang secara aktif terlibat dalam hubunganhubungan internasional, kemudian menjadikan hubungan internasional mengalami
pergeseran yang cukup fundamental sehingga secara otomatis membutuhkan
prinsip serta kaidah hukum Internasional baru untuk mengaturnya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa hubungan hukum internasional semakin lama
semakin luas dan kompleks sehingga pandangan yang mengatakan bahwa negara
sebagai satu-satunya subjek Hukum Internasional harus sudah ditinggalkan.

15

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Boer Mauna. Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era
Dinamika Globa., Bandung: PT Alumni. 2001.
Huala Adolf. Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional. Bandung: Keni
Media. 2011.
I Wayan Phartiana. Pengantar Hukum Internasional. Bandung: Mandar Maju.
2003.
Malcolm N. Shaw. International Law. New York: Cambridge University Press.
2008.
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes. Pengantar Hukum Internasional.
Bandung: PT Alumni,.2003.
R. Abdoel Djamali. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. 2013.
Internet
Maharta Yasa. “Subjek Hukum Internasional”. < fl.unud.ac.id/blockbook/HI/.../Subyek%20Hukum%20Internasional.ppt>. [29/03/2016].
Status ICRC dalam Hukum Internasional.
. [26/03/2016].
Wildan Al-Fringgi. “Sejarah Singkat Organisasi Internasional: Resume
International Organization and Democracy karya Thomas D. Zeifel”. <
https://www.academia.edu/8242470/Sejarah_Singkat_Organisasi_Internasio
nal_Sebuah_Resume_>. [26/03/2016].
Lainnya
Course Manual Hukum Internasional. Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran.
2015.

16