Kopi di warung kopi cafe (4)

Materi IV-b:� Pengolahan Kopi

1. Pendahuluan

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh International Coffee Organization (ICO), terlihat bahwa
produksi kopi dunia selama tahun 1998 s/d 2001mengalami peningkatan cukup signifikan dan
melampaui tingkat konsumsi dunia. Kondisi seperti ini menyebabkan kelebihan pasokan (over supply)
lebih dari 40% dari kebutuhan pasar. Beberapa faktor yang diduga menjadi penyebabnya adalah
produksi kopi Brazil stabil pada tingkat yang tinggi; terjadinya peningkatan produksi kopi yang tajam
di Vietnam; peningkatan produksi pada beberapa produsen utama seperti Meksiko, India,
Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia, serta stabilnya tingkat produksi kopi di Indonesia dan
Kolumbia.

Brazil sebagai produsen utama kopi dunia, produksinya stabil diatas 31 juta karung per tahun selama
3 (tiga) tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya produksinya selalu berfluktuasi dan
terendah mencapai sekitar 16 juta karung. Kondisi yang serupa juga terjadi di Indonesia (berkisar
antara 5,8 juta � 8,5 juta karung) dan Kolumbia relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi pada
kisaran 9,3 � 12,9 juta karung. Vietnam sebagai negara produsen kopi baru menunjukkan
perkembangan produksi kopi hampir 3 kali lipat selama 5 tahun terakhir.

Total produksi kopi dunia selama 3 tahun terakhir menunjukkan tingkat yang stabil dan tinggi (sekitar

113 juta karung) yang jauh diatas tingkat konsumsi kopi dunia. Sementara itu, perkembangan
konsumsi kopi dunia relatif stabil dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Pada tahun 2000 , konsumsi
kopi dunia diperkirakan sekitar 102 juta karung per tahun, hal ini disebabkan konsumsi kopi di negara
konsumen utama seperti Amerika Serikat dan Eropa Barat sudah mendekati titik jenuh, sedangkan
peningkatan konsumsi kopi di negara lainnya masih rendah. Sebagai dampaknya terjadi akumulasi
stok kopi dunia (over supply) sehingga menyebabkan harga kopi dunia terus tertekan.

Perkembangan harga kopi dunia selama 3 tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh terjadinya surplus
pasokan kopi. Pada tahun 1998, harga kopi dunia berdasarkan indikator ICO berada diatas US $c
108/lb, selanjutnya harga terus melemah menjadi US$c 85,72/lb pada tahun 1999 dan pada tahun
2000 terus melemah menjadi US$c 64,25/lb. Keadaan serupa juga terjadi pada triwulan kempat
tahun 2000 baik di bursa London maupun di New York. Melemahnya harga kopi robusta di pasar
bursa London dan harga kopi arabika di pasar bursa New York terutama dipicu oleh meningkatnya
ekspor kopi dari Vietnam yang tidak diimbangi dengan aksi beli oleh pedagang sehingga surplus
produksi terus berlanjut sementara itu pelaksanaan program retensi kopi masih belum efektif.

Penurunan harga kopi yang terjadi berkelanjutan tersebut di pasar dunia sangat mempengaruhi
perkembangan kopi di Indonesia, mengingat sekitar 75% produksi kopinya untuk ekspor. Tertekannya
harga kopi dunia, mengakibatkan harga kopi di sentra-sentra kopi domestik sangat rendah dan
bahkan berada dibawah biaya produksi. Sebagai dampaknya di beberapa sentra produksi kopi rakyat

seperti Propinsi Lampung dan Bengkulu, para petani sudah tidak bergairah untuk melakukan panen
kopi. Akibat selanjutnya, kebun-kebun kopi petani menjadi tidak terurus dan produktivitasnya terus
merosot.

Kondisi terpuruknya perkopian di Indonesia, diperparah dengan perkembangan kopi di Vietnam yang
mengusahakan jenis kopi yang sama dengan Indonesia yaitu Robusta. Vietnam mempunyai beberapa
keunggulan dibandingkan dengan Indonesia, terutama dalam hal produktivitas dan mutu, sehingga
dikhawatirkan kopi Indonesia akan kalah dalam persaingan yang mengakibatkan kehilangan peluang
pasar.

Tabel 1. Perkembangan Produksi Kopi Dunia, 1996-2001 (dalam ribu karung)

Negara

Tahun

1996

1997


1998

1999

2000

2001

1. Brazil

15.784

27.664

22.756

34.547

32.353


31.100

2. Kolumbia

12.878

10.876

12.211

11.088

9.336

12.000

3. Vietnam

3.938


5.705

6.915

6.947

11.264

11.350

4. Indonesia

5.865

8.299

7.756

8.463


6.014

7.300

5. Meksiko

5.527

5.324

5.045

5.051

6.442

6.338

6. India


3.727

3.469

4.735

4.372

5.407

4.917

7. Lainnya

37.928

41.158

36.551


36.040

43.402

39.896

8. Dunia

85.647

102.495

95.969

106.508

114.218

112.901


Sumber: International Coffee Organization, Maret 2002

Prospek perkopian kedepan mengacu kepada kondisi perkopian dunia saat ini dan telah terjadi
perubahan mendasar yaitu makin meningkatnya produksi Robusta dunia. Sebelum tahun 2000 secara
normal komposisi kopi Arabika terhadap kopi Robusta rata-rata sebesar 70:30, namun dalam dua
tahun terakhir komposisi ini telah berubah menjadi 60 : 40. Kondisi ini terjadi akibat produksi kopi
Brasil dan Kolombia relatif stabil sementara beberapa negara produsen seperti Vietnam, Meksiko,
India, Guatemala, Pantai Gading dan Ethiopia mengalami peningkatan produksi. Meningkatnya
persentase Robusta disebabkan utamanya oleh kenaikan produksi kopi Robusta Vietnam dan kopi
Robusta Connilon Brazil yang signifikan.

Kedepan nampaknya kondisi ini sepanjang tidak adanya perubahan iklim yang berarti, masih akan
terus berlanjut. Sebagaimana digambarkan melalui data FAO / ICO bahwa pada periode lima tahun
kedepan (1993 - 1995 s/d 2005) perkembangan supply dan demand dunia adalah peningkatan
produksi, konsumsi, ekspor dan impor berturut-turut sebesar 2,7%, 1,65%, 3,4% dan 2,4%. Untuk
mengantisipasi kondisi tersebut di atas, hanya negara-negara produsen kopi yang memiliki
kemampuan daya saing tinggi dalam menciptakan harga, kualitas, citarasa, ragam produk serta
kontinuitas supply yang kompetitif yang akan bertahan.

Tanaman kopi sudah lama dibudidayakan baik oleh rakyat maupun perkebunan besar.� Luas lahan

perkebunan kopi di Indonesia cenderung berkurang.� Jika pada tahun 1992 luas lahan 1.333.898
ha, maka pada tahun 1997, berkurang 154.055 ha menjadi 1.179.843 ha.� Namun demikian,
produksinya meningkat dari 463.930 ton pada tahun 1992 menjadi 485.889 ton pada tahun 1997.�
Pada tahun 1992 ekspor kopi Indonesia mencapai 259.349 ton atau 59% dari total produksi dan nilai
yang didapatkan adalah US$ 236.775.000.� Sedangkan volume ekspor sampai dengan September
1997 mencapai 372.958 ton atau 77% dari total produksi dengan nilai US$ 577.914. Peningkatan
persentase volume kopi yang di ekspor ini cenderung meningkatkan dengan harga kopi pasaran
dunia yang dinilai dengan US$.� Hal ini juga menyebabkan harga kopi arabika di beberapa daerah
meningkat dari Rp. 15.000/kg pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 31.000/kg pada minggu I
bulan Agustus 1998.� Hal ini juga terjadi pada kopi robusta, walaupun peningkatannya tidak sebesar

kopi arabika, yaitu dari Rp. 5.250 pada bulan Desember 1997 menjadi Rp. 22.000/kg pada minggu I
bulan Agustus 1998.� Harga kopi robusta tersebut adalah harga untuk kualitas I.

Melihat prospek pasar komoditas kopi tersebut, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan
produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun.� Usaha
pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar dan perkebunan
rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha.� Untuk itulah dalam laporan ini akan dibahas pola
kemitraan terpadu dengan melihat aspek kelayakan usaha, yang terdiri dari aspek pemasaran, teknis
budidaya, finansial, Aspek Sosial Ekonomi serta bagaimana pola kemitraan terpadu yang sesuai untuk

dikembangkan dalam komoditas ekspor.

2. Aspek Produksi

Di Indonesia, tanaman kopi dibudidayakan oleh rakyat dan perkebunan besar di beberapa tempat,
antara lain DI Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Jawa
Timur, Bali, Sulawesi Selatan, NTT dan Timor-Timur.� Dari keseluruhan sentra produksi tersebut,
produksi kopinya mencapai 88,37% dari total produksi Indonesia.� Pada tahun 1997, luas areal
perkebunan kopi diperkirakan 1.179.843 ha dengan produksi 485.889 ton.� Nilai tersebut lebih
tinggi 1.480 ha dan 7.038 ton dari tahun sebelumnya.� Potensi lahan yang masih dapat
dikembangkan untuk perkebunan kopi diperkirakan sekitar 790.676 ha.� Pada Tabel 2 dapat dilihat
perkembangan luas areal produksi kopi di Indonesia.

Tabel 2. Luas Areal Dan Produksi Kopi di Indonesia

Tahun

Luas Areal (ha)

Produksi (ton)

1990

1.069.848

412.767

1991

1.119.854

428.305

1992

1.133.898

436.930

1993

1.147.567

438.868

1994

1.140.385

450.191

1995

1.167.511

457.801

1996*)

1.178.363

478.851

1997**)

1.179.843

485.889

*) Angka sementara
**) Angka estimasi per 11 Maret 1998.
Sumber : Website Deptan www.deptan.go.id
Menurut FAO, pada tahun 1997, diantara negara-negara penghasil kopi di dunia, luas panen kopi di
Indonesia berada ditingkat keempat sesudah Brazil, Cote d' Ivoire dan Colombia (Tabel 3). Walaupun
demikian, produktivitas perkebunan kopi di Indonesia masih rendah dan berada di urutan ke -53
(yaitu 375 kg/ha) dari 80 negara penghasil kopi dunia.� Produktivitas perkebunan kopi yang
tertinggi adalah negara Martineque (2,5 ton/ha), kemudian disusul oleh China dan Vietnam, masingmasing 2, 0 dan 1,8 ton/ha.

Tabel 3. Luas Panen Perkebunan Kopi di Beberapa Negara (ha)

Tahun

Brazil

Cote 'd Ivoire

Colombia

Indonesia

Mexico

Dunia

1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997

2.905.818
2.767.439
2.498.489

2.257.197
2.097.650
1.868.027
1.989.890
2.036.460

1.323.900
1.215.000
1.220.000
1.225.000
1.385.000
1.415.000
1.405.000
1.405.000

1.000.000
1.020.000
1.085.000
955.000
926.000
1.042.541
965.000
1.041.480

746.759
760.308
793.000

810.000
797.000
810.000
810.000
800.000

587.235
643.264
686.222
697.839
741.311
724.974
745.386
750.541

11.308.960
11.169.320
10.968.100
10.570.840
10.521.870
10.572.160
10.677.660
10.748.880

Sumber : FAO, http://www.fao.org
3. Aspek Pemasaran

Produksi kopi dunia pada tahun 1998/1999 diperkirakan akan mencapai 6,45 juta ton (107, 5 ribu
karung), lebih tinggi 14% dari angka yang diperbarui untuk tahun 1997/1998.� Dari jumlah tersebut,
diperkirakan 2,14 juta ton berasal dari Brasilia dan 396 ribu ton (6.600 ribu karung) dari Indonesia
(lihat Tabel 3). Kopi yang diekspor oleh negara-negara penghasil kopi diperkirakan akan mencapai
4,87 juta ton atau meningkat 7% dari tahun sebelumnya.
Ditinjau dari aspek pasar, peningkatan produksi dan ekspor dari negara penghasil kopi tersebut akan
menurunkan harga kopi di pasaran dunia.� Harga kopi arabika dari Brasilia di pasar (spot market)
New York pada bulan mei 1998 adalah US$ 1,25/lb (US$ 2,5/kg), lebih rendah 12% dari bulan
sebelumnya dan turun 41% dibandingkan bulan Mei 1997.

Tabel 4. Perkiraan Produksi Kopi Dunia (green beans) oleh USDA (satuan dalam ribuan dengan isi per
karung @ 60 kg)

Region and Country

1995/96

1996/97

1997/98

1998/99

NORTH AMERIKA

19.387

19.265

18.693

18.410

SOUTH AMERKA

34.712

43.250

38.390

51.375

AFRIKA

18.491

20.274

17.563

18.257

ASIA

-

-

-

-

India

3.717

3.417

3.800

3.500

Indonesia

5.800

7.900

7.000

6.600

Laos

150

150

150

150

Malaysia

158

160

160

160

New Caledonia

5

5

5

5

Papua New Guinea

1.000

1.075

900

1.000

Philppines

876

980

700

725

Sri Langka

60

60

60

60

Thailand

1.300

1.400

1.300

1.300

Vietnam

3.937

5.783

5.450

5.800

Yemen

150

175

150

150

ASIA total

17.153

21.105

19.675

19.450

WORLD TOTAL

89.743

103.894

94.321

107.492

Sumber : Coffe new : http:/www.vinews.com, Lastupdated 7/21/98
Peningkatan produksi dunia tersebut tidak sejalan dengan yang terjadi di Indonesia. Produksi kopi di
Indonesia pada tahun 1998/99 diperkirakan 396 ribu ton, berkurang 5,7% dari tahun sebelumnya.
Hal ini antara lain disebabkan oleh pengaruh kekeringan akibat El Nino. Namun demikian konsumsi
kopi di Indonesia diperkirakan akan meningkat dari 124 ton pada tahun 1997/1998 menjadi 125,4
ribu ton pada tahun 1998/99. Peningkatan yang tidak terlalu tinggi ini disebabkan oleh tingkat
konsumsi per kapita yang masih rendah, yaitu sekitar 629 gram pada tahun 1996/97 dan harga kopi
yang diperkirakan akan meningkat sesuai dengan peningkatan kurs dollar.
Kondisi tersebut akan berpeluang untuk lebih memacu usaha ekspor kopi keluar negeri. Di Amerika
Serikat, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dari 35 negara pengekspor kopi ke negara tersebut
(Tabel 4).

4. Aspek Budidaya

Tanaman kopi (coffea. sp) yang ditanam di perkebunan rakyat pada umumnya adalah kopi jenis
Arabica (Coffea Arabica), Robusta (Coffea Canephora), Liberika (Coffea liberica) dan hibrida (hasil
persilangan antara 2 varietas kopi unggul).� Beberapa klon kopi unggul, khususnya untuk kopi
arabika telah disebarluaskan di sentra-sentra penghasil kopi.� Klon-klon tersebut antara lain adalah
Kartika 1 dan 3, USDA 762, lini S 795, $ 1934 dari India dan hibrido de timor dari Timor-Timur.�
Kedua klon yang terakhir masih dikembangkan di Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Sedangkan
untuk jenis robusta, klon-klon unggul yang telah dikembangkan antara lain adalah BP 409, BP 358, SA
237, BP 234, BP 42 dan BP 288.
Dalam aspek produksi ini, hal-hal yang dibahas menyangkut kesesuaian lingkungan; pembukaan
lahan; penanaman dan penaungan; pemupukan; pengendalian hama; penyakit dan gulma;
pemangkasan; pemanenan; serta pascapanen dan mutu kopi.

Dalam aspek ini hal yang perlu diperhatikan antara lain pengadaan bibit yang harus menggunakan
bibit bersretifikat, terutama apabila proyek membutuhkan bibit dalam jumlah besar.� Untuk itu
perlu kerja sama dengan Dinas Perkebunan setempat atau langsung menghubungi Pusat Penelitian
Kopi dan Kakao di Jember.� Demikian juga dalam hal kerawanan menghadapi serangan penyakit.�
Selain itu, karena kopi Arabika mensyaratkan ketinggian lokasi tertentu disamping persyaratan teknis
lainnya, maka penentuan lokasi proyek harus dikaji secara cermat.

4.1. Kesesuaian Lingkungan

Faktor-faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah
ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah. Kopi robusta tumbuh
optimal pada ketinggian 400 - 700 m dpl, tetapi beberapa jenis diantaranya masih dapat tumbuh baik
dan mempunyai nilai ekonomis pada ketinggian di bawah 400 m dpl.� Sedangkan kopi arabika
menghendaki tempat tumbuh yang lebih tinggi dari pada kopi robusta, yaitu antara 500 - 1.700 m
dpl.

Curah hujan yang optimum untuk kopi (arabika dan robusta) adalah pada daerah-daerah yang
mempunyai curah hujan rata-rata 2.000 - 3.000 mm per tahun, mempunyai bulan kering (curah hujan
< 100 mm per bulan) selama 3 - 4 bulan dan diantara bulan kering tersebut ada periode kering sama
sekali (tidak ada hujan) selama 2 minggu - 1,5 bulan. Tanaman kopi umumnya menghendaki sinar
matahari dalam jumlah banyak pada awal musim kemarau atau akhir musim hujan.� Hal ini
diperlukan untuk merangsang pertumbuhan kuncup bunga. Angin berperan dalam membantu proses
perpindahan serbuk sari bunga kopi dari tanaman kopi yang satu ke lainnya.� Kondisi ini sangat
diperlukan terutama untuk jenis kopi yang self steril.

Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik.�
Selain itu, tanaman kopi juga menghendaki tanah yang agak masam, yaitu dengan pH 4,5 - 6 untuk
robusta dan pH 5,0 - 6,5 untuk kopi arabica.

4.2. Pembukaan Lahan

Lahan yang digunakan untuk penanaman kopi dapat berasal dari lahan alang-alang dan semak
belukar, lahan primer atau lahan konversi. Pada lahan alang-alang dan semak belukar, cara
pembukaan lahan dilakukan dengan pembabatan secara manual atau dengan menggunakan
herbisida. Pada lahan primer dilakukan dengan cara menebang pohon-pohon, sedangkan yang dari
lahan konversi dilakukan dengan menebang atau membersihkan tanaman yang terdahulu.

4.3. Penanaman dan penaungan

Penanaman bibit kopi sebaiknya dilakukan pada awal atau pertengahan musim hujan, sebab
tanaman kopi yang baru ditanam pada umumnya tidak tahan kekeringan.� Tanaman kopi robusta
dianjurkan untuk ditanam dengan jarak 2,5 x 2, 5 m atau 2, 75 x 2, 75 m, sedangkan untuk jenis
arabika jarak tanamnya adalah 2,5 x 2,5 m, dengan demikian jumlah pohon kopi yang diperlukan
sekitar 1.600 pohon/ha. Untuk penyulaman, sebaiknya dicadangkan lagi 400 pohon/ha.� Sebelum
tanaman kopi ditanam, harus terlebih dahulu ditanam tanaman pelindung, seperti lamtoro gung,
sengon laut atau dadap yang berfungsi selain untuk melindungi tanaman muda dari sinar matahari

langsung, juga meningkatkan penyerapan N (Nitrogen) dari udara pada tanaman-tanaman pelindung
yang mengandung bintil akar.
Tanaman kopi sering ditanam di lahan yang berlereng.� Untuk menghindari erosi dan menekan
pertumbuhan gulma dapat ditanam penutup lahan (cover crop) seperti colopogonium muconoides,
Vigna hesei atau Indigovera hendecaphila.

4.4. Pemupukan

Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan
Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah
kecil.� Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super
Phospat (TSP) dan KCl.� Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan
pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain mengandung unsur
NPK, juga unsur-unsur mikro.� Selain pupuk anorganik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga
dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos.
Tabel 5. Dosis Pemupukan Tanaman Kopi (gram/pohon/tahun)

Tahun ke

Urea

TSP

KCl

1

2 x 25

2 x 20

2 x 20

2

2 x 50

2 x 40

2 x 40

3

2 x 75

2 x 60

2 x 40

4

2 x 100

2 x 80

2 x 40

5 - 10

2 x 150

2 x 120

2 x 60

> 10

2 x 200

2 x 160

2 x 80

Sumber : Buku Kegiatan Teknis Operasional Budidaya Kopi, Dit Jen Perkebunan,1996

Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan, dengan
meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan

disebarkan di sekeliling tanaman.�Dosis pemupukan mulai dari tahun pertama sampai tanaman
berumur lebih dari 10 tahun.� Adapun pemberian pupuk kandang hanya dilakukan Tahun 0
(penanaman pertama)
4.5. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma

Hama yang sering menyerang tanaman kopi, adalah penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei),
penggerek cabang dan hitam buah (Cylobarus morigerus dan Compactus), kutu dompolan
(Pseudococcus citri), kutu lamtoro (Ferrisia virgata), kutu loncat (Heteropsylla, sp) dan kutu hijau
(Coccus viridis). Sedangkan penyakit yang sering ditemukan adalah penyakit karat daun (Hemileia
vastantrix), jamur upas (Corticium salmonicolor), penyakit akar hitam dan coklat (Rosellina bunodes
dan R. arcuata), penyakit bercak coklat dan hitam pada daun (Cercospora cafeicola), penyakit mati
ujung (Rhizoctonia), penyakit embun jelaga dan penyakit bercak hitam dan buah (Chephaleuros
coffea).
Adapun jenis gulma yang sering menganggu tanaman kopi antara lain adalah alang-alang (Imperata
Cylindrica), teki (cyperus rotudus), cyanodon dactylon, Salvia sp, Digitaria sp, Oxalis sp, dan Micania
cordata.

4.6. Pemangkasan

Tanaman kopi jika dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian 12 m dengan pencabangan
yang rimbun dan tidak teratur.� Hal ini akan menyebabkan tanaman terserang penyakit, tidak
banyak menghasilkan buah dan sulit dipanen buahnya. Untuk mengatasi hal itu, perlu dilakukan
pemangkasan pohon kopi terhadap cabang-cabang dan batang-batangnya secara teratur.

Ada empat tahap pemangkasan tanaman kopi yang sering dilakukan, yaitu pemangkasan
pembentukan tajuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan cabang primer dan pemangkasan
peremajaan.

5. Panen dan Pascapanen

Tanaman kopi yang terawat dengan baik dapat mulai berproduksi pada umur 2,5 - 3 tahun
tergantung dari lingkungan dan jenisnya.� Tanaman kopi robusta dapat berproduksi mulai dari 2,5
tahun, sedangkan arabika pada umur 2,5 - 3 tahun.
Jumlah kopi yang dipetik pada panen pertama relatif masih sedikit dan semakin meningkat sejalan
dengan meningkatnya umur tanaman sampai mencapai puncaknya pada umur 7 - 9 tahun.� Pada

umur puncak tersebut produksi kopi dapat mencapai 9 - 15 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi
robusta dan 5 - 7 kuintal kopi beras/ha/tahun untuk kopi arabika.� Namun demikian, bila tanaman
kopi dipelihara secara intensif dapat mencapai hasil 20 kuintal kopi beras/ha/tahun.

Berdasarkan pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam satu siklus produksi (dapat
berlangsung hingga tahun ke-21), studi ini membuat asumsi produktivitas tanaman seperti terlihat
pada Tabel 6. Rata-rata produktivitas dalam 21 tahun adalah 441 kg/ha.

Tabel 6. Perkiraan Produktivitas Biji Kopi Kering 14% kadar air (kg/ha)

Tahun ke

Asumsi (kg/ha)

3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18
19
20
21
22

350
400
450
550
600
650
650
600
550
500
500
450
450
400
400
400
350
350
300
300

Tanaman kopi ditanam untuk menghasilkan buah kopi yang fungsi utamanya digunakan sebagai
bahan minuman penyegar.� Dengan demikian penanganan pascapanen yang baik akan menentukan
kualitas biji kopi yang dihasilkan.

Pengolahan biji kopi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara basah (wet process) dan cara kering
(dry process).� Pengolahan cara basah (mutu WIB) memerlukan proses yang cukup memakan waktu
dan tenaga, antara lain dengan melakukan proses fermentasi biji, sehingga hanya dilakukan di
perkebunan besar.� Sedangkan cara kering (mutu OIB) untuk perkebunan dan (GB) untuk rakyat,
umumnya dilakukan oleh petani karena prosesnya yang lebih sederhana dari pada proses basah.�
Kedua cara tersebut akan menentukan kualitas kulit tanduk dan kulit arinya, baik yang diproses
dengan cara kering dan cara basah dapat dilihat pada Tabel 7 dan 8.

Tabel 7. Syarat Mutu Ekspor Kopi GB atau OIB

Jenis Mutu

Triaga, % w/w, max

KadarAir, % w/w,max

Lolos Ayakan 8 Mesh, %w/w, max

Kotoran, % w/w, max

Bau Apek dan bulukan

Permukaan Biji

EK - I (GB 3/5% )

5

14,5

2

0,5

Bebas

-

EK - II (GB 5/7%)

7

14,5

2

0,5

Bebas

-

EK – III (GB 10/12%)

12

14,5

2

1

Bebas

-

ROB 20 -25 (GB 20/25%)

23

14,5

2

2

Bebas

-

AP – I

5

14,5

2

0

Bebas

Halus dan Mengkilap

AP – II

7

14,5

2

0

Bebas

Halus dan Mengkilap

AP – III

12

14,5

2

1

Bebas

Halus dan

AP – 15

15

14,5

2

1

Bebas

Mengkilap

Sumatera Arabica DP

2

14,5

2

0

Bebas

-

Arabica Kalosi DP

2

14,5

2

0

Bebas

-

Arabica Ratepao

2

14,5

2

0

Bebas

-

Arabica Bali DP

3

14,5

2

0

Bebas

-

Arabica Bali Sp

3

14,5

2

0

Bebas

-

Sumber : Amir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta
Tabel 8. Syarat Mutu Ekspor Kopi Biji WIB untuk jenis Robusta

Jenis
Mutu

Triaga%
W/w max

Dimakan bubuk 1 lubang,
% w/w,
max

Kadar Air,
% w/w,
max

Ukuran Biji < 5,5 mm, % w/w,
max

Kotoran,
% w/w,
max

Bau
busuk

Bintik
Bintik
(spot)

Biji
Hitam

Biji ter
bakar

Biji
Pecah

WIB I

0,25

0,25

0,25

5

14

2,5

0,5

Bebas

Bebas

WIB II

1

5

-

-

14

-

0,5

Bebas

-

Sumber: ir M.S . 1993, Seluk beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri PT Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta
8. Pengolahan Kopi (Kopi Bubuk)
Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri� kecil dan
pabrik.� Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan
alat-alat sederhana.� Hasilnya pun� biasanya� hanya dikomsumsi sendiri atau dijual bila ada
pesanan.� Pembuatan kopi bubuk oleh pedagang pengecer dan industri kecil sudah agak
meningkat, dengan mesin-mesin yang cukup baik, tetapi masih dalam jumlah yang terbatas.�
Hasilnya biasanya hanya dipasarkan sendiri atau dipasarkan kepada pedagang-pedagang pengecer
lainnya yang lebih kecil.

Pembuatan kopi bubuk oleh pabrik biasanya dilakukan secara modern dengan skala yang cukup
besar.� Hasilnya dipak dalam bungkus yang rapi dengan menggunakan kertas alumunium foil, agar
terjamin kualitasnya, serta dipasarkan ke berbagai daerah yang lebih luas.

Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap perendangan dan tahap
penggilingan.

a. Perendangan (Penyangraian)
Perendangan atau sering disebut penyangraian adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 200o
� 225o C yang bertujuan untuk mendapatkan kopi rendang yang berwarna coklat kehitaman.�
Dalam proses perendangan ini biji kopi akan mengalami dua tahap proses penting, yaitu penguapan
air pada suhu 100o C dan pirolisis pada suhu 180o � 225o C.� Pada tahap pirolisis, kopi mengalami
perubahan-perubahan kimia antara lain penggarangan serat kasar,� terbentuknya senyawa volatil,
pengguapan zat-zat asam, dan terbentuknya zat beraroma khas kopi.

Pada proses perendangan, kopi juga akan mengalami perubahan-perubahan warna yaitu berturutturut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis, kemudian menjadi hitam dengan
permukaan berminyak.� Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak) maka
penyangraian segera dihentikan, kopi segera diangkat dan didinginkan.

Perendangan bisa dilakukan secara terbuka atau tertutup. Perendangan secara tertutup banyak
dilakukan oleh pabrik atau industri-industri pembuatan kopi bubuk untuk mempercepat proses
perendangan.� Perendangan secara tertutup akan menyebabkan kopi bubuk yang dihasilkan
mempunyai rasa agak asam akibat tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap,
tetapi aromanya akan lebih tajam karena senyawa kimia yang mempunyai aroma khas kopi tidak
banyak yang menguap.� Selain itu kopi akan terhindar dari pencemaran bau yang berasal dari luar
seperti bau bahan bakar atau bau gas hasil pembakaran yang tidak sempurna.

Perendangan secara tradisional yang umumnya oleh petani dilakukan secara terbuka dengan
menggunakan wajan terbuat dari tanah (kuali).� Bila alat ini tidak ada bisa pula dilakukan dalam
wajan yang terbuat dari besi//baja.� Wajan dipanasi hingga cukup panas, kemudian kopi
dimasukkan.� Kopi harus selalu diaduk agar panas merata dan hasilnya seragam.� Bila warna kopi
sudah coklat kelam (kehitam-hitaman) dan mudah pecah, kopi segera diangkat dan didinginkan di
tempat yang terbuka.� Untuk mengetahui apakah kopi mudah pecah atau belum biasanya kopi
dipencet dengan jari atau digigit atau dipukul pelan-pelan dengan menggunakan batu (muntu).

Perendangan kopi oleh pedagang atau pabrik biasanya dilakukan secara tertutup dengan
menggunakan mesin-mesin yang harganya cukup mahal seperti batch roaster, sehingga sering tidak
terjangkau oleh industri kecil yang modalnya terbatas.� Kini, BPP Bogor telah berhasil merancang
mesin penyangrai sederhana dengan kapasitas + 15 kg kopi beras yang harganya cukup murah.�

Mesin ini mempunyai prinsip hampir sama dengan mesin yang digunakan oleh pabrik sehingga bisa
menghasilkan kopi bubuk yang tidak kalah mutunya.

Bagian terpenting dari alat penyangrai adalah silinder, pemanas, dan alat penggerak atau pemutar
silinder.� Cara menggunakannya, pertama-tama silinder dipanaskan hingga suhu tertentu dan
diputar dengan kecepatan tertentu tergantung dari tipe alatnya.� Pada alat rancangan BPP Bogor
silinder dipanaskan hingga suhu + 340o C dengan putaran 20 putaran/menit.

Setelah silinder dipanaskan pada suhu dan putaran tertentu, kemudian kopi dimasukkan ke dalam
silinder.� Sementara itu pemanasan dan pemutaran silinder tetap berlangsung.� Bila kopi sudah
mencapai tahap roasting point (kopi masak sangrai) pemanasan segera dihentikan dan kopi segera
diangkat dan didinginkan.� Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tahap roasting point
tergantung pada jumlah kopi yang disangrai dan jenis alat penyangrai yang digunakan.� Pada alat
yang dirancang oleh BPP Bogor, untuk menyangrai 15 kg kopi diperlukan waktu + 1 jam, untuk 3 kg
kopi diperlukan waktu hanya 15 menit.

b.� Penggilingan (Penumbukan)
Penggilingan adalah proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yang telah direndang
untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh.� Ukuran butir-butir (partikelpartikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi.� Secara umum, semakin kecil
ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya, karena sebagian besar bahan-bahan yang terdapat
di dalam kopi bisa larut dalam air ketika diseduh.� Namun ada sementara orang yang lebih suka
bubuk kopi yang tidak terlalu lembut.

Penggilingan tradisional oleh para petani dilakukan dengan cara menumbuk kopi dengan alat
penumbuk yang disebut lumpang dan alu.� Lumpang terbuat dari kayu atau batu sedangkan alu
terbuat dari kayu.� Setelah ditumbuk sampai halus, bubuk kopi lalu disaring dengan ayakan paling
besar 75 mesh.� Bubuk kopi yang tidak lolos ayakan dikumpulkan dan ditumbuk lagi.

Penggilingan oleh industri kecil atau oleh pabrik dilakukan dengan menggunakan mesin giling.�
Mesin ini biasanya sudah dilengkapi alat pengatur ukuran partikel kopi sehingga secara otomatis
bubuk kopi yang keluar sudah mempunyai ukuran seperti yang diinginkan dan tidak perlu disaring
lagi.

Kopi yang sudah direndang dan digiling mudah sekali mengalami perubahan-perubahan, misalnya
perubahan aroma, kadar air, dan ketengikan.� Kopi bubuk yang disimpan di tempat yang terbuka

akan kehilangan aroma dan berbau tengik setelah 2-3 minggu.� Kehilangan aroma ini disebabkan
karena menguapnya zat caffeol yang beraroma khas kopi, sedangkan ketengikan disebabkan karena
adanya reaksi antara lemak yang terdapat dalam kopi dengan oksigen yang terdapat dalam udara.

Untuk menghindari penurunan mutu kopi yang telah direndang selama penyimpanan, sebaiknya kopi
disimpan sebelum digiling.� Karena kopi rendang yang belum digiling mempunyai daya simpan 2-3
kali kopi yang telah digiling.� Kopi yang sudah digiling sebaiknya segera disimpan dan dipak dengan
lapisan yang kedap udara (misalnya plastik atau alumunium foil).� Di pabrik yang cukup modern
kopi bubuk biasanya dipak dalam kemasan atau kaleng yang hampa udara sehingga kopi dapat
disimpan lebih lama.

9. Komposisi Kopi

Minuman kopi bukan hanya sekedar minuman yang beraroma khas dan merangsang karena
mengandung kafein, tetapi minuman ini juga mengandung beberapa zat yang bermanfaat bagi tubuh
meskipun kadarnya tidak terlalu tinggi.� Kadar bahan kimia, vitamin, dan mineral di dalam kopi
sebelum dan sesudah direndang bisa dilihat dalam Tabel 16.

Tabel 16. Komposisi Kimia, Vitamin, dan Mineral Kopi Sebelum dan Sesudah Direndang.

Bahan

Kadar (%)

Kopi beras

Kopi rendang

Komposisi

Air

11,25

1,15

Kafein

1,21

1,24

Lemak

12,27

14,48

Gula

8,55

0,66

Selulosa

18,07

10,89

Abu

3,92

4,75

Kadar Vitamin dan Mineral Penting

Vitamin B1

0,2

0

Vitamin B2

0,23

0,3

Vitamin B6

0,143

0,011

Vitamin B12

0,00011

0,00006

Sodium

4

1,4

Ferrum

3,7

4,7

Sumber : �*� Jacobe (1959) dalam Ciptadi & Nasution, 1989
������**� Wellman (1961) dalam Ciptadi & Nasution, 1989�����

RINGKASAN

Istilah Kopi berasal dari bahasa Arab �Kahwa� dengan Negara asal : Abesina
Jenis-jenisnya:

Arabika - tahun 1696 � 1699 (diproduksi 41 negara, terbesar Amerika Selatan, Afrika)
Liberika - tahun 1875
Robusta - tahun 1919 ( diproduksi 36 negara, Afrika, Uganda, Indonesia, Vietnam, India)
Hama dan Penyakit

Stephanoderes hampei: hama buah bubuk
Hemileia vastatrik : penyakit karat daun
Panen Raya: mulai Mei � Juni | Agustus - September

Daerah luar Jawa berakhir sampai November �Desember

Pohon Industri Kopi

Faktor Lamanya Pemanenan:
1.

Sifat Genetis

2.

Cara bercocok tanam

3.

Iklim (masa berbunga, kematangan, periode)

Teknik Pemanenan
1. Petik Bubuk (Longsongan) - dilaksanakan menjelang panen besar
Tujuan: Memetik buah yg terserang hama bubuk
2. Lelesan - memungut buah yg luruh ke tanah (pada buah yg terserang hama bubuk)
3. Panen Raya - hanya memetik buah yg masak/tua
4. Racutan (Rampasan) - memetik semua buah yg tertinggal di pohon sampai habis

Tujuan: memutuskan siklus hama bubuk buah

Komponen Kopi

Sifat Fisik dan Kimia

Komposisi Kimia Dipengaruhi:
Tipe Kopi, Tanah tempat tumbuh, Pengolahan biji kopi

Komponen
Kopi Beras (%)
Kopi Sangrai (%)
Air
Kaffein
Lemak
Gula
Cellulosa
Bahan yg mengandung N
Bahan tdk mengandung N
Abu
11.25
1.21
12.27
8.55
18.07

12.07
32.58
3.92
1.15
1.24
14.48
0.66
10.89
13.98
45.09
4.75

Kaffein - sebagai perangsang, kandungan Arabika : 1-2 % dan Robusta : 1.5 %
Kaffeol - unsur �Flavour� dan �Aroma�

Kadar kaffein makin kecil, rasa kopi makin enak

Pengolahan Kopi
Tujuan Pengolahan:
Memisahkan daging buah, kulit tanduk & kulit ari
Kopi Beras (coffea beans) atau market coffea

Berdasarkan cara kerja:
Cara Basah - WIB (west indische bereiding)
Cara Kering - OIB (oost indische bereiding)

1. Sortasi Biji Kopi

Pengolahan Cara Basah
WIB I� : kopi yang utuh, tidak terserang bubuk dan tidak ada cacat dalam bentuk dan warna
WIB II� : kopi yang utuh, terserang bubuk, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna
WIBp� : kopi yang pecah, kecil dan banyak cacat dalam bentuk dan warna
Pengolahan Cara Kering
OIB I�� : kopi yang utuh, tidak ada cacat dalam bentuk dan warna
OIB II� : kopi yang utuh, ada cacat sedikit dalam bentuk dan warna
OIBp�� : kopi yang pecah, terlalu kecil dan banyak cacat
Standar Mutu Kopi di Indonesia

Kadar Air�: maks 8%
Kadar Abu : maks 6%
Kealkalian Abu : 66%
Mikroskopis : tdk mengandung campuran
Logam Beerbahaya : Negatif
Keadaan (Rasa, bau, warna) : normal

2. Pengupasan Buah
Dilakukan secara mekanik - mesin Pulper
Kulit tanduk masih melekat
Prinsip Kerja: menggencet buah kopi dengan silinder yg berputar thd suatu dasar plat yg bertonjolan
Jenis Mesin Pulper
Vis-pulper - 3 silinder, untuk menghindari pengulangan pengupasan
Raung pulper - pengupasan dan membersihkan lendir, shg tidak diperlukan proses fermentasi dan
pencucian terdiri 4 silinder, masing-masing berfungsi: mendorong buah kopi masuk, melepaskan
daging buah, memudahkan pencucian, mendorong biji kopi keluar
3. Fermentasi

Tujuan: Melepaskan lapisan lendir yang masih melekat pada kulit tanduk
Perubahan Selama Fermentasi
Pemecahan getah komponen mucilage
Komponen gula terpecah menjadi asam
Terjadi kesempurnaan warna terutama warna lapisan kulit ari menjadi lebih coklat
Kondisi Fermentasi
pH 5.5 � 6
pH� 4 (menurun) - fermentasi lebih cepat 2 kali lipat
pH 3.65 (menurun) - lebih cepat 3 kali lipat
Penambahan enzim pektinase - lama fermentasi� 5 � 10 jam
Fermentasi spontan selama 36 jam
Perubahan Kulit Ari Biji Kopi

Coklat terjadi dari proses � browning � yg disebabkan oleh Oksidasi Polifenol
dicegah dengan pencucian menggunakan air yg bereaksi alkali

Ada 3 Cara Pengolahan yang terkait dengan fermentasi
1.

Cara Basah Tanpa Fermentasi

2.

Cara Basah Dengan Fermentasi Kering

3.

Cara Basah Dengan Fermentasi Basah

Fermentasi Kering
pencucian pendahuluan, digunduk-gundukkan
ditutup dengan karung goni, dilakukan pengadukan
Apabila lendir mudah lepas - fermentasi selesai

Fermentasi Basah

pencucian pendahuluan, ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi
dilakukan pengantian air rendaman
lama fermentasi: (1.5 � 4.5 hari tergantung iklim dan daerah)
Suhu Fermentasi yang paling baik: 27 �29 oC; pH 5.5 � 6

4. Pencucian
Tujuan : memisahkan lapisan lendir yang melekat pada biji
Proses: ~ Cara Manual - diaduk dengan tangan/diinjak
������������������ �~ Mesin Pencuci - mesin pengaduk yg berputar pada
sumbu horisontal
Pencucian telah selesai apabila biji diraba tidak terasa licin - K.A 55%

5. Pengeringan
Tujuan : menurunkan kadar air - 6% (syarat pasaran kopi beras)
Proses : 1. Mesin Pengering Masson - lama pengeringan 18-20 jam
������������������ � 2. Rumah Pengering - 30 � 40 jam
Tahapan Suhu Pengeringan
������������������ � Tahap I : T=100oC - K.A 30%
������������������ � Tahap II : T 50 � 60oC - K.A 6 � 8%

6. Pengupasan Kulit Tanduk
Dilakukan dengan Mesin Huller - tipe Engelberg
Sebelum dikupas, kopi didiamkan selama 24 jam untuk menyesuaikan�dengan lingkungan
Hasil : 80% dari biji kering berkulit tanduk

Pengolahan Cara Basah

Pengolahan Cara Kering

Kebanyakan dilakukan oleh penduduk
Bagi perkebunan besar
kopi yg masih hijau
kopi kering terserang hama
kopi kambangan

Perendangan Kopi
Suhu 200 � 250oC selama 16 � 17 menit
Berdasdrkan suhu perendangan:
1. Light Roast (rasa lebih asam dari dark ) > 193 � 199oC > berat turun 12 %
2. Medium Roast (pH 5.1) > 204oC > berat turun 14 %
3. Dark Roast (pH 5.3 ) > 213 � 221oC > berat turun 16 %

Tahapan dalam proses perendangan
1. Tahap penguapan air (gyrolisis), T = 100oC
2. Tahap pyrolisis, Tmulai = 140-160oC; Tpuncak = 190-210oC
Kadar air Kopi Rendang > 1.15%
Perendangan dalam silinder tertutup > rasa asam

Penggilingan
standar gilingan kopi - menggunakan 3 gilingan dasar (reguler, drip dan fine grind)
partikel-partikel kopi mempengeruhi aroma > (ukuran 0.3 mm + 40 gram air) lebih baik daripada (0.5
mm + 50 gram air)

Pokok Bahasan 5:

1. Tiga jenis kopi yang banyak dibudidayakan adalah
a. arabika, torabika, robusta
b. arabika, liberika, robusta
c. arabika, criollo, robusta
d. arabika, liberika, criollo

2. Selain panen raya, pada komoditas kopi dikenal tiga jenis pemetikan lain yaitu
a. petik bubuk, lelesan, racutan
b. petik pilih, lelesan, racutan
c. petik habis, lelesan, racutan
d. rampasan, lelesan, racutan

3. Pengolahan biji kopi setelah pengupasan pada dasarnya membuang lapisan
a. kulit dan lendir
b. kulit dan tanduk
c. kulit dan biji
d. lendir dan tanduk

4. Hasil akhir pengolahan biji kopi disebut _____ yang siap dipasarkan dengan kadar air sekitar 14.5%
bb.
a. kopi bubuk
b. kopi beras
c. beras kopi
d. kopi giling

5. Proses fermentasi pada kopi dilakukan untuk melemahkan _____ lendir pada biji kopi
a. aroma
b. kekerasan
c. ikatan
d. warna

Pengolahan Kopi Bubuk

Sumber Gambar: gamamesin.indonetwork.co.id
Pengolahan kopi beras menjadi kopi bubuk merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai
tambah produk kopi di tingkat petani, sehingga dapat meningkatkan pendapatannya. Proses
pengolahan kopi bubuk meliputi persiapan bahan, penyangraian, blending (pencampuran),
pengemasan dan penyimpanan.
Persiapan: Untuk memperoleh tingkat kematangan yang seragam, kopi beras disortasi berdasarkan
ukurannya yaitu besar, sedang dan kecil, serta dipisahkan dari biji-biji pecah. Agar kopi bubuk
mempunyai ciri khas tersendiri dan untuk meningkatkan daya jualnya, kopi dapat juga dicampur
dengan jahe, kayu manis, pala, kapulaga atau rempah-rempah (kencur, temu lawak, kunyit, lengkuas,
pegagan, pasak bumi, ginseng).

Untuk mendapatkan kopi yang seragam, dan konsisten, perlu dilakukan optimasi penyangraian untuk
memperoleh tingkat pemanasan yang tepat yang dapat menghasilkan kopi bubuk sesuai dengan cita
rasa yang diinginkan. Setelah didapat kondisi penyangraian dengan suhu dan waktu yang tepat, maka
kodisi tersebut dapat dijadikan sebagai standar, sehingga akan mendapatkan mutu kopi yang
seragam dan konsisten.
Penyangraian: Kopi arabika disangrai pada suhu 175° C sedangkan kopi robusta pada suhu 200°C.
Setiap alat penyangrai mempunyai kapasitas tertentu, oleh karena itu setiap menyangrai harus
diupayakan dalam jumlah yang sama. Produk kopi sangrai terdiri dari biji coklat tua, biji kopi coklat
kehitaman dan biji kopi hitam berminyak.
Tingkat sangrai coklat tua ditandai dengan pecahnya biji yang disertai dengan suara pecahnya biji
pertama. Setelah itu pengawasan penyangraian perlu diperketat sehingga terdengar suara pecahnya
biji yang ke dua. Setelah terdegar suara pecahnya biji yang ke dua tersebut maka penyangraian
dihentikan.

Tingkat sangrai coklat kehitaman dan hitam berminyak dapat diperoleh dengan mengecilkan
pemanasan penyangrai setelah pecahnya biji yang ke dua, dan diamati terus sampai tingkat sangrai
optimum yang diinginkan. Untuk tingkat sangrai ringan (warna cokelat muda) suhu diatur 190-195° C,
untuk tingkat sangrai medium (warna cokelat agak gelap) suhu diatur 200-205° C dan untuk sangrai
gelap (cokelat tua cenderung agak hitam) suhu diatur 205° C.
Pendinginan: Pendinginan dilakukan segera dengan cara menghembuskan udara ke dalam kopi
sangrai. Setelah suhu kopi sangrai mencapai suhu ruang, masukkan ke dalam wadah tempering.
Tempering: Tahapan tempering adalah jedah waktu untuk menstabilkan cita rasa kopi. Pada tahap ini
CO2 keluar secara perlahan dari biji kopi sangrai. Tempering dapat dilakukan dalam wadah bertutup
selama kurang lebih 12 jam.

Blending: Blending dilakukan dengan mencampur jenis kopi yang berbeda untuk memperoleh
citarasa khas yang dikehendaki produsen kopi bubuk. Untuk menghasilkan produk blending yang baik
sebaiknya menggunakan 5 atau lebih bahan kopi dari beberapa daerah. Blending dapat dilakukan
sebelum atau sesudah roasting tergantung karakteristik kopinya. Bila karakter mirip bisa dilakukan
sebelum roasting dan bila karakter berbeda lebih baik dilakukan setelah roasting. Pengilingan kopi
dapat dilakukan menjadi berbagai bentuk akhir seperti kopi tubruk (halus), kopi filter (agak kasar)
dan espresso (agak kasar).

Pengemasan: Pengemasan berfungsi untuk perlindungan, fungsi penanganan dan fungsi pemasaran.
Dengan pengemasan maka produk tetap bersih, tidak terkontaminasi, terlindung dari kerusakan ,
kadar air dan penyinaran. Dengan pengemasan akan mempunyai ukuran, bentuk dan bobot yang
seuai dengan standar, mudah dalam penanganan, pengangkutan dan distribusi. Dengan pengemasan
akan menampakkan identifikasi, informasi, daya tarik dan penampilan yang jelas sehingga dapat
membantu promosi dan penjualan.
Dari jenisnya, kemasan dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu kemasan primer, kemasan sekunder
dan kemasan tersier. Kemasan primer adalah kemasan yang berhubungan langsung dengan produk,
ukurannya relatif kecil dan biasa disebut sebagai kemasan eceran. Kemasan sekunder adalah
kemasan ke dua yang berisi sejumlah kemasan primer. Kemasan ini tidak kontak langsung dengan
produk yang dikemas. Sedangkan kemasan tersier adalah kemasan yang banyak diperuntukkan
sebagi kemasan transport.

Bahan yang paling baik untuk kemasan primer adalah aluminium foil, kaleng dan gelas karena
mampu mencegah terjadinya kehilangan aroma kopi. Dalam pengemasan perlu label yang memuat
nama produk, komposisi, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat produsen, keterangan
tentang halal dan tanggal kadaluwarsa.
Penyimpanan: Produk akhir kopi bubuk harus disimpan terpisah dengan kopi beras, tidak boleh
bercampur dengan bahan lain yang dapat mengkontaminasi serta terhindar dari kerusakan akibat
serangga atau binatang mengerat seperti tikus. Ruang penyimpanan kopi bubuk sebaiknya
mempunyai ventilasi yang baik, tidak lembab dan tidak terkena cahaya langsung matahari.

Penulis: Sri Wijiastuti, Penyuluh Pertanian Madya.
Sumber: Pedoman Teknis Pengembangan Agroindustri Pengolahan Hasil Perkebunan. KOPI.
Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Tahun 2010.
Kopi Panen & Pasca Panen Tanaman Tahunan Perkebunan
Printer-friendly version Send to friend

LAPORAN PEMBUATAN KOPI

I.

PENDAHULUAN

A.
Latar Belakang Berbagai macam hasil perkebunan yang dikenal oleh masyarakat Indonesia.
Salah satunya adalah tanaman kopi, Komoditi kelompok bahan penyegar ini merupakan tanaman
yang sangat popular bukan hanya di kalangan masayarakat Indonesia, namun juga sangat terkenal di
seluruh negeri. Dari sekian banyak jenis biji kopi yang dijual di pasaran, hanya terdapat 2 jenis
varietas utama, yaitu kopi arabika dan kopi robusta, dimana masing-masing jenis kopi ini memiliki
keunikannya masing-masing dan pasarnya sendiri. Minuman kopi berasal dari biji kopi yang telah
matang dan diolah dengan cara penyangraian dan penggilingan sehingga menjadi serbuk kopi, serbuk
kopi inilah yang nantinya diseduh dan dapat dikonsumsi. Minuman kopi ini dapat dibuat sendiri
ataupun diperoleh secara instant yang telah banyak beredar di pasaran. Minuman kopi terkenal
dengan kandungan kafeinnya yang tinggi. Beberapa riset menjelaskan mengenai konsumsi kopi
beberapa cangkir sehari dapat mengurangi berbagai macam penyakit. Mutu kopi yang dihasilkan
ditentukan oleh cara pengolahannya. Misalnya pada penyangraian biji kopi akan mengubah secara
kimiawi kandungan-kandungan dalam biji kopi. Biji kopi yang setelah disangrai akan mengalami
perubahan kimia yang merupakan unsur cita rasa yang lezat. Dari uraian di atas maka dilakukan
praktikum untuk mengetahui cara pembuatan kopi dan pengaruh penambahan gula pada kopi yang
dihasilkan.
B.
Tujuan Praktikum Tujuan yang ingin dicapai pada praktikum ini adalah : 1.
Untuk
mengetahui pembuatan kopi yang baik dan benar. 2.
Untuk mengetahui pengaruh penambahan
gula pada kopi yang dihasilkan. II.

TINJAUAN PUSTAKA A. Kopi (Coffea) Kopi yang dalam bahasa Arabnya disebut “Kahwa“ dapat
dijadikan sebagai minuman non alkoholik dengan aroma dan yang rasa khas. Kopi diperoleh dari
buah tanaman kopi (Coffea sp) yang termasuk familia Rubiaceace dan genus Coffea. Kopi memiliki
banyak varietas dan beberapa cara pengolahan . Ada sekitar 4500 varietas kopi di dunia yang terbagi
ke dalam empat golongan besar, yaitu Coffea canephora, Coffe arabica, Coffea exelsa, dan Coffea
Liberika. Di Indonesia, dibudidayakan tiga varietas kopi, yaitu Coffea robusta, Coffea arabica, dan
Coffea liberika. Tanaman kopi umumnya mulai berbunga setelah berumur  2 tahun, berbunga secara
serempak dan bergerombol, daunnya berbentuk bulat telur, ujungnya agak meruncing, umumnya
memiliki biji berkeping dua, dan berbatang tegak lurus (Najiati dan Danarti, 2001). Menurut Anonim
(2012a), bahwa kopi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kerajaan
: Plantae Ordo :
Gentianales Famili
: Rubiaceae Upafamili : Ixoroideae Bangsa
: Coffeeae Genus
:
Coffea B.
Jenis-Jenis Kopi Menurut Anonim (2012b), bahwa jenis-jenis kopi sebagai berikut: 1.
Kopi Arabika Kopi arabika merupakan tipe kopi tradisional dengan cita rasa terbaik. Sebagian
besar kopi yang ada dibuat dengan menggunakan biji kopi jenis ini. Kopi ini berasal dari Ethiopia dan
sekarang telah dibudidayakan di berbagai belahan dunia, mulai dari Amerika Latin, Afrika Tengah,
Afrika Timur, India, dan Indonesia. Secara umum, kopi ini tumbuh di negara-negara beriklim tropis
atau subtropis. Kopi arabika tumbuh pada ketinggian 600-2000 m di atas permukaan laut. Tanaman
ini dapat tumbuh hingga 3 meter bila kondisi lingkungannya baik. Suhu tumbuh optimalnya adalah
18-26 oC. Biji kopi yang dihasilkan berukuran cukup kecil dan berwarna hijau hingga merah gelap. 2.
Kopi Robusta Kopi robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada tahun 1898. Kopi robusta
dapat dikatakan sebagai kopi kelas 2, karena rasanya yang lebih pahit, sedikit asam, dan mengandung

kafein dalam kadar yang jauh lebih banyak. Selain itu, cakupan daerah tumbuh kopi robusta lebih
luas dari pada kopi arabika yang harus ditumbuhkan pada ketinggian tertentu. Kopi robusta dapat
ditumbuhkan dengan ketinggian 800 m di atas permuakaan laut. Selain itu, kopi jenis ini lebih
resisten terhadap serangan hama dan penyakit. Hal ini menjadikan kopi robusta lebih murah.Kopi
robusta banyak ditumbuhkan di Afrika Barat, Afrika Tengah, Asia Tenggara, dan Amerika Selatan.
C.
Kopi Kapal Api (Kopi Instant) Kopi Kapal Api berawal dari tahun 1927 sebagai kopi dalam
kemasan tanpa merk Pasar Pabean, Surabaya. Dikarenakan mutu yang selalu terkendali produk
tersebut disambut secara antusias oleh pasar. Pada saat itu, pasar di Indonesia belum pernah
mendapatkan pilihan kopi dengan kualitas sebaik Kapal Api. Ramuan istimewa Kapal Api
menawarkan kualitas yang terbaik, rasa yang mantap dan aroma yang memikat. Merupakan produk
yang tepat untuk mengawali bangun pagi anda dan sekaligus menemani anda sepanjang hari
(Anonim, 2007a). Kopi instant merupakan kopi yang bersifat mudah larut dengan air, tanpa
meninggalkan serbuk. Pengolahan kopi instan yang esensial berupa produksi ekstrak kopi melalui
tahap penyangraian (roasting), penggilingan (grinding), ekstraksi, drying (Spray Dryee maupun Freeze
Fryer) dan pengemasan produk. Pengolahan kopi instan (soluble coffee) sangat tergantung dari
proses sebelumnya. Produk akhir Spray Dryer dan Freeze Dryer akan kehilangan aroma,sehingga
pada perusahaan industri dilakukan aromatisasi untu memberikan aroma kopi bagi konsumen saat
mereka membuka kemasan kopi. Hal ini dilakukan dengan cara merecovery aroma volatil yaitu
menyemprotkan aroma volatil tersebut kedalam kopi instant biasanya digunakan minyak kopi sebagai
bahan pembawa aroma volatil dan diperlukan untuk mengurangi resiko oksidasi dan mengisi gas
karbondioksida (Ridwansyah, 2003).
D.
Proses Pengolahan Kopi Proses pengolahan kopi menurut Anonim (2012c) dibagi ke dalam
dua tahap, yaitu tahap perendangan dan tahap penggilingan.
1.
Perendangan Kopi (Penyangraian Kopi) Perendangan atau sering disebut penyangraian kopi
adalah proses pemanasan kopi beras pada suhu 2000 – 2250 C yang bertujuan untuk mendapatkan
kopi rendang yang berwarna coklat kehitaman. Dalam proses perendangan ini biji kopi akan
mengalami dua tahap proses penting, yaitu penguapan air pada suhu 1000 C dan pirolisis pada suhu
1800 – 2250 C. Pada tahap pirolisis, kopi mengalami perubahan-perubahan kimia antara lain
penggarangan serat kasar, terbentuknya senyawa volatil, pengguapan zat-zat asam, dan terbentuknya
zat beraroma khas kopi. Pada proses perendangan, kopi juga akan mengalami perubahan-perubahan
warna yaitu berturut-turut dari hijau atau coklat muda menjadi coklat kayu manis, kemudian menjadi
hitam dengan permukaan berminyak. Bila kopi sudah berwarna kehitaman dan mudah pecah (retak)
maka penyangraian segera dihentikan, kopi segera diangkat dan didinginkan. Perendangan bisa
dilakukan secara terbuka atau tertutup. Perendangan secara tertutup banyak dilakukan oleh pabrik
atau industri-industri pembuatan kopi bubuk untuk mempercepat proses perendangan. Perendangan
secara tertutup akan menyebabkan kopi bubuk yang dihasilkan mempunyai rasa agak asam akibat
tertahannya air dan beberapa jenis asam yang mudah menguap, tetapi aromanya akan lebih tajam
karena senyawa kimia y