Buku Pengembangan Laboratorium Fisika jurus

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

PENGEMBANGAN LABORATORIUM
FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

FMIPA UNIMED
2012

Unimed Press
ISBN: 978-602-8848-96-1

i

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI


PENGANTAR

Buku ini ditulis sebagai bahan kajian untuk pengembangan laboratorium
dan kegiatan laboratorium fisika di sekolah menengah dan universitas
kependidikan. Sangat sedikit buku praktikum fisika yang ditulis karena
terbatasnya kompetensi guru dalam melaksanakan serta mengembangkan kegiatan
praktikum fisika baik di sekolah menengah. Minimnya aktivitas praktikum di
sekolah

menengah

menyebabkan

rendahnya

kompetensi

siswa

dalam


menyelesaikan permasalahan otentik dalam bidang fisika. Lemahnya penguasaan
siswa dalam bidang praktikum fisika juga ditunjukkan dengan kesulitan
menyelesaikan soal olimpiade fisika yang membutuhkan aktivitas praktikum.
Buku ini terdiri dari beberapa bagian yang menjelaskan tentang prinsip
dan aturan dalam pengukuran, metode dalam praktikum fisika, pengembangan
laboratorium fisika secara umum, dan contoh kegiatan praktikum yang dapat
dilaksanakan di sekolah atau di universitas. Rancangan praktikum yang dijabarkan
telah dilakukan di lab fisika Universitas Negeri Medan. Namun penulis selalu
membuka diri menerima saran perbaikan untuk revisi buku ini pada masa
mendatang. Ucapan terima kasih diucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu untuk terbitnya buku ini.

ii

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAGIAN I. PENGUKURAN DAN BESARAN

1

FISIKA
1. PENDAHULUAN

1

2. PENGUKURAN

1

3. BESARAN FISIS, BESARAN DASAR,

4


SISTEM SATUAN, DAN SATUAN
DASAR
4. RALAT PENGUKURAN DAN ANGKA

5

PENTING
BAGIAN II. PEMBUATAN GRAFIK

15

BAGIAN III. KETRAMPILAN PROSES DALAM
PRAKTIKUM

21

BAGIAN IV. PERCOBAAN DENGAN METODE

28


BUKU RESEP
PERCOBAAN 1. GELOMBANG TEGAK

28

PADA DAWAI
PERCOBAAN 2. HUKUM GAS IDEAL

34

PERCOBAAN 3. KOEFISIEN GESEKAN

41

PERCOBAAN 4. BANDUL MATEMATIS

53

PERCOBAAN 5. PESAWAT ATWOOD


61

PERCOBAAN 6. HUKUM DUA NEWTON

68

PADA MEJA UDARA
PERCOBAAN 7. HUKUM OHM

76

PERCOBAAN 8. MUAI PANJANG LOGAM

84

PERCOBAAN 9. KALOR JENIS LOGAM

89

PERCOBAAN 10. PRINSIF ARCHIMEDES


95

iii

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

BAGIAN V. PERCOBAAN DENGAN METODE
INKUIRI TERBIMBING
MENENTUKAN BESAR PERCEPATAN
GRAVITASI MENGGUNAKAN AYUNAN
FISIS
MENENTUKAN LAJU BUNYI
MENGGUNAKAN TABUNG RESONANSI
MENENTUKAN LAJU RAMBAT BUNYI DI
UDARA DENGAN MENGGUNAKAN PIPA
QUINCKE
MENENTUKAN BAYANGAN OLEH DUA

CERMIN DATAR YANG MEMBENTUK
SUDUT
MENENTUKAN SUDUT DEVIASI
MINIMUM SEBUAH PRISMA
INTERFERENSI SINAR LASER OLEH DUA
CELAH
MENENTUKAN NILAI RESISTANSI
MENGGUNAKAN JEMBATAN
WHEATSTONE
MENENTUKAN MOMEN MAGNETIK
MAGNET BATANG

101

DAFTAR PUSTAKA

125

iv


101

105
108

111

113
116
118

122

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

BAGIAN I. PENGUKURAN BESARAN FISIKA

1. PENDAHULUAN

Fisika adalah ilmu pengetahuan yang memerlukan pengamatan dan
pengukuran yang dilakukan melalui percobaan-percobaan. Pengamatan gejala
alam dilakukan dengan memperhatikan dan menganalisis faktor-faktor sebab dan
akibat yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Pada umumnya, gejala-gejala
alam tidak memberi kesempatan dalam menganalisis berbagai pengaruh yang
dialami. Hal ini dapat diatasi dengan melakukan eksperimen dimana berbagai
pengaruh dirancang sebelumnya dan keadaan yang diinginkan dikontrol sebaikbaiknya. Eksperimen mengambil peranan yang sangat penting dalam
perkembangan ilmu pengetahuan modern dan menempatkan pentingnya bekerja di
laboratorium bagi mahasiswa dan peneliti.
Hasil pengukuran yang akurat sangat penting dalam fisika karena terkait
dengan fenomena yang akan dianalisis secara teoritik. Pengembangan teori dan
penelitian eksperimental merupakan dua langkah utama dalam perkembangan
ilmu pengetahuan. Hipotesis, teori dan hukum dilahirkan dari hasil eksperimen,
sebaliknya eksperimen berperan pula dalam menguji teori dan hukum-hukum
fisika serta memperbaiki hasil-hasil eksperimen yang telah dilakukan sebelumnya.
Percobaan ilmiah pada umumnya didominasi oleh observasi, pengukuran, dan
analisis data hasil percobaan. Tujuan pelaksanaan percobaan antara lain adalah
verifikasi model teoritis (rumus) yang telah ada, atau mencari dan menentukan
konstanta fisika. Teori yang bermanfaat seharusnya dapat digunakan untuk
menjelaskan gejala alam, atau dapat digunakan untuk memprediksi berbagai

gejala baru yang perlu diuji dengan eksperimen baru.

2. PENGUKURAN
Pengamatan suatu gejala pada umumnya belum lengkap jika tidak disertai
informasi/data kuantitatif. Untuk memperoleh informasi kuantitatif tersebut
diperlukan pengukuran suatu sifat fisis. Lord Kelvin mengatakan bahwa
pengetahuan barulah akan memuaskan jika kita dapat mengatakannya dalam
bilangan. Pengukuran adalah suatu teknik untuk menyatakan suatu sifat fisis
dalam bilangan sebagai hasil perbandingan dengan suatu besaran baku yang
diterima sebagai satuan. Tentu saja, pengukuran harus dilakukan dengan
menggunakan alat ukur yang telah dikalibrasi dengan baik.
Pengukuran dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Pengukuran langsung adalah pengukuran yang dilakukan untuk mendapatkan nilai
1

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

hasil pengukuran secara langsung, misalnya pengukuran panjang meja
menggunakan mistar. Sedangkan pengukuran tidak langsung adalah pengukuran
yang dilakukan apabila sulit atau tidak mungkin mendapatkan nilai ukuran secara
langsung. Dalam hal ini, nilai ukuran yang dicari diperoleh berdasarkan hubungan
fungsional tertentu dari beberapa hasil pengukuran langsung. Contoh pengukuran
tidak langsung adalah mengukur tinggi sebuah pohon berdasarkan hasil
pengukuran sudut dan jarak.
Pengukuran b e s a r a n fisika tidak luput dari ketidakpastian, yang
disebabkan oleh kesalahan pengukuran. Simpangan atau deviasi hasil
pengukuran besaran disebabkan keterbatasan ukur dan kesalahan menggunakan
alat ukur. Agar hasil pengukuran dapat dipercaya, kita harus mengetahui
sejauh mana validitas hasil pengukuran, kemudian berusaha maksimal untuk
menghindari kesalahan dalam pengukuran. Dalam melakukan pengukuran kita
harus berusaha agar sesedikit mungkin menimbulkan gangguan pada sistem yang
sedang diamati. Contoh gangguan pada sistem yang diukur adalah pada kasus
pengukuran suhu menggunakan termometer, dimana termometer dapat
mengambil atau memberikan kalor pada sistem yang diukur sehingga
mempengaruhi suhu sistem yang diukur. Hal ini perlu disadari dan diupayakan
agar pengaruh tersebut dapat dibuat sekecil mungkin, kalau dapat lebih kecil dari
kesalahan/sesatan (error ) eksperimen lainnya yang tak terhindarkan.
Ketepatan hasil pengukuran terkait dengan kedekatan hasil pengukuran
dengan nilai yang sebenarnya. Pelaporan hasil pengukuran hendaknya menyajikan
taksiran tentang ketidakpastian yang berhubungan dengan pengukuran yang
dilakukan. Salah satu penyebab ketidakpastian atau kesalahan pengukuran yang
tidak dapat dihindari muncul akibat keterbatasan ketelitian alat ukur atau
ketidakmampuan alat ukur membaca nilai yang lebih kecil dari skala ukuran yang
dimiliki.
Pengukuran yang baik adalah pengukuran yang konsisten, teliti (presisi),
dan akurat. Hasil pengukuran yang konsisten adalah pengukuran yang
memperoleh hasil yang sama jika dilakukan beberapa kali pengukuran berulang.
Presisi adalah derajat kedekatan kesamaan hasil pengukuran yang dilakukan
berulang. Jika hasil pengukuran saling berdekatan (mengumpul) maka dikatakan
mempunyai presisi tinggi seperti ditunjukkan pada gambar di bawah. Dalam kasus
ini, standar deviasi hasil pengukuran cukup kecil. Sedangkan jika hasil
pengukuran menyebar maka dikatakan mempunyai presisi rendah. Dalam kasus
ini, standar deviasi pengukuran lebih besar.

2

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

Presisi dan akurat

Presisi, tapi tidak akurat

RIDWAN ABDULLAH SANI

Akurat, tapi tidak presisi

Tidak presisi dan tidak akurat

Gambar 1.1 Ilustrasi pengertian presisi dan akurasi

Presisi diindikasikan dengan penyebaran distribusi probabilitas. Distribusi yang
sempit mempunyai presisi tinggi dan sebaliknya, seperti ditunjukkan dalam
gambar 1.2.

Presisi rendah

Presisi tinggi

Gambar 1.2 Deskripsi presisi dari sudut pandang probabilitas

Akurasi adalah derajat kedekatan pengukuran terhadap nilai sebenarnya.
Pengukuran yang tidak akurat dapat disebabkan oleh kesalahan acak dan/atau
kesalahan sistematik yang tidak terkoreksi.

3

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

3. BESARAN FISIS, BESARAN DASAR, SISTEM SATUAN, DAN SATUAN
DASAR
Besaran fisis yang didefenisikan sesuai dengan hubungannya dengan besaranbesaran lain yang disebut besaran turunan. Ada pula besaran yang tidak
bergantung pada besaran lain yang disebut besaran dasar (fundamental). Untuk
setiap besaran dasar ini ditetapkan suatu satuan baku (standard). Misalnya untuk
besaran dasar panjang ada standar meter dan untuk besaran massa ada standar
kilogram dan sebagainya. Pemilihan satuan baku suatu besaran bergantung pada
system satuan yang digunakan. Misalnya, jika digunakan sistem satuan Inggris
(British System), sistem satuannya untuk besaran dasarnya antara lain: panjang
dengan satuan kaki (foot), waktu dengan satuan sekon, gaya dengan satuan pound,
suhu dengan satuan Fahrenheit.
Ilmuwan memerlukan persetujuan mengenai besaran dasar yang digunakan dan
satuan bakunya agar dapat berkomunikasi dengan baik, yang disepakati pada
mulanya adalah sistem yang dikenal dengan system MKS. Besaran dasarnya
adalah: panjang dengan satuan meter (m), massa dengan satuan kilogram (Kg),
waktu dengan satuan sekon. Kemudian ditambah dengan besaran dasar arus listrik
dengan satuan ampere (A).
Sistem Internasional (SI) suatu sistem yang merupakan bentuk modern dari sistem
MKS, telah berkembang meliputi seluruh bidang fisika dengan besaran dan satuan
dasar sebagai berikut:
1. panjang, dalam meter (m)
2. massa, dalam kilogram (kg)
3. waktu, dalam sekon (s)
4. arus listrik, dalam ampere (A)
5. suhu, dalam Kelvin (K)
6. banyaknya bahan, dalam dalam mol (mol)
7. intensitas, dalam candela (cd)
SI juga menggunakan dua buah satuan pelengkap, yakni: sudut bidang, dalam
radian (rad) dan sudut ruang, dalam steradian (sr).
Sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi serta tingkat ketelititian
yang semakin maju maka penetapan satuan baku yang berubah dari waktu ke
waktu, misalnya standar meter dahulu berbentuk batang yang terbuat dari platina
Iridium yang disimpan di Paris dalam ruang suhu terkontrol. Tentulah tidak
mudah untuk membandingkan (mengukur) panjang suatu benda dengan standar
meter yang satu-satunya itu. Sekarang satu meter didefenisikan menggunakan
panjang gelombang cahaya yang dipancarkan gas tertentu. Panjang satu meter
didefinisikan sebagai 1.650.763,73 kali panjang gelombang dari gas Kr86
(Ackroyd, 2009). Panjang gelombang ini sama dimana-mana, sehingga mudah
4

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

dibuat dimanapun. Kelebihan lainnya ia tidak rusak, tidak bergantung pada
perubahan suhu kecil dan lebih akurat. Begitu pula dengan standar waktu (sekon)
telah berkembang dari menggunakan hari matahari rata-rata dalam setahun ke jam
atomik frekuensi radiasi atom Cesium (misalnya) yang ketepatannya dalam orde
10-11.
Agar dapat diukur, besaran fisis harus didefenisikan secara operasional, yaitu
defenisi yang menunjukkan secara eksplisit atau implisit bagaimana mengukur
besaran tersebut. Misalnya massa didefenisikan secara operasional menggunakan
neraca berlengan sama, sebagai berikut: “Jika benda diletakkan di salah satu
piringan dan standar (atau salinan-salinannya ) diletakkan di piringan yang
lainnya dan neraca tetap berada dalam keseimbangan, maka kedua benda tersebut
dikatakan sama massanya”. Dengan cara ini massa suatu benda dapat dinyatakan
dalam kelipatan massa baku yaitu standar kilogram.
Hasil suatu pengukuran tidak dapat dijamin akurat/tepat karena pada
umumnya terjadi kesalahan dalam pengukuran, yang terutama disebabkan oleh
keterbatasan akurasi setiap alat pengukur dan ketidakmampuan alat ukur
membaca di luar batas bagian terkecil dari skala yang ditunjukkan. Pada
pengukuran pertama, misalnya dihasilkan angka 6,36 namun jika diulang
mungkin saja diperoleh 6,37 atau 6,35 atau angka lain yang tak dapat dipastikan.
Ketidakpastian pada angka yang diperoleh dari pengukuran pada umumnya
bersumber dari ketidaksempurnaan alat, perbedaan metode atau cara mengukur,
kondisi lingkungan yang berubah, dan kesalahan manusia sebagai pelaku
pengukuran.
4. RALAT PENGUKURAN DAN ANGKA PENTING
1. Kesalahan dalam Pengukuran
Ketidakpastian dalam pengukuran dapat terjadi karena dua macam
kesalahan (Sukhla, 2006), yakni kesalahan sistematis (systematic error ) dan
kesalahan acak (random error ). Kesalahan sistematis adalah kesalahan yang
cenderung terjadi sama berulang untuk pengukuran diulang, sehingga memberikan
hasil yang konsisten di atas nilai sebenarnya atau konsisten di bawah nilai
sebenarnya. Kesalahan muncul karena dalam alat sudah ada suatu kesalahan yang
mempengaruhi hasil ukur sehingga setiap kali mengukur terdapat perbedaan yang
sama antara nilai yang sebenarnya dan hasil ukur. Sedangkan kesalahan acak
terjadi akibat gejala yang tidak dapat dikendalikan dan merupakan perubahanperubahan yang berlangsung secara cepat, misalnya: terjadinya fluktuasi
tegangan jaringan listrik ketika melakukan pengukuran beda potensial.

5

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Kesalahan kalibrasi dan kerusakan peralatan eksperimen pada umumnya
menjadi penyebab utama kesalahan pengukuran yang terjadi secara sistematis.
Misalnya, sebuah voltmeter bisa salah dikalibrasi sehingga konsisten
menunjukkan bacaan 85% dari tegangan yang sesungguhnya diukur. Kesalahan
sistematis lain yang umum terjadi adalah kegagalan untuk mempertimbangkan
semua variabel penting dalam percobaan. Berikut ini diberikan beberapa contoh
penyebab terjadinya ralat sistematis.
a. Posisi nol tidak berada pada posisi nol yang sebenarnya, misalnya pada
alat ukur listrik.
b. Alat ukur tidak di sesuaikan dengan standar alat ukur yang asli (tidak
ditera), misalnya pada neraca pegas.
c. Cara mengukur atau alat ukur mempengaruhi besaran asli yang
sebenarnya sehingga berubah ketika diukur. Misalnya besaran yang mau
diukur tergantung suhu dan alat ukur akan mengubah suhu pada benda
itu, maka hasil pengukuran akan mengandung ralat sistematis. Ralat
sistematis juga dapat terjadi ketika mengukur beda potensial dan arus
secara serentak, karena pengukuran tersebut membutuhkan arus yang
dialirkan pada alat ukur.
d. Pemakaian alat pada kondisi berbeda dengan saat dikalibrasi, yaitu pada
kondisi suhu, tekanan atau kelembaban yang berbeda. Contoh kasus
adalah pengukuran menggunakan hygrometer. Oleh sebab itu, untuk
kasus tertentu praktikan perlu mencatat nilai variabel atau kondisi
lingkungan saat eksperimen dilakukan, misalnya suhu dan tekanan udara
di laboratorium.
Untuk menghindari terjadinya ralat sistematis, kita harus menera alat ukur dengan
baik dan harus memperhatikan semua pengaruh yang dapat mengubah hasil
pengukuran. Walaupun kesalahan sistematis sudah berusaha dihindari, namun
masih ada sumber kesalahan lain berasal dari luar sistem dan tak dapat dikontrol
sepenuhnya, misalnya:
a. Fluktuasi tegangan listrik yang tak teratur yang dapat mempengaruhi hasil
pengukuran dengan alat-alat ukur listrik.
b. Landasan (meja, lantai atau dudukan lain) alat yang bergetar akibat lalu
lintas atau sumber lain.
c. Noise atau bising pada rangkaian elektronika.
d. Latar belakang radiasi kosmos pada pengukuran dengan pencacah
radioaktif. (meja, lantai atau dudukan lain) alat yang bergetar akibat lalu
lintas atau sumber lain.

6

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Kesalahan lain yang dapat terjadi adalah kesalahan membaca alat,
misalnya kesalahan paralaks. Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalkan
kesalahan dalam menentukan atau memilih hasil pengukuran suatu nilai (nilai
terbaik) yang dapat menggantikan nilai benar adalah dengan melakukan
pengukuran berulang. Namun, tidak semua pengukuran dapat dilakukan secara
berulang, misalnya: pengukuran lamanya benda mendingin dan pengukuran
pertambahan panjang logam yang dipanaskan. Dalam kasus ini, ukuran
ketepatan suatu pengukuran tunggal ditentukan oleh alat yang digunakan, dan
hasil pengukuran dilaporkan sebagai:
( x  x)

(1.1)

dengan x menyatakan hasil pengukuran tunggal dan ∆x adalah setengah nilai
skala terkecil alat ukur.
Pada umumnya, hasil pengukuran tunggal masih diragukan. Tingkat
kepercayaan terhadap hasil pengukuran dapat ditingkatkan dengan menyajikan
hasil pengukuran yang dilakukan secara berulang. Makin banyak pengukuran
dilakukan, makin besarlah tingkat kepercayaan terhadap hasilnya. Dengan
melakukan pengukuran berulang diperoleh lebih banyak nilai benar xo,
sehingga nilai tersebut dapat didekati dengan teliti. Pada pengukuran berulang
akan dihasilkan nilai-nilai x yang disebut sampel suatu populasi xo, yaitu x1, x2,
x3, . . . , xn. Nilai rata-rata sampel (x) dianggap sebagai nilai terbaik pengganti
nilai populasi xo yang tidak mungkin ditemukan dari pengukuran. Menurut
statistika, xo = x , yaitu nilai rerata sampel, yang dihitung dengan persamaan:
x 

xi
n

(1.2)

Pada pengukuran berulang dengan n jumlah pengukuran yang banyak, simpangan
baku (∆x) atau standar deviasi (σ) dinyatakan oleh:
x 

atau:

xi2  n x

n  1

2

xi  x
x   
n



2




n

(1.3)
2
i



i 2

(1.4)

Satuan ∆x sama dengan satuan x. Hasil akhir pengukuran dapat dinyatakan
sebagai berikut:

7

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

x  x  x

(1.5)
Cara lain untuk menyatakan ketidakpastian ialah dengan menyebutkan fraksi
x
yang tidak mempunyai
kesalahan, atau ketidakpastian relatifnya, yaitu:
x

satuan, yang kadang-kadang dinyatakan dalam prosentase, yaitu

x
 100% .
x

2. Ralat Pengukuran
Salah satu kesalahan dalam pengukuran dapat disebabkan oleh ketidaktepatan
bacaan alat ukur. Ketidaktepatan pengukuran berkaitan dengan ketelitian alat
ukur. Ketelitian alat ukur berkaitan dengan skala terkecil yang terdapat pada alat
ukur. Pengukuran pada umumnya dinyatakan dengan ralat pengukuran, dimana
ketelitian pengukuran adalah setengah dari skala terkecil yang dapat dibaca pada
alat ukur. Pada kasus ini kita mengenal “angka pasti”, yakni angka atau skala
terakhir yang dilewati oleh besaran yang diukur. Sedangkan angka yang ditaksir
sebagai kelebihan besaran yang diukur dari skala terakhir pengukuran disebut
“angka taksiran”. Misalkan sebuah mistar memiliki skala terkecil sebesar 1 mm,
digunakan untuk mengukur sebatang besi yang panjangnya 6 cm (60 mm), maka
hasil pengukuran ditulis sebagai berikut:
L = ( 60 ± 0,5 ) mm.
Nilai ralat 0,5 mm diambil dari ½ dari skala terkecil yaitu (=½ x 1 mm).
Setiap kali melakukan pengukuran, kita melakukan kesalahan. Bagaimana
menentukan ralat pengukuran, jika untuk mengukur tinggi kolom cairan dalam
sebuah pipa U (seperti ditunjukkan pada Gambar 1.3), dilakukan dua kali
pengukuran?.
h2
h
h1

Gambar 1.3 Pengukuran tinggi kolom cairan dalam pipa U

8

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Dalam contoh ini pengukuran dilakukan dengan menggunakan mistar dengan
skala terkecil 1 mm. Ketelitian pengukuran adalah 0,5 mm dan dilakukan
pengukuran h1 dan h2. Tinggi kolom cairan adalah:
h=h2-h1
Misalkan ketelitian pengukuran h1 disebut Δh1, dimana Δh1 = 0,5 mm, dan
ketelitian pengukuran h2 disebut Δh2, dimana Δh2 = 0,5 mm. Tinggi kolom cairan
berikut ralat pengukuran dapat dinyatakan sebagai berikut:
h ± Δh = (h2 ± Δh2) - (h1 ± Δh1)
h ± Δh = (h2 ± 0,5 mm) - (h1 ± 0,5 mm)
Apakah ralat pengukuran (Δh) adalah jumlah ralat ( = Δh1 + Δh2 ) ataukah
perbedaan ralat ( = Δh1 - Δh2), ataukah 0,5 mm?.
Jika diambil kasus ekstrim dimana h2 terlalu rendah sehingga Δh2 harus
dinyatakan bernilai negatif (Δh2 = -0,5 mm) dan h1 dibaca terlalu tinggi sehingga
Δh1 harus dinyatakan bernilai positif (Δh1 = +0,5 mm), maka :
h ± Δh = (h2 - 0,5 mm) - (h1 + 0,5 mm)
h ± Δh = (h2 - h1) – 1,0 mm)
Kasus ekstrim kedua adalah dimana h2 dibaca terlalu tinggi (Δh2 = +0,5 mm), dan
h1 dibaca terlalu rendah (Δh1 = -0,5 mm) sehingga:
h ± Δh = (h2 + 0,5 mm) - (h1 - 0,5 mm)
h ± Δh = (h2 - h1) + 1,0 mm)
jadi untuk kedua kasus ekstrim berlaku:
Δh = ± (Δh1 + Δh2)= ± 1 ,0 mm
Kasus ekstrim ketiga adalah h2 dibaca terlalu tinggi (Δh2 = +0,5 mm) dan h1
terlalu tinggi (Δh1 = +0,5 mm), sehingga:
Δh = +0,5 mm - (+0,5 mm) = 0
Kasus ekstrim keempat adalah h2 dibaca terlalu rendah (Δh2 =- 0,5 mm) dan h1
juga dibaca terlalu rendah (Δh1 = - 0,5 mm), sehingga:
Δh = -0,5 mm - (-0,5 mm) = 0
Kasus ketiga dan keempat adalah keadaan dimana kesalahan pengukuran saling
meniadakan.

9

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Berdasarkan keempat kasus tersebut, dapat dinyatakan bahwa kemungkinan
kesalahan pengukuran ketinggian kolom cairan adalah:
Δh = ± (Δh1 + Δh2)
Jika pengukuran h1 dan h2 dilakukan beberapa kali, maka ralat pengukuran secara
statistik dinyatakan dengan persamaan:

h   h1   h2 
2

2

, ingat persamaan

x 

i2

Perhitungan ralat seperti ini berlaku untuk pengukuran yang melibatkan operasi
penjumlahan dan pengurangan, misalnya:
x = (h1 - h2 + h3 - h4)
Kemungkinan kesalahan yang terjadi adalah :
x  

h1 2  h2 2  h3 2  h4 2

(1.6)

Ralat pengukuran bergantung pada cara mengolah data pengukuran,
misalnya kita hendak menentukan luas sebuah bidang yang panjangnya P dan
lebarnya L. Jika luas bidang disebut A, maka A = P.L. Ralat pengukuran P dan
akan mempengaruhi ketelitian dalam menentukan A, dimana:
A ± ΔA=(P ± ΔP) x (L ± ΔL)
Dengan menyelesaikan ruas sebelah kanan, akan diperoleh:
A ± ΔA=P L ± P.ΔL ± ΔL.P ±ΔP.ΔL
Nilai (ΔP. ΔL) dapat diabaikan terhadap (P.L), (P.ΔL) dan (ΔP.L), karena nilai ΔP
dan ΔL cukup kecil, sehingga dapat ditulis:
A ± ΔA=P L ± P.ΔL ± ΔL.P
Karena A = P.L, maka:
ΔA= ± P.ΔL ± ΔL.P
Persamaan di atas dapat dimanipulasi dengan membagi ΔA dengan A, sehingga
diperoleh:
A A  P .L  L.P
L P




A
P .L
P .L
L
P

10

(1.7)

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Persamaan di atas menunjukkan fraksi kesalahan atau presentase kesalahan dalam
menentukan A. Jika pengukuran P dan L dilakukan beberapa kali, maka
kemungkinan fraksi kesalahan dalam menentukan A adalah:
A
 L   P 
 
 

A
 L   P 
2

2

(1.8)

Hasil yang sama diperoleh jika A 

P
L
atau A 
L
P

Persamaan (1.7) dapat diperoleh dengan menggunakan diferensial logaritma
sebagai berikut:
log A = log (P.L) = log P + log L
Jika dideferensialkan maka diperoleh:
A P L


A
P
L

Misalkan, X 

Y.Z
M .N

Kemungkinan fraksi kesalahan pengukuran X adalah:
X
 Y   Z   M   N 
 
 
 
 

X
 Y   Z   M   N 
2

2

2

2

(1.9)

Contoh, dalam percobaan menentukan besar resistansi (RX) dengan jembatan
R

Wheatstone digunakan rumus: X  1 , dimana R adalah resistansi/acuan
R
2
standar; l1 dan l2 adalah panjang kawat pada jembatan Wheatstone. Misalkan, R =
4 ohm, l1 = 40,3 cm dan l2= 59,7 cm.
RX 

1
 40,3 
R
x4 ohm  2,7 ohm
2
 59,7 

Jika panjang kawat diukur menggunakan mistar dengan skala terkecil 1 mm, dan
ketelitian pengukuran panjang kawat adalah 0,5 cm (= ½ x 1 mm), maka
kemungkinan fraksi kesalahan pengukuran resistansi adalah:
R X
 0,5   0,5 
 
 

RX
 40,3   59,7 
2

2

11

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

RX
  1,539 x10 6  0,701x10 6   2,24 x10 6  1,49 x10 3
RX
Ralat pengukuran resistansi adalah:

RX  (1,49 x10 3 ) xRX  (1,49 x10 3 ) x2,7ohm
RX  4,02 x10 3 ohm

Sehingga: RX= 2,7 ± 4,02 x 10-3 ohm
Perhitungan seperti ini harus dilakukan dalam membuat laporan praktikum fisika.
Bagaimana jika data hasil pengukuran harus diolah dalam bentuk pangkat ?
Untuk kasus X=Yn berlaku : ΔX = n ΔY.Yn-1
sehingga:

X
Y
n
X
Y

Jika digunakan aturan diferensial logaritma, maka akan diperoleh:
log X = log Yn =n log Y
Jika dideferensialkan, akan diperoleh:

X
Y
n
X
Y

Berikut ini diberikan contoh perhitungan ralat yang menggunakan fungsi kuadrat.
Misalkan, akan dicari ralat pengukuran gravitasi (g) yang mengikuti persamaan:
g

4 2 
T2

dimana ℓ dan T diperoleh atau ditentukan melalui pengukuran, maka:
g
    2T 
   

g
    T 
2

2

   2  2T 2 
.g
g      
     T  
atau



3. Angka Penting
Penggunaan angka penting dalam pengukuran berkaitan dengan ketelitian alat
ukur. Misalnya panjang sebuah tongkat diukur dengan menggunakan mistar dan
dihasilkan L= 16,20 cm atau 162,0 mm. Angka nol di belakang koma tidak dapat
dihilangkan karena mencirikan ketelitian alat ukur yang digunakan. Jika hasil

12

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

pengukuran tersebut dinyatakan dalam satuan meter, dapat dituliskan L = 0,1620
m. Jumlah angka penting dalam kasus ini ada 4 buah, yaitu : 1,6,2 dan 0. Angka
nol di depan koma bukan merupakan angka penting.
Berikut ini diberikan aturan angka penting yaitu:
a. Angka nol di depan bilangan, bukan merupakan angka penting.
Contoh: 0,0365 m memiliki 3 angka penting, yaitu: 3, 6, dan 5.
b. Angka nol di antara bilangan, adalah angka penting.
Contoh: 203,7 m memiliki 4 angka penting, yaitu 2,0, 3, dan 7.
c. Angka nol di belakang bilangan, merupakan angka penting.
Contoh: 14,00 m memiliki 4 angka penting.
d. Untuk bilangan tanpa tanda koma, angka nol di belakang bilangan dapat
merupakan angka penting atau bukan merupakan angka penting sebab angka
nol itu bisa merupakan tebakan atau bisa merupakan angka yang dibaca pada
alat. Keadaan meragukan itu dapat dihindari dengan menggunakan notasi
ilmiah sebagai berikut:



6,0 x 102 kg : memiliki 2 angka penting
6,00 x 102 kg : memiliki 3 angka penting

Bagaimana melaporkan hasil perkalian dari dua bilangan hasil pengukuran?
Misalnya, berdasarkan pengukuran dimensi sebuah papan dengan menggunakan
mistar (skala terkecil 1 mm )diperoleh panjang papan P=11,15 cm dan lebar papan
L=7,25 cm. Bilangan 11,15 memiliki 4 angka penting, angka 5 diragukan (karena
merupakan tebakan), tetapi tetap merupakan angka penting. Bilangan 7,25
memiliki 3 angka penting, walaupun angka 5 diragukan. Untuk menghitung luas
papan dilakukan operasi perkalian:
11,1 5
7,2 5 x
5575

: angka 5 diragukan
: angka 5 diragukan
: angka ini diragukan karena merupakan hasil
perkalian dari angka yang diragukan

2230
7
8 08,
5 3, 7, +5 diragukan karena merupakan operasi matematis dari angka yang
Angka
8 0,8 3 7 Oleh
5
diragukan.
sebab itu diperlukan aturan sebagai berikut:

"Jumlah angka penting untuk hasil akhir dari perkalian atau pembagian dari 2
bilangan adalah sama dengan jumlah angka penting yang paling sedikit di antara 2
bilangan tersebut".
Dalam contoh di atas, perkalian 11,15 dan 7,25; hasilnya harus ditulis memiliki 3
angka penting, yaitu: 80,8 cm2. Jumlah angka penting dari bilangan 80,8 sama

13

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

dengan jumlah angka penting dari bilangan 7,25. Dalam kasus ini bilangan hasil
perkalian dibulatkan sehingga memiliki angka penting yang paling sedikit.
Aturan untuk membulatkan bilangan adalah sebagai berikut:
a. Jika angka di belakang angka penting yang terakhir, nilainya 5 atau lebih
besar; maka angka penting yang terakhir di tambah dengan 1.
Contoh: untuk membulatkan angka 3,136 menjadi 3 angka penting;
dihasilkan 3,14.
b. Jika angka di belakang angka penting yang terakhir, nilainya lebih kecil
dari 5; maka angka penting yang terakhir tetap tidak di ubah.
Contoh: Untuk membulatkan 5,132 menjadi 3 angka penting, dihasilkan
5,13.

14

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

BAGIAN II. PEMBUATAN GRAFIK
Grafik dapat digunakan untuk memeriksa serangkaian hasil eksperimen. Grafik
adalah cara terbaik untuk mempresentasikan data hasil eksperimen, sebab
hubungan antar variabel akan terlihat jelas. Jika terdapat satu atau dua titik hasil
percobaan yang keliru, maka akan langsung kelihatan. Hubungan linier ataupun
hubungan kuadratis antar variabel akan langsung terlihat dengan menggunakan
sebuah grafik. Laporan hasil percobaan sebaiknya dilengkapi dengan grafik yang
dibuat pada kertas milimeter atau kertas semilogaritma, sesuai dengan
karakteristik data atau hubungan antar variabel. Garis pada grafik jangan dipaksa
harus melalui semua titik yang diperoleh dari percobaan, tetapi buatlah sebuah
garis kecenderungan seperti diilustrasikan dalam gambar 2.1. Titik-titik pada
gambar 2.1 adalah hasil eksperimen.
y

x

Gambar 2. 1 Membuat garis pada grafik

Sebuah titik data yang terlalu jauh menyimpang dari kecenderungan dapat berasal
dari data yang diragukan ketelitian pengukurannya. Titik data yang diragukan itu
dapat diabaikan atau tidak dipertimbangkan dalam menarik garis kecenderungan,
seperti diilustrasikan dalam Gambar 2.2.

15

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

y
data yang
diragukan

x

Gambar 2.2 Mengabaikan sebuah data yang diragukan

viskositas

Berdasarkan sebuah grafik, dapat dibuat garis ekstrapolasi untuk kepentingan
tertentu. Misalnya dilakukan pengukuran viskositas cairan madu pada suhu yang
berbeda, lalu dibuat grafik viskositas terhadap suhu, seperti diilustrasikan dalam
Gambar 2.3. Sebuah garis ekstrapolasi dapat dibuat untuk menentukan viskositas
madu pada suhu yang lebih rendah. Garis ekstrapolasi dilukiskan sebagai garis
putus-putus yang ditunjukkan pada Gambar 2.3.

suhu

Gambar 2.3 Membuat garis ekstrapolasi

Pada umumnya, upaya membuat grafik dalam fisika digunakan untuk
beberapa maksud, antara lain:
a. menentukan nilai dari suatu besaran fisika
b. menentukan hubungan antara besaran fisika yang satu dengan yang lain

16

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

c. menentukan konstanta yang menghubungkan antara besaran fisika yang
satu dengan besaran fisika yang lain
Upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan grafik dengan bentuk garis lurus
(hubungan linier), dimana dimungkinkan menentukan hubungan antar variabel
secara tepat dengan validitas yang dapat dipertanggung jawabkan. Pada
umumnya, praktikan dianjurkan mengubah variable pada sumbu grafik dalam
upaya mengubah grafik lengkung menjadi grafik garis lurus (linier). Misalnya,
grafik dari data eksperimen ayunan bandul sederhana, antara panjang tali ayunan
(ℓ) dengan perioda ayunan (T) adalah merupakan garis lengkung. Grafik tersebut
dapat diubah menjadi grafik garis lurus dengan menggambarkan hubungan grafik
antara ℓ dan T2.

Grafik pada kertas logaritma
Skala pada grafik logaritma dibuat bersiklus seperti pada gambar di bawah ini.
Pada gambar ada dua segmen yang diberi label mulai dari sebelah kiri dari angka
1 sampai 10. Segmen tersebut berulang atau bersiklus dan pada segmen kedua,
label skala diberi angka 10 sampai 100.

1

2

3

4

5

6

7

8 9 1

2

3

4

5

6

7

8 9 1

1

2

3

4

5

6

7

8 9 10

20

30

40

50 60 70 80 90 100

Gambar 2.4 Skala pada kertas grafik logaritma
Kertas grafik logaritma dapat digunakan untuk membuat grafik data dengan
kenaikan skala kelipatan puluhan. Ada dua jenis kertas grafik logaritma, yakni:
kertas semi-log dan kertas log-log. Kertas semi-log, memiliki skala linier pada
suatu sumbu dan skala logaritma pada sumbu yang lain. Sedangkan kertas log-log,
memiliki skala logaritma pada semua sumbunya.
Berikut ini akan dibahas contoh penggunaan kertas semi-log
menggambarkan grafik garis lurus yang berkaitan dengan persamaan:
y = Aeβ x

untuk

(2.1)

dimana A dan β adalah konstanta. Persamaan (2.1) tersebut dapat dinyatakan
sebagai berikut:
y
 e x
A

(2.2)

Bentuk logaritma dari ruas kiri dan kanan dari persamaan (2.2) adalah:
17

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

log y - log A = x β log e = x β (0.43420...)

RIDWAN ABDULLAH SANI

(2.3)

Jika sumbu y digambarkan menggunakan skala logaritma dan sumbu x
menggunakan skla linier, maka akan terbentuk garis lurus dengan kemiringan
garis sebagai berikut:

log y2  log y1
  log e
x2  x1

(2.4)

Konstanta β dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.4), dan
perpotongan garis pada sumbu y merupakan nilai konstanta A.

Gambar 2.5 Contoh grafik pada kertas semi-log
Kemiringan garis pada kertas logaritma harus diinterpretasikan secara hatihati. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalahsebagai berikut:
(1) Pilih dua titik tertentu pada garis (x1, y1) and (x2, y2), lalu gunakan untuk
mengevaluasi ruas kiri dari persamaan (2.4).
(2) Nilai (log y2 – log y1) dari persamaan (2.4) dapat dicari dengan mengukur
panjang grafik pada sumbu logaritma karena nilai logaritma berbanding lurus
dengan panjang grafik. Jika ukuran panjang satu siklus skala logaritma adalah
C dan panjang antara y2 dan y1 pada sumbu logaritma adalah L, maka:
L/C = log y2 – log y1
Jika C adalah panjang satu siklus, maka
log C = log (10y) - log (y) = log (10) = 1
sehingga: L = log y2 – log y1
Misalkan grafik pada gambar 2.5 memiliki panjang siklus 5,0 cm karena
kertas semi logaritma yang dipakai hasil fotocopy yang diperkecil. Pilih dua
18

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

titik pada garis lurus, misalkan pada x= 2 dan x=7. Nilai y pada sumbu
vertical untuk kedua titik tersebut adalah 20 dan 500. Misalkan, jarak dua titik
tersebut ketika diukur dengan mistar pada sumbu vertical adalah 6,55.
Kemiringan garis adalah:
6,55
5,0 1,31

 0,262   log e
72
5

Diketahui log(e) = 0,4342945 = 0,4343; maka  

0,262
 0,6033
0,4343

Nilai konstanta A dapat dihitung dengan mengevaluasi satu titik, misalnya
titik x=7, y=500. Dapat diperoleh:
A

500
500
y
 ( 0,6033 ) 7 
 7,328
x
68,23
e
e

Sehingga persamaan garis yang diwakili oleh grafik tersebut adalah:
y  7,328e ( 0,6033 ) x

Pada kasus tertentu, praktikan perlu menggunakan kertas grafik log-log,
misalnya untuk menggambarkan data yang mengikuti persamaan sebagai
berikut:
y = K xp

(2.5)

Bentuk logaritma dari ruas kiri dan kanan dari persamaan (2.5) adalah:
log y = log K + p log x

(2.6)

Jika data y dan x digambar pada kertas log-log, maka akan diperoleh garis lurus
dengan kemiringan sebagai berikut:

log y2  log y1
p
log x2  log x1

(2.7)

Jika panjang skala pada sumbu x sama dengan panjang skala pada sumbu, maka
nilai p adalah kemiringan garis, atau:
p

panjang y
 tan 
panjang x

(2.8)

Panjang y dan panjang x dapat ditentukan dengan memilih dua buah titik,
yakni (x1, y1) dan (x2, y2). Kemudian ukur panjang y dan panjang x dengan
menggunakan sebuah mistar.

19

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Gambar 2.5 Grafik pada kertas log-log
Misalkan grafik padagambar 2.5 memiliki persamaan: y = K xp , titik sebelah kiri
pada garis adalah (2,300), dan titik sebelah kanan adalah (8,40). Jika panjang y
dan panjang x diukur, misalkan ∆y= (-4,42) dan ∆x= 8,15, maka:
p

y  4,42

 0,5423
x
8,15

Perhatikan bahwa ∆y berharga negatif, karena nilai y2 < y1. Kalau sudut
kemiringan garis diukur dengan busur derajat, akan diperoleh θ = -28o atau tg θ =
-0,5317. Persamaan garis dapat ditulis sebagai berikut:
y = K x-0,5423
Nilai K dapat ditentukan dengan mengevaluasi satu titik pada garis lurus,
misalkan diambil titik (2,300). Untuk nilai x =2, berlaku:
x-0,5423 = 0,6867
sehingga: K 

y

x

 0 , 5423



300
 436,9
0,6867

Jadi, persamaan garis pada grafik tersebut adalah:
y = 436,9-0.5423 x

20

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

21

RIDWAN ABDULLAH SANI

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

MENENTUKAN MOMEN MAGNETIK MAGNET BATANG

l. Tujuan Percobaan
Menentukan momen magnetik sebuah magnet batang dengan menggunakan
magnetometer defleksi/kompas
2. Alat dan Bahan
No
1
2
3

Nama Alat
Magnet batang
Magnetometer defleksi/kompas
Mistar (50 cm atau 1 meter)

Jumlah
3 buah
1 buah
2 buah

3. Landasan Teori
Misalkan sebuah magnetometer atau kompas dipengaruhi oleh sebuah magnet
batang di sebelah barat kompas tersebut, seperti ditunjukkan dalam gambar 5.13.
U
U

S
magnet

kompas
(b)

kompas
(a)

Gambar 5.13 a. Kompas (Magnetometer)
b. Jarum kompas menyimpang setelah dipengaruhi
magnet batang

Gaya yang bekerja pada jarum kompas diilustrasikan seperti dalam Gambar 5.14.
Momen kopel akibat gaya magnet batang adalah FxBC. Dan momen pemulih
akibat gaya oleh medan magnet bumi (arah horizontal) adalah Hom'xAC. Jarum
magnetometer akan setimbang jika k dua gaya (yang beriawanan itu) sama
besarnya, atau jika :

F x BC = Hom' x AC
Sehingga: F  H o m'

AC
 H o m' tan 
BC

(1)

22

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Dimana Ho adalah komponen horizontal dari medan magnet bumi, m’ adalah kuat
kutub kompas.
Hom’
B

F

O θ
F

A

C

Hom’

Gambar 5.14 Komponen gaya pada magnetometer akibat magnet batang

Jika panjang magnet batang adalah 2ℓ, momen magnetiknya M dan jarak dari titik
tengah magnet ke titik pusat kompas adalah d, maka besar gaya F adalah:
F 

2Mm' d
dyne
(d 2   2 ) 2

(2)

Jika persamaan (2) disubstitusikan ke persamaan (1), akan diperoleh:

(d 2   2 ) 2 H o tan 
M
2d

(3)

Besar momen magnetik (M) dari sebuah magnet batang dapat ditentukan dengan
mengukur Ho, d, ℓ, dan θ. Ho dapat ditentukan dengan menggunakan percobaan
lain, dan dalam percobaan ini nilai Ho dianggap 0,18 Oersted.

4. Metode Percobaan
Pada saat awal, aturlah posisi kompas, sehingga berada di tengah-tengah mistar
kayu dan mistar mengarah ke Barat - Timur. Lihat gambar di bawah ini:
U

U
Mistar kayu/plastik

S

23

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

Kemudian letakkan magnet batang dengan posisi Barat - Timur. Pada jarak d dari
kompas, perhatikan simpangan jarum magnetometer (catat besar simpangan), lihat
gambar dibawah ini.
θ
S

U

Mistar kayu/plastik

d

Balikkan arah magnet batang, ujung S mendekati magnetometer atau kompas
(usahakan agar jarak d tidak berubah), catat besar θ. Lakukan percobaan untuk
nilai d yang berbeda. Buatlah tabel yang sesuai untuk pengambilan data yang anda
lakukan. Tentukan nilai momen magnetik magnet batang (M) berdasarkan data
yang anda peroleh beserta ralat pengukurannya. Lakukan percobaan yang serupa
dengan menggunakan magnet batang yang berbeda.

24

PENGEMBANGAN LABORATORIUM FISIKA

RIDWAN ABDULLAH SANI

DAFTAR PUSTAKA
Ackroyd, J.E .2009. Physics, Ontario: Pearson.
Cassidy, D. , Holton, G. & Rutherford, J. 2005. Understanding Physics: Student
Guide, New York: Springer.
Loyd, D.H. 2008. Physics Laboratory Manual, Belmont: Thomson Brooks/Cole
Sukhla, R.K & Srivasta, A. 2006. Practical Physics, New Delhi: New Age
International Limited Publishers

25