Program Penelitian Ethnomathematics dan. pdf

PROGRAM PENELITIAN ETHNOMATHEMATICS DAN IMPLIKASI
LANGSUNGNYA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Joko Suratno
Program Studi Pendidikan Matematika
Jurusan Pendidikan MIPA, FKIP, Universitas Khairun
Email: joko_unkhair@yahoo.co.id

ABSTRACT
This paper is about ethnomathematics called by D’Ambrosio as a research
program in the history and philosophy of mathematics with pedagogical implications.
Firstly, it will discuss researches related to analyses of mathematics associated with the
traditional cultures of indigenous people. The discussion is about mathematics of
specific cultural groups in Papua New Guinea, Africa, and America. Secondly, this
paper will explore the mathematics of different groups of people in everyday settings.
This research has investigated the thinking and practices of participants in situations
where they developed mathematical knowledge in a social context. Thirdly, it will
focuses on the relationship between ethnomathematics and mathematics education. The
third part of group of ethnomathematics research is interconnected to the other two
groups of research. It is important to look for the implications of ethnomathematics for
thetheoriesand practices of the mathematics education research community because it

willdecrease the gap that exists between everyday and academic mathematics. The most
important thing is that we have to find ways to bring components of everyday
mathematical practices into the classrooms and I think that it is possibileto add
ethnomathematics into mathematics teaching and learning.
Key words: Ethnomathematics, Mathematics Teaching and Learning

A.

Pendahuluan
Ethnomatematicsdidefinisikan

sebagai

matematika

yang

digunakanoleh

kelompok-kelompok masyarakat/budaya, seperti masarakat kota dan desa, kelompokkelompok pekerja/buruh, golongan profesional, anak-anak pada usia tertentu,

masyarakat pribumi, dan masih banyak kelompok lain yang dikenali dari sasaran/tujuan
dan tradisi yang umum dari kelompok tersebut (D’Ambrosio, 2006).Selain itu,
ethnomathematics juga artikan sebagai penelitian yang menghubungkan antara
matematika atau pendidikan matematika dan hubungannya dengan bidang sosial dan
latar belakang budaya, yaitu penelitian yang menunjukkan bagaimana matematika

1

dihasilkan, ditransferkan, disebarkan, dan dikhususkan dalam berbagai macam sistem
budaya (Zhang & Zhang, 2010), serta politik (Knijnik, 2002).Sistem budaya dan politik
yang dimaksud tentunya bukan hanya sistem budaya dan politik yang berlaku di dalam
masyarakat berpendidikan, tetapi juga menyangkut sistem budaya atau ide matematika
dari masyarakat yang tidak atau belum melek huruf.
Kajian ethomathematics yang begitu luas, menyebabkan ethnomathematics
dianggap sebagai salah satu dari dua pusat pemikiran untuk memahami matematika
(Wedege, 2010). Hal tersebut menimbulkan gagasan bahwa peranan ethnomathematics
seharusnya memiliki pengaruh yang lebih luas dalam masyarakat dan pendidikan
khususnya pendidikan matematika (Begg, 2001). Peranan tersebut sebenarnya sangat
nyata sekali, tetapi hal terpenting adalah bagaimana usaha dan kerja keras kita untuk
menampilkan konsep matematika yang ada dalam ethnomathematics kedalam kegiatan

pembelajaran, sehingga konsep tersebut dapat berhubungan secara langsung dengan
budaya siswa dan dengan pengalamannya sehari-hari (Rosa & Orey, 2001).Jika kita
dapat melakukannya, maka akan terciptalah sebuah pendekatan ethnomathematics
dalam pembelajaran matematika dan diharapkan mampu membuat matematika di
sekolah lebih relevan dan penuh makna bagi siswa dan kualitas pendidikannya.
Siswa yang menganggap bahwa matematika tidak relevan dan tidak bermakna
bagi dirinya, salah satunya disebabkan karena siswa kesulitan mempelajari bahasa
matematika dan bahasa kedua yang tentunya tidak mudah untuk dipahami.Hal tersebut
sejalan dengan pendapat Meaney, Fairhill, & Trinick (2008), yang menyatakan bahwa
ada kalanya kesulitan dalam mempelajari bahasa kedua menyebabkan ide tentang
matematika yang dihantarkan dengan bahasa kedua tersebut menimbulkan masalah.
Oleh karena itu, pengembangan bahasa asli dalam menjelaskan matematika yang
berasal dari barat membutuhkan perhatian.Penggunaan istilah matematika yang

2

memiliki konotasi yang sama baik dilihat dari segi matematika dan budaya akan
membantu siswa kita dalam mempelajari matematika dengan lebih baik.
Menurut Francois (2012), perluasan penggunaan ethnomathematics yang sesuai
dengan keanekaragaman budaya siswa dan dengan praktek matematika dalam

keseharian mereka membawa matematika lebih dekat dengan lingkungan siswa karena
ethnomathematics

secara

implisit

merupakan

program

atau

kegiatan

yang

menghantarkan nilai-nilai dalam matematika dan pendidikan matematika.D’Ambrosio
(2007)


menambahkan

bahwa,

penggunaan

ethnomathematics

dalam

kegiatan

pembelajaran seharusnya dapat digunakan sebagai alat penyokong solidaritas dan
kerjasama antar siswa. Selain itu, tujuan utama ethnomathematics adalah membangun
masyarakat

yang

bebas


dari

kebiadaban,

arogansi,

intoleransi,

diskriminasi,

ketidakadilan, kefanatikan, dan rasa kebencian, sehingga ethnomathematicsdiharapkan
dapat menumbuhkan perdamaian di antara umat manusia.
Pembahasan di atas membawa kita kedalam sebuah kesimpulan bahwa
ethnomathematics penting untuk dikaji dan dipelajari. Begitu pentingnya kajian
tentang ethnomathematics yang secara khusus disebutkan oleh D’Ambrosio (2006)
sebagai program penelitian tentang sejarah dan filsafat matematika, dengan implikasi
langsungnya untuk pembelajaran, membawa kita kedalam pembahasan tiga bidang
kajian tentang kajian dalam ethnomathematics yang tentuya tidak memandang bahwa
kajian tentang sejarah cerita tradisional pada matematika tidak penting untuk
dipelajari atau dibahas.


B.

Ethnomathematics dalam Budaya Tradisional Masyarakat Pribumi
Konsep-konsep matematika sebenarnya telah ada dan dipergunakan oleh

masyarakat pribumi sebelum masuknya konsep matematika yang dianggap sebagai

3

matematika barat/Eropa. Konsep matematika barat sendiri tidak memungkiri peranan
matematika di luar eropa yang telah membangun sistem matematika sedemikian rupa.
Konsep matematika dapat degan mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya konsep geometri pada tenunan (Gerdes, 2001) yang merupakan salah satu
contoh pengguaan matematika dalam kehidupan sehari-hari masyarakat pribumi.
Menurut (Goetzfridt, 2012), masyarakat pribumi dari Papua New Guinea telah
menggunakan konsep matematika berupa sistem linier tersendiri dalam hal yang
berhubungan dengan jarak, tempat, dan asal muasal nenek moyangnya. Di kepulauan
Caroline, khususnya di Pulau Puluwat dan Satawal, masyarakat mengguakan letak
bintang sebagai acuan untuk melakukan rute perjalanan di lautan dengan menerapkan

sistem linier yang mereka bangun untuk menentukan pulau awal dan tujuan perjalanan.
Masyarakat Tolai di Papua New Guinea juga telah menggunakan sistem bilangan dalam
kehidupa mereka. Warga pribumi tersebut memiliki pengetahuan matematis dalam
budaya mereka yang ditunjukkan melalui bahasa dan kehidupan keseharian mereka
(Paraide, 2008). Hal demikian diyakini telah ada sebelum masukknya matematika barat
di daerah tersebut.
Sebelum masuknya pendidikan barat, masyarakat Hausa di Nigeria Utara
menggunakan matematika dalam mensortir, memesan, mengukur, memilih waktu, dan
menimbang dalam kehidupan keseharian mereka. Yang menyolok dari budaya tersebut
adalah permainan tradisional yang dimainkan oleh anak-anak dan orang dewasa yang
ditujukan sebagai sarana pembelajaran. Permainan ini dapat mempertajam otak, yang
salah satunya adalah perhitungan (Yusuf, Saidu, & Halliru, 2010). Alat hitung lain juga
dapat ditemui dalam kehidupan bangsa Inka. Menurut Leonardo & Shakiban (2010),
LaYupana merupakan alat hitung kuno bangsa Inka yang berupa lembaran dari tanah
liat yang diletakkan batu-batu, butiran padi-padian, buncis di atasnya dan dimanipulasi

4

dalam melakukan perhitungan. Alat ini merupakan sempoa yang digunakan dalam
perhitungan basis sepuluh. Selain sudah menggunakan alat hitung yang sedemikian

rupa, masyarakat pribumi juga telah menggunakan berbagai kerajinan yang dapat
ditemukan konsep matematika dalam pembuatannya.
Menurut Hirsch & Dubin(2009), tas Maguey merupakan produk hasil kerajinan
tangan nenek moyang bangsa Maya yang menggunakan sistem bilangan duapuluhan
sebagai dasar pembuatannya yang dijadikan identitas turun-temurun sampai dengan
sekaran oleh masyarakat di daerah pedesaan Chiapas, Meksiko. Di daerah Meksiko
Tengah juga telah dikenal sebuah sistem bilangan yang disebut sebagai sistem
bilangan Otomi.Sistem bilangan Otomi merupakan aplikasi dari matematika yang
salah satunya digunakan dalam penanggalan Otomi (Gilsdorf, 2009). Menurut
D’Ambrosio dalam Bjarnadottir (2010), sisitem penanggalan atau pembuatan kalender
sebagai contoh dalam penghitungan dan pengingat waktu, merupakan salah satu
contoh terbaik dalam ethnomathematics.
Contoh lain dari ethnomathematics adalah Dan. Dan merupakan istilah dari
bahasa sebuah suku di daerah pedalaman Liberia Tengah yang berupa pemikiran
matematis yang digunakan masyarakat tersebut dalam penimbangan beras sampai
dengan pembuatan tangga-tangga pondokan, dari permainan sampai dengan penanyaan
waktu. Oleh karena itu, matematika merupakan bagian dari masyarakat tersebut dan
sudah melekat dan tak terpisahkan dalam aktivitas keseharian mereka(Sternstein, 2008).
Permainan lain yang dapat dijumpai di daratan Amerika berupa permainan dadu.
Menurut Rauff (2009), permainan-permainan dadu merupakan ciri utama budaya orang

Amerika asli sampai dengan pergantian abad duapuluhan. Permainan ini dapat dipakai
dalam kajian ethnomathematics dari sudut pandang teori peluang.

5

C.

Ethnomathematics dalam Kelompok Masyarakat pada Situasi Keseharian
Kajian ethnomathematics yang begitu luas, memungkinkan penelaahan kajian ini

dari berbagai sudut pandang. Miarka (2012), memandang bahwa sudut pandang
kontemporer juga dapat dijadikan sebagai kajian dalam ethnomathematics. Tentunya
sah-sah saja orang mempertahankan pendapat demikian. Hal yang penting adalah
bagaimana hasil kajian dalam ethnomathematics memiliki perananan, baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam pengembangan matematika dan pendidikan
matematika. Berikut ini disajikan beberapa kajian yang tentunya tidak secara langsung
berhubungan dengan pembelajaran, tetapi tentunya dapat dimanfaatkan sebagai media
dalam menyampaikan materi matematika yang terkait dengan kajian tersebut.
Yup’ik merupakan strategi navigasi, yang diterapkan oleh Fred George, yang
merupakan salah satu dari contoh studi ethnomathematics dari kelompok masyarakat

dalam situasi keseharian, di Alaska. Ia berkendara dengan menggunakan kendaraan
salju di daerah Delta Yukon-Kuskokwin yang membeku dan bersalju. Di siang hari, ia
menggunakan posisi matahari dan jam untuk menentukan arah (Brandley,
2006).Pengalaman George tentunya dapat dijadikan sebagai masalah kontekstual yang
realistik dan dapat digunakan sebagai sarana dalam pembelajaran.
Contoh lain dari ethnomathematics dalam kelompok-kelompok masyarakat dalam
situasi keseharian adalah kegiatan yang dilakukan oleh para kondektur bus di India.
Mereka melakukan berbagai aktivitas dan diantaranya menggunakkan matematika
dalam keseharian mereka. Pada saat melaksanakan tugas harian, para kondektur
mencatat asal penumpang naik bus dan dimana mereka turun, menentukan jumlah
ongkos yang harus dibayarkan. Menggunakan perkalian dengan caranya sendiri.
Contoh: 3,5× 5, mereka mengalikan 2 untuk mendapatkan 7 dan mengalikan 4 untuk
mendapatkan 14 setelah itu menambahkannya dengan 3,5 (Naresh, 2012).

6

Menurut Sharp & Stevens (2007), alat musik drum yang bisa biasa dipakai oleh
para pemusik dapat dijadikan sarana dalam mempelajari aljabar. Pembelajaran ini
merupakan bagian dari pengajaran yang relevan dengan praktik kebudayaan, yang
merupakan pendekatan yang mengharuskan guru untuk mengembangkan berbagai jenis
pengetahuan. Walaupun demikian, penggunaan berbagai benda dalam pembelajaran
konsep matematika seharusnya juga memfokuskan peranan benda–benda tersebut
sebagai alat yang membawa berfikir matematis secara aktif (Were, 2003).

D.

Ethnomathematics dalam Kegiatan Pembelajaran Matematika
Mengadopsi ethnomathematics kedalam kegiatan pembelajaran matematika

merupakan sesuatu yang sangat mungkin dilakukan (Zhang & Zhang, 2010). Bahkan
dapat pula ethnomathematics dijadikan sebagai alternatif pembelajaran matematika
(Owens, 2012). Kedua pendapat tersebut menjadi inspirasi bagi praktisi dalam dunia
pendidikan matematika untuk mengaplikasikan ethnomathematics dalam kegiatan
pembelajaran matematika.
Bonner (2010), melakukan kegiatan pembelajaran berbasis ethnomathematics
dengan subjeknya adalah para calon guru. Pembelajaran ini dilakukan dengan cara
pengkonstruksian pengalaman bermakna baik di dalam maupun di luar kelas yang
memfokuskan pada budaya. Kegiatan ini telah meningkatkan dan memperdalam
pemahaman calon guru dalam pengajaran matematika dengan berbagai macam
budaya.Selain itu, kegiatan seminar yang dilakukan Massarwe, Verner, & Bshouty (2012)
menyimpulkan bahwa, pemahaman tentang geometri para siswa/peserta seminar
meningkat

dan

mereka

paham

terhadap

pentingnya

aktivitas

ethnomathematics yang berhubungan dengan siswa dan budaya yang lain.

7

pembelajaran

Kegiatan lain yang masih menggunakan calon guru sebagai subjek penelitiannya,
menunjukkan bahwa ethnomathematics telah memberi pengaruh terhadap pengembangan
profesionalisme calon guru matematika (Katsap & Silverman, 2008). Hal tersebut
menunjukkan bahwa ethnomathematics sangat penting dalam kegiatan pembelajaran bagi
calon guru, baik kegiatan di kelas maupun kegiatan di lapangan. Calon guru pada saat di
lapangan/sekolah dapat langsung mengaplikasikan apa yang telah mereka dapat dalam
kegiatan pembelajaran dengan siswanya yang tentunya juga berasal dari berbagai macam
latar belakang budaya yang berbeda (DeKam, 2007).

Berbedaan latar belakang budaya yang ada telah menginspirasi Duranczyk &
Higbee dalam penelitiannya. Duranczyk & Higbee (2012), telah mengintegrasikan
desain pembelajaran multi-budaya dan aplikasinya dalam berpikir matematis
siswa.Kegiatan tersebut tentunya untuk mengakomodasi peranan ethnomathematics
dalam pengajaran matematika. Hal yang perlu diingat adalah guru matematika harus
mengetahui peranannya sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, dan bukan
sebagai sumber dan pengantar pengetahuan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
pemanfaatan pengetahuan siswa tentang ethnomathematics di dalam pembelajaran dan
ini akan mendorong pegembangan dasar pengatahuan konseptual siswa. Selai itu,
kegiatan ini juga memungkinkan siswa mengembangkan perluasan strategi pemecahan
masalah, sehingga membuat matematika menjadi pelajaran yang penuh arti dan
reflektif (Matang, 2002).
Penelitian yang dilakukan Palomar, Simic, Varley (2007) menyoroti hubungan

antara matematika dan kehidupan keseharian yang menekankan budaya, bahasa, dan
dialog diantara siswa yang sedang belajar matematika.Hasil penelitian tersebut
diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam pembelajaran matematika yang
berbasis ethnomathematics agar hasil belajar siswa meningkat. Menurut Achor, Imoko,

8

& Uloko(2009), hasil belajar dan daya ingat siswa yang diajar dengan pendekatan
pembelajaran ethnomathematics lebih tinggi dibandingkan hasil belajar dan daya ingat
siswa yang diajar dengan pendekatan konvensional. Siswa merasakan bahwa
pembelajaran tersebut penuh makna, relevan, dan menyenangkan.
Menurut Massarwe, Verner, & Bshouty (2010), siswa yang mereka ajar dengan
ethnomathematics

menunjukkan

hal

yang

sama,

yaitu

mereka

menganggap

pembelajaran lebih bermakna dan menyenangkan. Materi dalam kegiatan pembelajaran
tersebut adalah materi geometri. Siswa dalam kegiatan tersebut ditugasi untuk
menganalisis dan mempraktekkan pembuatan ornamen dengan bimbingan guru. Selain
kegiatan pembelajaran dengan praktek, Herron & Barta (2009), menyarankan
penggunaan pengejaran pemecahan masalah yang relevan dengan budaya sebagai alternatif
dalam pembelajaran.Berbagai alternatif memang bisa kita gunakan dalam kegiatan

pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah kita harus memodifikasi secara produktif
pembelajaran agar memberi dampak yang bermanfaat dari reformasi pengajaran seperti
kerja kelompok dan pembelajaran berbasis masalah (Staats, 2006).

E.

Kesimpulan
D’Ambrosio (2007), paham bahwa ethnomathematics telah meningkat dari

sekedar penelitian, dan inilah yang menyebabkan ethomathematics disebut sebagai
program ethnomathematics. Tetapi yang sama pentingnya adalah implikasinya dalam
pengembangan dan inovasi kurikulum, pengajaran, pendidikan guru, pembuatan
kebijakan, dan upaya untuk mengkikis arogansi, ketidakadilan, dan kefanatikan di
dalam masyarakat.Peranan ini menuntuk kita semua dalam mengembangkan lebih lanjut
ethnomathematics di dalam kegiatan pembelajaran kita. Tentunya tidak salah jika kita
mencoba berbagai alternatif kegiatan pembelajaran. Tetapi yang perlu diingat bahwa

9

ethnomathematics bukanlah sebuah obat yang mujarab yang dapat menyembuhkan segala
penyakit atau permasalahan matematika. Ethnomathematics dengan keterbatasannya
hanyalah salah satu dari berbagai macam alat yang dapat kita gunakan dalam pembelajaran
matematika. Yang terpenting adalah tujuan ikhlas kita dalam pembelajaran, agar apa yang
kita lakukan bermanfaat untuk anak didik kita.

DAFTAR PUSTAKA

Achor, E. E., Imoko, B. I., Uloko, E. S. (2009). Effect of ethnomathematics teaching
approach on senior secondary students’ achievement and retention in Locus.
Educational Research and Review, 4(8), pp. 385-390. Retrieved from
http://www.academicjournals.org/ERR/PDF/pdf%202009/August/Achor%20et%20al.pdf
Adams, T. L. & Harrell, G. (2010). A study of estimation by profesionals at work.
Journal of Mathematics and Culture, 5(2), pp. 1-15. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-2
Begg, A. (2001). Ethnomathematics: Why, and what else? ZDM, 33(3), pp. 71-74.
Retrieved from http://subs.emis.de/journals/ZDM/zdm013a2.pdf
Bjarnadottir, K. (2010). Ethnomathematics at the Margin of Europe-A Pagan calendar.
Journal of Mathematics and Culture, 5(1), pp. 21-42. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-1
Bonner, E. P. (2010). Promoting culturally responsive teaching through action research
in a mathematics methods course. Journal of Mathematics and Culture, 5(2), pp.
16-30. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culturevolume-5-number-2
Brandley, C. E. (2006). Learning the Yup’ik way of navigation: Studying time, position,
and direction. Journal of Mathematics and Culture, 1(1), pp. 90-126. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-1
D’Ambrosio, U. (2006). Ethnomathematics: Link between traditions and modernity.
Rotterdam: Sense Publisher.

D’Ambrosio, U. (2006). The program ethnomathematics: A theoretical basis of the
dynamics of intra-cultural encounter. Journal of Mathematics and Culture, 6(1),
pp.
1-7.
Retrieved
fromhttp://www.cea.ucr.ac.cr/CTC2010/attachments/118_The%20Program%20Ethno
mathematics%20-%20in%20JMC.pdf

10

D’Ambrosio, U. (2007). Peace, social justice and ethnomathematics (Monograph). The
Montana
Mathematics
Enthusiast,
pp.
25-34.
Retrieved
from
http://www.math.umt.edu/tmme/monograph1/d%27ambrosio_final_pp25_34.pdf
DeKam, J. L. H. (2007). Foundations in ethnomathematics for prospective elementary
teacher. Journal of Mathematics and Culture, 2(1), pp. 1-19. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-2

Duranczyk, I. M. & Higbee, J. L. (2012). Constructs of integrated multicultural
instruction design for undergraduated mathematical thinking course for
nonmathematics majors. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 148-177.
Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6number-1-focus-issue-icem4
Francois, K. (2012). Ethnomathematics in a European context: Towards an enriched
meaning of ethnomathematics. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp.
191-208. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culturevolume-6-number-1-focus-issue-icem4
Gerdes, P. (2001). Origins of geometrical thought in human labor. Nature, Society, and
Thought,
14(4),
pp.
391-418.
Retrieved
from
http://search.proquest.com/docview/220282718/fulltextPDF/139479DD33D29CB123
A/4?accountid=38628
Gilsdorf, T. E. (2009). Mathematics of the Hnahnu: The Otomies. Journal of
Mathematics
and
Culture,
4(1),
pp.
84-105.
Retrieved
from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2
Goetzfridt, N. J. (2012). Pacific ethnomathematics: The richness of environment and
practice. Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 223-252. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focusissue-icem4
Herron, J. & Barta, J. Culturally relevant word problems in second grade: What are the
effects? Journal of Mathematics and Culture, 4(1), pp. 23-49. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2
Hirsch, F. P. & Dubin. (2009). Mayan elders, Mayan mathematics, and the weaving of
resistance in Maguey bag production. Journal of Mathematics and Culture, 4(1),
pp. 63-83. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culturevolume-3-number-2
Katsap, A. & Silverman, F. L. (2008). A case study of the role of ethnomathematics
among teacher education students from highly diverse cultural background.
Journal of Mathematics and Culture, 3(1), pp. 66-102. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-1
Knijnik, G. (2002). Curriculum, Culture, and ethnomathematics: The practice of
‘cubagem’ of wood’ in Brazilian Landles Movement. Journal of Intercultural
Studies, 23(2), pp. 149-165.

11

Leonardo, M. & Shakiban, C. (2010). The Incan abacus: A curious counting device.
Journal of Mathematics and Culture, 5(2), pp. 81-106. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-5-number-2
Massarwe, K., Verner, I., & Bshouty, D. (2010). An ethnomathematics in analyzing and
constructing ornaments in a geometry class. Journal of Mathematics and Culture,
5(1), pp. 1-20. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematicsculture-volume-5-number-1
Massarwe, K., Verner, I., & Bshouty, D. (2012). Ethnomathematics and multi-cultural
education: Analysis and construction of geometri ornament. .Journal of
Mathematics
and
Culture,
6(1),
pp.
344-360.
Retrieved
from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focusissue-icem4
Matang, R. (2002). The role of ethnomathematics in mathematics education in Papua
New Guinea: Implication for mathematics curriculum. Journal of Education
Studies,
24
(1)
pp.
27-37.
Retrieved
from
http://www.directions.usp.ac.fj/collect/direct/index/assoc/D1070625.dir/doc.pdf
Meaney, T., Fairhill, U., & Trinick, T. (2008). The role of language in
ethnomathematics. Journal of Mathematics and Culture, 3(1), pp. 52-65.
Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3number-1
Miarka, R. (2012). The role of mathematics within ethnomathematical description.
Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 296-307. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focusissue-icem4
Naresh, N. (2012). Bus conductors’ use of mental computation in everyday setting-Is it
their ethnomathematics? Journal of Mathematics and Culture, 6(1), pp. 308-332.
Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6number-1-focus-issue-icem4
Owens, K. (2012). Policy and practices: Indigenous voices in education. Journal of
Mathematics
and
Culture,
6(1),
pp.
51-75.
Retrieved
from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-6-number-1-focusissue-icem4
Palomar, J. D., Simic, K., & Varley, M. (2007). “Math is everywhere”: Connecting
mathematics to students’ lives. Journal of Mathematics and Culture, 2(1), pp. 2036. Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1number-2

Paraide, P. (2008). Number in the Tolai culture. DWU Research Journal, 9, pp. 69-77.
Retrieved from http://go.galegroup.com/ps/retrieve.do?retrieveFormat=PDF

12

Rauff, J. V. (2009). Native American dice games and discrete probability. Journal of
Mathematics
and
Culture,
4(1),
pp.
50-62.
Retrieved
from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-3-number-2
Rosa, M. & Orey, D. C. (2001). Ethnomathematics: The culture aspects of mathematics.
Revista Latinoainericana de Etnomatematica, 4(2), pp. 32-54.
Sharp, J. & Stevens, A. (2007). Culturally-relevant algebra teaching: The case of
African drumming. Journal of Mathematics and Culture, 2(1), pp. 37-57.
Retrieved from http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1number-2
Staats, S. (2006). The case for rich contexts in ethnomathematics lessons. Journal of
Mathematics
and
Culture,
1(1),
pp.
39-52.
Retrieved
from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journal-mathematics-culture-volume-1-number-1

Sternstein, M. (2008). Mathematics and the Dan culture. Journal of Mathematics and
Culture, 3(1), pp. 1-13. Retrieved from
http://nasgem.rpi.edu/pl/journalmathematics-culture-volume-3-number-1
Wedege, T. (2010). Ethnomathematics and mathematical literacy: People knowing
mathematics in society. In Bergsten, C., Joblonka, E., & Wedege, T. (eds.),
Mathematics and mathematics education: Culture and social dimensions.
Proceedings of MADIF 7. The Seventh Mathematics Education Research
Seminar, pp. 31-46, Stockholm: Linköping Universitet
Were, G. (2003). Objects of learning: An anthropological approach to mathematics
education. Journal of Material Culture, 8 (1), pp. 25-44. DOI:
10.1177/1359183503008001761
Yusuf, M. W., Saidu, I., & Halliru, A. (2010). Ethnomathematics: A mathematical game
in Housa culture. International Journal of Mathematical Science Education, 3(1),
pp. 36-42. Retrieved from http://www.tmrfindia.org/sutra/v3i16.pdf
Zhang, W. & Zhang, Q. (2010). Ethnomathematics and its integration within the mathematics
curriculum. Journal of Mathematics Education. 3(1), pp. 151-157. Retrieved from
http://educationforatoz.com/images/_12_Weizhong_Zhang_and_Qinqiong_Zhang.pdf

Suratno, J. (2013). Program Penelitian Ethnomathematics dan Implikasi Langsungnya dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Penelitian dan Pembelajaran Matematika, 6(2), hal 137-143. Serang: Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

13

Dokumen yang terkait

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENGEMBANGAN PROGRAM ACARA CHATZONE(Studi Terhadap Manajemen Program Acara di Stasiun Televisi Lokal Agropolitan Televisi Kota Batu)

0 39 2

Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pengembangan Profesi Guru Sains melalui Penelitian dan Karya Teknologi yang Sesuai dengan Tuntutan Kurikulum 2013

6 77 175

Tingkat Pemahaman Fiqh Muamalat kontemporer Terhadap keputusan menjadi Nasab Bank Syariah (Studi Pada Mahasiswa Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

1 34 126

Perilaku Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter UIN Syarif Hidayatullah Jakrta Angkatan 2012 pada tahun2015

8 93 81

Implementasi Program Dinamika Kelompok Terhada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha (Pstw) Budi Mulia 1 Cipayung Jakarta Timur

10 166 162

Analisis Prioritas Program Pengembangan Kawasan "Pulau Penawar Rindu" (Kecamatan Belakang Padang) Sebagai Kecamatan Terdepan di Kota Batam Dengan Menggunakan Metode AHP

10 65 6

Tinjauan atas pembuatan laporan anggaran Bulan Agustus 2003 pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung

0 76 64

Sistem Informasi Pendaftaran Mahasiswa Baru Program Beasiswa Unggulan Berbasis Web Pada Universitas Komputer Indonesia

7 101 1

Peranan Komunikasi Antar Pribadi Antara Pengajar Muda dan Peserta Didik Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar ( Studi pada Program Lampung Mengajar di SDN 01 Pulau Legundi Kabupaten Pesawaran )

3 53 80