PEMANFAATAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG

PEMANFAATAN KARBON AKTIF DARI TEMPURUNG KLUWAK (Pangium edule Reinw)
SEBAGAI ADSORBEN ZAT WARNA RHODAMIN B
Widya Astuti1; Paulina Taba2; Yusafir Hala3
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin
Jl.Perintis Kemerdekaan Km 10 Makassar
email: widyaastuti0107@gmail.com
Abstrak
Zat warna telah digunakan secara luas, umumnya pada tekstil, kertas, plastik, dan banyak industri
lain. Keberadaan zat warna dalam air limbah dihasilkan industri tersebut berbahaya dan dapat menyebabkan
keracunan bagi mahluk hidup. Berbagai metode seperti koagulasi, penukar ion, dan ozonasi telah digunakan
untuk menghilangkan zat warna dari air limbah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui luas
permukaan karbon aktif yang dibuat dari tempurung kluwak yang digunakan sebagai adsorben zat warna
Rhodamin B dan mengetahui kapasitas adsorpsinya. Pengaktifan dengan KOH 25% dilakukan terhadap
karbon dari tempurung kluwak untuk meningkatkan penyerapan terhadap zat warna Rhodamin B. Penelitian
ini meliputi penentuan waktu kontak optimum, penentuan pH optimum dan kapasitas adsorpsi karbon aktif
tempurung kluwak terhadap zat warna Rhodamin B. Larutan hasil interaksi antara Rhodamin B dengan
karbon aktif dari tempurung kluwak diidentifikasi dengan menggunakan Spektrofotometer UV-Vis
Shimadzu 1700. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa luas permukaan karbon aktif tempurung kluwak
adalah 413,27 m²/gram dimana adsorpsi optimum terjadi pada waktu kontak 30 menit, pH larutan 7.
Kapasitas adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif dari tempurung kluwak adalah 3,05 mg/g.
Kata kunci : tempurung kluwak, karbon aktif, Rhodamin B, kapasitas adsorpsi.

Abstract
Dyes are widely used, mostly in the textiles, paper, plastics, and many other industry. The existence
of dyes in the waste water produced by the industries are dangerous and can cause toxicity effect to living
organisme. Various techniques like coagulation, ion exchange, and ozonization have been used for the
removal of dyes from wastewater. The purpose of this research are to know the surface area of activated
carbon from kluwak shell that is used as adsorbent of Rhodamine B dye and to know the adsorption capacity
of it. Activated of carbon from kluwak shell has used KOH 25 % to obtain higher adsorption of Rhodamine
B dye. The study included determine optimum contact time, optimum pH and adsorption capacity of
activated carbon to Rhodamine B dye. The result of interactions between Rhodamine B with kluwak shell
identified by Spectrofotometer UV-Vis Shimadzu 1700. The result of activated carbon from kluwak shell
show that the surface area of activated carbon is 413,27 m²/gram with optimum time contact is 30 minutes,
optimum pH is 7. Adsorption capacity of Rhodamine B is 3,05 mg /g.
Key words : Pangium edule shell, active carbon, Rhodamine B, adsorption capacity.
PENDAHULUAN
Zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna
dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat (Pratiwi, 2010). Zat warna merupakan senyawa berwarna
yang banyak digunakan pada industri tekstil, plastik, kertas, dan banyak industri lainnya (Cahyadi, 2006). Zat
warna yang sering dipakai dalam industri tekstil seperti pabrik kertas, sutera dan wool adalah zat warna
rhodamin B. Rhodamin B merupakan pewarna sintetis yang berasal dari metanlinilat dan alanin yang berbentuk
serbuk kristal berwarna merah keunguan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah

terang pada konsentrasi rendah. Di samping itu, Rhodamin B dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan,
kulit, mata
1

dan saluran pencernaan. Kandungan senyawa azo yang terdapat pada Rhodamin B sehingga dapat
menyebabkan keracunan, gangguan hati dan kanker, oleh karena itu keberadaannya dalam air perlu
diminimalkan (Erlin, 2008).
Berbagai metode telah dilakukan untuk menangani permasalahan limbah industri khususnya pengurangan
zat warna, antara lain dengan metode koagulasi, penukar ion, dan ozonisasi, tetapi metode-metode tersebut
membutuhkan biaya yang relatif tinggi. Byrappa dan Subramani (2006) berhasil menurunkan kadar Rhodamin
B menggunakan fotokatalitik ZnO dan TiO2, namun, proses ini kurang efektif diterapkan terutama di industri
rumah tangga karena memerlukan biaya yang mahal.
Metode adsorpsi merupakan salah satu cara yang efisien dan efektif untuk mempelajari penghilangan
zat warna. Keunggulan metode ini adalah tidak terbentuk lumpur, zat warna dapat dihilangkan dengan baik
dan adsorben yang telah digunakan dapat diregenerasi sehingga dapat digunakan kembali untuk proses
pengolahan limbah. Adsorben yang umumnya digunakan untuk pengolahan limbah zat warna adalah karbon
aktif. Karbon aktif dapat menyerap dengan baik senyawa-senyawa organik (Worch, 2012) dan biaya
produksi yang relatif murah karena bahan baku pembuatan karbon aktif dapat berasal dari limbah biomassa
(Liem dkk, 2015).
Penggunaan karbon aktif sebagai penyerap zat warna Rhodamin B merupakan salah satu alternatif

dalam pengolahan limbah zat warna karena lebih selektif, pendekatan kompetitif, efektif, dan murah.
Sejumlah karbon aktif dari biomassa dapat digunakan sebagai adsorben yaitu tempurung kenari (Edwin dkk,
2005), cangkang kelapa sawit (Kurniati, 2008), batang pisang (Muna, 2011) ampas tebu (Asbahani, 2013),
kulit durian (Tanasale dkk, 2014) dan kulit kakao (Purnamawati dan Utami, 2014). Menurut Sulistyawati
(2008) tongkol jagung yang mengandung selulosa dan pektin dari kulit buah jeruk (Ina dkk, 2013) dapat
dimanfaatkan sebagai adsorben. Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa limbah pertanian yang
mengandung gugus-gugus fungsi dapat diolah lebih lanjut menjadi karbon aktif yang dapat berfungsi
sebagai adsorben untuk menyerap zat warna dari perairan.
Salah satu tanaman yang berpotensi digunakan sebagai sumber karbon aktif adalah tempurung kluwak.
Namun tempurung kluwak belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Salah satu alternatif untuk
memanfaatkan limbah tempurung kluwak adalah dengan memanfaatkannya sebagai bahan baku pembuatan
adsorben karbon aktif. Dari hasil uji proximate yang dilakukan oleh Rio Latifan dan Diah Susanti (2012)
didapat nilai fixed carbon tempurung kluwak sebesar 92,15%. Karena kandungan karbon yang dimiliki
cukup tinggi sehingga tempurung kluwak ini berpotensi untuk dijadikan karbon aktif (Habibah dkk, 2014).
Selain itu, tempurung kluwak juga mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin karena semakin banyak
kandungan senyawa tersebut maka karbon aktif yang dihasilkan akan semakin baik (Latifan dan Susanti,
2012). Karbon aktif dari limbah tempurung kluwak memiliki kapasitas adsorpsi yang cukup baik seperti
pada hasil uji iodin yang dilakukan oleh Haniffudin Nurdiansah dan Diah Susanti (2013) dimana daya serap
karbon aktif tempurung kluwak terhadap larutan iodin adalah 957,1714 mg/g yang telah memenuhi standar
karbon aktif SNI yang mengharuskan nilai bilangan iodin dari karbon aktif minimal 750 mg/g. Karbon aktif

adalah bahan yang mengandung karbon yang daya adsorpsinya dapat ditingkatkan melalui proses aktivasi.
Aktivasi karbon aktif dapat dilakukan melalui dua proses yaitu aktivasi fisika dan aktivasi kimia. Aktivasi
secara fisika dilakukan dengan pemanasan sedangkan aktivasi secara kimia dilakukan dengan
menggunakan agen pengaktivasi seperti KOH. Penggunaan agen pengaktivasi bertujuan untuk
meningkatkan luas permukaan dan volume pori karbon aktif (Tanasale dkk, 2014). Kelebihan senyawa
KOH sebagai activating agent diantaranya menghasilkan karbon aktif dengan pori–pori yang didominasi
dengan ukuran mikropor, dimana diketahui bahwa adsorben dengan ukuran pori mesopor dan mikropor
lebih efektif untuk proses adsorpsi. Selain itu aktivasi dengan KOH menghasilkan produk samping berupa
tar yang lebih sedikit (Liem dkk, 2015). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Liem dkk, 2015),
karbon aktif yang diaktivasi dengan kalium hidroksida memiliki daya serap yang cukup tinggi terhadap zat
warna metilen biru nilai kapasitas sebesar 674 mg/g.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilakukan untuk memanfaatkan karbon aktif dari tempurung
kluwak sebagai adsorben Rhodamin B. Rhodamin B merupakan salah satu contoh zat warna yang dapat
menimbulkan masalah di lingkungan perairan, sehingga membutuhkan penanggulangan yang efektif.
Penelitian ini menggunakan larutan zat warna yang dibuat pada konsentrasi tertentu sebagai limbah cair
buatan untuk mempelajari kemampuan karbon aktif dalam mengadsorpsi Rhodamin B. Faktor-faktor
yang mempengaruhi adsorpsi seperti waktu kontak, pH dan konsentrasi akan dipelajari untuk mengetahui
2

kondisi optimum adsorpsi. Selain itu dalam penelitian ini telah dipelajari desorpsi zat warna dari karbon

aktif yang akan menjadi kajian penelitian ini untuk mendapatkan informasi apakah adsorben dapat
diregenarasi
atau
tidak.

METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah limbah tempurung kluwak diperoleh dari Kec. Enrekang Kab.
Enrekang, akuades, kalium hidroksida (KOH), asam klorida (HCl), asam nitrat (HNO3), asam asetat (EMerck), zat warna tekstil Rhodamin B, kertas pH universal (E-Merck), larutan buffer dan kertas saring
Whatman No. 42.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas yang lazim dipakai dalam
laboratorium, Oven (tipe SPNISOSFD), cawan porselin, termometer, hotplate stirrer, magnetik stirrer
(Cole-Palmer), pengaduk magnetik (Fisher tipe 115), ayakan ukuran 140 mesh, lumpang, neraca analitik
(Shimadzu AW220), labu semprot plastik, pH meter,
Spektrofotometer UV-Vis Spektronik 20 D+
Shimadzu, Spektrofotometer FT-IR Prestige-21 (Shimadzu), tanur (Muffle Furnace tipe 6000), alumunium
foil.
Metode Kerja
Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kluwak
Tempurung kluwak dikeringkan lalu dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 370 oC selama 30 menit

kemudian digerus dan diayak dengan pengayak 140 mesh. Karbon kemudian diaktivasi dengan
menggunakan KOH 25 % dengan perbandingan 1:1:4 (air : karbon : KOH). Campuran tersebut kemudian
dipanaskan dan diaduk menggunakan magnetic stirrer hot plate dengan temperatur 80 oC selama 4 jam.
Setelah tercampur maka dilakukan pengendapan dan pencucian. Pengendapan dilakukan dengan
membiarkan campuran selama satu hari hingga terbentuk endapan. Lalu cairan yang ada pada campuran
dibuang hingga tersisa endapannya saja. Endapan yang didapat lalu dicuci dengan akuades. Setelah itu
endapan kembali dipanaskan dalam tanur 600 oC selama 2 jam. Karbon aktif tempurung kluwak kemudian
dicuci dengan akuades berulang sampai pH filtrat mendekati netral dan kemudian dimasukkan dalam oven
pada suhu 110 oC, lalu didinginkan dalam desikator (Nurdiansah dan Susanti, 2013). Setelah tahap aktivasi
karbon aktif diselesaikan, dilanjutkan dengan tahap analisa Brunauer-Emmet- Teller (BET) dan FTIR pada
karbon aktif.
Penentuan Waktu Kontak Optimum oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Larutan zat warna Rhodamin B 30 mg/L disiapkan pada pH optimum. Kemudian 0,5 gram karbon
aktif tempurung kluwak dimasukkan ke dalam 5 erlenmeyer yang berisi 50 mL larutan zat warna.
Campuran diaduk menggunakan magnetik stirer dengan variasi waktu 15, 30, 45, 60, dan 75 menit.
Kemudian campuran disaring dan filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang
maksimal dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 553 nm.
Banyaknya zat warna yang teradsorpsi (mg) per gram adsorben (karbon aktif tempurung kluwak)
ditentukan dengan persamaan (1) :
(1)

q Co- Ce V
e=

Wa

qe = jumlah zat warna yang teradsorpsi (mg/g)
Co = konsentrasi zat warna sebelum teradsorpsi (mg/L)
Ce = konsentrasi zat warna setelah teradsorpsi (mg/L)
V = volume larutan zat warna (L)
Wa = jumlah adsorben (g)
Kinetika adsorpsi dapat dipelajari dengan persamaan orde satu semu, seperti persamaan (2) :
dqt
dt

= k1 (qe – qt)

(2)
3

Dimana qe dan qt berturut-turut merupakan jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi (mg/g) pada

kesetimbangan dan pada waktu tertentu, t (menit), k1 merupakan tetapan laju orde satu semu (menit-1).
Hasil integrasi memberikan persamaan (3) :
qe

log q

k

e-qt

(3)

1
= 2,303
t

yang merupakan laju orde satu semu. Persamaan ini dapat ditulis sebagai persamaan (4) :
k

(4)


1
log (qe - qt) = log qe - 2,303
t

nilai-nilai tetapan laju (k1), jumlah ion yang diadsorpsi pada keadaan setimbang (qe), koefisien korelasi
(R2), dihitung dari plot log (qe – qt) versus t.
Data kinetika juga dapat diolah dengan model kinetika orde dua semu. Persamaan diferensial adalah
sebagai berikut persamaan (5) :


= k2 (qe – qt)2

(5)

Dimana k2 adalah tetapan laju orde dua semu (g mg-1 min-1). Integrasi persamaan (5) menghasilkan
persamaan (6):
1
qe - qt


=

1

(6)

+ k2 t

qe

Persamaan ini dapat dituliskan dalam bentuk linear sebagai berikut persamaan (7) :
=
+

(7)

Penentuan pH Optimum oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Larutan zat warna Rhodamin B dibuat 30 mg/L masing-masing sebanyak 50 mL pada pH 4, 5, 6, 7, dan
8 pada gelas kimia. Kemudian dimasukkan ke dalam 0,5 gram karbon aktif tempurung kluwak tiap larutan
zat warna pada erlenmeyer. Campuran diaduk menggunakan magnetik stirer selama 30 menit kemudian

disaring. Filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada panjang gelombang maksimal dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 553 nm.
Penentuan Kapasitas Adsorpsi oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Larutan zat warna Rhodamin B dibuat dengan variasi konsentrasi 25, 50,100, 200 dan 400 mg/L
masing-masing 50 mL dengan pH optimum ke dalam erlenmeyer. Kemudian 0,5 gram adsorben karbon
aktif tempurung kluwak dimasukkan ke dalam tiap erlenmeyar yang berisi zat warna. Campuran diaduk
selama waktu optimum. Kemudian campuran disaring dan filtrat yang diperoleh diukur absorbansinya pada
panjang gelombang maksimal dengan spektrofotometer UV-Vis. Kapasitas adsorpsi dihitung dari
Persamaan Freunlich (8)
log (x/m) = log k + 1/n (log C)
(8)
atau dengan menggunakan Persamaan Langmuir (9)
Ce
qe

1

=Q

o

C

b

+ Qe

(9)

o

dengan mengalurkan log (x/m) terhadap log C untuk persamaan Freunlich atau Ce/qe terhadap Ce untuk
persamaan Langmuir. Intercept pada persamaan Freunlich diperoleh nilai k (kapasitas adsorpsi) dan dari
slope persamaan Langmuir dapat diperoleh nilai Qo yang berhubungan dengan kapasitas adsorpsi. Jika
kinetika orde dua semu dipenuhi, plot t/qt versus t akan menghasilkan garis lurus.

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Karakterisasi Karbon Aktif Tempurung Kluwak
a. Hasil Pengujian BET
Luas permukaan dan terbentuknya pori internal pada karbon aktif dalam skala nanometer
selanjutnya dikonfirmasi dari hasil pengukuran dengan metode Brunauer-Emmett-Teller isotherm
(BET) yang diperlihatkan pada data Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Analisis BET Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Sampel

S BET (m2/g)

Karbon Tempurung Kluwak

19,76

Karbon Aktif Tempurung Kluwak

413,27

Hasil penentuan luas permukaan dengan metode BET menunjukkan bahwa karbon tempurung kluwak
sebelum aktivasi memiliki luas permukaan sebesar 19,76 m2/g. Setelah aktivasi luas permukaannya
meningkat sebesar 413,27 m2/g. Hal ini membuktikan bahwa proses aktivasi mempengaruhi luas
permukaan karbon aktif tempurung kluwak.
b. Hasil Pengujian FTIR
Karakterisasi gugus fungsi karbon aktif tempurung kluwak dengan menggunakan FTIR untuk
membandingkan gugus fungsi yang ada pada karbon tempurung kluwak sebelum aktivasi dan setelah
aktivasi. Spektrum IR dari kedua sampel tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

808.683

1038.54

1172.72

1454.33
1577.77

1693.50

2376.30

3392.79
3392,79

3000

2000

796,53
1031.92

1141.66

1454.33
1543.05

1699.29

2376.30

b)

3371.57
3371,57

% Transmitan

a)

1000
-1

Bilangan Gelombang (cm )

Gambar 1. Spektrum FTIR karbon tempurung kluwak sebelum dan setelah aktivasi

Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara spektrum karbon tempurung kluwak sebelum
dan setelah aktivasi yang menandakan adanya perbedaan gugus fungsi pada permukaan karbon. Terdapat
beberapa peak yang berbeda antara kedua jenis karbon. Pada spektrum karbon sebelum aktivasi,
(Gambar 1.a) gugus karboksil, fenol atau alkohol berada pada daerah bilangan gelombang 3392,79 cm-1
(Umran dkk, 2015). Pita serapan pada bilangan gelombang 1577,77 cm-1 menunjukkan vibrasi regangan
C=C dari gugus aromatik dan bilangan gelombang 1174,34 cm-1 menunjukkan vibrasi C-O-C eter.
Kemudian pita serapan pada gelombang 1049,46 cm-1 menunjukkan vibrasi C-O dari C-OH primer.
6

Sedangkan untuk karbon setelah aktif (Gambar 1.b) terjadi pergeseran bilangan gelombang dan
perubahan intensitas serapan yang mengindikasikan terjadinya perubahan gugus-gugus fungsi selama proses
aktivasi kimia, pita serapan pada bilangan gelombang yaitu 3371,57 cm-1 menunjukkan adanya regangan –
OH. Serapan pada bilangan gelombang 1543,05 cm-1 menunjukkan regangan asimetris karboksilat yang (–
COO–) dan puncak pada di 1050,44 cm-1 merupakan gugus fungsional C-O-C eter, kelompok fungsional dari
karbon aktif ini dapat berinteraksi dengan molekul zat warna (Mohammadi dkk, 2010).
2. Waktu Optimum Adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Waktu optimum adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak ditentukan dengan
menghitung jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi sebagai fungsi waktu. Hasil penelitian untuk
penentuanwaktu optimum adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak dapat dilihat pada
gambar .
1.35
x/m (mg/g)

1.3

1.25
1.2

1.15
1.1

0

20

40

60

80

Waktu (menit)
Gambar 2. Hubungan antara waktu adsorpsi terhadap jumlahh Rhodamin B yang diadsorpsi (x/m) oleh karbon aktif tempurungg kluwak

Adsorpsi Rhodamin B pada 15 menit pertama adalahh 1,1342 mg/g. Adsorpsi meningkat pada waktu 30 menit
dan setelah itu jumlah yang teradsorpsi mengalami penurunan. Jadi waktu pengadukan 30 menit merupakan
waktu optimum yang didapatkan dengan jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi sebesar 1,3371 mg/g. Waktu
optimum ini akan digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Dari grafik dapat terlihat bahwa penambahan waktu adsorpsi tidak meningkatkan kemampuan adsorpsi
bahkan cenderung menurun karena sisi aktif pada permukaan adsorben telah jenuh oleh zat warna.
Untuk mengetahui model kinetika adsorpsi Rhodamin B, persamaan orde satu semu dan orde dua semu
digunakan. Dengan membandingkan nilai garis kuadrat terkecil, maka dibakukan pola adsorpsi yang sesuai.
Model kinetika adsorpsi berdasarkan persamaan orde satu semu dan orde dua semua dapat dilihat pada Gambar
7 dan Gambar 8. Nilai R2, k1 (tetapan kinetika orde satu semu), k2 (tetapan kinetika orde dua semu), dan qe hasil
perhitungan dan hasil penelitian ditunjukkan pada Tabel 2.
0

log (qe-qt)

-0.5 0

20

40

60

80

-1

-1.5

y = -0.0017x - 1.1879
R² = 0.0028

-2

-2.5

-3
waktu (menit)

Gambar 3. Kinetika Orde Satu Semu Adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak

7

t/qe (menit g/mg)

70
60
50
40
30
20
10
0

y = 0.8043x + 0.0214
R² = 0.9934

0

20

40

60

80

Waktu (menit)

Gambar 4. Kinetika Orde Dua Semu Adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak

Nilai kuadrat terkecil (R2) untuk kinetika orde satu semu dan dua semu untuk adsorpsi Rhodamin B oleh
karbon aktif tempurung kluwak mendekati 1, tetapi harga qe untuk orde dua semu lebih mendekati nilai qe
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa model kinetika adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung
kluwak mengikuti orde dua semu dengan k2=30,2297 g menit-1 mg-1 dan R2= 0,9934.
Tabel 2. Nilai R2, k1, k2, qe Hasil Perhitungan dan Hasil Penelitiann untuk Adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif tempurung Kluwak
R2

Adsorbat

Rhodamin B

Orde 1
0,0028

qe

Orde 2
0,9934

Orde 1
0,0649

Orde 2
1,2433

k1
(mg g-1
menit-1)
Eksp
1,3371

0,0649

k2
(g menit-1
mg-1)
30,2297

3. Penentuan pH Optimum Adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Pengaruh pH terhadap adsorbsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak dilakukan dengan
penambahan 0,5 g karbon aktif ke dalam larutan Rhodamin B konsentrasi 30 mg/L dengan variasi pH dari 4
sampai 8 selama 30 menit. Jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi oleh karbon aktif tempurung kluwak sebagai
fungsi pH dapat dilihat pada Gambar 5.
1.24
1.23
qe (mg/g)

1.22
1.21
1.2

1.19
1.18
1.17
1.16

0

5

10

pH
Gambar 5. Jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi (q ) oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak sebagai fungsi pH
e

Jumlah Rhodamin B yang teradsorpsi pada pH 4-7 mengalami peningkatan dan setelah pH 7 jumlah
Rhodamin B yang teradsorpsi cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pH optimum adsorpsi zat
warna Rhodamin B oleh karbon aktif adalah pH dengan jumlah Rhodamin B yang teradsorpsi sebesar
1,23 mg/g.
8

Dalam suasana netral, karbon aktif tempurung kluwak mengadsorpsi lebih banyak Rhodamin B
dibandingkan dalam suasana asam dan basa. Pada pH rendah, ion H+ dalam larutan akan mengganggu
pengikatan adsorben dan Rhodamin B, karena semakin banyak gugus karboksil pada adsorben yang mengikat
ion H+ dan menjadi bermuatan positif, sehingga adsorben makin sulit berikatan dengan
zat warna
Rhodamin B (Lacerda dkk, 2015). Jika pH larutan meningkat bentuk zwitterion Rhodamin B dalam air dapat
meningkatkan agregasi Rhodamin B untuk membentuk molekul yang lebih besar (dimer) sehingga tidak dapat
masuk ke dalam struktur pori permukaan adsorben (Arivoli dkk, 2009).

qe (mg/g)

4. Kapasitas Adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak
Jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi (qe) sebagai fungsi konsentrasi ditentukan untuk menghitung
kapasitas adsorpsi. Jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi
adsorbat. Untuk mengetahui hubungan antara konsentrasi larutan pada kesetimbangan dengan jumlah
Rhodamin B yang diadsorpsi karbon aktif tempurung kluwak maka dibuat grafik hubungan antara qe dengan
Ce. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6.
3.5
3
2.5
2
1.5
1
0.5
0

0

100

200

300

400

500

Ce (mg/L)
Gambar 6 . Hubungan antara jumlah Rhodamin B yang diadsorpsi (qe) oleh karbon aktif tempurung kluwak dengan
konsentrasi larutan (Ce) pada kesetimbangan.

Konsentrasi larutan adsorbat mempengaruhi proses adsorpsi. Semakin tinggi konsentrasi larutan, maka
semakin banyak pula zat terlarut yang dapat teradsorpsi oleh adsorben (Taba dkk, 2004). Jumlah zat warna
yang diadsorpsi pada konsentrasi 25 mg/L sampai 400 mg/L meningkat karena semakin besar konsentrasi
larutan Rhodamin B maka semakin banyak zat warna tersebut yang
bertumbukan dengan karbon aktif. Kapasitas adsorpsi Rhodamin B pada konsentrasi 400 mg/L adalah 3,0548
mg/g.
140

y = 0.3138x + 8.3513
R² = 0.9867

120

Ce/qe (g/L)

100
80
60
40
20

0

0

100

200

300

400

Ce (mg/L)
Gambar 7. Isotermal Langmuir untuk adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak.

Untuk mengetahui kapasitas adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak digunakan
persamaan Langmuir dan persamaan Freundlich. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 7 dan Gambar 8.
9

0.6
0.5

y = 0.2036x - 0.0565
R² = 0.984

Log qe

0.4
0.3
0.2
0.1
0

0

1

2

3

Log Ce

Gambar 8. Isotermal Freundlich untuk adsorpsi Rhodamin B oleh Karbon Aktif Tempurung Kluwak

Gambar 7 dan 8 menunjukkan bahwa isotermal adsorpsi yang lebih sesuai dengan adsorpsi Rhodamin B
oleh karbon aktif tempurung kluwak adalah isotermal Langmuir. Data parameter yang didapatkan dari hasil
persamaan Langmuir dan Freundlich untuk adsorpsi Rhodamin B ditunjukkan pada Tabel 3
Tabel 3. Data parameter adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak berdasarkan persamaan isotermal Langmuir
dan isotermal Freundlich

Isotermal Langmuir
Isotermal Freundlich
Qo
Kf
b
n
R2
R2
mg/g mmol/g (L/mg)
mg/g mmol/g (g/L)
3,1867 0,0066 0,0376 0,9867 0,8780 0,0018 4,9116 0,984
Isotermal adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak memenuhi isotermal Langmuir
karena nilai R2 yang mendekati 1 (R2 untuk isotermal Langmuir adalah 0,9867 sehingga dengan nilai Qo
kapasitas adsorpsi 3,1867 mg/g atau 0,0066 mmol/g. Adsorben tempurung kluwak cukup baik dibandingkan
dengan bonggol jagung dalam mengadsorp Rhodamin B, dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,14 mg/g
(Munawaroh, 2012).
Adsorpsi zat warna Rhodamin B telah dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis adsorben dengan
kapasitas adsorpsi yang berbeda-beda, kapasitas adsorpsi oleh karbon aktif tempurung kenari sebesar 2,926
mg/g (Taba dkk, 2010), kapasitas adsorpsi karbon aktif kayu linggua sebesar
1,459 mg/g (Stero dkk,
2013) dan karbon aktif dari biji kapuk kapasitas adsorpsi sebesar 15,42 mg/g (Widhianti, 2010).
5. Hasil FTIR Karbon Aktif Setelah Adsorpsi
Interaksi antara zat warna Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak dapat terlihat pada spektum
spektroskopi IR. Hasil spektrum adsorpsi zat warna Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak
ditunjukkan pada Gambar 9.

10

3392,79
3371,57
Gambar 9. Spektrum FTIR (a) zat warna Rhodamin B, (b) karbon setelah adsorpsi (c) karbon aktif

Hasil karakterisasi FTIR zat warna Rhodamin B pada Gambar 9.a menunjukkan pita serapan
bilangan gelombang 3426,34 cm-1 menunjukkan adanya vibrasi ulur dari N-H diperkuat pada pita
serapan 1599,51 cm-1 yang berasal dari amina sekunder. Serapan pada 2979,02 cm-1 merupakan vibrasi
ulur asimetri –CH(-CH2-), sedangkan pada 2873,13 cm-1 merupakan serapan vibrasi ulur simetri –CH(–
CH3). Pita serapan pada 1708,78 cm-1 menunjukkan adanya vibarsi dari C=O dan pada serapan 1599,51
cm-1 sampai 1411,71 cm-1 mengindikasikan vibrasi C=C yang ada pada cincin aromatik. Kemudian pada
pita serapan 1182,93 cm-1 merupakan serapan vibrasi ulur gugus karboksil C-O. Pita serapan IR pada
Rhodamin B menunjukkan struktur molekul (C28H13N2O3Cl), dimana vibrasi menunjukkan bahwa
Rhodamin B terdiri dari cincin aromatik dan gugus nitrogen (senyawa azo).
Gambar 9.b menunjukkan terjadinya beberapa pergeseran bilangan gelombang pada karbon aktif
tempurung kluwak sebelum dan setelah adsorpsi Rhodamin B. Setelah adsorpsi vibrasi ulur N-H dari
Rhodamin B dan vibrasi ulur OH dari karbon aktif bergesar berturut-turut dari 3426,34 cm-1 dan 3371,57
cm-1 menjadi 3402,44 cm-1. Perubahan bilangan gelombang tersebut menunjukkan bahwa terjadi
interaksi antara gugus N-H dari Rhodamin B dengan gugus –OH dari karbon aktif tempurung kluwak.
Demikian juga dengan vibrasi ulur
C–O dari Rhodamin B dan vibrasi ulur C=C dari karbon aktif
bergeser
berturut-turut dari 1599,51 cm-1 dan 1558,54 cm-1 menjadi 1534,63 cm-1, yang
menunjukkan adanya interaksi Rhodamin B dan karbon aktif.
6. Desorpsi
Gambar 14 menunjukkan bahwa jumlah Rhodamin B paling banyak terdesorpsi dengan akuades
yakni sebesar 12,44 %. Hal ini menunjukkan adanya interaksi fisika antara Rhodamin B dengan karbon
aktif tempurung kluwak. Sebagian besar (87,56 %) Rhodamin B masih berikatan dengan adsorben. Hal
ini menunjukkan ada interaksi kimia antara Rhodamin B dan karbon aktif.

11

Larutan pendesorpsi %

14

12,44

%

12
10

8
6

1,35 %

4

2,353

%

2
0

H2

HNO3

HC

Larutan pendesorpsi

Gambar 10. Desorpsi Rhodamin B dari Karbon Aktif Tempurung Kluwak

Persen desorpsi Rhodamin B dengan zat pendesorpsi HCl dan HNO3 berturut-turut adalah 2,353
% dan 1,35 %. Oleh karena itu, zat pendesorpsi yang lain diperlukan untuk dapat memutuskan ikatan
kimia antara Rhodamin B dan karbon aktif.
KESIMPULAN
Waktu optimum adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak adalah 30 menit.
adsorpsi Rhodamin B mengikuti model kinetika orde dua semu dengan laju adsorpsi (k2) sebesar 30,23 g
menit-1 mg-1. pH optimum adsorpsi Rhodamin B oleh karbon aktif tempurung kluwak adalah 7. adsorpsi
Rhodamin B memenuhi persamaan isotermal Langmuir dengan Q0 (kapasitas adsorpsi) sebesar adalah
3,19 mg/g atau 0,007 mmol/g. Gugus fungsi aktif yang terlibat dalam adsorpsi Rhodamin B oleh karbon
aktif tempurung kluwak adalah gugus hidroksil (–OH) dari karbon aktif dan gugus amina (N-H) dari
Rhodamin B. Zat pendesorpsi yang efektif untuk menarik Rhodamin B yang teradsorpsi pada karbon
aktif belum diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Arivoli,S., Thenkuzhali, M., and Parasath, P.M.D., 2009, Adsorption of Rhodamine Bby Acid Activated
Carbon-Kinetic, Thermodynamic and Equilibrium Studies, The Electronic J. of Chemistry, 1(2),
138-155.
Asbahani, 2013, Pemanfaatan Limbah Ampas Tebu sebagai Karbon Aktifuntuk Menurunkan Kadar Besi
pada Air Sumur, Jurnal Teknik Sipil, 13(1), Universitas Tanjungpura.
Byrappa, K., dan Subramani, A. K., 2006, Photocatalytic Degradation of Rhodamin B Dye using
Hydrothermally Synthesized ZnO, Maysore : Department of Chemistry, University of Maysore.
Cahyadi, W., 2006, Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Penerbit PT Bumi Aksara,
Jakarta.
Edwin, E., Sherliy., Liong, S., dan Taba, P., 2005, Pemanfaatan Karbon Aktif Tempurung Kenari
Sebagai Adsorben Fenol dan Klorofenol dalam Perairan, Marina Chimica Acta, 6(1), 9 – 15,
Fakultas MIPA Universitas Hasanuddin, Makassar.
Erlin, P.B., 2008, Analisis Rhodamin B dalam Saos dan Cabe Giling di Pasar Kecamatan Laweyan
Kotamadya Surakarta dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis, Skripsi, Fakultas Farmasi
UMS, Solo.
12

Habibah, M.D., Nurdiana, H., Rohmawati, L., dan Setyarsih, W., 2014, Sintesis Nanopori Karbon Aktif
dari Tempurung Kluwak (Pangium Edule), Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan
Fisika (SNFPF), 5(1), 30-32, Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.
Ina, A.T., Yulianti, L.I.M., dan Pranata, F.S., 2013, Pemanfaatan Pektin Kulit Buah Jeruk Siam (Citrus
nobilis var. microcarpa)sebagai Adsorben Logam Tembaga (Cu), Skripsi, Fakultas Teknologi
Universitas Atma Jaya, Yogyakarta.
Kurniati, E., 2008, Pemanfaatan Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Arang Aktif, Jurnal Penelitian Ilmu
Teknik, 8(2), 96-103, UPN Veteran Jawa Timur.
Lacerda, V.S., Sotelo, JB.L., Guimaraes, A.C., Navarro, S.H., Bascones, M.S., Gracia, LM.N., Ramos,
P.M., and Gil, J.M., 2015, Rhodamine B Removal with Activated Carbons Obtained from
Lignocellulosic Waste, J. of Environmental Management, 67-76.
Latifan, R., dan Susanti, D., 2012, Aplikasi Karbon Aktif dari Tempurung Kluwak (Pangium Edule)
dengan Variasi Temperatur Karbonisasi dan Aktifasi Fisika Sebagai Electric Double Layer
Capasitor (EDLC), Jurnal Teknik Material dan Metalurgi, 1(1), 1-6, FTI Institut Teknologi
Sepuluh November, Surabaya.
Liem, V., Putranto, A., and Andreas, A., 2015, Sintesis Karbon Aktif dari Kulit Salak Aktivasi KimiaSenyawa KOH sebagai Adsorben Proses Adosprsi Zat Warna Metilen Biru, Seminar Nasional
Teknik Kimia, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung.
Mohammadi, M., Hassani, A.J., Abdul, R.M., and Ghasem, D.N., 2010, Removal of Rhodamine B from
Aqueous Solution Using Palm Shell-Based Activated Carbon; Adsorption and Kinetic Studies,
J.Chem. Eng, 55(12), 5777-5786.
Muna, A.N., 2011, Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif dari Batang Pisang sebagai Adsorben untuk
Penyerapan Ion Logam Cr(VI) pada Air Limbah Industri, Tugas Akhir II, Fakultas MIPA
Universitas Semarang, Semarang.
Munawaroh, I., 2012, Pemanfaatan Bonggol Jagung sebagai Adsorben Rhodamin B dan Metanil Yellow,
Skripsi, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
Nurdiansah, H., dan Susanti, D., 2013, Pengaruh Variasi Temperatur Karbonisasi dan Temperatur
Aktivasi Fisika dari Elektroda Karbon Aktif Tempurung Kelapa dan Tempurung Kluwak
terhadap Nilai Kapasitansi Electric Double Layer Capacitor (EDLC), Jurnal Teknik pomits, 2(1),
14-18, FTI-Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya.
Purnawati, 2011, Optimalisasi Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B Oleh Biomassa Chlorella sp yang
Diimobilisasi Dalam Silika Gel, Tugas Akhir II, Fakultas MIPA Universitas Semarang,
Semarang.
Purnamawati, H., dan Utami, B., 2014, Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Kakao (Theobroma cocoa L.)
sebagai Adsorben Zat Warna Rhodamin B, Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan
Fisika (SNFPF), 5(1), 12-18, FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Stero, H.R., Mariska, M.P., dan Jemmy, A., 2013, Isoterm Adsorpsi Rhodamin B Pada Arang Aktif
Kayu Linggua, Jurnal MIPA UNSRAT, 2(1), 40-43, Jurusan Kimia FMIPA UNSRAT, Manado.
Taba, Paulina., Fauziah, St., Syuwarna., dan Passasaran, E., 2004, Pengurangan Konsentrasi Merah
Reaktif-1 dari Lingkungan Perairan Melalui Adsorpsi pada Karbon Mesopori (CMK-1) dan
13

Karbon Aktif Kulit Kakao (Theobroma cacao), Marina Chimica Acta, Universitas Hasanuddin,
5(2), 15-21.

Tanasale, M., Sutapa, I.W., dan Topurtawy, R.R., 2014, Adsorpsi Zat Warna Rhodamin B oleh Karbon
Aktif dari Kulit Durian (Durio zibethinus), Ind. J. Chem. Res., 2(1), 116 – 121, Jurusan Kimia
FMIPA Universitas Pattimura, Ambon.
Umran, T.U., Funda, A., Nihal, E., Oznur, O., and Emre, O., 2015, Adsorption of Disperse Orange 30
Dye Onto Activated Carbon Derived rrom Holm Oak (Quercus Ilex) Acorn: A 3k Factorial Design
and Analysis, J. of Environment Management, 89-96.
Widhianti, W.D., 2010, Pembuatan Arang Aktif dari Biji Kapuk (Ceiba pentandra L.,) Sebagai Adsorben
Zat Warna Rhodamin B, Skripsi, Fakultas Sains & Teknologi Universitas Airlangga, Surabaya.
Worch, Eckhard., 2012, Adsorption Technology in Water Treatment, Walter de Gruyter GmbH & Co,
Berlin/Boston, pp.1-12.

14