Hubungan Indonesia Malaysia dan Brunai D

Hubungan Indonesia, Malaysia, dan Brunai Darussalam
Terkait dengan Status Bahasa dan Dialeknya
Oleh: Rosiana Rizqy Wijayanti

Bahasa di Indonesia, Malaysia, dan Brunei berasal dari bahasa yang sama,
yaitu bahasa Melayu. Namun dalam perkembanganya, dialek-dialek Melayu itu
beralih status menjadi bahasa nasional yang berbeda. Ada beberapa faktor
pendukung terjadinya bahasa yang berbeda, seperti faktor politik, sosial, kultural,
pandapat umum/pendapat penutur sendiri. Tulisan ini bertujuan untuk
menjelaskan hubungan Indonesa, Malaysia, dan Brunei terkait dengan status
bahasa dan dialeknya, dimulai dengan menjelaskan sejarah bahasa Indonesia,
Malaysia, dan Brunei; Status antara bahasa Indonesia, Malaysia dan Brunei;
Faktor-faktor penentu bahasa Indonesia, Malaysia, dan Brunei.
Sejarah Bahasa Melayu di Indonesia, Malaysia, dan Brunei
Sejarah Bahasa Melayu
Bahasa Melayu tergolong dalam keluarga Nusantara di bawah rumpun
Austronesia. Beberapa teori telah mengatakan bahwa penutur-penutur bahasa

1

Melayu berasal dari golongan manusia yang diberi nama Austronesia. Mereka

datang dari daerah Yunan dan telah turun dalam dua gelombang pergerakan ke
wilayah Asia tenggara.
Golongan pertama disebut dengan Melayu Proto yang datang sejak tahun
2.500 sebelum Mahesi. Mereka tinggal di kuala-kuala sungai dan pantai untuk
memudahkan kerja-kerja mencari makan. Golongan kedua disebut Melayu Deutro
yang datang kira-kira dalam 1500 sebelum Masehi. Melayu Deutro tinggal di
kawasan tanah pamah, tanah rendah, lembah sungai dan di tepi laut.
Menurut Mees, bahasa Melayu di luar tanah Melayu merangkum
kepulauan Riau, Palembang, Kampar, Jambi dan Medan. Bahasa MelayuSriwijaya memperlihatkan sisa-sisa tua dari pada salah satu bahasa Austronesia
berdasarkan prasasti yang terdapat pada batu talang tuwo. Bahasa Melayu
terpecah kepada 16 subkeluarga atau bahasa, yaitu Folipina, Sumatera, Jawa,
Kalimantan, Bali-Sasak, Gorontalo, Tomini, Toraja, Loinang, Bunku-Laki,
Sulawesi Selatan, Muna-Butung, Bima-Sumba, Ambon-Timur, Sula-Bacon,
Halmahera Selatan-Irian Jaya. Dalam sub-keluarga termasuk bahasa Aceh, Batak,
Minangkabau, Melayu, Nias, Lampung dan orang Laut.

Sejarah Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa Nasional di Indonesia
berasal dan berkembang dari bahasa Melayu Kuna. Sedangkan bahasa Melayu
Kuna itu sendiri digunakan pada abad ke-7 Mahesi yang juga merupakan bahasa

di seluruh wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya (Marsono, 2011). Pusat
peemrintahan Kerajaan Sriwijaya berada di Palembang, Sumatra Selatan. Oleh
karena itulah ditemukan dokumen tertulis pemakaian bahasa Melayu Kuna yang
terdapat pada prasasti yang berisi beberapa baris mengenai bahasa Melayu Kuna.
Bahasa Melayu Kuna ini kemudia berkembang menjadi bahasa Melayu.
Bahasa Melayu menjadi lingua franca karena perkembangannya yang begitu pesat

2

pada abad 14-16 (Marsono, 2011). Bahasa ini digunakan sebagai bahasa
komunikasi perdagangan antarpulau di Nusantara dan pusat perdagangan di
Melaka oleh para pedagang: India, Cina, Persia, Arab, serta para pedagang lokal.
Bukti tertulis lain juga menyatakan bahwa pada awal abad ke-16 bahasa Melayu
telah dipakai bagian timur.
Mulai akhir pada abad ke-16 bangsa Eropa yang mencari rempah-rempah
ikut meramaikan perdagangan di Nusantara. Seperti pedagang yang lain,
pedagang yang baru datang pun menggunakan bahasa Melayu. Kemudian
pemerintahan pun menyadari perlunya persatuan dan kesatuan, dan bahasa
menjadi salah satu penduungnya. Seperti apa yang telah diikrakan pada tanggal 28
Oktober 1928 dalam poin ketiga Sumpah Pemuda yang berbunyi, “Kami, putraputri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan bahasa Indonesia”. Bahasa

Indonesia yang dimaksudkan ini adalah bahasa Melayu yang dijadikan bahasa
persatuan, bahasa nasional, kemudian dilegalformlakan sebagai bahasa negara
dalam perundang-undangan seperti yang tercantum pada UUD 1945, Bab XV,
Pasal 36 yang berbunyi, “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia”.
Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional memiliki fungsi (Marsono,
2011), yaitu: 1) lambang kebanggan nasional; 2) lambang identitas nasional; 3)
alat pemersatu berbagai masyarakat dengan latar belakang yang berbeda-beda; 4)
alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Sedangkan menurut Halim

(dalam Marsono 2011), fungsi bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai
bahasa Indonesia, yaitu: 1) Bahasa resmi kenegaraan; 2) bahasa pengantar resmi
di lembaga-lembaga pendidikan; 3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada
tingkat nasional; 4) bahasa resmi di dalam pembangunan kebudayaan dan
pemanfaatan ilmu oengetahuan secara teknologi modern.

Sejarah Bahasa Malaysia
Pada umumnya bahasa Melayu telah digunakan sejak zaman kerajaan Sri
Wijaya pada abad ke-7. Menurut Kamarudin Haji Husin, Siti Hajar Haji Abdul

3

Aziz, dan Arba’ie Sujud (dalam Hajimin, t.t.) sejarah perkembangan bahasa
Melayu itu sendiri terbagi menjadi tiga tahap, yaitu Bahasa Melayu sebelum dan
zaman keagungan Malaka, Bahasa Melayu zaman pra-merdeka, dan bahasa
Melayu setelah kemerdekaan.
Perkembangan bahasa Melayu itu sendiri merupakan suatu pembaharuan
yang terjadi pada bahasa itu untuk memenuhi kehendak suatu kelompok
masyarakat tertentu. Perkembangan itu sendiri membawa konsep-konsep baru
seperti bunyi bahasa, susunan bunyi, awalan, akhiran dan sebagainya. Kemudian
sebelum kemerdekaan Malaysia, bahasa Melayu hanya dijadikan di sekolahsekolah rendah melayu. Namun setelah kemerdekaan pada tanggal 31 Agustus
1957, bukan hanya rakyaknya saja yang mengalami perubahan dari segi cara
kehidupan, tetapi juga Bahasa Melayu sebagai Bahasa resmi kebangsaannya.
Bunyi pasal 152 (1) mengenai bahasa adalah, “Bahasa Melayu dan hendalah
ditulis dalam apa-apa tulisan sebagaimana yang diperuntukan dengan undangundang oleh parlimen”.
Setelah kemerdekaan dan bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi di
Malaysia, semua lapisan masyarakat diharuskan menggunakan bahasa Melayu.
Kemudian adapula tahap pembinaan bahasa seperti, ejaan, tata bahasa, istilah,
kamus. Lalu barulah kemudia adanya tahap pemantapan bahasa, seperti
pengembangan perbendaharaan kosa kata, struktur tata bahasa, dan kesempurnaan

bahasa.
Sejarah Bahasa Brunei
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa bahasa Melayu itu
sendiri terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu bahasa Melayu Barat yang terdiri
dari bahasa Melayu Riau kemudia menjadi bahasa Indonesia, Bahasa Melayu
Tengah yang kemudian menjadi Bahasa Melayu Johor yang terbagi menjadi dua
bagian, yaitu Bahasa Malaysia, Bahasa Melayu Brunei, dan Bahasa Melayu
Singapura. Kemudian Bahian Bahasa Melayu Timur, menjadi Bahasa Melayu
Kelantan dan Bahasa Melayu Patani.

4

Bahasa Melayu yang sudah diatur sebagai bahasa resmi di Brunei ini
masuk ke dalam perundang-undangan tahun 1959, Bab 82 (i) yang berbuunyi,
“Bahasa resmi negeri ialah bahasa Melayu dan hendaklah ditulis dengan huruf
yang ditentukan oleh undang-undang bertulis”. Kemudian, berbagai usaha pun
dilakukan agar bahasa Melayu brunei tetap digunkan (Abu Bakar, t.t.), seperti: 1)
memberikan bimbingan mengenai ejaan; 2) menerbitkan Kamus Besar Bahasa
Melayu; 3) menerbitkan istilah-istilah ke dalam bahasa Melayu; 4) memberikan
nasihat bagaimana penggunaan bahasa Melayu yang baik dan benar; 5) dan

membuat ortografisnya.
Status antara Bahasa Indonesia, Bahasa Malaysia, dan Bahasa Brunei

5

Status kebahasaan antara bahasa Indonesia, Malaysia dan Brunei dilihat
dari diagram diatas memiliki hubungan kekerabatan dari satu bahasa Induk yang
sama, yaitu bahasa Melayu. Namun, untuk menentukan apakah tuturan yang
dituturkan oleh dua kelompok penutur merupakan bahasa yang berbeda atau
bahasa yang sama tidaklah mudah. Swadesh mengusulkan suatu klasifikai untuk
menetapkan kapan dua bahasa disebut dialek, kapan sub kelompok bahasa disebut
keluarga bahasa yaitu dengan melihat prosentase kata kerbatnya (Keraf, 1996).
Jika prosentase kata kerabat 1-4% maka disebut dengan makrofilum, jika
4-12% maka mesofilum, jika 12-36% maka mikrofilum, jika 36-81% maka
keluarga, dan jika 81-100% maka bahasa. Namun adapula yang mengatakan
bahwa bahasa yang sama bukan dilihat dari berapa jumlah kosa katanya. Namun
apakah para penuturnya masih tetap bisa sama-sama memahaminya. Maka dari
itulah bahasa Malaysia, Indonesia, dan Brunei masih disebut dengan bahasa yang
sama. Inilah yang kemudian disebut dengan mutually intelligible.
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab mengapa bahasa yang sama

tersebut, diberikan nama yang berbeda, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Malaysia,
dan Bahasa Melayu Brunei. Faktor-faktor tersebut adalah politik, sosial, kultural,
pendapat umum/pendapat penutur sendiri. Dari sisi faktor politik Indonesia,
Malaysia dan Brunei Darussalam merupakan negara yang berbeda. Oleh karena
itulah bahasa merupakan salah satu faktor dalam menunjukkan identitas dari suatu
bangsa. Meskipun penuturnya sama-sama saling memahami apa yang dibicarakan,
namun bahasa tersebut tetap dianggap berbeda, karena negara yang menggunakan
bahasa tersebut juga berbeda.
Dapat disimpulkan bahwa meskipun bahasa Indonesia, Malaysia, dan
Brunei Darussalam berasal dari induk bahasa yang sama, yaitu bahasa melayu
kuna, namun karena adanya faktor-faktor eksternal seperti politik, sosial, kultural,
dan pendapat umum, bahasa di negara-negara tersebut dianggap berbeda
meskipun para penuturnya sendiri masih sama-sama bisa saling mengerti satu
sama lain ketika bertutur.

6

Daftar Pustaka
Bakar, Abu. Peranan Bahasa Melayu dan Fungsi Dewan Bahasa dan Pustaka
dalam Konteks Mandiri Bangsa. Brunei: Dewan Bahasa dan Pustaka

Brunei.
Ayatrohaedi. 1979. Dialektologi: Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Keraf, Gorys. 1996. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Hajimin. Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu. Malaysia: Universiti Putra
Malaysia.
Marsono. 2011. Morfologi: Bahasa Indonesia dan Nusantara. Yogayakarta:
Gadjah Mada University Press
Internet:
Sejarah Perkembangan Bahasa Melayu, Perkamusan, dan Terjemahan. Malaysia:
Institut
Pendidikan
Guru.
https://www.academia.edu/6531201/PROGRAM_PENSISWAZAHAN_GU
RU_PPG_MOD_PENDIDIKAN_JARAK_JAUH_MODUL_BAHASA_M
ELAYU_BMM_3112_IJAZAH_SARJANA_MUDA_PERGURUAN_DEN
GAN_KEPUJIAN
Pengembangan
Bahasa

Indonesia.
https://sunarno5.files.wordpress.com/2008/12/pengembangan-bahasaindonesia.pdf

7

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

ANALISIS SISTEM PENGENDALIAN INTERN DALAM PROSES PEMBERIAN KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) (StudiKasusPada PT. Bank Rakyat Indonesia Unit Oro-Oro Dowo Malang)

160 705 25

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Pencerahan dan Pemberdayaan (Enlightening & Empowering)

0 64 2

KEABSAHAN STATUS PERNIKAHAN SUAMI ATAU ISTRI YANG MURTAD (Studi Komparatif Ulama Klasik dan Kontemporer)

5 102 24