PERMAINAN TEBAK GAMBAR BERBASIS PRETEND

KARYA TULIS ILMIAH
PERMAINAN TEBAK GAMBAR BERBASIS PRETEND PLAY SEBAGAI
SOLUSI PENINGKATAN DAYA INGAT ANAK USIA DINI

Diusulkan oleh:
Aan Yuliyanto (1400184)
Iis Listiani Rustina (1406167)
Rosiyana (1405046)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
KAMPUS PURWAKARTA
2017

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah subhanahu wata’ala, karena
dengan rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang
berjudul Permainan Tebak Gambar Berbasis Pretend Play sebagai Solusi
Peningkatan Daya Ingat Anak Usia Dini.
Karya Tulis Ilmiah ini kami susun untuk membahas dan mengkaji lebih lanjut
mengenai permainan berbasis Pretend Play. Karena telah kita ketahui, bahwa
bermain merupakan sebuah kebutuhan yang harus dipenuhi bagi perkembangan anak.

Semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa, maupun
pelajar umum. Khususnya pada diri kami sendiri dan semua yang membaca karya
tulis ilmia ini, serta mudah-mudahan dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca. Kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wata’ala. Oleh
karenanya kritik dan saran sangat kami harapkan.

Purwakarta, Oktober 2017
Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
ABSTRAK ................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan ................................................................................................................ 2

D. Manfaat .............................................................................................................. 3
BAB II KAJIAN TEORI............................................................................................... 4
A. Anak Usia Dini ................................................................................................... 4
B. Daya Ingat .......................................................................................................... 4
C. Permainan Tebak Gambar (TEGAR) ................................................................. 4
D. Pretend Play ....................................................................................................... 6
E. Penerapan Permainan Tebak Gambar Berbasis Pretend Play ........................... 9
BAB III PENUTUP....................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17

iii

ABSTRAK
Anak usia dini merupakan anak berusia antara 0-6 tahun. Pada usia ini anak
tidak mampu mengingat sebuah subjek dalam jangka waktu lama. Hal tersebut
diakibatkan karena terlalu banyak aktivitas yang mereka lakukan sehingga
menimbulkan rasa lelah begitu cepat dan membuat mereka mampu melupakan suatu
informasi yang telah didapatkan sebelumnya. Hal ini menandakan bahwa anak
memiliki daya ingat yang lemah. Namun apabila anak dalam menerima informasi

melalui dan mengalami pengalaman bermakna, anak akan lebih mudah mengingat
kembali apa yang dilakukannya. Oleh karena itu, proses pembelajaran anak usia dini
harus dikombinasikan dengan permainan agar suasana belajar menjadi lebih
menyenangkan. Karya tulis ilmiah ini dimaksudkan untuk mengetahui hubungan
permainan tebak gambar berbasis Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak
dan mengetahui kelebihan Pretend Play terhadap perkembangan daya ingat anak.
Kata Kunci: Daya Ingat, Tebak Gambar, Pretend Play

iv

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Depdiknas (2003) memaparkan Pendidikan menurut UU Sisdiknas No 20 tahun
2003 adalah:
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya.
Selain itu, Hendriana (2017, hlm. 6) menguatkan tentang UU Sisdiknas Bab II

Pasal 3 tercantum sebagai berikut:
Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Undang-undang Sisdiknas No. 23 tahun 2003 (dalam Syamsiatun, 2012, hlm. 1)
menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan selanjutnya.
Menurut Syamsiyatun (2012, hlm. 1) sesuai Kurikulum Taman Kanak-kanak
tahun 2010, terdapat dua tujuan yang harus dikembangkan, yaitu:
Pembentukan perilaku dan pembentukan kemampuan dasar. Pembentukan
perilaku meliputi nilai-nilai agama dan moral, sosial emosional sedangkan
pembentukan kemampuan dasar meliputi: bahasa, kognitif, dan fisik. Kegiatan
tersebut dilakukan melalui kegiatan bermain seraya belajar, bertahap,
berkesinambungan dan bersifat pembiasaan. Seluruh aspek perkembangan anak
harus distimulasi dengan seimbang agar pertumbuhan dan perkembangan anak
tercapai secara optimal.

Menurut Fadillah (2016, hlm. 1) mengemukakan bahwa apapun aktivitas
belajar anak selalu dilakukan dengan bermain. Bagi anak usia dini bermain sudah
menjadi salah satu kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi. Dengan terpenuhinya

1

kebutuhan bermain secara tidak langsung akan berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan pada guru dan
beberapa orang tua siswa TK Yayasan Nurul Falah Desa Sirnamanah Kecamatan
Darangdan Kabupaten Purwakarta dapat dijelaskan bahwa terkadang anak-anak tidak
mampu mengingat sebuah subjek dalam jangka waktu yang lama, diakibatkan karena
terlalu banyak aktivitas yang mereka lakukan sehingga menimbulkan rasa lelah
berlebihan yang mampu membuat mereka mampu melupakan informasi yang telah
didapatkan sebelumnya. Menurut Musbikin (2012) berpendapat bahwa:
Anak hanya dapat mengenal kehidupan di waktu sekarang, karena memang
memorinya tidak cukup kuat untuk menyimpan kejadian-kejadian di waktu lalu.
Sehingga kemampuan anak dalam mengenal sebuah konsep membutuhkan
pemahaman yang matang. Kemampuan ini akan berkembang baik, jika anak
diajarkan melalui pemahaman yang dipadukan dengan kegiatan sehari-hari.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suminar tahun 1997 pada anak
prasekolah menunjukkan peningkatan perkembangan bahasa dan kematangan
sosialnya setelah dilakukan eksperimen dengan menggunakan Pretend Play dalam
waktu satu bulan.
Dalam mengatasi permasalahan tersebut, karya tulis ini dimaksudkan untuk
mengetahui hubungan antara permainan tebak gambar berbasis Pretend Play terhadap
daya ingat anak usia dini serta kelebihan Pretend Play terhadap peningkatan daya
ingat anak usia dini. Karya tulis ilmiah ini juga sebagai upaya menciptakan sebuah
pembelajaran yang lebih bervariasi, kreatif dan inovatif dengan memanfaatkan
kemampuan membayangkan yang akan mengundang pemahaman imajinatif.
B. Rumusan Masalah
1.

Bagaimana keterkaitan antara permainan tebak gambar berbasis Pretend Play
terhadap daya ingat anak usia dini?

2.

Apa saja kelebihan Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak usia dini?


C. Tujuan
Karya tulis ini bertujuan untuk:

2

1.

Mengetahui keterkaitan antara permainan tebak gambar berbasis Pretend Play
terhadap daya ingat anak usia dini.

2.

Mengetahui kelebihan Pretend Play terhadap peningkatan daya ingat anak usia
dini.

D. Manfaat
Dalam penelitian ini diharapkan mampu mendatangkan manfaat, sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Memberikan asupan ilmu pengetahuan mengenai upaya untuk meningkatkan daya
ingat dalam pembelajaran.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Memberikan wawasan bagi guru untuk mengetahui cara penanganan yang tepat
terhadap peningkatan daya ingat siswa.
2) Memberikan solusi sebagai alternatif metode pembelajaran yang berkaitan
dengan peningkatan daya ingat siswa serta sebagai acuan untuk mengembangkan
strategi dan metode pembelajaran pada masa yang akan datang.
b. Bagi Siswa
1) Memberikan

pembelajaran

yang

menyenangkan

serta

solusi


terhadap

kemampuan daya ingat siswa.
2) Memberikan kesempatan siswa untuk bersosialisasi dan belajar aktif di dalam
kelas melalui permainan yang akan diaplikasikan.

3

BAB II
KAJIAN TEORI
A.

Anak Usia Dini
Menurut NAEYC (National Association for The Education of Young Children)

(dalam Rahayu, 2016, hlm. 8) batasan tentang anak usia dini antara lain anak yang
berada pada usia 0-8 tahun yang tercakup dalam program pendidikan di taman
penitipan anak, penitipan anak pada keluarga (family child care home), pendidikan
prasekolah baik swasta maupun negeri, TK, dan SD. Berdasarkan Undang-Undang
Sisdiknas Tahun 2003 (dalam Samsiyatun, 2012, hlm. 8) bahwa anak usia dini adalah

anak yang berada pada rentan usia 0-6 tahun.
Menurut Beichler dan Snowman (dalam Veranita, 2012, hlm. 7) memaparkan
bahwa anak usia dini adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada
pada usia 0-6 tahun. Mansur (dalam Samsiyatun, 2012, hlm. 8) berpendapat bahwa
anak usia dini adalah kelompok anak yang berada dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan yang bersifat unik. Mereka memiliki pola pertumbuhan dan
perkembangan

yang

khusus

sesuai

dengan

tingkat

pertumbuhan


dan

perkembangannya.
Menurut Syaodih (dalam Rahayu, 2016, hlm. 8) mengemukakan bahwa anak
taman kanak-kanak merupakan individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan berbagai aspek, yaitu aspek fisik, kecerdasan, sosial, emosional, serta
bahasa. Sujiono dalam Rahayu, 2016, hlm. 8) berpendapat bahwa anak usia dini
memiliki sifat egosentris, rasa ingin tahu secara alamiah, merupakan makhluk sosial,
unik dan kaya akan fantasi, mempunyai daya perhatian yang pendek, serta merupakan
masa yang paling potensial untuk belajar.
B.

Daya Ingat
Patanjali (dalam Rahayu, 2014, hlm. 10) berpendapat bahwa daya ingat adalah

informasi yang disimpan dalam benak melalui pengalaman. Sedangkan menurut
Cicero (dalam Rahayu, 2014, hlm. 10) memori adalah perbendaharaan berharga dan

4

menyimpan segala sesuatu. Menurut Chaplin (dalam Dani, 2013, hlm. 18) daya ingat
adalah fungsi yang terlibat dalam mengenang atau mengalami lagi pengalaman masa
lalu. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa daya ingat yaitu menyimpan,
mengenang atau mengalami segala sesuatu melalui pengalaman.
Menurut Atkinson dan Shiffrin (dalam Purwanto, 2007, hlm. 73) sistem ingatan
manusia dibagi menjadi 3 bagian yaitu sensori memori (sensory memory), ingatan
jangka pendek (short term memory), dan ingatan jangka panjang (long term memory).
Menurut pendapat Solso, 1988 (dalam Purwanto, 2007, hlm. 73) menyatakan bahwa:
Sensori memori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu
atau kombinasi panca indra, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran
melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah dan rabaan melalui kulit.
Bila informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan akan langsung
terlupakan, namun bila diperhatikan maka informasi tersebut ditransfer ke
sistem ingatan jangka pendek. Sistem ingatan jangka pendek menyimpan
informasi atau stimuli selama ± 30 detik, dan hanya sekitar tujuh bongkahan
infomasi (chunks) dapat dipelihara dan disimpan di sistem ingatan jangka
pendek dalam suatu saat. Setelah berada di sistem ingatan jangka pendek,
informasi tersebut dapat ditransfer lagi melalui proses rehearsal ke sistem
ingatan jangka panjang untuk disimpan, atau dapat juga informasi tersebut
hilang atau terlupakan karena tergantikan oleh tambahan bongkahan informasi
yang baru.
Menurut Chaplin (dalam Desmita, 2013, hlm. 135) menguatkan dengan
berpendapat bahwa:
Dalam memori jangka pendek, individu menyimpan informasi selama 15
hingga 30 detik, dengan asumsi tidak ada latihan atau pengulangan. Memori
jangka pendek (short-term memory) ini sering diukur dengan dalam rentang
memori (memory span), yaitu jumlah item yang dapat diulang kembali dengan
tepat sesudah satu penyajian tunggal. Materi yang dipakai merupakan rangkaian
urutan yang tidak berhubungan satu sama lain, berupa angka, huruf atau simbol.
Matlin (dalam Desmita, 2013, hlm. 135) berpendapat bahwa dibandingkan
dengan anak-anak yang lebih besar atau dengan orang dewasa, anak yang lebih kecil
lebih mungkin untuk menyimpan materi berupa visual dalam ingatan jangka
pendeknya. Pada anak usia dini, anak perlu dilatih menghafal atau mengingat secara
efektif dan efisien dalam beberapa mata pelajaran. Menurut Gie (dalam Purwanto,
2007, hlm. 74) terdapat 3 latihan-latihan tersebut yaitu:

5

Recall, anak dididik untuk mampu mengingat materi pelajaran di luar kepala.
Recognition anak dididik untuk mampu mengenal kembali apa yang telah
dipelajari setelah melihat atau mendengarnya. Relearning anak dididik untuk
mampu mempelajari kembali dengan mudah apa yang pernah dipelajarinya.
Dari ketiga hal tersebut yang paling bagus adalah bila anak mampu
menyebutkan sesuatu di luar kepala (recall).
Demikian pendapat menurut Matlin (dalam Desmita, 2013, hlm. 136)
mengemukakan bahwa:
Pada umumnya anak-anak yang masih kecil memiliki kemampuan memori
rekognisi—suatu kesadaran bahwa suatu objek, seseorang atau suatu peristiwa
itu sudah dikenalnya, atau pernah dipelajarinya pada masa lalu—tetapi kurang
mampu dalam recall—proses memanggil atau menimbulkan kembali dalam
ingatan sesuatu yang telah dipelajari.
C.

Permainan Tebak Gambar
Menurut Fadillah (2016, hlm. 6) menyatakan bahwa bermain adalah

serangkaian kegiatan atau aktivitas anak untuk bersenang-senang. Piaget (dalam
Fadillah, 2016, hlm. 7) berpendapat bahwa bermain adalah suatu kegiatan yang
dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan atau kepuasan bagi diri
seseorang. Pendapat lain tentang bermain menurut Parten (dalam Fadillah, 2016, hlm.
8) adalah suatu kegiatan sebagai sarana bersosialisasi dan dapat memberikan
kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengeskpresikan perasaan, berkreasi,
dan belajar secara menyenangkan.
Sudono (dalam Rinayanti, 2016, hlm 3) mengatakan bermain adalah suatu
kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan alat yang menghasilkan
pengertian

atau

memberikan

informasi,

memberi

kesenangan

maupun

mengembangkan imajinasi pada anak. Dockett dan Fleer (Sujiono, 2009, hlm. 134)
berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain
anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan
dirinya.
Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
aktivitas menyenangkan yang dilakukan dengan atau tanpa menggunakan media
perantara untuk menyampaikan sebuah informasi yang mampu menimbulkan
kepuasan bagi diri seseorang.

6

Daeng (dalam Rinayanti, 2016, hlm. 3) menyatakan bahwa permainan adalah
bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari
proses pembentukan kepribadian anak. Ismail (dalam Fadillah, 2016, hlm. 7)
menyebutkan bahwa:
Bermain dapat didefinisikan menjadi dua bagian. Pertama, bermain diartikan
sebagai play, yaitu suatu aktivitas bersenang-senang tanpa mencari menang atau
kalah. Kedua, bermain diartikan sebagai games yaitu suatu aktivitas bersenangsenang yang memerlukan menang atau kalah. Bermain pada pengertian pertama
diartikan hanya sebatas mencari kesenangan tanpa peduli terhadap hasil yang
akan didapat. Tetapi pengertian kedua dimaknai selain mendapat kesenangan
bermain juga memperhatikan hasil yang diperoleh.
Dalam sebuah testimoni karya eksperimental (Hughes & Hughes, 2015)
menyebutkan bahwa suatu gambar yang ditunjukkan kepada anak-anak setelah
interval tertentu mereka mereproduksi apa yang telah mereka dengar dan mereka
lihat.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Rinayanti, 2016, hlm. 3)
gambar adalah tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya). Gambar
adalah media visual dua dimensi di atas bidang yang tidak transparan.
Menggabungkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa permainan tebak
gambar adalah aktivitas bermain yang menyenangkan menggunakan media gambar
berupa tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan sebagainya) yang tertuang di
atas kertas, bermainnya dengan cara ditebak. Tidak semua gambarnya diperlihatkan
melainkan dengan ditutup bagian atas dan bawahnya, sehingga dinamakan permainan
tebak gambar atau gambar yang belum diketahui.
Penelitian berjudul Upaya Guru dalam Melatih Kemampuan Berpikir Kritis
Anak Usia Dini Melalui Permainan Tebak Gambar di Pendidikan Anak Usia Dini
Mekar Sari Kecamatan Rasau Jaya yang dilakukan oleh Rinayanti, Mawardi dan
Muntaha pada tahun 2016 menghasilkan bahwa terdapat peningkatan kemampuan
berpikir kritis anak melalui permainan tebak gambar di PAUD Mekar Sari Kecamatan
Rasau Jaya. Terlihat pada perbandingan antara siklus I, II, dan III yang selalu
mengalami peningkatan.

7

D.

Pretend Play
Purwandari (2005, hlm. 34) mengatakan bahwa,
Pretend Play merupakan salah satu jenis permainan aktif yang dilakukan secara
pura-pura yang dahulu banyak dilakuan anak-anak. Pretend Play sangat
berguna untuk mengembangkan aspek kognisi dan afeksi anak. Anak yang
bermain dapat berempati dan bertenggang rasa dengan teman bermainnya, serta
menghayati sebagai orang yangdiperaninya. Selain itu anak juga dapat
memahami pesan-pesan melalui kata-kata verbal yang disampaikan teman
bermainnya. Pemahaman terhadap pesan tersebut telah menyentuh aspek
kognisi anak.
Cohen dan Fein (dalam Purwandari, 2005, hlm. 35) menguatkan dengan

berpendapat bahwa Pretend Play dapat berfungsi sebagai jembatan hubungan sosial
antar teman di sekolahnya. Anak akan memahami bagaimana perasaannya terhadap
orang lain, hal ini dapat dipengaruhi empatinya terhadap orang lain. Menurut
Mawadatin (2015, hlm. 40) menjelaskan bahwa Imajinative Pretend Play adalah
permainan yang terjadi pada anak. Anak kecil senang berpura-pura menjadi orang
lain atau tokoh yang digemari. Menurut Kathrin dan Geldrad (dalam Mawadatin,
2015, hlm. 40) menambahkan,
dalam imaginative Pretend Play seluruh diri anak secara total terlibat dalam
memerankan sebuah tokoh pada situasi imajinatif. Anak jadi aktor dalam arti
sepenuhnya. Imaginative pre-tend play memungkinkan anak kecil ber-peran
sebagai orang lain dalam permainan tersebut. Akibatnya mereka
mengembangkan wawasan ke dalam motif dan perilaku mereka sendiri atau
orang lain.
Suminar (2009, hlm. 2) Pretend Play adalah bentuk permainan yang
mengandung unsur berpura-pura. Permainan ini berbeda dengan role play, karena
dalam Pretend Play selain terdapat sejumlah aturan, digunakan sejumlah peralatan
tertentu yang menunjang permainan. Belsky dan Most (dalam Suminar, 2009)
menyatakan bahwa Pretend Play merupakan permainan yang meningkatkan
ketrampilan anak, terutama dalam kemampuan kognisi. Singer dan Ellis (dalam
Suminar 2009, hlm. 4) masih dalam buku yang sama menyatakan bahwa fungsi
Pretend Play adalah mempercepat perkembangan rasa percaya diri dan dapat
mengatur diri sendiri, serta meredakan kebosanan Kusumastuti (2016, hlm. 33)
mengatakan Pretend Play atau permainan pura-pura merupakan permainan aktif yang

8

di dalamnya melibatkan alat permainan dan simbol-simbol. Pada permainan ini tentu
diperlukan tahapan dalam melaksanankannya.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa Pretend Play adalah
permainan yang dilakukan dengan berpura – pura dan memanfaatkan barang atau
benda yang berada disekitar pemain.
E.

Penerapan Permainan Tebak Gambar Berbasis Pretend Play
Gagasan bahwa anak belajar dan berkembang lewat permainan diawali oleh

Froebel. Sejak masanya, sebagian besar program Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
telah memasukkan permainan dalam kurikulumnya. Montessori melihat keikutsertaan
aktif anak dalam materi dan lingkungan yang telah disiapkan sebagai sarana utama
mereka memperoleh pengetahuan dan belajar. John Dewey meyakini bahwa anak
belajar lewat permainan dan harus mendapatkan kesempatan untuk ikut serta dalam
permainan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Piaget meyakini
permainan meningkatkan pengetahuan kognitif dan merupakan sarana untuk
membentuk pengetahuan anak tentang dunianya (Morrison, 2012).
Vygotsky (dalam Morison, 2012) meyakini interaksi sosial yang terjadi dalam
permainan penting bagi perkembangan anak. Ia meyakini bahwa anak mempelajari
keterampilan sosial seperti kerja sama dan kolaborasi yang mendukung dan
meningkatkan perkembangan kognitif mereka lewat interaksi sosial dengan orang
lain. Memberi kesempatan bagi anak untuk memilih di antara beragam kegiatan
belajar yang direncanakan dengan baik meningkatkan kemungkinan mereka akan
belajar melalui permainan.
Landreth dalam (Fithriya, 2013) menyatakan bahwa Pretend Play atau
permainan pura-pura merupakan bentuk bermain dengan menggunakan seperangkat
mainan nyata dan melibatkan beberapa kegiatan untuk berpura-pura menceritakan
sebuah objek nyata. Bermain dengan menggunakan Pretend Play akan berbeda
dengan berbagai jenis permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak serta
memiliki dampak yang berbeda bagi perkembangan anak.
Pretend play atau permainan pura-pura merupakan jenis permainan aktif yang
dimainkan oleh anak usia prasekolah bersama dengan anak lainnya. Permainan pura-

9

pura melibatkan bahasa sebagai mediator untuk menjelaskan imajinasi dan khayalan
anak. Permainan ini dapat melatih kemampuan berbahasa anak yang diyakini
memiliki arti penting dalam proses tumbuh kembang anak. (Fithriya, 2013)
mengemukakan bahwa pelatihan bermain pura-pura merupakan intervensi yang
diberikan psikolog kepada ibu dengan melatihkan empat keterampilan bermain
bersama anak, yaitu menyusun permainan, mendengarkan anak secara empati,
mengikuti imajinasi anak, dan menetapkan aturan.
Penerapan Pretend Play bagi pembelajaran anak usia dini mampu menciptakan
sebuah pembelajaran yang lebih bervariasi dengan memanfaatkan kemampuan
membayangkan yang akan mengundang pemahaman imajinatif, di mana seorang guru
memberikan

kesempatan

kepada

anak-anak

untuk

mengekspresikan

hasil

imajinasinya dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Suminar (2009, hlm. 2-7) menjabarkan tentang Pretend Play diantaranya
manfaat dari Pretend Play dapat dilihat dalam bidang psikologi klinis dan psikologi
perkembangan. Vygotsky (dalam Suminar, 2009, hlm. 2) menyatakan bahwa jenis
permainan ini memungkinkan anak dapat memberikan arti terhadap obyek dan
perilaku, sehingga akan berkembang representasi simbol, yaitu anak dapat
memberikan simbol terhadap apa yang dilihat dan dimainkan

Paterson (dalam

Suminar, 2009, hlm. 3) menyatakan bahwa Pretend Play ini lebih kreatif, verbal anak
akan muncul dengan baik, fleksibel dan meningkatkan keterampilan anak.
Piaget (dalam Suminar, 2009, hlm 4) menyatakan bahwa fungsi Pretend Play
adalah mengajarkan tentang sejumlah peran yang tergabung dalam satu permainan.
Bruner (dalam Sumiar, 2009, hlm. 5) menguatkan Apabila anak memainkan Pretend
Play secara optimal, maka anak akan merasa nyaman, rileks dan aman selama
bermain. Fungsi Pretend Play yang tidak kalah pentingnya menurut Smilanky,
Singer, dan Lieberman (dalam Suminar, 2009. Hlm 6) adalah mengembangkan
kreativitas dan berpikir fleksibel anak
Menurut Hendrick (dalam Suminar, 2009, hlm. 3) setting dalam Pretend Play
sudah dikelompokkan dalam kelompok-kelompok permainan tertentu. Masing-

10

masing

kelompok permainan terdiri atas peralatan dan aktivitas-aktivitas yang

biasanya dilakukan. Kelompok-kelompok permainan itu adalah sebagai berikut:
1. Permainan rumah: bentuk permainan ini dilakukan dengan jalan membentuk
dua kardus besar seperti laiknya perumahan. Diharapkan dalam situasi ini anak
akan melakukan interaksi sosial diantara dua kelompok anak.
2. Permainan pasar: anak berjual beli makanan atau sayuran tiruan dengan
bermain uang tiruan dan menggunakan tas kosong. Dengan demikian anak akan
menikmati sebagai penjual dan pembeli. Permainan ini dapat pula dimainkan
bersamaan dengan permainan rumah.
3. Berkemah: permainan ini menggunakan tenda atau kain penutup yang diatur
seperti tenda dan juga peralatan-peralatan berkemah seperti tempat minum,
kayu bakar ataupun kantung tidur yang secara keseluruhan akan menyebabkan
anak bergembira. Apabila ditambah senter akan menjadikan anak lebih bahagia
karena cahaya yang dikeluarkannya.
4. Permainan rumah sakit: Anak seringkali tertarik untuk berpartisipasi dalam
kegiatan ini. Alat yang digunakan stetoskop, obatobatan imitasi, baju dokter, tas
dokter dan peralatannya. Anak akan senang memainkannya berulang-ulang.
5. Permainan kantor: peralatan yang digunakan dalam permainan ini misalnya
kalkulator, perangko bekas, amplop, map, telepon dan penjepit kertas serta
peralatanperalatan lain yang berhubungan dengan aktivitas-aktivitas di dalam
kantor.
6. Memandikan bayi: permainan memandikan bayi dilakukan bersamaan
dengan bermain air. Permainan ini sangat isenangi anak-anak, khususnya anak
laki-laki yang begitu tertarik dengan
kegiatan ini. Dalam permainan ini terdapat nilai-nilai yang berasan dari
pengalaman mengembangkan peran pengasuhan. Peralatan yang digunakan
handuk, sabun, bedak dan ditambah popok agar mendekati kenyataan.
7. Permainan pesta ulang tahun: peralatan yang dipakai adalah kartu undangan,
kado dapat dengan isi maupun tidak didalamnya, kemudian roti tart ulang tahun
pura-pura. Anak dapat bebas memainkan permainan-permainan dalam pesta
ulang tahun buatan tersebut, serta bebas mengekspresikan keinginankeinginannya Hal tersebut disebabkan karena apabila ada ulang tahun
sungguhan, justru yang banyak berperan adalah orang tua dan seringkali anakanak diminta menjadi ”anak manis” dan sopan.
8. Permainan melakukan perjalanan: anak bebas membenahi koper kecil.
Permainan ini meliputi penjualan tiket pesawat, penggunaan peta, majalah,
kacang untuk makanan, serta sebuah topi kecil yang digunakan pilot, kopilot
dan awak pesawat. Diantara anak-anak akan terjadi suatu diskusi tentang tujuan
dan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Dengan demikian anak
belajar berpikir dan merencanakan suatu perjalanan.
Salah satu tahap perkembangan anak usia dini atau anak usia 2-7 tahun
menurut Jean Piaget (dalam Fadillah, 2016, hlm. 44) yaitu:

11

Terjadi pada tahap yang disebut praoperasional (symbolic play). Pada tahap
ini anak sudah bisa bermain khayal dan pura-pura, banyak bertanya dan
mencoba hal-hal baru dan memahami simbol-simbol tertentu. Adapun alat
permainan yang cocok untuk anak usia ini adalah yang mampu merangsang
perkembangan imajinasi anak, seperti menggambar, balok/lego dan puzzle.
Namun sifat permainan anak usia ini lebih sederhana dibandingkan
operasional konkret.
Selain itu, Bergen (dalam Santrock, 2011, hlm. 307) menyatakan bahwa
Salah satu tipe permainan anak yang banyak dipelajar adalah permainan purapura/simbolik. Permainan ini terjadi ketika seorang anak mengubah
lingkungan fisik menjadi sebuah simbol. Banyak ahli mengenai bermain
berpendapat bahwa tahun-tahun prasekolah merupakan usia emas dari
bermain simbolik/pura-pura yang memiliki sifat dramatik atau sosiodramatik.
Tipe permainan pura-pura seringkali muncul sekitar usia 18 bulan dan
mencapai puncaknya di usia 4 hingga 5 tahun, kemudian secara perlahan
menurun.
Sehingga Pretend Play cocok untuk anak usia dini yang sudah berada pada
tahap perkembangan praoperasional (symbolic play). Pretend Play juga bisa
digunakan sebagai salah satu teknik dalam permainan tebak gambar agar proses
pembelajaran kreatif dan inovatif.
Menurut McCune-Nicolich (Suminar, 2009, hlm 4-5) terdapat beberapa tahapan
perkembangan dalam Pretend Play. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai berikut:
1. Tahap 0: Pola Prasimbolis, tidak melakukan Pretend Play. Anak
menunjukkan pemahaman terhadap penggunaan objek dan bentuk objek. Sifat
dari lebih dianggap sebagai stimulus yang
serius oleh anak daripada sebagai alat permainan
2. Tahap 1: Pola Simbolis Untuk Diri. Dalam melakukan Pretend Play anak
sudah dapat melihat keterkaitan langsung antara mainan dengan dirinya. Anak
siap untuk bermain dan menampakkan kesadaran bahwa permainan itu hanya
pura-pura.
3. Tahap 2: Permainan Simbolis Berpola Tunggal. Anak mengembangkan
permainan dalam kondisi di luar aktivitasnya sendiri, yaitu anak mulai
memainkan peran atau aktivitas orang ataupun objek lain.
4. Tahap 3: Permainan Simbolis Kombinasi. Dalam kondisi ini anak dapat
melakukan pola kombinasi tunggal yaitu memainkan satu Pretend Play yang
berhubungan dengan beberapa aktor. Anak dapat pula memainkan pola
kombinasi beragam yaitu beberapa peran yang berhubungan satu dengan yang
lain dan ada dalam satu rangkaian.
5. Tahap 4: Permainan Simbolis Terencana. Anak menunjukkan pola perilaku
secara verbal dan non verbal, berinteraksi dengan peran dan aktivitas anak lain
secara baik.
12

Dalam pelaksanaan Pretend Play, menurut Suminar (2009, hlm. 5-6) bahwa
orang tua, guru dan pengasuh harus memperhatikan beberapa hal dibawah ini.
1.

2.

3.

Tidak menggunakan suara yang tinggi tetapi menemani anak dengan
kelembutan, sehingga anak akan senang bertanya dan memperbaiki
sikapnya kalau sikapnya dirasakan salah.
Berkomunikasi dengan bahasa tubuh yang sesuai sehingga anak akan tahu
kata-kata yang dikeluarkan dalam bermain salah atau tidak. Anak sedang
belajar berbicara, maka dalam melakukan bermain yang didalamnya ada
unsur berpura-pura, anak akan banyak mengucapkan kata- kata. Dalam hal
ini pembetulan kata yang diucapkan anak saat bermain akan lebih efektif.
Memahami keunikan anak. Anak akan mengeksplorasi diri dengan
kelebihan dan keterbatasan yang ada. Ketika anak bermain akan nampak
keunikan masing-masing anak, sehingga perlu dipahami potensi yang ada.

Menurut Fithriya dan Lestari (dalam Kusumastuti, 2016, hlm. 33) di antaranya
tahap pemberian materi, tahap simulasi dan umppan balik kelompok, tahap bermain
peran dan umpan balik individu, dan tahap praktik bermain bersama. Adapun langkah
tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
a. Tahap pemberian materi
Pretend Play dimulai dengan pemberian materi kepada anak tunagrahita
yang akan ikut serta dalam permainan. Materi tersebut berupa, pembagian
peran, peralatan yang digunakan, peraturan dalam Pretend Play.
b. Tahap simulasi dan umpan balik secara kelompok
Tahapan ini berupa simulasi bagaimana Pretend Play akan dilaksanakan,
bagaimana percakapan antar tokoh, kemudian kelompok memberi umpan
balik.
c. Tahap bermain peran dan umpan balik secara individu
Pada tahap ini anak mulai memerankan tokoh yang sebelumnya sudah
dibagikan. Anak berpura-pura menjadi tokoh tersebut dan menggunakan
peralatan yang biasa digunakan tokoh yang diperankan, dan memberi umpan
balik secara individu kepada individu lain.
d. Tahap praktik bermain bersama
Tahap ini anak-anak bermain bersama dengan berpura-pura memainkan
peran yang sudah diberikan dengan menggunakan peralatan yang
mendukung.
Kusumastuti (2016, hlm. 34-38) menjelaskan tentang kelebihan dan kekurangan
Pretend Play diantaranya: Pretend Play merupakan sebuah permainan aktif yang
dilakukan oleh anak-anak. Pretend Play membawa anak untuk mampu bermain
dengan berpura-pura memerankan menjadi tokoh dokter, polisi, guru dan lainnya
bersama dengan teman-teman. Dengan demikian Pretend Play mampu untuk
13

membawa anak bersosialisasi, berkomunikasi dengan teman yang terdapat dalam
permainan tersebut. Menurut Purwandari dan Suharmini (dalam Kusumastuti, 2016,
hlm 36) Pretend Play sebagai salah satu permainan yang memberikan kesenangan
serta membawa anak seolah-olah menghadapi dunia nyata sesuai dengan peran yang
dimainkan agar anak mampu memecahkan masalah apabila kelak berada pada situasi
yang sama.
Berdasarkan hal tersebut penerapan Pretend Play untuk meningkatkan
kemampuan mengenal rambu lalu lintas diharapkan anak tunagrahita ringan selama
proses pembelajaran akan merasa senang, dan dapat membawa anak seolah-olah
berperan dalam dunia nyata. Melalui perasaan senang yang dirasakan oleh anak
ketika bermain, akan memunculkan pengulangan terhadap kegiatan ini. Pengulangan
aktivitas bermain akan memudahkan anak tunagrahita untuk mengingat dan
menerima pesan serta informasi yang terkandung dalam permainan tersebut dalam hal
ini mengenai pengenalan rambu lalu lintas. Pesan, informasi, atau materi
pembelajaran akan diserap dan diingat dengan lebih mudah apabila anak dikondisikan
dalam permainan yang seperti dunia nyata dan dilakukan secara berulang.
Kelebihan Pretend Play yang berhubungan langsung dengan anak dalam Huda
(dalam Suminar, 2016, hlm 37) antara lain sebagai berikut: a) memberi kesan
pembelajaran yang kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa, b) menjadi pengalaman
belajar yang sulit dilupakan, c) menjadikan kelas lebih dinamis dan antusias, d) siswa
dapat memerankan suatu peran yang dibahas dalam proses pembelajaran. Beberapa
kelebihan Pretend Play yang berhubungan langsung dengan anak selama proses
pembelajaran tersebut menggambarkan Pretend Play membuat anak tertarik dan
terkesan mengingat dunia anak-anak berisi kegiatan bermain, sehingga proses
pembelajaran menerapkan Pretend Play menjadi sebuah proses pembelajaran yang
berkesan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa.
Berdasarkan beberapa kelebihan di atas dapat disimpulkan bahwa kelebihan
dari Pretend Play dalam pembelajaran yakni Pretend Play menimbulkan dan
menciptakan perasaan senang dalam diri anak selama pembelajaran hal ini
dikarenakan dunia anak merupakan dunia bermain. Perasaan senang tersebut

14

membuat anak menjadi terkesan dengan pembelajaran membuat ingatan siswa kuat
dan tahan lama, membuat kelas menjadi antusias dan dinamis.
Pretend Play dalam proses pembelajaran tentu memiliki kelebihan serta
kekurangan dalam pelaksanaanya. Kekurangan atau kelemahan Pretend Play terdiri
dari berbagai faktor. Menurut Huda (dalam Suminar, 2016, 38) kelemahan atau
kekurangan Pretend Play antara lain banyak waktu yang dibutuhkan, kesulitan dalam
membagi dan menugaskan peran tertentu pada siswa jika tidak dilatih dengan baik,
tidak semua materi bisa disampaikan dengan Pretend Play, sulit diterapkan jika kelas
tidak kondusif.

Kekurangan dalam Pretend Play tidak hanya dipengaruhi oleh

kondisi kelas, kondisi siswa, namun juga mengenai peralatan yang digunakan dalam
penerapan Pretend Play mengingat permainan ini menekankan pada peralatan yang
digunakan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Heru Rahyubi (dalam Nurvi
Prihtyaningsih, 2015: 29) kekurangan Pretend Play antara lain alat-alat yang
digunakan sulit diperoleh terkadang mahal, dan memerlukan waktu yang lama.
Berdasarkan beberapa pemaparan mengenai kekurangan Pretend Play dapat
disimpulkan bahwa kekurangan tersebut berasal dari waktu pelaksanaan Pretend Play
yang membutuhkan waktu lama, peralatan yang digunakan seringkali sulit untuk
didapatkan dan membutuhkan biaya relatif mahal, tidak semua materi dapat
diterapkan Pretend Play, sulit diterapkan di kelas yang tidak kondusif, dan kesulitan
dalam pembagian peran serta tugas yang dimainkan dalam Pretend Play apabila anak
tidak dilatih dengan baik.

15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak usia dini yaitu anak usia dari 0 sampai 6 tahun. Pada usia ini, dalam
pembelajaran anak tidak dapat terlalu lama menyimpan informasi yang
diterimanya. Namun, anak akan mudah mengingat proses belajarnya apabila
pembelajaran yang diterima anak melalui kegiatan yang menyenangkan. Bermain
merupakan aktivitas menyenangkan yang dilakukan dengan atau tanpa
menggunakan media perantara untuk menyampaikan sebuah informasi yang
mampu menimbulkan kepuasan bagi diri seseorang. Salah satu permainan yang
dapat digunakan yakni permainan tebak gambar berbasis Pretend Play.
Pretend Play merupakan permainan yang dilakukan dengan berpura – pura
dan memanfaatkan barang atau benda yang berada disekitar pemain. Dengan
kombinasi permainan tebak gambar, anak akan belajar sambil bermain. Sehingga
proses belajar dapat berlangsung menyenangkan. Ketika anak sudah merasakan
suasana menyenangkan, anak akan menerima pelajaran dengan mudah dalam
memorinya.
Selain itu, melalui gambar anak akan lebih mudah mengingat suatu objek
yang dipelajari. Pasalnya gambar merupakan media visual yang memanfaatkan
indera penglihatan, yang mana indera penglihatan merupakan salah satu bagian
sistem ingatan manusia yakni sensori memori. Setelah melalui tahap sensori
memori, ingatan akan sampai tahap sistem ingatan jangka pendek. Sistem ini
hanya menyimpan informasi selama 15 hingga 30 detik, dengan asumsi tidak ada
latihan atau pengulangan.
Namun dengan melakukan aktivitas pembelajaran melalui permainan tebak
gambar berbasis Pretend Play, anak akan mengalami pengulangan kegiatan karena
anak telah melakukan aktivitas yang menyenangkan. Sehingga anak akan lebih
mudah menyimpan suatu informasi pembelajaran dalam ingatannya dan memori
tentang aktivitas anak akan sampai pada tahap sistem ingatan jangka panjang, yang
mana akan bermanfaat bagi ingatan anak di kemudian hari.

16

DAFTAR PUSTAKA

Dani, R. A. (2013). Efektivitas Model Mind Map dalam Meningkatkan Daya Ingat
pada Mata Pelajaran Akidah Akhlak di MTs Darul Karomah Singosari
Malang [SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim.
Depdiknas RI. (2003). Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Depdiknas.
Desmita. (2013). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Fadillah, M. (2016). Bermain dan Permainan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana.
Fithriya, S. (2013). Peningkatan Interaksi Ibu dan Anak Retardasi Mental Melalui
Pelatihan Bermain Pura-Pura Bersama Anak. 2-3.
Hidayat, M. R. (2009). Metodologi Penelitian. Pencarian dan Pemaknaan, 17.
Hughes, A. G., & Hughes, E. H. (2015). Psikologi Pembelajaran Teori dan Terapan.
Bandung: Penerbit Nuansa Cendekia.
Kusumastuti, W. E. (2016). PENINGKATAN KEMAMPUAN MENGENAL RAMBU
LALU LINTAS MELALUI PENERAPAN PRETEND PLAY PADA ANAK
TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III SDLB DI SLB MUHAMMADIYAH
DEKSO KULONPROGO [SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Negeri
Yogyakarta.
Kusumawati, E. (2010). Studi Kasus Perilaku Hiperaktif dan Faktor Penyebabnya
pada Siswa Kelas III SD Negeri MRANGGEN 05 Kecamatan Polokarto
Kabupaten Sukoharjo. 46-50.

17

Mawadatin, P. F. (2015). PENGARUH IMAGINATIVE PRETEND PLAY
DENGAN MEDIA VIDEO ANIMASI: PENGETAHUAN DAN SIKAP
PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT. THE SUN, 38-46.
Morrison, G. S. (2012). Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Jakarta
Barat: PT Indeks.
Musbikin, I. (2012). Pintar Mengatasi Masalah Tumbuh Kembang Anak.
Yogyakarta: FlashBooks.
Nurhibatullah. (2015, Desember 29). Dunia Referensi Penelitian. Retrieved Agustus
02, 2017, from http://nurhibatullah.blogspot.co.id
Purwanto, S. (2007). Hubungan Daya Ingat Jangka Pendek dan Kecerdasan dengan
Kecepatan Menghafal Al-Qur'an di Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta.
SUHUF, 70-83.
Purwndari. (2005). PRETEND PLAY SEBAGAI UPAYA UNTUK MENGURANGI
PENYIMPANGAN PERILAKU ANAK TUNALARAS. Jurnal Pendidikan
Khusus, 33-47.
Rahayu, R. T. (2014). Meningkatkan Daya Ingat Melalui Penggunaan Media Mind
Mapping pada Anak Kelompok B1 TK LKMD Singosaren Banguntapan.
Yogyakarta.
Rahayu, R. T. (2014). Meningkatkan Daya Ingat Melalui Penggunaan Media Mind
Mapping pada Anak Kelompok BI TK LKMD Singosaren Bunguntapan
[SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Negeri Yogyakarta.
Rinayanti, Mawardi, & Muntaha. (2016). Upaya Guru dalam Melatih Kemampuan
Berpikir Kritis Anak Usia Dini Melalui Permainan Tebak Gambar di
Pendidikan Anak Usia Dini Mekar Sari Kecamatan Rasau Jaya. Tidak
Diterbitkan: Universitas Muhammadiyah Pontianak.

18

Rinayanti, Mawardi, & Muntaha. (n.d.). UPAYA GURU DALAM MELATIH
KEMAMPUAN

BERPIKIR

KRITIS

ANAK

USIA

DINI

MELALUI

PERMAINAN TEBAK GAMBAR DI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
MEKAR SARI KECAMATAN RASAU JAYA.

Pontianak: Universitas

Muhammadiyah Pontianak.
Santrock, J. W. (2011). Perkembangan Masa-Hidup. Jakarta: Erlangga.
Seefeldt, C., & Wasik, B. A. (2008). Pendidikan Anak Usia Dini: Menyiapkan Anak
Usia Tiga, Empat, dan Lima Tahun Masuk Sekolah. Jakarta: PT Indeks.
Suminar, D. R. (2006). Studi Meta-Analisis Pretend Play dan Perkembangan
Kognitif. Insan Vol. 8 No. 1, April 2006, 4142.
Suminar, D. R. (2009). MEMBANGUN KARAKTER ANAK MELALUI PRETEND
PLAY (Building Child Character Through Pretend Play. Jurnal Psikologi
Indonesia, 1-11.
Susanto, A. (2011). Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana .
Syamsiyatun, A. (2012). Upaya Meningkatkan Kemampuan Bicara Anak Melalui
Penggunaan Gambar Karya Anakdi TK Kartika IV-38 Depok Sleman. Tidak
Diterbitkan: Universitas Negeri Yogyakarta.
Veranita, N. (2012). Pengembangan Kemampuan Membilang Melalui Kegiatan
Bermain dengan Benda-benda Konkrit pada Anak-anak Kelompok A TK
Lembaga Tama III Sutran Sabdodadi Bantul Tahun Pelajaran 2011/2012
[SKRIPSI]. Tidak Diterbitkan: Universitas Negeri Yogyakarta.
Yuwono, I. (n.d.). Alternative Penanganan Anak Hiperaktif Menggunakan Terapi
Gelombang Otak. 4.

19