Konsep Pendidikan Anak Sholeh Menurut A

1

“Konsep Pendidikan Anak Sholeh Menurut Abdullah Nashih Ulwan
(Analisis Wacana Buku Tabiyatul Aulad Fil Islam)
Oleh: Supidah1
Keberhasilan pendidikan bukan saja diukur dari kemampuan anak dalam
menguasai segudang ilmu pengetahuan. Akan tetapi keberhasilan pendidikan
adalah harus diukur meliputi tiga aspek yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Sehingga mampu mencetak anak yang sehat, cerdas kuat serta beriman dan
berakhlak islami bahkan dapat menyandang gelar anak shaleh. Namun, konsep
yang seperti apa yang dilakukan oleh para pendidik agar membentuk anak
menjadi shaleh serta bagaimana tanggung jawab para pendidik dalam
mengimplementasikan konsep pendidikan kepada anak agar menjadi anak yang
shaleh. Oleh karena itu, perlu adanya suatu konsep yang berisi metode-metode
yang lebih efektif yang berpengaruh pada anak. Salah satu tokoh yang
memberikan pengaruh besar terhadap dunia pendidikan adalah Abdullah Nashih
Ulwan. Inilah yang menarik untuk diteliti.
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep Abdullah
Nashih Ulwan dalam mendidik anak menjadi sholeh, serta mengetahui tanggung
jawab para pendidik dalam mengimplementasikan konsep pendidikan Islam
kepada anak agar menjadi shaleh.

Pendidikan Islam merupakan sutu proses yang berkaitan dengan kegiatan
yang mempersiapkan dan mengembangkan seluruh potensi peserta didik yang
bersifat materi maupun immateri, serta membentuk pandangannya terhadap
alam, kehidupan dirinya dan masyarakatnya sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analysis, karena metode ini
dianggap cocok untuk menggali, mengungkapkan dan menganalisa fenomena
yang terjadi sekarang dan merupakan penelitian buku (book reseach). Oleh
karenanya sumber data yang digunakan adalah Alqur’an, Hadits dan pendapatpendapat Abdullah Nashih Ulwan yang berhubungan dengan pendidikan anak
Islam. Sedangkan untuk tekhnik analisis data peneliti menggunakan tekhnik
analisis isi (content analysis), yaitu penelitian yang bersifat pembahasan
mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis.
. Dari hasil penelitian yang dipaparkan Abdullah Nashih Ulwan bahwa,
Konsep pendidikan anak shaleh yang diterapkan yaitu berisi metode-metode yang
lebih efektif dan kaidah-kaidah pendidikan yang berpengaruh pada anak.
Beberapa metode yang digunakan untuk mendidik diantaranya metode
pendidikan dengan keteladanan, metode pendidikan dengan pembiasaan, metode
pendidikan dengan nasihat yang bijak, metode pendidikan dengan memberi
perhatian dan metode pendidikan dengan memberi hukuman.
Kata Kunci : Konsep Pendidikan dan Anak Shaleh.


1

Penulis adalah mahasiswi STAI DR.KHEZ Muttaqien Purwakarta.

2

A. Pendahuluan
Anak adalah karunia Allah yang tidak dapat dinilai dengan apapun.
Ia menjadi tempat curahan kasih sayang orang tua. Namun sejalan dengan
bertambahnya usia sang anak, muncul "agenda persoalan" baru yang tidak
ada kunjung habisnya. Ketika beranjak dewasa anak dapat menampakkan
wajah manis dan santun, penuh berbakti kepada orang tua, berprestasi di
sekolah, bergaul dengan baik dengan lingkungan masyarakatnya, tapi di
lain pihak dapat pula sebaliknya. Perilakunya semakin tidak terkendali dan
orang tua pun selalu cemas memikirkanya.
Pada zaman modern ini,dengan pesatnya perkembangan tekhnologi
sebagai pertanda arus globalisasi,telah menjadikan kebanyakan orang tua
was-was terhadap perkembangan anaknya.mereka hawatir anaknya jatuh
dalam keterpurukan moral dan mental.Karena itu, jika mereka salah
menentukan kebijakan dalam memberikan pendidikan,tentu kehidupan

anaknya menjadi jauh dari harapan semula. Ia akan terjebak dalam
rusaknya moral dan lemahnya kepribadian,dan tentunya hal ini tidak
diinginkan oleh setiap orang tua yang beriman.2
Bicara soal anak, setiap orang tua mempunyai keinginan yang sama
yakni tumbuh sehat, cerdas hingga mampu mengukir segudang prestasi.
Demi mewujudkan harapan ini, dengan rela kita menguras otak serta
mengarahkan segala upaya guna menggemblengnya menjadi insan yang
memiliki otak cemerlang dan memberinya berbagai fasilitas agar menjadi
sosok yang berprestasi.3
Sesungguhnya anak itu adalah amanah Allah yang harus dibina,
dipelihara dan diurus secara seksama serta sempurna agar kelak menjadi
insan kamil, berguna bagi agama, bangsa dan negara, dan secara khusus
dapat menjadi pelipur lara orang tua, penenang hati ayah dan bunda serta
sebagai kebanggaan keluarga.4
Pendidikan anak tidak lain hanyalah merupakan bagian dari
pendidikan individu, di mana Islam berusaha mempersiapkan dan
membinanya supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna dan insan
yang shaleh di dalam kehidupan. Bahkan pendidikan anak, jika telah
dilaksanakan dengan baik dan terarah, maka ia tidak lain adalah pondasi
yang kuat untuk mempersiapkan pribadi yang shaleh dan yang bertanggung

jawab atas segala persoalan dan tugas hidupnya.5
Di antara perasaan-perasaan mulia yang ditanamkan Allah di dalam
hati kedua orang tua itu adalah perasaan kasih sayang terhadap anak-anak.
Perasaan ini merupakan kemuliaan baginya didalam mendidik,
mempersiapkan dan membina anak untuk mencapai keberhasilan dan
kesuksesan paling besar. Orang yang hatinya kosong dari perasaan kasih
sayang akan bersifat keras dan kasar. Tidak diragukan lagi bahwa di dalam
2

Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah,Hanya Untukmu Anakku,(Jakarta: Pustaka Imam As-Syafi’i,
2010 ).vi
3
Ummu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani, ( Jakarta : Pustaka Imam As-Syafi’i, 2014 ).1
4
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam, (Jakarta: Pustaka Amani, 2007). vii
5
Ibid. xxii

3


sifat-sifat yang buruk ini akan terdapat interaksi terhadap kelainan anakanak, dan akan membawa anak-anak ke dalam penyimpangan, kebodohan
dan kesusahan. Oleh karena itu, syariat Islam telah menanamkan tabiat kasih
sayang di dalam hati, dan menganjurkan kepada para orang tua, para
pendidik dan orang-orang yang bertanggung jawab atas pendidikan anak
untuk memiliki sifat itu. Rasulullah SAW. sangat memperhatikan masalah
kasih sayang ini, dan sangat menganjurkan kepada orang-orang yang
bertanggung jawab di dalam masalah pendidikan untuk memiliki perasaan
dan tabiat yang mulia ini.6
Maka pentinglah pendidikan ditanamkan pada anak-anak sejak dini
hingga dewasa, tentunya pendidikan yang Islami, agar kelak menjadi anakanak yang Shaleh. Dan dari sinilah penulis terinspirasi dan berkeinginan
meneliti “Konsep Pendidikan Anak Shaleh Menurut “Tarbiyatul Aulad
Fil Islam” karya Abdullah Nashih Ulwan”.
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan
masalah diatas, maka penelitian ini dapat dirumuskan:
1. Bagaimana konsep pendidikan Islam menurut para ahli?
2. Bagaimana konsep pendidikan Islam menurut Abdullah Nashih Ulwan?
3. Analisis pemikiran Abdullah Nashih Ulwan?
Sesuai dengan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan islam menurut para ahli.

2. Untuk mengetahui konsep pendidikan Islam menurut Abdullah Nashih
Ulwan.
3. Untuk mengetahui analisis pemikiran Abdullah Nashih Ulwan.
B. Teori/Konsep
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pada dasarnya pengertian pendidikan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003
Pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa ;
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk memberikan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secar
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.7
Menurut kamus Bahasa Indonesia definisi pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.8
6

Ibid. 33

Helmawati, Pendidikan Keluarga, ( Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2014 ). .26
8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia ( Jakarta : Balai
Pustaka, 1990 ), .204
7

4

a. Dasar dan Tujuan Pendidikan
Dasar pendidikan adalah pondasi atau landasan yang kokoh bagi
setiap masyarakat untuk dapat melakukan perubahan sikap dan tata laku
dengan cara berlatih dan belajar dan tidak terbatas pada lingkungan
sekolah, sehingga meskipun sudah selesai sekolah akan tetap belajar apaapa yang tidak ditemui di sekolah. Hal ini lebih penting dikedepankan
supaya tidak menjadi masyarakat berpendidikan yang tidak punya dasar
pendidikan sehingga tidak mencapai kesempurnaan hidup. Apabila
kesempurnaan hidup tidak tercapai berarti pendidikan belum membuahkan
hasil yang menggembirakan. Dasar atau landasan pendidikan dapat dilihat
dari Pandangan Islam.
Dasar atau landasan pendidikan menurut pandangan Islam
yaitu Alqur’an dan Hadits.9

Al-qur’an merupakan pedoman tertinggi yang manjadi petunjuk
dan dasar kita hidup di dunia. Dalam Al-qur’an kita bisa menemukan
semua permasalahan hidup termasuk pendidikan dan ilmu
pengetahuan.
Hadist merupakan pedoman kita setalah Al-qur’an, dengan
demikian hadist juga merupakan dasar atau elemen dalam pendidikan.
Nilai-nilai Sosial kemasyarakatan yang tidak bertentangan dengan Alqur’an dan Hadist.
b. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan merupakan serangkaian tugas atau misi yang
diemban dan harus dilakukan oleh pendidik. Tugas atau misi pendidik
itu dapat tertuju pada diri manusia yang dididik maupun kepada
masyarakat bangsa ditempat ia hidup. Adapun beberapa fungsi
pendidikan:
1. Bagi dirinya sendiri, pendidikan berfungsi menyiapkan dirinya agar
menjadi manusia secara utuh, sehingga ia dapat menunaikan tugas
hidupnya secara baik dan dapat hidup wajar sebagai manusia.
2. Bagi masyarakat, pendidikan berfungsi untuk melestarikan tata
sosial dan tata nilai yang ada dalam masyarakat (preserveratif) dan
sebagai agen pembaharuan sosial (direktif) sehingga dapat
mengantisipasi masa depan.

Fungsi pendidikan Islam, dijelaskan dalam Al-Qur'an surat Al
Baqarah ayat 151, Allah berfiman :

      
   
      
Artinya :“Sebagaimana kami telah mengutus kepada kamu
sekalian seorang rasul diantara kau yang membacakan ayat-ayat
kami kepadamu, menyucikan mu, mengajarkan al-Kitab, dan al
9

Zakiah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta : PT.Bumi Aksara,2012 ). 19

5

hikmah, dan mengajarkan kepadamu yang belum kamu ketahui"
(QS. Al-Baqarah : 151)10.
2. Pendidikan Anak Shaleh
a.Pengertian Anak Shaleh
Kata anak shaleh dalam kamus bahasa Indonesia adalah; anak yang

taat dan sungguh-sungguh menjalankan ibadah.11 Anak adalah amanah Allah
bagi setiap orang tua, yakni ibu dan ayahnya. Ia dititipkan kepada kita untuk
diasuh, dididik, dan dibimbing menjadi anak yang shalih dan shalihah.
Dijadikan sebagai bagian dari komunitas muslim, penerus risalah Islam
yang dibawa oleh Rasulullah Muhammad SAW. Yang akan sangat bangga
dengan umatnya yang kuat dan banyak.
Anak merupakan karunia serta hadiah istimewa dari Allah swt.,
apalagi seseorang dikaruniai anak-anak yang shalih. Mereka diibaratkan
kekayaaan yang tak ternilai harganya, mereka pembawa kebahagiaan rumah
tangga, pelipur lara dan penolong orang tua.12
Anak shaleh selalu dipandang sebagai karunia Allah swt., belahan
jiwa, penyejuk hati, pelipur lara, sekaligus perhiasan dunia.13
Menurut Al-Qabisi pendidikan anak merupakan hal yang sangat
penting dalam rangka menjaga keberlangsungan bangsa dan negara, ini
merupakan upaya yang amat strategis. Dalam mengajar seorang guru harus
memiliki keluasan ilmu dan berakhlak mulia serta tekun ibadah, yang
berimplikasi dalam pengajarannya, inilah faktor keberhasilan seorang guru
dalam mengajar. Seorang guru harusnya tidak hanya paham teori, akan
tetapi lebih pada pelaksanaan teori tersebut atau praktiknya dalam
kehidupan sehari-hari.14

Pendidikan anak tidak lain hanyalah merupakan bagian dari
pendidikan individu, di mana Islam berusaha mempersiapkan dan
membinanya supaya menjadi anggota masyarakat yang berguna dan insan
yang shaleh di dalam kehidupan ini. Bahkan pendidikan anak, jika telah
dilaksanakan dengan baik dan terarah, maka ia tidak lain adalah pondasi
yang kuat untuk mempersiapkan pribadi yang shaleh dan yang
bertanggung jawab atas segala persoalan dan tugas hidupnya.15
Pendidikan anak adalah sebaik-baik hadiah dan merupakan sesuatu
yang paling indah, sekaligus sebagai hiasan bagi orang tua. Mendidik anak
adalah lebih baik dibanding dunia seisinya. Oleh sebab itu, para pendidik
harus bersungguh-sungguh dan ikhlas dalam mendidik dan menumbuhkan
generasi penerusnya sesuai cara yang ditempuh oleh Rasulullah dalam
mendidik mereka.
10

Ibid.24
Http:// Kamus Besar Indonesia dalam jaringan.html
12
Ummu Ihsan dan Abu Ihsan, Mencetak Generasi Rabbani, (Jakarta : Pustaka Imam AsySyafi’i, 2014). 6-7
13
Zainal Abidin, Golden Ways Anak Sholeh ( Jakarta: Pustaka Imam Bonjol, 2014 ),.3
14
Abdur Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam ( Jakarta : PT. RajaGrafindo
Persada, 2013 ).65
15
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak Dalam Islam ( Jakarta: Pustaka Amani, 2007 ). xxiii
11

6

C. Kerangka Berfikir dan Skema Penelitian
1. Kerangka Berfikir
Islam meletakkan tanggung jawab yang sangat besar kepada orang
tua dan guru untuk mendidik anak secara benar, menumbuhkan minat
untuk menggali sumber-sumber ilmu dan budaya, dan menitikberatkan
perhatian mereka untuk bisa memahami sesuatu secara utuh dan mendasar,
mampu menganalisa suatu persoalan secara seimbang, dan memliki
pemikiran yang matang dan benar. Dengan demikian akan mekarlah
semua anugerah, memancarlah mata air, matanglah pemikiran, dan
nampakklah kejeniusan.
Telah tercatat di dalam sejarah bahwa ayat pertama yang diturunkan
kedalam hati Rasulullah saw. Adalah firman Allah swt, surat Al-Alaq ayat
1-5 ;

         
    
         
"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu
yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”
(QS.Al-‘Alaq:1-5)16
Tanggung jawab yang paling diperhatikan, didorong dan
diarahkan oleh Islam adalah tanggung jawab para pendidik kepada anakanak didiknya untuk memulai pendidikan anak ( tarbiyatul Aulad ) sejak
awal kelahiran hingga mencapai usia remaja, dan akhirnya menjadi
dewasa.
Ini adalah tanggungjawab yang sangat besar, sangat sulit, dan sangat
penting. Tentunya seorang pendidik, baik guru, ayah, ibu atau seorang
pekerja social yang melaksanakan tanggung jawabnya secara sempurna,
menunaikan hak-hak dengan amanah, tekad yang kuat dan menggunakan
cara-cara yang diajarkan oleh Islam, berarti ia telah mengerahkan segenap
kemampuan untuk membentuk individu dengan segala keistimewaan,
kemampuan dan karakternya. Dengan demikian, baik disadari atau tidak,
ia juga sesungguhnya telah memberi sumbangsih pada pembinaan
masyarakat ideal yang nyata dengan berbagai kepribadian dan
keistimewaan dalam membentuk individu dan keluarga yang shaleh.
Banyak sekali ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Rasulullah saw. Yang
mendorong para pendidik untuk mengemban tanggung jawab mereka dan
memperingatkan mereka bila melalaikannya. Itu semua dimaksudkan agar
16

Depag RI, Al-Hidayah Al-Qur’an dan Terjemahnya, 598

7

para pendidik mengetahui amanah besar dan tanggung jawab yang begitu
besar dipundak mereka. 17
2. Skema Penelitian
Dari hasil analisis di atas, maka dapat dibuat skema penelitian
sebagai berikut:
Tabel : 2.1
Konsep Pendidikan Anak
Menurut Abdullah Nashih
Ulwan

1.

Metode Pendidikan

Tanggungjawab Para Pendidik

Membentuk Anak menjadi
Shaleh

D. Pembahasan
1. Konsep Para Ahli dalam Membentuk Anak Menjadi Shaleh
a. Menurut Al-Qabisi
Al-Qabisi adalah ulama yang hafal dan alim dalam hadits dan
terkemuka dalam bidang pendidikan yang lahir di Qairawan, Tunisia
(wilayah magribi, Afrika Utara) tahun 324 H/935M-403/1012M.
Menurut Al-Qabisi konsep pendidikan dirumuskan oleh AlJumbulati, yaitu pentingnya mengembangkan kekuatan akhlak anak,
menumbuhkan rasa cinta agama, berpegang teguh terhadap ajarannya,
mengembangkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang murni, serta
anak dapat memiliki keterampilan dan keahlian pragmatis yang dapat
mendukung kemampuan mencari nafkah.18
Metode dan teknik belajar yang diterapkan Al-Qabisi adalah
menghafal, melakukan latihan dan demonstrasi langkah-langkah penting
dalam menghafal adalah didasarkan pada penetapan waktu terbaik yang
dapat mendorong meningkatkan kecerdasan akalnya.19
b. Menurut Ibnu Sina
Ibnu Sina adalah seorang ulama dan ilmuwan terkenal dan
terkemuka pada masa kejayaan Islam. Beliau lahir di Khormeisan
17

Abdullah Nashih Ulwan, Tarbiyatul Aulad . 73
Assegaf, Aliran Pemikiran ... , 64
19
Ibid.,70
18

8

berdekatan Bukhara dan berbangsa Balkha pada tahun 370 H/980M-428H/
1037M.
Ibnu Sina berpendapat bahwa ilmu pendidikan itu sangat penting
karena ilmu pendidikan merupakan asas dalam pendidikan Islam. Oleh
karena itu, pendidikan hendaknya menggunakan kurikulum yang sesuai.
Menurut Ibnu Sina konsep yang diterapkan yaitu dengan dimulai
mengajari mereka mempelajari Al-Quran, kemudian syair, qasidah (puisi)
untuk membentuk akhlak dan ilmu pengetahuan serta bertujuan untuk
mempersiapkan anak-anak dari segi jasmani dan pemikiran mereka.20
c. Menurut Al-Ghazali
Al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam
yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan
manusia.
Beliau lahir pada 450 H/1048 M – 550 H/1111 M abad kelima Hijriyah di
desa Taberan distrik Thus, Persia.
Beberapa konsep pendidikan Islam menurut Al-Ghazali adalah
konsep pendidikan dalam keluarga dan pendidikan di sekolah meliputi
akhlak siswa terhadap gurunya. Konsep tersebut dapat diterapkan kepada
anak melalui dua metode, yaitu metode khusus pendidikan agama dan
metode khusus pendidikan anak.21
Metode pendidikan agama menurut Al-Ghazali pada prinsipnya
dimulai dengan hafalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan
keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakkan dalil-dalil dan
keterangan yang menunjang penguatan akidah.22
d. Menurut Ibn Khaldun
Ibn Khaldun adalah seorang yang jenius yang memiliki pemikiran
murni yang luas. Beliau populer sebagai pakar sejarah, pakar sosiologi
(kemasyarakatan), ahli falsafah dan politik, lahir pada 733H/1332M808H/1404M.23
Menurut beliau, seorang guru hendaknya mengajar suatu topik
pelajaran yang memerlukan aplikasi metode vasitasi (rihlah) agar dapat
memberikan suatu pengalaman dalam akal pikiran para pelajar. Beliau
menyeru kepada penggunaan pendekatan pengajaran dan pembelajaran
yang mempunyai sifat seperti, pendekatan dari susah menuju senang,
pendekatan dari ragu menjadi yakin, pendekatan dari tidak tahu menjadi
tahu dan pendekatan dari contoh konkret menuju kepada pemyelidikan
abstrak. 24
Penulis menyimpulkan bahwa kedudukan sebuah konsep yang di
dalamnya berisi metode sangat begitu penting. Karena, sebaik apapun
tujuan pendidikan jika metode yang digunakan tidak tepat, maka tujuan
tersebut akan sulit tercapai dengan baik.
20

Ibid., 95
Ahmad Faozi, Konsep Pendidikan Islam menurut Al-Ghazali (Purwakarta: STAI
DR.KHEZ.Muttaqien, 2011), 49.
22
Ibid., 49-53
23
Assegaf, Aliran Pemikiran ... , 123
24
Ibid., 132
21

9

2. Konsep Abdullah Nashih Ulwan dalam Mendidik Anak menjadi
Shaleh
Abdullah Nashih Ulwan, dalam bukunya ”Tarbiyatul Aulad Fil
Islam” menjelaskan bahwa, tidak cukup seorang pendidik hanya
mengemban tanggung jawab dan kewajibn-kewajibannya. Akan tetapi
perlu berusaha mencari metode-metode yang lebih efektif dan kaidahkaidah pendidikan pendidikan yang berpengaruh guna mempersiapkan
akidah dan akhlak anak, untuk membentuk ilmu, jiwa dan rasa sosialnya.
Agar ia dapat mencapai kesempurnaan tertinggi dan tingkat kematangan
yang sempurna.25
Jika sejak masa kanak-kanaknya, ia tumbuh dan berkembang
dengan berpijak pada landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk
selalu takut, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri kepadaNya, ia akan memiliki kemampuan dan bekal pengetahuan di dalam
menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping terbiasa dengan
akhlak mulia. Sebab benteng pertahanan religious yang berakar pada hati
sanubarinya, kebiasaan mengingat Allah yang telah dihayati dalam dirinya
dan instropeksi diri yang telah menguasai seluruh pikiran dan perasaan,
telah memisahkan anak dari sifat-sifat jelek, kebiasaan-kebiasaan dosa,
dan tradisi- tradisi yang rusak. Bahkan setiap kebaikan akan diterima
menjadi salah satu kebiasaan dan kesenangan, dan kemuliaan akan
menjadi akhlak dan sifat yang paling utama.26
Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa ada beberapa
metode yang digunakan untuk mendidik diantaranya metode pendidikan
dengan keteladanan, metode pendidikan dengan pembiasaan, metode
pendidikan dengan nasihat yang bijak, metode pendidikan dengan
memberi perhatian dan metode pendidikan dengan memberi hukuman.27
Sedangkan kaidah-kaidah dasar yang diterapkan dalam mendidik
anak yang berpengaruh guna mempersiapkan akidah dan akhlak anak,
untuk membentuk ilmu, jiwa dan rasa sosialnya yaitu kaidah ikatan dan
kaidah peringatan.28
Abdullah Nashih Ulwan juga menjelaskan bahwa, tanggung jawab
yang paling diperhatikan, didorong dan diarahkan oleh Islam adalah
tanggung jawab para pendidik kepada anak-anak didiknya untuk memulai
pendidikan anak (tarbiyatul aulad) sejak awal kelahiran hingga mencapai
usia remaja, bahkan sampai ia menginjak usia dewasa yang sempurna. Ini
adalah tanggungjawab yang sangat besar, sulit dan sangat penting.
Seorang pendidik, baik guru, ayah, ibu maupun tokoh masyarakat
yang melaksanakan tanggung jawabnya secara sempurna, menunaikan
hak-hak dengan amanah, tekad yang kuat dan menggunakan cara-cara
yang diajarkan oleh Islam, berarti ia telah mengerahkan segenap
25

Ulwan, Tarbiyatul Aulad ..., 363
Ibid. 193
27
Ibid. 363
28
Ibid. 470
26

10

kemampuan untuk membentuk individu dengan segala keistimewaan,
kemampuan dan karakternya. Ia juga sesungguhnya telah ikut andil dalam
membentuk keluarga shaleh yang penuh dengan kepribadian dan
keistimewaan.
Pendidikan keimanan adalah sebagai penanaman pondasi.
Pendidikan fisik/jasmani merupakan persiapan dan pembentukan,
pendidikan moral merupakan penanaman dan pembiasaan, pendidikan
rasio ( akal ) merupakan penyadaran, pembudayaan dan pengajaran.29
Pendidikan jiwa merupakan upaya pembinaan agar menjadi manusia yang
berakal, berpikir sehat, bertindak penuh pertimbangan, dan berkemauan
tinggi.30 Pendidikan sosial merupakan manfestasi perilaku dan watak yang
mendidik anak untuk menjalankan kewajiban, tata karma, kritik sosial,
keseimbangan intelektual, politik dan pergaulan yang baik bersama orang
lain.31 Sedangkan pendidikan seks adalah mengajarkan dan menerangkan
kepada anak serta menyadarkannya mengenai berbagai masalah yang
berkaitan dengan seks, naluri terhadap lawan jenis dan perkawinan. Agar
dapat mengetahui apa yang halal dan apa yang haram dan memiliki
akhlak, perilaku serta kebiasaan yang islami. Dengan demikian, baik
disadari maupun tidak, ia telah memberi sumbangsih pada pembinaan
masyarakat ideal yang nyata dengan segala karakter, kemampuan dan
keistimewaannya melalui pembentukan pribadi shaleh dan keluarga yang
baik. Inilah titik tolak Islam dalam melakukan perbaikan.32
3. Analisis Pemikiran Abdullah Nashih Ulwan
Pendidikan akhlak menurut Abdullah Nashih Ulwan adalah
keutamaan sikap dan watak yang wajib dimiliki oleh seorang anak dan
yang dijadikan kebiasannya semenjak usia tamyiz hingga ia menjadi
mukallaf (baligh). Hal ini terus berlanjut secara bertahap menuju fase
dewasa sehingga ia siap mengarungi lautan kehidupan.
Abdullah Nashih Ulwan menempatkan pendidikan akhlak pada
pasal ke 2 setelah pendidikan iman, hal ini karena pendidikan iman
merupakan faktor yang dapat meluruskan tabiat yang menyimpang dan
memperbaiki jiwa kemanusiaan. Tanpa pendidikan iman, maka perbaikan,
ketentraman dan moral tidak akan tercipta. Dengan kata lain pendidikan
iman dan pendidikan akhlak merupakan satu kesatuan yang saling
melengkapi dan tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya.
Hal ini selaras dengan pendapat Abdul Wahab Asy-Sya’roni yang
menyatakan bahwa seluruh kegiatan pendidikan bersumber dan bermuara
kepada Allah. Ilmu dan keahlian seseorang diaplikasikan dalam kehidupan
sebagai realisasi konkrit pengabdian kepada Allah.

29
30
31
32

Ulwan, Pendidikan Anak ..., Jilid 1. 301
Ibid..363
Ibid..435
Ulwan, Tarbiyatul Aulad ..., 73

11

Upaya ini diawali dengan menanamkan nilai akhlak karimah,
kemudian diimplementasikan melalui peran kekhalifahan sebagai
pemakmur dan pemelihara kehidupan di dunia, sebab tujuan akhir
pendidikan adalah pembentukan insan kamil.33
Hubungan antara iman dan akhlak dapat dilihat dari 2 aspek, yaitu:34
Pertama, dilihat dari segi obyek pembahasannya, pendidikan iman
membahas masalah Tuhan baik dari segi zat, sifat dan perbuatan-Nya.
Kepercayaan yang mantap kepada Tuhan yang demikian itu, akan menjadi
landasan untuk mengarahkan amal perbuatan yang dilakukan manusia,
sehingga perbuatan itu akan tertuju semata-mata karena Allah SWT.
Dengan demikian akan mengarahkan perbuatan manusia menjadi ikhlas,
dan keikhlasan merupakan salah satu akhlak yang mulia.
Kedua, dilihat dari segi fungsinya, pendidikan iman menghendaki
agar seseorang yang beriman tidak hanya cukup dengan menghafal rukun
iman dengan dalil – dalilnya saja, tetapi yang terpenting adalah agar orang
beriman meniru dan mencontoh terhadap subjek yang terdapat dalam
rukun iman itu. Jika kita percaya bahwa Allah memiliki sifat - sifat yang
mulia, maka sebaiknya manusia yang beriman meniru sifat – sifat Tuhan
itu. Allah SWT.
Berdasarkan uraian diatas tampak bahwa keimana dalam Islam
bukan hanya mengakui adanya rukun iman lantas orang yang bersangkutan
masuk surga dan dihapus segala dosanya. Iman dalam islam sebenarnya
menerima suatu ajaran sebagai landasan untuk melakukan suatu perbuatan.
Maka tidak aneh jika Islam sangat memperhatikan pendidikan anak
dari aspek moral, dan mengeluarkan petunjuk yang sangat berharga dalam
membentuk anak dan mengajarkan akhlak yang tinggi.
Abdullah Nashih Ulwan memberikan masukan kepada pada para
pendidik, terutama ayah dan ibu untuk mendidik anak mereka dengan
kebaikan dan dasar-dasar moral sejak usia dini.
Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak
mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.
Orang tua bertanggung jawab atas kehidupan anak-anak mereka untuk
masa kini dan mendatang. Bahkan para orang tua umumnya merasa
bertanggung jawab atas segalanya dari kelangsungan hidup anak mereka.
Karena itu tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara
mendasar terpikul kepada orang tua.
Asy-Sya’roni menyatakan bahwa seorang anak mempunyai
kecenderungan mengikuti perilaku orang tua, sahabat dan orang-orang
yang mengasuhnya. Oleh karenanya, seorang anak bisa memiliki akhlak
yang baik dan akhlak yang buruk tergantung pada sumber yang ia pelajari
atau sumber yang mengajarinya. Mengingat pentingnnya hidup keluarga,
maka Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan
33

Dr. H. Subidi, M.Pd, Abdul Wahab Asy-Sya’roni Sufisme dan Pengembangan Karakter,
Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015
34
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia, cet. 12, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2013

12

terkecil saja, melainkan sebagai lembaga hidup manusia yang memberi
peluang kepada anggotanya untuk hidup bahagia atau celaka di dunia dan
akhirat. Jadi, apabila pendidikan utama pada tahapan pertama menurut
pandangan islam adalah bergantung pada kekuatan perhatian dan
pengawasan, maka selayaknya bagi orang tua bertanggung jawab untuk
menghindarkan anak dari sifat-sifat tercela.
Ada 4 sifat yang bagi Abdullah Nashih Ulwan merupakan
perbuatan yang terburuk, terendah dan terhina, yaitu:
Pertama, suka berbohong. Fenomena suka berbohong merupakan
fenomena yang terburuk menurut pandangan Islam. Kebohongan
dikategorikan sebagai sifat yang terburuk karena:
1. Islam telah memandangnya sebagai tanda-tanda kemunafikan.
2. Islam telah mengatakan bahwa orang yang melakukannya akan
mendapat murka Allah. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah bersabda yang artinya: “Ada tiga macam
manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat,
tidak akan disucikan dan tidak akan diperhatikan. Mereka akan
mendapatkan azab yang sangat pedih. Yaitu kakek-kakek yang
berzina, raja pendusta dan orang miskin yang sombong”.
3. Nabi Muhammad Saw memandang kebohongan sebagai pengkhiatan
yang besar.
Kedua, suka mencuri. Jika seorang anak sejak masa perkembangannya
tidak dididik untuk selalu mengingat Allah, maka secara bertahap anak
tersebut dapat melakukan penipuan, pencurian, dan pengkhiatan.
Untuk menjauhkan anak dari sifat mencuri hendaknya para orang
tua menanamkan akidah, agar anak – anak selalu mengingat dan takut
kepeda Allah, menjelaskan akibat buruk dari mencuri, dan menerangkan
tentang ancaman Allah kepada seorang pencuri.
Ketiga, suka mencela dan mencemooh. Ada dua faktor utama yang
menimbulkan perilaku ini:
1. Karena teladan yang buruk. Apabila anak selalu mendengar kalimat
buruk, celaan, dan kata – kata mungkar, maka tentunya anak akan
mudah meniru kalimat itu dan membiasakan diri berkata kotor.
2. Karena pergaulan yang salah. Apabila anak dibiarkan bermain di
jalanan dan bergaul dengan teman –teman yang nakal, maka hal ini
memungkinkan anak mempelajari kata –kata kotor dari temannya.
Peristiwa ini akan membuat anak tumbuh dewasa berdasarkan
pendidikan dan moralitas yang sangat buruk.
Oleh karenanya, wajib bagi orang tua dan pendidik untuk
memberikan teladan yang baik kepada anak dalam keindahan berbahasa
maupun melunakkan lisannya, mencegah anak agar tidak bergaul dengan
teman yang nakal, menjelaskan kepada anak akibat dari kecerobohan lisan,
mengajarka anak hadis yang berisi larangan mencela, serta menjelaskan
siksa yang dipersiapkan Allah untuk orang yang selalu mencela.
Keempat, kenakalan dan penyimpangan. Perilaku ini tersebar
dikalangan muda mudi muslim, mereka sering tersesat dalam taklid buta

13

dan menghalalkan segala cara tanpa kendali, baik dari agama maupun
naluri sanubari.
Para reamaja mengira bahwa diantara kemajuan zaman adalah
tarian erotis dan pergaulan bebas, sedangkan tolak ukur pembaharuan dan
pembangunan adalah taklid buta. Sehingga mereka tidak lagi mempunyai
perhatian dalam hidup selain gaya dalam berpenampilan dan berjalan,
serta berlagak dalam berbicara.
Rasulullah telah mencontohkan cara dan dasar pendidikan akhlak
agar anak terhindar dari kenakalan dan penyimpangan remaja, yaitu:
1) Menghindari peniruan dan taklid buta.
2) Tidak terlalu larut dalam kesenangan dan kemewahan.
3) Tidak mendengarkan musik dan lagu –lagu porno.
4) Tidak bersikap dan bergaya menyerupai wanita atau sebaliknya.
5) Larangan bepergian, pamer diri, pergaulan bebas, dan memandang
sesuatu yang diharamkan.
Jika kita mau menelusuri berbagai gejala yang menyebabkan
timbulnya perbuatan amoral anak, maka akan kita ketahui bahwa ini
terletak pada kelalaian para orang tua dalam memperhatikan anak–anak
mereka. Mereka membiarkan anak tidak terdidik dan tidak terarah.
Pada bagian ketiga pasal pertama dalam kita Tarbiyatul Aulad Fil
Islam Abdullah Nashih Ulwan menerangkan beberapa metode pendidikan
yang dapat mempengaruhi pembentukan kepribadian anak, yaitu:
1) Mendidik dengan keteladanan
Metode keteladan dianggap sebagai pengaruh paling penting dalam
pendidikan islam, keteladanan menjadi dasar pengajaran dan kaidah
pertama dari pendidikan. Keteladan juga merupakan faktor yang berperan
besar dalam perbaikan dan kerusakan umat. Anak memang memiliki
potensi yang besar untuk menjadi baik, namun sebesar apapun potensi
tersebut tidak akan berhasil tanpa melalu proses pendidikan dengan
memberikan teladan yang baik. Dengan keteladanan ini akan menjadi
imitasi dan diikuti dengan identifikasi nilai-nilai kebaikan untuk dipilih
dan dilakukan. Metode ini memiliki nilai persuasif sehingga tanpa disadari
akan bisa terjadi perembesan dan penularan nilai-nilai kebaikan.
2) Mendidik dengan kebiasaan
Seorang anak semenjak lahir sudah diciptakan dengan keadaan
bertauhid yang murni, agama yang lurus, dan iman kepada Allah. Maka
dari sini, tilabah saat pembiasaan, pendiktean, dan pendisiplinan
mengambil perannya dalam pertumbuhan anak yaitu: menguatkan
ketauhidan anak, akhlak yang mulia, jiwa yang agung dan etika syari’at
yang lurus.
Ketika seorang anak telah memiliki faktor pendidikan Islam yang
luhur dan faktor lingkungan yang kondusif, maka bisa dipastikan anak
tersebut akan tumbuh dalam iman yang kuat, memiliki akhlak Islam, serta
mencapai puncak keagungan jiwa dan pribadi yang mulia.
3) Mendidik dengan nasihat

14

Metode ini mendapatkan peranan yang besar dalam Islam, karena
kedudukannya sebagai salah satu media terpenting dalam pendidikan
yang berpengaruh dalam membentuk keimanan dan akhlak.
Nasihat menurut Asy-Sya’roni adalah penjelasan tentang
kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang
dinasihati dari bahaya dan menunjukkan jalan yang mendatangkan
kebahagiaan dan manfa’at.
Sebuah nasihat yang tulus, berbekas, dan berpengaruh, jika
memasuko jiwa yang bening , hati yang terbuka, akal yang bijak dan mau
berpikir, maka nasihat tersebut akan mendapat tanggapan yang cepat dan
meninggalkan bekas yang dalam.
4) Mendidik dengan perhatian
Pendidikan
dengan
perhatian
adalah
mencurahkan,
memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan anak dalam
pembinaan akidah dan moral, selain itu juga harus selalu bertanya tentang
situasi pendidikan jasmaninya.
Islam memerintahkan kepada para orang tua dan pendidik untuk
memperhatika dan senantiasa mengikuti serta mengontrol anak dalam
segala aspek kehidupan dan dalam pendidikannya.
Nabi Muhammad SAW telah memberikan teladan yang baik dalam
memperhatikan para sahabatnya. Beliau selalu merasa kehilangan jika
salah seorang sahabat tidak tampak, selalu bertanya hal ikhwal mereka,
memberikan perhatian kepada mereka yang lalai, mendorong mereka yang
baik, berbelas kasihan kepada mereka yang miskin dan fakir.
5) Mendidik dengan hukuman (Sanksi)
Hukum –hukum yang terdapat dalam Islam mengandung perkara
penting yang tidak mungkin manusia dapat hidup tanpanya. Hukuman
dalam syari’at Islam disebut dengan had dan ta’zir.
Had adalah hukuman yang ditentukan kadarnya oleh syari’at yang
menjadi hak Allah dan kewajiban bagi hamban-Nya.
Sedangkan ta’zir adalah hukuman yang tidak ditentukan kadarnya
oleh syari’at untuk setiap maksiat yang didalamnya tidak terdapat had atau
kafarat. Karena hukuman ta’zir ini tiak ditentukan, maka pemimpin
hendaknya hukuman yang sesuai dengan pendapatnya, hanya saja jangan
sampai kepada dejarat had.
Islam mensyari’atkan kedua hukuman ini untuk merealisasikan
kehidupan yang tenang, penuh kedamaian, keamanan dan ketentraman.
Karenanya tidak ada kezhaliman dan diskriminasi. Semuanya sama
dihadapan kebenaran, yang berbeda adalah kadar ketakwaannya.
E. Simpulan
Konsep para ahli dalam membentuk anak menjadi shaleh, menurut
Al-Qabisi adalah konsep pendidikan dirumuskan oleh Al-Jumbulati, yaitu
pentingnya mengembangkan kekuatan akhlak anak, menumbuhkan rasa
cinta agama, berpegang teguh terhadap ajarannya, mengembangkan

15

perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang murni, serta anak dapat
memiliki keterampilan dan keahlian pragmatis yang dapat mendukung
kemampuan mencari nafkah. Metode dan teknik belajar yang diterapkan
Al-Qabisi adalah menghafal, melakukan latihan dan demonstrasi langkahlangkah penting dalam menghafal adalah didasarkan pada penetapan
waktu terbaik yang dapat mendorong meningkatkan kecerdasan akalnya.
Menurut Ibnu Sina konsep yang diterapkan yaitu dengan dimulai
mengajari mereka mempelajari Al-Quran, kemudian syair, qasidah (puisi)
untuk membentuk akhlak dan ilmu pengetahuan serta bertujuan untuk
mempersiapkan anak-anak dari segi jasmani dan pemikiran mereka.
Sedangkan beberapa konsep pendidikan Islam menurut Al-Ghazali adalah
konsep pendidikan dalam keluarga dan pendidikan di sekolah meliputi
akhlak siswa terhadap gurunya. Konsep tersebut dapat diterapkan kepada
anak melalui dua metode, yaitu metode khusus pendidikan agama dan
metode khusus pendidikan anak. Metode pendidikan agama menurut AlGhazali pada prinsipnya dimulai dengan hafalan dan pemahaman,
kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu
penegakkan dalil-dalil dan keterangan yang menunjang penguatan akidah.
Anak yang sehat, cerdas hingga mampu mengukir segudang
prestasi, kuat serta beriman dan berakhlak islami bahkan dapat
menyandang gelar anak shaleh adalah harapan semua orang tua. Oleh
karena itu, Abdullah Nashih Ulwan, dalam bukunya ”Tarbiyatul Aulad Fil
Islam” menjelaskan bahwa, tidak cukup seorang pendidik hanya
mengemban tanggungjawab dan kewajiban-kewajibannya. Akan tetapi
perlu berusaha mencari metode-metode yang lebih efektif dan kaidahkaidah pendidikan yang berpengaruh guna mempersiapkan akidah dan
akhlak anak, untuk membentuk ilmu, jiwa dan rasa sosialnya. Agar ia
dapat mencapai kesempurnaan tertinggi dan tingkat kematangan yang
sempurna. Beberapa metode yang digunakan untuk mendidik diantaranya
metode pendidikan dengan keteladanan, metode pendidikan dengan
pembiasaan, metode pendidikan dengan nasihat yang bijak, metode
pendidikan dengan memberi perhatian dan metode pendidikan dengan
memberi hukuman.
Abdullah Nashih Ulwan menjelaskan bahwa, tanggung jawab para
pendidik dalam membentuk anak shaleh merupakan tanggung jawab yang
sangat besar, sangat sulit dan sangat penting serta tanggung jawab yang
paling diperhatikan, didorong dan diarahkan oleh Islam, karena seorang
pendidik, baik guru, ayah, ibu maupun tokoh masyarakat yang
melaksanakan tanggung jawabnya secara sempurna, menunaikan hak-hak
dengan amanah, tekad yang kuat dan menggunakan cara-cara yang
diajarkan oleh Islam, berarti ia telah mengerahkan segenap kemampuan
untuk membentuk individu dengan segala keistimewaan, kemampuan dan
karakternya. Ia juga sesungguhnya telah ikut andil dalam membentuk
keluarga shaleh yang penuh dengan kepribadian dan keistimewaan.

16

F. Saran
Penulis telah berupaya semaksimal mungkin untuk mengadakan
penelitian, namun demikian penulis juga menyadari bahwa hasil yang
diperoleh masih sangat terbatas karena keterbatasan yang dimiliki oleh
penulis.
Tanggung jawab para pendidik dalam membentuk anak sholeh
merupakan tanggung jawab yang sangat besar,sangat sulit dan sangat
penting serta tanggung jawab yang paling diperhatikan, didorong dan
diarahkan oleh Islam. Oleh karena itu, bagi kita sebagai calon pendidik
dan para pendidik lainnya tidak boleh melalaikan tanggungjawabnya
bahkan seharusnya benar-benar dijalankan sebagaimana mestinya agar
anak menjadi manusia yang berarti, dihormati, dikenal masyarakat sebagai
orang yang bertaqwa, ahli beribadah dan ihsan.