Laporan Pendahuluan Hiperbilirubin pada id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam
keadaan sehat dan tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi
keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian
kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan
BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di
sebabkan oleh banyak factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya
antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu
maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh
ibu sendiri.
Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda
kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan
hiperbilirubin, dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah
Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik
itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya
pengetahuan ibu atau orang tua tentang hiperbilirubin tersebut, kemudian
kurangnya memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk
itulah penulis mengangkat makalah ini dengan judul Hiperbilirubin pada
Bayi.

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada
60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi kurang bulan. Ikterus
merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan sistem imun.
Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian,
karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama
apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau
kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.

1

Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari
1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan
yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam
keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya
agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?

2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3. Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin?
4. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?
7. Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin?
8. Bagaimana proses asuhan keperawatan pada penyakit hiperbilirubin?
C. Ruang Lingkup
Dari rumusan masalah diatas penulis membatasi area meliputi asuhan
keperawatan pada bayi baru lahir di Ruang Peristi bangsal Perawatan
Resiko Tinggi Rumah Sakit Emanuel Klampok.
D. Tujuan
 Umum
Melalui pelaksanaan praktik klinik keperawatan pada mata kuliah sistem
integumen, respirasi, kardio, pencernaan, imun hematologi, persepsi
sensori, neuro, sistem muskuloskeletal, sistem reproduksi dan sistem
perkemihan yang dilaksanakan di Rumah Sakit Emanuel.
Klampok Banjarnegara diharapkan mahasiswa mampu mengaplikasikan
pengetahuan, keterampilan serta sikap yang telah diperoleh selama
mempelajari mata kuliah kebutuhan dasar manusia .

 Khusus
Setelah melakukan praktik laboraturium klinik keperawatan di RS
Emanuel Klampok, Mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu
yang sudah didapat, dengan mampu melakukan:

2

1. Melakukan observasi tindakan keperawatan terhadap pasien dengan
Masalah kehamilan, proses persalinan, dan bayi dengan kelahiran
matur ataupun prematur
2. Melakukan

kompetensi

pada

sistem

muskuloskeletal dan bayi yang meliputi :
1. Melakukan Pijat Oksitosin

2. Merawat tali pusat
3. Memasang infus pada bayi
4. Mengambil darah vena pada bayi
5. Memandikan bayi
6. Melakukan imunisasi pada bayi

3

reproduksi,

sistem

BAB II
PELAKSANAAN PRAKTIK

A. Waktu dan tempat
Penulis mengikuti praktik dari tanggal 26 Juli – 28 Juli 2015 di Ruang
Peristi Rumah Sakit Emanuel Klampok
B. Profil ruang Peristi


Inkubator 2

Inkubator 1

Ruang obat

Tempat penyimpanan cove
dan infus pum

Tempat

dan

mandi

penyimpan

bayi

Ruang isolasi


an susu

Cove
4
Cove
3
Cove
2

Cove
Ruang ganti

Cove

8

5

Cove


Cove

6
Cove

9

Cove
11
Cove
12

Cove

Cove

10

14


7

Cove

Cove

1

15

4
Konter perawat

Ruang Visit

b. Keterangan Ruangan
1. Ruang Bethania mempunyai 19 box bayi yang terdiri dari 2
inkubator, 2 bpx isolasi dan 15 cove
2. Keadaan ruang Peristi

Di ruangan peristi keadaanya aman, suasana ruangan tenang, rapi
dan bersih karena klien membutuhkan istirahat. Banyak pekerjaan
yang dikerjakan di ruangan,seperti mengukur vital sign,menulis
vital

sign

di

status,menghitung

dan

menulis

balance

cairan,mencatat perkembangan klien dari waktu ke waktu,
memberikan obat peroral, injeksi, observasi setiap klien, merawat
luka, tali pusat memandikan bayi, melakukan fototerapi,

memasang infus, melakukan imunisasi pada bayi dan masih
banyak lagi tindakan lainnya.
3. Fasilitas yang ada

di ruangan yaitu: AC,kipas angin,kursi

roda,dapur, kamar mandi, telepon,computer,ruang obat,kulkas
untuk menyimpan obat-obatan, gudang untuk menyimpan tas
mahasiswa praktik, bantal, alat-alat medik seperti diatermi, alat
infus pum, dan tempat untuk perawat tidur saat shift malam.
4. Ruang Peristi merupakan ruang untuk perawatan pada bayi dengan
partus spontan maupun SC dengan berbagai macam masalah
perinatal.
5. Perawat-perawat yang berada di ruang Bethania berjumlah 10
orang yang terdiri dari:
Kepala ruangan terdiri dari 1 orang berijasah S1 Keperawatan
yaitu Ibu Katharina Susanti S.Kep.,Ns
c. Pembahasan/analisa dari pencapaian praktik

5


Dari pencapaian praktik keperawatan di ruangan Peristi Rumah Sakit
Emanuel Klampok, penulis mengambil kesimpulan bahwa dalam
intervensi pemenuhan KDM 1 dan 2 dapat terpenuhi mencapai 75 %
sedangkan untuk proses keperawatan pada system kardiovaskuler,system
pernapasan,system

pencernaan,system

imun

hematology,system

neurobehavior 1 dan system integument yang dapat dicapai hanya 2
sistem

yaitu

system

Neuro

dan

system

integumen,

Untuk

intervensi,penulis mendapatkan banyak keterampilan yang didapatkan
terutama keterampilan dalam KDM 1 dan 2 yaitu pemeriksaan fisik
kepala sampai kaki,membantu klien dengan masalah berdiri atau
duduk,mengatur posisi klien(supine,semi fowler,sim),memindahkan klien
dari tempat tidur ke kursi roda sebaliknya dari kursi roda ke tempat tidur,
p, mengajarkan tehknik napas dalam , menyiapkan dan membersihkan
tempat tidur,mengganti alat tenun, membantu menyuapi klien,perawatan
luka bersih,pemberian obat oral dan injeksi, mencuci tangan, APD, oral
hygiene, membuat larutan desiinfektan dengan menggunakan bayclin dan
sabun cuci untuk merendam waslap.mencuci alat-alat steril dengan air
yang mengalir seperti alat-alat untuk penil/vulva hygiene,luka bersih dan
oral hygiene, memandikan bayi, merawat tali pusat, mengganti pempers,
membersihkan feses, memasang infus pada bayi, mengambil darah vena
bayi, menindik bayi memberikan nutrisi bayi, membuat susu, dan
melakukan fototerapi.

6

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemahaman akan landasan teori yang matang membuat praktik lapangan
yang dilakukan dan pengelolaan kasus yang ada dapat berjalan dengan baik sebagai
penegakan diagnose yang diterapkan pada pasien. Penegakan diagnose keperawatan
antara landasan teori dan pengelolaan kasus sama, karena keluhan pasien yang sama.
Pengkajian yang komperhensif perlu dilakukan untuk membantu masalah pasien
dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
B. Saran
Berdasarkan hasil prektik klinik laboratorium keperawatan, maka ada beberapa saran
yang sekiranya dapat digunakan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi pasien:
1. Bagi pasien
Pemerliharan lingkungan serta pola makan yang teratur dan menjaga
kebiasaan hidup sehat dan bersih perlu dilakuakan untuk menghindari penyakit
ini.Penanganan yang tepat dan cepat dapat membantu pemulihan pasien serta
mengindari terjadi komplikasi dari penyakit tersebut.
2. Bagi perawat
Pengkajian yang menyeluruh dan komperhensif perlu dilakuakn untuk
mengevalusai masalah yang dialami pasien. Pengkolaborasian dengan tim
kesehatan yang dapat membatu penanganan masalah pasin perlu dilakuakn guna
peningkatan derajad kesehatan pasien.
3. Bagi mahasiswa

7

Pemahaman landasan teori yang ada perlu dilakuakan agar tidak terjadi
kerancuan dari penegakan diagnose yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes.(2008). Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: USAID
FKUI. (2000). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Gary dkk. (2006). Obstetri Williams, Edisi 21. Jakarta, EGC.
Meidian, JM. (2000). Nursing Outcomes Classification (NOC). United States of
America: Mosby.
Mitayani. (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Wiknjosostro. (2002). Ilmu Kebidanan Edisi III. Jakarta: Yayasan Bima pustaka
Sarwana Prawirohardjo.
NANDA NIC & NOC 2012

8

LAMPIRAM

9

LAPORAN PENDAHULUAN
BAYI Ny. E DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG PERISTI RUMAH SAKIT EMANUEL KLAMPOK

Disusun oleh :
Petrus Dwi Asmara
1202167

10

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
HIPERBILIRUBIN PADA BAYI
A. Definisi

a. Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2007). Nilai normal bilirubin
indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

b. Hiperbillirubin ialah suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kernikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik (Prawirohardjo, 2007).

c. Hiperbilirubinemia (ikterus bayi baru lahir) adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit, konjungtiva,
mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning (Ngastiyah, 2009).
B. Epidemiologi
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu
pertama kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat
pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada
sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik dan sebagian lagi patologik
yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian.
C. Klasifikasi
a. Ikterik fisiologis
11

Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga
yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar
yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan
tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah
ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai
suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah
ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut menurut (Hanifah,
1987), dan (Callhon, 1996), (Tarigan, 2003) dalam (Schwats, 2005):
1. Timbul pada hari kedua - ketiga.
2. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg%
pada neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg%
perhari.
4. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai
hubungan dengan keadaan patologis tertentu.
7. Ikterus

yang

kemungkinan

menjadi

patologis

atau

hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut Menurut
(Surasmi, 2003) bila
 Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
 Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24
jam.
 Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada
neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan.
 Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis).
 Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36
minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas darah.

12

b. Ikterus Patologis
Menurut Tarigan, (2003) adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi
bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi
untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown
menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly
menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.

c. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada
otak terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus,
hipokampus, nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada
neonatus cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%)
dan disertai penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak
bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf
simpatis yang terjadi secara kronik. (Ngastiyah, 2009).
D. Etiolog
Peningkatan kadar bilirubin dalam darah tersebut dapat terjadi karena
keadaan sebagai berikut (Ngastiyah, 2009) :
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul
karena adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan,
misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.

13

6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme
atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah
seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7. Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor:
8. Produksi yang berlebihan
9. Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan
darah lain, defisiensi enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup
dan sepsis.
10. Gangguan proses “uptake” dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat
untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis,
hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase
(sindrom Criggler-Najjar) penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam
hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel hepar.
11. Gangguan transportasi
12. Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.
Ikatan bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat, dan sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak
terdapat bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke
sel otak.
13. Gangguan fungsi hati; defisiensi glukoronil transferase, obstruksi empedu
(atresia

biliari),

infeksi,

masalah

metabolik

galaktosemia,

hipotiroidjaundice ASI
Adanya komplikasi; asfiksia, hipotermi, hipoglikemi. Menurunnya ikatan
albumin; lahir prematur, asidosis.
Rumus Kramer
Daerah Luas Ikterus

Kadar Bilirubin

1

Kepala dan Leher

5 mg%

2

Daerah 1 + badan bagian atas

9 mg%

14

3

Daerah 1, 2 + badan bagian bawah dan
tungkai

11 mg%

4

Daerah 1, 2, 3 + lengan dan kaki dibawah
lutut

12 mg%

5

Daerah 1,2,3,4 + tangan dan kaki

16 mg%

Metabolisme Bilirubin
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran
hemoglobin ,dan
25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan pirolase .satu gram bilirubin
yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin
indirek yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16
mg bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin

akan

masuk

kedalam

otak

dan

terjadilah kernikterus. yang

memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma
lahir,

BBLR

(kurang

dari

2500

gram),

infeksi,

hipoglikemia,

hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil
transverse menjadi bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi
kesistem empedu, selanjutnya masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin.
sebagian di serap kembali dan keluar melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap
perubahan tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya
masuk kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
E. Manifestasi Klinisi
15

Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan
menjadi :
1.Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada
neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2.Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi
hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa
berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis
sebagian otot mata dan displasia dentalis)
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik)
pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar
bilirubin darah mencapai sekitar 40 µmol/l.

F. Komplikasi
Terjadi kern ikterus yaitu keruskan otak akibat perlangketan bilirubin
indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada permulaan tidak
jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dn akhirnya opistotonus
G. Patofisiologi
1. Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan
beban Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan
bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
2. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar
protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan
lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami
gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
3. Pada derajat tertentu, Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak
jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
16

yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini
memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih
dari 20 mg/dl.
4. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir
Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH, Markum,2007)

17

Sumber : ( AH, Markum,2007)

H. Pemeriksaan Diagnostik
Laboratorium (Pemeriksan Darah)
1. Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih
dari 14 mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan
keadaan yang tidak fisiologis.
2.

Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.

3. Protein serum total.
4. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
5.

Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan
hapatitis dan atresia billiari.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
2. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic
3. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar
seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic
selain itu juga untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati,
hepatoma
J. Penatalaksanaan
Berdasarkan

pada

penyebabnya,

maka

manejemen

bayi

dengan

Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi
efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
18

3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
a.

Pemberian ASI

b.

Foto terapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of
fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak
terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan
mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke
pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati.
Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke
dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984).
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan
kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan
dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia. Secara umum
Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.

19

c. Tranfusi

PenggantiTransfusi

Pengganti

atau

Imediat

diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau
24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada
minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan

Albumin

bebas

Bilirubin

dan

meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O
segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang
dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang pendek.
setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus
diperiksa setiap hari sampai stabil.

d. Terapi Obat
20

Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim
yang meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat
ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari
sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menja dipertentangan karena
efek sampingnya (letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin
dengan mengeluarkannya lewat urinesehingga menurunkan siklus
Enterohepatika(Ngastiyah, 2009).

K. Pengkajian
ASUHAN KEPERAWATAN
1. . Pengkajian
A. Pengumpulan Data
1. Riwayat Penyakit
Perlunya ditanyakan apakah dulu pernah mengalami hal yang sama,
apakah sebelumnya pernah mengkonsumsi obat-obat atau jamu tertentu
baik dari dokter maupun yang di beli sendiri, apakah ada riwayat kontak
denagn penderiata sakit kuning, adakah rwayat operasi empedu, adakah
riwayat mendapatkan suntikan atau transfuse darah. Ditemukan adanya
riwayat gangguan hemolissi darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau
darah ABO), polisitemia, infeksi, hematoma, gangguan metabolisme
hepar, obstruksi saluran pencernaan dan ASI, ibu menderita DM.
2. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO,
Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua
merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
21

4.

Pengetahuan Keluarga meliputi :

5. Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah
mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan,
kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia .
B. Pola Kebutuhan sehari-hari.
Data dasar klien:
1. Aktivitas / istirahat : Latergi, malas
2. Sirkulasi : Mungkin pucat, menandakan anemia.
3. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, Pasase mekonium mungkin lambat,
Feses lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin,Urine gelap
pekat, hitam kecoklatan ( sindrom bayi bronze )
4. Makanan/cairan : Riwayat perlambatan/makan oral buruk, ebih mungkin
disusui dari pada menyusu botol, Palpasi abdomen dapat menunjukkan
perbesaran limfa, hepar.
5. Neurosensori

: Hepatosplenomegali, atau hidropsfetalis dengan

inkompatibilitas Rh berat. Opistetanus dengan kekakuan lengkung
punggung,menangislirih, aktivitas kejang (tahap krisis).
6. Pernafasan : Riwayat afiksia
7. Keamanan : Riwayat positif infeksi/sepsis neonatus , Tampak ikterik
pada awalnya di wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh, kulit hitam
kecoklatan sebagai efek fototerapi.
8. Penyuluhan/Pembelajaran : Faktor keluarga, misal: keturunan etnik,
riwayat
hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya, penyakithepar,distrasias
darah (defisit glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G-6-PD). Faktor ibu,
mencerna obat-obat (misal: salisilat), inkompatibilitas Rh/ABO. Faktor
penunjang intrapartum, misal: persalinan pratern.
C. Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus
terlihat pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema
palmaris, jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk
pemeriksaan organ hati (tentang ukuran, tepid an permukaan); ditemukan
adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu,
22

dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna merah tua, urine pekat
warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap kurang/lemah, peka
rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Golongan darah bayi dan ibu, mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
2. Bilirubin total: kadar direk bermakna jika melebihi 1,0 – 1,5 mg/dL kadar
indirek tidak boleh melebihi peningkatan 5 mg/dL dalam 24 jam, atau
tidak boleh lebih 20 mg/dL pada bayi cukup bulan atau 15 mg/dL pada
bayi pratern.
3.

Darah lengkap: Hb mungkin rendah (< 1 mg/dL) karena hemolisis.

4. Meter ikterik transkutan: mengidentifikasi bayi yang memerlukan
penentuan bilirubin serum.
E. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidak seimbangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan sinar
(panas) yang lama sekunder foto terapi, belum matangnya sistem
pencernaan bayi karena bayi lahir berat rendah.
2. Gangguan thermogulasi ( Peningkatan suhu badan) berhubungan dengan
pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi
3. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan denga peningkatan
bilirubin dikulit dan efek foto terapi
F. Rencana Keperawatan
DIA
G
N
OS
A
KE
PE
RA
W
AT
A
N
&
D
AT
A

TINDAKAN
KEPERAWATAN
TUJUA
N &
KRIT
ERIA
HASI
L

23

R
T
I
N
D
A
K
A
N

A
S
I
O
N
A
L

PE
N
U
NJ

Ketidakseimbang
an nutrisi kurang
dari kebutuhan
tubuh
Berhubungan
dengan :
Ketidakmampuan
untuk
memasukkan
atau
mencerna
nutrisi
oleh
karena
faktor
belum
sempurnanya
organ pencernaan

NOC


Monito 
Menget
r
TTV
ahui
o Nutritional
setiap 2
perubahan
Status : food
jam, tingkat
suhu bayi
and Fluid
kesadaran
terkait
Intake

Monito
dengan
:Setelah dilakukan
penurunan
r berat
tindakan
suhu tubuh
badan bayi
bayi.

Pertaha
keperawatan
Menget
nkan intake 
selama2X24
ahui dan
8cc asi
membandin

Pantau
JAM.nutrisi kurang
gkan bb
jumlah
teratasi
dengan
bayi
residu

Untuk
indikator:
menjaga
 Albumin
keseimbang
an nutrisi
dalam rentang
bayi
normal

Untuk
mengetahui
 Penurunan bb
jumlah
tidak lebih
residu dan
sebagai
dari
patokan
10%/2hari
pemberian
intake
 Turgor kulit
baik
 Jumlah intake
dan output

seimbang
Resi NOC
ko
Thermogulasi
Per
ub
aha
Setelah
dilakukan
n
suh tindakan keperawatan
u
selama 2 x 24 jam
tub
24

NIC
 Monitor
suhu
sesering
mungki
n
 Monitor
warna


U
n
t
u
k
m
e

uh peningkatan
suhu
( P
tubuh dapat diatasi
eni
ng dengan kriteria hasil :
kat
 Suhu 36 –
an
37C
suh
 Nadi dan RR
u
ba
dalam rentang
da
normal
n)
ber
hu
bu
ng
an
de
ng
an
pe
ma
jan
an
pa
nas
ya
ng
la
ma
sek
un
der
fot
o
ter
api







kulit
Tandatanda
vital
Monitor
penurun
an
tingkat
kesadara
n
Monitor
Turgor
Kulit
Monitor
Gerak
bayi

n
g
e
t
a
h
u
i
a
p
a
k
a
h
a
d
a
p
e
n
i
g
k
a
t
a
n
s
u
h
u
t
u
b
u
h
p
a
d
a
b
a
y

25

i

U
n
t
u
k
m
e
n
g
e
t
a
h
u
i
p
e
r
u
b
a
h
a
n
w
a
r
n
a
k
u
l
i
t

U
n
t
u
k
m
e
n
26

g
e
t
a
h
u
i
t
i
n
g
k
a
t
k
e
s
a
d
a
r
a
n
b
a
y
i

U
n
t
u
k
m
e
n
g
e
t
a
h
u
i
k
e
27

a
t
i
f
a
n

Resi
ko
ker
usa
ka
n
int
egr
itas
kul
it
ber
hu
bu
ng
an
de
ng
a
pe
nin
gk
ata
n
bili
rub
in
dik
ulit
da
n
efe
k
fot
o
ter
api

NOC

NIC

 Tissue
integrity :
skin and
mucous
membranes
Setelah dilakukan
asuhan keperawatan
selama 2 x 24 jam
risiko

kerusakan

integritas kulit dapat
diminimalkan dengan
kriteria hasil :



Tidak

ada luka dan
lesi pada kulit



Integri

tas kulit yang
baik bisa
dipertahankan



Menu

njukan
terjadinya
proses
penyembuhan
luka
28

- Jaga kulit
agar tetap
bersih dan
kering
- Monitor
kulit akan
adanya
kemerahan
- Kaji
lingkungan
dan
peralatan
yang
menyebabk
an tekanan

b
a
y
i

A
g
a
r
k
u
l
i
t
b
a
y
i
t
i
d
a
k
i
r
i
t
a
s
i
d
a
n
m
e
n
i

m
b
u
l
k
a
n
l
u
k
a

U
n
t
u
k
m
e
n
g
e
t
a
h
u
i
w
a
r
n
a
k
u
l
i
t

A
g
a
r
t
i
d
29

a
k
a
d
a
a
l
a
t
/
b
e
n
d
a
y
a
n
g
d
i
p
a
k
a
i
b
a
y
i
m
e
n
i
m
b
u
l
k
a
n
i
30

r
i
t
a
s
i
p
a
d
a
k
u
l
i
t

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA BAYI Ny. E DENGAN HIPERBILIRUBIN
DI RUANG PERISTI RUMAH SAKIT EMANUEL KLAMPOK

Disusun oleh :
Petrus Dwi Asmara
1202167

31

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
STIKES BETHESDA YAKKUM YOGYYAKARTA
TAHUN AJARAN 2015/2016
FORMAT PENGKAJIAN PADA ASUHAN KEPERAWATAN BAYI

Tanggal

: 27 Juli 2015 Pukul 12.00

Nama Mhs

: Petrus Dwi Asmara

Tempat Praktik

: Ruang Peristi RS Emanuel Klampok Banjarnegara

A.

IDENTITAS
Nama

: By E

Tanggal lahir/umur

: 22 Juli 2015 umur 5 hari
32

Nama ayah/Ibu

: Ibu E

Agama

: Islam

Pendidikan

: SMP

Suku/budaya

: Jawa

Alamat

: Simbang

Tgl. Masuk/jam

: 22 Juli 2015 pukul 11:45 wib

Ruang/kamar

: Peristi

No RM

: 4432XX

Diagnose Kerja/medis

: Diagnosa diferensial : BBLR
Diagnosa defenitif

B.

: Hiperbilirubin

RIWAYAT KESEHATAN
1.

Keluhan utama saat dikaji
Kulit terlihat bewarna kuning

2.

Keluhan tambahan/lainnya saat dikaji
Bayi memiliki daya hisap kurang, BB bayi 1850gr, menangis
kuat

3.

Alasan Utama Saat masuk Rumah Sakit
Bayi baru lahir dan Berat Bayi Lahir Rendah

4.

Riwayat penyakit sekarang
Bayi lahir pada tanggal 22-07-2015 jam 08:20 wib dengan berat
badan 2000gr, dengan UK 33 minggu, G3 P2 A0 dengan
indikasi plasenta previa, ketuban pecah saat SC.

B. Riwayat Keluarga

33
x

Keterangan :
: laki-laki
C.

: perempuan

:pasien

RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
1.

Prenatal
 Umur kehamilan : 33mg
 Kehamilan direncanakan/tidak : tidak direncanakan
 Penambahan BB : bayi mengalami penurunan berat
badan dari tanggal 22 juli dengan berat 2000gr
sampai tanggal 27 juli 2015 menjadi 1850gr
 Frekuensi ANC
Trisemester I

: 1 kali

Trisemester II

: 2 kali

Trisemester III

: 2 kali

Suntikan TT I : diberikan

TT II : tidak

Obat yang diminum :Tambah darah sangobion dan
vitamain k
2.

Natal
 Penolong

: Dokter

 Tempat melahirkan

: Rumah Sakit

 BB : 2000gr

PB : 38cm

LD

:20cm

LK :27cm
 Cara melahirkan

: SC

 Komplikasi waktu lahir : BBLR
3.

Postnatal
 Lamanya di rumah sakit : bayi masih dirawat di
Rumah sakit
34

 Perlu perawatan pendukung : infus pam KA-EN 1B
10ml/jam
 BBL : 2000gr
D.

BB waktu pulang : -

RIWAYAT KESEHATAN LALU
1.

Penyakit yang pernah di derita waktu lalu : Ibu belum pernah
menderita penyakit apapun selama kehamilan, jika masuk
angin atau meriang hanya dikasi minyak angin

2.

Pernah di rawat di RS/ tidak

: Belum pernah

3.

Obat-obatan yang digunakan

:

Ibu

belum

pernah

menggunakan obat obatan tertentu
4.

Pernah operasi/tidak

: Belum pernah

5.

Alergi

: Ibu tidak memiliki alergi

apapun
6.

Pernah mengalami kecelakaan/tidak : Ibu belum pernah
mengalami kecelakaan.

7.

Immunisasi

: belum diberi karena BB

bayi

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22