Efisiensi pemakaian air berdasarkan inte (1)

Universitas Sriwijaya
1

kebutuhan tanaman akan air sehingga langkah ini dapat
mengoptimalkan produksi tanaman. Berdasarkan
penelitian Sinaga (2008) peningkatan efisiensi
pemakaian air rumput gajah dan rumput raja akibat
kadar ketersediaan air tanah.
Berdasarkan beberapa metode pemberian air
irigasi tersebut diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai efisiensi pemakaian air dalam hubungannya
dengan pertumbuhan dan produksi hasil tanaman
sayuran caisim.

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk khususnya Indonesia
mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan
zaman. Begitu pula kebutuhan akan pangan yang juga
mengalami peningkatan, tidak hanya pangan pokok
seperti beras, tetapi juga pangan pelengkap seperti

sayuran. Ditinjau dari aspek klimatologi Indonesia
sangat tepat dikembangkan untuk bisnis sayuran.
Berdasarkan laporan Direktur Jenderal Hortikultura
(2010), konsumsi sayuran masyarakat Indonesia pada
tahun 2007 sebesar 40,90 kilogram per kapita per tahun
meningkat pada tahun 2008 menjadi 41,32 kilogram per
kapita per tahun. Kemudian pada tahun 2009 konsumsi
sayuran mengalami peningkatan hingga 43,5 kilogram
per kapita per tahun. Jumlah konsumsi sayuran yang
meningkat dari tahun 2007 hingga 2009 menunjukkan
bahwa masyarakat semakin sadar akan kebutuhan
sayuran sebagai pemenuhan gizi dan kesehatan. Selain
itu, nilai ekspor sayuran Indonesia terus mengalami
peningkatan.
Caisim (Brassica chinensis L.) merupakan
tanaman sayuran dengan iklim sub-tropis, namun
mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis.
Caisim pada umumnya banyak ditanam di dataran
rendah dan dataran tinggi. Caisim tergolong tanaman
yang toleran terhadap suhu tinggi 25oC sampai 36oC

(Opena dan Tay, 1994). Kebutuhan akan caisim saat ini
semakin lama semakin meningkat sesuai dengan
peningkatan
populasi
manusia
dan
manfaat
mengkonsumsi bagi kesehatan. Caisim berfungsi
sebagai penyembuh sakit kepala dan mampu bekerja
sebagai pembersih darah (Haryanto et al., 2001).
Pemberian air irigasi yang efisien diperlukan
untuk mendukung pertumbuhan dan hasil produksi
tanaman sayuran. Salah satu upaya untuk meningkatkan
hasil produksi yaitu dengan pengaturan jumlah dan
interval pemberian air. Hasil penelitian terhadap
tanaman caisim menunjukkan bahwa interval pemberian
air berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman caisim (Pakaya, 2013). Jika air kurang atau
berlebih dapat mengakibatkan tanaman mengalami titik
kritis, tanaman akan mengalami penurunan proses

fisiologi dan fotosintesis dan akhirnya mempengaruhi
produksi dan kualitas. Perlakuan interval pemberian air
sangat berhubungan dengan tingkat ketersediaan air.
Pertumbuhan tanaman akan semakin baik dengan
pertambahan jumlah air. Akan tetapi, terdapat batasan
maksimum dan minimum dalam jumah air. Oleh karena
itu perlu diketahui batasan pemberian air dan interval
pemberian air yang sesuai terhadap respon tanaman
caisim agar dapat mempercepat pertumbuhan, produksi
dan kualitas tanaman caisim (Desmarina et al., 2009).
Suatu usaha untuk melakukan penghematan air
dalam pertanian adalah dengan cara meningkatkan
efisiensi pemakaian air oleh tanaman. Efisiensi
pemakaian air dapat mengoptimalkan pemenuhan

1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
efisiensi pemakaian air yang terbaik dari beberapa
interval pemberian air pada irigasi tetes dalam
hubungannya dengan pertumbuhan dan produksi

sayuran caisim.
1.3. Hipotesis
Diduga interval pemberian air berpengaruh
terhadap efisiensi pemakaian air dan pertumbuhan serta
produksi sayuran caisim (Brassica chinenesis L.).

BAB 2. PELAKSANAAN PENELITIAN
2.1. Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Rumah Tanaman Jalan
Rustini Nomor 1808 pada bulan Februari 2014 sampai
dengan Oktober 2014.
2.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian : 1) Alat
tulis, 2) Cawan petri, 3) Drum Air, 4) Emitter (penetes
seperti infus), 5) Gelas ukur 6) Hygrometer, 7) Kran air,
8) Lem pipa, 9) Oven, 10) Polybag, 11) Pipa
penyambung, 12) Pipa PVC, dan 13) Timbangan digital.
Bahan yang digunakan dalam penelitian : 1)
Benih caisim varietas Tosakan, 2) Pupuk, 3) Air, dan 4)
Tanah.

2.3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAKF)
dengan menggunakan dua faktor perlakuan yaitu
pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman (A)
dan interval pemberian air (B). Faktor pemberian air
dari jumlah kebutuhan air tanaman terdiri dari 4 taraf,
dan interval pemberian air terdiri dari 2 taraf.
Taraf faktor pemberian air dari jumlah kebutuhan
air tanaman (A) adalah :
A1 : Pemberian air 100% dari kebutuhan air tanaman
A2 : Pemberian air 90% dari kebutuhan air tanaman
A3 : Pemberian air 80% dari kebutuhan air tanaman
A4 : Pemberian air 70% dari kebutuhan air tanaman
Sedangkan taraf, faktor interval pemberian air
(B) adalah :
B1 : Terus-menerus (setiap hari)

Universitas Sriwijaya
2


B2 : Terputus-putus (berselang 1 hari)

2.5.2.

Berat basah berangkasan caisim (gram)
Berat basah berangkasan caisim dihitung dengan
menimbang seluruh bagian tanaman (batang dan daun)
yang masih segar pada saat hasil panen caisim per pot.

Model Rancangan Acak Kelompok Faktorial
(RAKF) adalah mengikuti persamaan berikut (Gomez
dan Gomez, 1995) :

Sedangkan data penunjang terdiri dari : 1) Suhu
di dalam rumah tanaman (°C), 2) Kelembaban udara
relatif di dalam rumah tanaman (%), 3) Tinggi tanaman
(cm), 4) Jumlah daun (helai) dan 5) Luas daun (cm2).

Y = µ + K + α + β + (αβ) + ε ............................ (1)

2.4. Cara Kerja
2.4.1. Persiapan
a. Alat dan bahan disiapkan.
b. Pembuatan rumah tanaman dengan ukuran 3 m x 3
m x 2 m.
c. Benih tanaman caisim varietas Tosakan disemai
pada polybag ukuran 10 cm x 15 cm dengan
menggunakan media tanam berupa tanah yang
dicampur dengan pupuk kandang perbandingan 1:1.
d. Menyiapkan media tanam tanah menggunakan
polybag ukuran 30 cm x 25 cm, tanah dicampur
dengan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1 dan
dimasukkan ke dalam polybag.

BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Efisiensi Pemakaian Air
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
perlakuan interval pemberian air berpengaruh nyata
terhadap efisiensi pemakaian air irigasi tetes. Tabel 3.1
berikut ini menunjukkan uji lanjut dari analisis

keseragaman
pada
efisiensi
penggunaan
air
menggunakan uji BNJ 5%.
Tabel 3.1. Hasil uji BNJ 5%
pemakaian air.

Rerata efisiensi
BNJ
pemakaian air
0,05 =
tanaman caisim (%)
0,48
66,56
a
66,96
a
67,1

a
67,36
b
67,43
b
67,58
b
68,52
c
68,92
c
Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika
diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Perlakuan

2.4.2. Instalasi sistem irigasi tetes
Pemasangan sarana irigasi terdiri dari
pemasangan pipa, selang, emitter, kran, dan penampung

air yang dirangkai dengan benar sesuai kebutuhan air
untuk penanaman sawi hijau (caisim) varietas Tosakan.

A4B2
A4B1
A3B1
A2B1
A3B2
A1B1
A2B2
A1B2
Keterangan :

2.4.3. Pelaksanaan penelitian
a. Media semai disiapkan berupa polybag berukuran 10
cm x 15 cm.
b. Benih caisim disemai dalam polybag yang telah diisi
tanah yang dicampur dengan pupuk kandang
perbandingan 1 : 1.
c. Penyiapan media tanam tanah menggunakan polybag

ukuran 30 cm x 25 cm, tanah dan pupuk kandang
dicampur dan diaduk hingga homogen.
d. Polybag disiapkan dan diisi campuran tanah dan
pupuk kandang dengan ukuran 2 kg untuk setiap
polybag.
e. Tanah dibasahi dengan air sampai kondisi tanah
sesuai untuk ditanami.
f. Setelah benih berkecambah sampai tumbuh beberapa
helai daun dipindahkan dalam polybag yang sudah
diisi dengan media tanam.
g. Pemberian air sesuai dengan kebutuhan tanaman.
h. Pemeliharaan tanaman.
i. Pengamatan dan pengumpulan data.
j. Panen.

Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume
pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman
dengan interval pemberian air terhadap efisiensi
pemakaian air menunjukkan bahwa perlakuan A1B2
berbeda tidak nyata dibanding perlakuan A2B2 tetapi
berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan
A1B2 (pemberian air 100% dari kebutuhan air tanaman
dengan interval pemberian air setiap hari) memiliki nilai
efisiensi pemakaian air yang paling tinggi yaitu 68,92%.
Hal ini disebabkan karena pemberian air 100% dari
kebutuhan air tanaman (normal) memenuhi kebutuhan
air tanaman tersebut, dengan jumlah air yang diberikan
memenuhi kebutan air tanaman maka pertumbuhan
tanaman semakin meningkat sehingga efisiensi
pemakaian air juga meningkat. Perlakuan yang paling
efisien dalam pemakaian airnya terdapat pada perlakuan
A1B2 karena pada perlakuan tersebut air digunakan
secara optimal oleh tanaman sehingga tidak terjadi
kekurangan maupun kelebihan air dan mampu
menghasilkan berat brangkasan yang lebih tinggi,
sedangkan yang berbeda tidak nyata yang mendekati
paling efisien terdapat pada perlakuan A2B2 dengan
efisiensi pemakaian air sebesar 68,52%. Aplikasi
efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar
60% sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman
yang direncanakan dengan baik pada umumnya

2.5. Parameter
Parameter yang diamati adalah sebagai berikut:
Efisiensi pemakaian air
Dihitung
menggunakan
rumus
diperkenalkan oleh Hansen, et al(1979) :

untuk rerata efisiensi

2.5.1.

yang

Universitas Sriwijaya
7

rendah. Jumlah air yang terkandung dalam tanah akan
menentukan proses pertumbuhan tanaman (Silalahi et
al., 2013). Grafik kadar air dapat dilihat pada Gambar
3.2.

dianggap mempunyai efisiensi sekitar 75% (Hansen et
al., 1979). Perlakuan A2B2 air digunakan secara optimal
tetapi tidak mencapai hasil produksi tertinggi karena
pada perlakuan A2B2 kebutuhan air tanamannya kurang
mencukupi dan menggunakan interval berselang satu
hari sehingga pertumbuhannya terganggu. Perlakuan
A1B2 dan A2B2 berbeda nyata dengan perlakuan A1B1
karena kelembaban tanah pada perlakuan ini adalah
tinggi sebesar 55,9% pada fase vegetatif awal dan
64,14% pada fase vegetatif akhir. Hal ini menyebabkan
penurunan pertukaran gas antara tanah dan udara yang
mengakibatkan penurunan ketersediaan O2 bagi akar,
menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme
(mendorong udara keluar dari pori tanah maupun
menghambat laju difusi). Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Sinaga (2008) yang menunjukkan
bahwa peningkatan efisiensi penggunaan air rumput
gajah dan rumput raja akibat kadar ketersediaan air
tanah dan apabila kadar ketersediaan air tanah tinggi
maka efisiensi penggunaan air menurun.
Perlakuan yang paling tidak efisien dalam
pemakaian air adalah perlakuan A2B1 dan A4B2, pada
perlakuan A2B1 efisiensi pemakaian air rendah karena
air tidak dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman
sedangkan pada perlakuan A4B2 yaitu 66,56% efisiensi
pemakaian rendah karena kebutuhan air tanaman tidak
terpenuhi dan terjadi cekaman kekeringan pada
tanaman. Cekaman kekeringan pada tanaman
disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan kebutuhan air yang berlebihan oleh daun
dalam kondisi evapotranspirasi sehingga tanah berada
pada titik layu permanen. Hal ini menyebabkan tanaman
menjadi kerdil dan pertumbuhannya menjadi tidak
normal. Apabila keadaan ini terjadi terus menerus akan
menyebabkan tanaman mati.
Efisiensi
pemakaian
air
juga
dapat
mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan tanaman akan
air sehingga langkah ini juga dapat mengoptimalkan
produksi tanaman. Faktor yang mempengaruhi efisiensi
pemakaian air adalah kelembaban tanah, perlakuan
pemberian air dan interval pemberian air. Selain itu
faktor yang mempengaruhi adalah hama dan penyakit
tanaman, gulma dan aerasi tanah (Henik, 2009).

Tabel 3.2. Hasil uji BNJ 5% pengaruh interval
pemberian air terhadap kadar air tanah.
Perlakuan
A4B2
A3B2
A4B1
A2B2
A3B1
A1B2
A2B1
A1B1

BNJ
0,05 =
16,92

Rerata kadar air tanah pada
tanaman caisim
21,34
33,11
37,31
37,41
39,54
39,69
46,16
49,32

a
a
b
b
b
b
b
b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika
diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa kadar air
tertinggi pada fase vegetatif awal sebelum penyiraman
terdapat pada perlakuan A1B1 (pemberian air 100%
dengan interval pemberian setiap hari) yaitu 55,09 %
karena pemberian air 100 % dengan interval pemberian
setiap hari menyebabkan tanah mampu menahan air
lebih lama dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Nilai kadar air terendah terdapat pada perlakuan A4B2
(pemberian air 70% dengan interval pemberian
berselang satu hari) yaitu 39,50%, karena air digunakan
secara optimal oleh tanaman untuk mencukupi
kebutuhan air tanaman sehingga kandungan air di dalam
tanah menjadi rendah. Semakin panjang selang
pemberian air maka akan semakin sedikit air yang
tersedia di dalam tanah.

Kadar air tanah fase vegetatif (%)

Grafik kadar air dapat dilihat pada Gambar 3.2.

3.2. Kadar Air
Hasil uji BNJ 5% rerata kadar air tanah pada
tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.2.
Hasil uji BNJ 5% menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian air irigasi tetes dengan interval
pemberian air yang berbeda menunjukkan bahwa
perlakuan interval pemberian air pada perlakuan B1
berbeda nyata dibanding perlakuan B2. Perlakuan B1
dengan interval pemberian air setiap hari memiliki ratarata kadar air tanah tertinggi sebesar 43,08%. Hal ini
karena jumlah air yang terkandung dalam tanah lebih
banyak karena diberikan air setiap hari. Perlakuan B2
yaitu pemberian air dengan interval pemberian air
berselang satu hari memiliki jumlah kadar air terendah
yaitu 32,88% karena air dimanfaatkan secara optimal
oleh tanaman sehingga kadar air di dalam tanah menjadi

70
60
50
40
Fase vegetatif
Awal

30
20

Fase vegetatif
Tengah

10
0
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

Fase vegetatif
Akhir

Perlakuan
Gambar 3.2. Grafik kadar air tanah sebelum pemberian
air irigasi selama fase vegetatif tanaman
caisim.
Pada fase vegetatif tengah kadar air tertinggi
terdapat pada perlakuan A3B1 (pemberian air 80%
dengan interval pemberian air setiap hari) yaitu 57,04%,
yang menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik

Universitas Sriwijaya
7

karena penyerapan airnya tidak maksimal dan
menghambat pertumbuhan tanaman oleh karena itu
kadar air di dalam tanah masih tinggi. Nilai kadar air
terendah pada fase vegetatif tengah sebelum
evapotranspirasi terdapat pada perlakuan A4B2
(pemberian air 70% dengan interval pemberian
berselang satu hari) yaitu 32,27%. Air pada perlakuan
A4B2 digunakan secara optimal oleh tanaman sehingga
kandungan air di dalam tanah menjadi rendah.
Pada fase vegetatif akhir kadar air tertinggi
terdapat pada perlakuan A1B1 yaitu 62,14% karena
kebutuhan air tanaman tercukupi sehingga kadar air
tanah menjadi tinggi, sedangkan kadar air tanah
terendah pada fase vegetatif akhir terdapat pada
perlakuan A4B2 yaitu 9,22% sehingga tanaman
mengalami kekeringan diakibatkan oleh defisit
pemberian air. Hal ini menyebabkan tanah mengalami
titik layu permanen sehingga dari tiga ulangan pada
perlakuan A4B2 terdapat dua ulangan tidak dapat
tumbuh dengan baik dan mati.
Kondisi tanah yang padat air tidak dapat
bergerak dalam tanah, sehingga menyebabkan kadar air
yang terukur tinggi pada tanah yang mengalami
kepadatan tinggi. Hasil analisa laboratorium terhadap
nilai bulk density (kerapatan isi) adalah 0,9 g/cm3 dan
ruang pori total adalah 0,66%. Tanah-tanah permukaan
dengan tekstur halus mempunyai ruang pori total lebih
banyak dan porositas relatif besar yang disusun oleh
pori-pori kecil mengakibatkan tanaman mempunyai
kapasitas menahan air yang tinggi. Kadar air pada
perlakuan A3B1 tinggi dikarenakan terjadi kepadatan
sehingga air tidak dapat bergerak dalam tanah dan air
tersebut juga tidak bisa dimanfaatkan oleh tanaman
karena padatnya tanah yang menyebabkan air diikat kuat
oleh pori makro dan matriks tanah oleh sebab itu
pertumbuhan tanaman pada perlakuan A3B1 lambat dan
hasil produksinya rendah.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Setiawan et al. (2012) yang menunjukkan bahwa
interval penyiraman nyata menurunkan kadar air tanah
pada empat varietas nilam. Interval penyiraman setiap
hari menghasilkan kadar lengas yang lebih tinggi. Rerata
penurunan kadar air tanah semua varietas pada interval
penyiraman sembilan hari sekali sebesar ±50% dari
interval penyiraman sehari sekali. Laju penurunan kadar
air tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
suhu lingkungan, luas permukaan daun, laju transpirasi
(Setiawan et al., 2013), jumlah pemberian air dan
interval pemberian air.

interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun
tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 3.2.

3.3. Pertumbuhan tanaman
3.3.1. Jumlah Daun
Jumlah daun dihitung setiap 3 hari sekali
selama masa tanam (36 hari). Hasil penelitian
menunjukkan luas daun pada tanaman caisim terendah
yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70% dari
kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian
berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman
caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1
(permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika
diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Jumlah daun (helai)

8
7
6
5
4
3
2
1
0

Jumlah daun
(helai)

A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

Perlakuan

Gambar 3.2. Rerata jumlah daun (helai)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
interval pemberian air dan pemberian air dari jumlah
kebutuhan air tanaman berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun tanaman caisim. Hasil uji BNJ 5% rerata
jumlah daun tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel
3.3.
Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume
pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman
dengan interval pemberian air terhadap jumlah daun
tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1
menghasilkan rerata jumlah daun tanaman caisim
berbeda nyata terhadap perlakuan A4B2. Perlakuan A2B1
menghasilkan rerata jumlah daun tanaman caisim
tertinggi
sebesar
7,35
helai.
Keadaan
ini
mengindikasikan bahwa pertambahan jumlah daun
sudah dapat optimal dengan perlakuan interval
penyiraman setiap hari dengan jumlah pemberian air
90% dari kebutuhan air tanaman. Pertumbuhan daun
atau pertambahan jumlah daun diakibatkan oleh
pemenuhan kebutuhan air tanaman sehingga aktivitas
pembelahan sel menjadi aktif.
Tabel 3.3. Hasil uji BNJ 5% rerata jumlah daun tanaman
caisim
Perlakuan

Rerata jumlah daun
tanaman caisim

A4B2
A4B1
A3B1
A3B2
A1B2
A2B2
A1B1
A2B1

5,11
5,76
6,63
6,66
6,81
6,99
7,07
7,35

BNJ
0,05 =
0,60
a
a
b
b
bc
bc
bc
c

Rerata jumlah daun terendah terdapat pada
perlakuan A4B2 yaitu 5,11 helai dan berbeda tidak nyata
dengan perlakuan A4B1 yaitu 5,76 helai. Interval
pemberian air setiap hari memberikan kecenderungan
yang lebih baik dibandingkan dengan interval pemberian
air berselang satu hari karena pemberian air setiap hari

Universitas Sriwijaya
7

Tabel 3.4. Hasil uji BNJ 5% rerata tinggi tanaman
caisim.

memungkinkan akar dapat selalu menyerap unsur hara
setiap waktu dan dapat memenuhi kebutuhan air bagi
tanaman, sehingga tanaman tidak berada dalam keadaan
layu.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
Nurchaliq et al. (2014) yang menunjukkan bahwa ratarata jumlah dan luas daun yang dihasilkan oleh tanaman
yang diberikan air setiap 1 hari sekali nyata lebih
banyak dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal
ini disebabkan karena fungsi air sebagai bahan pelarut
unsur hara bisa berfungsi dengan baik, sehingga unsur
hara N, P, K mudah diserap oleh tanaman.
Jika proses tranpirasi ini cukup besar dan
penyerapan air tidak dapat mengimbanginya, maka
tanaman tersebut akan mengalami kelayuan sementara
(transcient wilting), sedang tanaman akan mengalami
kelayuan tetap, apabila keadaan air dalam tanah telah
mencapai permanent wilting percentage (Harwati,
2007). Semakin lama interval periode pemberian air
terhadap tanaman, maka air tanah akan mempengaruhi
pertumbuhan tanaman secara keseluruhan (Nurlaili,
2009). Interval pemberian air setiap hari memberikan
hasil yang baik, karena pemenuhan kebutuhan
digunakan untuk pertumbuhan berada dalam keadaan
optimum, sehingga terjadi kesinambungan penggunaan
dan pengeluaran air. Hal ini selanjutnya memacu
aktivitas metabolisme yang digunakan untuk
pertumbuhan bagian-bagian tanaman seperti batang,
akar lebih panjang, dan daun lebih lebar (Pakaya, 2013).

Tinggi tanaman (cm)

Rerata tinggi tanaman
tanaman caisim

A4B2
A4B1
A3B2
A1B1
A3B1
A1B2
A2B2
A2B1

13,02
15,45
16,29
16,63
16,64
17,32
17,95
18,04

BNJ
0,05 =
1,89
a
b
b c
b c
b c
b c
c
c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika
diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume
pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman
dengan interval pemberian air terhadap tinggi tanaman
caisim
menunjukkan
bahwa
perlakuan
A2B1
menghasilkan rerata tinggi tanaman caisim berbeda
nyata terhadap perlakuan A4B2. Perlakuan A2B1
menghasilkan rerata tinggi tanaman caisim tertinggi
sebesar 18,04 cm. Selain itu perlakuan A2B1 berbeda
tidak nyata dengan perlakuan A2B2 yaitu 17,95 cm.
Perlakuan A2B1 dan A2B2 pertambahan tinggi
tanaman lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya
karena air tidak terlalu tergenang dan kemungkinan
kebutuhan air pada kondisi tersebut optimal hingga
berpengaruh terhadap pembelahan sel-sel tanaman dan
penyaluran hara dari tanah ke tanaman. Semakin baik
tanah dalam melakukan penyaluran hara kebutuhan hara
juga akan semakin tercukupi sehingga tanaman dapat
memberikan rata-rata tinggi tanaman yang lebih baik.
Tanaman caisim berbatang lunak, tetapi dapat disiram
setiap hari karena tanaman tersebut sangat
membutuhkan air dan tanahnya juga harus selalu dalam
keadaan lembab.
Rerata tinggi tanaman terendah terdapat pada
perlakuan A4B2 sebesar 13,02 cm. Perlakuan A4B2
menghasilkan tinggi tanaman terendah karena tanaman
mengalami kekurangan air sehingga menyebabkan
tanaman menjadi kerdil dan perkembangannya menjadi
tidak normal. Kekurangan yang terjadi terus menerus
selama periode pertumbuhan menyebabkan tanaman
tersebut menderita dan kemudian mati. Hasil
menunjukkan bahwa dari 3 ulangan dalam perlakuan
A4B2 dua diantaranya mengalami kelayuan sampai
akhirnya tanaman tersebut mati karena tidak dapat
bertahan dikondisi defisit air.
Interval pemberian air setiap hari memberikan
hasil yang baik karena pemenuhan kebutuhan digunakan
untuk pertumbuhan berada dalam keadaan optimum
sehingga terjadi kesinambungan penggunaan dan
pengeluaran air. Hal ini selanjutnya memacu aktivitas
metabolisme yang digunakan untuk pertumbuhan
bagian-bagian tanaman seperti batang, akar lebih
panjang, dan daun lebih lebar (Pakaya, 2013).

3.3.2. Tinggi Tanaman
Hasil penelitian menunjukkan tinggi tanaman
caisim terendah yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian
air 70% dari kebutuhan air tanaman dengan interval
pemberian berselang satu hari) sedangkan luas daun
tanaman caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1
(permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan
interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun
tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa interval
pemberian air dan pemberian air dari jumlah kebutuhan
air tanaman berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
caisim. Tinggi tanaman caisim dilakukan setiap hari
selama masa umur tanam (36 hari). Hasil uji BNJ 5%
dapat dilihat pada Tabel 3.4.
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

Perlakuan

Tinggi
tanaman
(cm)
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

Perlakuan

Gambar 3.3. Rerata tinggi tanaman (cm)

Universitas Sriwijaya
7

3.4.3. Luas Daun
Luas daun dan jumlah klorofil yang tinggi akan
menyebabkan proses fotosintesis berlangsung dengan
baik. Semakin besar luas daun tanaman maka
penerimaan cahaya matahari akan lebih besar juga.
Cahaya merupakan sumber energi yang digunakan untuk
melakukan pembentukan fotosintant. Luas daun yang
tinggi menyebabkan cahaya akan dapat lebih mudah
diterima oleh daun dengan baik. Hasil penelitian
menunjukkan luas daun pada tanaman caisim terendah
yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70% dari
kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian
berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman
caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1
(permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan
interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun
tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Perlakuan A2B1 menghasilkan rerata luas daun
tanaman caisim tertinggi sebesar 185,83 cm2
dibandingkan perlakuan lainnya, karena interval
pemberian air yang setiap hari mampu memenuhi
kebutuhan air tanama sehingga tanaman dapat tumbuh
dengan baik dan memperbesar indeks luas daun. Jika air
yang diberikan sesuai kebutuhan air tanaman pada tanah
yang memiliki kadar air, porositas dan daya infiltrasi
yang tinggi maka air yang terserap ke perakaran
mencapai maksimum sehingga pertumbuhan tanaman
tidak terhambat dalam melakukan proses fotosintesis
dan penyaluran nutrisi dari akar ke ujung daun yang
menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan luas
daun akan maksimum. Perlakuan lainnya juga berbeda
tidak nyata dengan perlakuan A2B1 karena tanaman
mampu menyerap air secara optimal sehingga dapat
memperbesar indeks luas daun.
Rerata luas daun terendah terdapat pada
perlakuan A4B2 sebesar 56,96 cm2 karena keadaan
pemberian air 70% dengan interval pemberian berselang
satu hari tanaman mengalami cekaman kekurangan air
menyebabkan kelayuan dan tanaman menjadi mati.
Cekaman kekurangan air dapat menyebabkan penurunan
turgor tanaman. Tekanan turgor berpengaruh rerhadap
pembelahan sel tanaman, membuka dan menutup
stomata, perkembangan daun dan perkembangan bunga
(Islami dan Utomo, 1985). Semakin besar luas daun
maka proses fotosintesis berjalan dengan baik maka
produksi juga akan meningkat. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Nurchaliq et al. (2014) yang
menunjukkan bahwa tanaman talas yang diairi 1 hari
sekali menunjukkan hasil yang paling tinggi pada
seluruh komponen pertumbuhan dan hasil tanaman.
Menurut Harpenas dan Dermawan (2009),
tanaman berdaun lebar mampu menyerap sinar matahari
lebih banyak dibandingkan yang berdaun kecil.
Perkembangan tanaman yang berdaun lebar lebih
mampu mencukupi seluruh kebutuhan nutrisi dan
berkembang lebih baik dibandingkan tanaman dengan
luas daun lebih kecil. Kekurangan pemberian air akan
menyebabkan terjadinya cekaman dan cekaman
menghambat pembesaran sel sehingga jumlah daun,
tinggi tanaman, dan indeks luas daun mempunyai
ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan tanaman
yang tumbuh normal. Semakin besar luas daun maka
semakin tinggi fotosintat atau karbohidat yang
dihasilkan yang berpengaruh terhadap bobot kering
tanaman.

200

Luas daun (cm2)

150
100

luas daun (cm2)
50
0
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

Perlakuan

Gambar 3.4. Rerata luas daun tanaman caisim (cm2)
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa
interval pemberian air dan pemberian air dari jumlah
kebutuhan air tanaman berpengaruh nyata terhadap luas
daun tanaman caisim. Hasil uji BNJ 5% rerata luas
daun tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Hasil uji BNJ 5% interaksi antara volume
pemberian air dari jumlah kebutuhan air tanaman
dengan interval pemberian air terhadap luas daun
tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1
menghasilkan rerata luas daun tanaman caisim berbeda
nyata terhadap perlakuan A4B2, tetapi perlakuan A2B1
berbeda tidak nyata dengan perlakuan lainnya.
Tabel 3.5. Hasil uji BNJ 5% rerata luas daun tanaman
caisim.

A4B2

56,96

BNJ
0,05 =
63,71
a

A2B1

154,99

b

A4B1

166,34

b

A3B2

176,51

b

A1B2

176,8

b

A1B1

180,49

b

A2B2

181,83

b

185,83

b

Perlakuan

A3B1
Keterangan :

Rerata luas daun tanaman
caisim

3.3.4. Berat Brangkasan Basah
Pengamatan berat basah caisim dilakukan
setelah pemanenan caisim (36 HST). Pengukuran berat
tanaman caisim dilakukan dengan segera pada saat
panen untuk menghindari kehilangan air. Data berat
segar tanaman caisim dipengaruhi oleh kadar air
tanaman, tinggi tanaman dan jumlah daun. Hasil
penelitian menunjukkan luas daun pada tanaman caisim
terendah yaitu pada perlakuan A4B2 (pemberian air 70%
dari kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika
diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

Universitas Sriwijaya
7

produksi tanaman caisim dibandingkan dengan interval
pemberian air berselang satu hari. Ketersediaan air pada
media tanam sangat berhubungan dengan peningkatan
bagian vegetatif tanaman seperti akar, batang dan daun
karena lebih dari 80% bagian vegetatif terdiri dari air.
Serapan unsur hara yang baik dan pertumbuhan daun
yang baik mengakibatkan fotosintesis berlangsung
dengan baik sehingga berat brangkasan juga meningkat.
Rerata berat brangkasan terendah terdapat pada
perlakuan A4B2 sebesar 37,94 g. Perlakuan A4B2
menghasilkan rerata berat brangkasan terendah karena
kebutuhan air tanaman tidak terpenuhi sehingga akan
menghambat jalan masuknya CO2 sehingga fotosintesis
berkurang. Jika laju fotosintesis berkurang maka akan
menyebabkan hasil fotosintat berkurang pula sehingga
pertumbuhan tanaman akan terhambat bahkan dapat
menyebabkan tanaman menjadi mati karena kekurangan
air. Sebagian air hilang karena transpirasi dan proses
metabolisme tanaman. Hasil penelitian ini sesuai dengan
Pakaya (2013) yang menunjukkan bahwa berat basah
tanamam caisim dipengaruhi oleh interval pemberian air
dan perlakuan pemberian air setiap hari menghasilkan
rerata tertinggi yaitu 42,4 gram.
Data lain yang mendukung penelitian ini adalah
jenis tanah yang digunakan. Jenis tanah yang digunakan
adalah tanah ultisol. Data kondisi fisik tanah
berdasarkan hasil pengamatan adalah tanah yang
bertekstur lempung berpasir yaitu terdiri dari liat 7,26%,
debu 16,52% dan pasir 76,22%. Hasil analisa
laboratorium terhadap pH tanah yang digunakan adalah
4,46. Nilai pH tersebut tidak baik untuk pertumbuhan
tanaman caisim, karena pH untuk tanaman caisim adalah
6 - 6,8 sehingga sebelum penanaman dilakukan proses
pengapuran. Proses pengapuran dilakukan untuk
menaikkan pH tanah sehingga tanah tersebut baik untuk
pertumbuhan tanaman caisim.
Ketersediaan air yang cukup dalam tanah
sangat diperlukan oleh tanaman agar dapat melakukan
aktivitas metabolisme dengan baik. Air yang tersedia
pada media tanam dalam jumlah yang cukup sangat
bermanfaat bagi tanaman karena proses metabolisme sel
dan transportasi antara sel dalam jaringan atau organ
tanaman dapat berlangsung baik. Kelebihan air akan
mengganggu keseimbangan kimiawi dalam tanaman
yang berakibat proses-proses fisiologi berlangsung tidak
normal. Apabila keadaan ini terjadi terus menerus maka
mengakibatkan tanaman menjadi kerdil, layu, produksi
rendah, dan kualitas menjadi turun (Asona, 2013).

berselang satu hari) sedangkan luas daun tanaman
caisim tertinggi terdapat pada perlakuan A2B1
(permberian air 90% dari kebutuhan air tanaman dengan
interval pemberian setiap hari). Grafik rerata luas daun
tanaman caisim dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Hasil uji BNJ 5% rerata berat brangkasan basah
tanaman caisim dapat dilihat pada Tabel 3.6. Hasil uji
BNJ 5% interaksi antara volume pemberian air dari
jumlah kebutuhan air tanaman dengan interval
pemberian air terhadap hasil berat brangkasan basah
tanaman caisim menunjukkan bahwa perlakuan A2B1
menghasilkan rerata berat brangkasan basah tanaman
caisim berbeda nyata terhadap perlakuan A4B2.
Berat brangkasan segar
(g)

100,00
90,00
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00

Berat
berangkas
an (g)
A1B1 A1B2 A2B1 A2B2 A3B1 A3B2 A4B1 A4B2

Perlakuan

Gambar 4.5. Rerata berat brangkasan basah (g)
Perlakuan A2B1 menghasilkan rerata berat
brangkasan basah tanaman caisim tertinggi sebesar
88,47 g. Sedangkan hasil berat brangkasan yang berbeda
tidak nyata yang paling mendekati rerata tertinggi yaitu
perlakuan A2B1 adalah perlakuan A1B1 sebesar 80,33 g.
Tabel 3.6. Hasil uji BNJ 5% rerata berat brangkasan
basah tanaman caisim.
Perlakuan

Rerata berat brangkasan
basah tanaman caisim

A4B2
A4B1
A3B1
A3B2
A1B2
A2B2
A1B1
A2B1

12,94
23,64
28,68
37,07
40,84
49,96
54,75
54,83

Keterangan :

BNJ
0,05 =
25,75
a
a
ab
ab
ab
b
b
b

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada
kolom yang sama berarti berbeda tidak nyata, jika
diikuti huruf berbeda artinya berbeda nyata.

BAB 4. KESIMPULAN DAN SARAN

Perlakuan A2B1 menghasilkan rerata berat
brangkasan basah tanaman caisim tertinggi karena
tanaman caisim membutuhkan air setiap hari untuk
pertumbuhan
dan
perkembangannnya
sehingga
mencapai hasil yang maksimal dibandingkan dengan
pemberian air lainnya. Pemberian air 90% sudah mampu
memenuhi kebutuhan air tanaman tetapi dengan interval
pemberian setiap hari sehingga menghasilkan berat
brangkasan tertinggi. Interval pemberian air setiap hari
memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan dan

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Efisiensi pemakaian air tertinggi yaitu pada
kombinasi perlakuan pemberian air 100% dari
kebutuhan air tanaman dengan interval pemberian air
berselang satu hari (A1B2) sebesar 68,92%.
2. Hasil produksi tanaman caisim tertinggi berdasarkan
berat brangkasan basah yaitu pada kombinasi

Universitas Sriwijaya
7

perlakuan pemberian air 90% dari jumlah kebutuhan
air tanaman dengan interval pemberian air setiap hari
(A2B1) sebesar 54,83 g.

Keller. J and R.D. Bliesner., 1990. Sprinkle and Trickle
Irrigation. Publishing by Van Nostrand
Reinhold. New York.
Kirda, C. 1999. Crop Yield Response to Deficit
Irrigation. Kluwer Academic Publisher,
Dordrecht, the Netherlands.

B. Saran
Untuk mendapatkan hasil produksi dan
efisiensi pemakaian air yang tinggi maka pemberian air
kurang dari 90% dari jumlah kebutuhan air tanaman
sebaiknya tidak menggunakan interval.

Merit, N. 1990. Drip irrigation Management in Salad
Tomato Production. Ph. D. Thesis (un
published), The University of Sydney
Australia.

DAFTAR PUSTAKA
Morris, R.A., A. A. Villegas, AQ, Poltonee, dan H. S.
Centeno. 1990. Water Use by Monocropped
and Intercropped Cocopea and Sorghum Grown
After Rice. Agrun.

Asona, M. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Bayam
(Amaranthus sp.) Berdasarkan Waktu Pemberian
Air. Skripsi. Universitas Negeri Gorontalo.
Chalmers. D.J. 1988. Manipulating of Plant Growth by
Regulating Plant Water Deficit and Limiting the
Wetted Zone. Proceedings Fourth International
Micro Irrigation Congress, Vol. 1. AlburyWodonga, Australia. October 23 – 28, 1988.

Nurchaliq, A., Baskara, M dan Suminarti, N.E. 2014.
Pengaruh Jumlah dan Waktu Pemberian Air pada
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Talas
(Colocasia
esculenta
(L.)
Schott
var.
Antiquorum). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 2,
No. 5, hlm. 354-360.

Direktorat Jenderal Holtikultura Departemen Pertanian,
2010. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia
Tahun 2007. Dikutip dari : http:/holtikultura.
deptan.go.id. Diakses tanggal 23 Januari 2014.

Nurlaili, 2009. Tanggap Beberapa Klon Anjuran dan
Periode Pemberian Air Terhadap Pertumbuhan
Bibit Karet (Hevea brassilliensis Muell. Arg.)
dalam Polibag. Jurnal Penelitian. Universitas
Baturaja.

Gomez, K. A., dan Gomez, A. A. 1995. Prosedur
Statistik
untuk
Penelitian
Pertanian,
Terjemahan: Endang Sjamsuddin dan Justika S.
Baharsjah, UI Press. Jakarta, hal. 231-237.

Opena, R.T. dan D.C.S. Tay. 1994. Brassica rapa L. Cv.
Group caisin, p. 123-126. In J.S. Siemonsma and
K. Piluek (Eds.). PROSEA Plant Resources of
Sounth-East Asia 8: Vegetables. PROSEA
Foundation. Bogor.

Haman, D. Z. and T. H. Yeager. 2004. Irrigation System
Selection for Container Nurserier. http://
www.edis.ifas.ufl.edu.

Pakaya, N. 2013. Pertumbuhan dan Produksi Caisin
(Brassica Chinensis L.) Berdasarkan Interval
Waktu Pemberian Air. Laporan Hasil Penelitian
Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Negri
Gorontalo. Gorontalo.

Harpenas, A. dan R. Dermawan. 2009. Budidaya Cabai
Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.
Harwati, T. 2007. Pengaruh Kekurangan Air (Water
Defisit)
terhadap
Pertumbuhan
dan
Perkembangan Tanaman Tembakau. Jurnal
Inovasi Pertanian. Vol. 6, No. 1 (44-51).

Rahardjo, C.S., Yasin l., Mahrup, Sukartono dan
Sutriono, R. 1992. Efisiensi Penggunaan Air
pada Tumpang Sari Jagung Kedelai di Tanah
Entisol Lombok. Laporan Hasil Penelitian
Fakultas Pertanian Universitas Mataram.
Mataram.

Haryanto, E., T. Suhartini, dan E. Rahayu. 2001. Sawi
dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarta. 117 p.
Henik, A. 2009. Efisiensi Penggunaan Air pada Tiga
Teknik
Hidroponik
untuk
Budidaya
Amaranthus viridis L. (Bayam Hijau). Makalah
1. Fakultas MIPA biologi Universitas
Indonesia. Depok.

Setiawan., Tohari dan Dja’Far, S. 2013. Pengaruh
Cekaman Kurang Air terhadap Beberapa
Karakter
Fisiologi
Tanaman
Nilam
(Pogostemon cablin Benth.). Jurnal Littri. Hlm
108-116. ISSN 0853-8212.

Hoffman. 1990. Trickle Irrigation for Crop Production,
F.S. Nakayama and D.A. Bucks, editors,
publisehed by Elsevier, 1986, ISBN 0-44442615-9.

Universitas Sriwijaya
7

Setiawan., Tohari dan Shiddieq, D. 2012. Pengaruh
Cekaman Kekeringan terhadap Akumulasi
Prolin Tanaman Nilam (Pogostemon cablin
Benth.). Jurnal Ilmu Pertanian. Vol. 15 no.2 :
85-99.
Silalahi, I. I., Sumono., Saipul. B. D., dan Edi. S. 2013.
Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air
Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol.
Jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas
Pertanian USU. Jurnal Rekayasa Pangan dan
Pertanian. Vol.2 No.1.
Sinaga, R. 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan
Efisiensi Penggunaan Air pada Rumput Gajah
dan
Rumput
Raja
Akibat
Penurunan
Ketersediaan Air Tanah. Jurnal Biologi
Sumatera, Januari 2008, Halm 29-35 Vol 3, No 1.
ISSN 1907-5537.
Tusi, A. dan Rosad, B. 2009. Aplikasi Irigasi Defisit
pada Tanaman Jagung. Jurnal Irigasi. Vol. 4,
No. 2.

Universitas Sriwijaya
7