Pengaruh Lama Waktu Fermentasi pada Pemb

Pengaruh Lama Waktu Fermentasi pada Pembuatan
Yoghurt Santan Kelapa

Disusun O1eh:
Mannuela Marcella

NIS 14971

Kartika Cintya

NIS 15062

Jovita Imelda

NIS 15153

SMA SEDES SAPIENTIAE
SEMARANG
2013

HALAMAN PENGESAHAN


Karya tulis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk ujian praktikum Biologi di SMA
Sedes Sapientiae Semarang tahun 2014.

“Pengaruh Lama Waktu Fermentasi pada Pembuatan Yoghurt Santan Kelapa”
Mannuela Marcella
Kartika Cintya
Jovita Imelda

NIS 14971
NIS 15062
NIS 15153

Semarang, Maret 2014
Menyetujui,
Guru Pendamping
Kelompok

Perwakilan


(A. Agung Prasetyo W., S.Si.)

(Jovita Imelda)

Mengetahui,
Kepala SMA Sedes Sapientiae
Semarang

Dra. Sr. M Beatrix, OSF, M.M.

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
mencurahkan berkat dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
dengan judul “Pengaruh Lama Waktu Fermentasi pada Pembuatan Yoghurt Santan Kelapa”.
Terwujudnya karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis, baik secara tenaga, ide, maupun pemikiran. Oleh
karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :



Bapak A. Agung Prasetyo W., S.Si. selaku pembimbing yang telah membimbing
penulis dalam pembuatan karya ilmiah ini dan selaku penguji yang telah memberikan



masukan yang berharga bagi penulisan karya ilmiah ini;
Bapak Drs. Banu Tyroni selaku penguji yang telah memberikan saran bagi penulisan



karya ilmiah ini;
Rekan – rekan kelas XII IPA 3 SMA Sedes Sapientiae Semarang yang telah berkenan
menjadi panelis dan mau memberikan masukan serta saran bagi penulisan karya



ilmiah ini;
Serta kepada segenap pihak yang telah ikut ambil bagian dalam proses pembuatan
karya ilmiah ini.
Karya ilmiah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas ujian praktik mata pelajaran


biologi. Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
pemanfaatan santan kelapa sebagai bahan baku pembuatan yoghurt.
Penulis mohon maaf jika masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan dalam
pemulisan karya ilmiah ini. Penulis juga memohon maaf jika ada kata-kata yang kurang
berkenan. Penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran yang bersifat membangun
untuk pembuatan karya-karya selanjutnya.
Semarang, Maret 2014

Penulis
Daftar Isi
1

Kata Pengantar
Daftar Isi

................................................................................................

i


............................................................................................................

ii

Daftar Tabel dan Grafik
Abstrak

....................................................................................

iii

............................................................................................................

iv

BAB I. PENDAHULUAN
i.
ii.
iii.
iv.


Latar Belakang Masalah
............................................................
Rumusan Masalah
........................................................................
Tujuan Penulisan
........................................................................
Manfaat Praktis
........................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
Hipotesis

1
3
3
3

........................................................................


4

................................................................................................

5

BAB III. METODE PENELITIAN
i.
ii.
iii.

Variabel Penelitian ........................................................................
Alat dan Bahan
........................................................................
Cara Kerja
....................................................................................

6
6
6


BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

............................................................

8

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

............................................................

12

................................................................................................

13

............................................................................................................

14


Daftar Pustaka
Lampiran

2

Daftar Tabel dan Grafik

Tabel 2.1. Syarat Mutu Yoghurt

........................................................................

5

Tabel 4.1. Uji Organoleptik Rasa & Aroma

................................................

9


Grafik 4.2. Uji Organoleptik Rasa & Aroma

................................................

10

....................................................................................

11

Tabel 4.3. Pengukuran pH

3

PENGARUH LAMA WAKTU FERMENTASI PADA PEMBUATAN YOGHURT
SANTAN KELAPA

Abstrak

Yoghurt merupakan produk berbasis susu yang mengalami proses fermentasi. Karena

sulitnya akses terhadap susu sapi di Indonesia, perlu dikembangkan alternatif pengganti susu
sapi dalam pembuatan yoghurt. Santan kelapa dapat menjadi salah satu alternatif, mengingat
beberapa kelebihannya dibandingkan susu sapi. Nutrisi yang terkandung dalam santan kelapa
juga sesuai bagi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilusyang
merupakan bakteri penghasil asam laktat dalam proses pembuatan yoghurt. Bakteri asam
laktat memiliki waktu optimum untuk mengasilkan asam laktat dalam jumlah yang cukup
untuk memenuhi kualitas yoghurt santan kelapa yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh lama proses fermentasi terhadap kualitas yoghurt santan kelapa serta
waktu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas yoghurt yang baik sesuai
standar dan sesuai selera masyarakat. Penelitian dilakukan dengan tiga perlakuan berbeda.
Yoghurt difermentasikan dengan waktu fermentasi selama 12, 18, dan 24 jam dengan
menggunakan starter berupa yoghurt plain. Hasil penelitian menunjukkan lama waktu
fermentasi berpengaruh terhadap rasa, aroma, tingkat keasaman, dan tekstur yoghurt akibat
dari konsentrasi asam laktat yang dihasilkan. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu lama waktu
fermentasi berpengaruh terhadap rasa, aroma, tingkat keasaman, dan tekstur yoghurt santan
kelapa. Waktu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas yoghurt yang baik
sesuai standar adalah 24 jam dan sesuai selera masyarakat adalah 18 jam.
Kata kunci : Yoghurt santan kelapa, lama waktu fermentasi, Lactobacillus bulgaricus,
Streptococcus thermophilus, waktu optimum

4

BAB I
PENDAHULUAN
i.

Latar Belakang Masalah
Yoghurt merupakan produk berbasis susu yang telah dikonsumsi selama berabadabad yang mempunyai efek menguntungkan bagi kesehatan. Seiring berjalannya waktu,
yoghurt terus menerus dimodifikasi untuk mendapatkan karakteristik dan efek nutrisi
yang lebih baik (Rootray dan Mishra, 2011). Yoghurt berasal dari susu yang mengalami
fermentasi (Tamime dan Robinson, 2007) dengan bentuk seperti bubur atau es krim.
Yoghurt dapat dibuat dari susu, susu kambing, atau lainnya (Stelios dan Emmanuel,
2004).
Susu sapi yang umum digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan yoghurt,
sangat sulit didapatkan di beberapa provinsi di Indonesia. Mahalnya harga susu juga
menjadi dasar untuk mencari alternatif komoditi lain yang dapat digunakan sebagai bahan
baku yoghurt misalnya santan. Tingginya produksi kelapa di Indonesia merupakan
potensi yang sangat besar untuk mengolah santan menjadi yoghurt. Santan kelapa
memiliki banyak nutrisi yang baik untuk kesehatan manusia, terutama kandungan protein,
mineral, dan vitaminnya. Namun santan kelapa rasanya hambar, mudah rusak dan
menjadi tengik sehingga perlu upaya meningkatkan citarasa dan memperpanjang waktu
simpannya. Pengolahan santan menjadi yoghurt dapat menjadi salah satu usaha
penganekaragaman produk santan terutama bagi masyarakat yang sangat menyukai
produkprobiotik tetapi tidak menyukai aroma susu. Jika ingin membuat yoghurt dari susu
kedelai atau santan, kita harus menambahkan susu skim.
Santan kelapa dipilih sebagai salah satu substitusi bahan baku yoghurt karena
memiliki warna dan kekentalan yang mirip dengan susu sapi full cream. Nutrisi yang
terkandung dalam santan kelapa juga sesuai bagi pertumbuhan bakteri asam laktat.
Santan kelapa mengandung air 52%, lemak 25%, protein 5%, dan karbohidrat 18%
(Grimwood, 1979) sedangkan susu sapi memiliki kandungan air 88%, lemak 4%, protein
3%, karbohidrat 5% (Tamime dan Robinson, 2000).
Selain terdiri atas air, lemak, protein dan karbohidrat, santan juga mengandung
sejumlah vitamin (vitamin C, B-6, thiamin, niasin, folat) dan sejumlah mineral (kalsium,
seng, magnesium, besi, fosfor). Santan yang didiamkan beberapa saat (5-10 jam) akan
1

memisah menjadi dua fase, yaitu fase kaya air (skim) pada bagian bawah dan fase kaya
minyak (krim) pada bagian atas.
Santan memiliki potensi untuk menggantikan susu sapi, karena santan tidak
mengandung laktosa seperti pada susu sapi. Oleh karena itu, dapat dikonsumsi penderita
lactose intolerant. Kandungan lemak pada santan adalah lemak nabati yang tidak
mengandung kolesterol seperti yang ditemukan pada lemak hewani dalam susu sapi.
Kandungan minyak santan tersusun dari asam lemak rantai pendek (short chain) dan
medium (medium chain fatty acid =MCFA).
Minyaknya sendiri secara umum terdiri dari trigliserida atau gliserida lain.
Gliserida yang terdiri dari asam lemak MCFA disebut minyak medium chain triglyserides
atau MCT. Minyak MCT memiliki sifat mudah dicerna dan merupakan sumber energi
yang cepat sehingga banyak dikembangkan untuk produk makanan bayi padat kalori,
formulasi gizi susu formula, dan produk pangan olahraga.
Pada minyak santan mengandung 93% asam lemak jenuh, tetapi lebih dari 53%
nya merupakan MCFA. Kandungan MCFA yang paling banyak terdapat dalam minyak
santan adalah asam lemak laurat. Asam laurat merupakan asam lemak berantai sedang
(Medium Chain Fatty Acid) yang ditemukan secara alami dalam Air Susu Ibu (ASI).
Asam laurat dalam tubuh akan diubah menjadi monolaurin. Monolaurin mempunyai
beberapa manfaat antara lain sebagai antivirus, antibakteri, dan antiprotozoa.
Santan dalam kaitannya dengan kolesterol disebut sebagai sumber dari Fitosterol
yaitu kolesterol rantai pendek yang berfungsi sebagai penghadang kolesterol jahat.
Fitosterol biasa disebut dengan kolesterol HDL (High Density Lipoprotein).
Starter yang umumnya digunakan dalam pembuatan yoghurt, mengandung bakteri
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dengan perbandingan yang
sama (1:1). Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dari Lactobacillus bulgaricus
(Routray dan Mishra, 2011). Rasio antara Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus
bulgaricus 1:1 menghasilkan sifat dan aroma yoghurt yang paling baik (Ghadge et al.,
2008). Kedua spesies ini bersifat mutual synergism (Masato et al., 2008). Menurut
Crawford (1962) aktifitas proteolitik Streptococcus thermophilus menghasilkan asam
formiat yang dapat merangsang pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Selanjutnya
Lactobacillus bulgaricus menghasilkan asam amino glisin dan histidin yang dibutuhkan
2

oleh Streptococcus thermophilus. Aroma asam yang kuat terjadi jika Lactobacillus
bulgaricus mendominasi atau jumlah starter yang digunakan berlebihan. Diharapkan pada
perbandingan 1:1 dapat menyebabkan tercapainya pH optimal, yaitu pH antara 4,2-4,4.
Untuk membuat yoghurt, kita harus menyediakan lingkungan yang menunjang
perkembangan kedua bakteri tersebut sehingga keduanya akan bisa menghasilkan
yoghurt. Bakteri tersebut akan bekerja dengan baik pada suhu 30-50 derajat Celcius, tapi
yang optimal adalah pada 42-45 derajat Celcius.
Semakin lama proses fermentasi berlangsung, yoghurt yang terbentuk akan
semakin masam dan teksturnya semakin kental. Penghentian proses fermentasi pada
yoghurt dapat dilakukan dengan memasukkan yoghurt ke dalam frezer dengan suhu
kurang dari 4oC.
ii.

Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya ilmiah ini sebagai berikut :

iii.

1.
2.

Bagaimana pengaruh lama proses fermentasi terhadap kualitas yoghurt?
Berapa waktu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas yoghurt

3.

yang baik sesuai standar?
Berapa waktu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas yoghurt

yang baik sesuai selera kebanyakan masyarakat?
Tujuan Penulisan
Penelitian ini bertujuan untuk :

iv.

1.
2.

mengetahui pengaruh lama proses fermentasi terhadap kualitas yoghurt santan,
mengetahui waktu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas

3.

yoghurt yang baik sesuai standar,
mengetahui waktu optimum yang diperlukan untuk menghasilkan kualitas

yoghurt yang baik sesuai selera kebanyakan masyarakat.
Manfaat Praktis
Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi kepada
masyarakat tentang pemanfaatan santan sebagai bahan baku dalam pembuatan yoghurt.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3

Pada skripsi berjudul “Pengaruh Konsentrasi Santan Kelapa yang Difermentasi oleh
Alga Kristal terhadap Kadar Lemak, Kadar Kalsium, dan Jumlah Bakteri”karya Erina
Anastasia (2013), digunakan alga kristal untuk memfermentasikan santan menjadi kefir
dengan waktu fermentasi selama 48 jam pada suhu ruang.
Berdasarkan Animal Agriculture Journal, Vol.2. No. 1. berjudul “Total Bakteri Asam
Laktat, Nilai pH dan Sifat Organoleptik Drink Yoghurt Dari Susu Sapi yang Diperkaya
dengan Ekstrak Buah Mangga” yang disusun oleh I. R. Hidayat (2013), dikatakan bahwa nilai
pH yang didapatkan yaitu kisaran 4,5-4,7 dengan waktu fermentasi selama 4 jam. Hal ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Allgeyer et al. (2010) bahwa pembuatan drink
yoghurt dilakukan pada suhu fermentasi 420C selama 5-6 jam hingga didapat pH sebesar 4,34,4. Selama proses fermentasi, bakteri asam laktat akan memfermentasi karbohidrat yang ada
hingga terbentuk asam laktat. Pembentukan asam laktat ini menyebabkan peningkatan
keasaman dan penurunan nilai pH.
Dalam jurnal penelitian berjudul “Pembuatan Niyoghurt dengan Perbandingan
Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus serta Perubahan Mutunya Selama
Penyimpanan” yang disusun oleh Dewi Yunita, dkk (2011), dikatakan bahwa lama penyimpan
berpengaruh terhadap penampakan, aroma, rasa, tingkat keasaman, kadar air, protein &
lemak. Pada penelitian ini diinokulasi starter Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus
bulgaricus sebanyak 2% dari total campuran dengan perbandingan sesuai dengan perlakuan.
Selanjutnya, santan yang telah diinokulasi starter diinkubasi pada suhu 43 oC selama 5 jam.
Kemudian niyoghurt disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4 oC. Pada minggu ke-2,
rasa asam niyoghurt sudah tidak disukaimeski nilai rata-rata total asamnyahanya mencapai
0,85%. Nilai tersebut lebihtinggi dari nilai total asam niyoghurt yangdihasilkan oleh
penelitian Akoma et al.(2000) yaitu 0,61%.
Sementara pada penelitian Ida Adiyati Rum yang dimuat dalam jurnal penelitian
berjudul “Optimasi Pembuatan Cocogurt dengan kultur campuran Lactobacillus acidophilus
Moro dan Streptococcus thermophilus Orla-Jensen”, yoghurt diinkubasikan selama 24 jam
setelah penambahan starter dan pengukuran laju inokulum dilakukan pada jam ke-12
fermentasi.
Menurut Standard Nasioanal Indonesia untuk Yoghurt yang telah dipublikasikan oleh
Badan Standardisasi Nasional, berikut merupakan syarat mutu yoghurt yang baik.
4

Tabel 2.1. Syarat Mutu Yoghurt
Hipotesis
1. Lama proses fermentasi berpengaruh terhadap tekstur, penampakan, aroma, rasa,
tingkat keasaman.
2. Waktu optimum yang diperlukan untuk membuat yoghurt yang sesuai dengan
standar adalah berkisar antara 12-24 jam.
3. Waktu optimum yang diperlukan untuk membuat yoghurt yang sesuai dengan
selera kebanyakan masyarakat berkisar antara 12-18 jam.

5

BAB III
METODE PENELITIAN

i.

Variabel Penelitian
Variabel bebas : lama waktu fermentasi (12 jam, 18 jam, dan 24 jam)
Variabel terikat : kualitas yoghurt santan kelapa (rasa, aroma, tekstur, penampilan,
tingkat keasaman, warna)
Variabel kontrol : volume, kadar, dan jenis media (santan, susu skim, yoghurt
plain), tempat inkubasi
Pada penelitian ini. kualitas yoghurt dilihat berdasarkan pH tekstur, warna, rasa,
penampakan dan aroma yoghurt. pH yoghurt diukur dengan menggunakan indikator
universal dan pH meter.
Standar mutu yoghurt mengacu kepada SNI Yoghurt yang telah ditetapkan oleh
BSN dengan melihat pada bagian pH, penampakan, rasa, dan aroma.
Untuk mengetahui kualitas yoghurt yang baik sesuai selera masyarakat diukur
dengan melakukan uji organoleptik terhadap 30 orang murid SMA Sedes Sapientiae
Semarang.

ii.

iii.

Alat dan Bahan
 Kompor
 Panci
 Pengaduk
 Wadah bertutup
 Sendok
 Timbangan
 Gelas Ukur
Cara Kerja
1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang diperlukan dalam pembuatan yoghurt dan
menyusunnya di atas meja yang sebelumnya sudah dibersihkan terlebih dahulu.
2. Mencuci bersih semua peralatan dan membilas wadah yang akan digunakan untuk
proses inkubasi dengan air panas.
6

3. Memarut daging buah kelapa, lalu mengambil santannya sebanyak 1500 mL dan
menaruhnya ke dalam panci.
4. Mencampurkan susu skim sekitar150gram (10% dari jumlah santan) yang digunakan
untuk meningkatkan kekentalan, aroma, keasaman, dan protein.
5. Merebus bahan tersebut pada suhu 72oC selama 15 menit sambil mengaduknya tanpa
berhenti supaya santan tidak pecah dan proteinnya tidak mengalami koagulasi.
6. Mematikan kompor lalu mendinginkan adonan sampai suhunya sekitar 43 oC .
7. Mencampur yoghurt plain sebanyak 75 mL (5% dari jumlah adonan).
8. Membagi adonan ke dalam 3 wadah.
9. Menutup ketiga wadah rapat-rapat.
10. Menginkubasikan adonan pertama pada suhu kamar selama 12 jam.
11. Menginkubasikan adonan kedua pada suhu kamar selama 18 jam.
12. Menginkubasikan adonan ketiga pada suhu kamar selama 24 jam.
13. Setelah melewati masa inkubasi, yoghurt dimasukkan ke dalam frezer dengan suhu
kurang dari 4oC supaya proses fermentasi terhenti.
14. Ketika sudah ingin diamati, ketiga wadah yoghurt tadi dikeluarkan dari dalam frezer
dan didiamkan hingga yoghurt tidak beku lagi.
15. Setelah mencair seluruhnya, dilakukan pengamatan terhadap pH, dan kekentalan
yoghurt. Pengamatan pH dilakukan dengan menggunakan indikator universal dan pH
meter.
16. Sebelum disajikan dan dilakukan uji organoleptik, yoghurt diberi tambahan gula
sebanyak 150 gram untuk setiap wadahnya lalu diblender hingga merata supaya
memberikan rasa manis pada yoghurt.

7

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada proses fermentasi dalam pembuatan yoghurt digunakan bakteri Sterptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bullgaricus. Sterptococcus dapat bekerja aktif pada pH
mendekati netral akan tetapi kemampuannya mensintesis asam laktat rendah sehingga tidak
toleran asam. Ia akan mengawali proses fermentasi dengan memecah laktosa menjadi glukosa
dan galaktosa (monosakarida). Sementara Lactobacillus kurang aktif pada pH netral namun
toleran asam dan mampu mensintesis banyak asam laktat. Ia akan memetabolisme sebagian
monosakarida yang dihasilkan menjadi asam laktat.
Pada pembuatan yoghurt dari santan kelapa, aktivitas Sterptococcus dalam memecah
laktosa cenderung lambat. Hal ini dikarenakan rendahnya kadar laktosa pada santan jika
dibandingkan

dengan

susu.

Lambatnya

pemecahan

laktosa

menghambat

aktifitas

Lactobacillus dalam menghsasilkan asam laktat. Lambatnya aktivitas pembentukan asam
laktat menyebabkan yoghurt santan kelapa membutuhkan waktu fermentasi yang lebih lama
untuk mencapai kadar asam laktat yang cukup jika dibandingkan dengan yoghurt yang terbuat
dari susu.
Pada proses pembuatan yoghurt santan kelapa ini digunakan yoghurt plain sebagai
starter. Yoghurt plain adalah yoghurt murni hasil fermentasi susu dengan menggunakan kultur
Lactobacillus bulgaricus danStreptococcus thermophilus. Yoghurt plain dapat dijadikan
alternatif pengganti starter bakteri murni. Yoghurt plain mengandung bakteri asam laktat yang
masih aktif. Bakteri tersebut berada pada fase dormansi dengan membentuk endospora.
Endospora adalah bentuk kehidupan alternatif yang dihasilkan oleh beberapa jenis bakteri.
Endospora dibentuk oleh bakteri pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, misal
kekurangan nutrisi dan air. Endospora berupa tubuh berdinding tebal dan bersifat resisten.
Jika kondisi lingkungan menguntungkan, endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru
dengan memasuki fase lag.

8

Rasa Yoghurt

Tabel 4.1. Uji Organoleptik Rasa & Aroma
Berdasarkan uji organoleptik, rasa yoghurt santan kelapa yang diinkubasikan selama
12 jam memperoleh nilai terendah dengan skor 6,3. Hal ini dikarenakan lama proses
fermentasi yang dirasa kurang sehingga rasa asam khas yoghurt belum terlalu muncul atau
kadar asam laktatnya masih terlalu rendah. Pada kondisi ini yoghurt cenderung kurang disukai
oleh panelis.
Sementara rasa yoghurt santan kelapa yang diinkubasikan selama 18 jam memperoleh
nilai tertinggi dengan skor 7,7. Pada yoghurt ini lama proses fermentasi dianggap cukup untuk
memenuhi rasa asam atau kadar asam laktat pada yoghurt yang disukai oleh kebanyakan
panelis.
Untuk rasa yoghurt santan kelapa yang diinkubasikan selama 24 jam memperoleh skor
7,5. Pada yoghurt ini, lama proses fermentasi dirasa agak berlebih sehingga yoghurt menjadi
lebih asam atau kadar asam laktatnya berlebih. Hal ini menyebabkan yoghurt menjadi tidak
terlalu disukai oleh panelis, terutama oleh panelis yang kurang menyukai rasa asam.

9

Aroma Yoghurt

Grafik 4.2. Uji Organoleptik Rasa & Aroma
Berdasarkan uji organoleptik, aroma yoghurt santan kelapa yang diinkubasikan selama
12 jam memperoleh nilai terendah dengan skor 6,8. Hal ini dikarenakan lama proses
fermentasi yang dirasa kurang sehingga aroma khas santan masih telalu pekat. Pada kondisi
ini yoghurt cenderung kurang disukai oleh panelis, terutama oleh panelis yang kurang
menyukai aroma santan.
Sementara aroma yoghurt santan kelapa yang diinkubasikan selama 18 jam
memperoleh nilai tertinggi dengan skor 7,3. Pada yoghurt ini lama proses fermentasi dianggap
cukup sehinga yoghurt memiliki aroma khas yang ditimbulkan oleh asam laktat serta aroma
santan sudah tidak terlalu pekat.
Untuk aroma yoghurt santan kelapa yang diinkubasikan selama 24 jam memperoleh
skor 7,5. Pada yoghurt ini, lama proses fermentasi dirasa agak berlebih sehingga aroma asam
yoghurt dirasa terlalu pekat. Hal ini menyebabkan aroma yoghurt menjadi kurang disukai oleh
panelis.

10

Tingkat Keasaman atau pH Yoghurt

Tabel 4.3. Pengukuran pH
Penurunan pH sebanding dengan pembentukan asam laktat, artinya ketika semakin
tinggi kadar asam laktat pada yoghurt, maka nilai pH akan semakin turun. Asam laktat yang
dihasilkan pada proses fermentasi oleh bakteri akan menurunkan pH lingkungan
perumbuhannya dan menghasilkan rasa asam. Dalam jurnal ini, pH akhir cocogurt yang
dihasilkan adalah 4,4. Pada kondisi ini bakteri Sterptococcus masih dapat bertahan hidup
karena pH minimal untuk pertumbuhan bakteri Streptococcus thermophilus adalah 4,2.
Sementara pH untuk pertumbuhan bakteri kontaminan pada umumnya adalah 6,5-7,5.
Sehingga cocogurt cenderung memiliki waktu penyimpanan yang lebih lama.
Menurut standar nasional Indonesia untuk yoghurt, kisaran pH optimal bagi yoghurt
adalah 4,2-4,4 dan hal ini tercapai pada yoghurt yang diinkubasikan selama 24 jam, yaitu
dengan kisaran pH sebsar 4,3.

Tekstur atau Tingkat Kepadatan Yoghurt
Untuk tingkat kepadatan yoghurt yang telah diamati oleh penulis, yoghurt yang
diinkubasikan selama 12 jam cenderung masih agak cair atau encer. Yoghurt yang
diinkubasikan selama 18 jam sudah mulai berbentuk krim tetapi belum keseluruhannya,
sehingga saat diaduk masih bisa menjadi encer. Sementara yoghurt yang diinkubasikan
selama 24 jam juga sudah berbentuk krim tetapi belum keseluruhannya, tetapi ketika diaduk,
yoghurt ini terlihat jauh lebih padat daripada yoghurt yang diinkubasikan selama 18 jam.
Hal ini dikarenakan bakteri akan menggumpalkan protein yang terdapat pada santan.
Semakin lama proses fermentasi berlangsung, akan semakin banyak gumpalan yang
terbentuk.
11

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

i.

Kesimpulan
Lama proses fermentasi berpengaruh terhadap tekstur, penampakan, aroma, rasa,
tingkat keasaman. Semakin lama proses fermentasi berlangsung, tekstur yoghurt akan
semakin padat dan nampak seperti krim, aroma asam yoghurt akan semakin pekat begitu
juga dengan rasa dan tingkat keasaaman yoghurt yang semakin asam seiring dengan
berjalannya proses fermentasi.
Waktu optimum yang diperlukan untuk membuat yoghurt yang sesuai dengan
standar adalah 24 jam. Pada kondisi ini yoghurt memiliki pH 4,3 dengan tekstur padat
agak kental.
Waktu optimum yang diperlukan untuk membuat yoghurt yang sesuai dengan
selera kebanyakan masyarakat adalah 18 jam. Pada kondisi ini yoghurt memiliki pH 4,6.

ii.

Saran
Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis telah melakukan dua kali eksperimen
karena ketidaktepatan dalam pemberian yoghurt plain. Dari pengamatan yang telah
penulis lakukan, ternyata pemberian yoghurt plain yang melebihi takaran dapat membuat
proses fermentasi berlangsung lebih cepat, ditandai dengan yoghurt yang semakin asam.
Penulis menyarankan perlunya diadakan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh
volume yoghurt plain yang digunakan terhadap laju fermentasi.

12

Daftar Pustaka
Anastasia, Erina. 2013. Pengaruh Konsentrasi Santan Kelapa yang Difermentasi oleh Alga
Kristal terhadap Kadar Lemak, Kadar Kalsium, dan Jumlah Bakteri. Skripsi
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Persatuan Guru Republik Indonesia, Semarang.
Askar, Surayah dan Sugiarto. 2005. Uji Kimiawi dan Organoleptik sebagai Uji Mutu Yoghurt.
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian, Bogor.
Aziz, Mirwan Hasan. 2010. Fermentasi Susu “Yoghurt dan Kefir”. Fakultas Matematika dan
Ipa, Universitas Mataram, Mataram.
Hartanto, Hery. 2012. Pengaruh Waktu dan Nutrien dalam Pembuatan Yoghurt dari Susu
dengan Starter Plain Lactobacillus bulgaricus Menggunakan Alat Fermentor.
Tugas Akhir Program DiplomaIII, Teknik Kimia, Universitas Diponegoro,
Semarang.
Hidayat, I. R., dkk. 2013. Total Bakteri Asam Laktat, Nilai pH dan Sifat Organoleptik Drink
Yoghurt Dari Susu Sapi yang Diperkaya dengan Ekstrak Buah Mangga. Animal
Agriculture Journal, Vol.2. No. 1. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang.
Khusniati, Tatik. 2008. Kenampakan Organoleptik dan Kandungan Asam Laktat Yoghurt
dengan Starter Komersial yang Menggunakan Berbagai Konsentrasi Susu Skim.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Institut Pertanian Bogor.
Purba, Meihot Naida. 2010. Peningkatan Cita Rasa dan Tekstur Yoghurt Dari Susu Kambing
dengan Penambahan Sari Buah Markisa dan Terung Belanda. Skripsi Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Rum, Ida Adiyati. tt. Optimasi Pembuatan Cocogurt dengan kultur campuran Lactobacillus
acidophilus Moro dan Streptococcus thermophilus Orla-Jensen. Teknologi
Pangan, Universitas Padjajaran, Sumedang.
SNI 2981:2009 Yogurt
Yunita, Dewi, dkk. 2011. Pembuatan Niyoghurt dengan Perbandingan Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus serta Perubahan Mutunya Selama
Penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 2. Fakultas Pertanian,
Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

13

Lampiran

mencuci peralatan yang dibutuhkan

menimbang susu skim

memeras air santan kelapa

menuang susu skim ke dalam wadah
14

menuang santan yang telah ditakar

merebus adonan santan dan susu skim
15

mengekstrak daun suji dan daun pandan

menunggu adonan hingga hangat

menambahkan yoghurt plain

membagi adonan ke dalam ketiga wadah

16

menginkubasikan adonan dalam wadah tertutup

mengukur pH yoghurt setelah melalaui masa inkubasi

17

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22