Resume Dan Perang Salib 1

PERANG SALIB
( Masa-Masa Perang Salib)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah- Resume ‘Sejarah
Peradaban Islam’
Semester 1
Magister Ilmu Agama Islam dan Magister Pendidikan Agama
Islam
Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta
Dosen : Dr. Muhammad Hariyadi, MA

Disusun oleh : Ahmad Muthi’

Perang Salib
Masa-masa perang salib
Dapat dilihat bahwa masa-masa perang salib terjadi pada beberapa periode yang
berbeda dari pemerintahan Islam, diantara masa-masa tersebut ialah : 1. Masa
Dinasti Abbasiyah, 2. Masa Dinasti Ayubiyah, dan 3. Masa Dinasti Mamluk
Akan tetapi berdasarkan adanya faktor yang menyatukan semua periode
tersebut, yakni antara Islam dan Salibis, yang diarungi oleh kaum muslimin di negeri
Syam dan Mesir menghadapi kekuatan Franka dan kaum Nashrani yang merupakan

penduduk dari kedua wilayah itu, perang ini menjadi isu utama yang terjadi pada
masa periode itu, hal ini membuat semua gerakan penaklukan dan jihad difokuskan
untuk menghadapi perang salib.
Penaklukan baru dihentikan, dan kaum muslimin berada dalam dua kondisi;
kondisi pertama adalah mempertahankan negeri mereka dari serangan pasukan
salib, dan kondisi kedua adalah kondisi yang lebih baik, yakni merebut kembali
wilayah-wilayah kaum muslimin yang telah dirampas oleh pasukan salib.
Meskipun serangan salib pertema terhadap wilayah negara Islam dilakukan
pada saat khilafah Abbasiyah masih eksis di Baghdad, akan tetapi pada hakikatnya
eksistensi ini hanya formalitas saja, karena saat itu telah muncul banyak kerajaan
dan negara kecil yang terkadang juga saling bertikai.
Perang Salib Pertama dan Kejatuhan Baitul Maqdis
Pasukan salib bergerak untuk pertama kalinya dari Eropa setelah seruan dari
Paus Urban II. Dan kemudian sruan ini disebarluaskan ke seluruh penjuru Eropa
oleh Peter the Hermit. Lalu bergabunglah dibelakangnya sekelompok besar orangorang Eropa yang gelombang pertama dari mereka diperkirakan berjumlah sekitar
lima belasribu orang, kemudian jumlah mereka semakin bertambah menjadi dua
puluh lima ribu orang. Pasukan ini dipimpin oleh Peter the Hermit sendiri, namun
mengalami kekalahan bangsa Saljuk.
Gelombang kedua dari perang salib yang pertama dikenal dengan nama
pasukan kaum bangsawan. Pasukan ini jauh lebih terorganisir dan juga memiliki

persiapan yang jauh lebih baik daripada sebelumnya, dan juga siap untuk menjalin
kerja sama dengan raja Bizantium. Pasukan ini dipimpin oleh Baldwin, sebagai
pimpinan pasukan utama, dan dipimpin oleh Bohemond, sebagai pimpinan pasukan
kedua. Dalam perang ini, pasukan salib berhasil menguasai beberapa wilayah yang
dikuasai bangsa Saljuk, seperti Nicea dan Antiokhia. Kemenangan pasukan salib ini,
tidak terlepas dari hubungan antara pasukan salib dan Bani Fathimiyah. Dan Bani
Fathimiyah telah menyepakati untuk menghalangi datangnya bantuan untuk
Antiokhia, yang pada saat itu dipimpin oleh gubernur Yaghi Siyan, sampai kota itu

jatuh ditangan pasukan salib. Sebagai imbalannya, pasukan salib membiarkan Bani
Fathimiyah merebut baitul Maqdis dari Bani Saljuk yang masih setia dengan Dinasti
Abbasiyah sebagai simbol perlawanan pembangkangan terhadap Bani Abbasiyah.
Namun pada akhirnya nanti pasukan salib berhasil merebut Baitu Maqdis dari
tangan Bani Fathimiyyah, pada hari Jum’at, tahun 429 H / 15 Juni 1099 M.
Dimulainya Jihad Melawan Perang Salib
Tidak diragukan lagi bahwa secara umum kaum muslimin merasa sangat
terpengaruh oleh peristiwa jatuhnya Baitul Maqdis ke tangan pasukan salib dan
tegaknya kerajaan-kerajaan salib diwilayah Syam juga memiliki pengaruh yang
cukup besar terhadap seluruh wilayah negeri Syam tanpa terkecuali. Karena, akibat
dari itu adalah sebagian gubernur terpaksa harus membuat perjanjian damai dengan

mereka, bahkan terkadang harus memberikan Jizyah kepada mereka. Dengan
wilayah yang dikuasainya, praktis pasukan salib juga menguasai jalur-jalur utama
yang berada diwilayah Syam, sehingga orang-orang tidak lagi merasa aman dalam
perjalanan mereka melintasi Syam.
Langkah utama kaum meslimin utama dalam melakukan perlawanan pasukan
salin, dilakukan oleh seorang seorang bansawan Turman yang bernama
Kamasytakin bin Dasyman, yang ayahnya seorang gubernur yang sangat loyal
terhadap Sultan Saljuk Alp Arsalan. Sebelumnya ia telah menjadikan kota Anatolia
hingga wilayah utara malatya sebagai pusat kekuasannya, hingga kemudian ia
berhasil memperluas wilayahnya dengan merebut wilayah-wilayah yang dikuasai
oleh Roma Bizantium. Lalu ia juga berhasil mengalahkan pasukan salib yang
dipimpin oleh Bohemond. Dan Kamasytakin bahkan mampu menjadikan Bohemond
sebagai tawanan perang dan juga beberapa perwira yang ikut bersamanya.peristiwa
ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 493 H. Atas keberhasilan mengalakan
pasukan Bohemond ini, dapat memberikan motivasi kepada sejumlah gubernur
muslim lainnya untuk menyerang beberapa tempat dan pos-pos militer pasukan salib
lainnya yang terletak diantara kota Aleppo dan Antiokhia.
Jihad Yang Dipimpin Oleh Imaduddin Zanki
Imaduddin Zanki adalah salah seorang komandan dan panglima Mosul yang
terkenal pada masa kepemimpinan Maudud bin Tuntakin, yang merupakan seorang

Atabey atau gubernur Mosul atas nama Bani Saljuk. Ia diangkat menjadi pemimpin
Mosul pada tahun 521 H, ketika Mosul mengalami kekosongan pemimpin.
Selama kurun waktu antara tahun 521 H sampai 522 H, Zanki berhasil
memperluas pengaruhnya ke beberapa wilayah sekitarnya, terutama ke arah barat
yang merupakan negeri Syam. Dan termasuk wilayah lainnya yang memiliki
kemungkinan besar sebagai tempat pertempuran melawan perang salib. Berkat
hubungan baik yang ia bina dan juga kemampuannya dalam mengorganisir segala
hal, ia mampu menghimpun banyak kekuatan sekitarnya dan menggabungkan
semua itu ke dalam barisannya, dan juga ia berhasil membentuk sebuah Front

pasuka Islam yang kuat diwilayah Irak dan Syam yang membentang dari Mosul
hingga Aleppo (Halb). Selama masa kepemimpinannya Imaduddin Zanki berhasil
mencatatkan tinta emas dalam sejarah Islam melawan pasukan salib, diantaranya :
1. Pada Tahun 524 H, Zanki berhasil merobohkan benteng Atsarib yang berada
di sekitar kota Aleppo, sebuah benteng terkuat pasukan salib di Antiokhia
2. Pada tahun 527 H, dipimpin Anwar, seorang wakil Zanki behasil
mementahkan dua serangan pasukan salib atas Aleppo
3. Pada Tahun 530 H Berhasil merebut kota Aleppo dan benteng Ba’rin, salah
satu usaha terpenting Zanki
4. Pada Tahun 531 H, berhasil mempertahankan kota Aleppo dari serangan

pasukan salib Romawi
5. Pada Tahun 533 H, Zanki berhasil merebut kembali benteng-benteng kaum
muslimin yang pernah dikuasai oleh Romawi di negeri Syam.
6. Penaklukkan Edessa (Raha) : Jumadil Akhir 539 H, sebagai fase baru dan
terbesar dalam jihad kaum muslimin sebagai pertama kalinya meruntuhkan
kerajaan salib terbesar dan paling utama.
Imaduddin Zanki rahimahullah syahid pada tanggal 5 Rabiul Akhir 541 H, setelah
berhasil melewati tahun-tahun yang penuh jihad dan pengorbanan.
Perjuangan Nuruddin Mahmud
Nuruddin Mahmud bin Imaduddin Zanki, gubernur Mosul, adalah satu
diantara putra ayahnya yang menjadi kaki tangan ayahnya semasa hidupnya dan
sangat diandalkannya dalam menjalankan segala urusannya. Bersama kakaknya,
Saifuddin Zanki, penguasa utama kota Mosul yang menjadi pusat utama
pemerintahan ayahnya, mereka meneruskan perjuangan jihad melawan pasukan
salib seperti yang pernah dilakukan ayahnya dulu. Namun tak lama kemudian,
Saifuddin wafat tahun 544 H, sehingga Nuruddin memegang kekuasaan tertinggi
diwilayah Aleppo dan wilayah-wilayah lainnya tanpa harus tunduk kepada siapapun.
Nuruddin rahimahullah, merupakan sosok pemimpin yang tawadhu’ dan
bersikap lemah lembut kepada para ulama’, kaum fakir miskin dan orang-orang yang
membutuhkan, serta banyak berinfak untuk mereka. Selama kepemimpinannya,

beliau mencapai kegemilangan dalam melawan pasukan salib. Beberapa wilayah
telah dikuasainya, yang sebelumnya dikuasai pasukan salib, diantaranya :
penaklukkan kota Artha, Antiokhia ( 542 H / 1147 M), penaklukkan kota Damaskus
( 549 H), penangkapan dan pembunuhan Jocelyn, salah seorang komandan perang
salib dan sekaligus pemimpin benteng Tal Basyir (546 H), dan masih banyak lagi
penaklukkan-penaklukkan dimasa kepemimpinannya.
Nuruddin Mahmud bin Imaduddin Zanki rahimahullah, wafat pada bulan
Syawwal tahun 569 H, setelah menyirami pohon jihad yang dulunya ditanam oleh
ayahnya dengan menggunakan darah para syuhada’ dan keringat para mujahidin
serta luka-luka mereka.

Jihad Shalahuddin al-Ayyubi
Shalahuddin adalah termasuk salah seorang prajurit Kurdi yang ikut
mendampingi pamannya Asaduddin Syirkuh dalam melakukan serangan ke Mesir
pada tahun 558 H, dan ia ikut memperlihatkan perjuangan yang mengagumkan saat
menghadapi pengepungan yang dilakukan oleh pasukan salib terhadap Alexandria
pada tahun 562 H. Pada masa-masa awal, ia belum memiliki apapun yang
menjadikannya istimewa dan lebih unggul dibanding para komandan Nuruddin yang
lainnya. Dan pada saat pamannya, Asaduddin Syirkuh meninggal, ia dipilih
menggantikan pamannya sebagai menteri.

Keberhasilan pertama saat Shalahuddin menjadi menteri, ia berhasil
menghancurkan pusat-pusat pasukan yang sebelumnya masih tunduk ke Dinasti
Fathimiyah. Kebahagiaan membuncah di seluruh pelosok dunia Islam, ketika
informasi mengenai runtuhnya Dinasti fathimiyah menyebar, karena pada tahuntahun terakhirnya dinasti ini lebih memilih untuk menjalin kerja sama dengan
pasukan salib daripada harus mengulur bantuan kepada pasukan muslimin. Dan
orang yang paling bergembira mendengar hal ini adalah Nuruddin Mahmud
rahimahullah, yang segera mengirimkan banyak utusan ke Baghdad dan tempattempat lainnya unyuk membawa kabar gembira ini.
Sejak memegang tampuk kekuasaan di Mesir, Shalahuddin telah banyak
memikirkan jihad melawan pasukan salib, dan merencanakan serangan pertamanya
akan ditujukan di daerah pesisir pantai mereka, namun pasukan salib telah
mendahuluinya sebelum pasukan muslimin menyerang mereka.
Penyatuan Dua Front; Mesir dan Syam
Shalahudin adalah seorang pemimpin yang setia kepada Nuruddin Mahmud.
Setelah Nuruddin meninggal, beliau yang menggantikan posisi kepemimpinannya
dan mengambil alih seluruh tanggung jawabnya. Namun demikian, ia tetap menjaga
agar tidak ada benturan dengan gubernur lainnya, khususnya da diantara mereka
yang telah memberikan kesetiaannya kepada raja Shalih Ismail bin Nuruddin, yang
saat itu masih kecil. Disisi lain Shalahuddin merupakan seorang politisi, dan ia
sangat menjaga keutuhan barisan dan jangan sampai ada perpecahan didalamnya.
Untuk menghindari diri dari pertikaian, beliau membuat suatu ketentuan

diwilayahnya bahwa didalam khutbah harus diselipkan do’a untuk Shalih Ismail bin
Nuruddin, yang menjadi tanda kesetiaan dan persatuan.
Penggalangan Kekuatan Untuk Berjihad
Shalahuddin telah menyadari sejak ia masih berada didalam barisan pasukan
Nuruddin sebagai prajurit, akan pentingnya penggalangan kekuatan dan memenuhi
semua unsur yang diperlukan untuk berjihad. Ia pun memberi perhatian yang besar
agar harta yang dikeluarkan dari Baitul Mal, benar-benar diarahkan untuk
kepentingan berjihad.

Beberapa langkah Shalahuddin dalam menggalan kekuatan untuk berjihad,
dimulai dengan mendidik sejumlah panglima pasukan terpercaya yang dapat ia
andalkan dalam banyak urusan yang berbeda, ia tak segan mencukupi kebuyuhan
mereka dengan harta agar mereka dapat nyaman berjuang dan bekerja sama
dengannya. Disamping itu, beliau juga berusaha memberi perhatian yang cukup
besar terhadap usaha unyuk memadamkan pemberontakan bangsa Armenia yang
sering menebar ketakutan terhadap kaum muslimin. Selain itu, Shalahuddin juga
memiliki perhatian besar terhadap berbagai macam senjata yang muncul pada
masanya, dan kemudian ia mendorong kaum muslimin untuk membuatnya, dsb
Aktifitas Jihad di Laut
Dalam kesibukannya menyiapkan kekuatan militer kaum muslimin didarat

serta mempersiapkan semua sarana pertahanan yang dibutuhkan disana, beliau
tidak lupa untuk membangun kekuatan militer yang dibutuhkan dilaut, karena hal itu
menurutnya sangat penting dalam perang menghadapi dan menghadang armada
laut pasukan salib yang sering membawa sejumlah pasukan besar tambahan dalam
jumlah yang sangat besar prajurit Franka dari Eropa, dengan cara merusak kapalkapal mereka yang berada dipelabuhan Alexandria, agar tidak bisa dimanfatkan lagi
oleh musuh, lalu juga armada laut Shalahuddin sering berkeliling dilaut Romawi
untuk memotong jalur antara Eropa dengan pasukan salib yang ada di Syam, selain
itu beliau juga mengirimkan armada laut Islam untuk menyerang pasuka salib yang
sering mengganggu kapal dagang muslim dan kapal para jamaah haji yang
ditenggelamkannya, dan melancarkan serangan kepada kapal-kapal pasukan salib
yang membawa bantuan pasukan tambahan dan senjata dari Eropa.
Perkembangan Gerakan Jihad di Darat
Kerajaan-kerajaan yang didirikan oleh pasukan salib sebagian besarnya
berada didalam lingkup daratan dunia Islam yang terletak di negeri Syam. Sebab
itulah maka benturan dan peperangan yang terjadi antara kaum muslimin dan
pasukan salib sebagian besarnya terjadi didarat. Al-Quds adalah tujuan yang paling
utama dari Shalahuddin al-Ayyubi sejak awal kepemimpinannya. Ia berpendapat,
jika keberadaan al-Quds ditangan pasukan salib akan membuat mereka berfikir
dapat merebut wilayah-wilyah lainnya, dan bahkan bisa sampai kepada pemikiran
untuk menguasai Hijaz sendiri. Namun jika ia bisa mengusir mereka dari sana, maka

itu akan menghilangkan harapan mereka untuk dapat mempertahankan wilayahwilayah yang mereka kuasai di negeri Syam. Untuk tujuan itulah ia terjun langsung
atau mendelegasikan panglima-panglima pasukannya yang lain untuk memimpin
banyak pertempuran didarat menghadapi musuhnya sebagai langkah awal untuk
keraih kemenangan terbesarnya, yaitu merebut baitul Maqdis kembali.
Langkah-langkah Awal Untuk Menaklukkan Baitul Maqdis
Langkah awal yang dilakukan Shalahuddin untuk menaklukkan Baitul Maqdis,
adalah dengan memperluas wilayah negaranya ke daerah-daerah yang baru

dinegeri Syam, Jazirah, dan sejumlah wilayah lainnya. Perluasan ini berarti
bertambahnya jumlah kekuatan dan prajurit yang akan bergabung didalam barisan
pasukan Shalahuddin, yang tentunya membuat musuh semakin ketakutan, dan juga
berarti bahwa keberadaan mereka di Baitul Maqdis dan wilayah lainnya akan
semakin berakhir.
Perang Hiththin
Dalam sejarah perang salib, erang Hiththin merupakan perang terpenting
yang terjadi antara kaum muslimin dengan pasukan salib. Karena perang inilah yang
menjadi langkah pembuka terpenting bagi kaum muslimin untuk merebut kembali
Baitul Maqdis. Perang ini pecah pada Jum’at pagi 24 Rabiul Akhir 539 H.
Pertemuran ini terus berlanjut sepanjang siang dan kemudian berhenti saat senja.
Peperangan ini dimenangkan kaum muslimin, dan juga berhasil ditangkapnya raja

Baitul Maqdis, Guy De Lusignan dan juga dihadirkan pula Reynauld, pemimpin kota
Karak, yang telah melakukan banyak penghianatan terhadap kaum muslimin pada
masa perjanjian, lalu Shalahuddin membunuh Raynauld dengan tangannya sendiri,
sedangkan raja Guy De Lusignan dibebaskan.
Penaklukkan Baitul Maqdis
Tepat setelah perang Hiththin, jalan menjadi terbuka lebar dihadapan
Shalahuddin dan menuju langsung Baitul Maqdis. Karena pada saat itu raja Baitul
Maqdis dan sebagian besar panglimanya telah menjadi tawanannya. Langkah
pertama, ia mengfokuskan diri untyk menguasai beberapa daerah yang berada
disekitar Baitul Maqdis, dan berhasil menaklukkannya.Kemudian empat hari setelah
itu, Shalahudin rahimahullah berhasil menaklukkan kota Akko melalui pengepungan,
sehingga penduduknya yang saat itu tidak mempunyai pertahanan harus rela kota
itu diserahkan kepada Shalahuddin. Lalu shalahuddin terus melanjutkan untuk
merebut sejumlah daerah dan benteng yang berada disekitar kota Akko, dan ia
berhasil menaklukkan lebih dari sembilan benteng.
Setelah itu, Shalahuddin melanjutkan perjalanan jihadnya menuju Ashkelon
yang merupakan pusat militer yang paling penting dan juga terkuat. Namun karena
minimnya jumlah prajurit dan kurangnya bala bantuan, akhirnya pasuka salib mau
menyerahkan kota itu. Lalu Shalahuddin memanggil armada laut Islam dari Mesir
untuk melindungi wilayah pesisir pantai yang sangat strategis tersebut.
Setelah itu, barulah pasukan Shalahudin menuju Baitul Maqdis. Dan saat itu
disana telah berkumpul sisa-sisa pasukan salib yang dipimpin oleh Uskup Baitul
Maqdis dan Gubernur Ramallah, dan turut bergabung sisa-sisa prajurit yang selamat
dari perang Hiththin, serta oarang-orang yang pindah ke sana dari wilayah-wilayah
yang dikuasai kaum muslimin.
Pada hari Ahad, tanggal 15 Rajab, kaum muslimin sudah sampai diluar
tembok kota Baitul Maqdis bagian barat, saat itu al-Quds adalah sebuah kota yang

dilindungi dengan bangunan benteng yang sangat tinggi, disana dijaga oleh prajurit
pejuang yang berjumlah enam puluh ribu orang, yang sebagian besar orang-orang
kuat dan berpengalaman.
Maka pada hari Jum’at 20 Rajab, sebelum fajar menyingsing, kaum muslimin
telah menghujani sisi bagian utara al-Quds dengan lontaran Manjaniq, begitu juga
pasukan salib memasang Manjaniq didalam benteng. Kedua pasukan
memperlihatkan semangat juang yang sangat tinggi. Jika kaum nashrani telah
bertekat mempertahankan al-Quds karena alasan keagamaan, maka kaum muslimin
yang berjuang mati-matian juga bertekad merebut kembali kota itu karena alasan
keagamaan pula, dan bahkan lebih kuat.
Akhirnya pasukan perang salib merasa putus asa terhadap usaha pertahanan
yang mereka lakukan. Mereka juga mulai merasa bahwa al-Quds akan segera
dirampas kaum muslimin dari tangan mereka, yang juga tak mau meninggalkannya.
Saat itulah mereka membuka jalur negosiasi dengan Shalahuddin untuk
menyerahkan kota. Karena merasa khawatir jika kaum muslimin akan membunuh
mereka, sebagai mana pasuka salib pernah membunuh kaum muslimin saat
merebut al-Quds, mereka mulai mengancam akan membakar kota, lalu membunuh
semua tawanan kaum muslimin yang ada ditangan mereka, lalu melulu lantakkan
masjid Shakharah serta menghancurkan semua bagian yang masih tersisa dari
Masjidil Aqsha, lalu membunuh semua penduduknya, setelah itu barulah mereka
keluar dari kota dan bertempur mati-matian mengahdapi kaum muslimin.
Menyikapi ancaman ini, Shalahuddin segera bermusyawarah dengan para
ulama’ dan panglima perangnya.mereka menyarankan untuk memberi jaminan
keamanan kepada penduduk kota dengan syarat membayar tebusan sejumlah
tertentu, barulah mereka diizinkan untuk keluar meninggalkan kota. Mereka diberi
waktu tenggat 40 hari bagi siapa saja mau meninggalkan kota itu dengan syaratsyarat tersebut.
Pada hari jum’at tanggal 27 Rajab 583 H, bertepatan tanggal 12 Oktober
1187 M, kota al-Quds akhirnya diserahkan kepada kaum muslimin. Hari penyerahan
kota tersebut merupakan hari yang sangat bersejarah, dimana suara takbir, tahmid,
dan tahlil membahana diseluruh penjuru al-Quds. Hari bersejarah lainnya, yakni
Jum’at pertama, sekitar satu minggu setelah penaklukkan al-Quds, kaum muslimin
melaksanakan sholat Jum’at dimasjidl Aqsho. Banyak kaum muslimin meneteskan
air mata saat menyaksikan besarnya jumlah mereka yang berkumpul saat itu.
Pasca Ditaklukkannya baitul Maqdis
Tidak dapat terbantahkan bahwa berhasil direbutnya benteng-benteng
penting pasukan salib dan jatuhnya kota al-Quds khususnya ke tangan kaum
muslimin telah menyebabkan timbulnya reaksi sangat besar di Eropa. Bahkan Paus
Gregory VIII mengirimkan utusan kepada segenap penjuru Eropa yang membawa
perintahnya kepada masyarakat secara umum dan bangsawan, agar mereka

bersiap-siap pergi ke Baitul Maqdis dan merebut kembali kota al-Quds kepangkuan
mereka.
Pada bulan Jumadil Akhir tahun 585 H, merupaka usaha serangan pertama
pasukan salib ke kota Akko sejak Baitul Maqdis jatuh ke tangan kaum muslimin. Dan
akhirnya kota Akko jatuh kembali ke tangan pasukan salib pada tanggal 12 Rabiul
Awwal tahun 587 H / 1191 M.
Mempertahankan Kota Baitul Maqdis dan Perjanjian Ramallah
Al-Quds adalah kota yang paling menyita Shalahuddin. Ia sangat yakin bahwa
pasukan salib tidak merebut kota Akko kecuali sebagai jalan dan langkah awal untuk
merebut kembali al-Quds. Kerena itulah yang membuat Shalahuddin berpikir,
bagaimana cara mempertahankan dan menghalangi pasukan salib untuk
mendekatinya. Maka ketika di Baitul Maqdis, Shalahuddin segera memulai
membangun benteng pertahanannya dengan mendatangkan para pekerja untuk
menganggkat batu-batu besar serta melakukan penggalian disejumlah tempat
berbeda, bahkan Shalahudin sendiri ikut bekerja bersama panglima perangnya,
ulama’ dan hakim.
Pasukan salib sudah tiba didekat Baitul Maqdis dibawah pimpinan raja Richad
the Lion Heart. Namun karena merasa sangat sulit bagi mereka menguasai Baitul
Maqdis, maka mereka menarik diri dari pengepungan al-Quds, sementara
Shalahuddin tetap melakukan aksi militernya melawan pasuka salib, sehingga
memaksa raja Inggris melakukan perjanjian damai pada bula Sya’ban 588 H,
perjanjian ini dikenal dengan perjanjian Ramallah. Masa perjanjiannya 3 tahun.
Pada tanggal 29 Shafar, tahun 589 H, Shalahuddin rahimahullah akhirnya
wafat menghadap Rabbul Alamiin, selama hidupnya ia lewati dengan berjihad
membela agama Islam.
Gerakan Jihad pasca Wafatnya Shalahuddin
Wafatnya Slahahuddin rahimahullah, kepemimpinan mengalami kekosongan.
Namun Shalahuddin tidak sendirian dimedan perang, panji jihad tetap berkibar
setelah kepergiaannya.
Saat itu, negeri Islam terbagi diantara tiga anak Shalahuddin. Anak pertama
adalah al-Afdhal yang memimpin Damaskus dan sejumlah kota pesisir. Lalu anak
kedua al-Aziz Utsman yang memimpin Mesir, dan anak ketiga azh-Zhahir Ghazi
yang memimpin Aleppo. Sementara paman mereka, raja ‘Adil memimpin Jordania,
negeri-negeri di Jazirah Arab dan perkampungan Bani Bakr. Mereka inilah yang
meneruskan perjuangan jihad Shalahuddin al-Ayyubi.

Serangan Pasukan Salib (Yang ke-5) Terhadap Mesir
Pada tahun 614 H, gelombang pasukan salib yang kelima datang melalui jalur
laut ke negeri Syam, pasukan ini berasa dari Jerman, Hongaria, Austria dan seluruh
negeri Eropa. Keberangkatan ini diawasi oleh Paus Henry III, mereka ingin
menyerang dan menguasai Mesir dan daerah-daerah Syam lainnya. Karena mereka
beranggapan bahwa, Baitul Maqdis bisa direbut kembali jika Mesir sudah berhasil
mereka kuasai. Akan tetapi mereka kalah perang dan harga diri mereka telah jatuh,
sehingga mereka meminta jaminan untuk keluar dari Mesir tanpa syarat apapun,
namun ditolak. Mereka boleh keluar dari Mesir dengan syarat harus menyerahkan
20 orang bangsawan mereka sebagai jaminan bagi kaum muslimin agar pasukan
salib benar-benar menarik diri, dan akhirnya syarat itu pun disetujui.
Raja Al-Kamil dan Penyerahan baitul Maqdis
Pada masa Baitul Maqdis dibawah kepemimpinan raja al-Kamil, adalah masa
sejarah yang sangat kelam dan sangat menyakitkan bagi semua kaum muslimin,
khususnya penduduk Baitul Maqdis. Pada masa ini Baitul Maqdis diserahkan
kembali kepada pasuka Franka, melalui perjanjian raja al-Kamil dan raja Jerman,
Fedrick II yang sebelumnya mereka mempunyai hubungan diplomatik ntara raja
Kamil dan raja Fedrick. Selama hubungan itu, raja Fedrick membujuk secara halus
dan memberi hadiah kepada raja al-kamil agar mau menyerahkan Baitul Maqdis
kembali ke tangan mereka, tanpa adanya perang dan mau merendahkan dirinya
kepada raja al-kamil. Akhirnya raja Kamil pun terbujuk. Padahal para ulama’ dan
kaum muslimin sudah memberikan penolakkan atas sikap raja al-Kamil ini, dan
mengecam keputusannya. Karena pembebasan kota Baitul Maqdis ini merupakan
prestasi terbesar kaum muslimin dibawah kepemimpinan Shalahuddin
Perang Terakhir Dinasti Al-Ayyubi Melawan Pasukan Salib
Pada tahun 637 H, baitul Maqdis berhasil kembali direbut oleh kaum muslimin
dari pasukan salib, setelah wafatnya raja al-kamil pada tahun 635 H. Namun karena
ada perselisihan diantara Dinasti Ayyubiyah, antara gubernur damaskus, Shalih
Ismail dan gubernur Mesir, Shalih Ayyub, mengakibatkan Baitul Maqdis kembali
dikuasai oleh Pasukan salib pada tahun 638 H, oleh gubernur Damaskus sebagai
syarat untuk bekerja sama dengan pasukan salib memusuhi Shalih Ayyub. Namun
tak berapa lama, pada tahun 642 H, baitul Maqdis berhasil direbut kembali oleh
kaum muslimin, dan Allah menghinakan orang-orang yang menjadikan sekutu
pasukan salib dengan kekalahan perang.
Kedatangan Gelombang Pasukan Salib Yang Ke Tujuh dan Yang Terakhir
Kembalinya Baitul Maqdis ke pangkuan kaum muslimin pada masa
kepemimpinan Shalih Ayyub, ternyata membuat efek yang luar biasa di Eropa. Paus
Innocent IV menyeruka raja-raja Eropa dan pasukan salib untuk merebut kembali
Baitul Maqdis. Informasi ini sudah diketahui kaum muslimin sebelum mereka

berangkat dari Eroapa pada tahun 647 H. Dibawah komando raja Prancis Louis IX,
peperangan ini terjadi diluarkota. Pada awalnya mereka berhasil menang melawan
pasukan kaum muslimin, dan pada akhirnya pasukan salib harus kembali kalah pada
pasukan muslimin, bersamaan ditangkapnya raja Louis IX. Dan pada saat
pertempuran berlangsung, raja Shalih Ayyubi meninggal dunia karena sakit.
Perjuangan Raja-Raja Dinasti Mamalik Melawan Pasukan Salib
Dinasti Ayyubiyah mulai berakhir setelah Turan Syah, seorang putra raja
Shalih Ayyubi meninggal dunia tanpa sebab yang jelas, sehingga kekuasan Mesir
jatuh ketangan orang-orang Mamalik. Pada saat itu, sultan yang paling menonjol
adalah sultan Saifuddin Qutuz dan azh-Zhahir Baibars. Pada masa ini pula, pasukan
muslim dihadapkan dengan perlawanan pasukan salib dan pasukan mongol yang
bersekutu untuk memerangi pasukan muslim dan merebut wilayah kekuasaan kaum
muslim.
Pada masa Dinasti Mamluk ini, kaum muslimin berhasil merebut kota
Antiokhia tahun 666 H / 1268 M, dan menguasai beberpa wilayah Syam dan
Armenia. Dan juga berhasil menyatukan Syam dan Mesir dibawah wilayah
kekuasaannya.
Azh-Zhair Baibar meninggal dunia pada tahun 676 H, yang sebelumnya
meninggal terlebih dahulu, Saifuddin Qurthuz.
Jatuhnya Benteng Terakhir Dari Pertahanan Pasukan Salib
Perang antara kaum muslimin dengan pasukan salib mulai memasuki tahap
akhir pada periode yang dikenal dengan perang salib pada masa azh-Zhahir Baibars
dan kemudian pada masa sultan an-Nashir Qawalun yang memimpin tidak lama
setelah wafatnya Baibars.
Prestasi terbesar dalam sejarah kepemimpinan Raja an-Nashir Qawalun
adalah perebutan dan pembebasan kembali kota Tripoli pada tahun 688 H dan kota
Akko pada tanggal 17 Rabiul Akhir 690 H, oleh kaum muslimin dari tangan pasukan
salib. Dan membunuh dan menawan pasukan salib yang berada dikota, sementara
yang berhasil selamat dari kejaran kaum muslimin, mereka melarikan diri menuju
laut Eropa. Namun saat itu banyak pula diantara mereka tenggelam dilaut.
Setelah kaum muslimin berhasil mengambil alih kota Akko, mereka mulai
membersikan wilayah-wilyah pasukan salib lainnya yang berada di Syam, dan
mereka berhasil menaklukkan Tyre, Haifa, dan Itslit. Tidak sampai dua bulan sejak
penaklukkan kota Akko, seluruh wilayah negeri Syam telah benar-benar bersih dari
sisa-sisa pasuka salib Franka, dan tidak ada seorang pun yang tersisa dari mereka.