Majalah MEDIA JAMSOS Edisi 3 TAHUN 2015
Media
amsos
Dewan Jaminan Sosial Nasional
Edisi III - Tahun 2015
M enuju Kehidupan Lebih Baik
CATATAN MONITORING & EVALUASI: JAMINAN SOSIAL SEMAKIN DIBUTUHKAN MASYARAKAT
Dari Redaksi
MENYONGSONG DEWAN PENGAWAS DAN DIREKSI YANG BARU, 1 JANUARI 2016
enantian panjang kepastian Dewan Pengawas dan Direksi BPJS pasca transformasi BPJS terjawab sudah dengan terbitnya Perpres No.81 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pemilihan dan Penetapan Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi Serta Calon Anggota Pengganti Antar Waktu
Dewan Pengawas dan Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang kemudian disusul dengan terbitnya Keppres No.115/P Tahun 2015 dan Keppres No.116/P Tahun 2015 tentang Pembentukan Panitia Seleksi Calon Anggota Dewan Pengawas dan Calon Anggota Dewan Direksi BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Hal ini menandai babak baru sistem jaminan sosial di Indonesia, di mana untuk pertama kalinya sejak lahirnya UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), Anggota Dewan Pengawas dan Anggota Direksi BPJS sebagai Badan Hukum Publik akan dipilih oleh Panitia Seleksi.
Pada edisi ketiga ini, kami memuat sebuah kajian menarik mengenai kegalauan Pemerintah dalam mengimplementasikan Jaminan Pensiun (JP). Seperti diketahui bahwa Iuran JP-SJSN sebagaimana diusulkan oleh DJSN sebesar 8% masih belum diterima oleh Pemerintah, yang kemudian dilaksanakan dengan menetapkan iuran 3% menuju 8% secara bertahap. Hal ini menimbulkan ketidakjelasan prospek iuran JP-SJSN yang bisa jadi suatu pertanda bahwa implementasi JP-SJSN akan diarahkan ke pensiun iuran pasti, karena sebagaimana diketahui, bahwa usulan iuran 8% dalam tahap awal ditujukan untuk memenuhi replacement rate sebesar 33,34% agar tidak dihadapkan pada kekurangan pendanaan yang lebih awal. Berdasarkan simulasi bahwa dana JP-SJSN yang terkumpul dengan asumsi iuran 8% JP-SJSN dengan upah dan usia peserta yang sama akan habis kurang dari 10 tahun.
Selanjutnya, ada juga kajian yang mencoba menangkas isu-isu negatif yang menggempur BPJS Kesehatan dan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yakni BPJS Kesehatan dituduh rugi berinvestasi di Bursa Saham sebesar 1 triliun rupiah. Kemudian beredar kampanye negatif di media sosial dengan judul yang cukup bombastis, yaitu “7 fakta di bawah ini akan membuat Anda sadar, ternyata selama ini kita hanya ditipu oleh BPJS Kesehatan”. Kampanye hitam ini beredar dengan cepat di media sosial. BPJS Kesehatan sudah memberi beberapa klarifikasi dengan menggunakan jargon yang sama: “7 Fakta BPJS Kesehatan”. Namun secara subtansi dari 7 fakta yang disampaikan oleh BPJS Kesehatan belum memberi jawaban atau klarifikasi setiap fakta yang dikemukakan oleh penulis kampanye negatif ini. Kampanye hitam ini dikemas seperti tulisan ilmiah di mana setiap fakta mereka buat link kepada sumber berita, sehingga masyarakat tertentu akan beranggapan bahwa isu-isu itu benar adanya. Berdasarkan kondisi di atas, penulis memberi tanggapan setiap fakta yang disampaikan oleh penulis kampanye negatif ini. Pada sisi lain, tanggapan ini diharapkan dapat menjadi salah satu argumentasi pemangku kepentingan terutama DJSN dalam memberi jawaban kepada masyarakat/peserta JKN terhadap fakta yang belum tentu fakta yang benar dari sosial media tersebut.
Dengan dua kajian strategis ini, diharapkan pembaca dapat lebih progresif memahami kebijakan implementasi sistem jaminan sosial dan berbagai permasalahan yang dihadapi. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan sehingga majalah Media Jamsos Edisi
3 ini dapat terbit. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan disana-sini. Oleh karena itu, saran dari pembaca sekalian sangat kami harapkan untuk perbaikan pada edisi mendatang.
Akhir kata kami berharap semoga kehadiran majalah ini dapat bermanfaat bagi implmentasi jaminan sosial di Indonesia.
Redaksi
Isi Edisi Ini
Sampul Muka:
Catatan Monitoring & Evaluasi:
Jaminan Sosial Semakin Dibutuhkan Masyarakat
Disain sampul muka: Tim HAL & PM DJSN
Foto-foto sampul: Milik DJSN
Alamat Redaksi
Susunan Redaksi
Gedung Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
Pengarah: Lantai 4 (Office). Jl. Medan Merdeka Barat, No. 3 Dewan Jaminan sosial Nasional (DJSN)
Jakarta Pusat 10110 Telp : (021) 345 5326
Penanggungjawab:
Fax : (021) 344 4356
Ponco Respati Nugroho
www.djsn.go.id
Redaktur:
@ djsnindonesia
Sorni Paskah Daeli Ricky Radius Siregar Dyah Tri Kumolosari
Sampul Muka: Catatan Monitoring & Evaluasi:
Linda Darnell Jaminan Sosial Semakin Dibutuhkan Masyarakat
Editor: Nur Rachmad Widodo Harod Rahmad Novandi
Diterbitkan oleh:
PT. Permata Aksara
Desain Grafis: Suhendra
Redaksi menerima sumbangan tulisan, opini, dibantu Tim Penerbit
foto, daran dan kritik, yang dapat dilayangkan ke JournalDJSN@gmail.com
Fotografer: Reny Putri Septiawati
Hak Cipta dilindungi Undang-undang dibantu Tim Penerbit
dan oleh karena itu dilarang memperbanyak, mengubah dan mengcopy sebagian atau
Sekretariat: keseluruhan isi Media Jamsos Usdianti Susanti
tanpa seijin DJSN.
Miranti Putri Prihantika Erisa Cameluthia
Dari Redaksi
Sistem Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan Mulai Beroperasi!!!
Oleh: Redaksi
Isi Edisi Ini
Isi Edisi ini Oleh: Redaksi
4 Kajian
Implementasi Jaminan Pensiun dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional Masih di Persimpangan Jalan
Oleh: H. Bambang Purwoko
Makna
Analisis Kebijakan “Rupiah Terpuruk, JKN Memburuk
Oleh: Dr. dr. Mahlil Ruby, MKes
Foto dan Peristiwa
Foto dan Peristiwa Oleh: Redaksi
32 Liputan Utama
Sistem Jaminan Sosial Nasional Identitas Negara Kesejahteraan Oleh: Redaksi
39 Lomba
Pengumuman Juara Lomba Foto Dewan Jaminan Sosial Nasional
Oleh: Redaksi
Senggang
Kampanye Hitam Terhadap JKN & BPJS Kesehatan
Oleh: Redaksi
Buku
Jaminan Kesehatan Sosial
Oleh: Hasbullah Thabrany
Kolom
Reformasi Jaminan Sosial Bagi Aparatur Sipil Negara Oleh: Eko Prasojo
57 Kolom
Implementasi Program BPJS Kesehatan di Kabupaten Minahasa Tenggara Oleh: Windy Rolos, Ardiansa Tucunan, Benedictus Lampus
Kajian
IMPLEMENTASI JAMINAN PENSIUN DALAM SISTEM JAMINAN SOSIAL NASIONAL MASIH DI PERSIMPANGAN JALAN
H. Bambang Purwoko
Guru Besar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Pancasila Ahli Asuransi Makro (Sertifikasi dari ILO, 1997)
moderate rate of 8% contribution to The implementation of Social Security
Abstract
SSP as needed financially to prevent Pension (SSP) under the National
from early unfunding was rejected by Social Security System (NSSS) Law No
the government while approving 3%
40 of 2004 as intended to reduce poor contribution to SSP in August 2015. elderly in the long run is still blurred.
However, the government promised Accordingly, the National Social
to change from 3% to 8% but that was Security Council (NSSC) proposed the
unclear to be realized. Methodology
used in this study is an overview of Articles 39-42 on NSSS Law No 40 of 2004 and the outcome of which is to remove missperception of stakeholders on their understanding about SSP as fiscal burden due to the operation of this system as defined benefit (DB). As noted, SSP is not a matter of DB but it is flat benefit in support of fair rate of contribution. Because of that, interpolation on calculating between benefit and contribusion is also used to find out a fair rate of contribution to meet the right replacement rate. Conclusion of this study was that the implementation of SSP under NSSS is still unclear whether to be directed to pension system which starts with 3% contribution as considered too low or to be converted as provident fund based on the early withdrawal of 10- year contribution.
PE N DAH U LUA N
Implementasi Jaminan Pensiun dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (JP-SJSN) yang berdasarkan Pasal- pasal 39-42 UU No 40/2004 tentang SJSN terancam potensi kegagalan sistem terlepas JP-SJSN sebagai pensiun jaminan sosial (PJS) yang bersifat wajib. Karena kepesetaan pekerja dalam JP-SJSN bersifat wajib, maka operasionalisasinya berbeda secara prinsip dengan pelaksanaan dana pensiun pemberi-kerja (DPPK) dan dana pensiun lembaga keuangan (DPLK) yang berdasarkan UU No 11/1992. Perlu dicatat, bahwa JP-SJSN sebagai PJS sedangkan DPPK dan
DPLK sebagai pensiun privat yang bersifat sukarela dengan kepesertaan yang sangat terbatas kurang dari 200 perusahaan yang pada umumnya BUMN. Akan tetapi sebagian besar pihak-pihak yang berkepentingan dalam memandang JP-SJSN masih menyamakan dengan pensiun privat, bahkan memihaknya sebagai program yang sukses, sehingga perlu dilindungi kemudian para pemberi-kerja yang mensponsori untuk dikecualikan dalam kepesertaan JP-SJSN yang bersifat wajib sesuai Pasal 39 UU-SJSN. Perlu diketahui, bahwa kepesertaan wajib dalam program SJSN tidak berlaku kepesertaan wajib secara opsi karena dalam operasionalnya merugikan pekerja yang masih aktif bekerja sebagaimana terjadi dalam penyelenggaraan
JPK-Jamsostek dengan kepesertaan wajib secara opsi yang diliputi suasana moral hazard.
Semula manfaat JP-SJSN yang kita kenal dengan rasio manfaat pensiun terhadap upah atau dengan istilah replacement rate diusulkan sebesar 33,34% untuk batasan upah tertinggi per bulan Rp 10 juta, kemudian meningkat menjadi 39% untuk upah per bulan sebesar Rp 6 juta dan yang terakhir menjadi 50% untuk batasaan upah per bulan terendah sebesar Rp 2 juta (lihat Tabel 4). Variasi manfaat JP-SJSN telah memenuhi Asas-asas keadilan, manfaat dan kemanusiaan sebagaimana mengacu pada Pasal 2 UU-SJSN. Selain itu, juga batasan manfaat pensiun bulanan yang tertinggi sebesar Rp, 3,33 juta untuk karyawan dengan upah per bulan Rp
10 juta dan manfaat pensiun bulanan yang terendah sebesar Rp 1 juta untuk 10 juta dan manfaat pensiun bulanan yang terendah sebesar Rp 1 juta untuk
Sebagaimana diketahui, bahwa iuran JP-SJSN yang diusulkan sebelumnya sebesar 8% oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) tidak diterima oleh Pemerintah kemudian menetapkannya sebesar 3% menuju 8%. Dengan usulan iuran 8% dalam tahap awal yang ditujukan untuk memenuhi replacement rate sebesar 33,34% masih akan dihadapkan pada kekurangan pendanaan, yaitu sebagaimana disimulasikan dengan dana JP-SJSN yang terkumpul dengan asumsi 8% iuran JP-SJSN dan upah serta usia peserta yang sama akan habis kurang dari 10 tahun. Tentu tata-kelola dalam operasionalisasi JP-SJSN tidak seperti pensiun iuran pasti sedangkan operasionalisasi JP-SJSN berdasarkan pada prinsip- prinsip gotong royong yang ditopang dengan prinsip kepesertaan wajib sehingga dana yang terkumpul dalam pot besar dapat berkelanjutan untuk memenuhi pensiun bulanan. Untuk tata-kelola JP-SJSN agar dapat berkelanjutan mengingat JP-SJSN
tidak berbasis pada akun individual diperlukan persyaratan teknis, yaitu masa iur tidak semata tergantung dari
15 tahun karena kepesertaan masa iur
15 tahun berlaku bagi peserta dengan usia 40 tahun di tahun 2015 agar dapat memenuhi hak pensiun di tahun 2030, kemudian ditindak-lanjuti dengan penyesuaian iuran antara 10-12% menyusul penundaan usia pensiun dari
55 menjadi 60 tahun. Penelitian ini dilakukan dengan menelaah terhadap Pasal-pasal 39-42 UU SJSN tentang penyelenggaraan JP-SJSN
termasuk mengulas penyelenggaraan pensiun publik untuk PNS dan TNI-Polri di masa lalu, sebagai program pensiun yang bersifat eksklusif dengan kepesertaan terbatas pada pegawai negeri, padahal kepesertaan pensiun jaminan sosial harus bersifat insklusif atau terbuka secara wajib untuk seluruh penerima pekerjaan. Selain menelaah terhadap Pasal demi pasal JP-SJSN dalam UU SJSN, juga melakukan interpolasi untuk
merumuskan besarnya manfaat JP-SJSN dan iuran dengan menggunakan proporsi dari upah tertentu menyusul perumusan indek waktu dengan membandingkan antara masa iur dan masa menerima manfaat agar diperoleh variasi iuran JP-SJSN yang moderat antara 8-10%.
Seringkali pensiun publik diklaim sebagai pensiun jaminan sosial (PJS). Akan tetapi serupa tapi tak sama khususnya dalam prinsip dan pendanaannya. Karena itu, penyelenggaraan pensiun publik ini juga berbeda secara prinsip dengan JP-SJSN yang bersifat terbuka dengan kepesertaan wajib. Hasil telaah
terhadap Pasal-pasal tersebut dalam UU-SJSN merupakan konklusi yang ditujukan untuk memastikan bahwa penyelenggaraan JP-SJSN memiliki kedudukan yang kuat didukung dengan UU-SJSN yang merefleksikan salah satu komponen HAM, karena UU- SJSN berkaitan dengan kepesertaan wajib untuk seluruh pekerja menyusul operasionalisasi program SJSN dan tata-kelola pengembangan JP- SJSN. Akan tetapi dalam sosialisasi JP-SJSN terjadi mispersepsi bahwa dalam penyelenggaraan JP-SJSN selalu dikaitkan dengan pelaksanaan DPPK-DPLK yang berdasarkan UU No 11/1992 yang hanya memaparkan persyaratan penyelenggaraan program pensiun. Adapun hal hal yang akan dibahas dalam penelitian ini mencakup (a) Dasar hukum penyelenggaraan JP-SJSN, (b) Beberapa masalah penyelenggaraan SJSN, (c) Pembahasan penyelenggaraan JP- SJSN menyusul (d) Penetapan dalam perumusan manfaat-iuran JP-SJSN dan Stratejik implementasi JP-SJSN yang pada akhirnya menyimpulkan JP-SJSN sebagai PJS yang perlu ditaati oleh setiap para pemangku kepentingan sebagai program negara yang bersifat wajib yang berdasarkan UU No 40/2004 tentang SJSN.
DASAR HUKUM PENYELENGGARAAN JP- SJSN SEBAGAI PENSIUN JAMINAN SOSIAL
Banyak hal terjadi dalam istilah seperti pensiun jaminan sosial sebagai pensiun publik. Istilah pensiun
publik lebih banyak digunakan untuk penyelenggaraan program pensiun pegawai negeri seperti Program Pensiun bagi PNS sesuai UU No 11/1969 menyusul Program Pensiun bagi Anggota TNI-Polri sesuai UU No 6/1966. Pengertian pensiun jaminan sosial bersifat universal dalam artian seluruh warga negara atau paling tidak seluruh pekerja baik yang bekerja pada sektor swasta maupun yang bekerja pada sektor publik telah disertakan secara wajib dalam pensiun jaminan sosial. Pensiun jaminan sosial di Indonesia sebagaimana mengacu pada UU No 40/2004 tentang SJSN sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan program-program hari tua sebelumnya seperti THT dalam Program Astek yang berdasarkan PP No 33/1977 dengan iuran 2,5% dan JHT dalam program Jamsostek yang berdasarkan UU No 3/1992 dengan iuran 5,7%. Baik THT maupun JHT sebenarnya telah didesain sebagai program pensiun namun ditunda pelaksanaannya pada waktu itu, karena rendahnya upah pekerja dan APBN kita yang masih kurang dari Rp 500 trilyun. JP-SJSN didesain sebagai pengganti penghasilan pekerja yang hilang karena yang bersangkutan mencapai usia pensiun. Karena manfaat JP-SJSN yang didesain sebagai pengganti penghasilan yang hilang, maka manfaat pensiun tunai dibayarkan secara bulanan sesuai Pasal-pasal 2-3-4 dan 39-42 UU SJSN. Berikut Pasal demi pasal tentang JP- SJSN sebagai pensiun jaminan sosial sebagai berikut:
a. Pasal 2: Asas-asal kemanusiaan, keadilan dan kemanusiaan a. Pasal 2: Asas-asal kemanusiaan, keadilan dan kemanusiaan
bulan setelah memenuhi masa iur terpenuhinya kebutuhan dasar
minimal 15 tahun. hidup yang layak bagi setiap
j. Pasal 41 Ayat 3: Manfaat JP peserta dan anggota keluarganya
dibayarkan kepada peserta yang
c. Pasal 4: Prinsip-prinsip SJSN telah mencapai usia pensiun
i. Kegotong-royongan sesuai formula yang ditetapkan.
ii. Nirlaba
k. Pasal 41 Ayat 5: Apabila
peserta mencapai usia pensiun iv. Kehati-hatian
iii. Keterbukaan
sebelum memenuhi masa v. Akuntabilitas
iur 15 tahun, peserta tsb vi. Portabilitas
berhak mendapatkan seluruh vii. Kepesertaan bersifat wajib
akumulasi iuran ditambah hasil viii. Dana amanat
pengembangannya. ix. Imbalan investasi
l. Pasal 41 Ayat 7: Manfaat pensiun dipergunakan untuk
cacat dibayarkan kepada peserta program dan peserta
yang mengalami cacat total
d. Pasal 39 Ayat 1: Pensiun Jaminan tetap meskipun peserta tsb Sosial (PJS) diselenggarakan
belum mencapai usia pensiun. dengan mekanisme asuransi
m. Pasal 42 Ayat 1: Besarnya sosial atau tabungan wajib.
iuran JP untuk peserta yang
e. Pasal 39 Ayat 2: PJS dikelola menerima upah ditentukan untuk mempertahankan kehi-
berdasarkan persentase tertentu dupan yang layak pada saat
dari upah atau penghasilan atau peserta kehilangan pekerjaan
sejumlah nominal tertentu yang atau berkurang penghasilan-
ditanggung bersama antara nya karena memasuki masa usia
pemberi-kerja dan pekerja. pensiun atau mengalami cacat
Memperhatikan makna dari Pasal- total tetap.
pasal 39-42 UU SJSN, sebenarnya
f. Pasal 39 Ayat 3: Tipe PJS penyelenggaraan JP-SJSN sekalipun berdasarkan pada manfaat pasti.
dengan manfaat pasti dikelola secara
g. Pasal 40: Peserta PJS adalah luwes, yaitu dengan mekanisme pekerja yang telah membayar
asuransi sosial dan tabungan wajib iuran
(Pasal 39 Ayat 1). Mekanisme asuransi
h. Pasal 41 Ayat 1: Manfaat PJS sosial berarti bahwa peserta wajib iur berwujud uang tunai yang
tentu dalam hal ini peserta yang berasal diterima setiap bulan sebagai
dari kalangan orang perseorangan pensiun hari tua, pensiun janda
yang bekerja pada badan hukum, / duda, pensiun ahli waris anak
karena secara umum pembiayaan iuran s/d usia 23 tahun dan pensiun
pensiun jaminan sosial berasal dari orang tua.
pemberi-kerja dan penerima pekerjaan.
i. Pasal 41 Ayat 2: Setiap peserta atau Adapun pengertian JP-SJSN sebagai ahli waris berhak mendapatkan
tabungan wajib ditujukan untuk
program bantuan sosial. Karena itu, sehingga manfaat JP-SJSN akan
JP-SJSN berupa manfaat pasti yang dikembalikan sekaligus kepada peserta
memberikan manfaat tunai bulanan saat mencapai usia pensiun ditambah
sebagai pengganti penghasilan yang dengan imbalan investasi sehingga
hilang dengan variasi manfaat JP-SJSN memenuhi asas keadilan dalam artian
yang ditetapkan terendah sebesar Rp 1 peserta tidak dirugikan. Akan tetapi
juta dan tertinggi sebesar Rp 3,34 juta. peserta yang bersangkutan akan
Sudah barang tentu manfaat pensiun dihadapkan pada potensi permasalahan
tersebut akan disesuaikan setiap tahun kemiskinan lanjut usia, karena yang
karena inflasi dan depresiasi nilai tukar bersangkutan tidak memiliki manfaat
Rupiah terhadap Dolar AS. pensiun bulanan.
Kepesertaan JP-SJSN diprioritaskan Manfaat JP-SJSN sebagaimana
atau diutamakan untuk perlindungan diamanatkan dalam Pasal 39 Ayat 2
hari tua bagi seseorang yang bekerja UU SJSN perlu memenuhi kelayakan
pada badan hukum dan atau seseorang manfaat dalam artian cukup untuk
yang bekerja dengan majikan sebagai memenuhi kebutuhan hidup layak.
pemberi-kerja untuk menerima upah Agar memenuhi kebutuhan hidup
atau gaji sebagai imbalan. Hal ini sesuai yang layak, maka perlu manfaat JP-
Pasal 40 UU SJSN bahwa peserta JP- SJSN dirancang di atas nilai tertentu
SJSN adalah pekerja yang membayar dari bantuan tunai secara langsung
iuran. Mengapa kepesertaan JP-SJSN yang bersifat sementara (Balsem)
lebih dikhususkan untuk seseorang sebesar rata rata Rp 300 ribu per bulan.
yang bekerja dengan majikan untuk Kalau manfaat JP-SJSN yang terendah
mendapatkan imbalan upah? Karena ditetapkan sebesar Rp 300 ribu akan
selain Pasal 40, juga terdapat Pasal 39 melanggar Pasal 39 Ayat 2 dan juga akan
Ayat 1 UU SJSN bahwa mekanisme menimbulkan kemiskinan penduduk
penyelenggaraan JP-SJSN adalah
bagi peserta yang mendaftarkan dirinya kepesertaan asuransi sosial secara
dalam JP-SJSN telah berusia 40 tahun empirik terdiri dari pekerja sebagai
di tahun 2015, karena operasionalisasi penerima pekerjaan dan majikan
JP-SJSN dimulai per 1 Juli 2015. sebagai pemberi pekerjaan sehingga
Bagaimana kalau operasionalisasi JP- pengertian kontributor dalam hal
SJSN tertunda sampai dengan tahun kebersamaan secara hukum begitu
2016 dan seterusnya dan pekerja yang jelas tetang duduk persoalannya.
berusia 40 tahun di tahun 2015 tidak Persoalannya adalah bahwa definisi
lagi memenuhi persyaratan masa iur tenaga-kerja dalam UU No 13/2003
15 tahun pada saat yang bersangkutan tentang Ketenaga-kerjaan mencakup
mendaftarkan dirinya di tahun 2016. pekerja sektor informal.
Selain masalah masa iur yang ditafsir secara subyektif, juga ada penyataan
BEBERAPA MASALAH
dari stake-holders bahwa mengapa
PENYELENGGARAAN SJSN
pekerja dan pengusaha harus mengiur lebih dari 15 tahun kalau dalam UU-
Penyelenggaraan SJSN khususnya SJSN dinyatakan 15 tahun? Pernyataan JP-SJSN yang diumulai per 1 Juli
tersebut tidak seharusnya ditafsirkan 2015 sebagaimana dimaksud dalam
secara subyektif dalam Pasal 41 Ayat Pasal-pasal 39-42 UU SJSN terjadi
2 yang menyatakan bahwa peserta mispersepsi dalam penafsiran Pasal
yang memiliki masa iur 15 tahun demi pasal tersebut lebih bersifat
berhak manfaat pensiun bulanan. subyektif daripada apa yang dimaksud
Selanjutnya perhatikan Pasal 41 Ayat dengan pasal demi pasal dalam UU
3 yang menyatakan bahwa manfaat JP SJSN. Mispersepsi JP-SJSN yang
dibayarkan kepada peserta yang telah subyektif terkait dengan kekhawatiran
mencapai usia pensiun sesuai formula yang berlebihan manakali terjadi
yang ditetapkan. Jadi sekalipun telah kekurangan pendanaan karena JP-
memenuhi masa iur 15 tahun tetapi SJSN dilaksanakan dengan tipe
belum mencapai usia pensiun, maka manfaat pasti. Sesungguhnya, ada
pekerja yang bersangkutan belum faktor kunci untuk pengamanan dalam
berhak memperoleh manfaat JP, karena penyelenggaraan JP-SJSN, yaitu bahwa
rujukan utama dalam perolehan manfaat manfaat JP-SJSN yang dibayarkan
pensiun mengacu pada usia pensiun secara berkala bulanan hanya berlaku
untuk Indonesia masih 55 tahun. bagi peserta yang memenuhi masa iur
Adanya
kekhawatiran yang
15 tahun. Apabila masa iur kurang dari berlebihan, bahwa kehadiran JP-SJSN
15 tahun, maka peserta yang pensiun akan mematikan industri dana pensiun akan memperoleh pembayaran manfaat
yang ada dan sementara Pemerintah JP-SJSN secara sekaligus terlepas masa
sedang menata program pensiun iur yang kurang dari 15 tahun belum
bagi pegawainya sendiri. Selanjutnya tentu kesalahan yang bersangkutan.
dikemukakan, bahwa permasalahan penyelenggaraan program-program
12 12
pensiun di masa lalu baik untuk pegawai negeri maupun program pensiun yang bersifat sukarela untuk para eksekutif dan pekerja pada perusahaan perusahaan besar sebagaimana mengacu pada UU No 11/1992 telah menimbulkan kekurangan pendanaan. Program Pensiun Taspen dan Program Pensiun TNI-Polri sepenuhnya didanai dari APBN sekalipun PNS dan Anggota TNI-Polri dikenakan iuran sebesar 4,75% dari gaji pokok. Akan tetapi (akumulasi) iuran pensiun tersebut sebesar 4,75% tidak digunakan untuk membayar manfaat pensiun bulanan, karena telah diganti dengan APBN dalam artian Pemerintah mengganggarkan
pembayaran
manfaat pensiun seperti halnya Pemerintah menggarakan gaji pegawai manakala ada kenaikan gaji pegawai dengan sendirinya terjadi kenaikan manfaat pensiun hingga sekarang. Secara teori, pembiayaan program pensiun semacam ini untuk aparatur negara disebut sebagai pembiayaan pensiun yang berbasis pajak atau “Tax-financed pension plan”. Hal ini dapat dibenarkan, karena akumulasi iuran 4,75% yang berasal dari pegawai negeri masih dinilai tidak mencukupi, sehingga perlu dianggarakan dalam APBN sesuai Amanat UU No 6/1966 tentang program pensiun TNI-Polri dan UU No 11/1969 tentang program pensiun PNS. Secara operasional, penyelenggaraan program pensiun bagi pegawai negeri tidak terjadi kekurangan pendanaan, karena pembayaran manfaat pensiun dibayarkan melalui APBN. Untuk mendanai program pensiun pegawai
negeri secara bersamaan (shared financing) antara pegawai negeri sebagai pihak yang menerima pekerjaan dan pemerintah sebagai pemberi pekerjaan diperlukan revisi kedua UU tersebut. Sudah barang tentu, penyelenggaraan program pensiun bagi pegawai negeri dapat berjalan efisien diperlukan pengurangan jumlah pegawai negeri dengan menunda usia pensiun untuk PNS Golongan III ke atas menjadi usia 60 tahun.
Penyelenggaraan program- program pensiun di masa lalu tersebut dalam hal ini program pensiun pegawai negeri yang didesain untuk pemberian manfaat pensiun bulanan tidaklah semata tipe manfaat pasti sebagaimana diillustrasikan selama ini menimbulkan kekurangan pendanaan yang pada akhirnya menjadi beban APBN. Istilah kekurangan pendanaan dalam penyelenggaraan program pensiun apabila program pensiun tersebut dibiayai dengan iuran peserta kemudiaan pada saat BPJS melaksanaan pembayaraan manfaat pensiun kedapatan kekurangan pendanaan, karena jumlah peserta yang masih aktif mengiur lebih kecil dari jumlah penerima manfaat pensiun, idealnya adalah bahwa 4:1, yaitu 4 peserta yang masih aktif mengiur menanggung
1 peserta yang pensiun. Uangkapan masa kerja lalu yang kurang dari 20 tahun sehingga menjadikan PNS tidak bisa mengambil hak manfaat pensiun lebih merupakan persyaratan secara teknis yang perlu dipernuhi daripada kekurangan pendanaan semata.
Secara ekonomi, penyelenggaraan JP-SJSN tidak diproteksi secara maksimal
sebagaimana
ditandai ditandai
bagian dari jaminan pekerjaan menyusul tukar Rupiah terhadap Dolar AS dari
perbaikan remunerasi. Penciptaan nominal Rp 13600 menjadi Rp 14200
pekerjaan merupakan per USD 1. Persoalannya tidak saja
lapangan
proteksi sosial, karena berfungsi terkait dengan perubahan nilai tukar
penjaminan kepesertaan akan tetapi perkiraan pertumbuhan
sebagai
pekerja yang berkelanjutan. Dengan perekonomian
penciptaan lapangan pekerjaan berarti 6% untuk pertumbuhan tahun 2015
yang
sebelumnya
berdampak juga terhadap pertambahan dikoreksi sebesar 5,7% kemudian
penerimaan pajak penghasilan, yang dikoreksi lagi menjadi 5,5% (Business.
berarti negara kuat dengan sendirinya com-Jakarta, 2014). Penyelenggaraan
jaminan sosial-nya menjadi terproteksi. SJSN khususnya JP-SJSN diperlukan
Bagaimana Indonesia akan memiliki perluasan kepesertaan agar seluruh
sistem jaminan sosial yang kuat dalam pekerja mendapatkan perlindungan
artian terproteksi apabila rasio pajak di hari tua sebagai bagian dari bonus
tahun 2014-2015 hanya sebesar 11% demografi yang akan terjadi pada tahun
(BKF Kemkeu). 2030-2035. Apabila penyelenggaraan
penyerapan kerja JP-SJSN tertunda, maka Indonesia
Dengan
diharapkan mereduksi kemiskinan. akan kehilangan peluang untuk bonus
Indonesia memerlukan 1,5 juta demografi. Sebaliknya Indonesia tidak
lapangan pekerjaan untuk mereduksi melakukan perluasan kepesertaan JP-
kemiskinan di tahun 2015 ini sehingga SJSN, maka hanya beberapa pekerja
diperlukan sasaran pertumbuhan yang pensiun yang menikmati bonus
perekonomian 5,5% mengingat jumlah demografi. Untuk menopang perluasan
penduduk miskin masih sebesar 86,4 kepesertaan
JP-SJSN
diperlukan
juta di tahun 2014 ini. Sementara
39 Ayat 3 UU-SJSN dengan manfaat 2014, karena adanya PHK masal
pasti agar dapat menjamin sifat dan sebagai akibat perubahan nilai tukar
kharakteristik penghasilan tersebut. Rupiah terhadap Dolar AS. Tidak
Manfaat JP-SJSN terikat dengan Pasal ada opsi untuk Indonesia untuk tetap
3 UU-SJSN, bahwa manfaat JP yang seting pertumbuhan ekonomi 5,5%
diberikan tidak boleh terlalu kecil dan untuk menyiapkan 1,5 juta lapangan
juga tidak boleh terlalu besar, karena pekerjaan. Terlepas upaya penciptaan
akan mengganggu derajat kelayakan lapangan pekerjaan di tahun 2016
yang bersangkutan di usia pensiun. ke depan masih belum memberikan
Ukuran tidak boleh terlalu kecil prospek yang baik, karena kondisinya
sebaiknya terukur, yaitu tidak kurang akan dihadapkan pada persoalan
dari Rp 1 juta per bulan.
alih-daya yang sekarang masih Manfaat JP-SJSN yang terlalu kecil menimbulkan pro-kontra menyusul
akan menimbulkan masalah baru masih rendahnya upah pekerja sektor
yang pada akhirnya menjadi beban formal yang masih di bawah UMP.
Pemerintah dalam bentuk bantuan finansial lain. Padahal pemberian bantuan finansial tidak berlaku bagi
PEMBAHASAN
anggota masayarakat yang telah
PENYELENGGARAAN
mengikuti JP-SJSN. Bisa jadi akan
JP-SJSN
menambah jumlah pemberian bantuan Esensi SJSN pada dasarnya
finansial sementara yang sering menjamin hilangnya penghasilan dijadikan komoditas politik dan atau masyarakat yang bekerja, karena
diintervensi secara politik.
mengalami pensiun, cacat total tetap Tujuan JP-SJSN bagi pekerja
akibat kecelakaan kerja, PHK sebelum aktif di saat sekarang adalah untuk usia pensiun dan kematian prematur.
mengurangi potensi kemiskinan lansia Penghasilan adalah suatu variabel yang
di masa datang agar dapat menikmati bersifat universal sebagai hak seluruh
bonus demografi yang akan terjadi warga negara yang bekerja baik di
dalam periode 2030-2035. Dalam Abad masa aktif kerja maupun di masa
21 ini sebagai Abad emas, Indonesia pensiun. Karena itu, kepesertaan JP-
komit untuk reduksi kemiskinan SJSN bersifat wajib menurut UU-SJSN
salah satunya melalui kepesertaan agar dapat memberikan kompensasi
universal dalam jaminan kesehatan atas hilangnya penghasilan karena
termasuk perluasan kepesertaan pekerja yang bersangkutan mengalami
bagi seluruh pekerjaan dalam JP- pensiun.
SJSN untuk reduksi kemiskinan Penghasilan masyarakat yang
di usia lanjut apalagi Indonesia bekerja pada umumnya bersifat
masuk peringkat 18 Anggota G-20, regular, berkala dan terus menerus.
maka tiba saatnya sekarang untuk Karena itu, manfaat PJS yang harus
memulai penyelenggaraan JP-SJSN diterima kepada para pekerja yang
yang manusiawi, bermartabat dan
PENETAPAN DALAM
Tanggung-jawab siapa apabila
PERUMUSAN MANFAAT
masih terjadi adanya kemiskinan lansia
DAN IURAN JP-SJSN
di abad milenium ini. Karena itu, kita
harus komit menyelenggarakan jaiman JP-SJSN sebagai salah satu sosial secara universal, pendanaan
komponen dalam SJSN berbeda jaminan sosial merupakan tanggung-
perlakuan-nya dengan pensiun privat jawab KITA semua, yaitu pemberi-
yang bercirikan individual. Kekhasan kerja, pekerja dan NEGARA yang
PJS adalah kolektifitas dalam artian dalam hal ini Pemerintah sebagai
kepesertaan pekerja yang bersifat wajib the last resort. Kita tak perlu takut
sepanjang masa. Maka metodologi dlm berlebihan dalam hal memberikan
perhitungan iuran-manfaat berbeda manfaat JP-SJSN yang wajar, asalkan
dengan pensiun privat. Penetapan terukur dengan didukung pernciptaan
dalam perumusan Iuran dan Manfaat lapangan pekerjaan lebih banyak lagi.
JP-SJSN adalah INTERPOLASI, Untuk itu kita harus komit dalam
yaitu melakukan estimasi dengan reduksi kemiskinan lansia melalui
menggunakan informasi dan atau data penyelenggaraan JP-SJSN dengan
yang diperlukan antara lain: terlebih dulu melakukan tata-kelola
a. Menentukan masa iur harus lebih sistem jaminan sosial.
lama daripada masa menerima Berikut TATA-KELOLA JP-SJSN
manfaat PJS-SJSN yang akan secara sistemik dalam artian tidak berdiri
digunakan untuk membuat indek sendiri tetapi operasionalisasinya sesuai
waktu;
prosedur yang berlaku secara spesifik,
b. Menetapkan rata-rata persentase yaitu perlunya PROTEKSI SOSIAL
manfaat JP-SJSN yang dihitung sebagai berikut:
dari 1-2,5% diperoleh rata-rata
i. Penundaan usia pensiun secara persentase manfaat JP-SJSN
bertahap dari usia 55-58 atau usia sebesar 1,75%; 55-60;
c. Menetapkan masa iur antara 15-
35 tahun sehingga diperoleh sektor formal lebih banyak oleh
ii. Penciptaan lapangan pekerjaan di
rata-rata masa iur 20 tahun untuk Pemerintah;
penetapan besarnya iuran JP-SJSN
iii. Penjaminan pekerjaan (employ- dengan memperhatikan kondisi ment security) agar pekerja bisa
dan kemampuan finansial dari bekerja paling tidak 20 tahun;
para pekerja dan pemberi-kerja; iv. Perbaikan remunerasi pekerja
d. Menetapkan besarnya replacement secara bertahap yang dimulai dari
rate terlebih dulu untuk menghitung sekarang dan
besarnya iuran dengan mengacu v. Lakukan atau ciptakan kondisi
pada perbandingan komposisi pekerjaan
antara pekerja aktif yang meng-iur (DESCENT WORKS for all)
yang
nyaman
dan pekerja yang pensiun sebagai secara bertahap.
penerima manfaat PJS-SJSN; penerima manfaat PJS-SJSN;
penyusutan tahunan nilai Rupiah lajang sebesar Rp 2 juta per bulan
terhadap Dolar AS diasumsikan sesuai kesepakatan dalam Rapat
sebesar rata-rata 2-3% per tahun. DJSN 2010-2012 sebagai basis
Bagaimana Menghitung besarnya perhitungan iuran JP-SJSN. Dalam
iuran JP-SJSN.
perhitungan iuran tersebut telah
a. Tetapkan terlebih dulu besarnya ditetapkan batas atas PTKP sebesar
iuran JP-SJSN secara proporsi
5 x yang berarti Rp 10 juta per bulan yang terendah sebesar 8% atau sedangkan batas bawah PTKP
dengan membandingkan apa yang sebesar 1 x PTKP, yang berarti
terjadi pada JP di Filipina, Trinidad sebesar Rp 2 juta. PTKP digunakan
dan Tobago bahwa iuran JP yang sebagai pengganti UMP yang begitu
ditetapkan sejak lama sebesar 8,4% beriatif bahkan ada yang kurang
(US Social Security Administration dari Rp 2 juta per bulan.
of 2012 dan Report of OECD’
f. Untuk membuat Proyeksi kasar
Pension Plans 2012.
tentang PTKP batas Atas, PTKP
b. Gunakan indek waktu, yaitu batas bawah dan besarnya Manfaat
rasio antara masa iur (c) dan JP-SJSN dengan Replacement
masa menerima manfaat (b) Rate 33,34%, maka digunakan data
yang diseting lebih besar dari 1, yang optimistik tentang rata-rata
kemudian tentukan iuran dasar inflasi tahunan 3% yang bersumber
antara 5-8%. Hasil perhitungan dari inflasi pangan dan sandang
iuran PJS-SJSN terlatak diantara sebagai komitmen pemerintah
6.25 dan 10% (lihat Tabel 1). bahwa inflasi pangan tidak boleh
Tabel 1. Hasil Perhitungan Iuran JP-SJSN
No Masa iur Masa terima
Iuran dasar 5% Iuran dasar 8% (th)
Indek waktu
manfaat (th)
Rata-
0,1000 rata
Tabel 2. Replacement Rate menurut Persentase Manfaat dan Masa Iur
Persentase Masa Iur (Tahun) No
Rata- rata
Tabel 3. Iuran Pensiun Publik SJSN menurut Komposisi Pekerja Aktif dan Para Pensiunan
Pekerja: Replacement Rate yang diusulkan (%) No
Rata- rata
Tabel 4. Rujukan Pendapatan Tak Kena Pajak (PTKP) sebesar Rp 2 juta / bulan untuk Katagori Lajang dengan Batas Atas dan Batas Bawah PTKP
dan Besarnya Manfaat Bulanan JP-SJSN
No PTKP sebagai
Peningkatan Pengganti UMP secara
Variasi PTKP
Manfaat bulanan proporsional
(Rp juta)
Rpr sesuai
penurunan PTKP (Rp juta) menurut PTKP (5)
1,00 Sumber: B. Purwoko (2014); Rpr (Replacement Rate)
Simulasi Perhitungan Manfaat JP-SJSN sebagaimana dimaksud dengan konsep Kementerian Ketenaga-kerjaan dan BPJS Ketenaga-kerjaan dalam Tabel 5 masih perlu disesuaikan dengan kharakteristik jaminan sosial, bahwa: Simulasi Perhitungan Manfaat JP-SJSN sebagaimana dimaksud dengan konsep Kementerian Ketenaga-kerjaan dan BPJS Ketenaga-kerjaan dalam Tabel 5 masih perlu disesuaikan dengan kharakteristik jaminan sosial, bahwa:
sesuai dengan the nature of flat asas kebersamaan. Karena itu,
benefit.
persentase manfaat yg digunakan
b. Bandingkan apa yang dipaparkan yaitu 1,75% sebagai rata2
dalam Tabel 5 dengan kolom 4 persentase manfaat (lihat Tabel 2).
Tabel 4 bahwa perubahan manfaat
b. Persentase manfaat untuk JP-SJSN JP-SJSN dari PTKP yang tertinggi sebaiknya tidak bersifat variatif.
hingga PTKP yang terendah Dalam pensiun privat-pun tidak
terjadi secara proporsional dalam terjadi % manfaat yang variatif.
artian tidak mencolok (Pasal 2 Karena variatif % manfaat, maka
UU SJSN), sesuai asas, keadilan, menghasilkan perbedaan manfaat
kemanusiaan dan manfaat.
Tabel 5. Simulasi Perhitungan Manfaat PJS-SJSN versi Kementerian
Ketenaga-kerjaan
Manfaat PJS Pensiun
Upah terakhir
Persentase
Masa Iur
(Rp juta)
Manfaat
(Rp juta)
1. Minimum 15 tahun
0,77 2. Sedang
2,6 (2 x PTKP)
5,2 (4 x PTKP)
35 tahun
10,4 (8 x PTKP)
Bagaimana Mendesain manfaat JP- sebesar Rp 2 juta per bulan. SJSN sesuai Asas-asas Keadilan,
c. Dengan menggunakan rata- Manfaat dan Martabat Kemanusiaan?
rata inflasi tahunan sebesar 3%
a. Kekhasan Manfaat JP-SJSN dan rata-rata tingkat penyusutan sebaiknya
Rupiah terhadap Dolar AS sebesar BENEFIT”, dalam artian bahwa
bersifat
“FLAT-
2-3% merupakan asumsi yang manfaat JP-SJSN boleh berbeda
optimis sekalipun nilai rupiah tetapi
mengalami penurunan sedang mencolok satu sama lain.
perbedaannya
tidak
inflasi yang digunakan untuk
penyesuaian manfaat JP-SJSN PTKP Batas Atas juga perlu
b. Dalam hal
menetapkan
berbasis pada inflasi pangan dan memperhatikan rata-rata upah
sandang.
golongan menengah, yaitu antara
d. Dengan menggunakan asumsi Rp 6-10 juta. Karena itu, pilihan
rata-rata inflasi tahunan dan rata-
5 x PTKP sebesar Rp 10 juta per rata tingkat penyusutan Rupiah bulan dinilai cukup adil, sedangkan
akan digunakan untuk proyeksi PTKP Batas Bawah dengan Rp 2
tentang rata-rata PTKP dan juta per bulan cukup realistis yang
manfaat JP-SJSN dan besarnya dapat digunakan sebagai pemicu
manfaat JP-SJSN dalam periode agar UMP paling tidak ditetapkan
2015-2030 (lihat Tabel-tabel 6-7).
Tabel 6. Proyeksi Kasar tentang PTKP Batas Atas dan PTKP Batas Bawah dengan Rata2 Inflasi Tahunan 3% dan Rata2 Tingkat Penyusutan Rupiah
terhadap Dolar AS 2% (Rp Juta)
Tabel 7. Proyeksi Kasar tentang Manfaat JP-SJSN Bulanan dengan Asumsi Rata-rata Inflasi Tahunan 3% dan Rata-rata Tingkat Penyusutan Rupiah terhadap Dolar AS antara 2-3% (Rp Juta)
ini dimaksudkan sebagai persiapan
IMPLEMENTASI STRATEGI
Pemerintah, DJSN dan BPJS
PENYELENGGARAAN
Ketenagakerjaan termasuk pihak-
JP-SJSN
pihak lain untuk melakukan aksi-aksi berikut di bawah ini secara bertahap
Setelah ditetapkan besarnya iuran dan berkesinambungan: dan manfaat JP-SJSN serta proyeksi
a. Mematuhi UU SJSN terlebih dulu kasar tentang PTKP dan Replacement
khususnya Pasal-pasal 2-3-4 dan Rate secara nominal selama 2015-
39-42 tentang JP-SJSN sebagai 2030
pensiun jaminan sosial; dalam Tabel-tabel 1-6, maka BPJS
sebagaimana
dipaparkan
b. Memperluas kepesertaan seluruh Ketenaga-kerjaan saat ini di tahun
pekerja dalam program JP-SJSN 2015 perlu melakukan implementasi
sebagai aksi prioritas sesuai Amanat strategji penyelenggaraan JP-SJSN.
UU SJSN yaitu kepesertaan wajib Implementasi strategi dalam studi
tanpa opsi; tanpa opsi;
c. Menetapkan besarnya pembiayaan
diselenggarakan
Ketenaga-kerjaan;
besarannya bisa diterima oleh para
f. Melakukan kontrol reguler oleh pemangku kepentingan utama;
DJSN terhadap operasionalisasi
d. Melakukan transisi atau cutoff JP-SJSN yang diselenggarakan terhadap program pensiun yang
oleh BPJS Ketenaga-kerjaan; ada, selama antara 14-30 tahun
g. Menghitung besarnya iuran JP- yang dihitung per 1 Juli 2015
SJSN dalam tahap awal sebesar 8% seperti masa transisi kepesertaan
kemudian kenaikannya disesuaikan program pensiun yang didasarkan
secara bertahap (lihat Tabel 8); pada UU No 11/1992 bahwa
hubungan yang untuk kepesertaan JP-SJSN berlaku
h. Menjalin
erat dengan para pemangku- untuk pekerja baru sama sekali;
kepentingan
utama sambil
mengembangkan kultur yang sehat pekerja yang sama sekali belum
e. Memberikan prioritas
bagi
untuk tujuan tercapainya pensiun memiliki program pensiun agar
jaminan sosial yang komprehensif menjadi peserta JP-SJSN yang
bagi seluruh pekerja.
Tabel 8. Rencana Penyesuaian Iuran JP-SJSN, Iuran Bersama dan
Replacement Rate
16% 2. Patungan Iuran
1. Penyesuaian Iuran
a. Pemberi-kerja
7% b. Pekerja
9% 3. Replacement rate
64% yang diusulkan
4. Usia pensiun yang Diusulkan (tahun)
Stop atau 5. Skedul implementasi
dasi ILO
Sumber: BPurwoko (2014)
Tabel 9. Simulasi Saldo Iuran JP-SJSN, Pembayaran Manfaat PJS-SJSN dengan PTKP Atas sesuai Tabel 5 dan Replacement Rate 33,34%
2030-34 2035-40
997,44 219,12 1. PTKP Atas
14% 15% 2. Iuran PJS
139,64 149,62 3. Akumulasi Iuran
385,95 767,36 4. Saldo dengan
manfaat PJS
6. Posisifinansial
Aman s/d
Defisit 289,85 s/d
th ke-8
th ke 12
Secara individual pembayaran manfaat PJS-SJSN akan alami defisit. Kesimpulan
Akan tetapi dengan prinsip gotong royong, PJS tidak akan defisit, asalkan didukung dengan kesiapan lapangan pekerjaan.
bahwa JP-SJSN sebagai pensiun
SIMPULAN DAN
jaminan sosial yang memiliki
REKOMENDASI
kedudukan yang kuat terlebih lebih diselenggarakan oleh
JP-SJSN dalam UU No 40/2004 BPJS Ketenaga-kerjaan yang adalah sebagai satu-satunya pensiun
berdasarkan UU No 24/2011 jaminan sosial yang perlu didukung
tentang BPJS. Akan tetapi semua pihak yang berkepentingan,
sebagian besar pihak-pihak untuk keperluan reduksi kemiskinan di
yang berkepentingan dalam usia senja di Abad 21 ini agar Indonesia
memandang JP-SJSN masih terbebas dari kemiskinan di tahun
menyamakan dengan pensiun 2050. Berikut disampaikan beberapa
privat bahkan memihaknya kesimpulan penting dan rekomendasi
program sukses, yang terkait dengan penyelenggaraan
sebagai
sehingga dalam kepesertaan JP-SJSN ke depan
JP-SJSN perlu dikecualikan
a. Kesimpulan
bagi
perusahaan-perusahaan
i. Berdasarkan Pasal-pasal 28-H yang telah menyelenggaraan
dan 34 UUD 1945 yang program pensiun sebelumnya
ditindak-lanjuti dengan UU berkalakunya kepesertaan JP- No 40/2004 tentang SJSN
SJSN yang bersifat wajib. khususnya Pasal-pasal 39-42 SJSN yang bersifat wajib. khususnya Pasal-pasal 39-42
Jaminan
Sosial
Nasional (DJSN) sebesar 8% masih belum diterima oleh Pemerintah, kemudian dilaksanakan dengan iuran 3% menuju 8%. Ketidak-jelasan iuran JP-SJSN sebesar 3% menuju 8% bisa jadi suatu pertanda bahwa implementasi JP-SJSN akan diarahkan ke pensiun iuran pasti. Perlu diketahui, bahwa usulan iuran 8% dalam tahap awal ditujukan untuk memenuhi replacement rate sebesar 33,34% agar tidak dihadapkan pada kekurangan pendanaan yanglebih awal. Berdasarkan simulasi bahwa dana JP-SJSN yang terkumpul dengan asumsi iuran 8% JP- SJSN dengan upah dan usia peserta yang sama akan habis kurang dari 10 tahun.
iii. Pengertian pensiun jaminan sosial bersifat universal dalam artian bahwa seluruh seluruh pekerja perlu berpartisipasi dalam kepesertaan JP-SJSN. Perlu diketahui, bahwa pensiun jaminan sosial di Indonesia sebagaimana mengacu pada UU No 40/2004 tentang SJSN sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan program- program hari tua sebelumnya seperti THT dalam Program Astek yang berdasarkan PP No 33/1977 dengan iuran 2,5% dan JHT dalam program Jamsostek yang berdasarkan UU No 3/1992 dengan iuran
5,7%. Maka berarti bahwa usulan iuran JP-SJSN sebesar 8% yang selama ini diklaim terlalu tinggi telah diawali terlebih dulu dengan iuran THT dalam program Astek sebesar 2,5% menyusul iuran JHT-Jamsostek sebesar 5,7%.
iv. Manfaat JP-SJSN sebagaimana diamanatkan dalam Pasal
39 Ayat 2 UU SJSN perlu memenuhi derajat kelayakan untuk memenuhi kebutuhan hidup layak sesuai harkat martabat kemanusiaan. Untuk itu perlu dirancang besarnya manfaat JP-SJSN di atas nilai bantuan tunai secara langsung yang bersifat sementara (Balsem) yang ditetapkan sebesar rata rata Rp 300 ribu per bulan. Kalau manfaat JP-SJSN terlalu rendah akan melanggar Pasal 39 Ayat 2 UU-SJSN dan juga akan menimbulkan kemiskinan lansia, karena JP-SJSN bukanlah program bantuan sosial. JP-SJSN berupa manfaat pasti yang memberikan manfaat tunai bulanan sebagai pengganti penghasilan yang hilang dengan variasi manfaat yang bervariasi antara Rp 1 juta dan Rp 3,34 juta. Sudah barang tentu manfaat pensiun tersebut akan disesuaikan setiap tahun karena inflasi dan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
b. Rekomendasi
i. Tantangan yang dihadapi Indonesia di tahun 2050 adalam bagaimana memerangi i. Tantangan yang dihadapi Indonesia di tahun 2050 adalam bagaimana memerangi
berkelanjutan bahwa pekerjaan diketahui, kemiskinan lansia tak
Sebagaimana
itu bersifat fundamental dan bisa diselesaikan dengan cara-
diperlukan untuk memperkuat cara ad.hoc seperti pemberian
posisi sistem jaminan sosial. bantuan tunai sementara secara
iii. Satu-satunya hal yang dapat langsung (Balsem). Untuk
kita lakukan atas problem solusi ke depan diperlukan
penyelenggaraan JP-SJSN pengembangan sistem terlepas apakah adanya potensi pensiun yang berbasis gotong
penambahan beban fiskal atau royong sesuai UU SJSN yang
tidak, sebaiknya kita lakukan terintegrasi dengan aspek-aspek
sekarang secara bertahap ekonomi ketenaga-kerjaan yang
daripada kita tidak berbuat apa- berhubungan dengan keamanan
apa, agar masalah yang masih ekonomi yaitu terkendalinya
abstrak menjadi nyata. Jika tingkat
tidak, maka kita akan dibayang- ketenaga-kerjaan dalam bentuk
pengangguran,
bayangi hal-hal ketakutan penciptaan lapangan pekerjaan
secara terus menerus. yang
iv. JP-SJSN yang berdasarkan demografi yang terkait dengan
berkelanjutan
dan
UU No 40/2004 sebagai ageing population.
suatu konsekuensi sehingga
ii. Pernyataan universal Sekretaris diperlukan komitmen Peme- Jendral ILO di tahun 2007,
rintah dalam implementasi JP- bahwa bahwa Dunia tidak
SJSN sebagai pensiun jaminan kekurangan susmber-sumber
sosial begitu banyak, antara untuk menghapus kemiskinan,
lain perlunya persiapan tata- tetapi yang terjadi adalah tidak
kelola dan koordinasi kebijakan adanya prioritas yang benar.
dalam sistem proteksi sosial Selama ini ILO memantau
yaitu dengan menciptakan bahwa penyelenggaraan sistem
lapangan pekerjaan dan jaminan sosial-pun masih
menjaminnya dalam bentuk belum merupakan prioritas
perbaikan remunerasi secara di negara-negara tertentu.
bertahap agar pendanaan JP- Karena itu, disarankan agar
SJSN dapat berkelanjutan dan penyelenggaraan sistem
dipertanggung-jawabkan kepada jaminan
seluruh penduduk Indonesia diproteksi dengan penciptaan
sosial
sebaiknya
yang memerlukan perlindungan lapangan
pekerjaan
yang
di hari tua.
Makna
ANALISIS KEBIJAKAN
“RUPIAH TERPURUK, JKN MEMBURUK”
Oleh:
Dr. dr. Mahlil Ruby, MKes
Tenaga Ahli Monitoring dan Evaluasi
Badai krisis ekonomi sedang melanda Indonesia yang ditandai dengan pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Nilai tukar Rupiah melemah dari Rp. 12.581 per USD pada Januari 2015 jatuh menjadi Rp. 15.056 per USD pada tanggal
27 September 2015. Nilai rupiah telah terpuruk 20%. Pemerintah telah melakukan sejumlah Kebijakan ekonomi sebagai pengobatan ekonomi yang sedang
sakit. Namun, pengamat ekonomi (Berly) pesimis terhadap “pengobatan” pemerintah, karena pemerintah
hanya mengobati gejala, bukan fundamentalnya.
M berimbas signifikan pada kenaikkan Sejak JKN bergulir mulai 1 Januari
elemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Kontribusi JKN
Amerika Serikat akan
Bagi Ekonomi Indonesia
harga obat dan alat kesehatan. 2014 telah memberikan dampak tidak Sebab, hampir semua bahan baku
langsung bagi ekonomi Indonesia. dan sebagian produk obat masih
JKN telah meningkatkan produktifitas impor dari negara lain. Ketua Majelis
pekerja dan masyarakat lainnya. JKN Kode Etik GP Farmasi Syamsul
telah membuka akses pekerja dan Arifin mengatakan industri farmasi
masyarakat pada pelayanan Kesehatan. sebenarnya sangat sensitif terhadap
Sehingga pekerja dan masyarakat harga dolar, mengingat 90 persen
yang selama ini enggan berobat bahan baku farmasi masih impor,
karena mahal, menjadi lebih mudah dan transaksinya menggunakan
berobat sejak implementasi JKN. dolar. Makanya, ketika harga dolar
Dampkanya, pekerja dan masyarakat naik, biaya produksi pun akan naik.
tidak lama hilang produktifitas akibat Akhirnya hargapun akan naik.
sakit. Program JKN juga berdampak Selain
pada penurunan tingkat kemiskinan sebagian besar alat Kesehatan masih
melalui berkurangnya belanja out of imporjuga. Misal, sebesar 94%
pocket yang tinggi. benang bedah masih impor terutama
Konstribusi langsung JKN kepada dari Jerman. Masih banyak alat
ekonomi Indonesia diestimasi oleh Kesehatan esensial lainnya berasal
Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI) dari impor seperti alat untuk tulang,
sekitar Rp 18,6 triliun selama tahun jantung, dan lainnya.
2014. Kontribusi dari masing- Walaupun pelemahan rupiah
masing komponen dalam program baru mencapai 20%, tetapi kekuatan
tersebut adalah industri kesehatan dollar pun belum mampu dibendung.
Rp 4,4 triliun, obat-obatan 1,7 triliun, Rupiah masih berpotensi untuk
lapangan kerja bidang kesehatan 4,2 makin terpuruk. Terlepas dari
triliun, dan konstruksi rumah sakit penyebab dan terapi ekonomi
8,36 triliun.