Peran Graduate School of International S

Peran Graduate School of International Studies (GSIS)
dalam Dinamika Dunia Pendidikan di Korea:
Pandangan Sekilas
Suray Agung Nugroho1
1. Pengantar
Membicarakan tentang Graduate School of International Studies di Korea, maka
saya sebagai seseorang yang juga lulusan dari salah satu GSIS di Korea (dalam hal ini
Graduate School of International and Area Studies, Hankuk University of Foreign StudiesHUFS) dapat menyatakan bahwa GSIS sudah menjadi semacam ciri khas eksistensi dan
daya saing perguruan tinggi di Korea—dalam artian suatu universitas yang memiliki GSIS
mendapatkan nilai tambah dan daya saing lebih dibandingkan universitas lain yang tidak
atau belum memilikinya. Ditilik dari sejarahnya, keberadaan GSIS di Korea belumlah
lama dibandingkan dengan sekolah-sekolah pasca sarjana yang terlebih dulu ada. Sebagai
ilustrasi, sekolah pasca sarjana (Graduate School) dengan berbagai programnya telah lama
ada beriringan dengan munculnya universitas-universitas di Korea. Misalnya, HUFS
Graduate School telah ada sejak tahun 1961, namun GSIAS di HUFS sendiri baru berdiri
pada tahun 1996. Begitu pula yang terjadi di universitas-universitas SKY—akronim tiga
universitas terbaik Korea yang sering didengungkan di Korea Selatan, yaitu Seoul National
University, Korea University dan Yonsei University. Ketiga universitas tersebut secara
berurutan juga baru memiliki GSIS pada tahun 2003, 1991, dan 1987. 2 Sebagai perintis
adanya program internasional dalam bentuk GSIS, Yonsei University dapat dikatakan
sebagai universitas yang sampai saat ini bersama dengan berbagai universitas ber-GSIS

lainnya terus berbenah untuk memenuhi adanya tantangan global untuk menciptakan
individu-individu yang memiliki kemampuan menjadi ahli di bidangnya dan individu yang
bisa menjadi pemimpin intelektual saat berhadapan dengan masalah sosial dan masalahmasalah internasional. Inilah salah satu tujuan utama yang dijadikan ciri semua GSIS di
Korea.
Bila dilihat dari sejarah pendidikan di Korea, maka ada yang menarik bahwa ide
adanya sebuah institusi khusus yang bertujuan mencetak pemimpin-pemimpin masa depan
telah ada pada era Dinasti Jeoseon. Saat itu pada tahun 1396 ada sebuah lembaga yang
disebut Seonggyungwan yang menjadi cikal bakal universitas di Korea. (Choi Wan Gee:
132 – 136). Kokoh berdirinya Seonggyungwan selama dinasti Jeoseon dari awal abad ke14 hingga awal abad ke-20 inilah yang melatarbelakangi Korea memulai sejarahnya
membuka sebuah universitas atau lembaga tinggi yang didedikasikan untuk mengajarkan
calon-calon pemimpin Korea berbagai hal dari sejarah Korea, sejarah dunia, geografi
Korea, dan geografi dunia. Dilihat dari kurikulum saat itu yang telah memasukkan
pengetahuan geografi dan sejarah dunia, Korea yang dulu dikenal sebagai Kerajaan
Pertapa atau the Hermit Kingdom ternyata dari dalam sebenarnya juga melirik dunia luar
untuk dipelajari. Saat ini nama dan kebesaran Seonggyunggwan diabadikan menjadi
Universitas Sungkyunkwan yang ada di Korea.
Sampai pada tahun 2010 ini berbagai universitas papan atas dan universitas lain di
Korea terus berlomba untuk membuka, mempertahankan, meningkatkan, dan meneruskan
eksistensi GSIS ini. Universitas-universitas lain di ibukota Seoul yang memiliki GSIS
1


Sekretaris Pusat Studi Korea & Ketua Program Studi Bahasa Korea, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Gadjah Mada
2
Informasi lebih lanjut mengenai universitas yang termasuk dalam SKY dapat dilihat di website masingmasing universitas tersebut, yaitu www.gsis.snu,ac.kr, www.gsis.korea.ac.kr, dan www.gsis.yonsei.ac.kr

antara lain adalah Chung-Ang University, Ehwa Womans University, Hansung University,
dan Hanyang University. Sementara itu universitas di daerah pun tak ketinggalan untuk
mendirikan sekolah pasca dengan konsentrasi yang sama, misalnya Ajou University di
Suwon, Hallym University di propinsi Gangwon, Kwandong University di Gangneung,
propinsi Gangwon, Kyonggi University di Suwon, propinsi Gyeonggi, KyungHee
University3, Pusan National University in Pusan, dan Tamna University di propinsi Jeju.
Kemungkinan besar beberapa universitas lain juga menyelenggarakan sekolah pasca
sarjana yang sama namun dengan sebutan lain.
Dari gambaran singkat di atas dapat terlihat luasnya minat universitas di ibukota
dan daerah untuk menyelenggarakan sekolah pasca berkompetensi khusus yang bertaraf
internasional baik dari segi nama maupun kompetensi yang diajarkan. Tak berlebihan
karena GSIS memang memiliki ciri khusus, yaitu dilaksanakannya perkuliahan dalam
bahasa Inggris bahkan untuk program-program studi Korea sekali pun. Hal ini dikarenakan
mahasiswa di GSIS adalah gabungan antara mahasiswa Korea dan mahasiwa asing dari

berbagai negara yang dengan biaya sendiri maupun beasiswa berkumpul dalam satu wadah
sekolah untuk menuai ilmu di Korea Selatan—negara di Asia Timur yang pada dekade
terakhir ini berupaya keras menjadi dan dalam tataran tertentu sudah dapat dikatakan
menjadi salah satu negara tujuan pendidikan tinggi di dunia.
2. Peran GSIS dalam Menunjang Dunia Pendidikan di Korea
Ada sedikit kendala dalam membicarakan hal ini secara umum karena
setiap GSIS di masing-masing universitas memiliki ciri dan kompetensi khusus yang ingin
dijadikan patokan atau wajah sekolah pasca sarjana mereka. Untuk itu, dalam
membeberkan peran GSIS di dalam dunia pendidikan Korea, saya akan mencoba
menampilkan terlebih dahulu isu-isu atau hal-hal penting yang terjadi di tiga GSIS saja.
Hal ini untuk memberikan gambaran awal tentang bagaimana perkembangan di GSIS
tersebut dan apa saja hal penting yang perlu diketahui sehingga dapat dijadikan bahan
pembelajaran untuk kepentingan perkembangan dan peningkatan dunia pendidikan di
Indonesia. Setelah itu akan ditarik persamaan di antara GSIS tersebut untuk dijadikan
acuan gambaran sekolah-sekolah pascasarjana itu.
Yang perlu diketahui lagi adalah fakta bahwa peningkatan jumlah sekolah pasca di
Korea termasuk GSIS ini tak lepas dari adanya program Brain Korea 21 yang digawangi
oleh Kementerian Pendidikan atau yang di Korea lebih dikenal dengan sebutan MEST
(Ministry of Education, Science, and Technology). Dengan proyek ini pemerintah
memberikan bantuan kepada universitas-universitas terpilih untuk mencapai world-class

status di dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun pada saat awal
dikeluarkannya proposal Brain Korea 21 ini banyak tantangan dan oposisi dari beberapa
universitas yang mengkhususkan diri di bidang humaniora dan ilmu-ilmu sosial, pada
akhirnya semua bidang dapat merasakan manfaat yang sama dari program ini.
Berikut ini adalah gambaran GSIS di Yonsei University, Hankuk University of
Foreign Studies, dan Korea University.
a. GSIS di Yonsei University
Sekolah pascasarjana ini mendapatkan penghargaan dari Kementrian Pendidikan
Korea pada tahun 1999 sebagai institusi yang menghasilkan para ahli internasional karena
program-program doktoralnya yang sangat kompetitif. Sekolah ini telah berkontribusi
dalam menghasilkan banyak ahli di bidang perdagangan, keamanan, perdamaian, dan
kerjasama internasional. Satu program studi yang menjadi daya jual dan salah satu
keistimewaannya adalah Korean Studies. Yang menarik adalah bahwa program studi
3

Khusus untuk Kyunghee, namanya bukan GSIS tapi Graduate School of Pan Pacific International Studies

Korean Studies ini dimasukkan menjadi salah satu bagian di GSIS karena memang
program ini dikhususkan untuk menarik mahasiswa Korea dan internasional yang berminat
mendalami ilmu ke-Korea-an dari berbagi aspeknya. Dengan didukung para ahli Korea

yang kompeten serta penyampaian materi dalam bahasa Inggris, maka program studi ini
memang sengaja diciptakan untuk menginternasionalisasikan eksistensi Korea sebagai
suatu kajian yang penting di dunia.
Berkaitan dengan prodi Korean Studies ini, yang lebih menarik lagi adalah adanya
program studi yang berbeda tapi memiliki beberapa kesamaan, yaitu dengan nama Korean
Language and Literature yang khusus ditujukan bagi para mahasiswa Korea dan sebagian
mahasiswa asing yang memang berminat dan siap. Perbedaannya terletak pada
penyelenggaraan kuliah yang disampaikan dalam bahasa Korea. Namun, prodi ini tidak
berada di bawah payung GSIS; melainkan di bawah Yonsei University Graduate School.
Begitu pula untuk program-program lain di bawah GSIS: program studi niaga pun ada di
sekolah pascasarjana yang umum, namun bedanya dengan yang ada di GSIS adalah
atmosfer berkumpulnya para ahli internasional berdampingan dengan para profesor Korea
yang menjadi profesor di bidang tersebut. Ditambah lagi dengan adanya bercampurnya
mahasiswa Korea dan internasional di kelas-kelas GSIS. Inilah yang menjadi ciri khas
GSIS
b. GSIAS di Hankuk University of Foreign Studies
Sama halnya dengan GSIS di Yonsei, Hankuk juga menawarkan berbagai macam
program di bawah bendera GSIAS. Yang menarik adalah GSIAS adalah satu-satunya
sekolah pasca sarjana di Korea yang menawarkan program studi area yang komprehensif
karena mencakup hampir semua wilayah di dunia. Hal ini karena dari program S1-nya saja

HUFS telah memiliki wadah dan pakar bahasa yang mencakup negara-negara besar dan
bahkan negara-negara kecil di kawasan Asia, Afrika, Eropa Tengah, Amerika Latin, dan
Timur Tengah. Untuk itulah, GSIAS mengajarkan pengetahuan mengenai keadaan politik,
ekonomi, sosial, dan budaya berbagai negara di wilayah-wilayah tersebut. Bahkan
sebagian dari para pengajarnya juga ahli-ahli yang khusus diundang dari kawasan tersebut.
Hal itu ditunjang juga dengan diselenggarakannya semua kelas dalam bahasa Inggris dan
bahasa regional yang dipelajari oleh masing-masing mahasiswa. Dengan skema seperti itu
maka pendekatan interdisipliner pun menjadi hal mutlak dalam GSIAS ini. Terlebih
mahasiswa pun juga diberikan kesempatan untuk mengambil matakuliah di GSIS-GSIS
lain di Korea dan juga mendapatkan kesempatan untuk melakukan pertukaran kredit
dengan mengikuti kelas di universitas lain di luar negeri. Dengan kata lain, GSIAS yang
melandasi pengajarannya dalam nuansa multidisipliner ini menawarkan program
pertukaran kredit dengan universitas lain di Korea dan luar negeri melalui sistem 3+1.
Melalui program ini para mahasiswa pasca dimungkinkan selama 1 semester menempuh
ilmunya di universitas mitra kerjasama terutama di kawasan yang dia minati.
Sama halnya dengan yang ada di Yonsei, Korean Studies Program pun juga
menjadi hal yang dijadikan salah satu daya saing GSIAS ini untuk menarik minat para
mahasiswa asing belajar mengenai Korea. Keberadaan GSIAS ini menambah deretan
sekolah pasca sarjana yang ada di HUFS seperti Graduate School, Graduate School of
Interpretation and Translation, Law School, Graduate School of Education, Graduate

School of Education, Graduate School of Business, Graduate School of Politics
Government and Communication, dan Graduate School of TESOL.
c. GSIS di Korea University
Sekolah Pasca ini secara khusus menawarkan berbagai program MA, Ph.D. dan
Dual Degree yang sengaja dibuka untuk semua calon mahasiswa baik dari Korea maupun

mancanegara. Di dalamnya terdapat beberapa program khusus seperti KIEP (Korea
Institute for International Economy Policy) – KU GSIS dan KOICA-KU GSIS
International Program. Yang pertama adalah bagian program studi area yang menaruh
perhatian pada kuliah mengenai negara-negara seperti Cina, Jepang, kawasan Asia
Tenggara, Uni Eropa dan AS. Yang kedua adalah skema pemberian beasiswa lewat KOICA
bagi para pemerhati Korea.
Selain itu, seperti halnya GSIS-GSIS lainnya, Korea University juga menawarkan
Korean Studies dan International Studies yang ditujukan untuk mahasiswa Korea dan
internasional di mana mereka dapat belajar lebih jauh tentang sejarah Korea, pergerakan
sosial dan perubahan dunia politik Korea, masalah sosial, ekonomi, perfilman Korea dalam
konteks global, dan dinamika manajemen Korea.
Setelah memandang contoh beberapa GSIS di atas, berikut adalah beberapa
kesamaan yang dimiliki oleh semua GSIS.
Pertama, semua mata kuliah yang ditawarkan disampaikan dalam bahasa Inggris.

Hal ini memang mutlak karena inilah yang mencirikan GSIS dibanding dengan sekolah
pasca umum (general graduate school) yang telah banyak ada di berbagai universitas.
Kedua, para mahasiswa terdiri dari mahasiswa Korea sendiri yang berbaur dengan
mahasiswa internasional. Hal ini memberikan kondisi yang kondusif bagi para mahasiswa
untuk terpapar dalam atmosfer global.
Ketiga, disediakannya Career Development Center yang membantu para
mahasiswa mencari kegiatan magang atau penempatan di organisasi-organisasi nasional
dan internasional, lembaga swadaya, dan sektor-sektor pemerintah maupun swasta yang
beroperasi di Korea dan ada juga yang di luar negeri. Di tempat ini pulalah mahasiswa
dapat mengetahui bagaimana dan apa yang harus mereka lakukan bila ingin melanjutkan
ke pendidikan yang lebih tinggi (Ph.D, misalnya).
Keempat, adannya program studi Korean Studies yang ditujukan untuk orang
asing. Di sini para mahasiswa asing dapat melakukan kajian mendalam tentang Korea
dengan segala aspeknya dalam suasana akademis yang tinggi. Mereka mendapat akses
penuh ke perpustakaan baik di kampus maupun di luar kampus. Selain itu, mereka juga
memiliki kesamaan dalam hal kewajiban mereka untuk lulus ujian kemampuan bahasa
Korea atau KPT (Korean Proficiency Test) paling tidak level 3—bahkan beberapa
universitas mensyaratkan level 4.
Berkaitan dengan hal ini, perlu diketahui bahwa kewajiban mahasiswa asing untuk
lulusa KPT sama dengan bagaimana dunia internasional mengakui TOEFL atau IELTS

sebagai prasyarat untuk menunjukkan kemampuan berbahasa Inggris mahasiswa
internasional di universitas-universitas di AS dan Australia. Di sinilah letak kegigihan dan
keunikan Korea yang juga ingin menunjukkan identitas dirinya di mata internasional 4.
Mahasiswa asing juga harus mengetahui budaya Korea apalagi bahasa Korea ditunjang
eksistensinya dengan alfabet Hangeul yang memang menjadi identitas Korea. Tak pelak
lagi, Korea telah menjadi segelintir negara dunia yang telah mampu menerapkan kebijakan
ini untuk mahasiswa asing—suatu pencapaian yang patut dipandang serius.
Kelima, tersedianya para ahli atau pengajar internasional yang khusus didatangkan
untuk menjadi staf pengajar di GSIS. Hal ini untuk memberikan mahasiswa kesempatan
mengenal dan memahami perspektif yang berbeda dari para pakar luar negeri.
Keenam, banyaknya beasiswa yang ditawarkan untuk para mahasiswa dengan
berbagai sistem pendanaan dan fasilitas yang menguntungkan mahasiswa. Beasiswa ini
berasal dari universitas terkait maupun dari pemerintah dan lembaga-lembaga lain di
4

Pandangan ini disarikan dari makalah ‘Korea Dulu dan Sekarang: Sebuah Refleksi untuk Melihat
Indonesia” yang disampaikan pada Lokakarya tentang Korea untuk Guru SMA Se-Indonesia. 27 -30 Apri
2010. Kerjasama Pusat Studi Korea UGM dengan Korea Foundation.

Korea, seperti Korea Foundation, NIIED (National Institute for International Education

Development), KOICA, Posco, dan lain lain. Secara rata-rata dapat dipaparkan bahwa
beasiswa yang tersedia untuk mahasiswa baik Korea maupun internasional adalah
pemberian bantuan sebesar 50% -100% dari uang kuliah berdasarkan prestasi
akademiknya. Berikut ini adalah data beasiswa yang rata-rata ada di GSIS di Korea.
Beasiswa untuk para mahasiswa internasional di GSIS *(keadaan dan persyaratan tidak sama di
setiap GSIS, namun secara garis besar sama dan rata-rata tersedia hal-hal seperti di bawah ini)
GSIS Int’l Students
Scholarship A/B

KT&G Fellow sponsored by
KT&G foundation

POSCO Asian Fellow
sponsored by POSCO TJ Park
Foundation

Eligibility

All international students


Nationality: Turkey, Iran,
Kazakhstan, Russia, or
Indonesia

Any Asian nationality

Program

Master/Doctor

Master

Master

Number of
Fellow

All int’l students who are
admitted to GSIS
Master/Doctor program

Four students per year

Five students per year

Semester

Every semester
(application period: 3/15-5/15
or 9/1-11/15)

Every commencing Spring
Semester
(application period: 9/1511/15)

Every commencing Fall
Semester
(application period: 3/155/15)

Application
process

No separate application
required:
All international applicants for
GSIS are automatically
considered as a candidate for
International Students
Scholarship.

No separate application
required:
Any students from Turkey,
Iran, Kazakhstan, Russia, or
Indonesia who will be
ranked top admission score
will be automatically
considered as a KT&G
Fellow.

No separate application
required:
Any Asian students who will
be ranked top five of the
admission score will be
automatically considered as
a POSCO Asian Fellow.

Selection
Process

Scholarship award for the first
semester will be decided
according to the admission
score ranked by GSIS
Admission Committee and
announced upon the notice of
the admission result

Apply for GSIS Master
Program → Admission
committee review and
recommend the candidates
to KT&G foundation → KT&G
foundation select the fellow
→ Notification

Apply for GSIS Master
Program → Admission
committee review and
recommend the candidates
to POSCO foundation →
POSCO foundation select the
fellow → Notification.

During four semesters:
100% of the

During four semesters:
100% of the

GSIS Int’l Students

Award

Scholarship A: 100% of the
tuition (including Admission
Fee)
GSIS Int’l Students
Scholarship B: 50% of the
tuition (including Admission
Fee)

tuition (including Admission tuition (including Admission
Fee)
Fee)
KRW 1,000,000
KRW 1,000,000
per month as a living
expense

per month as a living
expense

Renewal Condition:
- Maintain GPA 3.5 or above
- Cannot take Leave of
Absence from school during
Maintain GPA 3.0 or above
Conditions for whole program
Submit activity report and
Scholarship
thesis to KT&G foundation
As for the
renewal
Participate in any KT&G
consecutive semester,
events
scholarship type (A/B) will be
decided based on the previous
semester GPA’s ranking
among int’l students.
Scholarship Title

Number of

Award/Semester

Maintain GPA 3.0 or above
Submit activity report and
thesis to POSCO foundation
Participate in any POSCO
events

Eligibility

Selection

Fellow

NIIED Scholarship
(Korean Government
Scholarship)

KOICA Scholarship

Process

Full Scholarship and
Decided by NIIED,
Monthly Stipend on a
every year
semester basis

20 per year

Full Tuition fee and
Monthly Stipend
Roundtrip airfare

1. Foreign
students
2. Academic
grades from
the last
educational
institute
attended must
be within the
top 20%.

NIIED selects
recipents
through
Korean
Cousulate
offices
overseas.

1. Foreign
students who
are a
government
official or
employee in
the public
sector or
researcher in a
state institute
working in
his/her home
country with a
Bachelor’s
Degree or
higher
2. Be
nominated by
his or her
Government

KOICA(Korea
Iternational
Agency)
select
recipents
through
KOICA offices
overseas.

Data tentang banyaknya beasiswa yang ditawarkan oleh pemerintah Korea kepada
mahasiswa asing memang telah menjadi bagian dari strategi pemerintah Korea untuk
meningkatkan citranya di mata internasional. Melalui Study in Korea Project tahun 2004
dan Achievement Plan for Study in Korea Project tahun 2008, Korea bertekad untuk
menarik sebanyak mungkin mahasiswa asing ke negaranya. Korea ingin menjadikan
dirinya sebagai hub dalam bidang peningkatan kekuatan SDM di Asia Timur. Selain itu,
Korea juga ingin memperkuat daya saing sistem pendidikan tingginya. Untuk
menyukseskan program ini, pemerintah Korea secara resmi membuka situs
www.studyinkorea.go.kr yang secara resmi dapat dijadikan informasi online bagi para
mahasiswa dan calon mahasiswa internasional yang ingin menjadikan Korea sebagai
tempat belajar mereka. Hal lain yang dilakuka oleh pemerintah Korea adalah dengan
membiayai universitas yang menawarkan kelas-kelasnya dalam bahasa Inggris serta
membiayai program pelatihan bahasa Korea untuk mahasiswa dan pegawai pemerintahan
dari negara lain. Tak ketinggalan pula, penyederhanaan proses pengajuan visa dan
prosedur imigrasi untuk mahasiswa asing juga telah membantu meningkatnya mahasiswa
asing di Korea.
3. Pemikiran Tambahan
Dinamika bagaimana universitas Korea menggunakan sumber dayanya sendiri
serta bagaimana mereka menggunakan dukungan pemerintahnya untuk meningkatkan
mutu dan daya saingnya di dunia internasional harus menjadi salah satu agenda utama
untuk menjadikan dunia pendidikan tinggi di Indonesia juga semakin maju. Beberapa
universitas-universitas di Indonesia telah memiliki kemampuan yang setingkat atau bahkan

mungkin lebih tinggi dari yang ada di Korea. Yang diperlukan hanyalah kemauan dan
tindakan bersama untuk menjadikan pendidikan sebagai pilar bangsa di masa depan.
Melihat bagaimana Korea menjadi pada tahap ini, salah satu yang harus dilihat
adalah seriusnya pemerintah meningkatkan anggaran pendidikan yang hanya 2,5% dari
anggaran negara pada thaun 50-an menjadi 22% mulai tahun 80-an. Bisa dikatakan bahwa
pemerintah menyumbang sekitar sepertiga dari total pendidikan sedangkan orang tua dan
lembaga swasta melengkapinya. 5 Di sisi lain, mengenai dinamika semakin banyaknya para
mahasiswa atau pelajar yang telah, sedang, dan berkeinginan untuk belajar di Korea, kita
seyogyanya menjadikan fenomena ini sebagai cerminan bahwa dunia pendidikan Korea
telah berhasil mempercantik wajah serta isinya sehingga tugas para pemerhati pendidikan
di Indonesia serta pihak terkait adalah mendukung adanya gairah ini.
Menyinggung sekali lagi tentang selalu adanya program studi Kajian Korea atau
Korean Studies di tiap GSIS yang ada di Korea, maka sudah selayaknya kita meningkatkan
menjamurnya Kajian Indonesia sebagai kajian interdisipliner di tingkat perguruan tinggi
yang dikhususkan untuk mahasiswa Indonesia sendiri dan mahasiswa asing. Korea sendiri
terpacu memunculkan kajian Kora setelah merdeka dari Jepang tahun 1945. Setelah
selama 35 tahun di bawah Jepang dilarang adanya kajian apa pun mengenai Korea, maka
begitu merdeka para ilmuwan Korea berkeinginan kuat untuk mendirikan lembaga yang
khusus mempelajari tentang diri mereka sendiri. Hasilnya adalah lahirnya the Academy of
Korean Studies pada tahun 1978 sebagai sekolah pasca sarjana pertama yang secara resmi
menjadikan Kajian Korea sebagai daya saing intelektual Korea di mata internasional. 6 .
Hasilnya bisa dilihat sekarang, yaitu dengan semakin kokoh dan semakin diminatinya
Kajian Korea oleh para ilmuwan dan mahasiswa asing. Terlebih dengan semakin
banyaknya GSIS menyelenggarakan Korean Studies untuk mahasiswa asing.
Hal lain yang perlu dicatat di sini adalah rasa menggebunya Korea untuk mencuri
start atau lebih tepatnya jauhnya pemikiran bangsa Korea untuk memetik manfaat di masa
depan. Pada tahun 60-an atau tepatnya 1967 Korea memulai program invitasi mahasiswa
asing untuk belajar di Korea. Pada era itu pulalah dosen UGM mulai diundang ke Korea
yaitu ke Hankuk University of Foreign Studies untuk memulai pengajaran bahasa
Indonesia kepada mahasiswa Korea karena saat itu telah dibuka Jurusan MelayuIndonesia. Sebagai pembanding, Indonesia baru membuka studi mengenai bahasa Korea
pada tahun 1990-an. Perbedaan 30 tahun yang sangat mengubah cakrawala saat ini—30
tahun yang lalu Korea telah memandang Indonesia sebagai negara yang berpotensi untuk
menjadi mitra di masa mendatang—dan terbukti benar. Untuk itu, Indonesia juga perlu
untuk mempertimbangkan perlunya anak bangsa belajar Korea semakin aktif dan serius
bukan untuk masa kini tapi untuk masa depan juga. Tak salah pula bila kiranya kita pun
mulai melirik negara-negara Afrika dan Amerika Selatan sebagai kajian yang lebih
mendalam di tingkat perguruan tinggi.
Akhirnya, satu poin yang patut disinggung dalam kaitan ini adalah perlu dibukanya
atase pendidikan di Korea Selatan mengingat beberapa hal seperti semakin banyaknya
mahasiswa Indonesia yang berada di Korea Selatan. Data dari pihak Kedutaan Besar
Republik Indonesia di Korea menyebutkan bahwa jumlah mahasiswa Indonesia di Korea
per Maret Juni 2010 adalah 259 orang.7 Menyinggung data ini, saya sebagai alumni Korea
5

Disarikan dari makalah Ratih Pratiwi Anwar ‘Menguak Rahasia Kekuatan Ekonomi Korea Selatan” yang
disampaikan pada Lokakarya tentang Korea untuk Guru SMA se-Indonesia, 27-30 April 2010. Kerjasama
Pusat Studi Korea UGM dengan Korea Foundation.
6
Di dunia saat ini diperkirakan lebih dari 750 universitas yang menawarkan Kajian Korea sebagai mata
kuliah dan program studi. (Data diambil dari buku Fakta-Fakta tentang Korea: 129)
7
Data ini disampaikan oleh Bapak Sritomo Wirodihardjo dari Biro Perencanaan dan Organisasi Kementerian
Luar Negeri dalam presentasinya dalam Workshop Prospek Kerjasama Bidang Pendidikan antara Indonesia
dan Korea Selatan di Hotel Inna Garuda Yogyakarta, 2 September 2010.

dan yang kebetulan juga alumni dan anggota tak aktif PERPIKA (Perkumpulan Pelajar
Indonesia di Korea Selatan) dapat menambahkan bahwa per September 2010 ini jumlah
gabungan antara alumni Korea dan mahasiswa aktif Indonesia di Korea adalah 734 orang.
Data ini bisa jadi bertambah karena belum semua mahasiswa Indonesia yang belajar di
Korea mendaftarkan diri menjadi anggota PERPIKA. Dari sudut ini saja dapat saya
tambahkan bahwa bahwa jumlah mahasiswa Indonesia semakin meningkat dibandingkan
tahun 2000 awal yang hanya puluhan mahasiswa saja—ketika saya menempuh ilmu di
HUFS.
Melihat hal-hal di atas, diharapkan penempatan atase bidang pendidikan tak hanya
akan membantu mahasiswa Indonesia saja, namun lebih jauh juga bisa dijadikan sebagai
representasi dunia pendidikan Indonesia di Korea Selatan. Hal ini pun tak lepas dari
semakin banyaknya mahasiswa asing yang belajar di Indonesia. Ditambah lagi, dengan
akan adanya atase pendidikan, maka dapat dipastikan bahwa kerjasama bidang pendidikan
akan semakin menguat di masa mendatang.
Referensi
Anwar, Ratih Pratiwi. (2010). “Menguak Rahasia Kekuatan Ekonomi Korea Selatan”.
Pusat Studi Korea UGM
Nugroho, Suray Agung. (2010). “Korea Dulu dan Sekarang: Sebuah Refleksi untuk
Melihat Indonesia”. Pusat Studi Korea UGM.
Wan Gee, Choi. (2006). The Traditional Education of Korea. Seoul: Ehwa Womans
University Press
_________.(2008). Fakta-fakta tentang Korea. Seoul: Kementerian Kebudayaan, Olahraga
dan Pariwisata
_________. (2009). Education in Korea. Seoul: Ministry of Education, Science and
Technology (MEST)
_________.(2010). Study in Korea 2010-2011. Seoul: Ministry of Education , Science and
Technology (MEST)
Laman:
http://builder.hufs.ac.kr/user/hufsenglish/gra_1.jsp diakses tanggal 2 September 2010
http://gsis.snu.ac.kr/ diakses tanggal 2 September 2010
http://gsis.korea.ac.kr/ diakses tanggal 2 September 2010
http://groups.yahoo.com/group/THEPERPIKA/files/ diakses tanggal 1 September 2010
http://gsis.yonsei.ac.kr/html/content.asp?code=001002002 diakses tanggal 2 September
2010

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

An Analysis of illocutionary acts in Sherlock Holmes movie

27 148 96

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

Teaching speaking through the role play (an experiment study at the second grade of MTS al-Sa'adah Pd. Aren)

6 122 55

Enriching students vocabulary by using word cards ( a classroom action research at second grade of marketing program class XI.2 SMK Nusantara, Ciputat South Tangerang

12 142 101

The Effectiveness of Computer-Assisted Language Learning in Teaching Past Tense to the Tenth Grade Students of SMAN 5 Tangerang Selatan

4 116 138

Analysis On Students'Structure Competence In Complex Sentences : A Case Study at 2nd Year class of SMU TRIGUNA

8 98 53

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37