Hubungan Antara Penggunaan Bahasa Ibu da

KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬yang telah
memberikan nikmat Iman dan Islam, dan dengannya terlahir nikmat
Ilmu untuk melahirkan amal saleh sebanyak-banyaknya. Shalawat
teriring salam semoga dicurahkan kepada Nabi Muhammad ‫ﷻ‬. yang
telah mewariskan ilmu agar dunia dan seisinya ini dapat terjaga dari
beragam bentuk kerusakan.
Untuk

itu

ucapan

terima

kasih

yang

tidak


terhingga

disampaikan kepada,
1. Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin, MS., Direktur Pascasarjana
Universitas Ibn Khaldun Bogor,
2. Dr. Hasbi Indra MA. selaku ketua prodi pendidikan islam dan
dosen mata kuliah manajemen pendidikan yang telah banyak
mencurahkan waktu dan pemikirannya untuk memberikan
arahan dan nasihat kepada penulis
3. Dr. Zaenal Abidin Arief, M.Sc. Dosen mata kuliah metodologi
penelitian pendidikan islam yang telah banyak berbagi
pengalaman dan menjadi pembimbing dalam penulisan
makalah ini.
4. Para Dosen, selaku guru-guru yang telah menyampaikan
ilmunya dengan tulus dan ikhlas

1

Akhirnya, hanya kepada Allah ‫ ﷻ‬dikembalikan semua urusan.
Semoga makalah


ini dapat bermanfaat bagi semua pihak,

khususnya bagi penulis dan para pembacanya. Semoga Allah ‫ﷻ‬
meridhoi semua usaha yang telah dilakukan untuk merampungkan
makalah ini

dan mencatatnya

sebagai amal ibadah disisi-Nya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka saran dan kritik yang konstruktif dari semua pihak sangat
diharapkan demi penyempurnaan penulisan di masa mendatang.
Mohon doanya agar ini menjadi awal dari upaya untuk terus
membuat perubahan hingga akhir hayat di kandung badan.

Sukabumi , 13 Oktober 2017

2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................3
BAB I............................................................................. 4
PENDAHULUAN................................................................4
A.
B.
C.
D.
E.

Latar Belakang Masalah...................................................4
Identifikasi Masalah.........................................................7
Batasan Masalah............................................................8
Rumusan Masalah...........................................................9
Manfaat Penelitian..........................................................9

BAB II.........................................................................10

KAJIAN TEORITIS..........................................................10
A.

B.
C.
D.

1.

Deskripsi Teori.............................................................10
Kesalahan Bahasa Lisan.............................................................10

2.

Bahasa Ibu................................................................................ 21

3.

Komunikasi Lisan........................................................................24


4.

Minat Baca................................................................................ 26
Penelitian Yang Relevan..................................................30
Kerangka Berfikir..........................................................32
Pengajuan Hipotesis......................................................34

BAB III........................................................................35
METODOLOGI PENELITIAN............................................35
A.
B.
C.
D.
E.

Tujuan penelitian..........................................................35
Tempat dan Waktu penelitian............................................35
Metode Penelitian.........................................................36
Populasi dan Sampel.....................................................37
Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data.....................38


DAFTAR PUSTAKA..........................................................41

3

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dunia Pendidikan memiliki peranan penting dalam membangun
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan unggul. Tidak hanya
terkonsentrasi pada masalah ilmu pengetahuan dan nilai- nilai yang
tertulis pada kertas saja, tapi lebih dari itu pendidikan merupakan sebuah
proses yang bertujuan untuk membina dan memperbaiki permasalahan
akhlak yang merupakan tujuan utama diutusnya Nabi Muhammad ‫ﷻ‬
sebagai nabi dan rasul terakhir. Rasulullah ‫ ﷻ‬bersabda dalam sebuah
hadits:

‫ل‬
‫م م‬
‫ق‬

‫م اخل م خ‬
‫كاَرِ م‬
‫م م‬
‫م م‬
‫ت ِلت م م‬
‫ماَ ب لعِث خ ل‬
‫ِإن ن م‬
ِ ‫خمل‬
“sesungguhnya aku (Muhammad) diutus untuk menyempurnakan akhlak” 1
Pendidikan tidak terfokus hanya dalam masalah pengembanan fisik
maupun intelektual saja namun juga berperan dalam membanun ruh, jiwa
dan agama peserta didik. Dengan demikian ilmu yang diajarkan di sekolah
atau universitas harus bisa menjadikan peserta didik lebih rajin
menunaikan shalat berjamaah di masjid, beretika dalam begaul dengan
semua orang, memiliki kepedulian terhadap orang lain atau bahan
makhluk lain yang membutuhkan.
Agama islam merupakan agama yang sangat mementingkan
permasalahan pendidikn dan ilmu, hal ini dibuktikan dengan janji Allah ‫ ﷻ‬di

1 Sahih Bukhari


4

dalam firmannya yang menjelaskan dalam AL Quran surat ad Dzariyat
ayat 11 bahwa Dia akan mengangkat derajat hambaNya yang beriman
dan berilmu:

ُ‫ن لأوُت لتتو‬
ِ ‫وُا‬
‫من خك لتت خ‬
‫نآ م‬
‫ي مخرفمِع الل ل‬
‫م موُال نتتذ ِي خ م‬
‫من ل خ‬
‫ه ال نذ ِي خ م‬
‫ت‬
‫جاَ ت‬
‫م د ممر م‬
‫ال خعِل خ م‬
“ Allah Mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu

beberapa derajat”

dalam sebuah hadits Rasulullah ‫ ﷻ‬bersabda:

‫سل م م‬
‫سهن م‬
‫ه‬
‫ك ط مرِي خ م‬
ِ ِ‫س فِي خه‬
ِ ‫قاَ ي مل خت م‬
‫ماَ م‬
‫ن م‬
‫ل الل ل‬
‫عل خ م‬
‫" م‬
‫م ل‬
‫م خ‬
"‫ة‬
‫ه ب ِهِ ط مرِي خ م‬
ِ ‫جن ن‬

‫قاَ إ ِملىَ ال م‬
‫لم ل‬
“Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu maka
Allah mudahkan baginya jalan menuju surga”

2

Bebrepa dalil di atas memberikan gambaran kepada kita bahwa

agama

islam

sangat

mementingkan

pendidikan

dan


ilmu

bagi

pemeluknya, sebuah pendidikan yang mengarah kepada perbaikan
peserta didik dari segi keyakinan dan berfokus pada kebahagiaan dunia
da akhirat.

2 Sahih Muslim

5

Dalam dunia pendidikan berbasis asrama atau Boarding yang
mewajibkan peserta didiknya utuk tinggal dan menetap di lingkungan
sekolah atau lebih sering disebut dalam istilah islam sebagai pesantren. Di
Indonesia khususnya banyak lembaga pendidikan yang menerapkan
model pendidikan boarding, hal ini bertujuan untuk mmberikan porsi waktu
belajar yang lebih banyak disamping banyak keunggulan yang dimiliki
lembaga pendidikan yang menerapkan model pendidikan seperti ini.
Diantaranya memiliki keunggulan bahasa arab, peserta didik akan lebih
mandiri, memiliki waktu yang banyak untuk belajar, mampu berinteraksi
dengan berbagai model dan karakter manusia.
STIBA ARRAAYAH di Sukabumi merupakan salah satu perguruan
tinggi swasta yang menerapkan sistem boarding school dan mewajibkan
semua mahasiswanya untuk menggunakan bahasa arab sebagai bahasa
komunikasi

sehari-hari.

Sehingga

sampai

penelitian

ini

dilakukan

mahasiswa STIBA ARRAAYAH Sukabumi dikenal memiliki kefasihan
berbicara menggunakan bahasa arab. Hal ini menjadikan perguruan tinggi
STIBA ARRAYAH banyak diminati oleh lulusan-lulusan jenjang SMA/MA
yang ingin mempelajari bahasa arab baik lisan maupun tulisan dan juga
ilmu sya’inya.
Sampai sekarang ini mahasiswa STIBA ARRAAYAH terdiri dari
lulusan-lusan SMA/MA yang berasal dari seluruh daerah di tanah air
Indonesia. Dengan kata lain masing-masing mahasiswa memiliki bahasa
daerah tersendiri dan bahasa nasional Indonesia. Pembelajaran bahasa
arab di STIBA ARRAAYAH telah berlangsung sejak awal dimulainya

6

proses belajar mengajar pada tahun 2006, hal ini sudah tentu memberikan
banyak pengalaman yang berharga dalam hal mengajarkan bahasa arab
yang merupakan bahasa asing atau bahasa kedua(B 2) bagi masyarakat
Indonesia yang notabene telah memiliki bahasa ibu (B 1) nasional
Indonesia disamping tidak sedikit pula yang memiliki bahasa daerah
sebagai bahasa ibu.
Melihat realita di lapangan terkait kemampuan mahasiswa STIBA
ARRAAYAH dalam berbahasa arab secara lisan, ternyata masih memiliki
kesalahan dan kekurangan. Hal ini merupakan hal yang biasa dan pasti
terjadi pada setiap lembaga yang mengajarkan bahasa asing(B 2).
Kesalahan yang wajar dan normal terjadi ini bukan terus dibiarkan begitu
saja. Setiap lembaga pendidikan yang mengajarkan bahasa asing, terlebih
bahsa asing ini menjadi nilai plus dan keunggulan, harus terus dan
senantiasa dievaluasi prosesnya, sehingga tujuan dalam pembelajaran
bahasa tersebut sebagaimana tercantum dalam tujuan-tujuan lembaga
pendidikan tersebut dapat tercapai dan terus terjadi peningkatan bukan
malah kemunduran.
Bahasa arab sebagai bahasa umat islam dan bahasa ibadah
menjadikannya

memiliki

keistimewaan

tersendiri.

Sehingga

STIBA

ARRAAYAH akan berusaha semaksimal mungkin untuk mencetak
generasi-generasi bangsa yang paham tentang ilmu-ilmu agama islam
yang dibarengi dengan penguasaan bahasa arab yang baik sesuai
dengan kaidah-kaidah bahasa yang benar

7

B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang telah dikemukakan di latar belakang masalah
berupa kesalahan berbahasa arab lisan mahasiswa STIBA Arrayah
memiliki banyak penyebab dan faktor.
Apakah bahasa arab sangat sulit utuk dipelajari?, apakah
perbedaan huruf-huruf arab dengan huruf-huruf bahasa indonesia
menjadikan mahasiswa merasa kesulitan dalam mengucapkannya?,
apakah minimnya dasar keilmuan bahasa arab di sekolah tempat
mahasiswa

sebelumnya

belajar

menjadi

sebab

kesalahan

dalam

berbahasa arab lisan?, apakah minat baca buku-buku berbahasa arab
menjadi faktor sulitnya berbicara dengan bahasa arab?, apakah
rendahnya keinginan belajar bahasa arab berdampak pada kesalahankesalahan mahasiswa dalam berbahasa arab secara lisan?, apakah
penggunaan bahasa ibu baik itu bahasa indonesia atau bahasa daerah
selama proses belajar bahasa arab berpengaruh pada komunikasi lisan
dengan bahasa arab?, apakah ketidak sungguhan mahasiswa dalam
mempraktekkan bahasa arab dalam berbicara menjadi sebab banyak
terjadinya kesalahan pengucapa bahasa arab?.
8

C. Batasan Masalah
Dari beberapa penyebab yang telah teridentifikasi maka penulis
membatasi masalah yang akan dibahas dalam penulisan ini menjadi tiga
variabel:
X1 : Penggunaan bahasa ibu dalam komunikasi lisan.
X2: Minat baca buku-buku bahasa arab.
Y: Kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa STIBA ARRAAYAH Sukabumi.
D. Rumusan Masalah
Pokok pembahasan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah

penggunaan

bahasa

ibu

dalam

komunikasi

lisan

berhubungan dengan kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa
STIBA ARRAAYAH Sukabumi?.
2. Apakah minat baca buku-buku bahasa arab berhubungan dengan
kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa STIBA ARRAAYAH
Sukabumi?.
3. Apakah hubungan

antara

penggunaan

bahasa

ibu

dalam

komunikasi lisan dan minat baca buku-buku bahasa arab secara
bersama-sama berhubungan dengan kesalahan bahasa arab lisan
mahasiswa STIBA ARRAAYAH Sukabumi?.
E. Manfaat Penelitian
1. Penelitian menjadi bahan masukan bagi STIBA ARRAAYAH
Sukabumi

dan

lembaga-lembaga

mengajarkan bahasa arab

9

pendidikan

lain

yang

2. Peelitian ini menjadi rujukan bagi peneliti-peneliti lain yang
mengangkat tema yang sejenis dengan penelitian ini.
3. Penelitian ini menjadi pedoman bagi tenaga pendidik yang
menekuni pembelajaran bahasa arab.

BAB II
KAJIAN TEORITIS
A. Deskripsi Teori
1. Kesalahan Bahasa Lisan
a. Pengertian Kesalahan Bahasa
Pembahasan tentang kesalahan berbahasa merupakan masalah
yang tidak sederhana, Istilah kesalahan berbahasa memiliki pengertian
yang beragam. Untuk itu, pengertian kesalahan berbahasa perlu diketahui
lebih awal sebelum kita membahas tentang kesalahan berbahasa. Corder
(1974) menggunakan 3 (tiga) istilah untuk membatasi kesalahan
berbahasa: (1) Lapses, (2) Error, dan (3) Mistake. Bagi Burt dan Kiparsky
dalam Syafi’ie (1984) mengistilahkan kesalahan berbahasa itu dengan
“goof”, “goofing”, dan “gooficon”. Sedangkan Huda (1981) mengistilahkan
kesalahan berbahasa itu dengan “kekhilafan (error)”. Adapun Tarigan
(1997) menyebutnya dengan istilah “kesalahan berbahasa”.
Lapses, Error dan Mistake adalah istilah-istilah dalam wilayah
kesalahan berbahasa. Ketiga istilah itu memiliki domain yang berbedabeda

dalam

memandang

kesalahan

menjelaskan:
1) Lapses

10

berbahasa.

Corder

(1974)

Lapses adalah kesalahan berbahasa akibat penutur beralih cara
untuk menyatakan sesuatu sebelum seluruh tuturan (kalimat) selesai
dinyatakan selengkapnya. Untuk berbahasa lisan, jenis kesalahan ini
diistilahkan dengan “slip of the tongue” sedang untuk berbahasa tulis,
jenis kesalahan ini Analisis Kesalahan Berbahasa Drs. Dian Indihadi,
M.Pd. 3 diistilahkan “slip of the pen”. Kesalahan ini terjadi akibat
ketidaksengajaan dan tidak disadari oleh penuturnya.
2) Error
Error adalah kesalahan berbahasa akibat penutur melanggar
kaidah atau aturan tata bahasa (breaches of code). Kesalahan ini terjadi
akibat penutur sudah memiliki aturan (kaidah) tata bahasa yang berbeda
dari

tata

bahasa

kekurangsempurnaan

yang

lain,

sehingga

atau

ketidakmampuan

itu

berdampak

penutur.

Hal

pada

tersebut

berimplikasi terhadap penggunaan bahasa, terjadi kesalahan berbahasa
akibat penutur menggunakan kaidah bahasa yang salah.
3) Mistake
Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat
dalam memilih kata atau ungkapan untuk suatu situasi tertentu. Kesalahan
ini mengacu kepada kesalahan akibat penutur tidak tepat menggunakan
kaidah yang diketahui benar, bukan karena kurangnya penguasaan
bahasa kedua (B2). Kesalahan terjadi pada produk tuturan yang tidak
benar. Burt dan Kiparsky tidak membedakan kesalahan berbahasa, tetapi
dia menyebut “goof” untuk kesalahan berbahasa, yakni: kalimat-kalimat

11

atau tuturan yang mengandung kesalahan, “gooficon” untuk menyebut
jenis kesalahan (sifat kesalahan) dari kegramatikaan atau tata bahasa,
sedangkan “goofing” adalah penyebutan terhadap seluruh kesalahan
tersebut, goof dan gooficon. Menurut Huda (1981), kesalahan berbahasa
yang dilakukan oleh siswa (anak) yang sedang memperoleh dan belajar
bahasa kedua disebut kekhilafan (error). Kekhilafan (error), menurut
Nelson Brook dalam Syafi’ie (1984), itu “dosa/kesalahan” yang harus
dihindari dan dampaknya harus dibatasi, tetapi kehadiran kekhilafan itu
tidak dapat dihindari dalam pembelajaran bahasa kedua.
Ditegaskan oleh Dulay, Burt maupun Richard (1979), kekhilafan
akan selalu muncul betapapun usaha pencegahan dilakukan, tidak
seorang

pun

dapat

belajar

bahasa

tanpa

melakukan

kekhilafan

(kesalahan) berbahasa. Menurut temuan kajian dalam bidang psikologi
kognitif, setiap anak yang sedang memperoleh dan belajar bahasa kedua
selalu membangun bahasa melalui proses kreativitas 3. Jadi, kekhilafan
adalah hasil atau implikasi dari kreativitas, bukan suatu kesalahan
berbahasa. Kekhilafan adalah suatu hal yang wajar dan selalu dialami
oleh anak (siswa) dalam proses pemerolehan dan pembelajaran bahasa
kedua. Hal itu merupakan implikasi logis dari proses pembentukan kreatif
siswa (anak).
Hendrickson

dalam

Nurhadi

(1990)

menyimpulkan

bahwa

kekhilafan berbahasa bukanlah sesuatu yang semata-mata harus
dihindari, melainkan sesuatu yang perlu dipelajari. Dengan mempelajari
3 Dian Indihadi, Jurnal Analisis Kesalahan Berbahasa

12

kekhilafan minimal ada tiga informasi yang akan diperoleh guru (pengajar)
bahasa, yakni:
1) kekhilafan berguna untuk umpan balik (feedback), yakni tentang
seberapa jauh jarak yang harus ditempuh oleh anak untuk sampai kepada
tujuan serta hal apa (materi) yang masih harus dipelajari oleh anak
(siswa).
2) kekhilafan berguna sebagai data/fakta empiris untuk peneliti atau
penelitian tentang bagaimana seseorang memperoleh dan mempelajari
bahasa.
3) kekhilafan berguna sebagai masukan (input), bahwa kekhilafan adalah
hal yang tidak terhindarkan dalam pemerolehan dan pembelajaran
bahasa, dan merupakan salah satu strategi yang digunakan oleh anak
untuk pemerolehan bahasanya (Corder; Richard, 1975).
Dengan melihat pemaparan di atas dapat dikaakan bahswa
kesalahan bahasa lisan adalah kesalahan penutur bahasa secara sengaja
atau tidak disengaja yang meliputi suara, kaidah dan pemilihan kata.
b. Jenis Kesalahan Bahasa Lisan
Kesalahan berbahasa bisa terjadi pada semua unsur kebahasaan
dan aspek penggunaan bahasa. Berdasarkan hasil analisis yang telah
dilakukan

oleh

para

peneliti,

kesalahan-kesalahan

bahasa

dalam

komunikasi lisan ini bisa dikelompokkan dalam berbagai kategori berikut:
1. Fonologi
No

Kesalahan

Yang benar

13

1.1.
1.2.
1.3.
1.4.
1.5.

Al-fãtikah
Allãhu akbãr
Asshalatu khairun minnaum
Mad, mad, Muhammad..!
Allahumma shalli....wa sallîm

Sebelum

menganalisis

data

Al-fãtihah
Allãhu akbar
Asshalãtu khairun minannûm
Ya Muhammad..!
Allahumma shalli....wa sallim

kesalahan

berbahasa

sesuai

klasifikasinya, ada baiknya jika disajikan terlebih dahulu istilah dan
pengertian dari klasifikasi dalam kajian linguistik tersebut. Secara
etimologi, kata fonologi terambil dari fon yaitu bunyi, dan logi yaitu ilmu.
Maksudnya, fonologi adalah salah satu bidang kajian linguistik yang
mempelajari, menganalisis, dan membicarakan runtunan bunyi-bunyi
bahasa.4

a) Pada contoh 1.1., itu berkaitan dengan fenomena masyarakat Jawa
yang kesulitan dalam pengucapan al-fatikah (‫)الفاَتكة‬. Meski mereka
tahu penulisan kata tersebut, namun memang ternyata orang Jawa,
terutama kalangan usia lanjut, sulit melafatkan huruf (‫ )ح‬yang berada
di tengah kata. Maka terbacalah kata (‫ )الفاَتحة‬menjadi (‫)الفاَتكة‬. Ada
sebagian yang berhujjah, bahwa kesalahan pengejaan itu dipengaruhi
ejaan lama bahasa Indonesia. Namun ada juga yang beralasan
lain.Semua itu memang perlu adanya penelitian khusus.
b) Kata Allãhu akbar (‫)الله أكبر‬, pada contoh 1.2., sering terdengar Allãhu
akbãr (‫)الله أكباَر‬. Kesalahan ini biasa terdengar saat pengumandanan
adzan. Muadzin memanjangkan harakat pada huruf (‫ )ب‬yang

4 Abdul Chaer, Linguistik Umum, hal. 102, cet. III, Rineka Cipta, Jakarta, 2007.

14

semestinya dibaca pendek. Hal ini biasanya dipengaruhi oleh lagu
adzan. Kesalahan serupa juga sering dijumpai saat imam sholat
berjema’ah ber-takbiratul ihram. Sebagai bahasa yang sistematis,
bahasa Arab mempunyai aturan atau kaidah bahasa yang seyogyanya
ditaati bersama oleh siapa saja yang meu mempelajarinya.
c) Pada

contoh

kesalahan

ketiga,

berkaitan

juga

dengan

kebiasaan muadzin di waktu subuh. Kalimat ash-shalãtu khairun
minannaum (‫)الصلة خير من النوُم‬, sering terbacaash-shalãtu khairun
minannaûm: memanjangkan harakat dammah pada huruf (ُ‫)و‬, di (
‫)النوُم‬. Lagi-lagi, alasan untuk kesalahan tersebut karena faktor
kebiasaan.
d) Pada contohh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kebiasaan
masyarakat

kita

saat

memanggil

(al-nida)

rekannya.

Penulis

contohkan nama “Muhammad”, biasanya terpanggil dengan kata
“mad”. Dalam bahasa Arab, untuk pemanggilan atau an-nida,
biasanya didahuli dengan kata ya atau aya atau ayyuha (panggilan
untuk komunitas), tapi tetap harus menyempurnakan –minimal– nama
inti.
e) Untuk data contoh kesalahan dalam tinjauan fonologi terakhir,
kalimat Allahumma shalli ‘ala sayyida Muhammdin wa ‘alã ãlihi wa
sallim (‫)اللهم صل علىَ سيدناَ محمد وُعلىَ آله وُصحبه وُسلم‬, karena
penyesuaian

lagu,

kata wasallim sering

terbaca wasallîm;memanjangkan harakat huruf lam (‫)ل‬. Sebagaimana

15

contoh-contoh kesalahan lainnya, pada kesalahan ini juga disebabkan
karena kebiasaan.
2. Morfologi/sintaksis (tata bahasa)
No
2.1

Kesalahan
Mã aharru asy-syahr !

Yang benar / lebih benar
Mã aharra asy-syahr !

.
2.2

Nabhats maudû’al jadîd

Nabhats ‘an maudû’in jadîdin

.
2.3

Urîdu ata’allamu ...

Urîdu an ata’allama ...

.
2.4

Ana khãlas ãkulu ...

Ana akaltu ...

.
2.5

Man yadribu anta ?

Man darabaka ?

.
2.6

Ana tãlib faslun wahîd

Ana tãlibu al-fasli al-awwal

.
2.7

Anta tanjahu idza tata’allam

In tata’allam tanjah

.

Pada

bagian

ini,

penulis

sengaja

menggabung

data

kesalahan berbahasa dalam tinjauan morfologi dan sintaksis. Selain
alasan

efisiensi,

kedua

kajian

linguistik

pada gramatikal bahasa. Morfologi atau

ini

memang

mengarah

ilmu sharraf membahasa

klasifikasi morfom, macam-macamnya, makna dan fungsinya. Sedangkan
sintaksis atau ilmu nahwu membahas seputar hukum dan kedudukan kata
yang terdapat dalam kalimat atau teks, pembagian kalimat dan
sebaganya.5
5 H.R. Taufiqurrohcman, Leksikologi Bahasa Arab, hal.13, cet.I, UIN-Malang
Press, 2008

16

Pada bagian ini, penulis akan memaparkan kesalahan-kesalahan
pelajar kita dalam perspektif gramatikal bahasa Arab, baik dari tinjauan
morfonnya, juga dari kedudukan kata dalam kalimat atau teks bahasa
Arab.
a) Pertama, kata Mã aharru asy-syahr (‫)ماَ أحرر الشهلر‬, dengan mendammah-kan huruf (‫ )ر‬adalah sebuah kesalahan. Yang benar harus
di-fathah-kan. Sengaja penulis mengarsipkan contoh tersebut. Karena
kesalahan ini merupakan fenomena cikal-bakal perintisan ilmu bahasa
Arab;

menjadi

salah

satu

indikator

munculnya

ilmu

Nahwu.

Sebagaimana dilakoni oleh Abu Aswad Adduali dan putrinya. 6
b) Contoh kesalahan selanjutnya, pada kalimat Nabhats maudû’al jadîd (
‫ح ل‬
‫جد ِي خد م‬
‫ضوُخع م خال م‬
‫موُخ ل‬
‫) ن مب خ م‬. Dalam kaidah ilmu nahwu, kalimat tersebut
‫ث م‬
disebut na’at man’ut, atau penyifatan. Na’at adalah sifat, sedangkan
man’ut adalah yang disifati. Kata (‫جد ِخيد‬
‫ ) خال م‬menjadi sifat, sedangkan (
‫ضوُخع م‬
‫موُخ ل‬
‫ ) م‬adalah yang disifati. Dalam kaidahnya, kata sifat harus
mengikuti kata yang disifati, pada semua aspeknya. Jika kata yang
disifatimudzakkar, maka sifatnya juga harus mudzakar; jika yang
disifati nakirah, demikian juga sifatnya harus dari nomina nakirat.
Dalam

kalimat

di

atas,

nomina mudzakkar yang nakirah, maka

kata

(‫ع‬
‫ضوُخ م‬
‫موُخ ل‬
‫) م‬

seharusnya

kata

adalah
(‫جد ِخيد‬
‫)خال م‬

sebagai sifat harus juga nomina yang mudzakar-nakirah. Maka yang
benar susunan kalimat tersebut adalah Nabhats maudû’in jadîdin (
‫ح ل‬
‫جد ِي خد ت‬
‫ضوُختع م‬
‫موُخ ل‬
‫) ن مب خ م‬
‫ن م‬
‫ث عم خ‬
6 Abdullah Jãd al-Karîm, al-Dars al-Nahwu fi al-Qarn al-‘Isyrîn, hal. 43, cet.I,
maktabah al-Adab, Kairo, 2004

17

‫م‬
‫ل‬
c) Pada contoh selanjutnya, kalimat Urîdu ata’allamu ( ‫م‬
‫ )أرِي خد ل أت معمل ن ل‬adalah
kesalahan yang kerap kali dijumpai pelajar dalam penyusunan kalimat
Arab. Kalimat tersebut terdiri dari dua kata kerja: urîdu (mau/
menginginkan), dan ata’allamu (saya belajar). Dalam kaidah bahasa
Arab, dua kata kerja seperti itu harus dipisahkan dengan harf nasb (
‫م‬
‫أ لريدأ م م‬
‫ن‬
‫)أ خ‬. Maka kalimat tersebut seharusnya Urîdu an ata’allama ( ‫ن أت معمل ن‬
‫ِخ ل خ‬
‫م‬
‫) م‬.
d) Pada dasarnya, bahasa Arab adalah bahasa yang simpel. Perubahan
kata-katanya sangat sistimatis. Dalam kata kerja, umpamanya,
perhitungan waktu sangat sistematis. Tanpa harus ditambah kata
penegasan waktu lampai, saat ini atau yang akan datang, dengan
kaidah yang berlaku, seseorang sudah mafhum dengan waktu yang
dimaksud penutur. Jika ingin mengatakan sudah melakukan sesuatu,
penutur

bahasa

Arab

tidak

usah

penambahkan

kata sudah,

sebagaimana bahasa Indonesia. Maka pada contoh kalimat Ana
‫ص آك ل ل‬
khãlas ãkulu ( ‫ل‬
‫)مأناَ م م‬, yang maksudnya saya sudah makan,
‫خل م خ‬
penutur cukup menggunakan fi’il madi dari kata ( ‫) آكل‬, menjadi ( ...
‫م‬
‫ت‬
‫) أك مل خ ل‬
‫م‬
e) Pada kalimat man yadribu anta ( ‫ت‬
‫ضرِ ل‬
‫ن يم خ‬
‫ب أن خ م‬
‫) م‬, itu juga salah. Yang
‫م خ‬
‫ضرِب ل م‬
benar adalahman yadribuka ( ‫ك‬
‫ن يم خ‬
‫) م‬. Dalam kaidah nahwu
‫م خ‬
dibedakan antara kata ganti yang menjadi subjek dan objek.
Jika anta adalah kata ganti orang kedua mudzakkaruntuk subjek,
maka ka adalah kata ganti oarng kedua mudzakkar untuk keduduan
objek.

18

f) Pada contoh kesalahan selanjutnya, berkaitan dengan kaidah bilangan
(‘adad). Dalam kaidah bahasa arab, dibedakan antara bilangan
nominal dan bertingkat. Bilangan nominal satu, misalnya, berbeda
dengan kata kesatu. Jika yang pertama wãhidun, untuk mudzakkar,
dan wãhidatun untuk muannas;

maka

bilangan

bertingkatnya

menjadi al-awwal dan al-ûla. Maka kalimat di atas yang semuala Ana
‫م‬
tãlibul faslil wahîd (ِ ‫حد‬
‫ب ال خ م‬
ِ ‫ل اخلوُا م‬
‫) أناَ م ط مِاَل ل‬, yang benar adalah Ana
‫ف خ‬
ِ ‫ص‬
‫م‬
‫) مأناَ م م‬
tãlibul faslil awwali ( ‫ل‬
‫ب ال خ م‬
‫طاَل ِ ل‬
‫ف خ‬
ِ ‫ل ا خلوُن‬
ِ ‫ص‬
g) Pada contohh 2.7., adalah contoh kesalahan penutur karena tidak
mencermati kaidah bahasa Arab berkaitan syart dan jawabu al-syart.
Selain itu, penutur kurang mencermati cara penggunaan antara fi’il
‫م‬
madi dan mudari’. Untuk kalimat Anta tanjahu idza tata’allam ( ‫ت‬
‫أن خ م‬
‫م‬
‫) ت من خ م‬, seharusnya menjadi tanjahu idza ta’allamta ( ‫ح ِإذا م‬
‫ج ل‬
‫ت من خ م‬
‫ه ِإذا م ت مت معمل ن ل‬
‫ج ل‬
‫ت‬
‫ج خ‬
‫م ت من خ م‬
‫) إ ِ خ‬7
‫م م‬
‫) ت معمل ن خ‬, atau in tata’allam tanjah ( ‫ح‬
‫ن ت مت معمل ن خ‬
3. Diskursus/wacana
No
Kesalahan
Yang benar / lebih benar
3.1. Ista’mil waktaka ...!
Inthiz waktaka ...!
3.2. Asta’milu libãsan
Albasu libãsan
3.3. La madza-madza
La ba’sa bih../ la musykilata fih..
3.4. Ba’din, ana ajî’ ilaika
Ajîuka ba’din
3.5. Ali qãla ilayya ...
Qãla li, Ali ...
3.6. Syukran ! – Sawa’-sawa’
Sukran ! – ‘Afwan
Pada bagian ini, penulis mencoba memaparkan beberapa
kesalahan berbahsa Arab di kalangan pelajar Indonesia menurut tinjauan
diskursus atau wacana. Dalam perspektif psikolinguistik, pemahaman
seseorang terhadap suatu bahasa harus melalui empat tingkatan:

7 Musthafa al-Galayiyaini, Jãmi’u al-Durus al-Arabiyyah, hal.3-8, cet.VI, Dar alKutub al-Ilmiyah, Bairut, 2006

19

fonologis (al-mustawa al-shawti), leksikologis (al-mustawa al-mu’jami),
struktural (almustawa al-tarkibi), dan diskursus /wacana (al-mustawa alkhitabbi). Keempat tingkatan tersebt tidak jarang dihadapkan pada
perbedaan-perbedaan antara kedua bahasa (ibu dan asing), meskipun
kedua bahasa itu juga memiliki kesamaan. Berangkat dari kesamaan
sistem bahasa itulah pembelajaran bahasa asing diasumsikan jadi lebih
mudah difahami.8
a) Pada contoh 3.1. penutur masih kurang mencermati leksikologi bahasa
Arab yang membedakan penggunaan kosakata antara ista’mala,
labisa, intahaza. Dalam bahasa Indonesia, ketiga kosakata tersebut
sama-sama bermakna memakai. Namun fungsinya berbeda-beda.
Kata ista’mala digunakan untuk pemakaian sesuatu yang dahir,
sedangkan intahaza digunakan untuk sesuatu yang abstrak. Ada juga
kosakata Arab yang digunakan khusus untuk pemakaian baju,
yakni, labisa-yalbasu. Kata waktu termasuk sesuatu yang abstrak.
Jadi,

salah

kalauu

menggunakan ist’mala.

Harusnya

memakai

kata intahaza. Maka kalimat yang benar adalah intahiz waktaka.[8] Jadi
‫ل وُمقخت م م‬
‫م خ‬
kalimat ista’mil waktaka ( ‫ك‬
ِ ‫ست معخ‬
‫ ) ا ِ خ‬seharusnya menjadi intahiz
‫) ا ِن خت مهِخز وُمقخت م م‬
waktaka ( ‫ك‬
b) Pada contoh 3.2., argomentasi pembenaran untuk kesalahannya sama
‫م‬
‫م ل‬
dengan alasan sebelumnya. Maka kalimat asta’milu libãsan ( ِ ‫ل ل‬
ِ ‫ست معخ‬
‫أ خ‬
‫م‬
‫) بماَساَ م‬, yang benar adalahalbasu libãsan ( ‫س ِلبماَساَ م‬
‫) أل خب م ل‬

8 Abdul Fattah, Musykilã al-lughah wa al-Takhãtub fi daw’ ;Ilm al-Lughah alNafsi, hal.83, Cet.I, Dar al-Quba, Kairo, 2002

20

c) Pada

contoh

3.3.,

penutur

mengindonesiakan

bahasa

Arab:

menterjemahkan bahsa Indonesia untuk kalimat tidak apa-apa,
dengan mentransfer langsung kata perkata menjadi la madzamadza. Hal ini tentu salah, karena siyaq Arabi untuk kalimat tersebut
‫خ‬
‫م خ‬
adalah la ba’sa bih ( ِ‫س ب ِه‬
‫شك ِل م م‬
‫) ل م ل‬.
‫) ل م ب مأ م‬, atau la musykilata lah (‫ة فيه‬
‫م م‬
‫ئ إ ِل مي خ م‬
d) Kalimat ba’din ana ajiu ilaika ( ‫ك‬
‫جي خ ل‬
ِ ‫ )ب معخد ت أناَ م أ‬pada nomer 3.4.,
adalah

contoh

penggunaan ta’liqat atau

konjungsi

kata

yang

keliru. Yang benar setelah kata jãa, tanpa diimbuhi kata ila. Maka
‫م‬
‫جي خئ ل م‬
kalimat tersebut seharusnya ajîuka ba’din (‫ك ب معخد ت‬
ِ ‫)أ‬.
e) Setelah kata qãla, ta’lîqãt yang di pakai adalah li. Maka contoh pada
nomer 3.5., seharusnya menjadi qãla li Ali ( ‫) قاَل لي علي‬.
f) Berbeda dengan kebiasaan kita yang mengatakan sama-sama, saat
menjawab ungkapan terimakasih dari seseorang, maka orang Arab
menyatakan ‘afwan ( ‫) عفوُا‬.Lagi pula, kalimat sawa’-sawa’, adalah
kalimat Indonesia yang di-Arabkan saja. Penggunaannya jelas keiru.
2. Bahasa Ibu
a. Pengertian Bahasa
Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) bahasa adalah
sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu
masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan
diri.9
Adapun pengertian bahasa menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
9 KBBI Online https://kbbi.web.id/bahasa, diakses jam 12:40 hari senin tanggal
9 Oktober 2017

21

1. Carrol: Bahasa adalah sebuah sistem berstruktural mengenai bunyi
dan urutan bunyi bahasa yang sifatnya manasuka, yang digunakan,
atau yang dapat digunakan dalam komunikasi antar individu oleh
sekelompok manusia dan yang secara agak tuntas memberi nama
kepada

benda-benda,

peristiwa-peristiwa,

dan

proses-proses

dalam lingkungan hidup manusia.
2. Sudaryono: Bahasa adalah sarana komunikasi yang efektif
walaupun tidak sempurna sehingga ketidaksempurnaan bahasa
sebagai sarana komunikasi menjadi salah satu sumber terjadinya
kesalahpahaman.
3. Saussure: Bahasa adalah objek dari semiologi
4. Mc. Carthy: Bahasa adalah praktik yang paling tepat untuk
mengembangkan kemampuan berpikir
5. William A. Haviland: Bahasa adalah suatu sistem bunyi yang jika
digabungkan menurut aturan tertentu menimbulkan arti yang dapat
ditangkap oleh semua orang yang berbicara dalam bahasa itu.
6. al Jurjani dalam kitab At Ta’rifat bahasa adalah suatu perantara
yang

digunakan

untuk

mengungkapkan

keinginan-keinginan

sekelompok manusia10
b. Pengertian Bahasa Ibu
Bahasa ibu merupakan bahasa yang dimiliki secara alamiah,
secara tidak sadar yang diperoleh di lingkungan keluarga 11. Bahasa Ibu

10 Al Jurjani, At Ta’rifat, Kairo, Dar Al Fadhilah, hlm 161
11Jannatun Indriyani dkk. Jurnal PENGARUH BAHASA PENGANTAR
PEMBELAJARAN DAN BAHASA IBU TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA JAWA
KELAS III SD SE-KECAMATAN PEJAGOAN

22

dalam bahasa Inggris disebut native language adalah bahasa pertama
yang dikuasai atau diperoleh anak (Soenjono, 2003: 241). 12
Di mana pun anak itu lahir, kemudian ia memperoleh atau
menguasai bahasa pertamanya

maka bahasa yang dikuasai

itu

merupakan bahasa Ibu. Apakah itu bahasa daerah, bahasa Nasional,
hingga bahasa Internasional misalnya bahasa Inggris. Umumnya, bahasa
pertama yang dikuasai seorang anak adalah bahasa Ibu (bahasa
daerahnya) bukan bahasa Nasional atau Internasional. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan bahasa pertama yang ia tahu dan gunakan adalah
bahasa negaranya dan bahasa Internasional. Bergantung pada siapa, di
mana, dan atas kepentingan apa bahasa tersebut diperoleh.
Dalam kamus bahasa Indonesia, dikatakan bahwa Bahasa
ibu bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi
dengan sesama anggota masyarakat bahasanya, seperti keluarga dan
masyarakat lingkungannya.13 Pengertian ini pun lebih mengisyaratkan
kepada kita bahwa bahasa Ibu adalah bahasa pertama yang dikuasi anak
dan

selalu

digunakan

saat

berinteraksi

dengan

keluarga

dan

lingkungannya dengan bahasa pertamanya itu.
Jadi, peneliti simpulkan bahwa bahasa Ibu atau bahasa pertama
adalah bahasa yang kali pertama diperoleh atau dikuasai oleh manusia
(anak) melalui interaksi dengan masyarakat bahasanya, dengan bahasa
itu ia mengungkapkan ide, pemikiran, perasaan, dan ekspresi dirinya.
12 Lisdwiana Kurniati, Izhar, BAHASA IBU DALAM PEMBELAJARAN ANAK DI
SEKOLAH, hlm. 3.
13 KBBI Ibid

23

Bahasa Ibu disebut juga bahasa pertama sebab bahasa ibu itu
yang paling dahulu dikuasai seorang anak. Bahasa lain yang dipelajari
setelah bahasa ibu disebut bahasa kedua. Keterampilan seseorang
terhadap sebuah bahasa bergantung pada adanya kesempatan untuk
menggunakan bahasa tersebut. Dapat saja terjadi bahasa kedua lebih
dikuasai dari pada bahasa ibunya. Pada umumnya masyarakat Indonesia
adalah masyarakat bilingual. Artinya, bahasa daerah adalah bahasa
pertama atau bahasa ibu, sedangkan bahasa keduanya adalah bahasa
Indonesia. Kemampuan komunikatif seseorang juga bervariasi, setidaknya
menguasai satu bahasa ibu dengan pelbagai variasinya atau ragamnya;
dan yang lain mungkin menguasai, selain bahasa ibu, juga sebuah
bahasa lain atau lebih, yang diperoleh sebagai hasil pendidikan atau
pergaulannya dengan penutur bahasa di luar lingkungannya. Rata-rata
seorang Indonesia yang pernah menduduki bangku sekolah menguasai
bahasa Ibu dan bahasa Indonesia. Semua bahasa beserta ragamragamnya yang dimiliki atau yang dikuasai oleh seorang penutur disebut
dengan istilah verbal repertoire.
3. Komunikasi Lisan
a. Penegertian Komunikasi Lisan
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia
(Efendy, 2003:8). Ada banyak pengertian yang dapat menggambarkan
mengenai komunikasi, berikut ini adalah beberapa diantaranya. Awalnya,
istilah

komunikasi

mengandung

makna

“bersama-sama”

(common,commones) yang berasal dari bahasa Inggris. Asal istilah

24

komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin yaitu
communication, yang berarti pemberitahuan, pemberi bagian (dalam
sesuatu), pertukaran dimana si pembicara mengharapkan pertimbangan
atau jawaban dari pendengaranya; untuk ikut ambil bagian (Liliweri, 1991:
1). Adapun menurut Cherry, Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan
latin Communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun
kebersamaan antara dua orang atau lebih. Komunikasi juga berasal dari
bahasa latin Communico yang artinya membagi (Cangara,2006:18).
Komunikasi

juga

dapat

diartikan

sebagai

suatu

proses

penyampaian suatu pesan dalam bentuk lambang bermakna sebagai
panduan pikiran dan perasaan berupa ide, informasi, kepercayaan,
harapan, imbauan; yang dilakukan seseorang kepada orang lain secara
tatap muka maupun tidak langsung, melalui media, dengan tujuan
mengubah sikap, pandangan, ataupun perilaku ( Effendy, 2003:60).
Pengertian komunikasi menurut para ahli 14
1. Kamal kamil (2007): komunikasi adalah suatu proses interaksi dua
orang dengan berbagai aspek dan kegiatan
2. Salamah Abdul Hafids (1993): komunikasi adalah kemampuan
untuk menjelaskan gagasan kepada bebagai macam jenis manusia
dalam sebuah bahasa yang jelas.
3. Al Uqaili (1993): komunikasi adalah proses mengambil dan
memberi beberapa makna antara dua orang, dan merupakan
sarana terbaik untuk menyampaikan sebuah informasi, gagasan,
pendapat dan perasaan kepada orang lain guna memberikan
14 ‘Azah ‘Abdus Salam, Maharat ai Ittishal, Kairo, 2007, hlm 5.

25

pengaruh dan keyakinan akan sesuatu yang diinginkan baik
dengan kata-kata atau tidak dengan kata-kata.
4. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa
komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan atau berita
antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat
dipahami; hubungan; kontak15.
Dengan

mengacu

pada

pengertian

komunikasi

yang

telah

dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi lisan adalah
suatu interaksi antara dua orang atau lebih secara lisan baik angsung atau
tidak langsung dalam upaya untuk menyampaiakan suatu bertia, gagasan,
ide dan keinginan dengan bahasa yang jelas dan dimengerti.
4. Minat Baca
a. Pengertian Minat Baca
Pengertian membaca menurut para ahli:
1. Dalam al mu’jam al washit disebutkan bahwa membaca yang
dalam bahasa arab berasal dari kata (( ‫ قرأ – يقرأ – قراءة‬, Qiraa ah
adalah mengamati kata-kata dalam sebuah buku dengan melihat
dan menyuarakannya.16
2. Dalam kamus al Munjid kata Qiraa ah memiliki dua makna, pertama
berarti mengucapkan apa-apa yang tertulis dalam sebuah buku
atau mlihat dan menelaahnya. Dan makna kedua dari qiraa ah
adalah menggabungkan satu bagian dengan bagian yang lain 17
b. Pengertian Minat
15 KBBI https://kbbi.web.id/komunikasi,
16 Ibrahim Dkk, al Mu’jam al washit, 2004, Mesir, Maktabah as syuruq ad
dauliyah, hlm 722.
17 Luis Ma’luf, al munjid fi al lughah wa al a’lam, Beirut, Dar al masyriq, 1975,
hlm 616.

26

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2001: 744),
kata minat memiliki arti kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu,
gairah, keinginan. Jadi harus ada sesuatu yang ditimbulkan, baik dari
dalam dirinya maupun dari luar untuk menyukai sesuatu. Hal ini menjadi
sebuah landasan penting untuk mencapai keberhasilan sesuatu karena
dengan adanya minat, seseorang menjadi termotivasi tertarik untuk
melakukan sesuatu. Minat ditandai dengan rasa suka dan terkait pada
suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Artinya, harus ada
kerelaan dari seseorang untuk melakukan sesuatu yang disukai. Dengan
demikian, timbulnya minat terjadi karena adanya penerimaan akan suatu
hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu diluar dirinya. Semakin kuat
atau semakin besar hubungan tersebut maka semakin dekat minat
seseorang. Adanya minat dalam diri seseorang juga dapat diungkapkan
melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa seseorang cenderung lebih
menyukai sesuatu hal dari pada yang lain. Minat dapat pula diungkapkan
dalam suatu aktivitas tertentu. Seseorang yang memiliki minat terhadap
sesuatu akan memberikan perhatian lebih besar terhadap benda tersebut.
Seseorang

yang

menyukai

suatu

aktivitas,

biasanya

akan

termotivasi dan mau melakukan aktivitas tersebut. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa minat menjadi kekuatan tersendiri untuk melakukan
suatu hal. Menurut Noeng Muhajir (Dwi Sunar Prasetyono, 2008: 54),
minat adalah kecenderungan afektif (perasaan, emosi) seseorang untuk
membentuk aktifitas. Dari sini dapat dilihat bahwa minat itu melibatkan
kondisi psikis (kejiwaan) seseorang. Senada dengan hal ini, Crow dan

27

Crow (Dwi Sunar Prasetyono, 2008: 54), menjelaskan bahwa minat
merupakan kekuatan pendorong yang menyebabkan seseorang menaruh
perhatian pada orang lain atau objek lain.
Sementara itu Hurlock (Dwi Sunar Prasetyono, 2008: 54),
mengutarakan pendapat yang sama yaitu bahwa minat merupakan
sumber motivasi sama, yaitu bahwa minat merupakan sumber motivasi
untuk melakukan apa yang mereka inginkan bila mereka bebas memilih.
Minat merupakan rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal
atau aktifitas, tanpa ada yang menyuruh (Slameto, 2010: 180). Menurut
Hurlock (Hermanto Blogs, 2011), mengartikan minat sebagai sumber
motivasi yang akan mengarahkan seseorang pada apa yang akan mereka
lakukan bila diberi kebebasan untuk memilihnya. Bila mereka melihat
sesuatu itu mempunyai arti bagi dirinya, maka mereka akan tertarik
terhadap sesuatu itu yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan
kepuasan bagi dirinya.
Menurut Chaplin (Hermanto Blogs, 2011), menyebutkan bahwa
interest atau minat dapat diartikan sebagai:
1. Suatu sikap yang berlangsung terus-menerus yang memberi pola
pada perhatian seseorang sehingga membuat dirinya selektif
terhadap objek minatnya.
2. Perasaan yang menyatakan bahwa satu aktivitas pekerjaan atau
objek itu berharga atau berarti bagi individu.
3. Satu keadaan atau satu set motivasi yang menuntut tingkah laku
menuju satu arah tertentu.

28

Dari berbagai pendapat diatas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa yang dimaksud dengan minat adalah suatu rasa yang lebih suka
atau rasa ketertarikan pada suatu kegiatan yang ditunjukkan dengan
keinginan, kecenderungan untuk memperhatikan kegiatan tersebut tanpa
ada seorangpun yang menyuruh, dilakukan dengan kesadaran diri sendiri
dan diikuti dengan perasaan yang senang.
Dan minat baca adalah perasaan tertarik dan suka untuk membaca
yang ditunjukan dengan keinginan, kecenderungan untuk membaca tanpa
ada unsur paksaan ataupun dorongan dari orang lain dan dilakukan
dengan kesadaran sendiri dan diikuti dengan perasaan senang.
1. Faktor yang Mempengaruhi Minat
Minat tidak akan timbul, tumbuh dan berubah tanpa ada interaksi
manusia terhadap objek tertentu. Hal tersebut mengandung arti bahwa
minat terbentuk dalam hubungan dengan suatu objek. Minat pada
dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri
dengan sesuatu yang ada di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat
hubungan tersebut, maka semakin besar minat.
Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh setelah ada
interaksi terhadap objek tertentu. Mengembangkan minat terhadap
sesuatu pada dasarnya adalah membantu siswa memelihara bagaimana
hubungan antara materi yang diharapkan dengan manfaat bagi dirinya
sendiri sebagai individu. Proses ini berarti menunjukkan pada siswa
bagaimana pengetahuan atau kecakapan tertentu mempengaruhi dirinya

29

dan memuaskan kebutuhannya. Faktor timbulnya minat, menurut Crow
and Crow (Hermanto Blogs, 2011), terdiri dari tiga faktor, yaitu:
a. Faktor dorongan dari dalam
b. Faktor motif sosial
c. Faktor emosional
B. Penelitian Yang Relevan
Berikut beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini
1. ANALISIS

KESALAHAN

Muhadatsah

Yaumiyah

BERBAHASA

ARAB

(Studi

Kasus

Santriwati Asrama As-Shofiyah

Pondok

Pesantren Tarbiyatut Tolabah Lamongan). Oleh: Tri Tami Gunarti,
S.Hum
Kesimpulan: Analisis terhadap muhadatsah yaumiyah yang dilakukan
para santriwati Asrama ash-Shofiyah menunjukan menunukan berbagai
macam kesalahan gramatikal, baik pada ranah morfologi maupun
sintaksis. Penulis menyimpulkan bahwa kesalahan-kesalahan gramatika
bahasa arab dalam muhadatsah yaumiyah yang dilakukan para santriwati
Asrama ash-Shafiyah yang menjadi subjek penelitian disebabkan oleh
faktor-faktor

linguistik.

Diantara

bentuk

kesalahannya

adalah:

(1)

penghilangan unsur yang terdiri dari penghilangan subjek, penghilangn
predikat dan penghilangan kata tanya. (2) penambahan unsur yang
kurang tepat, meliputi penambahan huruf jar, dan penambhan dhamir
yang kurang tepat. (3) kesalahbentukan, ang meliputi kesalah bentukan

30

tarkib idhafi, kesalahbentukan tarkib wasfhi (na’at man’ut)kesalahbentukan
jumlah fi’liyah dan kesalahbentukan maf’ul fihi. (4) kesalahurutan, yang
meliputi kesalahurutan istifham, dan kesalahurutan tarkib isnadi.
2. ANALISIS KESALAHAN BAHASA PADA PERCAKAPAN BAHASA
ARAB MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
(PBA) STAIN JURAI SIWO METRO TAHUN AKADEMIK 2013/2014,
Oleh Walfajri.
Kesimpulan:

kesalahan

bahasa

pada

percakapan

bahasa

Arab

mahasiswa Semester III Program Studi PBA STAIN Jurai Siwo Metro
Tahun Akademik 2013/2014 dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis
kesalahan bahasa, yaitu: (1) kesalahan pengucapan bunyi (fonem), (2)
kesalahan morfologi (sharaf), dan (3) kesalahan sintaksis (nahwu).
Pada jenis kesalahan pengucapan bunyi (fonem), frekuensi
tertinggi terjadi pada kesalahan pengucapan bunyi /‫ ض‬/sebanyak 113 kali
(6,2%), bunyi /108 /‫ ث‬kali (5,9%), bunyi /102 /‫ ع‬kali (5,6%), dan bunyi /
98 /‫ ذ‬kali (5,4%). Pada jenis kesalahan morfologi (sharaf), frekuensi
tertinggi terjadi pada kesalahan tashrif fi’il madhiy dengan frekuensi
kesalahan sebanyak 14 kali (3,9%). Selanjutnya disusul oleh kesalahan
tashrif fi’il mudhari’ sebanyak 5 kali (1,4%). Pada jenis kesalahan sintaksis
(nahwu), frekuensi tertinggi terjadi pada kesalahan struktur mudhafmudhaf ilaih dengan frekuensi kesalahan sebanyak 68 kali (17%), man’utna’at 16 kali (4%), dan jar-majrur 15 kali (3,75%).

31

Adapun

faktor

yang

menyebabkan

terjadinya

kesalahan

pengucapan fonem dapat dikategorikan sebagai kesalahan antarbahasa
(interlanguage errors), yaitu kesalahan yang disebabkan oleh interferensi
bahasa ibu atau bahasa pertama (B1) si pelajar/mahasiswa terhadap
bahasa kedua (B2) atau bahasa asing yang dipelajari. Sedangkan faktor
yang menyebabkan terjadinya kesalahan morfologi (sharaf) dan sintaksis
(nahwu) dapat dikategorikan sebagai kesalahan intrabahasa (intralingual
errors), yaitu kesalahan yang merefleksikan ciri-ciri umum kaidah yang
dipelajari seperti kesalahan generalisasi, aplikasi yang tidak sempurna
terhadap kaidah bahasa, dan kegagalan mempelajari kondisi-kondisi
penerapan kaidah nahwu-sharaf.
3. KESALAHAN GRAMATIKA DALAM BERBAHASA TUTUR (Studi
Kasus Mahasiswa Ma’had Ali Hasyim Asy’ari PP Tebu Ireng Jombang),
Oleh Ahmad Sholihudin
Kesimpulan:

adanya

kesalahan

gramatika

yang

dilakukan

oleh

mahasiswa Ma’had “Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang (MAHAT)
yang memperlihatkan dua sumber/penyebab kesalahan berbahasa, yakni
kesalahan antarbahasa atau interferensi, dan kesalahan intrabahasa.
Kesalahan antarbahasa bersumber pada pengaruh sistem bahasa ibu
pembelajar, dalam hal ini adalah bahasa Indonesia. Pemelajar (dalam hal
ini adalah mahasiswa MAHAT) membuat peralihan-peralihan sistem B1 ke
dalam sistem B2 sehingga terjadilah kesalahan-kesalahan berbahasa.

32

Kesalahan kedua, intrabahasa, berupa kesalahan-kesalahan yang
diakibatkan oleh ketidaktersediaan kaidah B2 pada B1 pembelajar.
Kemudian pembelajar menerapkan B2 yang pada akhirnya menyebabkan
kesalahan.
C. Kerangka Berfikir
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional memiliki kedudukan
yang penting bagi setiap penduduk Negara Indonesia, tidak terkecuali
mahasiswa STIBA ARRAAYAH Sukabumi. Meskipun penggunaan bahasa
arab sebagai bahasa percakapan sehari-hari baik dalam lingkungan
pendidikan formal didalam ruangan maupun di luar ruangan dan juga
sebagai bahasa komunikasi sehari-hari antar mahasiswa, penggunaan
bahasa indonesia masih sangat dimungkinkan dan terkadang justru
diharuskan.
Diantara penggunaan bahas indonesia dilokasi area STIBA
ARRAAYAH adalah: dalam pengajaran mata kuliah umum seperti bahasa
indonesia, ppkn dan IT, komunikasi antar mahasiswa dengan pegawai
STIBA di luar tenaga pengajar yag tidak memiliki kemampuan bahasa
arab. Ditambah penyalahgunaan penggunaan bahasa Indonesia atau
bahka bahasa daerah antar sesama mahasiswa yang memungkinkan
terjadi diluar pengawasan.
Di luar komplek STIBA ARRAAYAH sangat lebih memungkinkan
pengunaan bahasa Indonesai atau bahasa daerah. Karena ketika
mahasiswa memiliki kesempatan untuk meninggalkan area STIBA karena
izin, mengajar dan lain sebagainya sangat besar kemungkinan terjadina

33

kontak komunikasi lisan dengan masyarakat umum yang notabene tidak
bisa berbahasa arab. Hal ini bisa berimbas pada ketrampilan bahasa arab
mahasiswa secara lisan.
Keberadaan perpustakaan STIBA yang di isi dengan buku-buku
yang mayoritas berbahasa arab tidak menjamin bisa menjadi daya tarik
bagi mahasiswa agar menjadi senang dan sering membaca buku-buku
tersebut. Karena disampig bahasa arab selain sebagai bahasa kedua
yang memiliki tingkat kesulitan tertentu dalam proses mempelajariya,
membaca juga merupakan suatu aktifitas yang memerlukan suatu
dorongan yang muncul tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Dalam
prakteknya, rendahnya minat mahasiswa untuk membaca buku-buku
berbahasa arab memiliki dampak dan andil tehadap kmampuan
komunikasi lisan mahasiswa denga berbahasa arab.
Penggunaan bahasa ibu B(bahasa nasional Indonesia dan bahasa
daerah)
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan hasil pembahasan deskripsi teori di atas dapat dirumuskan
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan

antara penggunaan bahasa ibu

dalam

komunikasi lisan dengan kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa
STIBA ARRAAYAH Sukabumi.
2. Terdapat hubungan antara minat baca buku-buku bahasa arab
dengan

kesalahan

bahasa

ARRAAYAH Sukabumi.

34

arab

lisan

mahasiswa

STIBA

3. Terdapat hubungan

antara

penggunaan bahasa ibu

dalam

komunikasi lisan dan minat baca buku-buku bahasa arab secara
bersama-sama dengan kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa
STIBA ARRAAYAH Sukabumi?.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan penelitian
Penelitian ini kami lakukan dengan tujuan sebagai berikut
1. Mengetahui hubungan antara penggunaan bahasa ibu dalam
komunikasi lisan dengan kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa
STIBA ARRAAYAH.
2. Mengetahui hubungan antara minat baca buku-buku bahasa arab
dengan

kesalahan

bahasa

arab

lisan

Mahasiswa

STIBA

ARRAAYAH.
3. Mengetahui hubungan antara penggunaan bahasa ibu dalam
komunikasi lisan dan minat baca buku-buku bahasa arab secara
bersamaan dengan kesalahan bahasa arab lisan mahasiswa STIBA
ARRAAYAH
B. Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di STIBA ARRAAYAH Sukabumi yang
beralamat lengkap Jl. Perintis Kemerdekaan RT 01 RW0 05, Kp.
Cimenteng, Ds. Sukamulya, Kec. Cikembar, Sukamulya, Sukabumi, Jawa
Barat 43161, Indon