PEMANFAATAN LIMBAH CAIR BIOETANOL MENJAD

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR BIOETANOL MENJADI
PUPUK ORGANIK CAIR (POC)
Rommy Adeputra Lamuri, Apolonaris Ama Maran, Suratno Lourentius*, Setiyadi
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya,
Jalan Kalijudan 37 Surabaya
*E-mail: suratno.lourentius@yahoo.co.id
ABSTRAK
Pada proses pembuatan bioetanol 95% dari bahan baku tetes nira, karbohidrat atau lignoselulosa akan
menghasilkan limbah cair dengan perbandingan 1 liter bioetanol:10 liter limbah cair. Perbandingan tersebut
menunjukkan banyaknya limbah yang dihasilkan dengan kandungan senyawa organik yang berpotensi pada
penurunan kualitas lingkungan apabila dibuang ke lingkungan tanpa dilakukan penanganan terlebih dahulu. Oleh
karena itu, diperlukan suatu pengolahan yang baik dan benar, salah satunya dengan memanfaatkan EM-4 guna
mendegradasi senyawa organik sehingga dapat diolah menjadi pupuk organik cair.
Bahan baku limbah bioetanol diperoleh dari pabrik bioetanol yakni PT. Agro Nusantara dan EM-4
(effective microorganism) diperoleh dari PT Sanggulangit Persada. Pembuatan pupuk organik cair dilakukan
dengan mencampur limbah cair bioetanol sebanyak 500 mL dengan EM-4 pada volume yang divariasikan yakni; 20,
40, 60, 80 dan 100 mL, kemudian dilakukan fermentasi dengan variasi waktu 3, 6, 9, 12 dan 15 hari. Fermentasi
dilakukan untuk memberi kesempatan effective microorganism (EM-4) mendegradasi senyawa-senyawa organik
menjadi yang lebih sederhana, sehingga dapat meningkatkan kadar N, P dan K. Pengukuran kadar N, P, dan K
dilakukan sebelum dan sesudah proses fermentasi untuk mengetahui adanya perubahan kadar. Sebelum fermentasi,
kadar N diperoleh sebesar o,2447%, P2O5 sebesar 0,0733%, dan K2O sebesar 1,9188%. Setelah dilakukan

fermentasi menggunakan EM-4, diperoleh kadar N, P, dan K tertinggi yaitu pada hari ke-9 dengan penambahan
EM-4 sebanyak 100 mL denga kadar N sebesar 0,4178%, kadar P 2O5 sebesar 0,1782% dan kadar K2O sebesar
2,1636%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar nitrogen, fosfor dan kalium sudah memenuhi syarat kadar SNI.
Kata kunci: limbah bioethanol, effective microorganism (EM-4), kadar NPK

I.

Pendahuluan
Seiring
dengan
perkembangan
teknologi, pertumbuhan penduduk dan
jumlah
industri
yang
meningkat,
mengakibatkan bertambahnya jenis dan
volume limbah. Salah satu industri yang
limbahnya bermasalah adalah industri
bioetanol. Limbah bioetanol merupakan

salah satu penyebab pencemaran lingkungan
yang membawa dampak buruk bagi
kesehatan masyarakat. Pencemaran ini
diakibatkan oleh senyawa–senyawa organik
dalam limbah bioetanol yang mengalami
proses penguraian oleh mikroorgsnisme dan
menimbulkan pembusukan. Di daerah
Bekonang Solo, limbah industri bioetanol
dialirkan ke selokan mengakibatkan
pencemaran terhadap lingkungan (Isroi,
2007).
Limbah bioetanol biasa disebut
dengan vinasse atau stillage memiliki
kandungan senyawa-senyawa organik yang

dapat dimanfaatkan dalam bidang pertanian
seperti pembuatan pupuk organik. Pupuk
organik merupakan jenis pupuk dengan
kandungan unsur hara makro dan mikro
yang tinggi sehingga dapat dimanfaatkan

untuk
meningkatkan
produktivitas
komoditas pertanian. Pupuk organik cair
adalah jenis pupuk yang berbentuk cair
yang mudah meresap ke dalam tanah dan
mengandung unsur-unsur penting bagi
kesuburan
tanah. Keunggulan pupuk
organik cair adalah tidak akan terjadi
kelebihan kapasitas pupuk pada tanah, maka
tanaman akan mudah mengatur pemupukan
lebih merata (Slamet, 2005).
II. Tujuan Percobaan
Tujuan dari penelitian ini adalah
mempelajari pengaruh waktu fermentasi dan
penambahan Effective Microorganism 4
(EM4) terhadap peningkatan kadar N, P dan
K dalam pengomposan limbah bioetanol.
1


III. Tinjauan Pustaka
III.1. Vinasse
Pada industri bioetanol dihasilkan
produk samping berupa limbah cair yang
disebut
sebagai
vinasse
atau stillage. Limbah vinasse pada industri
bioetanol cukup melimpah tergantung
kapasitas produksinya. Secara estimasi
untuk memproduksi 1 liter etanol akan
menghasilkan vinasse atau stillage kurang
lebih 10 liter (Sumada 2013).
Menurut Khanal (2010) komposisi
limbah vinasse adalah sebagai berikut;
karbon organik 3,10%, senyawa organik
6,2%, fulvic acid 0,83%, humic acid
0,32%, total N 1204 mg/L, NH4 87,6
mg/L, NO3 182,4 mg/L, total P 423 mg/L,

total K 0,6%, total Ca 0,54%, total Mg
0,27%, SO4 0,6%, total solid 90,0 gram/L,
COD 100 gram/L dan BOD 39 gram/L.
Unsur-unsur N, P dan K yang terkandung
di dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai
pupuk cair yang memiliki harga jual lebih
tinggi dari harga bioetanol.
III.2. Bioaktifator EM-4
Effective
Microorganism-4
merupakan campuran mikroorganisme
pengurai yang dapat membantu proses
pengomposan bahan organik. EM-4
berupa larutan berwarna coklat dengan pH
3,5-4,0 dan mengandung mikroorganisme
yang terdiri dari jamur fermentasi
(Aspergillus dan Penicilium), bakteri asam
laktat
(Lactobacillus
sp),

bakteri
fotosintetik (Rhodopseudomonas sp),
Actinomycetes, dan ragi (Saccharomyces
sp).
Menurut Djuarnani dkk (2005),
peranan mikroorganisme dalam EM-4
yaitu:
1. Jamur fermentasi (Aspergillus dan
Penicilium) berperan menghasilkan
alkohol, ester dan zat-zat anti mikroba.
Pertumbuhan jamur ini membantu
menghilangkan bau dan mencegah
serbuan
serangga
dan
ulat-ulat
merugikan dengan cara menghilangkan
penyediaan makanannya.
2


2. Bakteri asam laktat (Lactobacillus sp)
berperan dalam menekan pertumbuhan
mikroorganisme
yang
merugikan;
meningkatkan percepatan perombakan
bahan organik; menghancurkan bahan
organik seperti lignin dan selulosa serta
membantu proses fermentasi tanpa
menimbulkan senyawa beracun yang
ditimbulkan dari pembusukan bahan
organik.
3. Bakteri fotosintetik (Rhodopseudomonas sp) menghasilkan zat-zat yang
bermanfaat seperti, asam amino, asam
nukleat dan zat bioaktif yang berguna
bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman.
4. Actinomycetes menghasilkan zat-zat
anti mikroba dari asam amino yang
dihasilkan bakteri fotosintetik. Zat-zat

anti mikroba ini menekan pertumbuhan
jamur dan bakteri berbahaya.
5. Ragi/yeast (Saccharomyces sp) akan
menghasilkan senyawa-senyawa yang
bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman
dari asam amino dan gula yang
dikeluarkan oleh bakteri fotosintetik
dan bahan organic. Ragi menghasilkan
zat-zat bioaktif seperti hormon dan
enzim untuk meningkatkan jumlah sel
aktif dan perkembangan akar. Sekresi
ragi adalah substrat yang baik untuk
bakteri asam laktat dan Actinomycetes.
Secara umum, EM-4 bermanfaat
untuk
mempercepat
pengomposan
sampah organik dan kotoran hewan,
memperbaiki sifat fisik, kimia dan
biologis tanah, serta meningkatkan

ketersediaan nutrisi dan senyawa organik
dalam
tanah.
Pengomposan
atau
penguraian tersebut akan menghasilkan
bahan organik seperti; asam amino,
protein, karbohidrat dan vitamin yang
mudah diserap oleh akar tanaman
(Utomo, 2007).
Mikroorganisme yang ada di
dalam EM-4 mengurai bahan organik dan
substrat yang berasal dari proses
pembuatan bioetanol dengan reaksi
sebagai berikut:
CxHyOzN2S+mikroorganisme+O2 

CO2+H2O+NH3 + CxHyOzN

(1)


3(NH4)2SO4+ mikroorganisme 
6H2O + N2 + 4NH3 + 3SO2

(2)

2NaH2PO4 + mikroorganisme 
P2O5 + 2NaOH + H2O

(3)

K2SO4 + mikroorganisme 
K2O + SO3

(4)

Reaksi dekomposisi senyawa organik
atau subtrat tersebut menghasilkan NH 3
yang menunjukan lingkungan bersifat basa
serta K2O dan P2O5 (Effendi, 2003).

III.3. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah pupuk yang
sebagian besar atau seluruhnya terdiri atas
senyawa-senyawa organik yang pada
umumnya berasal dari tanaman dan dalam
jumlah sedikit dapat ditemukan dalam
kotoran. Dalam proses pengolahannya,
pupuk organik dapat berupa padat maupun
cair dan dapat digunakan sebagai agen
pensuplai
bahan
organik
untuk
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi
tanah (Simanungkalit, 2006).
Menurut Fitri dkk (2007) Pupuk
organik cair mempunyai beberapa manfaat
diantaranya adalah:
1. Dapat mendorong dan meningkatkan
pembentukan klorofil daun dan
pembentukan bintil akar pada tanaman
leguminosae, sehingga meningkatkan
kemampuan fotosintesis tanaman dan
penyerapan nitrogen dari udara;
2. Dapat meningkatkan vigor tanaman
sehingga tanaman menjadi kokoh dan
kuat, meningkatkan daya tahan
tanaman terhadap kekeringan dan
serangan patogen penyebab penyakit;
3. Merangsang pertumbuhan cabang
tanaman;
4. Meningkatkan pembentukan bunga dan
bakal buah;
5. Mengurangi gugurnya daun, bunga dan
bakal buah.
III.4. Nitrogen
Nitrogen (N) merupakan unsur hara
yang penting bagi tumbuhan karena

bermanfaat merangsang pertumbuhan
bagian vegetatif tanaman yaitu akar,
batang dan daun. Kandungan nitrogen
pada tanaman dalam jumlah berlebih
dalam tanaman dapat mengakibatkan
terhambatnya
pembungaan
dan
pembuahan tanaman. Selain itu, nitrogen
juga mempunyai fungsi sebagai peningkat
kadar protein (Sutedjo, 2002).
III.5. Fosfor
Fosfor (P) merupakan unsur hara
yang diperlukan tumbuhan dalam jumlah
besar (hara makro). Dalam tubuh
tumbuhan, fosfor dapat dijumpai dalam
bentuk phitin, nuklein dan fostide yang
merupakan bagian dari protoplasma dan
inti sel. Biasanya fosfor diambil tanaman
dari tanah dalam bentuk H 2PO4- dan
HPO42-. Fosfor bermanfaat
dalam
mempercepat pertumbuhan akar semai,
mempercepat pertumbuhan tanaman muda
menjadi tanaman dewasa, mempercepat
pembungaan dan pemasakan buah biji
serta meningkatkan produksi biji-biji
(Sutedjo, 2002).
III.6. Kalium
Kalium merupakan unsur hara kedua
terbanyak setelah nitrogen. Kalium
mempunyai valensi satu dan diserap
tanaman dari tanah dalam bentuk ion K +.
Unsur K sangat berlimpah dan mempunyai
energi hidrasi rendah sehingga tidak
menyebabkan polarisasi molekul air. Peran
kalium bagi tanaman adalah membentuk
protein dan karbohidrat, meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap penyakit serta
meningkatkan kualitas biji maupun buah
(Sutedjo, 2002).
III.7. Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode
yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan
senyawa yang mengandung nitrogen.
Prinsip dari penentuan kadar protein
dengan metode Kjeldahl adalah penentuan
jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh
suatu bahan dengan cara mendegradasi
protein
bahan
organik
dengan
menggunakan asam sulfat pekat dan
bantuan katalis butiran Zn, sehingga
menghasilkan nitrogen dalam bentuk
3

ammonia. Selanjutnya jumlah nitrogen
yang terlepas sebagai amonia dihitung dan
dikonversikan ke dalam kadar protein
dengan mengalikan konstanta tertentu.

Menurut
Wahyuningsih
(2009),
Standar Nasional Indonesia pada tahun
2004 untuk Pupuk Organik Cair adalah
sebagai berikut:

III.8. Analisis Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu
metode analisis yang didasarkan pada
pengukuran serapan sinar monokromatis
oleh suatu larutan berwarna pada panjang
gelombang spesifik dengan menggunakan
monokromator prisma dan detektor
fototube. Metode analisis ini digunakan
untuk mengukur seberapa jauh energi
radiasi yang diserap oleh suatu sistem
sebagai fungsi panjang gelombang dari
radiasi maupun pengukuran absorbsi
terisolasi pada suatu panjang gelombang
tertentu (Clark, 1993).
Penentuan kadar Fosfor (P)
dilakukan dengan menggunakan alat
spektrofotometri UV-VIS. Absorbansi dari
larutan sampel yang diukur dengan
spektrofotometer UV-Vis digunakan untuk
mengukur intensitas sinar yang dilalui
menuju sampel (I) dan membadingkannya
dengan
intensitas
sinar
sebelum
dilewatkan ke sampel tersebut (Io). Rasio
I/Io disebut transmitansi (T), sedangkan
absorbansi diperoleh dari persamaan:
A= - log T
(5)
…. (9)
dengan, A = Absorbansi
T = Transmitansi
sesuai hukum dasarnya yaitu hukum
Lambert Beer (Underwood, 2002).
Penentuan kadar kalium dilakukan
menggunakan metode spektrofotometri
dengan alat spektrofotometer serapan atom
(SSA). Alat ini biasa digunakan dalam
penentuan unsur-unsur logam dan
metaloid yang prinsip pengukurannya
berdasarkan penyerapan cahaya dengan
panjang gelombang tertentu oleh atom
logam dalam keadaan bebas. Metode ini
sangat tepat untuk analisis zat pada
konsentrasi rendah (Skoog, 2002).
III.8. Standar Nasional Indonesia (SNI) Pupuk
Organik
4

Tabel 1. SNI Pupuk Organik Cair

No
.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Parameter

SNI

Carbon Organic,
%
C/N ratio
P2O5, %
K2O, %
Nitrogen (N), %
Kadar Air, %
pH

9,8-32
10-20
Min 0,1
Min 0,2
Min 0,4
Maks
50
6,5-7,49

IV. Metode Penelitian
IV.1. Variabel Penelitian
Variable tetap dalam penelitian ini
adalah volume limbah cair bioetanol
sebanyak 500 mL. dan suhu fermentasi
pada suhu ruang.
Variabel berubah pada penelitian ini
adalah volume bioaktifator EM-4 (20, 40,
60, 80 dan 100 mL) dan waktu fermentasi
(3, 6, 9, 12 dan 15 hari).
IV.2. Prosedur Penelitian
Limbah cair bioetanol sebagai bahan
baku utama pada penelitian ini disaring
untuk memisahkan kotoran padat dan
dilakukan analisis kadar N, P, K pada
limbah tersebut sebagai faktor pembanding
terhadap kadar N, P, K setelah
difermentasi.
Sebelum
dilakukan
proses
fermentasi, EM-4 perlu diaktifkan
menggunakan air. Pengaktifan EM-4
berfungsi untuk memperbanyak jumlah
mikroorganisme yang terkandung di
dalamnya. Selanjutnya disiapkan 5 wadah
berupa beaker glass dan dituangkan
limbah bioetanol sebanyak 500 mL,
kemudian ditambahkan bioaktifator EM-4
pada masing-masing sampel limbah
dengan variasi volume EM-4 pada tiap
sampel yakni dari 20, 40, 60, 80, dan 100

mL. Masing-masing sampel diaduk
dengan menggunakan pengaduk hingga
Karakteristi
Hasil Analisis
k
Warna
coklat tua
Bau
kurang sedap
Tekstur
pekat, tidak terlalu kental
pH
8,53
tercampur sempurna.
Sampel akan mengalami proses
fermentasi oleh mikroorganisme yang
terkandung di dalam EM-4 selama
beberapa hari, kemudian dihitung kadar N,
P dan K pada hari ke 3, 6, 9, 12 dan 15.
Analisis kadar N pada sampel dengan
menggunakan metode Kjeldahl, kadar
P2O5
dengan
menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis, dan kadar K 2O
menggunakan Spekrofotometer Serapan
Atom. Kadar N, P, K hasil penelitian
dibandingkan dengan kadar SNI.

dan kualitas limbah yakni berkaitan dengan
warna, tekstur, bau, pH, dan kadar
kandungan hara (N, P, dan K). Analisis ini
dijadikan
sebagai
parameter
atau
pembanding sifat dan karakteristik limbah
setelah dilakukan pengomposan.
Tabel 2. Hasil analisis karakteristik limbah cair
bioethanol

Selain itu dilakukan analisis kadar hara N, P, dan
K yang terkandung dalam limbah bioetanol
sebelum dilakukan pengomposan.
Tabel 3. Hasil analisis kadar hara NPK sebelum
fermentasi

Kandungan Hara
Kadar (%)
Nitrogen (N)
0,2447
Fosfor dalam P2O5
0,0733
Kalium dalam K2O
0,9188
V.2.Hasil Analisis Kadar N, P 2O5, dan K2O
pada Penambahan EM-4 60 mL
Hasil analisis kadar N, P2O5, dan K2O
pada penambahan EM-4 60 mL ditunjukan
pada table berikut:
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar N, P2O5, dan K2O pada
Penambahan EM-4 60 mL

Sampel
Limbah
bioetanol
(500 mL
limbah
boetanol
+ 60 mL
EM-4)

Hari
ke-

Kadar
N (%)

Kadar
P2O5
(%)

Kadar
K2O
(%)

0

0,2447

0,0733

1,9188

3
6
9
12
15

0,2907
0,3506
0,3643
0,3290
0,3318

0,0883
0,1274
0,1694
0,1371
0,1407

2,1153
2,3177
2,0102
1,9681
2,5051

Gambar 1. Prosedur Percobaan

V. Hasil Penelitian dan Pembahasan
V.1. Analisis Pretreatment
Pada tahap awal penelitian ini
dilakukan analisis mengenai karakteristik
5

Gambar 2. Hasil Analisis Kadar N, P2O5, dan K2O
pada Penambahan EM-4 60 mL

Dari hasil di atas, terlihat bahwa
kadar N, P2O5 dan K2O mengalami
perubahan setelah ditambahkan effective
microorganism
(EM-4).
Hal
ini
menunjukkan adanya pengaruh EM-4
dalam meningkatkan kadar N, P 2O5, dan
K2O. Perubahan kadar tersebut akan
semakin jelas terlihat dengan adanya
pengaruh waktu fermentasi, seperti yang
ditunjukkan pada tabel 4 atau pada gambar
2 di atas.
Kadar N dan P2O5 mengalami
kenaikan pada hari ke-3 dan terus berlanjut
hingga hari ke-9. Namun, pada hari ke-12
mengalami penurunan dan meningkat lagi
pada hari ke-15 meskipun kadar yang
diperoleh lebih kecil daripada perolehan
pada hari ke-9. Perolehan kadar N dan P2O5
tertinggi yaitu pada hari ke-9 yang
menunjukkan
bahwa
mikroorganisme
bekerja secara optimal pada hari ke-9 dan
menurunnya kadar pada hari ke-12
disebabkan karena
makanan untuk
mikroorganisme mulai berkurang sehingga
kinerja mikrorganisme juga akan semakin
menurun.
Kadar K2O mengalami kenaikkan
hingga hari ke-6 dan menurun pada hari ke9 dan 12, namun meningkat lagi pada hari
ke-15. Perolehan kadar K2O yang tidak
stabil tersebut menunjukkan adanya kinerja
mikroorganisme yang masih berlanjut
meskipun sempat mengalami penurunan.
6

Hasil menunjukan kadar N dan P2O5
megalami penurunan pada hari ke-12,
bukan
berarti
kinerja
semua
mikroorganisme menurun melainkan masih
ada beberapa mikroorganisme yang bekerja
terutama dalam meningkatkan kadar K 2O.
Oleh karena itu, secara keseluruhan, kadar
N, P2O5 dan K2O terbaik diperoleh pada
hari ke-9, sehingga hari ke-9 dapat
ditetapkan sebagai waktu optimum untuk
menghasilkan kadar N, P2O5 dan K2O
dengan kadar N sebesar 0,3643%, kadar
P2O5 sebasar 0,1694% dan kadar K2O
sebesar 2,0102%.
V.3. Hasil Pengukuran Kadar N, P2O5, dan K2O
pada Hari ke-9
Hasil Pengukuran Kadar N, P2O5, dan
K2O pada Hari ke-9 ditunjukan pada table
berikut:

Tabel 5. Hasil Analisis Kadar N, P2O5, dan K2O pada
Penambahan EM-4 60 mL

Sampel

Penambahan
Volume EM4

Kadar N
(%)

Limbah
bioetanol

0

0,2447

Hari ke-9

20
40
60
80
100

0,2667
0,3071
0,3643
0,4001
0,4178

Lanjutan table 5.

Sampel

Kadar P2O5
(%)

Kadar K2O
(%)

Limbah
bioetanol

0,0733

1,9188

Hari ke-9

0,1820
0,1825
0,1694
0,1698
0,1782

2,1701
2,0485
2,0102
2,0536
2,1636

Gambar 3. Hasil Analisis Kadar N, P2O5, dan K2O
pada Penambahan EM-4 60 mL

Dari hasil pengukuran di atas, terlihat
bahwa setiap perlakuan pada sampel limbah
bioetanol mengalami perubahan kadar baik
N, P2O5, maupun K2O. Perubahan tersebut
menunjukkan
adanya
aktivitas
mikroorganisme dalam mendegradasi atau
mengurai senyawa organik. Pada dasarnya,
semakin
banyaknya
EM-4
yang
ditambahkan
maka
semakin
banyak
mikroorganisme
yang
mendegradasi
senyawa organik sehingga perolehan kadar
N, P2O5 dan K2O akan semakin meningkat.

Perolehan kadar N selalu mengalami
peningkatan seiring dengan semakin
banyaknya EM-4 yang ditambahkan.
Namun, hal tersebut berbedah dengan
perolehan kadar P2O5 dan K2O. Kadar P2O5
meningkat
pada
penambahan
EM-4
sebanyak 20 mL dan 40 mL, menurun pada
penambahan 40 mL dan 80 mL, dan
meningkat lagi pada penambahan 100 mL.
Sedangkan, kadar K2O meningkat pada
penambahan EM-4 sebanyak 20 mL,
menurun pada penambahan 40 mL dan 60
mL,
namun
meningkat
lagi
pada
penambahan 80 mL dan 100 mL. Perolehan
kadar P2O5 dan K2O yang kurang stabil
tersebut menunjukkan adanya aktivitas
mikroorganisme
yang
tidak
hanya
mendegradasi
senyawa
organik
dan
meningkatkan kadar N, P2O5 dan K2O
melainkan juga mengkonsumsi senyawa
organik tersebut karena dianggap sebagai
nutrisi sehingga dapat mengurangi kadar
P2O5 dan K2O.

Secara keseluruhan, kadar N, P2O5 dan
K2O terbaik diperoleh pada penambahan
EM-4 sebanyak 100 mL. Hal ini
menunjukkan bahwa proses fermentasi
limbah bioetanol untuk menghasilkan kadar
N, P2O5, dan K2O tertinggi diperoleh pada
hari ke-9 dengan penambahan EM-4
sebanyak 100 mL, dengan kadar N sebesar
0,4178%, kadar P2O5 sebesar 0,1782% dan
kadar K2O sebesar 2,1636%. Hasil yang
diperoleh tersebut sudah memenuhi syarat
kadar SNI, yakni untuk N minimal 0,4%,
P2O5 minimal 0,1%, dan K2O minimal 0,2%.
Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
kesimpulan yang diperoleh adalah sebagai
berikut:
1. Adanya
pengaruh
waktu
terhadap
peningkatan kadar N,P, dan K dalam
pengomposan limbah bioetanol dan diperoleh
kadar N, P, dan K tertinggi pada fermentasi
hari ke-9 dengan kadar N sebesar 0,3643%,
kadar P2O5 sebasar 0,1694% dan kadar K2O
sebesar 2,0102%.
2. Adanya pengaruh penambahan Effective
Microorganism-4
(EM-4)
terhadap
peningkatan kadar N, P dan K dalam
pengomposan limbah bioetanol dan diperoleh
kadar N,P dan K tertinggi pada penambahan
EM-4 sebanyak 100 mL dengan kadar N
sebesar 0,4178%, kadar P2O5 sebesar
0,1782% dan kadar K2O sebesar 2,1636%.
Daftar Pustaka
Badan Standarisasi Nasional. 2010. Pupuk NPK
Padat. SNI 2803:2010.
Clark, B.J. 1993. UV Spectroscopy Techniques
Instrumentations, Data Handling.Chapman
& Hall.London.
Day, R. A. and A. L. Underwood. 2002. Analisis
Kimia Kuantitatif. Edisi Keenam. Jakarta:
Erlangga.
Djuarnani dkk. 2005. Cara Cepat Membuat
Kompos. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Effendi, H. 2003. Telaan Kualitas Air Bagi
Pengelolahan
Sumber
Daya
dan
Lingkungan
Perairan.
Yogyakarta:
Kanisius. fd
7

Isroi. 2007. Pupuk Organik Cair (POC) dari
Limbah Bioetanol. http://isroi.com/2009 /
07/29/pupuk-organik-cair-POC-darilimbah-bioetanol. [30 September 2015].
Mengel, K and A, Kirby. 1987. Principles of
plant nutrition. 4th ed. Switzerland
:International Potash Inst.
Risqiani, Nur Fitri dkk. 2007. Pengaruh Dosis
dan Frekuensi Pemberian Pupuk Organik
Cair Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Buncis (Phaseolus vulgaris.) Dataran
Rendah: Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan
Vol. 7 No.1 (2007).
Skoog. D. A., Donald M. West, F. James Holler,
Stanley R. Crouch, 2000. Fundamentals of
Analytical
Chemistry.
Hardcover.
Publisher: Brooks Cole.
Slamet, Widyati, E.D Purbayanti, C.I. Sutrisno.
2005. Pemanfaatan Limbah Rumah Potong
Hewan (RPH) dan Limbah Industri
Minuman Teh untuk Kompos. Tropika
Jurnal Penelitian Pertanian. Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah.
Malang.
Sumada, Ketut.2013. Pemanfaatan Limbah Cair
Indrustri Etanol (Vinasse) sebagai Pupuk.
http://ketutsumada.blogspot .co.id/2013/01/
pemanfaatan-vinasse-limbah-cair.html, [28
November 2015].
Suriadikarta dan Simanungkalit, 2006. Pupuk
Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar
Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya
Lahan
Pertanian.
Bogor.
http//balittanah.litbang.deptan.go.id.
[01
oktober 2015].
Sutedjo, M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Utomo, A.S.W. 2007. Pembuatan Kompos
dengan Limbah Organik. Jakarta;Sinar
Cemerlang Abadi.
Wahyuningsih dan Supriyo. 2009. Teknologi
Produksi Pupuk Organik Cair dari Limbah
Sampah Rumah Tangga di Kelurahan
Lempongsari, Lodya Semarang dengan
Komposer EM-4

8

9