Konsep E Demokrasi di Amerika Serikat
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Konsep E-Demokrasi di Amerika Serikat
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu
EKOJI999 Nomor
235, 1 Mei 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email indrajit@rad.net.id.
HALAMAN 1 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Banyak praktisi bertanya‐tanya ”apakah ada tempat bagi teknologi informasi untuk dapat
berperan aktif dalam mempromosikan demokrasi di suatu negara?”. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, ada baiknya mempelajari fenomena yang terjadi di Amerika Serikat
terkait dengan penerapan website di lembaga legislatifnya. Seperti diketahui bersama,
pemerintahan Amerika Serikat menganut sistem bikameral (dua kamar). Dewan pertama
adalah House of Representatives yang beranggotakan para wakil rakyat yang mewakili
sejumlah partai hasil pemilihan umum. Sementara dewan kedua adalah Senat yang
merupakan kumpulan dari sejumlah orang yang merupakan representatif dari negara bagian
(states). Seorang anggota House of Representatives kurang lebih mewakili 600,000 orang
konstituen sementara seorang anggota Senat bervariasi berdasarkan jumlah populasi negara
bagian. Tecatat bahwa paling banyak seorang Senat dapat mewakili 35 juta orang. Dalam
kesehari‐hariannya, selain harus mengurusi kegiatan terkait dengan kepemerintahan, para
wakil rakyat ini harus dapat melayani beraneka ragam kebutuhan masyarakat yang
diwakilinya – mulai dari sejumlah individu dengan kebutuhan spesi�iknya, sampai dengan
sejumlah komunitas sosial dengan berbagai ragam visi dan misinya.
Bagi seorang wakil rakyat, berkomunikasi dan memberikan jawaban terhadap semua
permasalahan konstituennya secara efektif merupakan tantangan yang harus dihadapi sehari‐
hari. Gagal berlakukan hal tersebut akan berakibat fatal yang tidak hanya merugikan wakil
rakyat tersebut (karena dijamin mereka tidak akan dipilih lagi di masa mendatang, atau justru
akan ”dijatuhkan” di saat periode aktif mereka), tetapi akan memberikan pengaruh buruk dan
mengganggu kinerja sistem pemerintahan secara keseluruhan.Terkait dengan hal tersebut
maka para wakil rakyat mulai memutuskan untuk membangun sejumlah website agar mereka
dapat bekerja secara lebih efektif dan e�isien. Tanpa disadari, pengembangan website yang
pada awalnya ditujukan untuk menurunkan biaya komunikasi dan transaksi antara wakil
rakyat dengan masyarakat yang ingin berhubungan dengannya (asas e�isiensi), secara
evolusioner terlihat dapat memiliki manfaat tidak langsung lainnya – yaitu meningkatkan
kualitas demokrasi yang terjadi di Amerika Serikat (asas efektivitas). Paling tidak ada 9
(sembilan) aspek yang dapat mempromosikan meningkatnya kualitas proses ”dari, oleh, dan
untuk rakyat” tersebut, yaitu masing‐masing sebagai berikut (Goldschmidt et al, 2002).
Aspek pertama adalah terjadinya perbaikan pelayanan terhadap para konstituen dan
masyarakat. Melalui konsep ”virtual of�ices” yang diterapkan dalam sebuah website, secara
tidak langsung wakil rakyat telah membuka pintunya selama 24/7 untuk dapat diakses oleh
mereka yang berkepentingan dengan cara yang cepat dan harga yang teramat sangat murah.
Dengan kata lain, masyarakat yang membutuhkan hal‐hal semacam: transkrip pidato, notulen
pertemuan, jadwal kunjungan wakil rakyat, aturan‐aturan baru dalam bernegara, dan lain
sebaginya, tidak perlu lagi harus menunggu berita di televisi, koran setiap pagi, majalah
terbitan mingguan, atau konferensi pers, melainkan dapat secara langsung memperolehnya
melalui website terkait.
Aspek kedua berkaitan dengan terlihatnya peranan aktif dari para wakil rakyat dan
relasinya dengan anggota masyarakat maupun konstituennya. Dari ”rekaman” akses terhadap
website terlihat seberapa besar terjadinya interaksi antara para wakil rakyat dengan
konstituen maupun masyarakatnya. Frekuensi dan volume interaksi yang kecil
memperlihatkan bagaimana citra atau keberadaan wakil rakyat itu terkesan ”kurang”
berkaitan langsung atau kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat sehari‐hari – atau
karena tidak dikenalnya (populer) wakil tersebut di kalangan masyarakat. Dari performa ini
seorang wakil rakyat diharapkan dapat melakukan introspeksi terhadap dirinya sehingga
dapat berperan secara lebih aktif dalam melakukan kegiatan yang berkaitan secara langsung
dengan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
HALAMAN 2 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Aspek ketiga berasal dari kemampuan website dalam membangun sebuah pusat informasi
yang dapat ditujukan kepada beragam target masyarakat dengan karakteristik spesi�iknya
masing‐masing. Misalnya komunitas pendidikan yang memerlukan berbagai data dan
informasi terkait dengan beasiswa dan dana riset, atau sekumpulan veteran perang yang
menginginkan kejelasan mengenai asuransi kesehatan yang menjadi hak mereka, atau forum
para dokter yang ingin mempertanyakan mengenai dana alokasi kesehatan masyarakat, dan
lain sebagainya. Dengan navigasi dan �itur yang baik, maka wakil rakyat tersebut dapat
menyediakan seluruh data dan informasi terkait dengan beragam kepentingan yang berbeda
tersebut di dalam sebuah sistem website yang efektif, sehingga nampak terlihat bahwa yang
bersangkutan ”care” terhadap seluruh lapisan masyarakatnya.
Aspek keempat yang secara efektif dapat dijamin melalui implementasi website adalah
terjadinya komunikasi langsung antara masyarakat dengan wakilnya. Melalui fasilitas
semacam email, mailing list, chatting, dan discussion, setiap individu dapat secara langsung
menyampaikan aspirasinya kepada wakil yang dipilihnya tanpa harus khawatir adanya pihak‐
pihak lain yang mendengar, mengetahui, atau mengubahnya. Hal ini berarti para wakil rakyat
benar‐benar mendapatkan data atau informasi dari tangan pertama, sehingga kualitasnya
dapat dipercaya karena belum mengalami distorsi.
Aspek kelima adalah dimungkinkannya pemakaian website sebagai salah satu media untuk
berkoalisi dan mendapatkan dukungan dari masyarakat akar rumput (grassroots).
Terhadap aspirasi yang ada, seorang wakil rakyat harus tanggap menyikapinya. Yang
bersangkutan biasanya setelah melakukan pengecekan, kajian, dan analisa, harus mengambil
sejumlah tindakan terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya, seperti misalnya:
mengajukan anggaran, mengusulkan kebijakan, mempertanyakan suatu keputusan,
menyelidiki kasus/masalah, dan lain sebagainya. Dalam melakukan tugas‐tugas tersebut,
tentu saja yang bersangkutan perlu untuk berkomunikasi secara intensif dan efektif dengan
kelompok masyarakat yang terkait dan berkepentingan terhadap suatu permasalahan
tertentu. Dengan terjalinnya hubungan komunikasi yang intens antara wakil rakyat dan
kelompok masyarakat yang ada, maka jelas yang bersangkutan dapat secara langsung
mendapatkan dukungan dari mereka yang berasal dari akar rumput ini tanpa harus khawatir
terjebak di dalam mekanisme birokrasi yang berbelit‐belit.
Aspek keenam bersumber dari harapan masyarakat bahwa wakil rakyat yang dipilihnya
selain benar‐benar memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya, juga
merupakan seorang pribadi yang jujur, terbuka, dan bermoral. Kata kuncinya adalah bahwa
seorang wakil rakyat haruslah dapat menerapkan asas akuntabilitas yang baik. Karena setiap
hari berbagai aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh wakil rakyat dicatat dan
diinformasikan di dalam website‐nya, maka masyarakat dapat dengan mudah memonitor,
mengawasi, mengevaluasi, dan menilai kinerja wakilnya tersebut.
Aspek ketujuh dari manfaat yang dapat diberikan oleh website adalah meningkatnya
produktivitas wakil rakyat beserta jajarannya. Dengan ”diambilalihnya” urusan
administratif oleh teknologi (website dan internet), maka wakil rakyat dapat memiliki waktu
yang lebih banyak untuk memfokuskan diri pada hal‐hal yang lebih strategis, seperti
misalnya: membuat kebijakan, memperjuangkan nasib masyarakat, memperbaiki kinerja
pemerintahan, menyempurnakan undang‐undang, mengalokasikan dana pembangunan, dan
lain sebagainya. Artinya, produktivitas dari wakil rakyat dengan sendirinya akan meningkat,
yang berarti tingkat kesejahteraan rakyat pun nischaya akan meningkat.
Aspek kedelapan sangat erat kaitannya dengan diberikannya umpan balik (feedback) dari
masyarakat terhadap berbagai pendapat, perilaku, tindakan, pertanyaan, keputusan, dan
sikap wakilnya. Tujuannya ada dua. Yang pertama adalah sedapat mungkin dilakukan suatu
HALAMAN 3 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
proses yang bersifat proaktif, dalam arti kata masyarakat terlebih dahulu memberikan
berbagai saran dan pendapat mengenai hal‐hal yang harus diperhatikan dan dijadikan
pertimbangan oleh wakilnya sebelum yang bersangkutan mengambil keputusan strategis.
Sementara yang kedua adalah untuk hal‐hal yang telah bersifat ”terlambat”, usaha reaktif
yang diambil adalah dengan diberikannya koreksi dari anggota masyarakat terhadap
wakilnya tersebut.
Aspek yang kesembilan adalah bahwa teknologi website yang semakin lama semakin
berkembang pesat, secara langsung akan memberikan rangsangan bagi anggota masyarakat
yang selama ini bersifat pasif dan apatis, untuk dapat lebih aktif berpartisipasi dalam
proses pemerintahan. Banyak sekali materi dan informasi di dalam website yang dapat
memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, misalnya: cara‐cara wakil rakyat
memperjuangkan dan memutuskan sebuah peraturan atau undang‐undang, apa yang harus
dilakukan masyarakat dan para wakilnya dalam rangka penyusunan anggaran pembangunan,
bagaimana hubungan keterkaitan antara lembaga legislatif dengan eksekutif maupun
yudikatif, dan lain sebagainya. Agar menarik, biasanya website terkait tidak hanya berisi
sejumlah dokumen dalam bentuk informasi belaka, namun juga menyertakan sejumlah
cuplikan gambar dan video, lengkap dengan audio dan narasinya.
Dari kesembilan hal tersebut terlihat secara jelas bagaimana kualitas dari sebuah demokrasi
dapat meningkat secara signi�ikan sejalan dengan penerapan sebuah website. Hubungan atau
relasi yang ”intim” antara wakil rakyat dengan konstituen dan masyarakatnya merupakan hal
fundamental yang menjamin terselenggaranya proses bernegara ”dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat”.
‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐
HALAMAN 4 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
Konsep E-Demokrasi di Amerika Serikat
oleh Prof. Richardus Eko Indrajit - indrajit@post.harvard.edu
EKOJI999 Nomor
235, 1 Mei 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
Artikel ini merupakan satu dari 999 bunga rampai pemikiran Prof. Richardus Eko Indrajit di bidang sistem dan
teknologi informasi. Untuk berlangganan, silahkan kirimkan permohonan anda melalui alamat email indrajit@rad.net.id.
HALAMAN 1 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Banyak praktisi bertanya‐tanya ”apakah ada tempat bagi teknologi informasi untuk dapat
berperan aktif dalam mempromosikan demokrasi di suatu negara?”. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut, ada baiknya mempelajari fenomena yang terjadi di Amerika Serikat
terkait dengan penerapan website di lembaga legislatifnya. Seperti diketahui bersama,
pemerintahan Amerika Serikat menganut sistem bikameral (dua kamar). Dewan pertama
adalah House of Representatives yang beranggotakan para wakil rakyat yang mewakili
sejumlah partai hasil pemilihan umum. Sementara dewan kedua adalah Senat yang
merupakan kumpulan dari sejumlah orang yang merupakan representatif dari negara bagian
(states). Seorang anggota House of Representatives kurang lebih mewakili 600,000 orang
konstituen sementara seorang anggota Senat bervariasi berdasarkan jumlah populasi negara
bagian. Tecatat bahwa paling banyak seorang Senat dapat mewakili 35 juta orang. Dalam
kesehari‐hariannya, selain harus mengurusi kegiatan terkait dengan kepemerintahan, para
wakil rakyat ini harus dapat melayani beraneka ragam kebutuhan masyarakat yang
diwakilinya – mulai dari sejumlah individu dengan kebutuhan spesi�iknya, sampai dengan
sejumlah komunitas sosial dengan berbagai ragam visi dan misinya.
Bagi seorang wakil rakyat, berkomunikasi dan memberikan jawaban terhadap semua
permasalahan konstituennya secara efektif merupakan tantangan yang harus dihadapi sehari‐
hari. Gagal berlakukan hal tersebut akan berakibat fatal yang tidak hanya merugikan wakil
rakyat tersebut (karena dijamin mereka tidak akan dipilih lagi di masa mendatang, atau justru
akan ”dijatuhkan” di saat periode aktif mereka), tetapi akan memberikan pengaruh buruk dan
mengganggu kinerja sistem pemerintahan secara keseluruhan.Terkait dengan hal tersebut
maka para wakil rakyat mulai memutuskan untuk membangun sejumlah website agar mereka
dapat bekerja secara lebih efektif dan e�isien. Tanpa disadari, pengembangan website yang
pada awalnya ditujukan untuk menurunkan biaya komunikasi dan transaksi antara wakil
rakyat dengan masyarakat yang ingin berhubungan dengannya (asas e�isiensi), secara
evolusioner terlihat dapat memiliki manfaat tidak langsung lainnya – yaitu meningkatkan
kualitas demokrasi yang terjadi di Amerika Serikat (asas efektivitas). Paling tidak ada 9
(sembilan) aspek yang dapat mempromosikan meningkatnya kualitas proses ”dari, oleh, dan
untuk rakyat” tersebut, yaitu masing‐masing sebagai berikut (Goldschmidt et al, 2002).
Aspek pertama adalah terjadinya perbaikan pelayanan terhadap para konstituen dan
masyarakat. Melalui konsep ”virtual of�ices” yang diterapkan dalam sebuah website, secara
tidak langsung wakil rakyat telah membuka pintunya selama 24/7 untuk dapat diakses oleh
mereka yang berkepentingan dengan cara yang cepat dan harga yang teramat sangat murah.
Dengan kata lain, masyarakat yang membutuhkan hal‐hal semacam: transkrip pidato, notulen
pertemuan, jadwal kunjungan wakil rakyat, aturan‐aturan baru dalam bernegara, dan lain
sebaginya, tidak perlu lagi harus menunggu berita di televisi, koran setiap pagi, majalah
terbitan mingguan, atau konferensi pers, melainkan dapat secara langsung memperolehnya
melalui website terkait.
Aspek kedua berkaitan dengan terlihatnya peranan aktif dari para wakil rakyat dan
relasinya dengan anggota masyarakat maupun konstituennya. Dari ”rekaman” akses terhadap
website terlihat seberapa besar terjadinya interaksi antara para wakil rakyat dengan
konstituen maupun masyarakatnya. Frekuensi dan volume interaksi yang kecil
memperlihatkan bagaimana citra atau keberadaan wakil rakyat itu terkesan ”kurang”
berkaitan langsung atau kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat sehari‐hari – atau
karena tidak dikenalnya (populer) wakil tersebut di kalangan masyarakat. Dari performa ini
seorang wakil rakyat diharapkan dapat melakukan introspeksi terhadap dirinya sehingga
dapat berperan secara lebih aktif dalam melakukan kegiatan yang berkaitan secara langsung
dengan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.
HALAMAN 2 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
Aspek ketiga berasal dari kemampuan website dalam membangun sebuah pusat informasi
yang dapat ditujukan kepada beragam target masyarakat dengan karakteristik spesi�iknya
masing‐masing. Misalnya komunitas pendidikan yang memerlukan berbagai data dan
informasi terkait dengan beasiswa dan dana riset, atau sekumpulan veteran perang yang
menginginkan kejelasan mengenai asuransi kesehatan yang menjadi hak mereka, atau forum
para dokter yang ingin mempertanyakan mengenai dana alokasi kesehatan masyarakat, dan
lain sebagainya. Dengan navigasi dan �itur yang baik, maka wakil rakyat tersebut dapat
menyediakan seluruh data dan informasi terkait dengan beragam kepentingan yang berbeda
tersebut di dalam sebuah sistem website yang efektif, sehingga nampak terlihat bahwa yang
bersangkutan ”care” terhadap seluruh lapisan masyarakatnya.
Aspek keempat yang secara efektif dapat dijamin melalui implementasi website adalah
terjadinya komunikasi langsung antara masyarakat dengan wakilnya. Melalui fasilitas
semacam email, mailing list, chatting, dan discussion, setiap individu dapat secara langsung
menyampaikan aspirasinya kepada wakil yang dipilihnya tanpa harus khawatir adanya pihak‐
pihak lain yang mendengar, mengetahui, atau mengubahnya. Hal ini berarti para wakil rakyat
benar‐benar mendapatkan data atau informasi dari tangan pertama, sehingga kualitasnya
dapat dipercaya karena belum mengalami distorsi.
Aspek kelima adalah dimungkinkannya pemakaian website sebagai salah satu media untuk
berkoalisi dan mendapatkan dukungan dari masyarakat akar rumput (grassroots).
Terhadap aspirasi yang ada, seorang wakil rakyat harus tanggap menyikapinya. Yang
bersangkutan biasanya setelah melakukan pengecekan, kajian, dan analisa, harus mengambil
sejumlah tindakan terkait dengan tugas dan tanggung jawabnya, seperti misalnya:
mengajukan anggaran, mengusulkan kebijakan, mempertanyakan suatu keputusan,
menyelidiki kasus/masalah, dan lain sebagainya. Dalam melakukan tugas‐tugas tersebut,
tentu saja yang bersangkutan perlu untuk berkomunikasi secara intensif dan efektif dengan
kelompok masyarakat yang terkait dan berkepentingan terhadap suatu permasalahan
tertentu. Dengan terjalinnya hubungan komunikasi yang intens antara wakil rakyat dan
kelompok masyarakat yang ada, maka jelas yang bersangkutan dapat secara langsung
mendapatkan dukungan dari mereka yang berasal dari akar rumput ini tanpa harus khawatir
terjebak di dalam mekanisme birokrasi yang berbelit‐belit.
Aspek keenam bersumber dari harapan masyarakat bahwa wakil rakyat yang dipilihnya
selain benar‐benar memperjuangkan aspirasi dan kepentingan masyarakatnya, juga
merupakan seorang pribadi yang jujur, terbuka, dan bermoral. Kata kuncinya adalah bahwa
seorang wakil rakyat haruslah dapat menerapkan asas akuntabilitas yang baik. Karena setiap
hari berbagai aktivitas dan tindakan yang dilakukan oleh wakil rakyat dicatat dan
diinformasikan di dalam website‐nya, maka masyarakat dapat dengan mudah memonitor,
mengawasi, mengevaluasi, dan menilai kinerja wakilnya tersebut.
Aspek ketujuh dari manfaat yang dapat diberikan oleh website adalah meningkatnya
produktivitas wakil rakyat beserta jajarannya. Dengan ”diambilalihnya” urusan
administratif oleh teknologi (website dan internet), maka wakil rakyat dapat memiliki waktu
yang lebih banyak untuk memfokuskan diri pada hal‐hal yang lebih strategis, seperti
misalnya: membuat kebijakan, memperjuangkan nasib masyarakat, memperbaiki kinerja
pemerintahan, menyempurnakan undang‐undang, mengalokasikan dana pembangunan, dan
lain sebagainya. Artinya, produktivitas dari wakil rakyat dengan sendirinya akan meningkat,
yang berarti tingkat kesejahteraan rakyat pun nischaya akan meningkat.
Aspek kedelapan sangat erat kaitannya dengan diberikannya umpan balik (feedback) dari
masyarakat terhadap berbagai pendapat, perilaku, tindakan, pertanyaan, keputusan, dan
sikap wakilnya. Tujuannya ada dua. Yang pertama adalah sedapat mungkin dilakukan suatu
HALAMAN 3 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013
SERI 999 E-ARTIKEL SISTEM DAN TEKNOLOGI INFORMASI
PROF. RICHARDUS EKO INDRAJIT
proses yang bersifat proaktif, dalam arti kata masyarakat terlebih dahulu memberikan
berbagai saran dan pendapat mengenai hal‐hal yang harus diperhatikan dan dijadikan
pertimbangan oleh wakilnya sebelum yang bersangkutan mengambil keputusan strategis.
Sementara yang kedua adalah untuk hal‐hal yang telah bersifat ”terlambat”, usaha reaktif
yang diambil adalah dengan diberikannya koreksi dari anggota masyarakat terhadap
wakilnya tersebut.
Aspek yang kesembilan adalah bahwa teknologi website yang semakin lama semakin
berkembang pesat, secara langsung akan memberikan rangsangan bagi anggota masyarakat
yang selama ini bersifat pasif dan apatis, untuk dapat lebih aktif berpartisipasi dalam
proses pemerintahan. Banyak sekali materi dan informasi di dalam website yang dapat
memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, misalnya: cara‐cara wakil rakyat
memperjuangkan dan memutuskan sebuah peraturan atau undang‐undang, apa yang harus
dilakukan masyarakat dan para wakilnya dalam rangka penyusunan anggaran pembangunan,
bagaimana hubungan keterkaitan antara lembaga legislatif dengan eksekutif maupun
yudikatif, dan lain sebagainya. Agar menarik, biasanya website terkait tidak hanya berisi
sejumlah dokumen dalam bentuk informasi belaka, namun juga menyertakan sejumlah
cuplikan gambar dan video, lengkap dengan audio dan narasinya.
Dari kesembilan hal tersebut terlihat secara jelas bagaimana kualitas dari sebuah demokrasi
dapat meningkat secara signi�ikan sejalan dengan penerapan sebuah website. Hubungan atau
relasi yang ”intim” antara wakil rakyat dengan konstituen dan masyarakatnya merupakan hal
fundamental yang menjamin terselenggaranya proses bernegara ”dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat”.
‐‐‐ akhir dokumen ‐‐‐
HALAMAN 4 DARI 4
(C) COPYRIGHT BY RICHARDUS EKO INDRAJIT, 2013