gambaran ketergantungan nikotin pada mah

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kebiasaan merokok tidak identik dengan kaum pria dewasa saja, tapi juga
dikalangan remaja, wanita, bahkan anak-anak. Perilaku merokok sangat merugikan,
baik untuk diri sendiri maupun orang disekelilingnya. Biaya global yang harus
dikeluarkan untuk penanganan penyakit akibat merokok berkisar 2,9 trilyun rupiah
per tahun. Biaya tersebut belum termasuk biaya penanganan penyakit pada orangorang yang terpapar dengan asap rokok, namun kebiasaan yang telah mendunia ini
tidak mudah dihentikan begitu saja. Hal ini dikarenakan ada kebebasan individual
didalamnya (Fitria dkk, 2013).
Data GAT (Global Adult Tobacco) menunjukkan 879 juta pengguna tembakau
di dunia, terdiri dari 721 juta laki-laki dan 158 juta perempuan di 22 negara yang
tergabung dalam GAT. China mempunyai angka pengguna tembakau terbesar yaitu
288 juta laki-laki dan 13 juta perempuan, diikuti oleh india dengan 197 juta laki-laki
dan 78 juta perempuan (Samira, et al, 2015). Berdasarkan survey yang dilakukan oleh
CDC (Center for Disease Control and Prevention), penggunaan tembakau dalam
bentuk rokok di Amerika Serikat dimulai ketika duduk dibangku sekolah menengah
atas dan bertahan hingga dewasa. Hampir 9 dari 10 perokok memulai rokoknya pada
usia 18 tahun dan menjadi perokok aktif pada usia 26 tahun. Pada tahun 2014,
1


penggunaan tembakau pada siswa sekolah menengah atas sebesar 10,6% pada lakilaki dan 7,9% pada perempuan (CDC, 2014).
Di Indonesia, rokok adalah bentuk utama dalam penggunaan tembakau.
Proporsi penggunaan tembakau dalam bentuk rokok di Indonesia adalah sebesar 67%
(57,6 juta penduduk) pada laki-laki dan 2,7% (2.3 juta penduduk) pada perempuan.
Diantara populasi dewasa, 56.7% adalah laki-laki dewasa (57,6 juta penduduk), 1,8%
perempuan dewasa (1,6 juta penduduk) dan 29,2% secara menyeluruh (50,3 Juta
penduduk) sebagai perokok setiap hari (WHO, 2012).
Menurut data Riskesdas tahun 2013, pengelompokkan kebiasaan merokok
berdasarkan usia didapatkan bahwa rentang usia 30-34 tahun dengan prevalensi
merokok 33.4% tertinggi diikuti rentang usia 35-39 tahun dengan prevalensi 32,3%
perokok aktif. Hanya saja yang cukup mengejutkan adalah angka prevalensi merokok
pada usia 20-24 tahun yang merupakan rentang usia mahasiswa memiliki prevalensi
27,2%. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat peningkatan yang cukup besar
prevalensi merokok pada rentang usia 20-24 tahun dibandingkan dengan rentang usia
11-19 tahun dengan prevalensi hanya 11,2% perokok aktif. Hal ini menandakan
terjadinya peningkatan jumlah perokok aktif pada rentang usia mahasiswa, salah
satunya adalah mahasiswa kedokteran (Riskesdas, 2013).
Kebiasaan merokok pada mahasiswa kedokteran masih tinggi. Merokok
merupakan salah satu perhatian di beberapa pusat pendidikan di negara-negara Eropa.

Prevalensi mahasiswa kedokteran yang merokok adalah 29,3%, dimana lebih tinggi

2

dari populasi umum. Selain itu, di Arab Saudi ditemukan bahwa mahasiswa
kedokteran merokok lebih banyak daripada populasi umum (39,8% pernah merokok
sebelumnya, 17,6% perokok aktif) (Ashor, 2012).
Pada tahun 2006, Indonesia pernah melakukan GHPS (Global Health
Professional Survey). Global Health Professional Survey merupakan suatu program
yang dikembangkan oleh WHO, US CDC Atlanta dan Canadian Public Health
Association. Global Health Professional Survey menggunakan mahasiswa tahun
ketiga Fakultas kedokteran sebagai sampel penelitian. Terdapat sepuluh fakultas
kedokteran yang ikut serta dari penelitian ini. Dari 100% mahasiswa yang menjadi
sampel, hanya 77,4% yang berpartisipasi. Total mahasiswa kedokteran yang ikut serta
adalah 1.580 mahasiswa. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah (47,8%)
dari sampel pernah merokok dengan prevalensi mahasiswa kedokteran perokok
adalah 35,5% laki-laki, dan 70% perempuan. Prevalensi mahasiswa kedokteran yang
masih aktif merokok sebesar 8,6% dengan 2,3% mahasiswa laki-laki dan 19.8%
adalah mahasiswa perempuan (WHO, 2006).
Tingginya angka penggunaan rokok di Indonesia dengan segala hal buruk

yang diakibatkannya baik dari segi sosial, ekonomi, dan kesehatan. Tentunya sudah
menjadi tugas bagi tenaga kesehatan atau calon tenaga kesehatan memiliki andil
besar dalam hal pencegahan merokok, tetapi kenyataannya masih banyak calon
tenaga kesehatan, dalam hal ini mahasiswa kedokteran yang ternyata seorang perokok
aktif. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mencari gambaran ketergantungan

3

nikotin pada mahasiswa Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran, Universitas
Andalas.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkankan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya, rumusan masalah
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana karakteristik perokok, bukan perokok dan mantan perokok pada
mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas?
2. Berapa angka perokok pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas
Andalas?
3. Bagaimana gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa Pendidikan
Dokter Universitas Andalas?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran ketergantungan
nikotin pada mahasiswa pendidikan dokter, Universitas Andalas.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui angka perokok pada mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas
Andalas
4

2. Mengetahui karakteristik perokok pada mahasiswa Pendidikan Dokter
Universitas Andalas.
3. Mengetahui gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa Pendidikan
Dokter Universitas Andalas
1.4 Manfaaat Penelitian
1.4.1 Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan
peneliti tentang gambaran ketergantungan nikotin pada mahasiswa kedokteran.
1.4.2. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi untuk
pengembangan kompetensi mahasiswa. Selain itu, penelitian ini dapat dikembangkan

untuk penelitian lebih lanjut mengenai gambaran ketergantungan nikotin pada
mahasiswa kedokteran se-Indonesia bahkan sedunia.
1.4.3 Bagi Dunia
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kekayaan informasi ilmiah
tentang ketergantungan nikotin pada mahasiswa kedokteran.

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Rokok
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor. 109 Tahun 2012
tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau
bagi kesehatan, rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk
dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih,
cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum,
Nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung
nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah, 2012).
2.1.1 Epidemiologi Merokok

Pada tahun 2011, WHO pernah melakukan penelitian terhadap masyarakat
Indonesia usia diatas 15 tahun atau lebih bersama Badan Pusat Statistik (BPS) dan
National Institute for Health Research and Development (NIHRD) pada 8.994
keluarga, diambil salah seorang anggota keluarga secara random sebagai sampel.
Total ada 8.305 individu yang melakukan interview. Secara keseluruhan yang
merespon terhadap interview sebesar 94,3%. Penelitian tersebut didapatkan hasil
proporsi penggunaan tembakau dalam bentuk rokok di Indonesia adalah sebesar 67%
(57,6 juta penduduk) pada laki-laki dan 2,7% (2.3 juta penduduk) pada perempuan.

6

Diantara populasi dewasa, 56,7% adalah laki-laki dewasa (57, juta penduduk), 1,8%
perempuan dewasa (1,6 juta penduduk) dan 29,2% secara menyeluruh (50,3 Juta
penduduk) sebagai perokok setiap hari (WHO, 2012).
WHO pernah melakukan penelitian pada tahun 2014 dengan objek penelitian
remaja usia 13-15 tahun di Indonesia. Pada penelitian didapatkan bahwa secara
keseluruhan remaja yang merokok memiliki proporsi 19%. dengan rincian 35%
merupakan remaja laki-laki dan 3% merupakan remaja perempuan. Selain itu, 3 dari
5 remaja terpapar asap rokok dirumah, dan 3 dari 5 perokok terpapar asap rokok
lingkungan (WHO, 2014).

Proporsi merokok pada mahasiswa kedokteran dari satu negara dengan negara
lain berbeda-beda. Angka perokok diantara mahasiswa laki-laki paling rendah sebesar
3% di Amerika Serikat dan paling tinggi 58% di Jepang. Selain Amerika Serikat yang
memiliki angka prevalensi perokok pada mahasiswa laki-laki yang rendah juga
dilaporkan di Australia (4-6%), China (6%), India (7%), Thailand (7%), dan Malaysia
(9%) juga memiliki prevalensi yang rendah. Prevalensi merokok pada mahasiswa
laki-laki dengan angka perokok yang cukup tinggi selain Jepang adalah Yunani
(41%), dan Spanyol (42%). Sementara itu, prevalensi merokok pada mahasiswi
cenderung lebih rendah daripada mahasiswa. Berdasarkan tujuh

penelitian

dilaporkan tidak ditemukan mahasiswi perokok yaitu diantaranya di China, India,
Malaysia, dan Thailand. Hal ini diperkirakan karena kebiasaan merokok pada wanita
di negara tersebut dianggap kurang pantas (Smith and Leggat, 2007).

7

Pada tahun 2006, Indonesia pernah melakukan GHPS (Global Health
Professional Survey). Global Health Professional Survey merupakan suatu program

yang dikembangkan oleh WHO, US CDC Atlanta dan Canadian Public Health
Association. Global Health Professional Survey menggunakan mahasiswa tahun
ketiga Fakultas kedokteran sebagai sampel penelitian. Terdapat sepuluh fakultas
kedokteran ikut serta dari penelitian ini. Dari 100% mahasiswa yang menjadi sampel,
hanya 77,4% yang berpartisipasi. Total mahasiswa kedokteran yang ikut serta adalah
1.580 mahasiswa. Hasil penelitian didapatkan bahwa hampir setengah (47,8%) dari
sampel pernah merokok dengan prevalensi mahasiswa kedokteran perokok adalah
35,5% laki-laki, dan 70% perempuan. Data mengenai mahasiswa kedokteran yang
masih aktif merokok dengan prevalensi 8,6% dengan 2,3% mahasiswa laki-laki dan
19,8% adalah mahasiswa perempuan (WHO, 2006).
2.1.2 Etiologi dan Faktor Resiko Seseorang Merokok
Penyebab seseorang merokok adalah multifaktorial akibat pengaruh dari
contoh perilaku merokok dan orang tua, iklan rokok, ketidaktahuan akan bahaya
rokok untuk kesehatan, harga rokok yang masih terjangkau dan tidak adanya
kebijakan publik yang membatasi kegiatan merokok (Sadikin dan Louisa, 2008).
Setiap orang butuh rasa aman dan nyaman yang akan menopang dan melindungi
dalam bentuk rasa bahagia. Oleh sebab itu, secara lumrah manusia mencari substansi
yang dapat memicu hal tersebut. Para remaja yang beradaptasi dengan lingkungan
yang selalu berubah mulai tertarik terhadap obat-obat terlarang. Salah satunya adalah
nikotin didalam rokok. Merokok dapat mengurangi ketegangan dan frustasi,


8

menghilangkan kebosanan dan rasa lelah, serta dalam beberapa kasus dapat
membantu remaja untuk lari dari kenyataan hidup yang keras. Selain itu, merokok
dapat membantu remaja untuk beradaptasi dengan lingkungannya, membuat remaja
merasa lebih nyaman dalam pertemanan, dan memuaskan keingintahuan para remaja
(Santrock, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Taheri dan rekan-rekan pada
mahasiswa kedokteran Universitas Mashhad, Iran, didapatkan 6 alasan utama seorang
mahasiswa kedokteran merokok yaitu karena ajakan teman, distress dan kecemasan
selama di asrama, kesenangan, relaksasi, serta pelarian dari masalah hidup pribadi.
Ajakan teman merupakan alasan terbanyak seorang mahasiswa kedokteran untuk
mulai merokok. Selain itu, hasil penelitian lainnya didapatkan bahwa 50% dari
partisipan mempunyai riwayat keluarga yang juga seorang perokok (Taheri, et al,
2015).
Menurut Hidayat didalam tesisnya terhadap mahasiswa keperawatan di
wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, didapatkan hasil bahwa sebanyak 21,8% stres
menjadi alasan utama mahasiswa keperawtaan merokok dengan perbandingan 1:3
terhadap mahasiswa yang tidak stres. Pengaruh orang tua seorang perokok dalam

mempengaruhi seorang mahasiswa keperawatan untuk merokok sedikit rendah,
pengaruh saudara juga cukup rendah, namun sebaliknya pengaruh teman sebaya
cukup tinggi (Hidayat, 2012).

9

2.1.3 Bahan kimia dalam rokok
Seseorang yang merokok berarti telah mencemari udara pernafasannya sendiri
oleh kurang lebih 4000 bahan kimia, diantaranya 400 bahan merupakan zat yang
berbahaya bagi kesehatan. Merokok tidak hanya merugikan si perokok sendiri
(perokok aktif) tetapi juga orang-orang yang berada disekitar perokok aktif. Salah
satu bahan kimia yang terdapat didalam rokok selain nikotin yang berbahaya adalah
zat tar yang bersifat karsinogenik. Tar tidak hanya merupakan bahan kimia yang
bersifat karsinogenik biasa, melainkan merupakan campuran yang sangat kompleks.
Tar masuk kedalam rongga mulut sebagai uap padat asap rokok. Setelah dingin, tar
menjadi padat dan membentuk endapan baik di permukaan gigi, saluran pernafasan,
bahkan paru-paru. Tar mempunyai potensi sebagai tumor initiator, cocarsinogen,
trumor promotors, tumor accelerator, dan possible organ spesific carsinogen
(Rahmatullah, 2009; Susanto, dkk, 2011).
Selain tar, terdapat gas CO (Karbon Monoksida) dan nikotin yang terkandung

dalam asap rokok. Gas CO didapatkan sebagai hasil dari pembakaran tidak sempurna
dari unsur karbon dan bersifat toksik. Nikotin dapat menimbulkan efek psikoaktif
yang lebih kuat daripada kokain dan morfin. Selain tar, CO, dan nikotin, komponen
bahan kimia berbahaya dalam rokok lainnya ada hidrogen sianida, nitrogen oksida,
logam berat seperti timbal, kadmium dan arsenik. Asap rokok juga mengandung
bahan radikal seperti radikal oksid, nitrid oksid, peroksil, dan semikuinon. Radikal ini
akan merangsang sel untuk menghasilkan peroksida secara terus menerus dan
merusak sel saluran pernafasan (Susanto, dkk, 2011).

10

2.1.4 Bahaya Merokok dari Segi Kesehatan Fisik
Bahaya merokok jangka panjang bagi kesehatan fisik adalah munculnya
Smoker’s syndrome (sindrom perokok) ditandai oleh nyeri dada, sesak nafas, suara
yang mendesah, batuk-batuk, dan kerentanan yang tinggi terhadap infeksi saluran
pernapasan. Pada perokok jangka panjang akan meningkatkan resiko penyakit paru
lainnya seperti pneumonia, bronkhitis (inflamasi kronis bronchiole paru), emfisema
(hilangnya elastisitas paru-paru akibat iritasi kronis), serangan jantung, stroke, kanker
paru-paru, kanker tenggorokan (kotak suara), mulut, kerongkongan, ginjal, pankreas,
kandung kemih, dan lambung (Pinel, 2009).
Lombard dan During (1928) mengatakan bahwa tingginya kasus kanker paru
pada seorang perokok daripada bukan perokok. Prevalensinya cukup tinggi dimana 1
dari 9 perokok akan menderita kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap rokok
selama 25 tahun akan terkena resiko kanker paru dua kali lebih beresiko daripada
yang tidak terpapar asap rokok. Begitu juga dengan istri dari seorang perokok yang
beresiko 2-3 kali lipat. Diperkirakan sekitar 25% dari penderita kanker paru adalah
seseorang yang bukan perokok namun terpapar asap rokok dalam waktu yang lama
(Amin, 2009). Anak-anak yang lahir dari seorang perempuan yang merokok secara
aktif selama hamil dapat meningkatkan resiko kelainan kongenital, kanker, gangguan
pernafasan dan kematian mendadak (Eriksen, et al, 2015).

11

Gambar 2.1 Perbandingan faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan
penyakit tidak menular di dunia.
Sumber: Eriksen, et al, 2015
2.2 Defisini Nikotin dan Ketergantungan Nikotin
Menurut Setiawati dan Gan dalam buku Farmakologi dan Terapi FK UI,
nikotin digolongkan kedalam obat-obatan yang merangsang kemudian menghambat
ganglion. Obat-obat ganglion ini bekerja seperti asetilkolin pada reseptornya yaitu
nikotinik ganglia (NN) dan menimbulkan suatu EPSP (Excitatory Post Synaptic
Potensial) awal yang kemudian terjadi perangsangan pada ganglion ketika mencapai
ambang rangsangnya. EPSP yang persisten kemudian menimbulkan hambatan pada
ganglion. Nikotin yang terdapat didalam tembakau adalah bersifat toksik dan dapat
menimbulkan ketergantungan (Setiawati dan Gan, 2011). Nikotin tergolong dari obatobatan yang bersifat stimulan yaitu obat-obatan yang dapat meningkatkan aktivitas
sistem syaraf pusat (Santrock, 2003). Beberapa menyatakan bahwa nikotin
merupakan kafein yang ringan, tetapi berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
bahwa nikotin lebih menyebabkan ketergantungan, mempercepat menyebabkan

12

pertumbuhan kanker, dan menyebabkan letal pada dosis lebih rendah ketimbang
kafein (Erikson, 2015).
Ketergantungan nikotin adalah suatu keadaan yang telah mengalami toleransi
terhadap dosis tertentu nikotin, yang menimbulkan gejala putus nikotin, tidak mampu
menghentikan kebiasaan penggunaan, dan menggunakan nikotin dalam jumlah lebih
dari yang diinginkan. Toleransi adalah jumlah kadar tertentu nikotin yang lebih besar
yang dibutuhkan untuk mendapatkan efek yang sama sedangkan gejala putus nikotin
adalah suatu gejala yang dirasakan berupa rasa sakit atau rasa yang tidak diinginkan
dan memiliki keinginan untuk memperoleh nikotin kembali. Ketergantungan terhadap
nikotin merupakan salah satu dari penyalahgunaan NAPZA (Narkotik, Psikotropik,
dan Zat adiktif lainnya) (Elvira dan Hadisukanto; 2010, santrock, 2003).

Gambar 2.2 Variasi dari level nikotin. Pemakaian nikotin harian diilustrasikan
diantara produk-produk nikotin dan contoh pemakaian
Sumber: Eriksen, et al, 2015

13
Gambar 2.2 Variasi dari level nikotin. Pemakaian nikotin harian diilustrasikan
diantara produk-produk nikotin dan contoh pemakaian.

2.2.1 Patogenesis dan Patofisiologi Ketergantungan Nikotin
2.2.1.1 Perangkat Biologis Kenikmatan
Pada tahun 1954, James Olds menemukan bahwa suatu area di otak yang
berperan sebagai pusat kenikmatan atau reward terhadap tikus. Sistem itu bernama
sitem reward otak (brain reward system). Sistem reward otak merupakan area yang
disusun dari Area Tegmental Ventral (ATV) dan nukleus akumbens di mesolimbik.
Sistem tersebut mengaktifkan jaras doparminegik yang berfungsi sebagai jaras
kenikmatan.

Oleh karena itu, dopamin merupakan neurotransmitter kenikmatan

(Nurdin, 2011).
2.2.1.2 Proses Ketergantungan Nikotin
Nikotin adalah suatu senyawa agonis selektif reseptor nikotinik asetilkolin
(nAChR) yang biasanya diaktifkan oleh asetilkolin. nAChR berperan penting dalam
banyak proses kognitif tubuh manusia. Efek ketergantungan pada nikotin tidak
terlepas dari peranan neurotransmitter yaitu dopamin dan suatu area di otak, bernama
ATV (Area Tegmental Ventral). Dopamin bekerja dengan cara menstimulasi rasa
bahagia pada seseorang yang menghisap rokok. Sedangkan ATV (Area Tegmental
Ventral), merupakan suatu daerah di otak yang menjadi tempat bagi nAchR
mengekspresikan dopamin. Nikotin akan berikatan dengan nAChR yang berada
didaerah ATV. Kanal 42 sebagai nAChR yang berada di ATV. Pernyataan tersebut
didasarkan pada sebuah penelitian terhadap mencit Konockout, yang pada ATV-nya
14

tidak memiliki kanal 2, didapatkan tidak tertarik dengan nikotin (Fitria, dkk, 2013;
Katzung, 2010).
Selain dopamin, neurotransmitter lain yang dapat meningkatkan kecanduan
nikotin adalah hypocretin. Hypocretin merupakan suatu produk dari neuropeptida
dalam hipotalamus lateral yang berfungsi sebagai regulasi efek stimulasi dari nikotin
dan menyebabkan permintaan terhadap nikotin secara berulang ke otak (Fitria, et al,
2013). Nikotin juga meningkatkan konsentrasi noreepinefrin, epinefrin, vasopresin,
-endorfin, hormon adenokortikotropik, dan kortisol. Hormon-hormon ini berperan
dalam efek stimulatorik dasar nikotin terhadap SSP (Sadock, 2010).
Dengan seringnya seseorang merokok, maka otak akan semakin sering
terpapar dengan nikotin. Otak akan beradaptasi terhadap kadar tertentu dari nikotin.
Saat kemampuan adaptasi tersebut semakin lama semakin meningkat, jumlah unitunit reseptor nAChR juga meningkat. Selanjutnya, daerah ATV dan neuron-neuron di
nukleus akumbens yang teraktivasi akan meningkat. Karena perasaan senang yang
dimunculkan oleh pengulangan penggunaan nikotin, membuat seseorang ingin
merokok kembali (Fitria dkk, 2013). Selain itu, reseptor asetilkolin yang terangsang
oleh nikotin, mengakibatkan penimbunan dopamin di brain reward system, akan
sampai pada suatu kadar puncak, diikuti oleh penurunan perlahan kadar nikotin.
Keadaan penurunan ini akan sampai kepada suatu titik withdrawal yang hanya dapat
dihilangkan dengan merokok kembali. Jadi, ketergantungan akan nikotin terjadi dari
hubungan antara ritual menghisap rokok dan adaptasi area ATV terhadap nikotin
dengan hilangnya gejala withdrawal yaitu gejala putus nikotin (Sadikin dan Louisa,
15

2008). Pemakaian nikotin berkembang menjadi kebiasaan dan kemudian menjadi
kompulsif, artinya, pemakaian nikotin mulai mendominasi kehidupan si perokok.
(Pinel, 2009).
2.2.2 Manifestasi Klinis Ketergantungan Nikotin
Dari segi perilaku, efek stimulasi dari nikotin dapat menyebabkan
peningkatan perhatian, belajar, waktu reaksi, dan kemampuan memecahkan masalah.
Selain itu, dengan merokok, dapat menurunkan ketegangan dari seseorang dan
peningkatan mood serta menghilangkan perasaan depresif (Sadock, 2010).
Namun efek negatif dari nikotin terjadi jika seseorang berhenti merokok
dalam beberapa waktu. Perokok yang berhenti merokok beberapa waktu akan
mengalami withdrawal effect (efek putus nikotin). Adapun gejala, durasi, dan
penyebab dari efek putus nikotin adalah:
1. Gejala berupa batuk dengan durasi beberapa hari. Penyebab karena
terdapatnya sekresi mukus yang berlebihan
2. Gejala berupa sakit kepala dengan durasi 1-2 minggu. Penyebab karena
kadar CO menurun dan kadar O2 meningkat
3. Gejala berupa gangguan tidur (insomnia) dengan durasi 2-4 minggu.
Penyebab karena hilangnya stimulasi
4. Gejala berupa emosi yang tidak stabil dengan durasi 2-4 minggu. Penyebab
karena hilangnya stimulus dari nikotin

16

5. Gejala berupa sulit berkonsentrasi dengan durasi beberpa minggu.
Penyebab karena hilangnya stimulus dari nikotin
6. Gejala berupa nafsu makan yang meningkat dengan durasi beberapa
minggu. Penyebab karena hilangnya inhibisi nikotin dalam menekan nafsu
makan. Hilangnya indera pengecap kembali berfungsi.
7. Gejala berupa konstipasi dengan durasi beberapa minggu. Penyebab karena
hilangnya stimulasi dari nikotin
8. Gejala berupa keinginan untuk merokok dengan durasi >10 minggu.
Penyebab karena penurunan kadar dopamin (Susanto, dkk, 2011).
Selain itu, efek menurunkan ketegangan yang dihasilkan oleh nikotin yang
dirasakan oleh perokok tidaklah benar. Ketika perokok tidak terpapar nikotin dalam
beberapa waktu justru lebih tegang dibandingkan bukan perokok. Jadi efek dari
nikotin yang terlihat seperti menurunkan ketegangan

merupakan pembalikan

sementara dari efek yang disebabkan oleh kecanduan nikotin (Pinel, 2009).
Withdrawal Effect
Lama Gejala
(Efek
Putus
Nikotin)
(Setelah
Tabel 2.1 Gejala putus nikotin dan lamanya gejala setelahBerhenti
berhentiMerokok)
merokok
Rasa cemas/ansietas
1-2 minggu
Mudah tersinggung, frustasi, marah
< 4 minggu
Insomnia/gangguan tidur
< 4 minggu
Tidak sabar
< 4 minggu
Sulit konsentrasi
< 4 minggu
Depresi (dysphoric)
< 4 minggu
Nafsu makan meningkat
> 10 minggu
(berat badan meningkat
2.2.3 Diagnosis Ketergantungan nikotin

Sumber: Susanto, dkk, 2011
17

Menurut ICD-10 (International classification of disease and health related problem –
tent revision 1992) yang dikeluarkan oleh WHO, ketergantungan terhadap NAPZA
adalah suatu jenis penyakit atau “disease entity” digolongkan dalam “Mental and
behavioral disorders due to psychoactive substance use” (Elvira dan Hadisukanto,
2010). Menurut DSM-IV-TR, ketergantungan akan nikotin digolongkan ke dalam
Substance-Related and Addictive Disorders .
Selain ICD-10 dan DSM-IV-TR, penegakan diagnosis untuk ketergantungan
akan nikotin juga terdapat dalam PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan dan Diagnostik
Gangguan Jiwa di Indonesia, edisi III, 1993). Pada PPDGJ-III, gambaran klinis utama
dari ketergantungan dikenal sebagai sindrom ketergantungan. Diagnosa dapat
ditegakkan jika memenuhi tiga atau lebih dari gejala-gejala dibawah selama masa
setahun sebelumnya:
1. Adanya keinginan yang kuat atau dorongan yang memaksa (kompulsi)
untuk menggunakan NAPZA
2. Kesulitan dalam mengendalikan perilaku menggunakan zat, termasuk sejak
memulainya, usaha penghentian, atau pada tingkat sedang menggunakan
3. Keadaan putus zat secara fisiologis ketika penghentian penggunaan zat atau
pengurangan, terbukti dengan adanya gejala putus zat yang khas, atau
orang tersebut menggunakan zat atau golongan zat yang sejenis dengan
tujuan untuk menghilangkan atau menghindari terjadinya gejala putus zat

18

4. Terbukti adanya toleransi, berupa peningkatan dosis zat psikoaktif yang
diperlukan guna memperoleh efek yang sama yang biasanya diperoleh
dengan dosis lebih rendah
5. Secara progresif mengabaikan, menikmati kesenangan atau minat lain
disebabkan penggunaan zat psikoaktif, dan meningkatnya jumlah waktu
yang diperlukan untuk menggunakan zat atau untuk pulih dari akibatnya
6. Tetap menggunakan zat meskipun ia menyadari adanya akibat yang
merugikan kesehatannya, upaya perlu diadakan untuk memastikan bahwa
penggunaan zat sungguh-sungguh, dan sadar akan hakekat dan bahayanya
(Maslim, 2013).
Besarnya ketergantungan terhadap nikotin, secara kualitatif digunakan
kuesioner Fagerstrom. Kuesioner Fagerstrom merupakan alat ukur yang baik untuk
mengukur tingkat ketergantungan merokok. Hal ini dikarenakan selain untuk
mengukur besarnya ketergantungan akan nikotin juga mendata jumlah rokok yang
dihisap per hari. Banyaknya batang rokok yang dihisap perhari, berhubungan dengan
efek perilaku ketergantungan nikotin (Ashor, 2012).
Untuk penilaian secara kuantitatif terhadap ketergantungan nikotin, dapat
dilakukan pemeriksaan cotinine, sebagai salah satu metabolit utama nikotin. Selain
dengan pemeriksaan cotinine, pemeriksaan dengan menggunakan alat CO Analyser
dapat digunakan. Hasil pemeriksaan didapatkan kadar CO pada bukan perokok
adalah 1-3 ppm dengan maksimal 4 ppm, sedangkan pada perokok didapatkan angka

19

antara 10-20 ppm. Jika alat tersebut tidak tersedia, dapat digunakan COHb dengan
menggunakan sampel darah. Nilai angka rentang seorang perokok antara 2-5%
(Susanto, dkk, 2011).

No

Pertanyaan

1

Berapa banyak rokok yang anda hisap
dalam satu hari?

2

Seberapa cepat anda menyalakan rokok
pertama anda setelah anda bangun tidur
dipagi hari?

3

Rokok mana yang paling anda tidak
relakan untuk dihentikan?

4

5

Rokok jenis apa yang anda gunakan?

Seberapa sering anda menghisap asap
dari rokok anda?

Jawaban
1-10 batang
11-20 batang
21-30 batang
31 atau lebih
Dalam 5 menit
6 hingga 30 menit
31 hingga 60 menit
setelah 60 menit
Batang pertama dipagi hari
Waktu lain
Kadar nikorin rendah (0,9
mg atau kurang)
Kadar nikotin sedang (1
hingga 1,2 mg)
Kadar nikotin tinggi (1,3
atau lebih
Tidak pernah
Kadang
Selalu
Tidak

Apakah anda merokok lebih banyak
dalam dua jam pertama hari anda
Ya
daripada sisa hari anda?
Apakah anda kesulitan menahan rasa
Tidak
ingin merokok ditempat yang dilarang
7
seperti bangunan umum, pesawat atau
Ya
ditempat kerja?
Apakah anda masih merokok ketika
Tidak
anda sakit berat sehingga anda harus
8
berbaring dalam sebagian besar waktu
Ya
Tabel anda?
2.2 Kuesioner untuk menilai adiksi nikotin (Fagerstrom)
Poin total
6

Skor
0
1
2
3
3
2
1
0
1
0
1
2
3
0
1
2
0
1
0
1
0
1

20
Sumber: Susanto, dkk, 2011

Skor Fagerstrom:
0-5
Ketergantungan rendah
6-10 Ketergantungan sedang
11-15 Ketergantungan tinggi

2.2.4 Efek Negatif Nikotin
Nikotin merupakan bahan kimia yang bersifat toksik. Dosis 60 mg dapat
menyebabkan paralisis pernafasan pada dewasa dan menyebabkan kematian. Ketika
seseorang merokok, nikotin yang terhisap kira-kira sekitar 0,5 mg. Pada dosis rendah,
tanda dan gejala toksisitas nikotin adalah mual, muntah, salivasi, nyeri abdominal,
diare, pusing, nyeri kepala, penigkatan tekanan darah, takikardia, tremor dan keringat
dingin. Nikotin dapat menurunkan jumlah tidur REM (Rapid Eye Movement)
(Sadock, 2010).
2.3 Mahasiswa Kedokteran dan Perilaku Merokok
Dilihat dari peranan mahasiwa sebagai agent of change, diharapkan
mahasiswa dapat mengamalkan ilmu yang didapatkan. Mahasiswa kedokteran kelak
menjadi dokter layanan primer. Salah satunya menjadi petugas kesehatan di
Sumber:
puskesmas sebagai layanan primer. Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh
Muhammad Daroji, Yayi Suryo Prabandari, dan Ira Paramastri yang berjudul “Peran
Petugas Puskesmas dalam Promosi Kesehatan Berhenti Merokok pada Pasien dan
Masyarakat” didapatkan bahwa Peran Petugas Kesehatan adalah sebagai berikut:

21

1. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga
2. Memberikan edukasi kepada masyarakat dan anak sekolah
3. Memberikan saran dan intruksi pengobatan pada pasien
4. Membuat model area dan wilayah bebas asap rokok
5. Menjadi model perilaku tidak merokok
6. Menyediakan media informasi tentang bahaya merokok
7. Membuat kolaborasi pelayanan klinis dengan psikolog (Daroji, dkk, 2011).
Poin kelima dari hasil penelitian Daroji dkk yang menjadi perhatian. Dalam
hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa peranan tenaga kesehatan menjadi model
perilaku tidak merokok. Dengan petugas kesehatan yang tidak merokok, selaku
petugas kesehatan dalam menyampaikan pesan tentang berhenti merokok akan lebih
mudah dalam penyampaiannya. Petugas kesehatan dalam menyampaikan edukasi
kepada masyarakat, agar bisa diterima lebih efektif, harus mempunyai aspek
kepercayaan (trustworthness) (Daroji, dkk, 2011).
Di Indonesia, upaya pengendalian konsumsi tembakau, telah dimulai sejak
tahun 1999 dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) No. 81, yang terakhir
telah direvisi melalui Peraturan Pemerintah No. 19/2003 tentang Pengamanan Rokok
bagi Kesehatan. Pengurangan atau

penghentian kebiasaan merokok merupakan

tanggung jawab semua pihak. Profesi kesehatan, terutama para dokter dan paramedis
mempunyai peran sangat penting dalam promosi berhenti merokok dan menjadi
22

contoh bagi masyarakat. Kebiasaan merokok pada petugas kesehatan harus segera
dihentikan. Selanjutnya, petugas kesehatan yang tidak merokok dapat menjadi model
bagi pasien yang ingin berhenti merokok. Hal ini diyakini dapat meningkatkan
keinginan pasien sebanyak 10% untuk berhenti merokok (Daroji, 2011).

2.4 Kerangka Teori
Mahasiswa Kedokteran

Lingkungan Tempat Tinggal Lingkungan Sosial

Tekanan Fisik

Tidak kebal terhadap stressor

Merokok

Ketergantungan
nikotin
Ketergantungan
sedang
nikotin tinggi
Ketergantungan nikotin
rendah

23

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan desain
cross sectional, yaitu penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan
hanya satu kali, pada satu saat (Sastroasmoro dan Ismael, 2002).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data dan penelitian ini dilakukan di lingkungan kampus Fakultas
Kedokteran, Universitas Andalas. Penelitian ini berlangsung selama dua bulan yaitu
pada bulan Agustus-Januari 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi

24

Populasi penelitian dibagi menjadi dua yaitu populasi target dan populasi
terjangkau. Populasi Target dari penelitian ini adalah seluruh mahasiswa

yang

menjalani perkuliahan dokter umum se-Indonesia. Populasi terjangkau adalah
mahasiswa pendidikan dokter, Universitas Andalas, angkatan 2012-2015 yang
seorang perokok.

3.3.2 Subyek Penelitian
Subyek penelitian dari penelitian ini adalah semua populasi yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi.
a. Kriteria Inklusi
Mahasiswa preklinik pendidikan dokter, Universitas Andalas,
angkatan 2012-2015 yang bersedia ikut dalam penelitian.
b. Kriteria eksklusi
Tidak mengisi data kuesioner dengan lengkap.
3.3.3 Teknik Pengambilan Subyek penelitian
Teknik pengambilan subyek penelitin pada penelitian ini dilakukan secara
total sampling, Dengan demikian, maka peneliti mengambil subyek penelitian dari
seluruh mahasiswa jurusan pendidikan dokter, Universitas Andalas angkatan 20122015.

25

3.4 Definisi Operasional
Adapun yang menjadi definisi operasional pada penelitian ini adalah
1. Mahasiswa Kedokteran
Definisi

: Mahasiswa yang sedang menjalankan pendidikan di bidang
kedokteran secara aktif pada waktu penelitian di jurusan
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas
Andalas angkatan 2012, 2013, 2014, dan 2015.

Cara Ukur

: Data Sekunder

Alat Ukur

: Data Kemahasiswaan

Hasil Ukur

: Aktif
Tidak Aktif

Skala Ukur

: Nominal

2. Perokok Aktif (bagi istilahnya menjadi perokok, bukan perokok, dan
mantan perokok)
Definisi

: Mahasiswa yang masih merokok dalam 1 hari atau lebih
dari 30 hari terakhir.

Cara Ukur

: Observasi

Alat Ukur

: Kuesioner

Hasil Ukur

: Perokok Aktif
Bukan Perokok Aktif

Skala Ukur

: Nominal

3. Ketergantungan Nikotin

26

Definisi

: Suatu keadaan pada seorang perokok yang telah
mengalami toleransi terhadap dosis tertentu nikotin, yang
menimbulkan gejala putus nikotin ketika mencoba berhenti
merokok,

tidak

mampu

menghentikan

kebiasaan

penggunaan, dan menggunakan nikotin dalam jumlah lebih
dari yang diinginkan
Cara Ukur

: Observasi

Alat Ukur

: Kuesioner Fargrostom Test

Hasil Ukur

: 0-5

Skala Ukur

Ketergantungan rendah

6-10

Ketergantungan sedang

11-15

Ketergantungan tinggi

: Interval

3.5 Proses pengambilan dan Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu dari kuesioner Fargerstrom.
Kuesioner yang diisi oleh mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas dari
angkatan 2012-2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi. Data yang
didapatkan tersebut dicatat untuk diolah dan dianalisis. Alur penelitian yang akan
dilakukan, sebagai berikut:

Kuesioner
disebarkan kepada subyek penelitian
Pembuatan dan Perbanyakan
Kuesioner

Penyajian data dan Pembuatan Laporan
Hasil
27
Pengolahan Data

Gambar 3.1 Proses pengambilan dan pengumpulan data
penelitian

3.6 Cara Pengolahan dan Analisi Data
3.6.1 Pengolahan Data
Data yang telah didapatkan dan dikumpulkan oleh peneliti selanjutnya akan
diolah menggunakan program komputer meliputi:
1. Editing
Sebelum diolah data harus diteliti terlebih dahulu, dilakukan pemeriksaan
kelengkapan data. Jika terdapat data tidak lengkap maka dikeluarkan dari sampel.
Data kuesioner yang tidak lengkap tidak dapat dijadikan sampel penelitian.
2. Coding
Data yang sudah dikumpulkan akan diberi kode agar memudahkan dalam
pemasukan, pengelompokan dan pengolahan data.
3. Entry
Setelah data diteliti dengan seksama, diperiksa kelengkapannya dan diberi
kode. Langkah selanjutnya adalah memasukkan data-data yang berhubungan dengan
penelitian yang akan diteliti ke dalam komputer. Tahap ini dilakukan dengan
menggunakan program komputer.
28

4. Cleaning
Proses ini merupakan proses pemeriksaan kembali data yang sudah di entry.
Tujuannya untuk melihat ada kesalahan atau tidak, sehingga data tersebut siap diolah
dan dianalisis.

3.6.2 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis univariat yang dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian ini untuk melihat karakteristik perokok aktif pada
sampel meliputi usia, jenis kelamin, angkatan dan lama menjadi perokok aktif. Selain
itu, data ketergantungan nikotin juga menggunakan analisis jenis univariat ini.
Penyajian data disajikan dalam bentuk tabel dan grafik distribusi frekuensi dan
persentase yang diolah dengan menggunakan Microsoft Excel.

29

DAFTAR PUSTAKA
Ashor AW. 2012. Smoking dependence and common psychiatric disorders in medical
students: Crosssectional study. Proquest Journal. 4 (28) : 670-674.
CDC. 2014. Youth and Tobacco Use. Diunduh pada 2 November 2015.
http://www.cdc.gov/tobacco/data_statistics/fact_sheets/youth_data/tobacco_us
e/.
Daroji, Muhammad, yayi Suryo Prabandari, dan Ira Paramastri. 2011. Peran
Petugas Puskesmas dalam Promosi Kesehatan Berhenti Merokok pada Pasien
dan Masyarakat. Jurnal Berita Kesehatan Masyarakat. 2 (27) : 84-88.
Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.
Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI. Hal: 140 dan 149.
Eriksen, Michael, Judith Mackay, Neil Schluger, Farhad Islami Gomeshtapeh, and
Jeffrey Drope. 2015. The Tobacco Atlas. Georgia: American Cancer Society,
Inc.
Fitria, R.I.N.K Retno Triandhini, Jubhar C. Mangimbulude, dan Ferry F. Karwur.
2013. Merokok dan Oksidasi DNA. Jurnal Sains Medika. 2 (5) : 113-120.
Hidayat, Taufik. 2012. Analisis Faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Merokok
Pada Mahasiswa Keperawatan di Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan.
Tesis Fakultas Keperawatan Program Studi Magister Ilmu Keperawatan,
Universitas Indonesia.
Katzung, Bertram G. 2010. Farmakologi dasar & klinik ed.10. Jakarta: EGC.
Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III
dan DSM-5. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal: 38 dan 304-305.

30

Nurdin, Adnil Edwin. 2009. Tumbuh Kembang Perilaku Manusia. Jakarta: EGC. Hal:
252.
Patkar, Ashwin A, Kevin Hill, Vikas Brata, Michael J. Vergare and Frank T. Leone. A
Comparison of Smoking Habits Among Medical and Nursing Student.
Proquest Journal. 4 (124) : 1417.
Pinel, Jhon P.J. 2009. Biopsikologi ed 7. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Jakarta:
Bidang Hukum dan Perundang-undangan.
Sadikin, Zunilda Djanun dan Melva Louisa. 2008. Program Berhenti Merokok. Maj
Kedokt Indon. 4(58): 132-133.
Sadock, Benjamin J and Virginia A. Sadock. 2010. Kaplan dan Sadock Buku ajar
Psikiatri Klinis ed 2. Jakarta: EGC. Hal: 667-672.
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja ed 6. Jakarta: Erlangga.
Hal: 507 dan 513.
Samira, Asma, et al. 2015. The GATS Atlas Global Adult Tobacco Survey. Atlanta:
CDC Foundation.
Sastroasmoro, Sudigdo dan Sofyan Ismael. 2002. Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Klinis ed 2. Jakarta: Sagung Seto.
Setiawati, Arini dan Sulistia Gan. 2011. Farmakologi dan Terapi ed 5. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI. Hal: 117.
Susanto, Agus Dwi, dkk. 2011. Berhenti Merokok Pedoman Penatalaksanaan Untuk
Dokter di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Taheri, Ehsan. 2015. Cigarrete Smoking Behavior and the Related Factor Among
Student of Mashhad University of Medical Sciences in Iran. Iran Red Crescent
Med Journal. 17 (1): 16769.
WHO. 2006. . Indonesia – Medical Student (3rd Year Student Only) Global Health
Proffesions Student Survey (GHPPS).
WHO. 2012. Global Adult Tobacco Survey Indonesia Report 2011. Jakarta: National
Institute of Health Research and Development Ministry of Health.
WHO. 2014. Global Youth Tobacco Survey.
31

Lampiran 1. Instrumen (Kuesioner) Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
Penelitian tentang:
GAMBARAN KETERGANTUNGAN NIKOTIN PADA MAHASISWA
PENDIDIKAN DOKTER UNIVERSITAS ANDALAS
(Studi pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas
Angkatan 2012-2015)
Dengan hormat,
Bersama dengan ini saya:
Nama
: Dila Khairat
No. BP
: 1210312045
sedang mengadakan penelitian dengan judul skripsi “Gambaran Derajat
Ketergantungan Nikotin pada Mahasiswa Pendidikan Dokter Universitas Andalas”.
Untuk keperluan tersebut, saya harap rekan-rekan semua untuk memberikan penilaian
terhadap kuesioner ini dengan sebenar-benarnya berdasarkan atas apa yang rekanrekan lakukan berkaitan dengan isi kuesioner tersebut.
Perlu saya sampaikan disini bahwa saya jamin kerahasiaan atas jawaban yang
rekan berikan. Jawaban yang rekan berikan hanya untuk kepentingan akademik
dan tidak berpengaruh terhadap penilaian apapun. Semoga partisipasi yang
rekan-rekan berikan dapat bermanfaat untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Atas
kerjasama dan partisipasi yang diberikian, saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Dila Khairat
No.BP 1210312045

Petunjuk pengisian:
32

Pada pertanyaan dibawah ini, Anda dimohon untuk mengisi pertanyaan-pertanyaan
tersebut dengan keadaan/kondisi yang sebenarnya.
IDENTITAS RESPONDEN
Kode Responden: …

(diisi oleh peneliti)

1. Jenis Kelamin

: L / P (lingkari)

2. Usia

: ….. tahun

3. Angkatan

: …….

4. Apakah anda seorang perokok ()?
a. Ya (lanjutkan kepertanyaan berikutnya)
b. Tidak (berhenti sampai disini)
5. Usia mulai merokok : …..
KUESIONER FAGERSTROM
Petunjuk Pengisian:
Pada pertanyaan dibawah ini, diharapkan anda melingkari angka pada kolom skor
yang paling sesuai dengan yang Anda alami saat ini untuk setiap pertanyaan.
No

Pertanyaan

1

Berapa banyak rokok yang anda hisap
dalam satu hari?

2

Seberapa cepat anda menyalakan rokok
pertama anda setelah anda bangun tidur
dipagi hari?

3
4

Rokok mana yang paling anda tidak
relakan untuk dihentikan?
Rokok jenis apa yang anda gunakan?
*jika tidak tahu, tulis merk dagang

33

Jawaban
1-10 batang
11-20 batang
21-30 batang
31 atau lebih
Dalam 5 menit
6 hingga 30 menit
31 hingga 60 menit
setelah 60 menit
Batang pertama dipagi hari
Waktu lain
Kadar nikorin rendah (0,9
mg atau kurang)

Skor
0
1
2
3
3
2
1
0
1
0
1

rokok anda disini
(………………………………)
5

Seberapa sering anda menghisap asap
dari rokok anda?

Apakah anda merokok lebih banyak
6
dalam dua jam pertama hari anda
daripada sisa hari anda?
Apakah anda kesulitan menahan rasa
ingin merokok ditempat yang dilarang
7
seperti bangunan umum, pesawat atau
ditempat kerja?
Apakah anda masih merokok ketika
anda sakit berat sehingga anda harus
8
berbaring dalam sebagian besar waktu
anda?
Poin total

Kadar nikotin sedang (1
hingga 1,2 mg)
Kadar nikotin tinggi (1,3
atau lebih
Tidak pernah
Kadang
Selalu
Tidak

3
0
1
2
0

Ya

1

Tidak

0

Ya

1

Tidak

0

Ya

1

Lampiran 2
MASTER TABEL
Gambaran Ketergantungan Nikotin pada Mahasiswa
Pendidikan Dokter Universitas Andalas

34

2

No

Kode Responden

Skor

Lampiran 3
DUMMY TABEL
A. Analisis univariat

35

Derajat
Ketergantungan

1. Distribusi dan frekuensi karakteristik usia, jenis kelamin, angkatan dan lama
menjadi perokok aktif.
Jumlah

Karakteristik

f

%

Usia
17-19 Tahun
20-22 Tahun
23-25 Tahun
Jenis Kelamin
Laki-Laki
Perempuan
Angkatan
2012
2013
2014
2015
Lama Merokok
0-6 Bulan
6-12 Bulan
1-3 Tahun
3-6 Tahun
6-9 Tahun
>9 Tahun
Jumlah

2. Hasil dari Kuesioner Fagerstrom

No

Kode
Responden

I

Pertanyaan
III
IV

II

36

V

VI

Skor

3. Frekuensi dan Presentasi dari Kergantungan Nikotin
Interpretasi
0-2 : Ketergantungan ringan
3-4 : Ketergantungan ringan-sedang
5-8 : Ketergantungannya sedang
8 -10: Ketergantungannya tinggi

f

37

%

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22