Gambaran Tingkat Homophobia pada Mahasis
Gambaran Tingkat Homophobia pada
Mahasiswa S1 Universitas Indonesia Angkatan 2014
Disusun Oleh:
Kelompok Nietzsche, Kelas A
Anggota Kelompok :
Astridiah Primacita Ramadhani,
1406617326
Dimas Mahendra,
1406539974
Geraldus Tirta Pratama Kawulusan,
1406574062
Marchelita Dewi,
1406570184
Naufal Rakhaviansyah,
1406574232
Makalah penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian Statistik dan Deskriptif (MPSD)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridha-Nya tim penulis
berhasil menyusun makalah dengan judul “Gambaran Tingkat Homophobia pada Mahasiswa S1
Universitas Indonesia Angkatan 2014”, untuk memenuhi tugas makalah penelitian mata ajar
MPSD Kelas A.
Dalam penyusunan makalah penelitian ini, penulis menemukan berbagai kesulitan.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menghasilkan makalah penelitian yang
dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini:
1. Bapak Andi Supandi Suaid Koentary S.Psi., M.Si, selaku dosen MPSD Kelas A
2. Rekan-rekan di Kelas A mata kuliah MPSD Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
3. Para partisipan penelitian, dan
4. Pihak-pihak lain yang terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kami berterima kasih kepada pihak-pihak di atas karena telah memberikan dukungan,
masukan, saran dan kritik dalam pembuatan makalah penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa makalah penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah
penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi tugas MPSD.
Depok, 18 Mei 2015
Tim Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat homophobia pada
mahasiswa S1 tahun pertama di Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian
bersifat deskriptif menggunakan tipe pengambilan data probability sampling dengan teknik
cluster sampling. Penelitian ini dilakukan dengan cara pembagian booklet dan penyebaran tautan
kuesioner online. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
mahasiswa S1 tahun 2014 di Universitas Indonesia masih bisa mentolerir homoseksual
digambarkan dengan skor 42,38 dari skala 0-100 dengan 0 berarti tidak homophobic dan 100
berarti sangat homophobic.
ABSTRACT
This research is conducted to study the homophobia level in first year undergraduate
students in Universitas Indonesia. This research is a descriptive research conducted using cluster
sampling technique in probability sampling method. This research was done by distributing
booklets of questionnaires and online links of the same questionnaires. From this study, the
researchers concluded that the first year undergraduate students in Universitas Indonesia still
tolerates homosexuality described by the average score of 42.38 from the scale of 0-100 with 0
as not homophobic and 100 as highly homophobic.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecenderungan masyarakat untuk memberikan stereotip tertentu kepada kelompok yang
diidentifikasi berbeda daripada kelompok kebanyakan telah melahirkan berbagai dampak negatif.
Kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) yang terlanjur diberikan stereotype
negatif dan dianggap berbeda dengan masyarakat pada umumnya telah melahirkan sebuah
ketakutan yang tidak rasional terhadap kelompok tersebut. Hal yang sangat disayangkan,
pemberian stereotipe tanpa pertimbangan yang matang seperti itu juga terjadi di kalangan
intelektual seperti mahasiswa. Mahasiswa seharusnya memiliki kecerdasan untuk melakukan
penarikan kesimpulan dari suatu kelompok, namun mereka seringkali mengalami bias dalam
penarikan kesimpulan tersebut, baik bias personal maupun bias budaya. Penarikan kesimpulan
yang mengandung bias terhadap kelompok LGBT seringkali berujung kepada sikap-sikap yang
cenderung h omophobic.
Data yang dilansir oleh Gay, Lesbian and Straight Education Network (GLSEN) pada
tahun 2013 menyatakan bahwa akibat dari pemberian label yang terkesan homophobic, 55,5%
siswa LGBT merasa tidak aman ketika berada di sekolah dikarenakan orientasi seksual mereka.
Selain itu 64,5% dari siswa LGBT sering mendengar julukan-julukan yang kasar mengenai
orientasi seksual mereka di sekolah yang berasal dari teman-teman mereka (Gay, Lesbian, And
Straight Education Network, 2013).
Kekerasan
verbal
yang
bersifat homophobic tidak hanya berdampak kepada
ketidaknyamanan dari eksistensi anggota kelompok tersebut, namun juga berujung kepada
tindakan bunuh diri, seperti yang terjadi di Iowa, Amerika Serikat, yang menimpa seorang siswa
di Southeast Polk High School. Ia di-bully secara verbal oleh teman-temannya dikarenakan ia
menyatakan bahwa dirinya gay. Bullying secara verbal ini berdampak kepada kestabilan kondisi
psikologis dan membuat dirinya memutuskan untuk bunuh diri (Huffington Post, 2013)
Survei lainnya yang dilaksanakan pada tahun 2013 oleh perusahaan riset Pew Research
Center menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan kelima di bawah Jordan, Mesir, Tunisia,
dan Palestina sebagai negara-negara dengan tingkat penolakan terhadap homoseksual tertinggi.
93 persen dari partisipan yang berasal dari Indonesia menolak untuk menoleransi fenomena
homoseksual, sedangkan negara-negara besar seperti Korea Selatan dan Republik Rakyat
Tiongkok memiliki tingkat toleransi terhadap homoseksualitas yang relatif tinggi, yaitu 59
persen dan 57 persen. Hal ini diperkirakan terjadi karena tingginya tingkat keagamaan di
Indonesia. Ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan toleransi terhadap homoseksualitas pada
negara yang tidak menjadikan agama sebagai pusat kehidupan masyarakatnya (Pew Research
Center, 2013)
Berbagai fenomena diskriminasi terjadi juga di Indonesia pada kaum Gay dan Lesbian.
Hal ini terjadi karena seringkali aparat negara melakukan tindak kekerasan justru karena
perbedaan orientasi seksual kelompok ini. Salah satu contoh peristiwa yang dilakukan oleh
aparat negara terjadi di Surabaya pada tahun 2010. Lembaga International Lesbian, Gay,
Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA) mengadakan konferensi LGBT yang
bekerjasama dengan GAYa Nusantara namun konferensi ini diserang oleh pihak FPI dan polisi
tanpa ada alasan yang jelas (Liang, 2010). Fenomena lain yaitu terjadi di salah satu lembaga
ternama di Jakarta. Pada tahun 2012, pernyataan tegas disampaikan oleh ketua Front Pembela
Islam (FPI) Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama, Habib Muhsin Ahmad Alatas yang
menentang sosok gay yaitu Dede Oetomo masuk ke dalam Komnas HAM. Habib menyatakan
bahwa apabila DPR meloloskan Dede Oetomo menjadi komisioner Komnas HAM, lebih baik
dibubarkan saja lembaga tersebut (Redaksi Salam-Online, 2012). Hal yang dilakukan oleh Habib
merupakan salah satu perilaku diskriminasi pada kaum LGBT karena Ia menentang Dede
Oetomo akibat dari orientasi seksual Dede berbeda. Perilaku oleh Habib juga menunjukkan
perilaku Homophobia. Homophobia didefinisikan sebagai respons afektif maupun emotional
yang didalamnya juga termasuk ketakutan, kecemasan, kemarahan, ketidaknyamanan, dan aversi
yang dirasakan oleh individu ketika berinteraksi dengan seorang gay, baik melibatkan ataupun
tidak melibatkan komponen kognitif (Adams, Wright, & Lohr, 1996).
The American Heritage Dictionary (1992 edition) mendefinisikan homophobia sebagai
"aversion to gay or homosexual people or their lifestyle or culture" dan "behavior or an act
based on this aversion.". Homophobia juga dapat didefinisikan sebagai ketakutan yang tidak
rasional terhadap kaum homoseksual. Menurut Freud (1905, dalam Herek, 1984) sikap
heteroseksual tidak hanya terjadi karena pengaruh biologis namun juga larangan yang terjadi
secara sosial mengenai perilaku menyukai sesama jenis dan pengalaman yang didapat oleh cara
asuh orang tua. Freud berasumsi bahwa semua pria dan wanita mempunyai ketertarikan yang
tinggi kepada orang tua (yang memiliki kesamaan jenis kelamin), namun perasaan ini ditekan
oleh tahapan Oedipus complex. Dalam teori Freud, Oedipus complex merupakan tahapan emosi
yang didapat saat masih kecil (sekitar umur empat tahun) yang disebabkan oleh keinginan
seksual secara tidak sadar pada orang tua yang berbeda kelamin dan tidak mengikutsertakan
orang tua yang sesama jenis (Hergenhahn, 2009). Pada kaum gay dan lesbian terkadang mereka
tidak menyelesaikan tahap Oedipus complex secara sempurna sehingga menjadikan mereka
mempunyai ketertarikan seksual dengan sesama jenis. Maka dari itu, Sandor Ferenczi (1941,
dalam Herek, 1984) berpendapat bahwa perilaku homophobia (hanya dijelaskan pada pria
heteroseksual) tentang kebencian, permusuhan, dan rasa jijik terhadap homoseksualitas laki-laki
merupakan perilaku reaksi–formasi dan gejala pertahanan terhadap perasaan kasih sayang dari
sesama jenis. Namun, Ferenczi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai lesbian.
Proses identifikasi diri dari kaum LGBT bukanlah hal yang mudah dilakukan, umumnya
proses identifikasi diri dan pilihan orientasi seksual merupakan proses seumur hidup dengan
berbagai penolakan keluarga hingga lingkungan, bahkan penolakan diri sendiri. Penolakan
lingkungan terhadap kaum LGBT dijewantahkan melalui berbagai justifikasi moral dan agama.
Mulai dari kata “menyimpang” hingga “sesat” muncul menghakimi kaum ini.
Banyaknya kasus mengenai perilaku diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum
homoseksual menjadikan penulis ingin mengetahui gambaran homophobia pada mahasiswa di
Universitas Indonesia (UI). Penulis memilih UI karena ruang lingkup primer dari penulis
bertempat di UI. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh lembaga yang membahas
mengenai homophobia di lingkungan UI maupun masyarakat luas, yaitu Support Group and
Resource Center for Sexuality Studies (SGRC) yang bertempat di UI. Bagi SGRC UI, penelitian
ini dapat digunakan untuk menentukan program-program edukasi apa saja yang dapat dijalankan
terkait dengan masalah homophobia, proses pengambilan keputusan mengenai apa yang harus
dipromosikan, dan jangkauan mahasiswa yang harus diberikan edukasi mengenai masalah
LGBT. Selain SGRC, masih banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dapat
menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk pengambilan keputusan maupun
penelitian selanjutnya, diantaranya adalah Swara Srikandi di Jakarta, LGBT GAYa Nusantara,
LGBT Arus Pelangi, Lentera Sahaja dan Indonesian Gay Society di Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran
homophobic pada mahasiswa S1 angkatan 2014. Untuk itu, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah: “Bagaimanakah gambaran homophobia pada mahasiswa S1 Universitas Indonesia
angkatan 2014?”
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
homophobia pada mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia. Secara khusus, tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menuntaskan tugas besar mata kuliah Metodologi Penelitian dan
Statistika Deskriptif tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan di bidang Psikologi, terutama di
bidang Psikologi Sosial yakni mengenai h omophobia.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan atau acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan h omophobia.
b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk membandingkan dengan hasil
penelitian lain yang memiliki konteks dan subjek penelitian yang berbeda.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang yang
mendasari penelitian gambaran homophobia pada mahasiswa, permasalahan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 merupakan tinjauan pustaka. Pada bab ini, peneliti akan menguraikan teori yang
berhubungan dengan topik dalam penelitian yakni teori yang berhubungan dengan homophobia
dan mahasiswa.
Bab 3 merupakan metode penelitian. Bab ini terdiri dari masalah dan variabel penelitian,
populasi dan sampel penelitian, tipe dan desain penelitian, instrumen penelitian, dan prosedur
penelitian.
Bab 4 merupakan bagian hasil dan interpretasi hasil penelitian. Bab ini terdiri dari
gambaran karakteristik partisipan dan hasil dari penelitian beserta interpretasi hasil yang
didapatkan.
Bab 5 merupakan bagian kesimpulan, diskusi, dan saran. Bab ini berisi kesimpulan
penelitian yang dilakukan, diskusi dari hasil penelitian yang didapat, dan juga saran dari
penelitian yang telah dilakukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan berisi penjelasan mengenai orientasi seksual dan homoseksualitas yang akan
dibutuhkan untuk membahas mengenai h omophobia. Homophobia akan dibahas secara rinci
dalam bab ini, ditinjau dari konstruk yang paling tepat untuk menjelaskan h omophobia yaitu
prasangka.
2.1 Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah perasaan tertarik secara romantis, emosional maupun seksual
seseorang yang mereka rasakan terhadap orang lain (American Psychiatric Association, 2011).
Rasa ketertarikan ini tidak selalu muncul secara bersamaan, terkadang beberapa individu hanya
merasakan ketertarikan secara romantic saja atau emosional saja atau bahkan seksual saja kepada
orang lain. Ketika seseorang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis maka ia dikatakan
sebagai seorang Homoseksual, sedangkan ketika seseorang memiliki ketertarikan kepada lawan
jenis ia dikatakan sebagai seorang heteroseksual. Namun, menurut American Psychiatric
Association (2011) orientasi seksual berada pada sebuah garis kontinuum, mulai dari secara
eksklusif heteroseksual hingga secara eksklusif homoseksual.
American Psychological Association (2013) memberikan pengertian orientasi seksual
sebagai sebuah pola ketertarikan secara emosional, romantis, dan/atau seksual secara
berkesinambungan terhadap laki-laki, perempuan maupun kedua gender. Orientasi seksual juga
seringkali digunakan sebagai identitas seseorang untuk memiliki perasaan keanggotaan dalam
komunitas tertentu yang memiliki ketertarikan yang sama dengan dirinya.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa orientasi seksual berada pada sebuah
garis kontinuum. Selain itu, orientasi seksual juga memiliki sifat yang cair dan dapat
berkembang seiring dengan perjalanan hidup seseorang (Centre for Addiction and Mental
Health, 2007).
Berdasarkan fluiditasnya tersebut beberapa ahli psikoanalisa seperti William Stekel
mengemukakan pandangannya terhadap orientasi seksual. Menurut Stekel (1920) seluruh
manusia terlahir sebagai biseksual, dan mulai dari masa ia lahir hingga masa pubertas ia akan
memunculkan tendensi heteroseksual, nantinya ketika memasuki masa pubertas, kondisi-kondisi
dan motif tertentu akan menjadikan mereka sebagai seorang monoseksual (heteroseksual atau
homoseksual).
2.1.1 Homoseksual
Homoseksualitas baik gay maupun lesbian berarti memiliki ketertarikan baik emosional
maupun seskual kepada sesama jenis kelaminnya masing masing. Homoseksual merupakan
salah satu dari variasi orientasi seksual. Homoseksualitas secara sederhana adalah identitas
seksual yang pembentukannya tidak diketahui secara pasti oleh siapapun, sama halnya dengan
heteroseksualitas (Pharr, 1997). Orientasi dan dasar ketertarikan sosial manusia biasanya
terbentuk saat manusia menginjak masa anak kecil pertengahan
hingga awal pubertas dan
dipengaruhi oleh perkembangan oedipal complex pada masa phalic (American Psychological
Association, 2013)
Homoseksualitas bukanlah merupakan suatu penyakit psikis karena penelitian telah
membuktikan bahwa tidak ditemukannya korelasi hubungan antara homoseksual dan
psikopatologi. American Psychological Association mengemukakan bahwa homoseksual tidak
lebih abnormal daripada fenomena kidal. Hal tersebut terjadi begitu saja pada presentase tertentu
dari populasi. Meskipun berdasarkan catatan sejarah homoseksual baik gay maupun lesbian
dianggap sebagai pihak yang terganggu dan bermasalah, namun ternyata orientasi seksual
semacam ini telah ditemukan sejak zaman dahulu dan telah ditemukan dan direkam dalam
sejarah berbagai bangsa yang ada di dunia. Kemudian berdasarkan penelitian selama beberapa
dekade telah dicapai kesimpulan bahwa homoseksual baik gay maupun lesbian merupakan
sebuah bentuk yang normal dari human bonding dan baik tindakan dan interaksi orang
homoseksual dan heteroseksual merupakan suatu aspek yang normal dalam aspek interaksi antar
manusia. Meskipun dahulu homoseksual telah dikesampingkan secara sosial dan telah
diklasifikasikan sebagai sebuah penyakit mental.
Menjadi heteroseksual atau menggunakan tangan kanan sebagai bagian yang dominan
tidak menjadikan seseorang lebih sehat. Hal yang tidak sehat, bahkan menjadi sumber tekanan
yang hebat sehingga dapat memicu fenomena bunuh diri, adalah homophobia yaitu penyakit
sosial yang menempatkan pesan negatif, kutukan, dan kekerasan pada kaum homoseksual (gay
dan lesbian) yang harus diperjuangkan sepanjang hidup untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Pada akhirnya tahun 1975, APA atau American Psychologycal Association telah merubah stigma
penyakit mental yang telah lama diasosiasikan masyarakat berkaitan dengan lesbian, gay, dan
bisexual orientation.
2.2 Attitude
Menurut Eagly dan Chaiken (1993), sikap adalah kecenderungan psikologis yang
diekpresikan dengan mengevaluasi hal yang unik tertentu dengan menilainya dengan mendukung
atau tidak mendukung. Definisi sikap lainnya dikemukakan oleh Baron dan Branscombe.
Menurut Baron dan Branscombe (2013), sikap adalah evaluasi dari berbagai aspek yang ada di
dunia sosial.
Ada tiga komponen dari sikap, yang pertama komponen afektif, yaitu hal yang
menyangkut perasaan terhadap sebuah objek. Yang kedua komponen tingkah laku, yaitu
bagaimana sebuah sikap mempengaruhi tingkah laku. Yang ketiga komponen kognitif, yaitu
keyakinan dan p rior knowledge seseorang terhadap sikap tersebut (McLeod, 2014)
Sikap homophobia ini berarti mengevaluasi hal yang berkaitan dengan homoseksual dan
menilainya dengan tidak mendukung sikap homoseksual. Sikap homophobia juga dapat berarti
evaluasi negatif dari homoseksual yang benar-benar terjadi di dunia sosial ini.
Komponen dari sikap yang disinggung oleh homoseksual adalah ketiga komponen.
Komponen afektif yang ditunjukan oleh adanya dua perasaan yang berbeda ditunjukkan oleh
masyarakat, yang mendukung dan tidak mendukung. Komponen tingkah laku yang ditunjukkan
oleh adanya perbedaan tingkah laku yang diperlihatkan oleh masyarakat terhada homoseksual
dan komponen kognitif juga berpengaruh karena adanya perbedaan dalam keyakinan masyarakat
terhadap menghadapi homoseksual.
2.3 Prejudice
Menurut Baron dan Branscombe (2013) prejudice adalah komponen afektif atau perasaan
yang kita miliki terhadap kelompok tertentu. Prejudice atau yang disebut sebagai prasangka
dalam bahasa Indonesia merupakan salah satu komponen dari sikap yang mencerminkan respons
negatif terhadap seseorang atas dasar keanggotaan orang tersebut dalam kelompok tertentu
(Allport, 1954, dalam Baron & Branscombe, 2013). Sehingga melalui pemahaman Allport
tersebut, prasangka tidak dapat dikatakan sebagai suatu perasaan yang diarahkan secara personal
kepada satu orang (Turner, Hogg, Oakes, Reicher & Wetherhell, 1987, dalam Baron &
Branscombe, 2013).
2.4 Allport’s Theory of Intergroup Contact
Allport (1954) mengungkapkan ada empat kondisi dimana i ntergroup contact terjadi,
pertama adalah status grup yang sama dalam sebuah situasi. Yang kedua adalah mempunyai
tujuan yang sama. Yang ketiga adalah kerjasama antarkelompok dan yang keempat adalah
adanya dukungan dari pihak yang mempunyai wewenang, hukum, dan kebiasaan masyarakat.
2.5 Pengertian H
omophobia
Banyaknya kasus diskriminasi dan perilaku yang negatif seringkali mencelakai para
homoseksual sejak dulu (Berrill, 1990). Banyaknya kasus diskriminatif dan kekerasan terhadap
homoseksual seringkali tidak disebabkan oleh motivasi untuk mencelakai, namun disebabkan
oleh ketidaksukaan atau kebencian yang sangat tinggi (Fassinger, 1991). Weinberg (1972)
mendeskripsikan perilaku dan sikap negatif terhadap orang-orang homoseksual dengan kata
homophobia. Menurutnya, homophobia dapat didefinisikan sebagai ketakutan yang dirasakan
oleh orang-orang heteroseksual saat berdekatan dengan orang homoseksual dan memunculkan
rasa tidak suka yang tinggi kepada mereka karena homoseksualitasnya sehingga mereka
melakukan perilaku dan sikap negatif.
Definisi homophobia mulai dikenal pada akhir tahun 1970-an dan mulai diperdebatkan
oleh banyak peneliti (Herek, 1984, 2004; Richmond & McKenna, 1998; Weinberg, 1972) dalam
penelitiannya sehingga seringkali memunculkan berbagai macam definisi yang
berbeda.
Menurut Hudson dan Ricketts (1980), definisi dari kata homophobia bisa bermacam-macam
akibat dari perluasan definisi di dalam literatur agar mencakup sikap negatif, kepercayaan atau
tindakan terhadap homoseksualitas, tergantung dari apa yang dibahas oleh masing-masing
peneliti. Hal ini didukung oleh Fyfe (1983) bahwa perluasan definisi mengenai homophobia
menghambat pemahaman kita mengenai sikap dan perilaku yang diindikasikan sebagai
homophobia. Oleh karena itu, Hudson dan Ricketts (1980) mengkritik hasil penelitian mengenai
homophobia karena tidak menjelaskan secara detail perbedaan antara sikap intelektual terhadap
homoseksualitas (homonegativism) dan sikap atau respon afektif untuk individu homoseksual
(homophobia). Sehingga untuk mengklarifikasi mengenai perbedaan ini, Hudson dan Ricketts
menjelaskan bahwa pengertian homonegativism adalah suatu konstruk yang meliputi judgement
mengenai nilai moral dari homoseksualitas, keputusan, hubungan interpersonal, dan respon
terhadap individu homoseksual mengenai kepercayaannya, legalitas, preferensi dan lain
sebagainuya. Sedangkan pengertian dari homophobia adalah perasaan emosional dan perilaku
afektif terhadap individu homoseksual, meliputi rasa takut, rasa cemas, marah, dan
ketidaknyamanan dalam berinteraksi oleh individu homoseksual.
Definisi homophobia apabila diberikan oleh seseorang yang heteroseksual mempunyai
pandangan yang berbeda. Menurut Pharr (1997) yang merupakan homoseksual, homophobia
adalah sebuah kata yang memunculkan suatu citra yang menghilangkan kebebasan,
memunculkan kekerasan verbal dan fisik serta kematian. Kata homophobia menurut Pharr (1997)
sama seperti racism dan anti-Semitism. Hal ini dikarenakan seseorang yang homophobic
cenderung membatasi kebebasan orang-orang homoseksual dan terkadang melakukan perilaku
kekerasan secara verbal maupun fisik. Definisi oleh Pharr (1997) didukung oleh pengalaman
yang seringkali dialami oleh para homoseksual. Data yang dilansir oleh Gay, Lesbian and
Straight Education Network (GLSEN) pada tahun 2013 menyatakan bahwa akibat dari
pemberian label yang terkesan homophobic, 55,5% siswa LGBT merasa tidak aman ketika
berada di sekolah dikarenakan orientasi seksual mereka. Selain itu 64,5% dari siswa LGBT
sering mendengar julukan-julukan yang kasar mengenai orientasi seksual mereka di sekolah
yang berasal dari teman-teman mereka (Gay, Lesbian, And Straight Education Network, 2013).
2.5.1 Penyebab Homophobia
Michael S. Kimmel (1994) menyatakan bahwa seseorang bersikap homophobic dan
melakukan perilaku homophobia lainnya terhadap individu homoseksual karena Ia takut akan
diberikan label negatif seperti “terlalu feminin” oleh orang di sekitarnya. Perilaku homophobic
yang terus dilakukan dan didukung oleh orang-orang di sekitarnya akan lebih lama menetap di
dalam diri seseorang. Seseorang ini lama kelamaan akan menganggap dirinya benar dengan
bersikap homophobic terhadap orang homoseksual sehingga ia menampilkan dirinya sebagai
seseorang yang h omophobia.
Selain itu, penyebab lain yang menyebabkan munculnya homophobia dijelaskan melalui
teori prasangka (Stephan & Stephan, 2000). Teori ini menjelaskan bagaimana ancaman yang
diterima oleh sekelompok orang akan memunculkan prasangka. Ancaman secara realistis dan
simbolis dalam sekelompok orang (in group) disebabkan oleh stereotip negatif dan kecemasan
terhadap hal-hal yang terjadi di luar lingkungan mereka (out group). Menurut LeVine dan
Campbell (1972), ancaman realistis dideskripsikan sebagai ancaman yang diberikan oleh
orang-orang di luar lingkungan (out group) terhadap keadaan sosial atau kekuatan politik dan
sumber daya ekonomi di dalam kelompok (in group). Sedangkan definisi dari ancaman simbolis
berhubungan dengan perspektif budaya atau gaya hidup yang meliputi tradisi, sikap, norma, dan
kepercayaan. Ancaman realistis dan ancaman simbolis disebabkan oleh stereotip negatif yang
diberikan oleh sekelompok orang di luar lingkungan (out group) kepada kelompok (in group)
yang menciptakan kecemasan yang dialami oleh kelompok tersebut (in group). Teori ini
menjelaskan bahwa individu yang berada dalam lingkup tradisional dan mempunyai norma atau
kepercayaan yang kuat cenderung akan lebih sering mempresepsikan ancaman simbolis oleh
sekelompok orang di luar lingkupnya (out group). Ancaman simbolis ini dapat menjelaskan
mengapa kaum homoseksual (out group) tidak dapat diterima oleh masyarakat (in group)
sehingga beberapa orang akan menampilkan sikap dan perilaku homophobia terhadap kaum
homoseksual.
Menurut Anna Rafferty (2013), homophobia disebabkan oleh sexism. Sexism menurut
Frye (1983) adalah kepercayaan atau keputusan yang tidak relevan antara dua jenis kelamin.
Selain itu, stigma bahwa pria lebih kuat dan superior dibandingkan wanita membuat prasangka
dan diskriminasi terjadi pada wanita. Misalnya, terkadang beberapa orang akan merasa heran
apabila mengetahui bahwa ada seorang pria yang menjadi bapak rumah tangga. Bapak rumah
tangga terlihat aneh dan lucu bagi sebagian orang karena pekerjaan itu pada umumnya
diperuntukkan oleh wanita. Secara umum, pria dipandang mempunyai kemampuan lebih untuk
mencari nafkah di luar rumah sedangkan wanita mempunyai kemampuan dibawah pria sehingga
umumnya menjadi ibu rumah tangga saja. Wanita dipandang belum mampu untuk melakukan
pekerjaan pria karena pada umumnya wanita tidak mempunyai kewajiban untuk bekerja. Sexism
terlihat jelas pada contoh ini. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya sexism dalam
hubungan bermasyarakat dapat menciptakan batasan berdasarkan jenis kelamin. Lalu dalam
hubungannya dengan penyebab homophobia, sexism telah menciptakan peran gender yang ketat
hubungan interpersonal. Sehingga homoseksualitas tidak diperbolehkan karena seharusnya
seorang wanita hanya diperbolehkan untuk terlibat asmara dengan seorang pria dan seorang pria
hanya diperbolehkan terlibat asmara dengan seorang wanita. Berbagai teori ini menyebabkan
terjadinya perilaku dan sikap homophobia pada beberapa orang dan menjadikan individu
homoseksual mengalami diskriminasi dan perilaku negatif di masyarakat.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan berisi penjelasan mengenai metodologi yang digunakan untuk meneliti
gambaran homophobia yang mencakup masalah penelitian, variabel penelitian, tipe dan desain
penelitian, partisipan dalam penelitian, instrumen yang digunakan dalam penelitian, prosedur
penelitian, dan metode pengolahan data.
3.1 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan utama dalam penelitian
ini yaitu “Bagaimanakah gambaran tingkat homophobia pada mahasiswa S1 Universitas
Indonesia angkatan 2014?”
3.2 Variabel Penelitian: Homophobia
3.2.1 Definisi Konseptual
Definisi dari homophobia telah sering diperdebatkan oleh para peneliti (Herek, 1984,
2004; Richmond & McKenna, 1998; Weinberg, 1972) sejak kemunculan kata homophobia pada
awal tahun 1970-an. Secara konseptual, menurut The American Heritage Dictionary (1992
edition), homophobia didefinisikan sebagai “"aversion to gay or homosexual people or their
lifestyle or culture" and "behavior or an act based on this aversion.".
3.2.2 Definisi Operasional
Definisi operasional homophobia adalah skor total yang didapatkan oleh individu dari
alat ukur homophobia yang disusun oleh Wright, Adams, dan Bernat (1999). Skor dari alat ukur
ini didapatkan dengan cara menjumlahkan seluruh item lalu total skor dibagi dengan 25. Hasil
skor akan berkisar antara 0-100 dengan skor 0 merupakan individu dengan sifat homophobia
terendah dan skor 100 merupakan individu dengan sifat homophobia tertinggi. Dengan kata lain,
semakin tinggi total skor yang didapatkan oleh individu maka semakin tinggi pula tingkat
homophobia yang dimiliki oleh individu tersebut.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang aktif mengikuti perkuliahan
di Universitas Indonesia dan merupakan mahasiswa S1 angkatan 2014. Penelitian ini memilih
populasi mahasiswa karena sebagai kaum berpendidikan mahasiswa diharapkan dapat menjadi
ujung tombak perubahan pandangan dan sikap masyarakat terhadap kaum LGBT.
Mempertimbangkan adanya keterbatasan waktu, tempat, dan akses yang dimiliki oleh
peneliti, tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan pengambilan data pada seluruh individu
dalam populasi mahasiswa yang jumlahnya cukup besar. Oleh karena itu, peneliti melakukan
pengambilan sampel mahasiswa S1 angkatan 2014 di Universitas Indonesia yang dianggap dapat
mewakili populasi mahasiswa.
3.3.1 Kriteria Sampel Penelitian
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 angkatan 2014 yang masih
aktif mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia dari jurusan manapun yang meliputi
Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, Rumpun Ilmu Kesehatan, serta Rumpun Sains dan
Teknologi.
3.3.2 Besaran Sampel Penelitian
Besaran sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini minimal 60 orang yang tersebar dari
berbagai fakultas di Universitas Indonesia. Besaran tersebut ditetapkan berdasarkan
pertimbangan oleh dosen mata kuliah MPSD kelas A Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Selain itu, dengan jumlah sampel yang ditetapkan memiliki tujuan agar distribusi data yang
dihasilkan dapat mendekati normal dan dapat menggambarkan populasi. Menurut hukum law of
large numbers, semakin besar jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian maka akan
semakin akurat data penelitian yang akan dihasilkan dalam menggambarkan populasi. Oleh
karena itu, peneliti menetapkan target minimal lebih dari 150 orang agar hasil penelitian
diharapkan dapat lebih akurat dalam menggambarkan populasi mahasiswa S1 angkatan 2014 di
Universitas Indonesia.
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Tipe pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe probability
sampling pada saat persiapan dan tipe non probability sampling pada saat pelaksanaan. Tipe
probability sampling digunakan dalam penelitian ini karena peneliti ingin mendapat gambaran
tingkat homophobia yang representatif dari sampel yang telah peneliti tetapkan sebelumnya.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tipe probability sampling adalah teknik
cluster sampling. Sebelum peneliti mengambil sampel mahasiswa S1 angkatan 2014 yang
bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk diambil datanya, peneliti menentukan proporsi
dari sub-sub populasi, dalam hal ini, fakultas-fakultas di Universitas Indonesia. Kemudian setiap
elemen pada sub populasi tersebut peneliti jadikan anggota populasi.
Pada pelaksanaan pengambilan data sampel, peneliti selanjutnya melakukan tipe non
probability sampling. Teknik yang digunakan dalam tipe non probability sampling adalah teknik
accidental sampling dan snowball sampling yang didasari atas ketersediaan sampel. Peneliti
mengambil sampel mahasiswa yang bersedia dan mau berpartisipasi sebagai partisipan dalam
penelitian untuk diambil datanya. Karena kriteria sampel adalah angkatan 2014, maka setelah
melakukan accidental sampling, peneliti menanyakan kepada partisipan apakah ada temannya
yang bersedia menjadi partisipan. Oleh karena itu, pada saat pelaksanaan pengambilan sampel,
peneliti melakukan dua teknik pengambilan sampel tipe n on probability sampling.
3.4 Tipe dan Desain Penelitian
3.4.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian dapat diklasifikasikan melalui tiga pendekatan yakni berdasarkan aplikasi
penelitian, tujuan penelitian, dan proses mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian
(Kumar, 2011). Berdasarkan aplikasi penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam applied
research atau penelitian aplikatif karena hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan
pemahaman mengenai sikap homophobia dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan
tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam descriptive study atau penelitian deskriptif karena
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis sebuah keadaan, dalam hal ini
yaitu variabel sikap homophobia. Berdasarkan prosesnya, penelitian ini menggunakan structured
approach atau pendekatan berstruktur karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
sikap h omophobia di kalangan mahasiswa.
3.4.2 Desain Penelitian
Penggolongan jenis-jenis desain penelitian menggunakan tiga perspektif yaitu jumlah
kontak (number of contact), periode referensi (reference of period), dan sifat penelitian (nature
of the investigation) (Kumar, 2011). Berdasarkan jumlah kontak, penelitian ini termasuk ke
dalam desain penelitian cross-sectional study karena pengambilan data hanya dilakukan melalui
satu kali kontak. Berdasarkan periode referensinya, penelitian ini termasuk ke dalam
retrospective study karena mengukur pengalaman partisipan dalam berinteraksi sosial.
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini tergolong dalam desain penelitian non-eksperimental karena
tidak ada manipulasi yang dilakukan terhadap variabel penelitian h omophobia.
3.5 Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah alat ukur
Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999). Wright, Adams,
& Bernat (1999) membuat alat ukur ini berdasarkan validitas yang telah ditetapkan dalam The
Index of Homophobia (Hudson & Rickets, 1980 dalam Wright et. al, 1999).
Alat ukur
Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) terdiri dari 25
item pernyataan. Pernyataan ini menggunakan skala rating berbentuk Likert scale dengan lima
pilihan jawaban yang terdiri dari “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan
“sangat tidak setuju”. Likert scale adalah skala secara berurutan dimana partisipan memilih satu
pilihan atau opsi yang paling sesuai dengan kondisi partisipan (Gravetter & Forzano, 2012).
Likert scale didesain untuk mengukur perilaku atau opini partisipan dengan bentuk pengukuran
ordinal (Bowling, 1997; Burns, & Grove, 2007 dalam McLeod, 2008).
Wright, Adams, & Bernat (1999) membuat alat ukur ini berdasarkan tiga faktor, yaitu a
factor that assesses mainly negative cognitions regarding homosexuality, a factor that assesses
mainly negative affect and avoidance of homosexual individuals, dan a factor that assesses
negative affect and aggression toward homosexual individuals.
Terdapat 10 item yang mengukur negative affect, 10 item untuk mengukur behavioral
aggression, dan 5 item untuk mengukur cognitive negativism. Secara keseluruhan, dalam alat
ukur ini terdapat 9 item yang merupakan favorable item dan 16 item yang merupakan
unfavorable item. Berikut ini adalah tabel komponen alat ukur Homophobia Scale yang disertai
contoh item dan nomor item dalam alat ukur:
Tabel 3.1 Komponen Alat ukur H
omophobia Scale Wright, Adams, & Benart (1999)
Komponen
Contoh Item
Nomor Item
Factor 1 (Behavior/Negative
Orang homoseksual membuat
Favorable (3 item):
Affect)
saya gugup.
10, 11, 22
Unfavorable (7 item):
1, 2, 4, 5, 6, 7, 9
Factor 2 (Affect/Behavioral
Saya mengejek dan
Favorable (0 item):
Aggression)
mengolok-olok orang-orang
Unfavorable (10 item):
homoseksual.
12, 13, 14, 15, 17, 19, 21, 23,
24, 25
Factor 3 (Cognitive
Saya dapat menerima
Favorable (5 item):
Negativism)
homoseksualitas.
3, 8, 16, 18, 20
Unfavorable (0 item):
TOTAL ITEM
25
Favorable (8 item)
Unfavorable (17 item)
3.5.1 Metode Skoring Alat Ukur Homophobic Scale
Alat ukur Homophobia Scale yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 25 item
pernyataan dengan skala rating 1-5. Setiap item memiliki lima pilihan respon dari “Sangat
Setuju” sampai “Sangat Tidak Setuju”. Dalam alat ukur ini, terdapat delapan item pernyataan
yang bersifat favorable dan tujuh belas item pernyataan yang bersifat unfavorable. Respon yang
diberikan oleh subjek terhadap item favorable akan diberikan nilai 1 untuk “Sangat Setuju”, nilai
2 untuk “ Setuju”, nilai 3 untuk “Ragu-Ragu”, nilai 4 untuk “Tidak Setuju”, dan nilai 5 untuk
“Sangat Tidak Setuju”. Sebaliknya, untuk respon yang diberikan pada item yang tergolong
unfavorable, nilai 1 akan diberikan untuk “Sangat Tidak Setuju”, nilai 2 untuk “Tidak Setuju”,
nilai 3 untuk “Ragu-Ragu”, nilai 4 untuk “Setuju”, dan nilai 5 untuk “Sangat Setuju”. Skor total
akan diperoleh melalui penjumlahan seluruh respon yang diberikan oleh partisipan, yang
sebelumnya telah diubah ke dalam bentuk angka.
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan pengambilan data, peneliti melakukan persiapan terlebih dahulu
yaitu mencari studi literatur mengenai teori homophobia dan mahasiswa, serta alat ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur homophobia. Setelah melakukan studi literatur dari berbagai
buku, jurnal, skripsi, dan artikel ilmiah, peneliti memutuskan untuk menggunakan alat ukur
Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) untuk mengukur
tingkat h omophobia.
Untuk menggunakan alat ukur Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright,
Adams, & Bernat (1999) peneliti perlu melakukan translasi dan adaptasi terlebih dahulu karena
belum ada peneliti lain yang melakukan adaptasi ke dalam Bahasa Indonesia untuk alat ukur
tersebut. Setelah alat ukur tersebut sudah ditranslasi dan diadaptasi dengan baik, peneliti
membuat alat ukur tersebut dalam kuesioner yang berbentuk booklet. Peneliti kemudian
mencetak booklet kuesioner tersebut untuk pengambilan data dan menyiapkan reward yang akan
diberikan kepada partisipan. Selain mencetak alat ukur dalam bentuk booklet, peneliti juga
membuat alat ukur tersebut dalam kuesioner yang berbentuk Google Form untuk memfasilitasi
partisipan dan memperbanyak jumlah partisipan agar melebihi dari target jumlah sampel yang
dikehendaki.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 30 April
2015. Peneliti menyebarkan kuesioner dalam bentuk booklet ke seluruh fakultas di Universitas
Indonesia seperti Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Hukum. Peneliti
meminta kesediaan mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia yang berada di tempat
tersebut untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Mahasiswa yang bersedia mengisi kuesioner
diberikan penjelasan mengenai petunjuk pengisian kuesioner dan diberikan reward sebagai
ungkapan terima kasih telah membantu jalannya penelitian.
Selain penyebaran booklet kuesioner ke seluruh fakultas di Universitas Indonesia,
peneliti juga menyebarkan tautan Google Form ke grup-grup angkatan 2014 dari fakultas terkait.
Hal ini dilakukan untuk memperluas dan memperbanyak partisipan penelitian ini agar hasil yang
didapatkan bisa lebih representatif dalam menggambarkan variabel yang diteliti. Dari dua
metode pengambilan data ini, total partisipan yang telah didapatkan sebanyak 221 respon.
3.6.3 Tahap Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diseleksi terlebih dahulu dengan cara pengecekan kelengkapan
data. Jika data sudah lengkap, maka data sudah dapat diolah. Data yang telah diseleksi kemudian
diolah secara kuantitatif menggunakan program SPSS. Metode statistik yang digunakan untuk
mengolah data pada penelitian ini adalah Statistika Deskriptif.
Statistika deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum mengenai partisipan
penelitian dengan menggunakan perhitungan mean, frekuensi, dan presentase komposisi
partisipan.
BAB 4
HASIL DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Pada bab 4 ini, peneliti akan menjelaskan mengenai hasil pengolahan data yang
dilakukan berdasarkan data yang telah didapatkan. Hasil pengolahan data yang akan dijelaskan
dalam penelitian ini meliputi gambaran umum partisipan dan hasil penelitian.
4.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian
Universitas Indonesia terbagi menjadi tiga rumpun disiplin ilmu, yaitu Rumpun Ilmu
Kesehatan, Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, dan Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi. Setiap
rumpun ilmu terdiri dari beberapa fakultas. Rumpun Ilmu Kesehatan meliputi Fakultas
Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keperawatan, dan Fakultas Farmasi. Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora terdiri dari Fakultas
Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Psikologi,
dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Rumpun Sains dan Teknologi meliputi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ilmu Komputer. Oleh
karena itu, partisipan penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2014 yang berstatus aktif dari
tiga rumpun ilmu tersebut.
Dari 221 partisipan yang bersedia mengisi kuesioner, peneliti menyaring data yang
didapatkan berdasarkan kriteria partisipan dan kelengkapan pengisian item kuesioner. Dari hasil
seleksi tersebut, seluruh partisipan memenuhi kriteria dan mengisi item kuesioner secara
lengkap. Data yang telah disaring kemudian diolah dan menjadi acuan dalam penarikan
kesimpulan penelitian ini.
Gambaran demografis penyebaran partisipan didapatkan melalui pengisian data diri
partisipan yang meliputi inisial, fakultas, jurusan, usia, agama, jenis kelamin, dan asal daerah.
Sebaran data demografis partisipan penelitian yang akan digambarkan dalam penelitian ini terdiri
atas jenis kelamin, usia, dan fakultas. Berikut ini merupakan gambaran umum partisipan
penelitian berdasarkan data demografis.
4.1.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Tabel 4.1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Usia
Jenis Kelamin
Total
16
17
18
19
20
21
Perempuan
1
12
59
61
3
1
137
Laki-laki
0
3
36
39
5
1
84
1
15
95
100
8
2
221
Total
Berdasarkan tabel 4.1. mengenai gambaran umum partisipan penelitian berdasarkan jenis
kelamin, mayoritas responden adalah perempuan dengan presentase sebesar 62% atau sebanyak
137 orang. Sedangkan untuk presentase responden laki-laki adalah sebesar 38% atau sebanyak
84 orang.
Berdasarkan data demografis penyebaran usia partisipan penelitian ini rentangnya
bervariasi dari 16 hingga 21 tahun. Mayoritas partisipan dalam penelitian ini berusia 19 tahun
yaitu sebesar 45,2% atau sebanyak 100 orang. Selain itu, usia yang paling sedikit presentasenya
adalah usia 16 tahun yaitu sebesar 0.4% atau sebanyak 1 orang dari keseluruhan partisipan.
4.1.2 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Asal Fakultas
Tabel 4.2 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Asal Fakultas
Asal Fakultas
Frekuensi
Persentase (%)
Kedokteran (FK)
9
4,1
Kedokteran Gigi (FKG)
4
1,8
1
0,5
Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA)
Teknik (FT)
55
24,8
Hukum (FH)
22
10
Ekonomi dan Bisnis (FEB)
31
14
(FIB)
9
4
Psikologi
30
13,6
(FISIP)
44
19,9
Kesehatan Masyarakat (FKM)
1
0,5
Ilmu Komputer (FASILKOM)
5
2,3
Ilmu Keperawatan (FIK)
6
2,7
Farmasi (FF)
4
1,8
Total
221
100%
Ilmu Pengetahuan Budaya
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Berdasarkan tabel 4.2., terlihat bahwa jumlah partisipan penelitian ini telah mencakup
mahasiswa dari 13 fakultas di Universitas Indonesia. Terdapat perbedaan jumlah partisipan dari
masing-masing fakultas. Mayoritas partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa Fakultas
Teknik yaitu sebesar 24,8% atau sebanyak 55 orang. Sedangkan minoritas partisipan penelitian
ini merupakan mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas
Kesehatan Masyarakat dengan masing-masing persentase 1% atau sebanyak satu partisipan.
Tabel 4.3 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Rumpun Ilmu di UI
Rumpun Ilmu
Frekuensi
Persentase (%)
Rumpun Ilmu Kesehatan
24
10,9
136
61,5
61
27,6
221
100%
Rumpun Ilmu Sosial dan
Humaniora
Rumpun Ilmu Sains dan
Teknologi
Total
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa partisipan penelitian telah mencakup tiga
rumpun disiplin ilmu yang ada di Universitas Indonesia. Mahasiswa yang paling banyak menjadi
partisipan berasal dari Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora yaitu sebanyak 136 partisipan atau
sebesar 61,5% . Mahasiswa yang paling sedikit menjadi partisipan berasal dari Rumpun Ilmu
Kesehatan dengan jumlah 24 partisipan atau 10,9% dari seluruh partisipan.
4.2 Hasil Penelitian
Tabel 4.4. Penyebaran Skor Rata-rata Partisipan Penelitian
Variabel
Skor rata-rata
Skor
Skor
Standar
(mean)
minimum
maksimum
Deviasi
4
88
16,692
individu
Homophobic
42,38
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa rata-rata skor partisipan pada variable
perilaku homophobic adalah 42,38 dari skala 0-100 dengan 0 berarti tidak homophobic dan 100
berarti sangat homophobic. dengan skor tertinggi 88 dan skor terendah empat (SD = 16,692).
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN PENELITIAN
5.1 Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan, dapat disimpulkan bahwa pada mahasiswa S1
angkatan 2014 Universitas Indonesia secara rata-rata masih dalam kategori dapat mentolerir
keberadaan kaum homoseksual karena terletak pada angka 42,38 dari skala 0-100 dengan 0
berarti tidak homophobic dan 100 berarti sangat homophobic. Dengan skor berada dibawah 50
yang menjadi pemisah dari rentang homophobia dan tidak homophobia, maka dapat disimpulsan
bahwa rata rata mahasiswa S1 Universitas Indonesia tahun 2014 berada pada rentang masih
mentolerir homoseksual.
5.2 Diskusi Penelitian
5.3 Saran Penelitian
Pada bagian ini, peneliti akan memberikan saran yang dapat digunakan pada penelitian
selanjutnya. Saran yang diberikan adalah saran metodologis.
5.3.1 Saran Metodologis
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Jumlah proporsi responden pada setiap fakultas harus lebih diperhatikan agar lebih
menggambarkan kondisi sebenarnya dilapangan. Jumlah mahasiswa pada setiap fakultas
berbeda-beda, maka dari itu diperlukan proporsi yang sesuai dengan jumlah mahasiswa
dari setiap fakultas.
2. Selain proporsi jumlah mahasiswa yang berbeda tiap fakultasnya yang harus
diperhatikan, proporsi jenis kelamin juga cukup berpengaruh pada hasil penelitian agar
data yang diambil representatif, tidak hanya dalam sudut pandang salah satu jenis
kelamin saja. Maka seharusnya komposisi partisipan seimbang antara laki-laki dan
perempuan.
3. Penelitian sebaiknya dilakukan dengan r andom sampling. Peneliti telah melakukan
penelitian dengan a ccidental sampling, namun peneliti telah menemukan a ccidental
sampling bukan cara mengambil data yang paling efektif untuk penelitian ini.
Referensi
Adams, H. E., Wright, L. W., & Lohr, B. A. (1996). Is Homophobia Associated With
Homosexual Arousal? Journal of Abnormal Psychology, 440-445.
Allport GW. (1954). The Nature of Prejudice. Reading, MA: Addison-Wesley. 537 pp.
American Psychiatric Association. (2011, July 22). Home: Sexual Orientation. Retrieved from
American
Psychiatric
Association
Website:
http://web.archive.org/web/20110722080052/http://www.healthyminds.org/More-Info-Fo
r/GayLesbianBisexuals.aspx
American Psychological Association. (2013, August 8). Home: Psychology Help Center: Sexual
orientation, homosexuality and... Retrieved from American Psychological Association
Website:
http://web.archive.org/web/20130808032050/http://www.apa.org/helpcenter/sexual-orien
tation.aspx
Baron, R., & Branscombe, N. (2013). Social Psychology: Pearson New International Edition
(13th ed.). Pearson.
Berrill, K. T. (1990). Anti-gay violence and victimizationin the United States: An overview.
Journal o f lnterpersonal Violence, 5, 274-294.
Brown, N. (2013, October). Homophobia. Retrieved from Palo Alto Medical Foundation:
http://www.pamf.org/teen/sex/homophobia.html
Center for Addiction and Mental Health. (2007, August 28). Home: Publications: Resources for
professionals: Asking the right questions 2. Retrieved from Center for Addiction and
Mental
Health
Website:
http://www.camhx.ca/Publications/Resources_for_Professionals/ARQ2/arq2_question_a2
.html
Eagly, A. H., & Chaiken, S. (1993). The psychology of attitudes. Harcourt Brace Jovanovich
College Publishers.
Fassinger, R. (1991). The hidden minority: Issues and challenges in working with lesbian women
and gay men. CounselingPsychologist 19, 157-176.
Frye,
M.
(n.d.).
Sexism.
Retrieved
from
Of
Freedom
and
Justice:
http://www.und.edu/instruct/weinstei/Frye%20-%20Sexism.pdf
Fyfe, B. (1983). “Homophobia” or Homosexual Bias Reconsidered. Archives of Sexual
Behavior, 12, 549-554.
Gay, Lesbian, And Straight Education Netw
Mahasiswa S1 Universitas Indonesia Angkatan 2014
Disusun Oleh:
Kelompok Nietzsche, Kelas A
Anggota Kelompok :
Astridiah Primacita Ramadhani,
1406617326
Dimas Mahendra,
1406539974
Geraldus Tirta Pratama Kawulusan,
1406574062
Marchelita Dewi,
1406570184
Naufal Rakhaviansyah,
1406574232
Makalah penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas mata kuliah
Metodologi Penelitian Statistik dan Deskriptif (MPSD)
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan ridha-Nya tim penulis
berhasil menyusun makalah dengan judul “Gambaran Tingkat Homophobia pada Mahasiswa S1
Universitas Indonesia Angkatan 2014”, untuk memenuhi tugas makalah penelitian mata ajar
MPSD Kelas A.
Dalam penyusunan makalah penelitian ini, penulis menemukan berbagai kesulitan.
Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulis dapat menghasilkan makalah penelitian yang
dapat dipertanggungjawabkan hasilnya. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini:
1. Bapak Andi Supandi Suaid Koentary S.Psi., M.Si, selaku dosen MPSD Kelas A
2. Rekan-rekan di Kelas A mata kuliah MPSD Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
3. Para partisipan penelitian, dan
4. Pihak-pihak lain yang terlibat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kami berterima kasih kepada pihak-pihak di atas karena telah memberikan dukungan,
masukan, saran dan kritik dalam pembuatan makalah penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa makalah penelitian ini masih jauh dari sempurna dan masih
banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu penulis berharap para pembaca dapat memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya. Akhir kata, semoga makalah
penelitian ini dapat bermanfaat sebagaimana mestinya dan dapat memenuhi tugas MPSD.
Depok, 18 Mei 2015
Tim Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat homophobia pada
mahasiswa S1 tahun pertama di Universitas Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian
bersifat deskriptif menggunakan tipe pengambilan data probability sampling dengan teknik
cluster sampling. Penelitian ini dilakukan dengan cara pembagian booklet dan penyebaran tautan
kuesioner online. Dari penelitian yang telah peneliti lakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa
mahasiswa S1 tahun 2014 di Universitas Indonesia masih bisa mentolerir homoseksual
digambarkan dengan skor 42,38 dari skala 0-100 dengan 0 berarti tidak homophobic dan 100
berarti sangat homophobic.
ABSTRACT
This research is conducted to study the homophobia level in first year undergraduate
students in Universitas Indonesia. This research is a descriptive research conducted using cluster
sampling technique in probability sampling method. This research was done by distributing
booklets of questionnaires and online links of the same questionnaires. From this study, the
researchers concluded that the first year undergraduate students in Universitas Indonesia still
tolerates homosexuality described by the average score of 42.38 from the scale of 0-100 with 0
as not homophobic and 100 as highly homophobic.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kecenderungan masyarakat untuk memberikan stereotip tertentu kepada kelompok yang
diidentifikasi berbeda daripada kelompok kebanyakan telah melahirkan berbagai dampak negatif.
Kelompok LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender) yang terlanjur diberikan stereotype
negatif dan dianggap berbeda dengan masyarakat pada umumnya telah melahirkan sebuah
ketakutan yang tidak rasional terhadap kelompok tersebut. Hal yang sangat disayangkan,
pemberian stereotipe tanpa pertimbangan yang matang seperti itu juga terjadi di kalangan
intelektual seperti mahasiswa. Mahasiswa seharusnya memiliki kecerdasan untuk melakukan
penarikan kesimpulan dari suatu kelompok, namun mereka seringkali mengalami bias dalam
penarikan kesimpulan tersebut, baik bias personal maupun bias budaya. Penarikan kesimpulan
yang mengandung bias terhadap kelompok LGBT seringkali berujung kepada sikap-sikap yang
cenderung h omophobic.
Data yang dilansir oleh Gay, Lesbian and Straight Education Network (GLSEN) pada
tahun 2013 menyatakan bahwa akibat dari pemberian label yang terkesan homophobic, 55,5%
siswa LGBT merasa tidak aman ketika berada di sekolah dikarenakan orientasi seksual mereka.
Selain itu 64,5% dari siswa LGBT sering mendengar julukan-julukan yang kasar mengenai
orientasi seksual mereka di sekolah yang berasal dari teman-teman mereka (Gay, Lesbian, And
Straight Education Network, 2013).
Kekerasan
verbal
yang
bersifat homophobic tidak hanya berdampak kepada
ketidaknyamanan dari eksistensi anggota kelompok tersebut, namun juga berujung kepada
tindakan bunuh diri, seperti yang terjadi di Iowa, Amerika Serikat, yang menimpa seorang siswa
di Southeast Polk High School. Ia di-bully secara verbal oleh teman-temannya dikarenakan ia
menyatakan bahwa dirinya gay. Bullying secara verbal ini berdampak kepada kestabilan kondisi
psikologis dan membuat dirinya memutuskan untuk bunuh diri (Huffington Post, 2013)
Survei lainnya yang dilaksanakan pada tahun 2013 oleh perusahaan riset Pew Research
Center menyatakan bahwa Indonesia berada di urutan kelima di bawah Jordan, Mesir, Tunisia,
dan Palestina sebagai negara-negara dengan tingkat penolakan terhadap homoseksual tertinggi.
93 persen dari partisipan yang berasal dari Indonesia menolak untuk menoleransi fenomena
homoseksual, sedangkan negara-negara besar seperti Korea Selatan dan Republik Rakyat
Tiongkok memiliki tingkat toleransi terhadap homoseksualitas yang relatif tinggi, yaitu 59
persen dan 57 persen. Hal ini diperkirakan terjadi karena tingginya tingkat keagamaan di
Indonesia. Ditunjukkan bahwa terjadi peningkatan toleransi terhadap homoseksualitas pada
negara yang tidak menjadikan agama sebagai pusat kehidupan masyarakatnya (Pew Research
Center, 2013)
Berbagai fenomena diskriminasi terjadi juga di Indonesia pada kaum Gay dan Lesbian.
Hal ini terjadi karena seringkali aparat negara melakukan tindak kekerasan justru karena
perbedaan orientasi seksual kelompok ini. Salah satu contoh peristiwa yang dilakukan oleh
aparat negara terjadi di Surabaya pada tahun 2010. Lembaga International Lesbian, Gay,
Bisexual, Trans and Intersex Association (ILGA) mengadakan konferensi LGBT yang
bekerjasama dengan GAYa Nusantara namun konferensi ini diserang oleh pihak FPI dan polisi
tanpa ada alasan yang jelas (Liang, 2010). Fenomena lain yaitu terjadi di salah satu lembaga
ternama di Jakarta. Pada tahun 2012, pernyataan tegas disampaikan oleh ketua Front Pembela
Islam (FPI) Bidang Dakwah dan Hubungan Lintas Agama, Habib Muhsin Ahmad Alatas yang
menentang sosok gay yaitu Dede Oetomo masuk ke dalam Komnas HAM. Habib menyatakan
bahwa apabila DPR meloloskan Dede Oetomo menjadi komisioner Komnas HAM, lebih baik
dibubarkan saja lembaga tersebut (Redaksi Salam-Online, 2012). Hal yang dilakukan oleh Habib
merupakan salah satu perilaku diskriminasi pada kaum LGBT karena Ia menentang Dede
Oetomo akibat dari orientasi seksual Dede berbeda. Perilaku oleh Habib juga menunjukkan
perilaku Homophobia. Homophobia didefinisikan sebagai respons afektif maupun emotional
yang didalamnya juga termasuk ketakutan, kecemasan, kemarahan, ketidaknyamanan, dan aversi
yang dirasakan oleh individu ketika berinteraksi dengan seorang gay, baik melibatkan ataupun
tidak melibatkan komponen kognitif (Adams, Wright, & Lohr, 1996).
The American Heritage Dictionary (1992 edition) mendefinisikan homophobia sebagai
"aversion to gay or homosexual people or their lifestyle or culture" dan "behavior or an act
based on this aversion.". Homophobia juga dapat didefinisikan sebagai ketakutan yang tidak
rasional terhadap kaum homoseksual. Menurut Freud (1905, dalam Herek, 1984) sikap
heteroseksual tidak hanya terjadi karena pengaruh biologis namun juga larangan yang terjadi
secara sosial mengenai perilaku menyukai sesama jenis dan pengalaman yang didapat oleh cara
asuh orang tua. Freud berasumsi bahwa semua pria dan wanita mempunyai ketertarikan yang
tinggi kepada orang tua (yang memiliki kesamaan jenis kelamin), namun perasaan ini ditekan
oleh tahapan Oedipus complex. Dalam teori Freud, Oedipus complex merupakan tahapan emosi
yang didapat saat masih kecil (sekitar umur empat tahun) yang disebabkan oleh keinginan
seksual secara tidak sadar pada orang tua yang berbeda kelamin dan tidak mengikutsertakan
orang tua yang sesama jenis (Hergenhahn, 2009). Pada kaum gay dan lesbian terkadang mereka
tidak menyelesaikan tahap Oedipus complex secara sempurna sehingga menjadikan mereka
mempunyai ketertarikan seksual dengan sesama jenis. Maka dari itu, Sandor Ferenczi (1941,
dalam Herek, 1984) berpendapat bahwa perilaku homophobia (hanya dijelaskan pada pria
heteroseksual) tentang kebencian, permusuhan, dan rasa jijik terhadap homoseksualitas laki-laki
merupakan perilaku reaksi–formasi dan gejala pertahanan terhadap perasaan kasih sayang dari
sesama jenis. Namun, Ferenczi tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai lesbian.
Proses identifikasi diri dari kaum LGBT bukanlah hal yang mudah dilakukan, umumnya
proses identifikasi diri dan pilihan orientasi seksual merupakan proses seumur hidup dengan
berbagai penolakan keluarga hingga lingkungan, bahkan penolakan diri sendiri. Penolakan
lingkungan terhadap kaum LGBT dijewantahkan melalui berbagai justifikasi moral dan agama.
Mulai dari kata “menyimpang” hingga “sesat” muncul menghakimi kaum ini.
Banyaknya kasus mengenai perilaku diskriminasi yang dilakukan terhadap kaum
homoseksual menjadikan penulis ingin mengetahui gambaran homophobia pada mahasiswa di
Universitas Indonesia (UI). Penulis memilih UI karena ruang lingkup primer dari penulis
bertempat di UI. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan oleh lembaga yang membahas
mengenai homophobia di lingkungan UI maupun masyarakat luas, yaitu Support Group and
Resource Center for Sexuality Studies (SGRC) yang bertempat di UI. Bagi SGRC UI, penelitian
ini dapat digunakan untuk menentukan program-program edukasi apa saja yang dapat dijalankan
terkait dengan masalah homophobia, proses pengambilan keputusan mengenai apa yang harus
dipromosikan, dan jangkauan mahasiswa yang harus diberikan edukasi mengenai masalah
LGBT. Selain SGRC, masih banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dapat
menggunakan hasil penelitian ini sebagai referensi untuk pengambilan keputusan maupun
penelitian selanjutnya, diantaranya adalah Swara Srikandi di Jakarta, LGBT GAYa Nusantara,
LGBT Arus Pelangi, Lentera Sahaja dan Indonesian Gay Society di Yogyakarta.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai gambaran
homophobic pada mahasiswa S1 angkatan 2014. Untuk itu, rumusan masalah pada penelitian ini
adalah: “Bagaimanakah gambaran homophobia pada mahasiswa S1 Universitas Indonesia
angkatan 2014?”
1.3 Tujuan Penelitian
Secara umum, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat
homophobia pada mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia. Secara khusus, tujuan
dari penelitian ini adalah untuk menuntaskan tugas besar mata kuliah Metodologi Penelitian dan
Statistika Deskriptif tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan di bidang Psikologi, terutama di
bidang Psikologi Sosial yakni mengenai h omophobia.
1.4.2 Manfaat Praktis
a. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan atau acuan untuk melakukan
penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan h omophobia.
b. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan rujukan untuk membandingkan dengan hasil
penelitian lain yang memiliki konteks dan subjek penelitian yang berbeda.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab 1 merupakan pendahuluan yang menjelaskan mengenai latar belakang yang
mendasari penelitian gambaran homophobia pada mahasiswa, permasalahan penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab 2 merupakan tinjauan pustaka. Pada bab ini, peneliti akan menguraikan teori yang
berhubungan dengan topik dalam penelitian yakni teori yang berhubungan dengan homophobia
dan mahasiswa.
Bab 3 merupakan metode penelitian. Bab ini terdiri dari masalah dan variabel penelitian,
populasi dan sampel penelitian, tipe dan desain penelitian, instrumen penelitian, dan prosedur
penelitian.
Bab 4 merupakan bagian hasil dan interpretasi hasil penelitian. Bab ini terdiri dari
gambaran karakteristik partisipan dan hasil dari penelitian beserta interpretasi hasil yang
didapatkan.
Bab 5 merupakan bagian kesimpulan, diskusi, dan saran. Bab ini berisi kesimpulan
penelitian yang dilakukan, diskusi dari hasil penelitian yang didapat, dan juga saran dari
penelitian yang telah dilakukan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan berisi penjelasan mengenai orientasi seksual dan homoseksualitas yang akan
dibutuhkan untuk membahas mengenai h omophobia. Homophobia akan dibahas secara rinci
dalam bab ini, ditinjau dari konstruk yang paling tepat untuk menjelaskan h omophobia yaitu
prasangka.
2.1 Orientasi Seksual
Orientasi seksual adalah perasaan tertarik secara romantis, emosional maupun seksual
seseorang yang mereka rasakan terhadap orang lain (American Psychiatric Association, 2011).
Rasa ketertarikan ini tidak selalu muncul secara bersamaan, terkadang beberapa individu hanya
merasakan ketertarikan secara romantic saja atau emosional saja atau bahkan seksual saja kepada
orang lain. Ketika seseorang memiliki ketertarikan kepada sesama jenis maka ia dikatakan
sebagai seorang Homoseksual, sedangkan ketika seseorang memiliki ketertarikan kepada lawan
jenis ia dikatakan sebagai seorang heteroseksual. Namun, menurut American Psychiatric
Association (2011) orientasi seksual berada pada sebuah garis kontinuum, mulai dari secara
eksklusif heteroseksual hingga secara eksklusif homoseksual.
American Psychological Association (2013) memberikan pengertian orientasi seksual
sebagai sebuah pola ketertarikan secara emosional, romantis, dan/atau seksual secara
berkesinambungan terhadap laki-laki, perempuan maupun kedua gender. Orientasi seksual juga
seringkali digunakan sebagai identitas seseorang untuk memiliki perasaan keanggotaan dalam
komunitas tertentu yang memiliki ketertarikan yang sama dengan dirinya.
Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya, bahwa orientasi seksual berada pada sebuah
garis kontinuum. Selain itu, orientasi seksual juga memiliki sifat yang cair dan dapat
berkembang seiring dengan perjalanan hidup seseorang (Centre for Addiction and Mental
Health, 2007).
Berdasarkan fluiditasnya tersebut beberapa ahli psikoanalisa seperti William Stekel
mengemukakan pandangannya terhadap orientasi seksual. Menurut Stekel (1920) seluruh
manusia terlahir sebagai biseksual, dan mulai dari masa ia lahir hingga masa pubertas ia akan
memunculkan tendensi heteroseksual, nantinya ketika memasuki masa pubertas, kondisi-kondisi
dan motif tertentu akan menjadikan mereka sebagai seorang monoseksual (heteroseksual atau
homoseksual).
2.1.1 Homoseksual
Homoseksualitas baik gay maupun lesbian berarti memiliki ketertarikan baik emosional
maupun seskual kepada sesama jenis kelaminnya masing masing. Homoseksual merupakan
salah satu dari variasi orientasi seksual. Homoseksualitas secara sederhana adalah identitas
seksual yang pembentukannya tidak diketahui secara pasti oleh siapapun, sama halnya dengan
heteroseksualitas (Pharr, 1997). Orientasi dan dasar ketertarikan sosial manusia biasanya
terbentuk saat manusia menginjak masa anak kecil pertengahan
hingga awal pubertas dan
dipengaruhi oleh perkembangan oedipal complex pada masa phalic (American Psychological
Association, 2013)
Homoseksualitas bukanlah merupakan suatu penyakit psikis karena penelitian telah
membuktikan bahwa tidak ditemukannya korelasi hubungan antara homoseksual dan
psikopatologi. American Psychological Association mengemukakan bahwa homoseksual tidak
lebih abnormal daripada fenomena kidal. Hal tersebut terjadi begitu saja pada presentase tertentu
dari populasi. Meskipun berdasarkan catatan sejarah homoseksual baik gay maupun lesbian
dianggap sebagai pihak yang terganggu dan bermasalah, namun ternyata orientasi seksual
semacam ini telah ditemukan sejak zaman dahulu dan telah ditemukan dan direkam dalam
sejarah berbagai bangsa yang ada di dunia. Kemudian berdasarkan penelitian selama beberapa
dekade telah dicapai kesimpulan bahwa homoseksual baik gay maupun lesbian merupakan
sebuah bentuk yang normal dari human bonding dan baik tindakan dan interaksi orang
homoseksual dan heteroseksual merupakan suatu aspek yang normal dalam aspek interaksi antar
manusia. Meskipun dahulu homoseksual telah dikesampingkan secara sosial dan telah
diklasifikasikan sebagai sebuah penyakit mental.
Menjadi heteroseksual atau menggunakan tangan kanan sebagai bagian yang dominan
tidak menjadikan seseorang lebih sehat. Hal yang tidak sehat, bahkan menjadi sumber tekanan
yang hebat sehingga dapat memicu fenomena bunuh diri, adalah homophobia yaitu penyakit
sosial yang menempatkan pesan negatif, kutukan, dan kekerasan pada kaum homoseksual (gay
dan lesbian) yang harus diperjuangkan sepanjang hidup untuk meningkatkan kepercayaan diri.
Pada akhirnya tahun 1975, APA atau American Psychologycal Association telah merubah stigma
penyakit mental yang telah lama diasosiasikan masyarakat berkaitan dengan lesbian, gay, dan
bisexual orientation.
2.2 Attitude
Menurut Eagly dan Chaiken (1993), sikap adalah kecenderungan psikologis yang
diekpresikan dengan mengevaluasi hal yang unik tertentu dengan menilainya dengan mendukung
atau tidak mendukung. Definisi sikap lainnya dikemukakan oleh Baron dan Branscombe.
Menurut Baron dan Branscombe (2013), sikap adalah evaluasi dari berbagai aspek yang ada di
dunia sosial.
Ada tiga komponen dari sikap, yang pertama komponen afektif, yaitu hal yang
menyangkut perasaan terhadap sebuah objek. Yang kedua komponen tingkah laku, yaitu
bagaimana sebuah sikap mempengaruhi tingkah laku. Yang ketiga komponen kognitif, yaitu
keyakinan dan p rior knowledge seseorang terhadap sikap tersebut (McLeod, 2014)
Sikap homophobia ini berarti mengevaluasi hal yang berkaitan dengan homoseksual dan
menilainya dengan tidak mendukung sikap homoseksual. Sikap homophobia juga dapat berarti
evaluasi negatif dari homoseksual yang benar-benar terjadi di dunia sosial ini.
Komponen dari sikap yang disinggung oleh homoseksual adalah ketiga komponen.
Komponen afektif yang ditunjukan oleh adanya dua perasaan yang berbeda ditunjukkan oleh
masyarakat, yang mendukung dan tidak mendukung. Komponen tingkah laku yang ditunjukkan
oleh adanya perbedaan tingkah laku yang diperlihatkan oleh masyarakat terhada homoseksual
dan komponen kognitif juga berpengaruh karena adanya perbedaan dalam keyakinan masyarakat
terhadap menghadapi homoseksual.
2.3 Prejudice
Menurut Baron dan Branscombe (2013) prejudice adalah komponen afektif atau perasaan
yang kita miliki terhadap kelompok tertentu. Prejudice atau yang disebut sebagai prasangka
dalam bahasa Indonesia merupakan salah satu komponen dari sikap yang mencerminkan respons
negatif terhadap seseorang atas dasar keanggotaan orang tersebut dalam kelompok tertentu
(Allport, 1954, dalam Baron & Branscombe, 2013). Sehingga melalui pemahaman Allport
tersebut, prasangka tidak dapat dikatakan sebagai suatu perasaan yang diarahkan secara personal
kepada satu orang (Turner, Hogg, Oakes, Reicher & Wetherhell, 1987, dalam Baron &
Branscombe, 2013).
2.4 Allport’s Theory of Intergroup Contact
Allport (1954) mengungkapkan ada empat kondisi dimana i ntergroup contact terjadi,
pertama adalah status grup yang sama dalam sebuah situasi. Yang kedua adalah mempunyai
tujuan yang sama. Yang ketiga adalah kerjasama antarkelompok dan yang keempat adalah
adanya dukungan dari pihak yang mempunyai wewenang, hukum, dan kebiasaan masyarakat.
2.5 Pengertian H
omophobia
Banyaknya kasus diskriminasi dan perilaku yang negatif seringkali mencelakai para
homoseksual sejak dulu (Berrill, 1990). Banyaknya kasus diskriminatif dan kekerasan terhadap
homoseksual seringkali tidak disebabkan oleh motivasi untuk mencelakai, namun disebabkan
oleh ketidaksukaan atau kebencian yang sangat tinggi (Fassinger, 1991). Weinberg (1972)
mendeskripsikan perilaku dan sikap negatif terhadap orang-orang homoseksual dengan kata
homophobia. Menurutnya, homophobia dapat didefinisikan sebagai ketakutan yang dirasakan
oleh orang-orang heteroseksual saat berdekatan dengan orang homoseksual dan memunculkan
rasa tidak suka yang tinggi kepada mereka karena homoseksualitasnya sehingga mereka
melakukan perilaku dan sikap negatif.
Definisi homophobia mulai dikenal pada akhir tahun 1970-an dan mulai diperdebatkan
oleh banyak peneliti (Herek, 1984, 2004; Richmond & McKenna, 1998; Weinberg, 1972) dalam
penelitiannya sehingga seringkali memunculkan berbagai macam definisi yang
berbeda.
Menurut Hudson dan Ricketts (1980), definisi dari kata homophobia bisa bermacam-macam
akibat dari perluasan definisi di dalam literatur agar mencakup sikap negatif, kepercayaan atau
tindakan terhadap homoseksualitas, tergantung dari apa yang dibahas oleh masing-masing
peneliti. Hal ini didukung oleh Fyfe (1983) bahwa perluasan definisi mengenai homophobia
menghambat pemahaman kita mengenai sikap dan perilaku yang diindikasikan sebagai
homophobia. Oleh karena itu, Hudson dan Ricketts (1980) mengkritik hasil penelitian mengenai
homophobia karena tidak menjelaskan secara detail perbedaan antara sikap intelektual terhadap
homoseksualitas (homonegativism) dan sikap atau respon afektif untuk individu homoseksual
(homophobia). Sehingga untuk mengklarifikasi mengenai perbedaan ini, Hudson dan Ricketts
menjelaskan bahwa pengertian homonegativism adalah suatu konstruk yang meliputi judgement
mengenai nilai moral dari homoseksualitas, keputusan, hubungan interpersonal, dan respon
terhadap individu homoseksual mengenai kepercayaannya, legalitas, preferensi dan lain
sebagainuya. Sedangkan pengertian dari homophobia adalah perasaan emosional dan perilaku
afektif terhadap individu homoseksual, meliputi rasa takut, rasa cemas, marah, dan
ketidaknyamanan dalam berinteraksi oleh individu homoseksual.
Definisi homophobia apabila diberikan oleh seseorang yang heteroseksual mempunyai
pandangan yang berbeda. Menurut Pharr (1997) yang merupakan homoseksual, homophobia
adalah sebuah kata yang memunculkan suatu citra yang menghilangkan kebebasan,
memunculkan kekerasan verbal dan fisik serta kematian. Kata homophobia menurut Pharr (1997)
sama seperti racism dan anti-Semitism. Hal ini dikarenakan seseorang yang homophobic
cenderung membatasi kebebasan orang-orang homoseksual dan terkadang melakukan perilaku
kekerasan secara verbal maupun fisik. Definisi oleh Pharr (1997) didukung oleh pengalaman
yang seringkali dialami oleh para homoseksual. Data yang dilansir oleh Gay, Lesbian and
Straight Education Network (GLSEN) pada tahun 2013 menyatakan bahwa akibat dari
pemberian label yang terkesan homophobic, 55,5% siswa LGBT merasa tidak aman ketika
berada di sekolah dikarenakan orientasi seksual mereka. Selain itu 64,5% dari siswa LGBT
sering mendengar julukan-julukan yang kasar mengenai orientasi seksual mereka di sekolah
yang berasal dari teman-teman mereka (Gay, Lesbian, And Straight Education Network, 2013).
2.5.1 Penyebab Homophobia
Michael S. Kimmel (1994) menyatakan bahwa seseorang bersikap homophobic dan
melakukan perilaku homophobia lainnya terhadap individu homoseksual karena Ia takut akan
diberikan label negatif seperti “terlalu feminin” oleh orang di sekitarnya. Perilaku homophobic
yang terus dilakukan dan didukung oleh orang-orang di sekitarnya akan lebih lama menetap di
dalam diri seseorang. Seseorang ini lama kelamaan akan menganggap dirinya benar dengan
bersikap homophobic terhadap orang homoseksual sehingga ia menampilkan dirinya sebagai
seseorang yang h omophobia.
Selain itu, penyebab lain yang menyebabkan munculnya homophobia dijelaskan melalui
teori prasangka (Stephan & Stephan, 2000). Teori ini menjelaskan bagaimana ancaman yang
diterima oleh sekelompok orang akan memunculkan prasangka. Ancaman secara realistis dan
simbolis dalam sekelompok orang (in group) disebabkan oleh stereotip negatif dan kecemasan
terhadap hal-hal yang terjadi di luar lingkungan mereka (out group). Menurut LeVine dan
Campbell (1972), ancaman realistis dideskripsikan sebagai ancaman yang diberikan oleh
orang-orang di luar lingkungan (out group) terhadap keadaan sosial atau kekuatan politik dan
sumber daya ekonomi di dalam kelompok (in group). Sedangkan definisi dari ancaman simbolis
berhubungan dengan perspektif budaya atau gaya hidup yang meliputi tradisi, sikap, norma, dan
kepercayaan. Ancaman realistis dan ancaman simbolis disebabkan oleh stereotip negatif yang
diberikan oleh sekelompok orang di luar lingkungan (out group) kepada kelompok (in group)
yang menciptakan kecemasan yang dialami oleh kelompok tersebut (in group). Teori ini
menjelaskan bahwa individu yang berada dalam lingkup tradisional dan mempunyai norma atau
kepercayaan yang kuat cenderung akan lebih sering mempresepsikan ancaman simbolis oleh
sekelompok orang di luar lingkupnya (out group). Ancaman simbolis ini dapat menjelaskan
mengapa kaum homoseksual (out group) tidak dapat diterima oleh masyarakat (in group)
sehingga beberapa orang akan menampilkan sikap dan perilaku homophobia terhadap kaum
homoseksual.
Menurut Anna Rafferty (2013), homophobia disebabkan oleh sexism. Sexism menurut
Frye (1983) adalah kepercayaan atau keputusan yang tidak relevan antara dua jenis kelamin.
Selain itu, stigma bahwa pria lebih kuat dan superior dibandingkan wanita membuat prasangka
dan diskriminasi terjadi pada wanita. Misalnya, terkadang beberapa orang akan merasa heran
apabila mengetahui bahwa ada seorang pria yang menjadi bapak rumah tangga. Bapak rumah
tangga terlihat aneh dan lucu bagi sebagian orang karena pekerjaan itu pada umumnya
diperuntukkan oleh wanita. Secara umum, pria dipandang mempunyai kemampuan lebih untuk
mencari nafkah di luar rumah sedangkan wanita mempunyai kemampuan dibawah pria sehingga
umumnya menjadi ibu rumah tangga saja. Wanita dipandang belum mampu untuk melakukan
pekerjaan pria karena pada umumnya wanita tidak mempunyai kewajiban untuk bekerja. Sexism
terlihat jelas pada contoh ini. Hal ini membuktikan bahwa dengan adanya sexism dalam
hubungan bermasyarakat dapat menciptakan batasan berdasarkan jenis kelamin. Lalu dalam
hubungannya dengan penyebab homophobia, sexism telah menciptakan peran gender yang ketat
hubungan interpersonal. Sehingga homoseksualitas tidak diperbolehkan karena seharusnya
seorang wanita hanya diperbolehkan untuk terlibat asmara dengan seorang pria dan seorang pria
hanya diperbolehkan terlibat asmara dengan seorang wanita. Berbagai teori ini menyebabkan
terjadinya perilaku dan sikap homophobia pada beberapa orang dan menjadikan individu
homoseksual mengalami diskriminasi dan perilaku negatif di masyarakat.
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan berisi penjelasan mengenai metodologi yang digunakan untuk meneliti
gambaran homophobia yang mencakup masalah penelitian, variabel penelitian, tipe dan desain
penelitian, partisipan dalam penelitian, instrumen yang digunakan dalam penelitian, prosedur
penelitian, dan metode pengolahan data.
3.1 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan utama dalam penelitian
ini yaitu “Bagaimanakah gambaran tingkat homophobia pada mahasiswa S1 Universitas
Indonesia angkatan 2014?”
3.2 Variabel Penelitian: Homophobia
3.2.1 Definisi Konseptual
Definisi dari homophobia telah sering diperdebatkan oleh para peneliti (Herek, 1984,
2004; Richmond & McKenna, 1998; Weinberg, 1972) sejak kemunculan kata homophobia pada
awal tahun 1970-an. Secara konseptual, menurut The American Heritage Dictionary (1992
edition), homophobia didefinisikan sebagai “"aversion to gay or homosexual people or their
lifestyle or culture" and "behavior or an act based on this aversion.".
3.2.2 Definisi Operasional
Definisi operasional homophobia adalah skor total yang didapatkan oleh individu dari
alat ukur homophobia yang disusun oleh Wright, Adams, dan Bernat (1999). Skor dari alat ukur
ini didapatkan dengan cara menjumlahkan seluruh item lalu total skor dibagi dengan 25. Hasil
skor akan berkisar antara 0-100 dengan skor 0 merupakan individu dengan sifat homophobia
terendah dan skor 100 merupakan individu dengan sifat homophobia tertinggi. Dengan kata lain,
semakin tinggi total skor yang didapatkan oleh individu maka semakin tinggi pula tingkat
homophobia yang dimiliki oleh individu tersebut.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sedang aktif mengikuti perkuliahan
di Universitas Indonesia dan merupakan mahasiswa S1 angkatan 2014. Penelitian ini memilih
populasi mahasiswa karena sebagai kaum berpendidikan mahasiswa diharapkan dapat menjadi
ujung tombak perubahan pandangan dan sikap masyarakat terhadap kaum LGBT.
Mempertimbangkan adanya keterbatasan waktu, tempat, dan akses yang dimiliki oleh
peneliti, tidak memungkinkan peneliti untuk melakukan pengambilan data pada seluruh individu
dalam populasi mahasiswa yang jumlahnya cukup besar. Oleh karena itu, peneliti melakukan
pengambilan sampel mahasiswa S1 angkatan 2014 di Universitas Indonesia yang dianggap dapat
mewakili populasi mahasiswa.
3.3.1 Kriteria Sampel Penelitian
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa S1 angkatan 2014 yang masih
aktif mengikuti pendidikan di Universitas Indonesia dari jurusan manapun yang meliputi
Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, Rumpun Ilmu Kesehatan, serta Rumpun Sains dan
Teknologi.
3.3.2 Besaran Sampel Penelitian
Besaran sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini minimal 60 orang yang tersebar dari
berbagai fakultas di Universitas Indonesia. Besaran tersebut ditetapkan berdasarkan
pertimbangan oleh dosen mata kuliah MPSD kelas A Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia.
Selain itu, dengan jumlah sampel yang ditetapkan memiliki tujuan agar distribusi data yang
dihasilkan dapat mendekati normal dan dapat menggambarkan populasi. Menurut hukum law of
large numbers, semakin besar jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian maka akan
semakin akurat data penelitian yang akan dihasilkan dalam menggambarkan populasi. Oleh
karena itu, peneliti menetapkan target minimal lebih dari 150 orang agar hasil penelitian
diharapkan dapat lebih akurat dalam menggambarkan populasi mahasiswa S1 angkatan 2014 di
Universitas Indonesia.
3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel
Tipe pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe probability
sampling pada saat persiapan dan tipe non probability sampling pada saat pelaksanaan. Tipe
probability sampling digunakan dalam penelitian ini karena peneliti ingin mendapat gambaran
tingkat homophobia yang representatif dari sampel yang telah peneliti tetapkan sebelumnya.
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan tipe probability sampling adalah teknik
cluster sampling. Sebelum peneliti mengambil sampel mahasiswa S1 angkatan 2014 yang
bersedia berpartisipasi dalam penelitian untuk diambil datanya, peneliti menentukan proporsi
dari sub-sub populasi, dalam hal ini, fakultas-fakultas di Universitas Indonesia. Kemudian setiap
elemen pada sub populasi tersebut peneliti jadikan anggota populasi.
Pada pelaksanaan pengambilan data sampel, peneliti selanjutnya melakukan tipe non
probability sampling. Teknik yang digunakan dalam tipe non probability sampling adalah teknik
accidental sampling dan snowball sampling yang didasari atas ketersediaan sampel. Peneliti
mengambil sampel mahasiswa yang bersedia dan mau berpartisipasi sebagai partisipan dalam
penelitian untuk diambil datanya. Karena kriteria sampel adalah angkatan 2014, maka setelah
melakukan accidental sampling, peneliti menanyakan kepada partisipan apakah ada temannya
yang bersedia menjadi partisipan. Oleh karena itu, pada saat pelaksanaan pengambilan sampel,
peneliti melakukan dua teknik pengambilan sampel tipe n on probability sampling.
3.4 Tipe dan Desain Penelitian
3.4.1 Tipe Penelitian
Tipe penelitian dapat diklasifikasikan melalui tiga pendekatan yakni berdasarkan aplikasi
penelitian, tujuan penelitian, dan proses mendapatkan jawaban atas pertanyaan penelitian
(Kumar, 2011). Berdasarkan aplikasi penelitian, penelitian ini termasuk ke dalam applied
research atau penelitian aplikatif karena hasil penelitian dapat digunakan untuk meningkatkan
pemahaman mengenai sikap homophobia dalam kehidupan bermasyarakat. Berdasarkan
tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam descriptive study atau penelitian deskriptif karena
penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis sebuah keadaan, dalam hal ini
yaitu variabel sikap homophobia. Berdasarkan prosesnya, penelitian ini menggunakan structured
approach atau pendekatan berstruktur karena penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan
sikap h omophobia di kalangan mahasiswa.
3.4.2 Desain Penelitian
Penggolongan jenis-jenis desain penelitian menggunakan tiga perspektif yaitu jumlah
kontak (number of contact), periode referensi (reference of period), dan sifat penelitian (nature
of the investigation) (Kumar, 2011). Berdasarkan jumlah kontak, penelitian ini termasuk ke
dalam desain penelitian cross-sectional study karena pengambilan data hanya dilakukan melalui
satu kali kontak. Berdasarkan periode referensinya, penelitian ini termasuk ke dalam
retrospective study karena mengukur pengalaman partisipan dalam berinteraksi sosial.
Berdasarkan sifatnya, penelitian ini tergolong dalam desain penelitian non-eksperimental karena
tidak ada manipulasi yang dilakukan terhadap variabel penelitian h omophobia.
3.5 Instrumen Penelitian
Alat ukur yang digunakan untuk pengambilan data dalam penelitian ini adalah alat ukur
Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999). Wright, Adams,
& Bernat (1999) membuat alat ukur ini berdasarkan validitas yang telah ditetapkan dalam The
Index of Homophobia (Hudson & Rickets, 1980 dalam Wright et. al, 1999).
Alat ukur
Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) terdiri dari 25
item pernyataan. Pernyataan ini menggunakan skala rating berbentuk Likert scale dengan lima
pilihan jawaban yang terdiri dari “sangat setuju”, “setuju”, “ragu-ragu”, “tidak setuju”, dan
“sangat tidak setuju”. Likert scale adalah skala secara berurutan dimana partisipan memilih satu
pilihan atau opsi yang paling sesuai dengan kondisi partisipan (Gravetter & Forzano, 2012).
Likert scale didesain untuk mengukur perilaku atau opini partisipan dengan bentuk pengukuran
ordinal (Bowling, 1997; Burns, & Grove, 2007 dalam McLeod, 2008).
Wright, Adams, & Bernat (1999) membuat alat ukur ini berdasarkan tiga faktor, yaitu a
factor that assesses mainly negative cognitions regarding homosexuality, a factor that assesses
mainly negative affect and avoidance of homosexual individuals, dan a factor that assesses
negative affect and aggression toward homosexual individuals.
Terdapat 10 item yang mengukur negative affect, 10 item untuk mengukur behavioral
aggression, dan 5 item untuk mengukur cognitive negativism. Secara keseluruhan, dalam alat
ukur ini terdapat 9 item yang merupakan favorable item dan 16 item yang merupakan
unfavorable item. Berikut ini adalah tabel komponen alat ukur Homophobia Scale yang disertai
contoh item dan nomor item dalam alat ukur:
Tabel 3.1 Komponen Alat ukur H
omophobia Scale Wright, Adams, & Benart (1999)
Komponen
Contoh Item
Nomor Item
Factor 1 (Behavior/Negative
Orang homoseksual membuat
Favorable (3 item):
Affect)
saya gugup.
10, 11, 22
Unfavorable (7 item):
1, 2, 4, 5, 6, 7, 9
Factor 2 (Affect/Behavioral
Saya mengejek dan
Favorable (0 item):
Aggression)
mengolok-olok orang-orang
Unfavorable (10 item):
homoseksual.
12, 13, 14, 15, 17, 19, 21, 23,
24, 25
Factor 3 (Cognitive
Saya dapat menerima
Favorable (5 item):
Negativism)
homoseksualitas.
3, 8, 16, 18, 20
Unfavorable (0 item):
TOTAL ITEM
25
Favorable (8 item)
Unfavorable (17 item)
3.5.1 Metode Skoring Alat Ukur Homophobic Scale
Alat ukur Homophobia Scale yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 25 item
pernyataan dengan skala rating 1-5. Setiap item memiliki lima pilihan respon dari “Sangat
Setuju” sampai “Sangat Tidak Setuju”. Dalam alat ukur ini, terdapat delapan item pernyataan
yang bersifat favorable dan tujuh belas item pernyataan yang bersifat unfavorable. Respon yang
diberikan oleh subjek terhadap item favorable akan diberikan nilai 1 untuk “Sangat Setuju”, nilai
2 untuk “ Setuju”, nilai 3 untuk “Ragu-Ragu”, nilai 4 untuk “Tidak Setuju”, dan nilai 5 untuk
“Sangat Tidak Setuju”. Sebaliknya, untuk respon yang diberikan pada item yang tergolong
unfavorable, nilai 1 akan diberikan untuk “Sangat Tidak Setuju”, nilai 2 untuk “Tidak Setuju”,
nilai 3 untuk “Ragu-Ragu”, nilai 4 untuk “Setuju”, dan nilai 5 untuk “Sangat Setuju”. Skor total
akan diperoleh melalui penjumlahan seluruh respon yang diberikan oleh partisipan, yang
sebelumnya telah diubah ke dalam bentuk angka.
3.6 Prosedur Penelitian
3.6.1 Tahap Persiapan
Sebelum melaksanakan pengambilan data, peneliti melakukan persiapan terlebih dahulu
yaitu mencari studi literatur mengenai teori homophobia dan mahasiswa, serta alat ukur yang
dapat digunakan untuk mengukur homophobia. Setelah melakukan studi literatur dari berbagai
buku, jurnal, skripsi, dan artikel ilmiah, peneliti memutuskan untuk menggunakan alat ukur
Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright, Adams, & Bernat (1999) untuk mengukur
tingkat h omophobia.
Untuk menggunakan alat ukur Homophobia Scale yang dikembangkan oleh Wright,
Adams, & Bernat (1999) peneliti perlu melakukan translasi dan adaptasi terlebih dahulu karena
belum ada peneliti lain yang melakukan adaptasi ke dalam Bahasa Indonesia untuk alat ukur
tersebut. Setelah alat ukur tersebut sudah ditranslasi dan diadaptasi dengan baik, peneliti
membuat alat ukur tersebut dalam kuesioner yang berbentuk booklet. Peneliti kemudian
mencetak booklet kuesioner tersebut untuk pengambilan data dan menyiapkan reward yang akan
diberikan kepada partisipan. Selain mencetak alat ukur dalam bentuk booklet, peneliti juga
membuat alat ukur tersebut dalam kuesioner yang berbentuk Google Form untuk memfasilitasi
partisipan dan memperbanyak jumlah partisipan agar melebihi dari target jumlah sampel yang
dikehendaki.
3.6.2 Tahap Pelaksanaan
Pengambilan data untuk penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21 sampai 30 April
2015. Peneliti menyebarkan kuesioner dalam bentuk booklet ke seluruh fakultas di Universitas
Indonesia seperti Fakultas Teknik, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Fakultas Hukum. Peneliti
meminta kesediaan mahasiswa S1 angkatan 2014 Universitas Indonesia yang berada di tempat
tersebut untuk mengisi kuesioner penelitian ini. Mahasiswa yang bersedia mengisi kuesioner
diberikan penjelasan mengenai petunjuk pengisian kuesioner dan diberikan reward sebagai
ungkapan terima kasih telah membantu jalannya penelitian.
Selain penyebaran booklet kuesioner ke seluruh fakultas di Universitas Indonesia,
peneliti juga menyebarkan tautan Google Form ke grup-grup angkatan 2014 dari fakultas terkait.
Hal ini dilakukan untuk memperluas dan memperbanyak partisipan penelitian ini agar hasil yang
didapatkan bisa lebih representatif dalam menggambarkan variabel yang diteliti. Dari dua
metode pengambilan data ini, total partisipan yang telah didapatkan sebanyak 221 respon.
3.6.3 Tahap Pengolahan Data
Data yang telah terkumpul diseleksi terlebih dahulu dengan cara pengecekan kelengkapan
data. Jika data sudah lengkap, maka data sudah dapat diolah. Data yang telah diseleksi kemudian
diolah secara kuantitatif menggunakan program SPSS. Metode statistik yang digunakan untuk
mengolah data pada penelitian ini adalah Statistika Deskriptif.
Statistika deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran umum mengenai partisipan
penelitian dengan menggunakan perhitungan mean, frekuensi, dan presentase komposisi
partisipan.
BAB 4
HASIL DAN INTERPRETASI HASIL PENELITIAN
Pada bab 4 ini, peneliti akan menjelaskan mengenai hasil pengolahan data yang
dilakukan berdasarkan data yang telah didapatkan. Hasil pengolahan data yang akan dijelaskan
dalam penelitian ini meliputi gambaran umum partisipan dan hasil penelitian.
4.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian
Universitas Indonesia terbagi menjadi tiga rumpun disiplin ilmu, yaitu Rumpun Ilmu
Kesehatan, Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora, dan Rumpun Ilmu Sains dan Teknologi. Setiap
rumpun ilmu terdiri dari beberapa fakultas. Rumpun Ilmu Kesehatan meliputi Fakultas
Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keperawatan, dan Fakultas Farmasi. Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora terdiri dari Fakultas
Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Fakultas Psikologi,
dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Rumpun Sains dan Teknologi meliputi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Teknik, dan Fakultas Ilmu Komputer. Oleh
karena itu, partisipan penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2014 yang berstatus aktif dari
tiga rumpun ilmu tersebut.
Dari 221 partisipan yang bersedia mengisi kuesioner, peneliti menyaring data yang
didapatkan berdasarkan kriteria partisipan dan kelengkapan pengisian item kuesioner. Dari hasil
seleksi tersebut, seluruh partisipan memenuhi kriteria dan mengisi item kuesioner secara
lengkap. Data yang telah disaring kemudian diolah dan menjadi acuan dalam penarikan
kesimpulan penelitian ini.
Gambaran demografis penyebaran partisipan didapatkan melalui pengisian data diri
partisipan yang meliputi inisial, fakultas, jurusan, usia, agama, jenis kelamin, dan asal daerah.
Sebaran data demografis partisipan penelitian yang akan digambarkan dalam penelitian ini terdiri
atas jenis kelamin, usia, dan fakultas. Berikut ini merupakan gambaran umum partisipan
penelitian berdasarkan data demografis.
4.1.1 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Tabel 4.1. Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Usia
Jenis Kelamin
Total
16
17
18
19
20
21
Perempuan
1
12
59
61
3
1
137
Laki-laki
0
3
36
39
5
1
84
1
15
95
100
8
2
221
Total
Berdasarkan tabel 4.1. mengenai gambaran umum partisipan penelitian berdasarkan jenis
kelamin, mayoritas responden adalah perempuan dengan presentase sebesar 62% atau sebanyak
137 orang. Sedangkan untuk presentase responden laki-laki adalah sebesar 38% atau sebanyak
84 orang.
Berdasarkan data demografis penyebaran usia partisipan penelitian ini rentangnya
bervariasi dari 16 hingga 21 tahun. Mayoritas partisipan dalam penelitian ini berusia 19 tahun
yaitu sebesar 45,2% atau sebanyak 100 orang. Selain itu, usia yang paling sedikit presentasenya
adalah usia 16 tahun yaitu sebesar 0.4% atau sebanyak 1 orang dari keseluruhan partisipan.
4.1.2 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Asal Fakultas
Tabel 4.2 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Asal Fakultas
Asal Fakultas
Frekuensi
Persentase (%)
Kedokteran (FK)
9
4,1
Kedokteran Gigi (FKG)
4
1,8
1
0,5
Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA)
Teknik (FT)
55
24,8
Hukum (FH)
22
10
Ekonomi dan Bisnis (FEB)
31
14
(FIB)
9
4
Psikologi
30
13,6
(FISIP)
44
19,9
Kesehatan Masyarakat (FKM)
1
0,5
Ilmu Komputer (FASILKOM)
5
2,3
Ilmu Keperawatan (FIK)
6
2,7
Farmasi (FF)
4
1,8
Total
221
100%
Ilmu Pengetahuan Budaya
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Berdasarkan tabel 4.2., terlihat bahwa jumlah partisipan penelitian ini telah mencakup
mahasiswa dari 13 fakultas di Universitas Indonesia. Terdapat perbedaan jumlah partisipan dari
masing-masing fakultas. Mayoritas partisipan penelitian ini merupakan mahasiswa Fakultas
Teknik yaitu sebesar 24,8% atau sebanyak 55 orang. Sedangkan minoritas partisipan penelitian
ini merupakan mahasiswa dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas
Kesehatan Masyarakat dengan masing-masing persentase 1% atau sebanyak satu partisipan.
Tabel 4.3 Gambaran Umum Partisipan Penelitian Berdasarkan Rumpun Ilmu di UI
Rumpun Ilmu
Frekuensi
Persentase (%)
Rumpun Ilmu Kesehatan
24
10,9
136
61,5
61
27,6
221
100%
Rumpun Ilmu Sosial dan
Humaniora
Rumpun Ilmu Sains dan
Teknologi
Total
Berdasarkan tabel 4.3, dapat dilihat bahwa partisipan penelitian telah mencakup tiga
rumpun disiplin ilmu yang ada di Universitas Indonesia. Mahasiswa yang paling banyak menjadi
partisipan berasal dari Rumpun Ilmu Sosial dan Humaniora yaitu sebanyak 136 partisipan atau
sebesar 61,5% . Mahasiswa yang paling sedikit menjadi partisipan berasal dari Rumpun Ilmu
Kesehatan dengan jumlah 24 partisipan atau 10,9% dari seluruh partisipan.
4.2 Hasil Penelitian
Tabel 4.4. Penyebaran Skor Rata-rata Partisipan Penelitian
Variabel
Skor rata-rata
Skor
Skor
Standar
(mean)
minimum
maksimum
Deviasi
4
88
16,692
individu
Homophobic
42,38
Berdasarkan tabel 4.4, dapat diketahui bahwa rata-rata skor partisipan pada variable
perilaku homophobic adalah 42,38 dari skala 0-100 dengan 0 berarti tidak homophobic dan 100
berarti sangat homophobic. dengan skor tertinggi 88 dan skor terendah empat (SD = 16,692).
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN PENELITIAN
5.1 Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan data yang peneliti dapatkan, dapat disimpulkan bahwa pada mahasiswa S1
angkatan 2014 Universitas Indonesia secara rata-rata masih dalam kategori dapat mentolerir
keberadaan kaum homoseksual karena terletak pada angka 42,38 dari skala 0-100 dengan 0
berarti tidak homophobic dan 100 berarti sangat homophobic. Dengan skor berada dibawah 50
yang menjadi pemisah dari rentang homophobia dan tidak homophobia, maka dapat disimpulsan
bahwa rata rata mahasiswa S1 Universitas Indonesia tahun 2014 berada pada rentang masih
mentolerir homoseksual.
5.2 Diskusi Penelitian
5.3 Saran Penelitian
Pada bagian ini, peneliti akan memberikan saran yang dapat digunakan pada penelitian
selanjutnya. Saran yang diberikan adalah saran metodologis.
5.3.1 Saran Metodologis
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan beberapa hal yang
perlu diperhatikan untuk penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Jumlah proporsi responden pada setiap fakultas harus lebih diperhatikan agar lebih
menggambarkan kondisi sebenarnya dilapangan. Jumlah mahasiswa pada setiap fakultas
berbeda-beda, maka dari itu diperlukan proporsi yang sesuai dengan jumlah mahasiswa
dari setiap fakultas.
2. Selain proporsi jumlah mahasiswa yang berbeda tiap fakultasnya yang harus
diperhatikan, proporsi jenis kelamin juga cukup berpengaruh pada hasil penelitian agar
data yang diambil representatif, tidak hanya dalam sudut pandang salah satu jenis
kelamin saja. Maka seharusnya komposisi partisipan seimbang antara laki-laki dan
perempuan.
3. Penelitian sebaiknya dilakukan dengan r andom sampling. Peneliti telah melakukan
penelitian dengan a ccidental sampling, namun peneliti telah menemukan a ccidental
sampling bukan cara mengambil data yang paling efektif untuk penelitian ini.
Referensi
Adams, H. E., Wright, L. W., & Lohr, B. A. (1996). Is Homophobia Associated With
Homosexual Arousal? Journal of Abnormal Psychology, 440-445.
Allport GW. (1954). The Nature of Prejudice. Reading, MA: Addison-Wesley. 537 pp.
American Psychiatric Association. (2011, July 22). Home: Sexual Orientation. Retrieved from
American
Psychiatric
Association
Website:
http://web.archive.org/web/20110722080052/http://www.healthyminds.org/More-Info-Fo
r/GayLesbianBisexuals.aspx
American Psychological Association. (2013, August 8). Home: Psychology Help Center: Sexual
orientation, homosexuality and... Retrieved from American Psychological Association
Website:
http://web.archive.org/web/20130808032050/http://www.apa.org/helpcenter/sexual-orien
tation.aspx
Baron, R., & Branscombe, N. (2013). Social Psychology: Pearson New International Edition
(13th ed.). Pearson.
Berrill, K. T. (1990). Anti-gay violence and victimizationin the United States: An overview.
Journal o f lnterpersonal Violence, 5, 274-294.
Brown, N. (2013, October). Homophobia. Retrieved from Palo Alto Medical Foundation:
http://www.pamf.org/teen/sex/homophobia.html
Center for Addiction and Mental Health. (2007, August 28). Home: Publications: Resources for
professionals: Asking the right questions 2. Retrieved from Center for Addiction and
Mental
Health
Website:
http://www.camhx.ca/Publications/Resources_for_Professionals/ARQ2/arq2_question_a2
.html
Eagly, A. H., & Chaiken, S. (1993). The psychology of attitudes. Harcourt Brace Jovanovich
College Publishers.
Fassinger, R. (1991). The hidden minority: Issues and challenges in working with lesbian women
and gay men. CounselingPsychologist 19, 157-176.
Frye,
M.
(n.d.).
Sexism.
Retrieved
from
Of
Freedom
and
Justice:
http://www.und.edu/instruct/weinstei/Frye%20-%20Sexism.pdf
Fyfe, B. (1983). “Homophobia” or Homosexual Bias Reconsidered. Archives of Sexual
Behavior, 12, 549-554.
Gay, Lesbian, And Straight Education Netw