Liability Management Lindung Nilai terha

LINDUNG NILAI TERHADAP UTANG LUAR NEGERI
UNTUK MENGHADAPI FLUKTUASI KURS VALUTA ASING

Abstract
To cover the budget deficit, the Indonesian Government takes step by financing through
government debts, including loan and issuing government securities. There are instrument of
government debts that denominated in foreign currency. Therefore, the government debts
are vulnerable to fluctuations of the exchange rate of rupiah against foreign currency,
especially US Dollar. In order to hedge the nominal of the government debts from losses due
to increase in value arising from the weakening of the exchange rate, the Indonesian
government can take step through hedging transactions. This paper aims to explain the
mechanism of hedging transactions to the government’s foreign debts, as set forth in PMK
No. 12/PMK.08/2013 about Hedging Transactions in Government Debt Management.
Keywords: government debts, hedging transactions

BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu alternatif pembiayaan yang dipilih pemerintah untuk menutup defisit APBN
adalah melalui utang, baik dengan melakukan pinjaman maupun menerbitkan Surat
Berharga Negara (SBN). Sebagai contoh, baru-baru ini pemerintah menerbitkan SBN pada

tahun 2015 sebagaimana tabel berikut:
Tabel 1. Realisasi Penerbitan Surat Berharga Negara 2015

(Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko – Kementerian Keuangan)

Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa total Surat Utang Negara (SUN), salah satu komponen
SBN di samping Surat Utang Negara (SUN), yang diterbitkan pada tahun 2015 adalah sebesar
Rp 82,672 Milyar. Dari jumlah total tersebut, sebesar Rp 50,372 Milyar atau 60,9% dari total
SUN yang diterbitkan pada tahun 2015 merupakan SUN Valas dalam USD, yaitu SUN yang
berdenominasi dalam mata uang asing, yaitu Dollar Amerika Serikat.
Adapun posisi SBN Indonesia untuk tahun 2010 s.d. 2015 disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Posisi Surat Berharga Negara Tahun 2010 s.d. 2015

(Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko – Kementerian Keuangan)

Catatan pada Tabel 2 menunjukkan dari tahun ke tahun asumsi kurs yang digunakan untuk
SUN maupun SBSN Valas, terutama dalam mata uang asing USD, semakin tahun semakin
meningkat, sesuai dengan Kurs Tengah Bank Indonesia (BI) yang berlaku pada masing-masing
periode itu.

Tabel 3. Posisi Utang Pemerintah Berdasarkan Mata Uang Utama
Tahun 2010 s.d. 2015

(Sumber: Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko – Kementerian Keuangan)

Berdasarkan data pada Tabel 3, tampak bahwa proporsi utang pemerintah dalam mata uang
asing terus mangalami peningkatan jumlah sejak tahun 2010 hingga 2015 ini. Jumlah utang
pemerintah berdenominasi mata uang asing tentu sangat bergantung pada nilai tukar
Rupiah terhadap mata uang asing yang bersangkutan, mengingat Indonesia memang
menerapkan kurs mengambang. Utang pemerintah yang berdenominasi valuta asing
(khususnya USD, yang menjadi fokus pembahasan makalah ini) sangat rentan terhadap
perubahan kurs valuta asing tersebut. Pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD beberapa
sen saja akan berpengaruh cukup signifikan terhadap peningkatan nilai nominal utang
pemerintah yang jumlahnya triliunan Rupiah.
Grafik berikut menyajikan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) pada
tanggal 26 Februari 2015 s.d. 10 Maret 2015.
Gambar 1. Kurs Transaksi Rupiah terhadap USD

(Sumber: Bank Indonesia)


Dalam kurun waktu kurang dari satu bulan, Rupiah berfluktuasi dan cenderung mengalami
pelemahan nilai tukar yang semakin meningkat sebesar Rp300 sejak 26 Februari hingga 10
Maret 2015. Pada bulan Maret 2015, tercatat kurs transaksi Rupiah terhadap USD mencapai
Rp13.000, angka tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Meskipun berpengaruh positif bagi
ekspor, namun di sisi lain pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap USD tersebut berpengaruh
negatif salah satunya terhadap utang pemerintah khususnya yang berdenominasi dalam
mata uang USD. Hal ini tentu menambah beban APBN untuk membayar cicilan utang
maupun bunga yang jatuh tempo setiap tahun, dengan nilai nominal yang semakin
meningkat akibat semakin melemahnya nilai tukar Rupiah.
Dengan demikian, sebagai bagian dari manajemen utang pemerintah, diperlukan suatu
langkah untuk melindungi nilai nominal utang dari selisih kurs mata uang asing yang terjadi.
Langkah yang dapat dilakukan adalah melalui lindung nilai terhadap utang pemerintah.
Ketentuan dan mekanisme mengenai lindung nilai terhadap utang pemerintah akan dibahas
lebih lanjut dalam makalah ini.

BAB II
LANDASAN TEORI
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung
Nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah menyebutkan bahwa lindung nilai dilakukan atas
instrumen utang pemerintah dalam bentuk pinjaman dan/atau Surat Berharga Negara (SBN).

Lindung nilai tersebut dapat dilakukan atas transaksi dalam pengelolaan utang terkait
pengelolaan risiko dari portofolio utang dan/atau fluktuasi pembayaran kewajiban utang
pemerintah. Sehingga, sejak tanggal diundangkannya PMK tersebut, secara resmi instrumen
utang pemerintah dapat dilindungi transaksinya apabila terjadi fluktuasi, bahkan pelemahan
nilai tukar pada titik terendah sepanjang sejarah, seperti yang terjadi baru-baru ini.
Transaksi lindung nilai sendiri dilakukan dengan dua tujuan. Pertama, untuk
mewujudkan struktur portofolio (utang) yang optimal. Kedua, untuk mengendalikan
fluktuasi pembayaran kewajiban utang pemerintah (meliputi: pokok, bunga, dan biaya lain)
akibat risiko fluktuasi nilai tukar maupun tingkat bunga dalam jangka waktu tertentu. Yang
tidak diperkenankan berdasarkan PMK tersebut adalah apabila transaksi lindung nilai
dilakukan untuk spekulasi dalam rangka memperoleh keuntungan.
Dalam rangka melindungi instrumen utang, pemerintah menjalin kesepakatan dengan
pihak counterparty untuk melakukan transaksi lindung nilai dalam rangka mengendalikan
risiko fluktuasi beban pembayaran (pokok utang maupun bunga) serta melindungi posisi nilai
utang tersebut dari risiko yang timbul atau diperkirakan akan timbul akibat adanya volatilitas
faktor pasar keuangan, salah satunya akibat pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap mata
uang asing. Counterparty sendiri merupakan bank (bank devisa yang melakukan kegiatan
usaha perbankan dalam valuta asing), lembaga keuangan bukan bank, atau lembaga
keuangan internasional yang bersedia dan sepakat untuk melakukan transaksi lindung nilai
(atas utang) dengan pemerintah.

Adapun transaksi lindung nilai dapat terjadi karena adanya permintaan oleh pemerintah
kepada counterparty, atau pihak counterparty sendiri yang melakukan penawaran kepada
pemerintah. Dalam hal opsi kedua, transaksi lindung nilai hanya berlaku untuk counterparty
yang memiliki underlying pinjaman kepada pemerintah. Transaksi lindung nilai tersebut
dikukuhkan dalam suatu perjanjian, yang disebut sebagai perjanjian induk.

Pihak-pihak pemerintah yang terlibat dalam transaksi lindung nilai atas utang luar negeri
pemerintah, beserta tugas dan fungsinya masing-masing, yang membentuk struktur
organisasi pelaksana transaksi lindung nilai terdiri dari:
1. Menteri Keuangan, menetapkan kebijakan lindung nilai dalam Keputusan Menteri
Keuangan (KMK). Apabila diperlukan, pihaknya berkoordinasi dengan Gubernur Bank
Indonesia (BI) dalam rangka pelaksanaan transaksi lindung nilai;
2. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (selanjutnya disingkat Dirjen PPR;
sebelum disahkannya PMK 206/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Keuangan disebut Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang, unit eselon I di bawah
Kementerian Keuangan), untuk dan atas nama Menteri Keuangan menandatangani
perjanjian induk, serta melaporkan pelaksanaannya kepada Menteri Keuangan;
3. Komite Risiko Pengelolaan Utang, bertugas memberi masukan kepada Dirjen PPR atas
konsep kebijakan lindung nilai, mereviu hasil monitoring dan evaluasi serta menyusun
rekomendasi kepada Dirjen PPR, mengevaluasi kebutuhan transaksi lindung nilai apabila

diminta Dirjen PPR, serta menelaah dan memberi pendapat maupun rekomendasi atas
proposal lindung nilai dan menyampaikannya kepada Dirjen PPR;
4. Unit Pengelola Risiko Utang (UPRU), unit eselon II di bawah Direktorat Jenderal PPR,
bertugas menyusun kebutuhan transaksi lindung nilai (melalui: identifikasi eksposur
utang, identifikasi risiko, pengukuran besaran risiko), dapat dilakukan dengan
berkoordinasi dengan BI; menelaah permohonan suatu institusi yang mengajukan diri
sebagai anggota counterpart; melakukan negosiasi terhadap isi perjanjian; menyusun,
memonitor, dan mengevaluasi daftar counterparty; melaporkan kinerja counterparty
secara periodik kepada Dirjen PPR; serta memonitor dan mengevaluasi efektivitas
transaksi lindung nilai;
5. Unit Pelaksana Transaksi (UPT), bertugas menyusun proposal transaksi lindung nilai
(termasuk menguji prospek rencananya), menyusun term sheet transaksi lindung nilai,
menerima/meminta dan mempertimbangkan kuotasi yang ditawarkan counterparty,
menandatangani surat konfirmasi*, serta menghentikan transaksi lindung nilai
berdasarkan kriteria yang ditetapkan dalam hedging trigger point**;
*) formulir yang memuat syarat-syarat komersial transaksi (meliputi: harga, jumlah, dan
periode waktu transaksi lindung nilai yang disepakati oleh pemerintah dengan
counterparty), merupakan bagian dari perjanjian induk;

**) ambang batas minimal yang menandakan perlu dilakukan transaksi lindung nilai untuk

mengantisipasi risiko yangmungkin timbul;
6. Unit Pelaksana Setelmen dan Pencatatan (UPSP), bertugas melakukan akuntansi dan
pelaporan, verifikasi dan konfirmasi, penyelesaian proses setelmen, dan penatausahaan
dokumen-dokumen terkait transaksi lindung nilai.

BAB III
PEMBAHASAN
Terjadinya pelemahan nilai tukar Rupiah hingga menembus Rp13.000 untuk setiap
Dollar Amerika Serikat (USD) atas transaksi dalam mata uang asing USD pada bulan Maret
2015 ini, tak terkecuali berdampak pada peningkatan nilai nominal utang pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, pemerintah salah satunya perlu melakukan upaya perlindungan
terhadap fluktuasi nilai pembayaran utangnya, baik pokok, bunga utang, maupun beban lain
yang timbul, dengan berdasarkan pada PMK nomor 12/PMK.08/2013. Langkah itu dilakukan
guna meminimalisasi beban APBN untuk membayar pengeluaran terkait utang yang
meningkat cukup signifikan semata-mata hanya diakibatkan oleh fluktuasi kurs yang terjadi.
Sebelum dilakukan transaksi lindung nilai atas utang luar negeri pemerintah,
berdasarkan PMK nomor 12/PMK.08/2013 terlebih dahulu dilakukan identifikasi kebutuhan
akan transaksi lindung nilai tersebut yang dituangkan dalam Rencana Kebutuhan Transaksi
Lindung Nilai (RKTLN) yang disusun oleh UPRU. RKTLN tersebut disusun berdasarkan: (1)
jenis dan besar eksposur utang, (2) tren pasar, (3) toleransi risiko, (4) kemungkinan dilakukan

natural hedging, dan (5) jenis instrumen lindung nilai yang akan digunakan. RKTLN kemudian
disampaikan kepada Komite Risiko Pengelolaan Utang untuk ditelaah, diberi pendapat dan
rekomendasi, untuk selanjutnya disampaikan kepada Dirjen PPR. Berdasarkan pendapat dan
rekomendasi Komite, Dirjen PPR kemudian menetapkan Kebutuhan Transaksi Lindung Nilai.
Di sisi lain, sebelum menjadi pihak counterparty dalam transkasi lindung nilai atas utang
pemerintah, calon counterparty mengajukan diri kepada Dirjen PPR. Berdasarkan telaah
yang dilakukan melalui UPRU, hanya calon counterparty yang memenuhi kriteria berikut
yang dapat diusulkan kepada Dirjen PPR untuk disetujui sebagai counterparty:
1.

Berperingkat kredit A, dikeluarkan oleh minimal dua lembaga pemeringkat kredit
internasional, dan

2.

Bereputasi dan rekam jejak yang baik dalam pelaksanaan transaksi dengan pemerintah.

Calon counterparty diutamakan yang berdomisili dan memiliki kegiatan usaha di wilayah
Indonesia. Counterparty yang telah disetujui oleh Dirjen PPR kemudian dicantumkan dalam
Daftar Counterparty.

Adapun mekanisme untuk melakukan transaksi lindung nilai atas utang luar negeri
pemerintah adalah sebagai berikut:

1.

UPT menyusun Proposal Transaksi Lindung Nilai (TLN) yang berisi:
a. uji prospektif, dengan menganalisis risiko, manfaat, dan biaya instrumen lindung nilai
(melalui analisis skenario maupun sensitivitas keluaran/output),
b. pilihan instrumen lindung nilai yang sesuai,
c. counterparty yang telah disetujui (tercantum dalam Daftar Counterparty) yang
direkomendasikan untuk menyampaikan kuotasi, serta
d. hedging trigger point.

2.

Proposal TLN kemudian disampaikan kepada Komite;

3.

Komite menelaah dan memberikan pendapat dan rekomendasi atas Proposal TLN, lalu

disampaikan kepada Dirjen PPR untuk disetujui;

4.

Dengan mempertimbangkan rekomendasi Komite, Dirjen PPR menyetujui Proposal TLN.

Setelah transaksi lindung nilai atas utang luar negeri pemerintah disetujui oleh DJPPR, UPT
kemudian melakukan:
1.

Kontak kepada counterparty yang bersangkutan untuk mendapatkan kuotasi transaksi
lindung nilai;

2.

Penyusunan term sheet transaksi lindung nilai (dengan mempertimbangkan minimal tiga
kuotasi yang ditawarkan/diterima oleh counterparty;

3.


Penandatanganan surat konfirmasi atas transaksi lindung nilai berdasarkan term sheet;

4.

Pengiriman surat konfirmasi tersebut ke UPSP (sebagai dasar penatausahaan).
Transaksi lindung nilai atas utang luar negeri pemerintah ditatausahakan oleh UPSP

(atas surat konfirmasi yang dikirimkan oleh UPT maupun dokumen lain yang terkait).
Penatausahaan tersebut meliputi: (1) verifikasi dan konfirmasi, (2) pencatatan, (3) setelmen
berdasarkan perjanjian induk, (4) akuntansi dan pelaporan, dan (5) penatausahaan
dokumen, yang terkait dengan transaksi lindung nilai.
Terhadap pelaksanaan transaksi lindung nilai atas utang luar negeri pemerintah,
dilakukan monitoring dan evaluasi oleh UPRU, yaitu terhadap kondisi dan kinerja
counterparty, serta efektivitas transaksi lindung nilai. Hasil monitoring dan evaluasi tersebut
kemudian disampaikan kepada Komite dan unit yang mengajukan transaksi lindung nilai atas
utangnya.
Pelaksanaan transaksi lindung nilai atas utang luar negeri pemerintah tentunya
menimbulkan biaya yang harus dikeluarkan. Biaya-biaya tersebut dibebankan pada APBN.
Dengan memperhatikan proyeksi perhitungan biaya yang disusun oleh UPT, UPRU

menyampaikan usulan biaya tersebut. Dalam pelaksanaannya, tidak menutup kemungkinan
diperlukan pembukaan rekening pemerintah. Jika demikian, UPSP dapat mengajukan
permohonan kepada unit kerja di lingkungan Kementerian Keuangan yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan rekening pemerintah (dalam hal ini Direktorat Jenderal
Perbendaharaan), agar melakukan pembukaan rekening untuk transaksi tersebut.

BAB IV
SIMPULAN
1.

Fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing (khususnya USD) yang terjadi
dengan puncaknya menembus Rp13.000 untuk setiap USD pada bulan Maret 2015 ini
menimbulkan dampak negatif yang cukup signifikan bagi utang pemerintah, khususnya
utang yang berdenominasi dalam USD. Kerugian yang ditimbulkan berupa peningkatan
nilai nominal utang dalam USD, baik pokok maupun bunga utang, akibat melemahnya
nilai tukar Rupiah terhadap USD.

2.

Salah satu langkah alternatif untuk melindungi nilai pembayaran utang luar negeri
pemerintah dari fluktuasi nilai tukar mata uang adalah melalui transaksi lindung nilai.
Langkah tersebut telah disahkan (ditetapkan) dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai dalam Pengelolaan Utang
Pemerintah. Transaksi lindung nilai tersebut dituangkan dalam Perjanjian Induk
Transaksi Lindung Nilai.

3.

Pihak-pihak yang terkait dalam transaksi lindung nilai adalah pemerintah (melalui
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan) dan
pihak counterparty.

DAFTAR REFERENSI
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12/PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung
Nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah.
www.bi.go.id
www.djpu.kemenkeu.go.id

Dokumen yang terkait

Aktualisasi Nilai Sholat

0 40 2

EVALUASI PENGELOLAAN LIMBAH PADAT MELALUI ANALISIS SWOT (Studi Pengelolaan Limbah Padat Di Kabupaten Jember) An Evaluation on Management of Solid Waste, Based on the Results of SWOT analysis ( A Study on the Management of Solid Waste at Jember Regency)

4 28 1

Nilai sosial dalam novel bukan pasar malam karya prammedya ananta toer; implikasinya terhadap pembelajaran satra

19 129 76

Analisis Pengaruh Lnflasi, Nilai Tukar Rupiah, Suku Bunga Sbi, Dan Harga Emas Terhadap Ting Kat Pengembalian (Return) Saham Sektor Industri Barang Konsumsi Pada Bei

14 85 113

Pengaruh Jumlah Pengusaha Kena Pajak dan Pertumbuhan Ekonomi Terhadap Penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 2012-2014)

0 23 2

Pembangunan Sistem Informasi di PT Fijayatex Bersaudara Dengan Menggunakan Pendekatan Supply Chain Management

5 51 1

Tinjaun Atas Pelaksanaan Pemotongan Pajak Pertambahan Nilai Sewa Infrastruktur Tower Pada PT. Sarana Inti Persada Bandung

2 31 1

Analisis Nilai Overall Equipment Effectiveness Dan Six Big Losses Pada Mesin Molding Di PT. Era Roda Sukses Bekasi Jawa Barat

18 82 93

Sistem Pemasaran Dan Pemesanan Barang Dengan Metode Customer Relationship Management Berbasis Web Pada PT.Yoshindo Indoensia Technology Jakarta

11 68 215

ANALISIS MANAJEMEN PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KEBA- KARAN DI PUSKESMAS KECAMATAN CIPAYUNG JAKARTA TIMUR Analysis Of Management Prevention And Fight Fire At The Health Center Of Cipayung East Jakarta

0 1 9