BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Evaluasi - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Evaluasi

  Evaluasi berasal dari kata Bahasa Inggris yaitu “evaluation” yang berarti penilaian. Menurut Suchman (1961) dalam Arikunto (2010:1) evaluasi dipandang sebagai suatu proses menentukan hasil dari beberapa kegiatan yang telah direncanakan dan dicapai untuk mendukung tercapainya tujuan.

  Sedangkan menurut Worthen dan Sanders (1973) dalam Arikunto (2010:1) evaluasi merupakan kegiatan mencari informasi yang bermanfaat dalam menilai keberadaan suatu program, produksi, prosedur serta alternatif strategi yang diajukan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Menurut Arikunto dan Abdul Jabar (2010:2), evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Selanjutnya merupakan suatu kegiatan yang biasanya dilakukan untuk membuat penilaian terhadap kelayakan suatu perencanaan, implementasi, dan hasil suatu program atau kebijakan. Sedangkan menurut Stanley and Hopskin (1978) dalam Mohammad Ali (2014) evaluasi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk membuat penilaian tentang nilai sesuatu. Menurut Sugiyono (2015) evaluasi adalah proses untuk mengetahui seberapa jauh perencanaan dapat dilaksanakan dan seberapa jauh tujuan program tercapai.

  Beberapa pendapat dan pengertian diatas maka dapat diapahami bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari informasi yang berguna untuk membuat penilaian tehadap kelayakan suatu program termasuk dari perencanaan, implementasi hingga hasil suatu program atau kebijakan. Jika sebuah program yang sudah berjalan tidak dilakukan evaluasi, bagaimana dengan ketercapaian tujuan program, dan bagaimana keefektifan program tersebut. Sebuah program atau kegiatan yang baik tentunya harus dilakukan evaluasi secara berkala melalui serangkaian tahapan evaluasi program agar guna dijalankan. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai evaluasi program.

2.2 Evaluasi Program

2.2.1 Pengertian Evaluasi Program

  Evaluasi program berkaitan erat dengan perencanaan, karena sebuah program yang merupakan suatu sistem atau kesatuan kegiatan dari implementasi kebijakan, tidak akan berjalan dengan baik tanpa perencanaan yang matang. Definisi evaluasi program yang terkenal dan berhubungan dengan pendidikan adalah menurut Raph Tyler (1950) dalam (Arikunto 2010:5), mengemukakan bahwa evaluasi program adalah sebuah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat terealisasikan. Arikunto (2010:5) evaluasi program menurut Cronbach (1963) dan Stufflebeam (1971) merupakan sebuah upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan. Selanjutnya Mc. David and Hawthorn (2006) dalam Sugiyono (2015:741) menyatakan bahwa evaluasi program merupakan sebuah proses yang sistematik guna memperoleh dan menginterpretasikan informasi Sedangkan menurut Sugiyono (2015:742) sendiri berpendapat bahwa sebuah evaluasi program adalah sebuah cara ilmiah (rasional, empiris dan sistematis) dengan tujuan untuk mendapatkan informasi serta mengetahui efektifitas dan efisiensi proyek, kebijakan dan program.

  Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa evaluasi program merupakan sebuah cara untuk memperoleh informasi untuk mengetahui efektifitas dan efeisiensi sebuah program, serta untuk mengetahui apakah tujuan program sudah dapat direlisasikan yang kemudian diambil keputusan sesuai kebijakan program.

  Kembali lagi mengenai ketercapaian program dapat dilakukan dengan mengevaluasi program itu sendiri secara berkala, dalam penelitian ini perlu dianalisis juga mengenai ketercapaian program BOS dalam memenuhi SPM di SD Negeri Samban 02. Melalui evaluasi program itu juga, dapat diketahui pula tingkat efektifitas dan efisiensi sebuah program. Setelah dilakukan evaluasi kemudian diambil keputusan tentunya mempunyai tujuan.

2.2.2 Tujuan Evaluasi Program

  Tujuan evaluasi program menurut Arikunto (2014:18), yaitu untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagaimana dari komponen dan subkomponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya.

  Tujuan evaluasi program secara khusus untuk mengetahui ketercapaian program melalui keterlaksanaan kegiatan program, komponen apa yang sudah terlaksana dan yang belum terlaksana. Misalnya saja pada pengelolaan BOS di sekolah terkait pemenuhan SPM, komponen yang terdapat dalam program sekolah untuk pemenuhan SPM mencakup aspek: 1.

  Kurikulum Kurikulum menjadi sangat penting dalam penyelenggaraan pendidikan. Pendanaan terkait implementasi kurikulum bersumber pembelajaran dan pelatihan tenaga pendidik mengenai implementasi kurikulum baru.

  2. Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Tenaga pendidik yang dibiayai oleh dana BOS adalah Guru Tidak Tetap (GTT)/honorer dan Pegawai Tidak Tetap (PTT).

  3. Penilaian Pendidikan/Evaluasi Pembelajaran Setiap guru harus mengembangkan dan menerapkan program penilaian pendidikan dimana hal ini juga dibiayai oleh dana BOS misalnya untuk pelatihan pengembangan program penilaian berdasarkan kurikulum yang berlaku.

  4. Sarana dan Prasarana Untuk mendapatan sarana dan prasarana yang memadai, juga bersumber dari dana BOS, termasuk di dalamnya mencakup gedung sekolah, ruang kelas, meja dan kursi, ruang guru, buku mata pelajaran, pengayaan dan referensi, alat peraga, dan lain-lain.

  5. Penjaminan Mutu Sekolah Penjaminan mutu sekolah meliputi kunjungan pengawas, supervisi dan pembinaan. Supervisi oleh kepala sekolah kepada dinas pendidikan.

  6. Manajemen Sekolah Manajemen sekolah terkait pemenuhan SPM yaitu menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

  Sehingga tujuannya adalah mengetahui pencapaian tujuan program melalui evaluasi menggunakan model kesenjangan dengan menganalisis mulai dari tahap definisi program, instalasi program, proses implementasi untuk mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, produk program dan manfaat biaya. Setelah dianalisis kemudian dicari kesenjangannya. Melalui analisis kesenjangan ini maka akan diketahui komponen dan sub komponen yang belum terlaksana dan apa sebabnya.

2.2.3 Manfaat Evaluasi Program

  Evaluasi program juga dapat memberi manfaat terhadap pelaksana program. Berikut manfaat evaluasi program menurut Arikunto (2014:22) yaitu: 1.

  Menghentikan program karena dipandang bahwa program tersebut tidak ada sebagaimana diharapkan.

  2. Merevisi program, karena terdapat sedikit kesalahan atau ada beberapa bagian yang kurang atau sesuai dengan apa yang diharapankan.

  3. Melanjutkan program, karena pelaksanaan program menunjukkan bahwa segala sesuatu sudah berjalan sesuai dengan harapan memberikan hasil yang bermanfaat.

  4. Menyebarluaskan program (mengimplementasikan program di tempat lain atau mengulangi lagi program di waktu lain), karena program tersebut berhasil maka akan lebih baik jika program dapat dilaksanakan lagi di tempat dan waktu yang lain.

  Setelah program dievaluasi, maka beberapa keputusan yang dapat diambil berdasarkan analisis temuan yang didapat diantaranya dengan menghentikan program, hal ini dapat dilakukan jika program yang dijalankan tidak ada manfaat atau tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Namun hal ini juga harus disertai bukti-bukti kuat adanya kegiatan yang dilaksanakan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Merevisi program, hal ini dilakukan jika setelah dilakukan evaluasi, ada beberapa bagian-bagian program yang tidak sesuai dengaan apa yang diharapkan. Misalnya dalam pembuatan RKAS BOS disekolah, ada beberapa bagian yang tidak sesuai dengan Juknis BOS, maka evaluator harus memperbaiki atau merevisi RKAS BOS sekolah. Sebuah program akan dilanjutkan ketika program tersebut benar-benar sudah berjalan sesuai dengan harapan memberikan hasil yang bermanfaat maka selanjutnya dapat disebarluaskan dan dilaksanakan di tempat yang lain.

2.3 Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy)

2.3.1 Pengertian Model Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy)

  Arikunto (2010: 48) berpendapat bahwa kata discrepancy merupakan istilah yang berasal dari Bahasa Inggris yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang berarti “kesenjangan”. Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus. Model evaluasi kesenjangan merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan dalam pelaksanaan suatu program. Evaluasi Program dilakukan oleh evaluator dan bertujuan untuk mengukur seberapa besar kesenjangan dalam setiap komponen program. Kesenjangan ini merupakan persyaratan umum bagi semua kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mengukur adanya perbedaan antara kondisi yang sebenarnya dicapai dengan kondisi yang seharusnya dicapai.

2.3.2 Tujuan dan Manfaat Evaluasi Kesenjangan (Discrepancy)

  Model evaluasi kesenjangan memiliki tujuan dan manfaat. Zaibaski (2010) menjelaskan bahwa tujuan evaluasi kesenjangan adalah untuk mengidentifikasi kesenjangan antara alokasi optimis dengan integrasi input, serta ketercapaian sekarang. Evaluasi kesenjangan ini bermanfaat untuk: a.

  Menilai seberapa besar kesenjangan antara kinerja faktual dengan suatu standar kinerja yang diharapkan.

  b. peningkatan kinerja yang Mengetahui diperlukan untuk menutup kesenjangan tersebut. c.

  Menjadi salah satu dasar untuk mengambil keputusan terkait prioritas waktu serta biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan.

  Melalui evaluasi dengan model kesenjangan ini diharapkan dapat mengukur besarnya kesenjangan antara kenyataan dengan standar kinerja yang diharapkan. Dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur besarnya kesenjangan antara pelaksanaan BOS di SD Negeri Samban 01 dengan standar kinerja dalam hal ini yang digunakan sebagai standar kinerja adalah Permendikbud RI Nomor 80 Tahun 2015 tentang Juknis BOS Tahun 2016. Kemudian dapat diketahui pula peningkatan kinerja yang diperlukan agar program berjalan dengan baik. Sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang dibutuhkan untuk memenuhi standar pelayanan yang telah ditetapkan.

  

2.3.3 Model Evaluasi

Langkah-Langkah Kesenjangan (Discrepancy)

  Untuk melakukan evaluasi tentunya harus menempuh tahapan evaluasi berdasarkan model evaluasi yang digunakan. Untuk mengevaluasi program BOS dalam penelitian ini menggunakan model evaluasi kesenjangan. Adapun langkah- langkah yang harus dilakukan untuk mengevaluasi suatu program menggunakan model kesenjangan menurut Provus (1969) adalah sebagai berikut: 1.

  Definisi/desain, kegiatan ini dilakukan untuk merumuskan tujuan, proses dan aktivitas serta untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

  2. Instalasi, dalam kegiatan ini rancangan program digunakan sebagai standar untuk mempertimbangkan langkah-langkah operasional program.

  3. Proses, pada tahap ini evaluator berupaya untuk memperoleh data tentang kemajuan para peserta program, sehingga identifikasi dan penentuan terhadap aktivitas-aktivitas peserta dapat diarahkan untuk mencapai tujuan program.

4. Produk, tahap ini dilakukan penilaian untuk tercapai atau tidak.

  5. Analisis manfaat biaya. Pada tahap ini, yang dimaksudkan adalah menganalisis implikasi (kemanfaatan) sosial politik ekonomi yang diharapkan bisa tercapai dari pelaksanaan program tersebut. Kemudian hasil yang telah dicapai dibandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluator menuliskan semua temuan kesenjangan untuk disajikan kepada para pengambil keputusan. Hal ini bertujuan agar mereka dapat mengambil keputusan terhadap kelanjutan program tersebut, kemungkinannya adalah: a) menghentikan program; b) mengganti atau merevisi; c) meneruskan; d) memodifikasi tujuannya.

  Tahap pertama evaluasi model ini adalah menganalisa definisi/desain program. Dimana hal ini dilakukan untuk merumuskan serta menentukan tujuan program. Selanjutnya dilakukan analisis mengenai instalasi atau disebut juga dengan penyusunan program, yakni cara, metode, langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan program. Tahap selanjutnya yaitu analisa mengenai proses atau pelaksanaan program. Pada tahap ini, evaluator berfokus pada pengukuran perbedaan antara hasil yang dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan. Sehingga perbedaan yang ditemukan dapat digunakan sebagai penentuan terhadap kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan program. Tahap terakhir model evaluasi ini adalah menganalisa produk, dilakukan dengan menginterpretasikan hasil temuan evaluasi. Kemudian evaluator memberikan rekomendasi berdasarkan hasil temuan evaluasi untuk pembuatan keputusan. Keputusan ini dapat berupa revisi atau perbaikan program dan atau melanjutkan program.

  Evaluasi kesenjangan dilakukan dengan membandingkan keadaan nyata dengan standar yang telah ditetapkan. Dalam penelitian ini membandingkan keadaan nyata program BOS dengan petunjuk teknis sebagai standar yang ditetapkan.

  Dengan melihat kesenjangan berdasarkan 5 komponen dalam model evaluasi kesenjangan diharapkan dapat ditemukan hal-hal yang kurang atau tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Mulai dari rancangan program, proses pelaksanaan, pencapaian tujuan program dan kemanfaatan setelah program dilaksanakan. Menurut Setyorini (2010) penelitian dengan menggunakan model evaluasi kesenjangan pada intinya adalah melihat kesenjangan dalam pelaksanaan program. Dalam penelitian ini pelaksanaan program BOS digambarkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dilapangan dan kemudian dianalisis kesesuainnya dengan standar pelaksanaannya. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan antara pelaksanaan dengan standar yang telah ditetapkan dalam implementasi Program BOS. Standar pelaksanaan yang digunakan adalah Petunjuk Teknis Pelaksanaan BOS tahun 2016.

   Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

2.4.1 Pengertian Bantuan Opersional Sekolah (BOS)

  Upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan merupakan prioritas dalam pembangunan nasional, sehingga pemerintah daerah perlu melakukan tindakan secara nyata dalam meningkatkan mutu pendidikan bagi masyarakat terhadap pendidikan yang lebih berkualitas. Salah satu upaya nyata dari pemerintah agar meringankan beban biaya pendidikan bagi masyarakat yaitu dengan mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Berdasarkan PP Nomor 80 Tahun 2015 Pasal 1 tentang juknis BOS menjelaskan bahwa Bantuan Operasional Sekolah adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya operasi yang bersifat non personalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah. Program ini tentunya mempunyai maksud dan tujuan tertentu, adapun maksud dan tujuan program BOS menurut PP Nomor 80 Tahun 2015 Pasal 3, secara umum tujuan program BOS adalah untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan bermutu, serta berperan dalam mempercepat pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) pada satuan pendidikan-satuan pendidikan yang belum memenuhi SPM, dan pencapaian Standar Nasional Pendidikan (SNP) pada satuan pendidikan-satuan pendidikan yang sudah memenuhi SPM. Namun secara khusus tujuan program BOS adalah untuk: 1) membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik pada tingkat dasar dan menengah negeri terhadap biaya operasi satuan pendidikan; 2) membebaskan pungutan seluruh peserta didik miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun, baik di satuan pendidikan negeri maupun swasta; dan 3) meringankan beban biaya operasi satuan pendidikan bagi peserta didik di satuan pendidikan swasta.

  Waktu penyaluran dana BOS dilakukan setiap 3 bulan yaitu pada periode Januari-Maret, April-Juni, Juli-September dan Oktober- Desember.

2.4.2 Prinsip Pelaksanaan Bantuan Opersional

  Selanjutnya pada BAB III PP No 80 Tahun 2015 dijelaskan bahwa pelaksanaan penggunaan

  BOS juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut: a)

  Efisien, yaitu diupayakan dengan dana dan daya yang ada untuk mencapai sasaran program dan dalam waktu yang singkat serta dapat dipertanggung jawabkan, b)

  Efektif, yaitu harus sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan dan dapat bermanfaat terhadap sasaran yang ditetapkan.

  c) yaitu adanya keterbukaan Transparan, terhadap masyarakat sehingga dapat mengetahui dan mendapatkan informasi terkait pengelolaan dana BOS.

  d) Akuntabel, yaitu pelaksanaan kegiatan yang dapat dipertanggung jawabkan.

  e) Kepatutan, yaitu penjabaran program/kegiatan harus dilaksanakan secara realistis dan proporsional.

  f) Manfaat, yaitu pelaksanaan program/kegiatan sejalan dengan prioritas nasional dan menjadi kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dan benar-benar dirasakan

  Setiap sekolah yang menyelenggarakan program BOS dalam pelaksanaannya harus sesuai dengaan prinsip-prinsip pelaksanaannya yaitu efeisien, efektif, transparan, akuntabel, kepatutan dan manfaat. Hal yang paling rawan dilakukan kesalahan adalah transparansi. Sekolah seringkali kurang transparan terhadap penggunaan dana BOS, sehingga dapat mengakibatkan tidak efektifnya program yang telah dijalankan dan berdampak terhadap mutu pendidikan.

  Menurut Setyorini (2010) teori implementasi kebijakan berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi implementasi salah satunya teori George Edwards

  III. Adapun faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan menurut Edwards (1980) dalam Setyorini (2010) adalah: 1) komunikasi, merupakan aktivitas yang penting dan menjadi syarat pertama bagi implementasi kebijakan dalam penyampaian keputusan kebijakan. ; 2) sumber daya meliputi staf harus sesuai kualifikasi agar dapat melaksanakan tugas dengan baik, informasi mengenai bagaimana pelaksanaan kebijakan, wewenang dari pemerintah dalam tugas dan fasilitas; 3) disposisi/komitmen implementor yaitu sikap dan perilaku dari pelaksana program. Jika pelaksana memiliki komitmen yang baik terhadap suatu kebijakan, maka akan kebijakan akan terlaksana sesuai dengan tujuan; 4) struktur birokrasi meliputi standar operasional prosedur dan perbedaan asumsi diantara para pelaksana.

  Berdasarkan uraian diatas, maka penelitian ini juga berusaha menggali dan menyajikan informasi terkait dengan empat faktor yang mempengaruhi efektifitas dan efisiensi dari implementasi program BOS. Faktor tersebut meliputi: 1) komunikasi terkait sosialiasasi kebijakan program BOS, komunikasi antar pelaksana program yang dilakukan melalui rapat dan pertemuan. 2) sumber daya berkaitan dengan guru sebagai bendahara sekolah, kemudian kepala sekolah sebagai penanggungjawab dan komite sekolah; 3) komitmen terhadap implementasi program BOS; dan 4) struktur birokrasi yang meliputi Juknis BOS dan SPM yang digunakan sebagai standar operasional prosedur.

   Sasaran Program dan Besar Bantuan Operasional Sekolah Sebuah program tentunya memiliki sasaran program, sasaran sebuah program harus tepat agar tujuan program dapat tercapai. Sasaran program BOS adalah semua satuan pendidikan SD/SDLB, SMP/SMPLB/SMPT dan SD-SMP Satu Atap baik negeri maupun swasta di seluruh provinsi Indonesia yang sudah terdata dalam sistem Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah (Dapodikdasmen). Untuk satuan pendidikan swasta harus memiliki izin operasional.

  Besar dana BOS yang diterima oleh satuan pendidikan dasar dihitung menurut jumlah peserta didik, dengan biaya sebesar Rp 800.000,- /peserta didik/tahun. Jadi besar dana yang diterima oleh sekolah dihitung berdasarkan jumlah siswa yang terdapat pada setiap sekolah dikali dengan besar satuan biaya yang diperoleh setiap anak. Misalnya dalam satu sekolah terdapat 100 siswa, maka besar dana yang diterima pertahun adalah 100 siswa x Rp 800.000,- /peserta didik, jadi jumlah yang ditingkat Sekolah Dasar/SDLB. Begitu pula untuk SMP/SMPLB/Satap/SMPT jika jumlah siswa 100 maka 100 siswa x Rp 1.000.000 maka jumlah yang diterima pertahun sebesar Rp 100.000.000,-. Besar dana yang diterima harus di kelola dan diimplementasikan dengan baik sesuai dengan petunjuk teknis yang berlaku.

  

2.4.4 Bantuan Operasional

Implementasi Sekolah (BOS)

  Implementasi BOS untuk satuan pendidikan memiliki beberapa ketentuan menurut Permendikbud No 80 tahun 2015, bahwa: 1) BOS wajib diterima oleh semua SD/SDLB/SMP/SMPLB/SMPT/Satap negeri yang sudah terdata dan dilarang melakukan pungutan kepada orangtua peserta didik; 2) BOS berhak diterima oleh semua satuan pendidikan swasta yang sudah terdata, dan berhak juga untuk menolak BOS dimana penolakan tersebut harus memperoleh persetujuan orang tua peserta didik melalui Komite Sekolah, dan tetap menjamin kelangsungan pendidikan peserta didik miskin di satuan pendidikan tersebut; 3) memungut biaya pendidikan harus mengikuti Permendikbud Nomor 14 Tahun 2012; 4) satuan pendidikan dapat menerima sumbangan dari masyarakat dan orangtua peserta didik, dapat berupa uang atau barang/jasa yang bersifat sukarela tidak memaksa, tidak mengikat, dan tidak ditentukan jumlah maupun jangka waktu pemberiannya; 5) pemerintah harus ikut mengawasi dan mengendalikan pungutan yang dilakukan oleh satuan pendidikan dan sumbangan yang diterima dan mengikutin prinsip nirlaba dan dikelola dengan prinsip tarnsaparan dan akuntabel; 6) pembatalan pungutan dapat dilakukan oleh Menteri dan Kepala Daerah apabila satuan pendidikan melanggar peraturan perundang-undangan dan dinilai meresahkan masyarakat.

  Implementasi program BOS harus sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Implementasi BOS juga menjadi salah satu aspek yang menunjang pemenuhan Standar Pelayanan Minimal sekolah. Hal ini menarik untuk diteliti lebih lanjut agar pelaksanaan pendidikan dapat dilaksanakan dengan baik dan menjamin mutu

  

2.5 Pelayanan Minimal (SPM)

Standar

Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota

  Menurut Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, pengertian standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM pendidikan adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan daerah Kabupaten/Kota. Selanjutnya, dinas pendidikan nasional menjelaskan bahwa Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan sebuah kebijakan publik yang mengatur mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Tujuan SPM adalah untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh daerah setempat.

  Bagi Kabupaten/Kota yang mempunyai wewenang penuh dalam penyelenggaraan pendidikan harus mampu memenuhi standar yang tertuang dalam peraturan Standar Pelayanan Priyanto (2015) SPM Pendidikan Dasar pada dasarnya mengatur dua hal pokok, yaitu: 1) apa yang tersedia disekolah misalnya guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, media, buku dan sebagainya; dan 2) apa yang harus terjadi di sekolah, seperti RPP yang disiapkan guru, kepala sekolah melakukan supervise akademik, pemenuhan jam belajar, dan sebagainya.

  Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota, sebagaimana dimaksudkan dalam Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 yang akan dijadikan standar dalam evaluasi kesenjangan ini terdapat 13 indikator pemenuhan SPM yang merupakan tanggung jawab sekolah dengan sumber biaya dari dana BOS, dan 14 indikator pemenuhan SPM yang merupakan tanggung jawab kabupaten/kota. Adapaun indikator yang diatur dalam permendiknas Nomor 15 tahun 2010 mencakup: 1) tersedianya satuan pendidikan dalam jarak tertentu yang sudah diatur; 2) jumlah peserta didik dan ruang kelas dalam setiap rombongan belajar; 3) tersedianya ruang laboratorium IPA untuk SMP/MTs beserta ruang kepala sekolah yang terpisah untuk SMP dan MTs; 5) tersedianya satu guru untuk setiap

  31 siswa dan 6 orang guru untuk setiap satuan pendidikan SD/MI; 6) tersedianya satu guru untuk setiap mata pelajaran di SMP/Mts; 7) guru berkualifikasi akademik S1/D-IV dan guru bersertifikat pendidik di setiap SD/MI; 8) guru berkualifikasi akademik S1/D-IV sebanyak 70% dan guru bersertifikat pendidik 35% di setiap SMP/MTs; 9) tersedianya guru kualifikasi akademik S1 dan D-IV serta telah memiliki sertifikat pendidik pada mata pelajaran tertentu; 10) kepala sekolah SD/MI telah berkualifikasi S1/D-IV dan memiliki sertifikat pendidik; 11) kepala sekolah SMP/MTs telah berkualifikasi S1/D-IV dan memiliki sertifikat pendidik; 12) pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S1/ D-IV dan memiliki sertifikat pendidik; 13) pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembagkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan 14) kunjungan rutin pengawas ke satuan pendidikan

  Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan, sebagaimana dimaksudkan dalam Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 pada Bab II mencakup hal sebagai berikut: 1) buku teks untuk SD/MI mencakup pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan

  IPS dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik, dan telah dietapkan kelayakannya oleh pemerintah; 2) buku teks untuk semua mata pelajaran di SMP/MTs yang sudah ditetapkan kelayakannya; 3) satu set peraga IPA dan kelengkapannya untuk SD/MI; 4) memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku dan 10 buku referensi dan untuk SMP/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi; 5) jam kerja guru tetap perminggu termasuk membuat perencanaan pembelajaran, melaksanakan dan menilai pembelajaran serta membimbing dan melatih peserta didik dan melaksanakan tugas tambahan; 6) setiap pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu pertahun, dengan kagiatan tatap muka yang sudah diatur sebagai berikut: kelas I

  • – II : 18 jam per minggu, Kelas III : 24 jam per minggu,

  IX : 27 jam per minggu; 7) menerapkan kurikulum kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 8) setiap guru menerapkan RPP berdasarkan silabus setiap mata pelajaran; 9) setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian; 10) Kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester; 11) Setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi serta hasil penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah; 12) Kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; 13) Setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).

  Pelaporan SPM sekolah dilakukan secara berkala setiap tahun dengan memenuhi 27 indikator diatas berdasarkan Permendiknas standar dalam evaluasi kesenjangan. Dimana dalam pemenuhan SPM tersebut, sekolah menggunakan anggaran dari dana BOS. Hal yang menarik untuk diteliti apakah anggaran dana BOS ini mampu mencukupi SPM serta kebutuhan sekolah.

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Khoirina (2014) kendala pelaksanaan SPM pendidikan dasar secara menyeluruh yaitu anggaran yang terbatas, kompetensi lulusan guru dan kepala sekolah serta manajemen sekolah yang kurang efektif dan efisien. Jika dikaitkan dengan teori Edward, temasuk dalam faktor sumber daya, fasilitas dan komitmen. Pelaksanaan sebuah kebijakan termasuk SPM memang membutuhkan sinergi dan kesatuan dari berbagai aspek sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan.

2.6 Fungsi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam Pencapaian Standar Pelayanan Sekolah (SPM)

  Fungsi BOS dalam pencapaian SPM sudah 2015 bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional. Sehingga pemerintah daerah harus melakukan tindakan nyata dalam mewujudkan peningkatan mutu pendidikan agar lebih berkualitas. Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan maka pemerintah menetapkan standar mutu pendidikan yang mengacu pada standar yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). Standar Naisonal Pendidikan merupakan kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negera Kesatuan Republik Indonesia. Dalam upaya pencapian SNP, maka pemerintah menyusun strategi secara bertahap. Upaya ini dilakukan dengan menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang merupakan kriteria layanan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan.

  Pendanaan dalam rangka pencapaian SPM telah tertuang dalam Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota. Dalam yang berkaitan dengan kegiatan yang mendukung penyelenggaraan SPM pendidikan yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah, dibebankan kepada APBN Kementerian Pendidikan Nasional serta APBD. Tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota dan kementerian agama berkaitan dengan pendanaan SPM mencakup investasi dan pemeliharaan prasarana dan prasarana, investasi untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi sumber daya manusia dan operasional personil dan nonpersonil dengan sumber dana dari DAU, DAK, hibah dan APBN (untuk madrasah). Sedangkan tanggung jawab sekolah berkaitan dengan pendanaan SPM mencakup invetasi dan pemeliharaan prasarana dan peralatan sekolah, pengadaan buku dan pelatihan guru serta operasional bersumber dari dana BOS. Sehingga untuk mencapai SPM ditingkat satuan pendidikan juga menjadi tanggung jawab sekolah dimana sumber dana utamanya yaitu dari dana BOS.

2.7 Penelitian yang Relevan

  Penelitian terdahulu yaitu penelitian yang dan Evaluasi Program Bantuan Operasional Sekolah Di Kota Salatiga Dengan Menggunakan

  Analisis Kesenjangan Tahun 2011/2012 yang menyatakan bahwa terdapat kesenjangan yang bervariasi: tinggi, sedang dan rendah baik menyangkut proses implementasi maupun hasil program BOS Di Kota Salatiga Tahun 2011/2012. Penelitian selanjutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Staphanus Hari Suprobo yang berjudul Evaluasi Anggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Dalam Penciptaan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar Di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran dana BOS dalam pendidikan dasar di Kabupaten OKU meliputi: keterlambatan dalam pencairan, jumlah siswa, sistem pengawasan, faktor sumber daya manusia (SDM), kolusi dan korupsi, profesionalitas dan dukungan teknologi informasi.

  Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Widodo yang berjudul Evaluasi Program Bantuan Opersional Sekolah (BOS) Tahun pelajaran 2014/2015 (Studi Pada Sekolah Menengah berfokus pada evaluasi program BOS di SMP N 3 Salatiga, dimana program ini sudah berjalan cukup efektif, efisien, dan sudah mencukupi kebutuhan sekolah tepat guna serta berdampak positif terhadap kegiatan pembelajaran.

  Berdasarkan beberapa penelitian diatas terdapat beberapa kesamaan yaitu penelitian evaluasi yang berfokus pada masalah program pendidikan. Penelitian oleh Slameto dan Stephanus mempunyai kesamaan yaitu dengan menggunakan model evaluasi kesenjangan pada pembiayaan pendidikan khususnya Program BOS, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Widodo hanya menggunakan jenis penelitian kualitatif.

  Penelitian relevan berikutnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Gede Andreyan Semara Bhawa, dkk yang berjudul Efektivitas Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Pada Sekolah Dasar di kecamatan Sukasada. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan, tingkat efektivitas pengelolaan dan masalah yang diahapi dalam pengelolaan dana BOS pada Sekolah Dasar di kecamatan Sukasada. Hasil penelitian ini dalah bahwa pengelolaan dana BOS juknis Bos, kemudian tingkat efektifitas pengelolaan dana BOS mencapai 87% berada dalam kriteria sangat efektif, dan masalah yang diahapi yaitu dana BOS datang tidak tepat waktu, serta komite sekolah kurang memahami pengelolaan dana BOS.

  Penelitian selanjutnya terkait dengan evaluasi BOS yaitu yang dilakukan oleh Aulia Prihatin Asnawi yang berjudul Evaluasi Program Bantuan Sekolah (BOS) Dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) Tahun 2012 (Studi Pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 6 Kabupaten Bintan. Hasil penelitian ini menunjukkan kebijakan BOS di SMP 6 Bintan sudah berjalan dengan baik, pelaksanaan program BOS sudah cukup efektif, efisiensi karena adanya upaya pembuatan Rencana Anggaran Kegaiatan Sekolah (RKAS). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Taufiq Rahman Ilyas, dkk yang berjudul Evaluasi Implementas Program Bantuan Operasional Sekolah Dasar Studi di SDN Bulusari, Kediri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program BOS sangat efektif membantu keuangan sekolah, transparansi jelas serta evaluasi pada pelaksanaan BOS lebih memperbaiki sisi fungsi kontrol atau peranan pengawasan terhadap proses penyelenggaraan program BOS telah berjalan sesuai prosedur. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Wirawan yang berjudul Evaluasi Kebijakan Dana Bantuan Operasional Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program BOS di SDN Percobaan 1 kota Malang telah berjalan sesuai dengan semestinya dan sesuai dengan prosedur Juknis BOS, serta peran masyarakat sangat dibutuhkan sebagai masukan serta pengawasan akan program BOS.

  Fokus penelitian di atas adalah pada evaluasi pelaksanaan dan keefektifan penggunaan dana BOS, maka peniliti akan mengevaluasi program BOS dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal yang nantinya akan mengetahui seberapa besar kesenjangan yang terjadi pada pelaksanaan program BOS serta dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal di SD Negeri Samban 02 dimana sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan milik layanan pendidikan.

2.8 Kerangka Berpikir

  Mengingat tujuan utama program BOS adalah untuk pemerataan dan perluasan akses serta peningkatan mutu pendidikan. Maka pemerintah mewajibkan belajar 9 tahun. Dalam menjamin peningkatan mutu pendidikan maka pemerintah juga mengeluarkan peraturan pemerintah mengenai Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM ini dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan dan penganggaran pencapaian layanan pendidikan yang bermutu bagi setiap daerah. Salah satu anggaran untuk mencapai standar-standar pelayanan pendidikan tersebut menggunakan dana BOS. Sehingga hal ini perlu dilakukan evaluasi.

  Penelitian ini berusaha mengevaluasi pelaksanaan program BOS dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal Sekolah dengan menggunakan model evaluasi kesenjangan atau Discrepancy Evalutaion Model (DEM). Penelitian ini berusaha melihat kesenjangan yang terjadi antara keadaan nyata dengan standar yang identifikasi/desain program, instalasi program, proses, serta produk program yang akan dilakukan di SD Negeri Samban 02 Kabupaten Semarang.

  Berdasarkan uraian diatas maka peneliti merumuskan kerangka konsep sebagai dasar dalam melakukan penelitian ini sebagai berikut:

  Hasil Hasil Hasil Hasil Analisis Biaya Program BOS untuk pemerataan akses dan peningkatan mutu pendidikan Sekolah Wajib 9 Tahun SPM menjamin peningkatan mutu pendidikan Aspek BOS terkait SPM

  1.Sarana dan Prasarana

  2.Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

  3.Kurikulum

  4.Penilaian Pendidikan/Evaluasi Pembelajaran

  5.Penjaminan Mutu Sekolah

  6.Manajemen Sekolah Evaluasi Discrepancy Evaluation Model

  

REKOMENDASI

Desain Program Hasil Instalasi Program Proses Produk Standar

  1.Permendikbud Nomor 80 Tahun 2015 tentang Juknis BOS

  2.Permendiknas Nomor 15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Program Praktik Kerja Industri di SMK Negeri 3 Salatiga

1 2 61

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaranan Biologi di SMA Negeri 1 Waingapu

1 1 10

1.1 Kurikulum 2013 1.1.1 Pengertian Kurikulum - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaranan Biologi di SMA Negeri 1 Waingapu

1 3 81

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Gambaran Lokasi Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaranan Biologi di SMA Negeri 1 Waingapu

1 0 68

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Implementasi Kurikulum 2013 Mata Pelajaranan Biologi di SMA Negeri 1 Waingapu

1 2 133

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pelatihan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Mengembangkan Pembelajaran Tematik Integratif Menggunakan Critical Events Model

0 1 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pembelajaran Tematik Integratif a. Hakikat Pembelajaran Tematik Integratif - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pelatihan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Mengem

0 0 53

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pelatihan untuk Meningkatkan Kompetensi Guru Mengembangkan Pembelajaran Tematik Integratif Menggunakan Critical Events Model

0 2 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian 4.1.1 Kebutuhan Desain Pelatihan Pengembangan Pembelajaran Tematik Integratif menggunakan CEM - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Desain Pelatih

0 0 68

PENGEMBANGAN DESAIN PELATIHAN UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI GURU MENGEMBANGKAN PEMBELAJARAN TEMATIK INTEGRATIF MENGGUNAKAN CRITICAL EVENTS MODEL TESIS Diajukan dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Magister dalam Ilmu Pendidika

0 1 19