Sejarah Perkembangan Pornografi di Dunia

Sejarah Perkembangan Pornografi
Pornografi kini semakin menancapkan taringnya dengan tajam ke dalam dunia kapital
khusunya dalam sektor industri hiburan. Industri film dan media cetak menjadi produsen
utama dalam penyebaran hal-hal berbau pornografi. Pornografi sendiri menjadi sebuah daya
pikat yang ditunggu-tunggu masyarakat baik dalam rupa busana, gambar, bahkan suara.
Dengan meledaknya dinamisasi arus teknologi dan informatika di era teknokrat ini,
pornografi seakan bagai sebuah sokongan utama untuk mendapatkan atensi pasar.
Fakta menunjukan bahwa pornografi bukan hanya sebagai pemenuhan hasrat
individual saja, namun skala pornografi sebagai sebuah “profit” makin besar menjadi sebuah
komunitas bahkan negara. Bagi beberapa negara pornografi bahkan menjadi sektor yang
diunggulkan bagi peningkatan penghasilan negara. Di Jepang misalnya, industri pornografi
baik dalam bentuk film, iklan, majalah, komik, ataupun sebagai atraksi pemasaran produk
telah dilegalkan. Sebagai contoh JAV (Japan Adult Video), industri perfilman pornografi di
Jepang bahkan telah menghiasi pangsa global dan dinikmati banyak kalangan di berbagai
belahan dunia. Sebagai sebuah negara besar di Asia, hal ini mendobrak paradigma global
bahwa negara “timur” tabu dan sangat menolak hal-hal yang mengandung pornografi.
Jika ingin melihat industri yang lebih besar lagi, mari kita tengok “Negeri Paman
Sam” Amerika Serikat yang dalam hal pornografi dapat disebut sebagai pelopor awal.
Amerika bahkan menyuguhkan atraksi seni sex kasar yang biasa diistilahkan dengan
“Hardcore Sex”. Hal ini menjadi semakin memarakkan pasar pornografi di dunia, berbagai
genre seni bercinta pun muncul dan mencandui masyarakat dunia. Kini pornografi

memunculkan paradigma baru yaitu “World Porn Capitalism” (Kapitalisme Porno Dunia).
Berbicara pornografi sejauh ini, mungkin kita hanya memahami esensi pornografi
sebagai sebuah sebuah “vulgarisme” jika ditinjau dari segi bentuk, atau sebuah kebobrokan
moral jika ditinjau dari aspek agama dan nilai asusila. Mungkin secara spontan kita akan
berspekulasi bahwa hal yang dalam norma asusila keseharian kita dianggap sangat
menyimpang ini hanya merupakan “parasit” yang tumbuh dan membawa kerugian bagi
inangnya. Mungkin kita akan beranggapan bahwa pornografi hanyalah sebuah hal iseng
yang diciptakan seseorang dan menyebar hingga global. Namun harus kita sadari bahwa
pornografi dapat memiliki eksistensi yang kuat hingga saat ini telah menunjukan bahwa
pornografi memiliki jalan yang panjang. Sama seperti hal lain yang ada dalam kehidupan
kita, pornografi juga memiliki suatu aspek sejarah. Pornografi memiliki asal-usul sehingga
depat mencapai sebuah perkembangan hingga sekarang ini. Maka dalam tulisan ini kita
akan sedikit memutar otak “nakal” kita dan menggantinya dengan pemikiran logis untuk
memahami mengenai sejarah perkembangan pornografi.

Pornografi dan Erotika
Pornografi berasal dari kata pornē yang berarti “prostitusi” (pelacuran) dan kata graphein
yang berarti tulisan. Dalam Encarta Referency Library (Down: 2005), dinyatakan bahwa
pornografi adalah segala sesuatu yang secara material baik berupa film, surat kabar, tulisan,
foto, atau lain-lainnya menyebabkan timbul atau munculnya hasrat-hasrat seksual.

Pengertian yang sama juga dinyatakan dalam Encyclopedia Britannica (2004) bahwa
pornografi adalah penggarmbaran periaku erotik dalam buku-buku, gambar-gambar, patungpatung, film, dan sebagainya yang dapat menimbulkan rangsangan seksual.
Sementara itu, para pemikir feminist seperti Gloria Steinem, Catharine MacKinnon
dan

Andrea

Dworkin

mengemukakan

definisi

pornografi

secara

berbeda

dan


membedakannya dengan erotika. Mereka mendefinisikan pornografi sebagai sebuah
ekspresi yang bersifat seksual dari kaum wanita, sedangkan erotika adalah ekspresi yang
bersifat seksual yang menggambarkan atau memamerkan postur tubuh baik pada laki-laki
maupun perempuan.
Kata erotika sendiri berasal dari Yunani Erōtika. Dalam Encarta Dictionary
disebutkan, erotika adalah seni atau literatur yang cenderung membangkitkan hasrat
seksual dengan cara yang eksplisit.

Sedangkan menurut Encyclopedia Britannica, kata

erotika secara khusus digunakan untuk menunjuk pada karya-karya yang menempatkan
unsur seksual sebagai bagian dari aspek estetik. Erotika biasanya dibedakan dari
pornografi, terutama karena erotika dipahami memiliki tujuan untuk membangkitkan gairah
seksual.
Pornografi Klasik
Belum ada ahi sejarah yang dapat memastikan kapan pornografi mulai muncul dan dalam
bentuk apa pornografi muncul. Namun terdapat beberapa bukti-bukti sejarah yang
mengungkapkan bahwa ekspresi pornografik telah ditemukan dalam ranah kebudayaan
barat. Salah satu bukti ekspresi pornografik yang ditemukan dalam ranah kebudayaan barat

yaitu terdapat bukti sejarah mengenai adanya nyanyian-nyanyian cabul pada masa Yunani
kuno. Nyanyian-nyanyian cabul ini dilakukan dalam rangka perayaan untuk menghormati
dewa mereka Dionysius. Ditemukan pula lukisan-lukisan erotik yang berasal dari
kebudayaan Romawi pada abad pertama setelah masehi yang menghiasi tembok-tembok
yang kini tinggal puing-puingnya setelah ledakan maha dahsat Gunung Efesus yang
menghanguskan kota Pompeii. Bukti lain yang ditemukan yaitu sebuah tulisan klasik dari
seorang penyair Roma yang berjudul Ovid. Dalam karya Ovid yang berjudul Ars amatoria

(Art of Love), menuliskan mengenai seni merayu , seni membangkitkan birahi, dan seni
untuk menimbulkan hasrat-hasrat sensual (Encarta: 2005).
Selama abad pertengahan di Eropa, ekspresi pornografi kebanyakan diungkapkan
dalam bentuk-bentuk syair dan lelucon. Sebuah karya yang paling terkenal yaitu The
Dacameron tulisan Giovanni Boccaccio yang berisi sekitar 100 cerita bernada cabul. Dalam
sebuah buku mithologi klasik karangan Edit Hamilton yang berjudu la mythologie ditampilkan
lukisan-lukisan klasik mengenai dewa-dewi dalam mitologi Yunani yang menampilkan
vulgarisme. Beberapa lukisan seperti La Venus d’Urbin, La naissance de Venus dan lukisan
vulgar lainnya.
Setelah ditemukannnya mesin cetak pada abad-18, di Eropa banyak sekali karyakarya baik tulisan ataupun syair yang mengandung pornografi. Pada abad itu khususnya di
Inggris, karya-karya pornografi tersebut dengan terang-terangan dipublikasikan dengan
tujuan membangkitkan rangsangan seksual. Buku-buku berbau pornografi pada masa itu

banyak ditulis oleh John Cleland antara lain berjudul Fanny Hill atau Memoirs of a Woman
of Pleasure (1749). Pada waktu yang bersamaan di Paris juga terbit banyak penggambaran
erotik yang dinamakan French Postcards.
Buku-buku pornografi tumbuh subur pada masa Victoria, Inggris. Pada tahun 1834
sebuah penyelidikan di London menemukan bahwa toko-toko yang berada di Holywell Street
sebanyak 57% diantaranya menjual barang-barang yang bersifat pornografik. Karya yang
terkenal pada masa Victoria adalah My Secret Life (1890) dengan penulis Anonym. My
Secret Life menceritakan tentang seorang laki-laki yang mencari kepuasan seksualnya
(sexual gratification).
Di daratan timur juga banyak temuan-temuan berbau pornografi. Di Jepang
misalnya, pornografi memiliki jejak pornografi yang cukup panjang. Ditemukan banyak
ekspose pornografi melalui cerita dan lukisan pada literatur-literatur Jepang lama. Ekspose
pornografi didukung oleh teknologi pembuatan kertas yang sudah maju di Jepang. Pada era
Muromachi (1336-1573) pornografi mengalami perkembangan yang pesat. Salah satu media
penyebaran pornografi pada era itu adalah melalui Ukiyoe, yaitu seni lukisan cetak.
Sebagian besar hasil lukisan Ukiyoe pada masa itu berupa Shunga, yaitu sebuah bentuk
seni erotik melalui media lukisan. Shunga pada umumnya menampilkan lukisan pasangan
yang sedang bercinta. Namun ditemukan lebih jauh lukisan-lukisan Shunga juga
menampilkan adegan bercinta antara sesama jenis (homoseksual) bahkan antara manusia
dengan hewan. Jenis lukisan Shunga beraliran “surealisme” karena hampir semua Shunga

yang ditemukan menampilkan bentuk-bentuk organ sex manusia yang tidak proporsional

(digambarkan lebih besar dan lebih lebar, biasanya organ genital digambarkan dengan
sangat jelas).
Dalam lukisan Shunga, pelukis menyertakan sebuah script pendek yang berupa
dialog tokoh yang dilukiskan. Script ini biasanya berisi rangsangan seksual secara verbal
agar menciptakan gairah seksual bagi orang yang melihatnya. Di masa Edo ditemukan juga
lukisan Shunga yang menampilkan “model” orang barat. Salah satu pelukis Shunga yang
terkenal yaitu Katsushika Hokusai. Karya-karya Hokusai yang terkenal antara lain The
Dream of the Fisherman’s Wife (1814) dan The Adonist Plant (1815).
Ditemukan pula banyak karya literatur erotik yang ditemukan di banyak negara
seperti Kama-Sutra, sebuah literatur Sanskrit dari abad ke-5 yang merupakan sebuah seni
dalam bercinta. Kama-sutra menggambarkan jenis-jenis gerakan dalam bercinta. Diyakini
bahwa gerakan-gerakan tersebut merupakan sebuah bentuk komunikasi kepada dewa
melalui proses bercinta. Lalu ada Ghazal sebuah syair Persia, Chin p’ing sebuah novel
klasik Cina dari abad ke-16, Venus and Adonis karya seniman tersohor William Sakhespere,
serta karya D.H Lawrence yang berjudul Chatterley’s Lover.
Pornografi Modern
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, pornografi juga seakan berdinamisasi
dengan teknologi yang ada. Di era cyber yang dikuasai teknologi ini, berbagai media hiburan

seperti film, media cetak (majalah), musik juga ikut berkembang. Di segala aspek yang
berkembang itu, pornografi juga ikut merasuk di dalamnya.
1. Film Porno
Film porno pertama diproduksi tak lama setelah ditemukannya proyektor gambar
bergerak pada tahun 1895. Dua orang yang menjadi pionir dalam dunia pornografi
adalah Eugēne Pirou dan Albert Kirchner dari Perancis. Mereka mengarahkan film
porno pertama di bawah merek dagang Lēar. Film-film karya Pirou dan Kirchner
menginspirasi pembuat film Perancis lainnya untuk membuat film yang menampilkan
wanita-wanita yang menanggalkan pakaiannya karena film jenis ini merupakan hal
baru dan menjanjikan keuntungan yang besar.
Menurut Patrick Robertson dalam bukunya Film Facts, film porno paling awal
yang diketahui pembuatannya yaitu film berjudul A’Lecu d’Or ou la bonne auberge
yang dibuat di Perancis pada tahun 1908. Film ini menceritakan seorang tentara
yang kelelahan kemudian bercinta dengan seorang pelayan perempuan di sebuah
penginapan. Setelah diteliti lebih jauh lagi, pada tahun 1907 telah dibuat film berjudul
El Satario yang dibuat di Argentina.

Kemudian berdasarkan penelitian Robertson diketemukan lagi “artefak” film
porno dari Jerman yang berjudul Am Abend (1910) yaitu sebuah film berdurasi
sepuluh menit yang dimulai dengan adegan seorang wanita yang memuaskan

dirinya sendiri di kamar dan kemudian berganti scene saat wanita tersebut
berhubungan seks dengan seorang pria dengan melakukan fellatio (foreplay) dan
penetrasi anal. Pada masa-masa awal tersebut film porno masih sangat jarang
diketahui di muka publik. Robertso mencatat bahwa film-film porno tertua yang masih
ada tersimpan dalam Kinsey Collection di Amerika Serikat.
Pada tahun 1970 dibuat Mona The Virgin Nymph, film porno pertama yang
memiliki plot cerita dan dibuat secara terbuka (banyak publik tahu) dan telah
diedarkan di bioskop-bioskop Amerika Serikat. Satu tahun kemudian muncul sebuah
film porno berjudul The Boys in the Sand. Film ini menjadi yang pertama dalam
beberapa hal mengenai publikasi seksual. Film ini juga yang pertama dalam
menampilkan

adegan

porno

homoseksual.

Film


ini

juga

yang

pertama

mencantumkan nama-nama kru film (walaupun banyak nama kru yang disamarkan).
Pada tahun 1972 juga muncul film porno yang dikenal luas berjudul Deep Throat.
Pertengahan hingga akhir tahun 1980-an disebut sebagai “The Golden Age of Porn”
karena mulai banyak aktor dan aktris porno yang mulai terkenal di masyarakat.
Dave

Thompson

merupakan

salah


satu

orang

yang

berusaha

mendokumentasikan film porno secara ilmiah. Hasilnya terlihat pada film
dokumenternya yang berjudul In Black and White and Blue (2008). Thompson
menceritakan banyak bukti bahwa industri film porno pertama kali muncul di Buenos
Aires dan kota-kota di Amerika Latin lainnya saat pergantian abad. Dari Amerika
Latin tersebut lalu film-film pornografi mulai menyebar ke seluruh Eropa.
Di daratan Asia Jepang masih menjadi pionir utama dalam pembuatan film
porno. Jepang terkenal dengan JAV (Japan Adult Vudeo) yang merupakan rumah
produksi berbagai video porno. Untuk film layar lebar, Jepang menyebut film
bergenre porno dengan sebutan Pink Eiga. Pink Eiga mulai muncul pada awal tahun
60-an setelah sebelumnya sangat dilarang oleh Restorasi Meiji.
Namun JAV lebih banyak disoroti publik karena aksesnya yang mudah dan
lebih banyak produksinya. JAV sendiri dilegalkan di Jepang dengan cara menyensor

setiap adegan yang menunjukan organ-organ genital.
2. Majalah

Majalah sebagai salah satu komoditas akses informasi di masyarakat juga tidak
lepas dari pengaruh pornografi. majalah porno yang diketahui muncul pertama kali
pada paruh kedua abad ke-20 yaitu majalah Playboy dan Modern Man. Majalah ini
menampilkan foto-foto perempuan yang setengah ataupun telanjang bulat.
Terkadang majalah porno ini menampilkan foto-foto erotis yang menggambarkan
wanita seolah-olah sedang bermasturbasi (melakukan kepuasan seksual terhadap
dirinya sendiri) meskipun alat kelamin tidak diperlihatkan.
Pada akhir tahun 1960-an, majalah-majalah porno ini mulai menampilkan
gambar-gambar “eksplisit” dan sejak tahun 1990-an foto-foto adegan seksual seperti
penetrasi sex, lesbianisme, homoseksual, seks kelompok, blowjob, masturbasi,
sade-masokism, dan adegan lain ditampilkan.
3. Komik
Komik porno yang pertama kali dikenal disebut dengan Tijuana Bible (Kitab Suci
Tijuana) yang muncul di Amerika Serikat pada sekitar tahun 1920-an. Kitab suci
Tijuana merupakan kumpulan cerita-cerita bergambar yang menjadi alternatif lain
dalam meningkatkan imajinasi seksual bagi pembacanya.
Di Jepang juga dikenal komik dengan genre erotisme yang biasa disebut
dengan Hentai. Kata Hentai sendiri merupakan sebuah ungkapan Jepang yang
berarti “kelainan”. Kelainan yang dimaksudkan adalah kelainan yang berhubungan
dengan perilaku seksual manusia.
Pornografi di Indonesia
Pornografi di Indonesia sendiri mulai berkembang pada masa penjajahan Belanda saat
barang-barang yang berbau pornografi dibawa masuk ke Indonesia. Para pedagang
Belanda sebenarnya salah dalam membawa barang-barang tersebut karena kebudayaan
Indonesia yang lebih bersifat ketimuran menganggap pornografi sebagai hal yang sangat
tabu.
Pada masa penjajahan Jepang dikenal pula istilah Jugun Ianfu, yaitu para
perempuan-perempuan pribumi yang dijadikan sebagai pemuas hasrat seksual para tentara
Jepang. Dalam berbagai sumber sejarah yang didapat, para tentara Jepang dalam bercinta
dengan para perempuan pribumi mengenalkan “gaya” gerakan baru. Gerakan-gerakan
tersebut kini banyak dijadikan inspirasi dalam pembuatan film ataupun sekedar video porno
di Indonesia.
Pornografi di Indonesia juga mengalami perkembangan yang pesat seiring
masuknya kebudayaan barat dan akses akan teknologi yang begitu mudah. Penyebaran
pornografi di Indonesia sama halnya dengan penyebaran pornografi di negara-negara lain
yaitu melalui media film ataupun buku majalah.

1. Film Porno Indonesia
Produksi film-film yang berbau erotis di Indonesia yang diketahui adalah pada tahun
1929 ditayangkan film berjudul Resia Boroboedoer yang pertama kali menampilkan
adegan ciuman dan kostum bikini di Jakarta.
Pada era 1950-an dikenal dengan era nya Nurnaningsih. Yaitu seorang aktris
yang pada jamannya terkenal dikenal karena tampil “berani” dalam film-film seperti
Krisis dan Harimau Tjampa. Foto-foto seronok Nurnaningsih juga banyak beredar di
majalah-majalah dan pada puncaknya tersebar foto-foto bugilnya. Namun setelah
diketahui lebih jauh ternyata foto-foto bugil Nurnaningsih merupakan foto hasil
montage (manipulasi foto).
Ledakan film pornografi Indonesia mulai marak kembali pada awal tahun
1990-an. Pada tahun 1994 misalnya, banyak judul-judul film yang beredar seperti
Ranjang yang Ternoda, Asmara, Perempuan di Persimpangan Jalan, Gairah Malam,
Gadis Metropolis, Selir Sriti, Sorgaku Nerakaku dan masih banyak film lainnya (Tjipta
Lesmana, 1995:1)
2. Majalah Porno Indonesia
Sepanjang tahun 1990 hingga 1992 hampir seluruh media cetak memberikan
sumbangsihnya terhadap proliferasi pornografi. Majalah Jakarta-Jakarta merupakan
majalah “terpanas” yang pada hampir setiap edisinya menampilkan gambar-gambar
erotis. Lalu ada pula majalah Monitor milik KKG (Kelompok Kompas Gramedia) yang
dianteki oleh Arswendo Atmowiloto yang mengeksploitasi unsur-unsur seksual
sehingga kemudian dikenal istilah Jurnalisme Lher.
3. Video Porno
Video porno Indonesia seakan-akan menjadi sebuah hasil dari penjiplakan atas
ketenaran citra negara lain melalui video pornonya. Banyak video-video porno yang
beredar luas di masyarakat Indonesia. Dalam dunia video porno Indonesia marak
sebuah istilah “Video 3GP”. 3GP sebenarnya merupakan sebuah format video yang
pada umumnya compatible dengan kapasitas dan resolusi kamera Handphone.
Namun pada akhirnya istilah 3GP menjadi dianggap bagian dari video porno karena
marak sekali peredaran video porno di Indonesia yang menggunakan format 3GP
dan diambil menggunakan kamera handphone.
Beberapa video porno yang sempat menjadi bahan pembicaraan hangat
antara lain Anak Ingusan (2000), Bandung Lautan Asmara / Video Itenas (2001),
Video Casting Sabun (2002), Ganti Baju (2003), dll.

Hingga saat ini perkembangan pornografi di berbagai belahan dunia begitu pesat tanpa kita
sadari. Pornografi menjadi sebuah industri yang sangat menguntungkan sehingga banyak

sekali pelaku pasar yang menawarkan produknya dengan menawarkan hal-hal berbau erotis
karena mereka tahu pasar bahwa pasar menyukai hal yang berbau pornografi maupun
erotik. Pornografi menjadi sebuah aset pendongkrak pemasaran. Mungkin kini pornografi
tidak tepat hanya kita radikalkan sebagai sebuah kebobrokan moral. Kini pornografi
merupakan sebuah arus deras yang menjangkiti setiap aspek kehidupan manusia, sama
seperti teknologi, internet ataupun gadget. Pornografi adalah sebuah persaingan pasar dan
komoditi dalam menggaet atensi pasar.

Referensi:
Ardika, Nyoman. 2003. “Mengintip Aktivitas Pornografi di Negara Jepang”. Dalam
http://www.eonet.ne.jp/~limadaki/budaya/jepang/artikel/utama/khusus_pornografi.html,
diakses 24 Desember 2013.
Hamilton, Edit. 1978. La Mythologie. Senegal: Marabout.

Sudrajat, Ajat. “Pornografi dalam Perspektif Sejarah”. Jurnal Ilmu Sejarah FISE
Universitas Negeri Yogyakarta.
http://duniabaca.com/sejarah-asal-usul-film-porno.html.

“Sejarah

Asal-usul

Film

Porno”. Diakses 8 Januari 2014.
http://theunik.blogspot.com/2010/04/sejarah-film-porno.html. “Sejarah Film Porno”.
Diakses 8 Januari 2014.
http://unsilster.com/2010/08/apakah-hentai-itu/. “Apakah Hentai itu?”. Diakses 8
Januari 2014.
http://www.bglconline.com/2013/02/jav-sejarah-pengaruh-dan-perkembangan-di-eradigital/. “JAV, Sejarah, Pengaruh dan Perkembangan di Era Digital. Diakses 8 Januari 2014.
http://dicerahkan.blogspot.com/2012/08/jugun-ianfu-masa-kelam-wanitaindonesia.html. “Jugun Ianfu Masa Kelam Wanita Indonesia Saat Penjajahan Jepang”.
Diakses 8 Januari 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi_di_Indonesia.

“Pornografi

di

Indonesia”.

Diakses 8 Januari 2014.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pornografi. “Pornografi”. Diakses 8 Januari 2014.
http://en.wikipedia.org/wiki/Shunga. “Shunga”. Diakses 8 Januari 2014.
http://malesbanget.com/2010/09/sejarah-video-porno-di-indonesia/. “Sejarah Video
Porno di Indoenesia”. Diakses 8 Januari 2014.