Defisit Anggaran Dan Implikasinya Badan

2/29/2016

Defisit Anggaran dan Implikasinya ­ Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN 
KEMENTERIAN KEUANGAN
Serambi 

Publikasi Artikel 

Artikel Anggaran dan Perbendaharaan 

Defisit Anggaran dan Implikasinya

Defisit Anggaran dan Implikasinya



  Dibuat: Senin, 20 April 2015 10:17
  Ditulis oleh Abu Samman Lubis


Kalend
Anggar

Kalende

Pelatiha

Oleh: Abu Samman Lubis*

Anggara
Abstrak
 
Kebijakan  defisit  selama  ini  terlihat  bahwa  defisit  merupakan  kebijakan  yang  tidak  dapat
dihindari  untuk  dilakukan.  Alasan  utamanya  terjadi  gap  antara  penerimaan  dan  pengeluaran.  Di  satu
sisi  penerimaan  tumbuh  lebih  rendah  daripada  tingkat  pengeluaran  terutama  peningkatan  pada  sisi
pengeluaran  rutin.  mengharuskan  pemerintah  melakukan  kebijakan  kontraktif  dengan  memperbesar
pengeluaran  yang  ditujukan    untuk  menggenjot    sisi  produksi  sehingga  meningkatkan  pertumbuhan
ekonomi.
Pemerintah  berkomitmen  mempertahankan  kebijakan  makro  ekonomi  yang  mengedepankan
prinsip kehati­hatian, termasuk dalam pengelolaan anggaran  yang tidak defisit berlebihan. Pada saat

yang  sama,  pemerintah  berupaya  senantiasa  mengantisipasi  keadaan  ekonomi  dunia  yang  penuh
ketidakpastian.

Baca S

Dosen 
Keilmu

Lokaka
Pendam
Keuang
Anggar

Kata kunci: Defisit Anggaaran dan Implikasinya
I.  Latar Belakang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan suatu komponen penting    di
dalam  penyelenggaraan    suatu  negara.  Hal  tersebut  dapat  dimengerti  karena  APBN  merupakan
“mesin” penggerak penyelenggaraan negara.
Dalam penyusunan APBN biasanya diadakan pada dua pilihan, antara kebijakan defisit atau
surplus.  Kebijakan  defisit  menjadi  pilihan  ketika  tujuan  makro  ekonomi  dimaksudkan  untuk

menciptakan  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi,  sehingga  pemerintah  lebih  banyak    melakukan
pengeluaran  (ekspansif).  Tetapi  sebaliknya  jika  tujuan  anggaran  adalah  mengendalikan  laju
pertumbuhan  ekonomi maka pemerintah akan mengurangi pengeluarannya (kontraktif).
Bagi  Indonesia,  berdasarkan  sejarah  kebijakan  APBN­nya  bahwa  kebijakan  defisit  selalu
menjadi pilihan utama, bahkan kebijakan defisit  mempunyai  hubungan  dengan  rezim  kekuasaan.
Dengan  defisit  memberikan  konsekuensi  tekanan  berat  dalam  APBN,  yaitu  lewat  pembayaran
bunga  dan  cicilan.  Akibat  kebijakan  defisit    juga  APBN  menjadi  sensitif  terhadap  kondisi  makro
ekonomi.
Dengan  latar  belakang  permasalahan  defisit  anggaran  yang  selalu  muncul  dalam  setiap
penyusunan  APBN,  dengan  sendirinya  defisit  telah  menjadi  pilihan  tetap  dalam  kebijakan
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147­artikel­anggaran­dan­perbendaharaan/20920­defisit­anggaran­dan­implikasinya

1/6

2/29/2016

Defisit Anggaran dan Implikasinya ­ Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

anggaran.  Oleh  karena  itu,  tulisan  ini  akan  dijelaskan  kenapa  harus  defisit  anggaran,  apa
penyebabnya dan implikasinya dalam perekonomian nasional.

II. PEMBAHASAN
a.   Pengertian
Ilmu  dan  praktek  ekonomi  mengenal  alternatif.  Pengeluaran  tidak  perlu  mengecil,  tetapi
penerimaan  yang  mengecil  pada  tahun  ini  bisa  ditutup  dengan  penerimaan  yang  lebih  besar  dari
tahun­tahun mendatang. Artinya, sebagian penerimaan dari tahun ini merupakan utang yang harus
ditutup  oleh  tahun­tahun  mendatang.  Istilahnya  adalah  anggaran  defisit/defisit  anggaran.  Dengan
kata lain defisit anggaran terjadi apabila pengeluaran pemerintah melebihi penerimaannya, dan jika
sebaliknya adalah surplus, yaitu apabila penerimaannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Kegiatan  ekonomi  keseluruhan  tidak  perlu  menciut,  laju  pertumbuhan  ekonomi  tidak  perlu
tertahan.  Hanya  saja  pengeluaran  tahun  ini  menjadi  lebih  besar  daripada  penerimaan  tahun  ini.
Sesungguhnya  alternatif  itu  juga  sudah  dilaksanakan  dalam  anggaran  negara  kita.  Apa  yang
disebut  sebagai  penerimaan  pembangunan  (pembiayaan)  pada  dasarnya  adalah  utang  dari  luar
negeri yang diharapkan bisa dilunasi dari penerimaan tahun­tahun mendatang.
Sejak tahun 2003  APBN  anggaran  kita  sudah  defisit,  bahkan  dapat  dikatakan  tahun­tahun
mulai  periode  orde  lama,  orde  baru,  dan  sampai  pemerintahan    saat  ini  kebijakan  defisit  sudah
dijalankan  dan sampai saat ini masih dipertahankan  sebagai kebijakan anggaran.
b.  Penyebabnya
  Adapun  faktor  penyebab  terjadinya  pembengkakan  pengeluaran  negara  salah  satunya
karena tingginya tingkat pembangunan ekonomi, sehingga pengeluaran meningkat    dengan  cepat,
sedangkan  laju  pertumbuhan  penerimaan  yang  tidak  diharapkan  atau  laju  penerimaan  yang  tidak

stabil.  Penyebab  defisit  bisa  muncul  dalam  kondisi  krisis  ekonomi,  karena  keadaan  ini  akan
berimbas  kepada  anggaran  negara.  Dalam  keadaan  krisis  akan  memaksa  pemerintah  untuk
mengadakan pengeluaran ekstra untuk memperbaiki keadaan ekonomi (pemulihan ekonomi). Oleh
karena  itu,  ekspansi  anggaran  akan  memacu  pertumbuhan  ekonomi,    dengan  demikian  dapat
dikatakan penyerapan dan efektivitasnya merupakan masalah krusial.
Anggaran  negara  dapat  dilihat  dari  dua  sisi,  yaitu  sisi  belanja  negara  dan  sisi  pendapatan.
Dalam  dua  tahun  anggaran  dapat  dilihat  komposisi  anggaran  yang  dalam  APBN  Perubahan
(APBN­P)  2015  belanja  ditetapkan  Rp  1.984,1  triliun.  Jumlah  itu  lebih  tinggi  Rp  107,3  triliun
dibandingkan dengan APBN Perubahan (APBN­P) 2014 sebesar Rp 1,876,8 triliun. APBN­P 2015
defisit direncanakan Rp 222,5 triliun, turun dibandingkan dengan APBN 2014 defisit sebesar 241,5
triliun.  Dengan  defisit  tersebut  diharapkan  lebih  ekspansif  dalam  memacu  perekonomian  untuk
mencapai  pertumbuhan  ekonomi,  karena  setiap  penambahan  pengeluaran  akan  mendorong
pertumbuhan ekonomi asal ditujukan untuk belanja yang produktif.
Penurunan  defisit  dapat  terjadi  penerimaan  negara  meningkat  lebih  besar  dibandingkan
dengan    perkiraan  perubahan  dari  sisi  pengeluaran.  Adapun  menyebab  rendahnya  pengeluaran:
pertama,  tertundanya  penyelesaian  anggaran;  kedua,  rendahnya  pembiayaan  subsidi    dan
pembayaran  bunga  utang    luar  negeri  yang  diikuti  dengan  lebih  cepatnya  apresiasi  rupiah;
tertundanya  beberapa  penarikan  pinjaman  luar  negeri;  keempat,  terlambatnya  otorisasi
pembelanjaan  dana­dana proyek.  
Dalam  APBN  2014  kebijakan  defisit  masih  dipertahankan  sebagai  kebijakan  anggaran

seperti  tersebut  di  atas  ditetapkan    sebesar  Rp241,5  triliun,  tetapi  dalam  pelaksanaannya  defisit
berubah  menjadi  Rp227,4  triliun  atau  turun  sebesar  Rp14,1  triliun.    Penurunan  ini  antara  lain
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147­artikel­anggaran­dan­perbendaharaan/20920­defisit­anggaran­dan­implikasinya

2/6

2/29/2016

Defisit Anggaran dan Implikasinya ­ Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

disebabkan  subsidi  BBM  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  perkiraan  perubahan  pada  sisi
pengeluaran.
Kemudian  pada  pemerintahan  Joko  Widodo,  kebijakan  defisit  anggaran  2015  masih
dipertahankan, yakni dengan menetapkan defisit sebesar Rp222,5 triliun.
c.   Implikasinya
Sebagaimana  di  katakan  di  atas,  bahwa  defisit  terjadi  karena  pengeluaran  anggaran  lebih
besar  dari  penerimaan.  Dari  aspek  pengeluaran  defisit  anggaran  dapat  terjadi  karena  adanya
penerapan kebijakan utang luar negeri, namun demikian harus dapat mengelola utang dengan baik,
kalau tidak, akan dengan sengaja  pemerintah mengabaikan generasi mendatang.
Dalam  manajemen  pengeluaran  juga  terkait  pengelolaan  utang    luar  negeri  yang  ditujukan

untuk  melihat  efektifitas  penggunaannya  lewat  pembiayaan  sektor­sektor  produktif.  Adapun
dengan  konsep  pengelolaan  utang  akan  terkait  aspek  makro  ekonomi,  seperti  nilai  tukar,  inflasi
dan variabel moneter lainnya yang ikut menentukan besarnya volume hutang suatu negara.
Sedangkan dalam hal penerimaan negara  dijadikan alat pengimbang pengeluaran (menekan
defisit  anggaran  sekecil  mungkin).  Penerimaan  ini  haruslah  berupa  akumulasi  penerimaan  yang
netral.  Adapun  kebijakan  yang  netral  yang  dimaksud  adalah  kebijakan  perpajakan.  Sehingga
kebijakan perpajakan diarahkan    untuk  meningkatkan  penerimaan.  Salah  satu  cara  meningkatkan
penerimaan pajak melalui peningkatan sumber daya manusia (fiskus) pegawai pajak.
Di  sisi  lain  peningkatan  penerimaan  pemerintah  melalui  pajak  sudah  menjadi  keharusan
mengingat  tax  ratio  yang  masih  rendah.  Kebijakan  perpajakan  diarahkan  untuk  meningkatkan
penerimaan    perpajakan  lewat  ekstensifikasi  dan  intensifikasi.  Penerimaan  negara  dari  pajak  ini,
memang  masih  sangat  potensial  untuk  ditingkatkan  terutama  setelah  diaktifkan/difokuskan
lembaga  penyanderaan,  namun  perlu  didukung  dengan  pengawasan  yang  ketat.  Di  samping  itu,
faktor  utama  yang  perlu  diperhatikan  adalah  menjaga  kestabilan  ekonomi.  Penerimaan  pajak
tergantung  pada  pertumbuhan  ekonomi,  kalau  ekonomi  tumbuh/meningkat  maka  pajak  akan
meningkat.    Di  samping  itu  juga,  secara  umum,  pertumbuhan  ekonomi  yang  tinggi  akan
menciptakan lapangan kerja guna mengatasi pengangguran dan mengurangi kemiskinan.
Oleh  karena  itu,  secara  teori  peningkatan  defisit  dilakukan  untuk  mengejar  pertumbuhan
ekonomi,  dalam  jangka  panjang  defisit  anggaran  akan  tetap  memberikan  dorongan  untuk
pertumbuhan  ekonomi  sebanyak  mungkin,  asal  bukan  untuk  pembayaran  rutin,  utang,  atau

pembayaran bunga obligasi.
Terlepas  dari  sudut  analisis,  maka  ada  beberapa  hal  yang  harus  dilakukan  sehubungan
dengan  pencapaian  sasaran  defisit,  yaitu:  mengurangi  subsidi    serta  pengetatan  kebijakan  rutin 
dan  pembangunan.  Pengurangan  subsidi    merupakan  kebutuhan    mendesak,  karena  itu
penyumpang terbesar bagi tidak sehatnya  APBN selama ini. Hal ini dapat dilihat pada APBN 2015
bahwa  subsidi  energi  turun  menjadi  Rp344,7  dibandingkan  dengan  APBN  2014  sebesar  Rp  350,3
triliun.  Konsep  subsidi  ada  yang  menginginkan  seharusnya  dihapus    dan  diganti  dengan  alokasi
anggaran  pembangunan    yang  menyentuh  langsung  terhadap  pelayanan  publik,  atau  pelayanan
yang diterima secara langsung  oleh masyarakat miskin.
d.  Apa yang harus dilakukan agar perekonomian meningkat?
Sebagaimana  dijelakan  di  atas,  penerimaan  pajak  tergantung  pada  pertumbuhan  ekonomi,
kalau  ekonomi  tumbuh/meningkat  maka  pajak  akan  meningkat.  Oleh  karena  itu,  perlu  dipikirkan
bagaimana menggairahkan perekonomian sehingga laju pertumbuhan dapat meningkat, pemerintah
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147­artikel­anggaran­dan­perbendaharaan/20920­defisit­anggaran­dan­implikasinya

3/6

2/29/2016

Defisit Anggaran dan Implikasinya ­ Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan


perlu mempertimbangkan isu­isu yang berkembang di kalangan pengamat ekonomi, yakni menurut
Prof.  ekonomi  sekaligus  dekan  untuk  program  MBA  di  INSEAD,  Antonio  Fatas,  suatu  ketika  ia
mengatakan  dalam  seminar  bisnis  untuk  wartawan,  Rabu  (17/10/2007)  di  Singapura,  bahwa
investasi  harus  berkontribusi  30  persen  terhadap  Produk  Domistik  Bruto  per  tahun  jika  suatu
negara ingin perekonomiannya tumbuh enam persen.
Ada  beberapa  hal  yang  menjadi  faktor  untuk  menunjang  pertumbuhan  ekonomi  suatu
negara, yaitu:
1.   Investasi
Invetasi  merupakan  kata  kunci  dalam  hal  produksi,  sedangkan  produksi  merupakan  faktor
utama  pertumbuhan  ekonomi.  Korea  Selatan  merupakan  salah  satu  negara  miskin  yang
mencapai  pertumbuhan  ekonomi  rata­rata  lebih  dari  enam  persen  pada  periode  1960­2005,
dengan  rata­rata  kontribusi  investasi  terhadap  PDB  sebesar  30  persen  dalam  kurun  waktu
tersebut.
2.   Inovasi
Inovasi  juga  menjadi  faktor  penunjang  pertumbuhan  ekonomi.  Dengan  adanya  insentip  dalam
hal inovasi, misalnya hak cipta, bisa mendorong produktivitas suatu negara, selain itu
3.   Kebijakan kelembagaan (pemerintah) serta stabilitas politik.
Dalam  hal  tertentu  terdapat  penyebab  investasi  belum  tumbuh/pertumbuhan  lambat  yaitu
pembangunan/perbaikan berbagai proyek infrastruktur sangat lambat. Untuk menopang percepatan

pembangunan  dan  pertumbuhan  ekonomi,  peningkatan  stok  infrastruktur  merupakan  salah  satu
persyaratan  mutlak.  Beberapa  contoh  dari  kurang  baiknya  infrastruktur  adalah  (a)  pelabuhan  dan
transportasi  darat  yang  buruk  menyebabkan  pengiriman  barang  dengan  container  dari  pabrik  ke
pelabuhan  berjalan  lambat.  Kesemrawutan  penanganan  container  di  pelabuhan  dan  pelayanan
yang buruk dapat menyebabkan keterlambatan pengiriman dan ketibaan. Padahal faktor ketepatan
waktu  merupakan  persyaratan  penting  bagi  sistem  kanban  atau  just  in  time  dalam  jaringan
produksi  global,  (b)  persoalan  listrik  yang  tak  memadai  dari  segi  jumlah  pasokan  dan  keandalan,
dan (c) pasokan gas dan air bersih.
Kesemuanya  inilah  yang  pada  akhirnya  menyebabkan  kos  tetap  (fixed  cost)  dalam
berusaha  di  Indonesia  menjadi  sangat  mahal  dan  pada  gilirannya  mengikis  daya  saing
perekonomian.
Berdasarkan  World  Competitivenness  Yearbook  2007  keluaran  International  Institute  for
Management  Development  (IMD),  dalam  menghitung  daya  saing  keseluruhan  dikelompokkan  ke
dalam  empat  faktor  utama,  yaitu:  (1)  kinerja  ekonomi,  (2)  efisiensi  pemerintahan,  (3)  efisiensi
bisnis; dan (4) infrastruktur.
Di  samping  itu,  beberapa  tahun  yang  lalu  (2007)  dan  dapat  menjadi  rujukan  di  tahun  2015,
bahwa  pada  2007  beberapa  analisis  menjelaskan  sebab  iklim  investasi  tak  kunjung  membaik
adalah (1) akibat ekses desentralisasi. Banyak kebijakan baru sudah baik, akan tetapi tidak efektif
karena  kerangka  implementasi  yang  tidak  konsisten  dan  lemah.  Seperti  kebijakan  desentralisasi,
integrasi  administrasi  keuangan  negara,  dan  anti  korupsi  satu  sama  lain  telah  menghambat

program  pembangunan,  (2)  akibatnya  siklus  pembelanjaan  proyek  menjadi  berpluktuasi  dengan
sangat  tajam,  dengan  proyek­proyek  ditumpuk  pada  akhir  tahun  (backloading),  (3)  peraturan
perburuhan,  (4)  tumpang  tindih  berbagai  peraturan,  misalnya  antara  peraturan  pertambangan
dengan  desentralisasi  dan  pemeliharaan  lingkungan  hidup,  dan  (5)  kita  tidak  bisa  memanfaatkan
maksimal  booming  dalam  pertambangan.  Ketika  harga  batu  bara  tinggi,  output  batu  bara  tahun
2007 menunjukkan gejala merosot, proses kebijakan pemerintah cenderung melemah.
Konsep  dan  strategi  masa  kini  dan  masa  depan  pembangunan  berkelanjutan  ekonomi
Indonesia,  dipengaruhi  oleh  globalisasi,  desentralisasi,  dan  demokratisasi,  dengan  penjelasan
sebagai berikut.
1.   Globalisasi 
Arus globalisasi yang makin deras tampaknya tidak bisa lagi ditolak. Globalisasi ibarat pedang
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147­artikel­anggaran­dan­perbendaharaan/20920­defisit­anggaran­dan­implikasinya

4/6

2/29/2016

Defisit Anggaran dan Implikasinya ­ Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

bermata dua. Ia membuka peluang dan cakrawala baru bagi mereka yang ikut serta untuk maju
lebih  cepat.Ia  membawa  pula  risiko­risiko  baru.  Menutup  diri  atau  melawan  arus  globalisasi
bukanlah opsi yang realistis.
Sikap  terbaik  bagi  suatu  perekonomian    atau  negara  adalah  pragmatis,  melibatkan  diri  dalam
globalisasi  secara  cerdas.  Tujuan  utamanya,  memperoleh  manfaat  sebesar­besarnya  dari
globalisasi  itu  dan  sejauh  mungkin  menghindari  risiko  negatifnya.  Kegamangan  hanya  akan
merugikan.
2.   Demokratisasi
Ekonom  senior  lainnya,  Dr.  Sjahrir,  menilai  demokratisasi  yang  berlangsung  saat  ini
menghasilkan  kondisi  politik  yang  penuh  keanekaragaman  kegiatan  politik.  Dari  sisi  positif,
terlihat  hubungan  yang  lebih  langsung  antara  pemilih  dan  pemimpin  mereka  di  berbagai  level.
Di  sisi  negatif,  yang  amat  menonjol  adalah  berlangsungnya  kekerasan  bersifat  fisik  hingga
potensi retaknya hubungan  sesama bangsa akibat semakin berkurangnya kepercayaan antara
rakyat dan pemimpin.
3.   Desentralisasi
Desentralisasi yang merupakan proses baru menghasilkan  suatu dinamika ekonomi dan politik
yang  berpengaruh  langsung  pada  kehidupan  perekonomian,  tingkat  kemiskinan,  dan  stabilitas
ekonomi­politik  di  suatu  wilayah.  Desentralisasi  sebagai  kelanjutan  dari  semangat  demokrasi,
menurut  Sjahrir,  ternyata  menghasilkan  prioritas  anggaran  daerah  yang  tidak  memihak  rakyat.
Kecenderungan  APBD  di  tingkat  I  dan  II  adalah  meningkatnya  pengeluaran  rutin  dan
berkurangnya  pengeluaran  pembangunan.  Tidak  heran  bahwa  dalam  fase  reformasi,  angka­
angka indeks pembangunan manusia nyaris tidak beranjak.
III.  Penutup
Defisit  anggaran  harus  diarahkan  pada  mekanisme  pemanfaatan,  yaitu  jenis  penggunaan
dan  kelembagaan  yang  menjamin  efektifitas  dari  penggunaannya.  Penggunaan  defisit  anggaran
untuk  pembiayaan  konsumsi  akan  membahayakan  perekonomian  dalam  jangka  panjang.  Tapi
apabila pembiayaan defisit anggaran tersebut  digunakan  untuk  memperluas  kapasitas  produksi
dan memperkuat anggaran tidak akan memberatkan generasi mendatang.
Kebijakan  defisit  selama  ini  terlihat  bahwa  defisit  merupakan  kebijakan  yang  tidak  dapat
dihindari  untuk  dilakukan.  Alasan  utamanya  terjadi  gap  antara  penerimaan  dan  pengeluaran.  Di
satu  sisi  penerimaan  tumbuh  lebih  rendah  daripada  tingkat  pengeluaran  terutama  peningkatan
pada  sisi  pengeluaran  rutin.  mengharuskan  pemerintah  melakukan  kebijakan  kontraktif  dengan
memperbesar  pengeluaran  yang  ditujukan    untuk  menggenjot    sisi  produksi  sehingga
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, yang pada akhirnya untuk kesejahteraan rakyat.
 
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 12 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2013 tentang APBN­P 2014.
UU No. 3 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas UU No. 27 Tahun 2014 tentang APBN­P 2015.
Harian Kompas. 2007. “Tuntutan Pembangunan Infrastuktur” Analisis Ekonomi Faisal Basri. 25 Juni.
Jakarta.
Harian Kompas. 2006. “Mencari Format Ekonomi yang Pas” 21 Juni. Jakarta.
*Widyaiswara Balai Diklat Keuangan Malang
http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147­artikel­anggaran­dan­perbendaharaan/20920­defisit­anggaran­dan­implikasinya

5/6

2/29/2016

Defisit Anggaran dan Implikasinya ­ Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan

ESEL O N  I   K EM ENT ERI A N  K EUA NG A N

|

 

Hakcipta © BPPK | Peta Situs| Tentang Kami| Email BPPK| FAQ| Prasyarat| Hubungi Kami| Ikuti Kami 

   

Jalan Purnawarman No 99 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan . Telp: 021­29054300 . Fax: 021­7244912

http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/147­artikel­anggaran­dan­perbendaharaan/20920­defisit­anggaran­dan­implikasinya

6/6