Konsumsi Energi Listrik Pertumbuhan Ekon

KONSUMSI ENERGI LISTRIK, PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PENDUDUK TERHADAP EMISI GAS RUMAH KACA PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA 1

Teuku Bahran Basyiran 2 ([email protected])

Penelitian ini meneliti tentang hubungan pengaruh antara emisi gas rumah kaca pembangkit listrik, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk di Indonesia dengan menggunakan data time series tahun 1971-2011. Model analisis yang digunakan adalah model restricted VAR dan analisis structural VAR. Hasil uji menunjukkan bahwa konsumsi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca. Dampak pengaruh dari penduduk terhadap emisi gas rumah kaca merupakan yang paling besar. Selain itu juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk dapat mempengaruhi besarnya konsumsi listrik, serta penduduk merupakan variabel yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Shock konsumsi listrik cenderung tidak berpengaruh terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di beberapa waktu yang akan datang, sedangkan shock pertumbuhan ekonomi dapat dirasakan pengaruhnya oleh emisi gas rumah kaca dan penduduk dalam jangka pendek dan panjang respectively. Penduduk merupakan kontributor utama dalam mempengaruhi fluktuasi perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di masa mendatang. Peneliti menyarankan pihak Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan penggunaan energi listrik utama yang berasal dari sumber terbarukan dan mulai mengurangi penggunaan energi bahan bakar fosil. Lalu tugas besar pemerintah untuk mengurangi jumlah penduduk dan menekan pertumbuhan penduduk serta berupaya meningkatkan sumberdaya manusia yang berkualitas tinggi.

Kata Kunci: VAR, Structural VAR, Emisi CO ₂, Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi, Penduduk, Renewable Sources, Indonesia

1. Latar Belakang Penelitian

Semua bahan bakar fosil akan menghasilkan karbon. Ketika bahan bakar tersebut mengalami pembakaran, karbon lepas ke atmosfir sebagai karbon dioksida (CO ₂). Karbon dioksida adalah salah satu jenis emisi gas rumah kaca, yang merupakan kontributor terhadap sesuatu yang dikenal dengan pemanasan global atau lebih tepatnya perubahan iklim (Tietenberg dan Lewis, 2011:151).

Emisi gas rumah kaca, khususnya emisi karbon (CO 2 ), dapat mengancam terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Kedua bentuk ancaman ini akan memperburuk lingkungan kehidupan manusia dan membahayakan kesehatan serta memperpendek keberlangsungan kehidupan manusia di dunia. Pemanasan global akan menyebabkan penipisan lapisan atmosfir dan meningkatkan suhu bumi, berdampak pada meningkatnya ketinggian

1 Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala

(published on http://etd.unsyiah.ac.id/index.php?p=show_detail&id=4500 , Skripsi, tahun 2014). 2 Alumnus Fakutas Ekonomi, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Indonesia dan mahasiswa Master of

Economics, University of Tuebingen, Germany (2016).

permukaan laut karena akan terjadi ekspansi air laut, mencairnya gletser, dan kemungkinan mempercepat mencairnya es abadi di kutub utara maupun di kutub selatan. Kalau dampak tersebut terjadi, maka diprediksi luas daratan di bumi akan berkurang secara perlahan, tenggelamnya pulau dengan daratan yang rendah dan terjadinya banjir besar di seluruh dunia. Selain itu, suhu yang terus meningkat akan menyebabkan panas matahari yang sudah tidak normal bagi kehidupan manusia, sehingga nantinya manusia sulit untuk melakukan aktivitas di luar suatu bangunan. Dampak lain adalah meluasnya kebakaran hutan, terjadi krisis pangan karena kegagalan panen, penyakit tropis semakin berjangkit, spesies hewan dan tumbuhan semakin berkurang karena akan sulit beradaptasi. Oleh karena itu, berbagai dampak tersebut akan mengancam kelangsungan hidup manusia yang layak di masa depan. Secara ekonomi mengancam anggaran pemerintah suatu negara atau daerah akan terus terkuras, yang dapat menyebabkan berbagai rencana pembangunan berkelanjutan akan sulit untuk terlaksana.

Terdapat misi nasional dan pihak internasional yang berkerja keras menciptakan green strategy di bidang energi, termasuk bidang energi listrik, yang terangkum dalam Kyoto Protocol. Persetujuan diplomatik ini berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca,

khususnya emisi karbon (CO 2 ), yang berpotensi besar mengakibatkan bertambah buruknya pemanasan global atau perubahan iklim. Emisi karbon yang dimaksud merupakan emisi karbon hasil pembakaran energi yang bersumber dari bahan bakar fosil, sehingga didapatkan kesepakatan yang menargetkan negara-negara industri besar untuk dapat mengurangi pemakaian bahan bakar fosil tersebut.

Tabel 1. Dominasi Produksi Energi Listrik oleh Input Bahan Bakar Fosil

Bauran dari Total Produksi Produksi Listrik (gWh)

Total

Listrik (%)

Tahun Produksi Batu

Total Minyak

Gas

Batu Gas

Listrik Bara

Jumlah Minyak

Bara Alam Bauran 2007 34,597 41,880 18,915 95,392

Alam

Sumber: Laporan Tahunan dan Statistik PLN 2008-2012 (diolah).

Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani Kyoto Protocol. Ironisnya, kondisi daur hidup kelistrikan Indonesia sangat bertentangan dengan misi nasional dan Indonesia termasuk salah satu negara yang menandatangani Kyoto Protocol. Ironisnya, kondisi daur hidup kelistrikan Indonesia sangat bertentangan dengan misi nasional dan

intensitas emisi gas rumah kaca, berwujud emisi karbon (CO 2 ), yang dihasilkan oleh pembangkit listrik di Indonesia cenderung terus meningkat dari tahun ke tahun. Cenderung meningkatnya emisi gas rumah kaca ini dibuktikan melalui data serial tahunan yang dipublikasikan oleh Bank Dunia, mulai dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Seperti yang diketahui bahwa proses produksi energi listrik melalui pembakaran dengan input bahan bakar fosil berimplikasi pada timbulnya emisi gas rumah kaca. Sehingga secara logika sederhana, pertambahan intensitas emisi gas rumah kaca tersebut dikarenakan adanya konsumsi listrik yang didominasi bahan bakar fosil.

CO₂ Emissions (metric tons per capita) Electricity Consumption (mWh per capita)

Gambar 1. Emisi Karbon (CO 2 ) dan Konsumsi Energi Listrik di Indonesia, 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013 (diolah).

Energi juga diketahui merupakan salah satu sumber daya yang paling kritis, tanpa itu kehidupan akan terhenti. Melalui fotosintesis, tumbuh-tumbuhan yang dimakan bergantung pada energi yang dihasilkan oleh matahari. Bahan-bahan material yang digunakan untuk memproduksi barang yang dikonsumsi berasal dari penggalian kerak bumi, setelah itu ditransformasikan menjadi suatu produk melalui pemakaian energi (Tietenberg dan Lewis, 2011:140). Oleh karena itu, energi adalah sesuatu yang sangat fundamental di dalam kehidupan manusia dewasa ini, terutama energi listrik yang menjadi jantung bagi aktivitas rumah tangga, industri, pemerintahan, bisnis, komersial dan berbagai sektor perekonomian lainnya.

Menurut data Bank Dunia (2013), konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Peningkatan ini tentu menyebabkan eksternalitas Menurut data Bank Dunia (2013), konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun 1971 sampai 2011 (Gambar 1). Peningkatan ini tentu menyebabkan eksternalitas

Peningkatan konsumsi energi listrik ini tidak terlepas dari terus membaiknya pertumbuhan ekonomi dan terus bertambahnya banyaknya jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak tahun 1971 sampai 2011 cenderung mengalami peningkatan (Gambar 2). Ini menandakan bahwa aktivitas ekonomi Indonesia terus bergerak maju. Salah satu yang memperlihatkan hal tersebut adalah bertambahnya perkantoran, pertokoan, perusahaan, industri, pabrik dan lainnya, yang otomatis akan menambah jumlah permintaan terhadap kebutuhan energi listrik nasional. Ataupun hal lain yang memperlihatkan aktivitas ekonomi bergerak maju adalah meningkatnya intensitas atau produktivitas di perkantoran, pertokoan, perusahaan, industri dan pabrik yang terus berkembang, yang selanjutnya berakibat sama yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap energi listrik. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi perlu untuk diteliti hubungan pengaruhnya terhadap konsumsi energi listrik nasional, yang mana akan menambah emisi gas rumah kaca.

-5,00 -10,00 -15,00

GDP Growth (annual %)

Gambar 2. Pertumbuhan Ekonomi (PDB Riil) Indonesia, 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013.

Faktor lain yang berpengaruh terhadap konsumsi energi listrik dan emisi gas rumah kaca adalah jumlah penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia terus menurun jika dilihat dalam Gambar 3. Akan tetapi dibalik penurunan pertumbuhan ini, tren penduduk jika dilihat secara jumlah total (dalam ratusan juta), terus meningkat dari tahun ke tahun (Gambar 3). Sehingga hal ini akan menyebabkan bertambahnya konsumsi energi listrik di Indonesia, ditandai dengan munculnya keluarga baru, berdirinya rumah-rumah baru, otomatis kebutuhan terhadap energi listrik pun terus meningkat. Tugas besar pemerintah Indonesia sebagai penyedia tunggal jasa listrik untuk meningkatkan produksi listrik sehingga dapat mengimbangi permintaan konsumsi listrik nasional. Sehingga, jumlah penduduk adalah salah satu variabel yang mempengaruhi besarnya konsumsi energi listrik dan emisi gas rumah kaca.

Population Growth (%) Total Population (in hundred millions)

Gambar 3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk di Indonesia, 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013. Secara teori dapat dikatakan bahwa jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh secara positif terhadap besarnya konsumsi energi listrik. Selanjutnya, besarnya konsumsi energi listrik ini juga berpengaruh terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca. Jadi, jumlah penduduk dan/atau pertumbuhan ekonomi yang meningkat akan menyebabkan konsumsi energi listrik bertambah, dampak selanjutnya akan mengakibatkan intensitas emisi gas rumah kaca meningkat pula.

Hal ini juga telah dipaparkan dalam beberapa penelitian sebelumnya, di antaranya oleh Lean dan Smyth (2009) yang menjelaskan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi peningkatan emisi karbon (CO ₂) per kapita. Selanjutnya Idris (2012) yang menyimpulkan tentang adanya pengaruh secara negatif antara pertumbuhan Hal ini juga telah dipaparkan dalam beberapa penelitian sebelumnya, di antaranya oleh Lean dan Smyth (2009) yang menjelaskan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi peningkatan emisi karbon (CO ₂) per kapita. Selanjutnya Idris (2012) yang menyimpulkan tentang adanya pengaruh secara negatif antara pertumbuhan

Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk melihat terjadi atau tidaknya fenomena- fenomena tersebut di Indonesia, dengan menganalisis pengaruh dari konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk terhadap perubahan intensitas emisi gas rumah kaca.

2. Kerangka Pemikiran

Gambar 4 memperlihatkan bahwa emisi gas rumah kaca, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk memiliki hubungan pengaruh tertentu (restriksi). Konsumsi listrik dapat mempengaruhi perubahan intensitas gas rumah kaca, dengan hubungan pengaruh yang positif. Demikian pula pertumbuhan ekonomi yang juga dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca secara positif. Hal yang sama juga terjadi antara penduduk dengan emisi gas rumah kaca, di mana perubahan pada penduduk dapat mempengaruhi perubahan pada intensitas gas rumah kaca secara positif.

Hubungan pengaruh lainnya yang juga terdapat dalam Gambar 4 adalah hubungan pengaruh konsumsi energi listrik terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya secara positif. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengaruh dua arah (bi-directional) antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk juga memiliki hubungan pengaruh bi-directional, walaupun pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk terjadi secara tidak langsung. Jadi, perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi dari konsumsi energi listrik. Selanjutnya, besar konsumsi energi listrik ini juga dipengaruhi oleh perubahan pada pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Sehingga dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan konsumsi energi listrik memiliki pengaruh terhadap emisi gas rumah kaca. Pada akhirnya secara umum, emisi gas rumah kaca merupakan subjektif yang mempengaruhi tingkat kualitas lingkungan dan kondisi perekonomian nasional. Pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan diperlihatkan oleh berbagai dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim. Sedangkan pengaruh emisi gas rumah kaca terhadap kondisi perekonomian nasional terlihat dari terkurasnya alokasi anggaran belanja pemerintah untuk pembelian input bahan bakar fosil, serta biaya penanganan problema kerusakan lingkungan, Hubungan pengaruh lainnya yang juga terdapat dalam Gambar 4 adalah hubungan pengaruh konsumsi energi listrik terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya secara positif. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pengaruh dua arah (bi-directional) antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya juga ditemukan bahwa pertumbuhan ekonomi dan penduduk juga memiliki hubungan pengaruh bi-directional, walaupun pengaruh dari pertumbuhan ekonomi terhadap penduduk terjadi secara tidak langsung. Jadi, perubahan intensitas emisi gas rumah kaca di Indonesia dipengaruhi oleh kondisi dari konsumsi energi listrik. Selanjutnya, besar konsumsi energi listrik ini juga dipengaruhi oleh perubahan pada pertumbuhan ekonomi dan penduduk. Sehingga dapat disimpulkan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan konsumsi energi listrik memiliki pengaruh terhadap emisi gas rumah kaca. Pada akhirnya secara umum, emisi gas rumah kaca merupakan subjektif yang mempengaruhi tingkat kualitas lingkungan dan kondisi perekonomian nasional. Pengaruhnya terhadap kualitas lingkungan diperlihatkan oleh berbagai dampak dari pemanasan global dan perubahan iklim. Sedangkan pengaruh emisi gas rumah kaca terhadap kondisi perekonomian nasional terlihat dari terkurasnya alokasi anggaran belanja pemerintah untuk pembelian input bahan bakar fosil, serta biaya penanganan problema kerusakan lingkungan,

Emisi

Kondisi

Perekonomian Kualitas Nasional

CO₂ Lingkungan

Pengaruh Langsung Pengaruh Tidak Langsung

Konsumsi Energi Listrik

Pertumbuhan Penduduk

Ekonomi

Gambar 4. Kerangka Pemikiran

3. Penelitian Sebelumnya

Penelitian seperti ini pernah dilakukan sebelumnya oleh Lean dan Smyth (2009) yang berjudul “CO 2 Emissions, Electricity Consumption and Output in Asean”. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan metode panel of dynamic ordinary least squares (DOLS) long-run estimates. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa satu persen kenaikan pada konsumsi listrik per kapita dapat mempengaruhi meningkatnya emisi karbon (CO ₂) per kapita dan elastisitas emisi karbon (CO ₂) per kapita yang berhubungan dengan PDB riil per kapita dalam jangka panjang. Hasil ini memperlihatkan kesinambungannya dengan hipotesis kurva lingkungan Kuznets (environmental Kuznets curve), yang menjelaskan kenaikan emisi karbon yang disebabkan oleh kenaikan pendapatan.

Selain itu, penelitian ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Mallia dan Lewis (2012) dalam artikelnya yang menjelaskan tentang besarnya pengaruh energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil seperti batubara dan natural gas terhadap daur hidup emisi gas rumah kaca. Sumbangan emisi dari kedua sumber tersebut sebesar 86 Selain itu, penelitian ini terinspirasi dari penelitian yang dilakukan oleh Mallia dan Lewis (2012) dalam artikelnya yang menjelaskan tentang besarnya pengaruh energi listrik yang dihasilkan oleh pembangkit berbahan bakar fosil seperti batubara dan natural gas terhadap daur hidup emisi gas rumah kaca. Sumbangan emisi dari kedua sumber tersebut sebesar 86

Pao dan Tsai (2011) melalui artikelnya yang mengambil studi kasus di Brazil, membuktikan bahwa konsumsi energi dan pertumbuhan ekonomi (PDB riil) mempengaruhi perubahan emisi gas rumah kaca. Selanjutnya didapatkan bahwa pengaruh dari konsumsi energi terhadap emisi karbon lebih besar dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi. Metode yang digunakan mereka adalah unit root test, Johansen’s co-integration test dan VAR causality test. Selain menggunakan studi kasus di Brazil, mereka juga telah membuat jurnal di tahun sebelumnya dengan studi kasus panel yaitu BRIC (Brazil-Russia-India-China) Countries.

Artikel yang menggunakan model analisis structural VAR dan berstudi kasus di China, yakni penelitian Xiangyang dan Guiqui (2011) mendapatkan hasil bahwa terdapat pengaruh dari pertumbuhan ekonomi dan urbanisasi China (salah satu bentuk pertambahan penduduk di China) dapat mempengaruhi emisi gas rumah kaca. Pengaruh urbanisasi terhadap emisi gas rumah kaca lebih besar dampaknya dibandingkan pengaruh dari pertumbuhan ekonomi, di mana kontribusi pengaruh urbanisasi adalah sebesar 18 persen, sedangkan pertumbuhan ekonomi hanya berdampak 1,53 persen terhadap perubahan emisi gas rumah kaca.

Dalam artikel yang disusun oleh Idris (2012) telah menyimpulkan tentang analisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas lingkungan hidup, yang dilakukan pada semua indeks meliputi hubungan pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas air, indeks kualitas udara, indeks tutupan hutan dan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di Indonesia. Salah satu hasil penelitian, yang sesuai dengan penulisan ini, adalah terdapat hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan indeks kualitas lingkungan hidup di Indonesia, yang terbukti mengikuti hipotesis kurva U (bukan U terbalik). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi akan diikuti oleh penurunan indeks kualitas lingkungan hidup sampai batas tertentu.

Sedangkan dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Yao (2013) mendapatkan hasil bahwa PDB per kapita dan intensitas karbon, jumlah populasi, tingkat urbanisasi dan struktur ekonomi merupakan faktor-faktor penting dalam meningkatkan emisi karbon, dengan besar persentase perubahan yang sama yaitu sekitar 1,0181 dan 1,0019 persen. Jumlah populasi dan tingkat urbanisasi yang meningkat masing-masing sebesar 1 persen, berturut-turut akan menghasilkan perubahan emisi karbon sebesar 0,5285 dan 0,3449 persen.

Dalam penelitian lain, yang terlampir dalam artikel Tang dan Tan (2012) yang berstudi kasus di Malaysia, mendapatkan hasil penelitian yang mengindikasikan bahwa terdapat

kointegrasi antara konsumsi listrik dan determinannya, salah satunya pertumbuhan ekonomi. Berbagai hasil empiris juga menunjukkan bahwa pendapatan dapat mempengaruhi konsumsi listrik secara postiitif. Penelitian ini berujung pada kesimpulan bahwa terdapat hubungan kausalitas bi-directional antara konsumsi listrik dengan pertumbuhan ekonomi di dalam jangka pendek dan jangka panjang. Serta peneliti menyarankan Malaysia untuk berusaha menyeimbangkan proteksi lingkungan terhadap pertumbuhan ekonomi dengan membangun pembangkit listrik yang baru dalam memenuhi kebutuhan konsumsi listrik. Tentunya juga ditujukan dalam misi mengurangi inefesiensi ataupun penyampahan terhadap lingkungan. Selanjutnya Al-Hasibi (2010) dalam penelitiannya yang juga telah dilakukan sebelumnya memperlihatkan grafik emisi karbon (CO ₂) dari aktivitas pembangkit energi listrik. Al-Hasibi menyimpulkan bahwa emisi karbon yang dihasilkan oleh PLN untuk membangkitkan energi listrik di Provinsi D.I. Yogyakarta dengan tanpa adanya peran sumber energi terbarukan sangat tinggi. Pada tahun 2010, emisi karbon yang dihasilkan tanpa keterlibatkan energi terbarukan adalah sebesar 1.155,43 ribu ton karbon dan menjadi 2.007,88 ribu ton karbon di tahun 2025. Dengan dikembangkannya PLT. Surya, PLT. Angin dan PLT. Mikro Hidro di tahun 2010, proyeksi tahun 2010 sampai 2025 menunjukkan rata-rata penurunan emisi karbon dengan keterlibatan sumber energi terbarukan sebesar 11,62 persen.

4. Ruang Lingkup, Lokasi Penelitian, Jenis dan Sumber Data

Ruang lingkup penelitian ini adalah meneliti hubungan pengaruh konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk terhadap emisi gas rumah kaca. Selanjutnya dilakukan analisis untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Rentang data time series yang digunakan dalam penelitian ini adalah sepanjang 41 tahun, terhitung dari tahun 1971 sampai 2011.

Berbagai kondisi kualitas lingkungan dan kondisi perekonomian nasional yang terkait atau terdapat di sebuah negara menjadi ruang lingkup penelitian ini. Negara pilihan yang menjadi objek lokasi penelitian adalah Indonesia, sehingga kondisi kualitas lingkungan dan perekonomian di Indonesia yang berkaitan dengan topik pembahasan menjadi studi kasus dalam penulisan ini.

Data yang akan digunakan merupakan data sekunder yang berjenis time series dari tahun 1971 sampai 2011, dengan jumlah sampel sebanyak 41 tahun. Indonesia terpilih untuk menjadi studi kasusnya, sehingga datanya merupakan berbagai data yang terdapat di Indonesia. Data Indonesia yang diperoleh untuk menjadi bahan penelitian antara lain data emisi karbon

(CO 2 ) pembangkit listrik, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi (PDB Riil) dan penduduk. Data ini bersumber dari situs resmi Bank Dunia dan dapat dipastikan data statistik ini terpercaya karena dihimpun dan dimiliki oleh pihak internasional secara independen. Serta juga terdapat beberapa data tambahan yang bersumber dari Badan Pusat Statitik, Perusahaan Listrik Negara dan Carbon Dioxide Information Analysis Center.

5. Model Analisis

Model analisis untuk penelitian adalah analisis restricted structural vector autoregressive. Model ini digunakan untuk menganalisis hubungan pengaruh antar variabel, baik terdapat pengaruh satu arah, dua arah maupun tidak berpengaruh sekalipun, dengan menggunakan data tahunan (time series) dari tahun 1971 sampai 2011. Dalam model VAR, null-hypothesis yang dirumuskan adalah variabel x tidak mempengaruhi y dan hipotesis alternatifnya adalah variabel x dapat mempengaruhi y.

Analisis restricted vector autoregressive (VAR) merupakan model VAR yang setiap variabel penelitiannya tidak dapat terus saling mempengaruhi satu sama lain terhadap seluruh variabel, melainkan ada batasan hubungan pengaruh (restriksi). Restriksi ini ditentukan berdasarkan teori-teori bersangkutan yang ada.

Structural Vector Autoregressive (SVAR) adalah jenis model VAR dengan restriksi pengaruh yang didasarkan atas hubungan teoritis bersangkutan dari suatu variabel terhadap variabel penelitian lain. Sehingga SVAR sering disebut juga dengan theoretical VAR. Teori yang mendasari restriksi tersebut diperoleh dari teori-teori kuat yang dikemukakan oleh para ahli atau dapat juga diperoleh dari berbagai artikel penelitian sebelumnya.

Dalam SVAR sangat penting untuk melakukan variable ordering terlebih dahulu. Variable ordering merupakan suatu pengurutan variabel-variabel penelitian dari variabel yang paling sedikit dipengaruhi sampai yang paling banyak dipengaruhi oleh variabel lain. Dapat juga dilihat dari urutan teratas adalah variabel yang paling banyak restriksi (zeros) sampai terus ke bawah adalah variabel yang paling sedikit restriksi atau bahkan tidak memiliki restriksi sekalipun. Variable ordering ini sangat substansial terhadap hasil uji pengaruh melalui analisis SVAR, signifikan atau tidaknya terhadap penelitian terdahulu dan secara teoritis.

Hubungan pengaruh yang akan diuji adalah konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan populasi penduduk terhadap emisi gas rumah kaca energi listrik. Sehingga dalam proses analisis ini, jumlah variabel yang diteliti adalah sebanyak 4 variabel dengan menggunakan lag optimumnya.

Bentuk matriks VAR dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: ����

0 0 � - ���

∝ - ���� 234 ���� 234 ���� 234 ���� 234 � -- � -.

�� 234 � 0- � 0. � 0/ � 00 � 0 Sedemikian rupa matriksnya, sehingga dapat dibentuk model persamaan umum (reduced form) analisis VAR-nya adalah sebagai berikut: ���� = ∝ - + � -- ∑���� 234 + � -. ∑��� 234 + � - ................................................. (3.2) ��� = ∝ . + � .- ∑���� 234 + � .. ∑��� 234 + � ./ ∑�� 234 + � . ......................... (3.3) �� = ∝ / + � /- ∑���� 234 + � /. ∑��� 234 + � // ∑�� 234 + � / ........................ (3.4)

�� = ∝ 0 + � 0- ∑���� 234 + � 0. ∑��� 234 + � 0/ ∑�� 234 + � 00 ∑�� 234 + � 0 ..(3.5) dengan CO adalah emisi gas rumah kaca energi listrik; EC adalah konsumsi energi listrik; GDP adalah pertumbuhan ekonomi; PPOP adalah pertumbuhan penduduk; ∝ adalah konstanta; � adalah koefisien regresi; ∑ adalah lags; t-i adalah lag dari vektor; dan U adalah residuals.

Dari persamaan di atas dapat dilihat bahwa variabel penduduk, ketika berperan sebagai variabel endogen, dipengaruhi oleh variabel penduduk itu sendiri dan variabel pertumbuhan ekonomi. Variabel pertumbuhan ekonomi, sebagai variabel endogen, dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, penduduk dan konsumsi energi listrik. Selanjutnya, variabel konsumsi energi listrik dapat dipengaruhi oleh dirinya sendiri, variabel penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Terakhir, variabel emisi gas rumah kaca dapat dipengaruhi oleh variabel itu sendiri, penduduk, pertumbuhan ekonomi dan konsumsi energi listrik. Penentuan seluruh reaksi pengaruh tersebut didasarkan oleh berbagai teori bersangkutan yang ada dan penelitian sebelumnya.

Dalam melalukan proses analisis menggunakan model VAR, terdapat beberapa tahap pengujian yang harus dilakukan. Tahap-tahap pengujian tersebut antara lain sebagai berikut.

5.1 Uji Unit Root

Sebelum melakukan analisis hubungan pengaruh, perlu dipastikan terlebih dahulu apakah data dari variabel-variabel yang digunakan sudah stationer atau belum dan jika belum perlu dianalisis lebih lanjut lagi sampai datanya stationer. Stasioneritas data merupakan syarat awal sebelum melakukan analisis Vector Autoregressive (VAR) ataupun tes hubungan pengaruh, karena jika datanya tidak stasioner bisa mengakibatkan fenomena kesimpulan yang salah. Untuk mengetahui hal tersebut, dapat digunakan uji unit root yang merupakan salah satu metode dalam menganalisis data time series.

Terdapat banyak jenis tes unit root dengan metodenya yang berbeda-beda dan dalam penelitian ini jenis tes yang digunakan adalah augmented Dickey-Fuller (ADF), Phillips-Perron (PP) dan tes Kwiatkowskie-Phillipse-Schmidte-Shin (KPSS). Tipe tes yang digunakan merupakan analisis khusus data tren time series dengan drift, artinya data dimulai dengan konstanta bukan dari nol. Null-hypothesis untuk tes ADF dan PP adalah unit root, sedangkan data terbukti stasioner (trend stationarity) sebagai hipotesis alternatifnya. Berbeda dengan KPSS yang sebaliknya, trend stationarity untuk null-hypothesis dan unit root untuk hipotesis alternatifnya.

Pada penggunaanya dalam pengujian VAR, hasil uji unit root yang digunakan harus konsisten, itu artinya hanya hasil uji dari salah satu jenis tes saja yang digunakan. Penentuan jenis tes yang paling efektif digunakan nantinya tergantung dari hasil stasioneritas yang paling baik. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan ketiga metode uji unit root tersebut.

5.2 Penentuan Lag Optimal

Ketika melakukan regresi data time series menggunakan metode VAR dan kointegrasi, biasanya penting untuk memasukkan nilai lag optimal. Dalam menentukan berapa besar lag yang optimal untuk digunakan tersebut, terdapat beberapa kriteria seleksi yang dapat diterapkan. Tiga kriteria yang paling populer adalah Akaike Information Criterion (AIC), Hannan-Quinn dan Schwarz' Information Criterion (SIC).

Gabungan ketiga metode kriteria penentuan lag optimal tersebut merupakan cara penentuan lag optimal yang digunakan dalam penelitian ini. Akan tetapi, yang akan digunakan untuk melakukan berbagai tes lebih lanjut adalah metode Akaike dalam analisis VAR.

5.3 Analisis Restricted VAR

Analisis ini dilakukan melalui pengujian signifikansi pengaruh (test joint significance) dari uji-uji pengaruh antar variabel penelitian yang telah ditentukan dalam restriksi matriks (zeros in matrices) analisis VAR, seperti berikut ini:

� .- � .. � ./ 0 Zeros in Matrices

� /- � /. � // 0 1 1 1 0 � 0- � 0. � 0/ � 00 1 1 1 1

Gambar 5. Zeros in Matrices untuk Analisis VAR

Berdasarkan zeros in matrices pada Gambar 5, hubungan pengaruh yang akan diuji adalah pengaruh dari masing-masing variabel, konsumsi listrik (EC), pertumbuhan ekonomi

(GDP) dan pertumbuhan penduduk (PPOP), terhadap variabel emisi gas rumah kaca (CO). uji pengaruh selanjutnya adalah hubungan pengaruh dua arah (bi-directional) antara variabel EC dengan variabel GDP dan pengaruh dari variabel PPOP terhadap variabel EC.

5.4 Analisis Impulse Response Function

Secara umum, impulse response merupakan reaksi suatu sistem dinamik dalam merespon berbagai perubahan eksternal. Lebih lanjut, impulse response menjelaskan reaksi shock sebuah sistem terhadap suatu fungsi waktu. Sehingga impulse response dapat didefinisikan sebagai suatu model yang menganalisis reaksi pengaruh oleh shock suatu variabel terhadap variabel lain yang akan terjadi di dalam periode waktu data penelitian. Reaksi pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif maupun negatif, tergantung pada teori yang bersangkutan.

Besar shock suatu variabel terhadap respon dari variabel yang dipengaruhi adalah satu dan dua dari besar standar deviasi. Ini ditujukan untuk menentukan apakah sebuah respon pada horizon tertentu significantly different from zero atau tidak.

5.5 Forecast Error Variance Decomposition

Model ini digunakan untuk menginterpretasikan sebuah model VAR ketika model tersebut telah dilakukan. Variance decomposition mengindikasikan banyaknya informasi setiap variabel dalam memberikan pengaruh kepada variabel lainnya di dalam autoregression. Hal ini menentukan berapa banyak forecast error variance yang terdapat pada setiap variabel (dalam bentuk persentase). Hasil tersebut dapat dijelaskan oleh pengaruh shocks variabel eksogen terhadap fluktuasi variabel penelitian lain di beberapa waktu ke depan.

6. Gambaran Emisi Gas Rumah Kaca Indonesia dan Perkembangan Variabel Penelitian

Terdapat empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu emisi gas rumah kaca, konsumsi energi listrik, pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Variabel- variabel tersebut memiliki bentuk perkembangan trend masing-masing meskipun keempatnya memiliki kecenderungan pola kenaikan yang sama, dalam periode tahun 1971 sampai 2011.

Intensitas emisi gas rumah kaca merupakan variabel besarnya jumlah emisi gas rumah kaca, yang dilihat dari emisi karbon (CO 2 ) dan dihitung dalam metrik ton per kapita. Emisi gas

rumah kaca dalam penelitian ini adalah emisi yang dihasilkan oleh pembangkit energi listrik di Indonesia. Pada Gambar 6. di periode awal, dari tahun 1971 sampai 1977, pergerakan intensitas emisi gas rumah kaca cukup stabil dan terkendali di angka yang rendah. Tetapi besar intensitas ini mulai terus meningkat lebih tinggi sampai tahun 1987. Seperti diketahui periode tersebut (1971 sampai 1987) merupakan masa muda negara Indonesia, yang pada saat itu belum lama bergerak dari kemerdekaan dan masih mulai membangun perekonomian. Peningkatan tersebut tidak berhenti begitu saja, emisi karbon terus bertambah bahkan besar porsi intensitasnya sudah sangat tinggi di tahun 1998. Jika dilakukan throwback dari tahun awal penelitian 1971 sampai tahun 1998, pertumbuhan emisi karbon ini tumbuh sangat tinggi yaitu sebesar 1.850 persen dari 5,5 juta metrik ton menjadi 98 juta metrik ton. Meskipun terdapat penurunan di tahun 2000, peningkatan kembali terjadi untuk tahun 2003 dan 2004, bahkan lebih besar daripada emisi karbon tahun 1998 sebelum terjadi penurunan tersebut. Selanjutnya besarnya emisi karbon ini pun tidak terkendali selama periode 2004 sampai 2011, sehingga terus mengalami pertambahan intensitas hingga mencapai jumlah emisi yang paling besar selama periode penelitian.

Total Produksi Listrik dari Bahan Bakar Fosil (mWh)

Emisi Gas Rumah Kaca 80 CO₂ (metrik ton)

60 *Bauran Bahan Bakar

40 Fosil dari Total Produksi Listrik (%)

Gambar 6. Kontras antara Bahan Bakar Input Dominan Energi Listrik versus Perkembangan Emisi Gas Rumah Kaca

Sumber: Laporan Tahunan dan Statistik PLN 2008-2012 (diolah). Tingginya peningkatan emisi karbon ini jelas membuktikan bahwa konsumsi listrik masih sangat berpengaruh besar karena sumber energi yang digunakan masih sangat dominan berasal dari bahan bakar fosil. Berdasarkan statistik PLN 2011 (lihat Tabel 1), produksi energi listrik didominasi oleh sumber pembakaran yang berasal dari bahan bakar minyak, batubara dan gas alam. Ini diperkuat dengan status Indonesia yang notabene merupakan salah satu Sumber: Laporan Tahunan dan Statistik PLN 2008-2012 (diolah). Tingginya peningkatan emisi karbon ini jelas membuktikan bahwa konsumsi listrik masih sangat berpengaruh besar karena sumber energi yang digunakan masih sangat dominan berasal dari bahan bakar fosil. Berdasarkan statistik PLN 2011 (lihat Tabel 1), produksi energi listrik didominasi oleh sumber pembakaran yang berasal dari bahan bakar minyak, batubara dan gas alam. Ini diperkuat dengan status Indonesia yang notabene merupakan salah satu

Konsumsi energi listrik di Indonesia terus meningkat dari tahun 1971 sampai 2011. Gambar 7 juga menunjukkan fenomena kenaikan konsumsi energi listrik tersebut, dengan setiap antar tahun selama periode penelitiannya terus mengalami pergerakan ke atas. Start dimulai pada tahun 1971, energi listrik di Indonesia tercatat sebesar 14,46 kilowatt hour (kWh) per kapita dan meningkat menjadi 53,01 kWh per kapita di tahun 1981. Kenaikan yang hampir 300 persen ini diduga karena sedang gencar-gencarnya pembangunan nasional di segala bidang, mengingat umur kemerdekaan Indonesia di tahun terebut masih terbilang muda. Kenaikan konsumsi energi listrik terus berlanjut dengan besar persentase perubahan sekitar lebih dari 200 persen menjadi 180,7 kWh per kapita di tahun 1991. Lalu peningkatan yang sensasional terukir di tahun 1997 dengan peningkatan konsumsi listrik sebesar 273,59 kWh per kapita atau tumbuh sebesar 439,08 persen. Peningkatan tajam periode tersebut berlanjut pada tahun 2003 sampai 2004, pada rentang tahun ini tercatat pergerakan kenaikan yang paling tajam atau pertumbuhan yang paling besar untuk jangka waktu yang pendek. Pergerakan climb-up ini terus berlanjut sampai dengan tahun 2011 (akhir periode penelitian).

Peningkatan konsumsi listrik ini tidak terlepas dari aktivitas perekonomian yang juga terus meningkat, untuk mewujudkan impian Indonesia menjadi negara maju. Sehingga tak ayal energi listrik, yang merupakan input suatu aktivitas dalam kehidupan sehari-hari, ikut meningkat seiring dengan meningkatnya berbagai aktivitas perekonomian. Ini dibuktikan oleh kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam Gambar 7. Pertumbuhan ekonomi terus berfluktuasi selama periode tahun 1971 sampai 2011. Fluktuasi ini disebabkan oleh pembangunan ekonomi (melalui shock oleh indikator-indikator ekonomi seperti inflasi, konsumsi, investasi, neraca perdagangan dan indikator lainnya) yang belum stabil. Di samping itu, fluktuasi ini juga dapat dipengaruhi oleh shock perekonomian global.

Peningkatan terjadi di awal tahun penelitian tepatnya pada tahun 1973 sebesar 9,78 persen, merupakan pertumbuhan ekonomi tertinggi dalam sepanjang sejarah Indonesia dalam

periode tahun penelitian ini. Pertumbuhan ini diduga kuat karena Indonesia memang sedang sangat fokus dalam pembangunan nasional, khususnya perekonomian, melalui program pembangunan lima tahun (Pelita) yang dicanangkan dalam masa orde baru. Tetapi, terjadi penurunan yang lebih besar pada tahun 1975 dibandingkan dengan peningkatan sebelumnya tersebut, yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi turun menjadi 6,18 persen. Lalu terus berfluktuasi secara bergantian naik-turunnya pertumbuhan ekonomi setiap dua tahun sampai tahun 1981. Meskipun demikian, sekilas perekonomian terus menunjukkan angka yang baik. Menurut laporan BPS (2006), revolusi hijau bidang pertanian dan membaiknya harga minyak dunia tercatat sukses mendorong sektor-sektor ekonomi lainnya dan mendorong iklim investasi untuk ikut tumbuh bersamaan di periode fluktuatif tersebut. Keberhasilan itu tidak lama bertahan karena pada tahun 1982 pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan yang cukup besar menjadi sebesar 1,1 persen. Penurunan ini disebabkan oleh menurunnya keuntungan negara dari sisi perminyakan dan melambatnya pertumbuhan sektor hulu lainnya serta juga tidak terlepas dari resisi ekonomi global yang terjadi saat itu. Selanjutnya pertumbuhan ekonomi kembali naik di tahun berikutnya dan kembali turun tajam di tahun 1985 dengan penyebab yang masih sama. Sampai pada tahun 1995 pertumbuhan ekonomi secara rata-rata cukup stabil yang tumbuh sekitar 7,14 persen.

Kunci keberhasilan ini dicapai melalui program Pelita lanjutan yang dirangkum oleh pemerintahan orde baru dalam paket Pelita I sampai Pelita VI. Akan tetapi, dalam periode tahun 1997 sampai 1998, pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan drastis yang sangat fenomenal dalam sejarah perekonomian nasional, dengan kondisi ekonomi berada pada angka pertumbuhan yang negatif yaitu minus 13,3 persen. Krisis ekonomi (moneter) yang menerpa negara-negara kawasan Asia Tenggara dan Asia Timur menjadi penyebab terjadinya fenomena ini. Setelah melalui proses kebangkitan perekonomian dari tahun 1998, pertumbuhan ekonomi perlahan mulai membaik yang tumbuh sebesar 4,92 persen di tahun 2000. Proses ini terus berlanjut sampai akhir periode penelitian di tahun 2011 dengan pergerakan pertumbuhan ekonomi yang berfluktuatif kecil.

Di balik fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut, terdapat pola perkembangan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang signifikan bermakna orang-orang terus bertambah banyak setiap tahun. Program keluarga berencana (KB) yang diluncurkan Pemerintah Indonesia cenderung belum efektif untuk mengurangi pertambahan jumlah penduduk. Walaupun demikian, pemerintah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk secara perlahan di setiap tahun. Itu artinya, besar porsi Di balik fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut, terdapat pola perkembangan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang signifikan bermakna orang-orang terus bertambah banyak setiap tahun. Program keluarga berencana (KB) yang diluncurkan Pemerintah Indonesia cenderung belum efektif untuk mengurangi pertambahan jumlah penduduk. Walaupun demikian, pemerintah berhasil menekan laju pertumbuhan penduduk secara perlahan di setiap tahun. Itu artinya, besar porsi

Indeks Emisi CO₂ Energi Listrik (Tahun Dasar 2000) Indeks Konsumsi Energi Listrik (Tahun Dasar 2000) Indeks Pertumbuhan Ekonomi (Tahun Dasar 2000) Indeks Jumlah Penduduk (Tahun Dasar 2000)

Gambar 7. Perkembangan Variabel Emisi Gas Rumah Kaca, Konsumsi Energi Listrik, Pertumbuhan Ekonomi dan Penduduk di Indonesia, Berdasarkan Indeks Tahun Dasar

2000, Periode Tahun 1971-2011

Sumber: Databank World Bank, 2013 (diolah).

Dalam jangka panjang, perkembangan intensitas emisi karbon yang merupakan emisi gas rumah kaca energi listrik ini mengalami peningkatan yang sangat tajam, dari sebanyak 5,5 juta metrik ton emisi menjadi sebesar 165,1 juta metrik ton dengan pertumbuhannya sebesar 2901,82 persen. Pertambahan emisi yang signifikan ini diakibatkan oleh tumbuhnya konsumsi energi listrik berbahan bakar fosil sebesar 4600,55 persen, yang meningkat dari 1,8 milyar kWh (tahun 1971) menjadi 182 milyar kWh (tahun 2011). Selain itu, peningkatan konsumsi listrik tidak terlepas dari kondisi ekonomi Indonesia yang cukup stabil, ini diperlihatkan dengan rata- rata perekonomian yang tumbuh sebesar 6 persen per tahun dalam periode tahun 1971 sampai 2011. Sedangkan jumlah penduduk, dengan diketahui penduduk berperan sebagai pelaku ekonomi dan seorang konsumen, mengalami peningkatan sebesar 99,6 persen atau hampir meningkat dua kali lipat dalam kurun waktu 41 tahun. Eksistensi ini dibuktikan Gambar 4.2 yang memperlihatkan kecenderungan peningkatan keempat variabel tersebut selama tahun 1971 sampai 2011.

Pola perkembangan variabel emisi gas rumah kaca, konsumsi listrik, pertumbuhan ekonomi dan penduduk memiliki kecenderungan trend yang sama, di mana dalam jangka panjang keempat variabel bersangkutan mengalami peningkatan signifikan dari tahun 1971 sampai 2011. Indonesia yang notabene merupakan negara sedang berkembang pastinya terus membangun perekonomian, ini digambarkan oleh tingkat pertumbuhan ekonomi terus maju (Gambar 7). Peningkatan ini didorong oleh berbagai program pemerintah melalui revolusi hijau, membaiknya harga minyak dunia, tingkat investasi yang tinggi dan program pembangunan lima tahun (Pelita) yang berkelanjutan. Di samping itu, jumlah penduduk terus bertambah banyak dari tahun 1971 sampai tahun 1997. Oleh karena itu, kecenderungan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan penduduk ini menyebabkan pemakaian terhadap energi listrik terus meningkat pula. Selanjutnya peningkatan energi listrik yang dominan bersumber dari bahan bakar fosil ini (lihat Tabel 1) akan menyebabkan emisi gas rumah kaca bertambah. Jadi dalam periode 1971 sampai 1997, pola perkembangan upward emisi gas rumah kaca yang paling besar, memiliki keterkaitan dengan pola perkembangan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan konsumsi energi listrik. Dengan demikian, fenomena-fenomena ini perlu dibuktikan lebih lanjut secara empiris, melalui analisis time series dan berbagai uji statistik lainnya.

7. Hasil Analisis dan Uji Statistik

7.1 Uji Unit Root

Setelah dicoba menguji ketiga jenis tes unit root seperti yang telah disebutkan dalam Bab Metode Penelitian, jenis tes yang paling tepat dan baik digunakan dalam penelitian ini adalah tes Kwiatkowski–Phillips–Schmidt–Shin (KPSS). Pemilihan ini tidak terlepas dari pertimbangan hasil stasioneritas variabel yang tepat, rasional dan diyakini tidak mengganggu keseimbangan hasil penelitian nantinya. Tes KPSS 2 merupakan tipe tes KPSS yang digunakan dalam uji unit root karena tren data dari variabel-variabel penelitian tidak dimulai dari nol (trend with drift).

Pada uji unit root (stasioneritas variabel) melalui tes Kwiatkowski–Phillips–Schmidt– Shin (KPSS), pembuktian stasioneritas variabel penelitian diperlihatkan dengan diterimanya null-hypothesis (H ₀) atau ditolaknya hipotesis alternatif (H a ). Tabel 2 menyajikan hasil uji unit root dengan menggunakan tes KPSS 2 terhadap keempat variabel penelitian, yaitu variabel pertumbuhan penduduk (PPOP), pertumbuhan ekonomi (GDP), konsumsi listrik (EC) dan emisi gas rumah kaca (CO).

Tabel 2. Hasil Uji Unit Root melalui Tes KPSS 2

Keputusan Variabel

Test

Nilai Kritis

0,146 0,119 Menerima H ₀*

Menolak H ₀

Menolak H ₀ ev

el GDP

0,146 0,119 Menerima H ₀*

Menolak H ₀ at

l LnEC

0,146 0,119 Menerima H ₀*

LnCO

0,146 0,119 Menerima H ₀* Menerima H₀*

*Stasioneritas variabel dibuktikan dengan diterimanya H 0 pada tingkat signifikansi 5% dan/atau 10% Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Hasil uji terhadap variabel pertumbuhan penduduk (PPOP) mendapatkan bahwa variabel ini stasioner, null-hypothesis diterima karena nilai test statistic (0,1204) lebih kecil dibandingkan nilai kritisnya (0,146). Stasioneritas ini didapat ketika variabel PPOP at level di tingkat signifikansi 5 persen.

Variabel pertumbuhan ekonomi (GDP), melalui tes yang sama, didapatkan stasioner ketika at level dengan tingkat signifikan 5. Hal ini dapat disimpulkan karena nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritis di kedua tingkat signifikansi.

Selanjutnya variabel konsumsi listrik (EC) dapat disimpulkan stasioner baik ketika dalam bentuk at level di tingkat signifikansi 5 persen. Hasil uji unit root melalui tes KPSS ini juga menunjukkan bahwa variabel emisi gas rumah kaca (CO) terbukti stasioner ketika variabel dalam bentuk at level di kedua tingkat signifikansi yaitu 5 persen dan 10 persen.

Jadi, hasil uji unit root melalui tes KPSS tipe 2 ini merupakan jenis tes yang hasil stasioneritasnya lebih lanjut digunakan dalam melakukan analisis VAR. Melalui metode ini, stasioneritas keempat variabel terbukti didapatkan ketika variabel dalam kondisi at level. Sehingga semua variabel penelitian dalam kondisi at level merupakan variabel yang akan digunakan untuk analisis VAR dan berbagai tahapan uji selanjutnya.

7.2 Uji Lag Optimal

Pengujian lag optimal untuk analisis VAR ditentukan melalui uji gabungan ketiga metode kriteria penentuan lag optimal, yaitu Akaike Information Criterion (AIC), Hannan- Quinn dan Schwarz' Information Criterion (SIC). Besar lag optimal yang efektif untuk dipilih sebagai input dalam analisis VAR, dapat diketahui melalui hasil pengujian yang terdapat pada information criteria di Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Lag Information Criteria

1 -1.48252E+01

-1.44588E+01

-1.38118E+01

2 -1.78897E+01

-1.72776E+01

-1.61835E+01

3 -1.86554E+01

-1.77968E+01

-1.62421E+01

4 -1.93554E+01

-1.82502E+01

-1.62206E+01

5 -1.92509E+01

-1.78998E+01

-1.53800E+01

-1.73098E+01 P=

6 -2.19314E+01

-2.03360E+01

Sample: 1971-2011, Variable: 4 Proses Analisis dengan Software EasyReg International, 2014

Berdasarkan hasil penentuan lag optimal menurut ketiga metode tersebut, lag yang paling optimal dan akan efektif untuk digunakan dalam analisis VAR adalah sebanyak 6 lags atau p = 6. Jumlah sampel penelitian berjumlah 41 sampel, terdapat 4 variabel penelitian dan lag optimal sebanyak 6 lags, dengan demikian jumlah derajat bebas menjadi 11 observasi.

7.3 Analisis Restricted VAR

Penelitian ini menggunakan jenis analisis VAR dengan restriksi. Metode ini digunakan karena pengaruh antar variabelnya memiliki dasar teori, sehingga restriksi ini ditentukan dengan melihat ada-tidaknya pengaruh antar suatu variabel dengan didasari teori yang ada. Restriksi koefisien persamaan VAR tersebut dapat dilihat di persamaan 3.1. Estimasi terhadap model VAR dilakukan dengan restriksi persamaan bersangkutan.

Berdasarkan hipotesis yang telah disebutkan, null-hypothesis (H ₀) ditolak berarti ada pengaruh oleh variabel x terhadap variabel y, sedangkan null-hypothesis (H ₀) diterima bermakna sebaliknya yaitu tidak ada pengaruh oleh variabel x terhadap variabel y. Lag yang digunakan adalah sebanyak 6 lags, yang didasarkan oleh Akaike information criterion (AIC), Hannan-Quinn dan Schwarz information criteria. Sebelum melakukan langkah test joint significance, terlebih dahulu melakukan estimasi OLS, estimasi SUR (sebanyak 10 kali) dan estimasi FIML. Selanjutnya dilakukan test joint significance untuk melihat ada-tidaknya pengaruh antara variabel bersangkutan.

Tabel 4 memperlihatkan hasil uji pengaruh melalui model VAR dengan restriksi. Uji pengaruh yang pertama dilakukan adalah uji pengaruh konsumsi energi listrik (EC) terhadap intensitas emisi gas rumah kaca (CO). Hasil test joint significance menunjukkan bahwa p-value