Pengaruh Tinta di Atas Kertas

Tanggal/Bulan/Tahun : 19/03/2015
Draft

:2

Pengaruh Tinta di Atas Kertas
Oleh Miftahul Zahra
Indonesia menempati urutan terbesar ke-4 dalam jumlah penduduk namun tidak satu
pun Perguruan Tinggi Indonesia yang masuk dalam daftar 200 universitas terhebat di dunia.
Hal ini karena tidak ada satu pun aspek penilaian yang diperhitungkan dari universitasuniversitas di Indonesia. Aspek-aspek penilaian tersebut, antara lain rasio mahasiswa-dosen,
jumlah dosen dan mahasiswa asing, penilaian oleh sejawat, dan citations. Malaya University
yang merupakan salah satu universitas di Malaysia menempati urutan ke-89. Kenapa ini bisa
terjadi? Padahal dulunya Malaysia pergi belajar dan berguru ke Indonesia. Ini berarti
universitas tersebut mampu memenuhi aspek-aspek penilaian yang ditentukan oleh The Times
Higher Education Supplement pada tahun 2004.
Salah satu aspek penilaian tersebut adalah karya tulis yang dihasilkan mahasiswa dan
dosen serta bagaimana eksistensinya di forum dunia. Dalam aspek ini yang dipertimbangan
adalah jumlah karya tulis dosen di media massa, akreditasi baik ditingkat nasional maupun
internasional, sejauh mana tulisan tersebut dikutip oleh ilmuwan luar negeri. Jika
diperhatikan dari segi citations, tulisan ilmuwan Indonesia banyak mengutip hasil tulisan
ilmuwan luar negeri. Tetapi apakah ada tulisan ilmuwan kita yang dikutip oleh ilmuwan

dunia?

1

Ranah tulis menulis di Indonesia sepertinya kurang mendapat perhatian dari
pemerintah. Hal ini dibuktikan dengan kurangnya pemberian penghargaan terhadap karya
tulis maupun penulisnya sendiri. Penarikan pajak dari honor pengarang dan hasil penjualan
buku. Mudahnya karya tulis tersebut dibuat kopiannya meskipun ada undang-undang yang
mengatur tentang masalah hak cipta ini seperti UU RI Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta. Walaupun begitu pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab tersebut tidak takut untuk
menjiplak atau memperbanyak karya orang lain, karena mereka tahu pemerintah tidak terlalu
mempersoalkannya. Tidak adanya tindakan nyata membuat peraturan tersebut hanya
menghiasi halaman buku layaknya sebuah pistol mainan yang ditodongkan ke arah penculik.
Kegiatan tulis menulis bukan merupakan suatu yang baru di kehidupan ini. Kegiatan
ini telah kita ‘cicipi’ sedari dini. Sejak kecil kita sudah diajarkan untuk menulis, dimulai
dengan menuliskan huruf-huruf, menulis nama sendiri, dan nama-nama anggota keluarga.
Selama menduduki bangku sekolah kita juga diajarkan untuk menulis berbagai karya tulis,
seperti pantun, puisi, cerpen, karya ilmiah, dan lain-lain. Ketika berada di Perguruan Tinggi
kita dituntut untuk bisa menulis TA, skripsi, tesis, dan disertasi sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan perkuliahan. Setelah lebih dari 12 tahun kita diajarkan untuk

menghasilkan tulisan, tentu setelah menduduki bangku perkuliahan seorang mahasiswa
dituntut siap untuk mengembangkan keterampilan menulisnya. Karya tulis tersebut tidaklah
sembarang karya tulis. Karya tulis tersebut diharapkan dikenal dan digunakan oleh khalayak
luas.
Perguruan Tinggi tidak seharusnya terlalu berbangga diri dengan telah mencetak
ribuan lulusan, karena itu saja tidak cukup membuat dunia melirik kita. Prestasi yang dicapai
lulusannya dan pengaruh atau perannya dalam perkembangan IPTEK serta produk berguna
yang dihasilkan merupakan hal penting untuk dinilai dan dipertimbangkan. Sia-sia saja jika
lulus dari sebuah universitas ternama namun masih menenteng ijazah kemana-mana. Banyak
2

sarjana di Indonesia menyandang gelar sebagai sarjana pengangguran dan tidak terpakai di
negaranya sendiri. Bidang perekonomian penting seperti pertambangan banyak dikelola dan
dipimpin oleh orang luar, sedangkan orang Indonesia menjadi buruh di rumahnya sendiri.
Jika di negara sendiri saja tidak terpakai apalagi di negara orang lain yang tidak mengenal
kita.
Perguruan Tinggi seringkali menargetkan dosennya dari segi akademis saja namun
melupakan produksi karya tulis mereka. Berdasarkan segi akademis kita hanya dapat
mengukur tingkat kecerdasan seseorang saja. Sedangkan dari segi tulisan kita tidak hanya
dapat mengukur tingkat kecerdasan penulisnya, tetapi juga kreativitas yang dimilikinya,

bagaimana pola pikirnya, sifat dan karakternya, serta perasaan atau suasana seperti apa yang
ia rasakan saat ia menulis karyanya tersebut. Apalagi karya yang ia hasilkan diterima di
kancah internasional. Alangkah suksesnya sebuah Perguruan Tinggi jika mahasiswa dan
dosennya mampu menggabungkan keahlian di bidang akademis dan keahlian di bidang tulis
menulis. Ia menerapkan pengetahuan yang ia miliki ke dalam tulisannya sehingga
menghasilkan karya yang tidak hanya bernilai sastra namun juga ilmiah yang didukung oleh
data-data konkrit dan terpercaya.

3

Kolaborator 1: ............................ Tanggal: ......................... Paraf: .........................
Kolaborator 2: ............................ Tanggal: ......................... Paraf: .........................
Kolaborator 3: ............................ Tanggal: ......................... Paraf: .........................
Kolaborator 4: ............................ Tanggal: ......................... Paraf: .........................

4