Implementasi Program Pemberdayaan Masyar pdf
WORKING PAPER COMMUNITY EMPOWERMENT
Oleh: Ginanjar Syamsuar
MAGISTER PERENCANAAN & KEBIJAKAN PUBLIK
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA 2009
PEMBANGUNAN SARANA AIR BERSIH BERBASIS MASYARAKAT
(Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat di Desa Bhunta Kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya)
Bab I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
a. Pemberdayaan Masyarakat Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia (people centred development) dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program pembangunan (partisipasi pembangunan). Karena dengan adanya partisipasi dari masyarakat penerima program, maka hasil pembangunan tersebut akan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat itu sendiri. Partisipasi masyarakat akan terjadi apabila pelaku atau pelaksana program pembangunan di daerahnya adalah orang-orang, organisasi, atau lembaga yang telah mereka percaya integritasnya, serta apabila program tersebut menyentuh inti masalah yang mereka rasakan dan dapat memberikan manfaat terhadap kesejahteraan hidupnya. Pemberian kewenangan kepada masyarakat setempat yang tidak hanya untuk menyelenggarakan kegiatan atau program
pembangunan, tetapi juga untuk mengelola program tersebut akan mendorong masyarakat untuk mengerahkan segala kemampuan dan potensinya demi keberhasilan kegiatan/program tersebut. Pada gilirannya keberdayaan masyarakat setempat akan menjadi lebih baik sebagai akibat dari meningkatnya kemampuan dan kapasitas masyarakat.
Terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat perlu didampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian (Soegijoko dkk, 1997: 179). Arah baru strategi pembangunan diwujudkan dalam bentuk: (1) upaya pemihakan kepada yang lemah dan pemberdayaan masyarakat, (2) Terdapat tiga pendekatan dalam pemberdayaan masyarakat. Pertama, pendekatan yang terarah, artinya pemberdayaan masyarakat harus terarah yakni berpihak kepada orang miskin. Kedua, pendekatan kelompok, artinya secara bersama-sama untuk memudahkan pemecahan masalah yang dihadapi. Ketiga, pendekatan pendampingan, artinya selama proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat perlu didampingi oleh pendamping yang profesional sebagai fasilitator, komunikator, dan dinamisator terhadap kelompok untuk mempercepat tercapainya kemandirian (Soegijoko dkk, 1997: 179). Arah baru strategi pembangunan diwujudkan dalam bentuk: (1) upaya pemihakan kepada yang lemah dan pemberdayaan masyarakat, (2)
Untuk merealisir arah baru pembangunan tersebut, maka perlu lebih mempertajam fokus pelaksanaan strategi pembangunan yaitu melalui penguatan kelembagaan pembangunan masyarakat maupun birokrasi. Penguatan kelembagaan pembangunan masyarakat dilaksanakan dengan menggunakan model pembangunan partisipatif yang bertujuan untuk mengembangkan kapasitas masyarakat dan kemampuan aparat birokrasi dalam menjalankan fungsi lembaga yang berorientasi pada kepentingan rakyat.
b. Pembangunan Sarana Air Bersih Berbasis Masyarakat Air bersih adalah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dan mendasar
dalam kehidupan manusia. Secara umum, sumber daya alam air digunakan untuk keperluan rumah tangga, pertanian, industri, dan peternakan. Secara khusus, air bersih dan higienis digunakan untuk minum, memasak, mencuci dan mandi. Kekurangan air bersih berarti akan mengganggu kehidupan manusia, mengingat lebih dari 50 persen kegiatan manusia sehari-hari mempergunakan air.
Minimnya sarana penyediaan air bersih yang dihadapi oleh masyarakat telah menimbulkan persoalan-persoalan lain di masyarakat, seperti tingginya pengeluaran masyarakat untuk memperoleh air bersih serta gangguan penyakit kulit akibat penggunaan air yang keruh dan tidak higienis. Hal ini sangat mengganggu masyarakat dari sisi kesehatan terutama anak-anak dan perempuan yang lebih sering melakukan kegiatan dengan mempergunakan air.
Sesuai dengan kebijakan umum dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat, maka dalam upaya membangun sarana dan prasarana air bersih dan penyehatan lingkungan harus berdasarkan pendekatan tanggap kebutuhan, yang menempatkan masyarakat pada posisi teratas dalam pengambilan keputusan, baik dalam hal pemilihan sistem yang akan dibangun (pilihan teknologi), pola pendanaan, maupun tata cara pengelolaannya.
Dalam kaitannya dengan pilihan teknologi tepat guna penyediaan air bersih tersebut di atas, maka program kegiatan pembangunan sarana air bersih dalam hal ini harus mempertimbangkan berberapa faktor berikut:
(1) Ketersediaan jenis sumber air baku yang dapat dimanfaatkan; (2) Jumlah biaya yang dibutuhkan serta kemampuan masyarakat untuk
memberikan kontribusi pembangunan; (3) Kompleksitas teknologi dan kesiapan masyarakat untuk mengelola
teknologi yang telah dipilih; (4) Nilai manfaat, kemudahan penggunaan dan kesinambungan terhadap opsi
teknologi yang dipilih.
2. Permasalahan
Sebagai akibat bencana gempa bumi dan tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias maka sumber/sarana air dan sanitasi rusak karena limpahan air laut dan terjangan tsunami, masyarakat bukan hanya kehilangan sumber air dan sarana sanitasi tetapi juga anggota keluarga, sanak dan saudara. Keadaan ini memperlemah kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sarana air minum dan sanitasi (penyehatan lingkungan).
Desa Bhunta di wilayah kecamatan Krueng Sabee kabupaten Aceh Jaya merupakan salah satu desa yang semua sumber/sarana air bersihnya rusak parah dari hampir semua desa yang ada di wilayah kabupaten Aceh jaya yang terkena dampak bencana alam tersebut. Pada awal tanggap darurat kebutuhan akan air bersih setelah relokasi penduduknya mulai tertata kembali dipenuhi oleh bantuan dari berbagai organisasi internasional sebagai donor seperti CARE International dan lainnya, akan tetapi sifatnya darurat dimana sumber air bersih yang digunakan tidak bersifat permanen (sifatnya tanggap darurat) walaupun bangunan penampung air yang dibangun bersifat kokoh dan permanen, sehingga seiring dengan waktu sumber air yang digunakan banyak yang tidak keluar airnya atau dampak intrusi air laut sudah mulai terasa yang mengakibatkan kualitas air sudah tidak layak kembali. Sedangkan berbagai program bantuan hibah lain seperti ADB yang salah satunya bekerja berbasiskan masyarakat kecukupan dana untuk cakupan kerja sudah terbatas peruntukannya, begitu juga berdasarkan pertimbangan lain seperti topografi dan sebaran penduduk yang relatif terpencar adalah merupakan kendala tersendiri yang sangat diperhatikan oleh berbagai sumber donor lain. Sehingga hal ini merupakan cobaan yang sangat berat bagi masyarakat desa Bhunta tersebut, mengingat kebutuhan akan ketersedian air bersih saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakatnya.
Berdasarkan potensi yang dicerminkan oleh data eksisting hasil identifikasi masalah maka yang mengakses ketersidaan air bersih ditampilkan dalam tabel berikut:
Total Total (%) Jumlah penduduk
64 34 19 117 100 Akses awal kepada air bersih *) (KK) :
Jumlah Rumah tangga (KK)
2 4 2 8 7,08 *) Maksudnya: akses yang baik kepada sarana air bersih
Akses awal kepada jamban (KK) :
Dari data tersebut diatas tampak bahwa akses terhadap air bersih yang layak sangat kecil sekali, sehingga permasalahan tersebut merupakan potensi yang perlu diperhatikan untuk memprioritaskan pembangunan sarana air bersih.
3. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut di atas maka tujuan dari program pemberdayaan masyarakat ini adalah:
1. Penyiapan, pengembangan, pemantapan kelembagaan masyarakat di tingkat masyarakat sehingga dapat mengkoordinasikan dan mengorganisasikan dalam rangka pelaksanaan kegiatan program pembangunan sarana air bersih;
2. Pembangunan Sarana Air Bersih berbasis masyarakat.
3. Peningkatan kemampuan dan keterampilan perseorangan dan kelompok masyarakat didalam pengelolaan keberadaan sarana air bersih masyarakat demi menjaga kesinambungan.
4. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian pada latar belakang disampaikan bahwa ketersedian akan air bersih saat ini sangat dibutuhkan sekali oleh masyarakat desa Bhunta kecamatan Krueng Sabee kabupaten Aceh Jaya, dimana hal ini ditunjukan pula oleh kecilnya nilai cakupan sarana air bersih pada data eksisting-nya. Dipihak lain sumber donor yang sebelumnya ada di wilayah tersebut sudah tidak bisa memenuhinya lagi karena dengan keterbatasan dana yang dimilikinya serta keadaan topografi wilayah yang menjadi kendala. Akan tetapi dipihak masyarakat keberadaan akan sarana air bersih tersebut sangatlah dibutuhkan terlebih sumber air yang ada dan digunakan sekarang sudah tidak mencukupi kebutuhan.
Dengan adanya dukungan penuh dari pihak pemerintah desa setempat serta keinginan masyarakat untuk melaksanakannya secara bersama dan mandiri, maka pelaksanaan pembangunan sarana air bersih berbasis masyarakat di desa Bhunta kecamatan Krueng Sabee kabupaten Aceh jaya dilaksanakan berdasarkan partisipasi masyarakat dengan mengimplementasikan metode pemberdayaan masyarakat MPA (Methodology for Participatory Assessment) yang biasa digunakan untuk pemberdayaan masyarakat didalam bidang pembangunan sarana air bersih, dimana metode ini adalah merupakan paduan antara metode partisipatif dasar umum dengan metode pokok untuk mendorong kesinambungan teknis pembangunan sistem sarana air bersih secara khusus.
Didalam metoda MPA tersebut kerangka pemikiran program pembangunan sarana air bersih pelaksanaanya mengikuti phase-phase pokok sebagai berikut:
(1) Phase persiapan masyarakat;
Pada phase ini yang dilakukan adalah sosialisasi program pemberdayaan mengenai pembangunan sarana air bersih kepada seluruh anggota masyarakat desa dengan teknis pelaksanaan merujuk kepada kesiapan masyarkat melalui koordinasi pimpinan setempat atau tokoh masyarakat/agama, saat pelaksanaannya dilakukan secara partisipatif untuk tujuan pemahaman tentang program kegiatan sehingga dihasilkan kesepakatan bersama secara kolektif.
(2) Phase identifikasi masalah dalam penentuan opsi teknis dan pembentukan tim kerja masyarakat (TKM);
Pada phase ini adalah merupakan tindak lanjut dari tahapan pertama, adapun yang menjadi fokus kegiatan adalah pada masalah pengumpulan informasi yang berkaitan dengan program kegiatan pembangunan sarana air bersih untuk selanjutnya dilakukan identifikasi masalah guna penentuan opsi teknis sarana tersebut. Selanjutnya apabila telah didapatkan kesepakatan opsi teknis yang dipilih, lalu dibentuk kepanitiaan sebagai tim kerja masyarakat yang dilaksanakan secara demokratis dan partisipatif masyarakat melalui suatu rembug masyarakat (community gathering).
(3) Phase penyusunan rencana kerja masyarakat;
Pada phase ini tim kerja masyarakat dengan difasilitasi oleh fasilitator membuat rencana kerja masyarakat untuk pembangunan sarana air bersih sesuai opsi yang dipilih, dimana isi yang dimuat didalam dokumen rencana kerja masyarakat tersebut meliputi Rencana Anggaran Biaya (RAB), jadwal pelaksanaan kegiatan, dan sumber biaya pembangunan.
(4) Phase pelaksanaan rencana kerja masyarakat;
Phase ini adalah tahapan implementasi rencana kerja masyarakat sesuai yang telah dituangkan didalam dokumen RKM-nya. Baik itu pengadaan material bangunan, teknis dan jadwal pelaksanaan.
Kesemua tahapan tersebut pelaksanaannya dilakukan berdasarkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat merasa memiliki atas sarana air bersih yang dibangunnya serta jaminan kesinambungan (sustainability) sarana akan terjaga. Sedangkan untuk mendampingi masyarakat didalam pelaksanaan rangkaian kegiatannya adalah dibantu oleh fasilitator masyarakat yang secara kemampuan memahami dan mengetahui teknis pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan.
Dari uraian keterangan diatas maka secara bagan dapat dibuat diagram kerangka pemikiran dalam rangka pembangunan sistem sarana air bersih berbasis masyarakat
sebagai berikut: Gambar 1. Diagram Bagan Kerangka Pemikiran Pembangunan Sistem Sarana Air Bersih
berbasis Masyarakat.
Kondisi existing
Penyediaan Air
mendesak
Bhunta
Bersih yang
Air Bersih
memprihatinkan akibat tsunami
Kesiapan Masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan Pemeliharaan Sistem Sarana Air Bersih
MPA (Methodology for Participatory Assessment)
Kesinambungan
Teknik SAB
Partisipatif
Tahap Persiapan
Sosialisasi, Identifikasi, dan
Masyarakat
Pembentukan Tim Kerja
dan Identifikasi Masalah
Masyarakat (TKM)
Tahap
Penentuan opsi teknik
Penyusunan
sistem SAB dan Proses Pembuatan Rencana Kerja
Rencana
Masyarakat
Kerja Masyarakat
Proses Implementasi
Konstruksi
Tahap Pelaksanaan Rencana Kerja
Rekomendasi Kebijakan
Hasil (Ouput) Konstruksi Masyarakat
Pengelolaan Sistem Sarana Air Bersih Basis Masyarakat
(Sistem Sarana Air Bersih)
5. Metode
Program kegiatan pembangunan sarana air bersih berbasis masyarakat dilaksanakan dengan mengimplementasikan metode pemberdayaan masyarakat MPA (Methodology for Participatory Assessment).
Alasan Metode MPA diterapkan didalam pemberdayaan ini karena metode MPA adalah suatu metode pemberdayaan masyarakat yang secara khusus diterapkan untuk proses pembangunan sistem sarana air bersih basis masyarakat dan disamping itu metode ini berdasarkan pengalaman yang sudah menggunakan metode MPA adalah lebih mudah untuk diterima dimasyarakat karena praktis dan sederhana serta tidak banyak ketergantungan terhadap adanya fasilitator, selain itu metode ini digunakan tidak hanya dalam masa pelaksanaan kegiatan saja melainkan terus menerus secara sinambung, sehingga dapat menuntut dan memicu masyarakat untuk dapat mandiri.
Secara jelas Metodologi dan Instrumen yang terkandung dalam metode MPA ini terdiri atas penerapan metode-metode dasar sebagai berikut:
1. Metode Partisipatif Metode partisipatif mendorong keikutsertaan setiap pribadi didalam suatu proses kelompok tanpa memandang usia, jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang pendidikan. Metode ini terbukti sangat berguna untuk mendorong keikutsertaan kaum perempuan (yang selama ini kurang berperan dalam proses pembangunan dan agak tersisihkan ). Metode partisipatif dirancang untuk membangun rasa percaya diri dan rasa tanggung jawab atas keputusan yang diambilnya. Metoda partisipatif mencoba membuat proses pengambilan keputusan sebagai pekerjaan yang mudah dan menyenangkan. Hal tersebut dirancang untuk perencanaan pada tingkat masyarakat. Para peserta belajar satu sama lain dan mengembangkan rasa saling menghargai atas pengetahuan dan keterampilan orang lain.
Dalam memfasilitasi setiap kegiatan, dipilih metode yang tepat dan lazim digunakan dalam program perbaikan sarana Air Bersih masyarakat secara partisipatif dengan tetap menerapkan cara-cara yang selama ini dianggap
efektif. Metode MPA (Methodology for Participatory Assessment) menjadi efektif. Metode MPA (Methodology for Participatory Assessment) menjadi
Pendekatan MPA membantu orang merasa lebih percaya diri dan yakin akan kemampuannya untuk berbuat sesuatu untuk menjadikan masyarakatnya lebih baik. Perasaan memiliki keberdayaan dan tumbuhnya kepribadian dalam diri masyarakat, sama pentingnya dengan perbaikan fisik seperti terbangunnya sistem sarana air bersih. Dalam implementasinya, dikembangkan instrument wangkongan (informal meetings), diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion), serta temu warga (Community Gathering). Beberapa Alat dan atau Instrumen yang digunakan didalam kegiatan penerapan metode Partisipatif adalah sebagai berikut:
a. Pertemuan Informal (Informal Meetings)
Instrumen ini menjadi bagian penting yang digunakan fasilitator terutama untuk memperoleh hasil yang kualitatif yang tidak dapat dicapai dalam FGD maupun community gathering. Melalui instrument ini dapat dilakukan klarifikasi dan konfirmasi data, fasilitasi konflik kepentingan (bila terjadi), serta hal-hal lain guna kelancaran kegiatan. Informal meeting dilakukan secara kondisional, setiap saat dianggap perlu. Dengan instrument ini pula fasilitator dapat tetap melakukan improvisasi- improvisasi langkah, terutama dalam upaya mendekati warga menuju terbangunnya pemahaman dan kesepakatan.
b. Kuesioner
Guna memperoleh data awal (baseline data) yang akurat, dirancang format kuesioner yang sederhana namun dapat memenuhi keperluan data yang dibutuhkan. Penyebaran kuesioner dilakukan oleh local researcher dengan panduan dari fasilitator dengan mengunjungi setiap keluarga yang terdapat di dua wilayah pembangunan sarana air bersih ini.
c. Focus Group Discussion (FGD)
Pada tahapan ini, kegiatan diskusi kelompok terfokus dan diarahkan agar terjadinya proses assessment oleh warga dengan menggunakan alat (tools) yang telah dipersiapkan. Alat yang digunakan tersebut berhubungan dengan peringkat kesejahteraan, pemetaan sosial, jalur penyebaran penyakit serta perilaku baik/buruk masyarakat yang berhubungan dengan kebersihan. Pada Pada tahapan ini, kegiatan diskusi kelompok terfokus dan diarahkan agar terjadinya proses assessment oleh warga dengan menggunakan alat (tools) yang telah dipersiapkan. Alat yang digunakan tersebut berhubungan dengan peringkat kesejahteraan, pemetaan sosial, jalur penyebaran penyakit serta perilaku baik/buruk masyarakat yang berhubungan dengan kebersihan. Pada
d. Community Gatherings
Merupakan instrumen sosialisasi program serta forum untuk menyepakati temuan dan rencana yang dihasilkan dalam FGD yang melibatkan seluruh masyarakat di wilayah ini. Setiap warga memiliki peluang serta hak yang sama untuk turut mengemukakan pendapatnya, kritik dan saran terhadap hasil dari FGD, termasuk penyepakatan rencana tindak lanjutnya.
e. Pelatihan (Trainings)
Pada tahapan ini, kelompok pengguna sarana air bersih diberi pelatihan tentang bagaimana nanti operasional dan pemeliharaan sarana tersebut setelah beroperasi. Disamping itu juga diberi pemahaman tentang organisasi diantaranya administrasi organisasi, administrasi keuangan, dan mekanisme pembuatan aturan main antara kelompok dengan pengguna.
2. Metode Kesinambungan Teknik Sistem Sarana Air Bersih (SAB) Metode ini adalah merupakan suatu metode pendekatan yang khusus memperhatikan segi kesinambungan pengelolaan dan penggunaan sistem Sarana Air Bersih (SAB) untuk mendorong agar kesinambungan dapat terjadi, yaitu dengan cara memperhatikan 5 aspek kesinambungan sebagai berikut:
a. Kesinambungan Teknis Pertimbangan jenis teknologi yang dimanfaatkan sesuai dengan kondisi di masyarakat.
b. Kesinambungan Finansial Pertimbangan biaya operasi dan pemeliharaan serta iuran melibatkan semua kelompok masyarakat (Kaya/Miskin, Laki/Perempuan). Yang pada prinsipnya teknik SAB yang dipilih tidak memberatkan masyarakat dalam hal penentuan iuran untuk operasi dan pemeliharaan.
c. Kesinambungan Lingkungan
Teknik SAB yang dipilih harus memperhatikan aspek lingkungan dalam kaitannya dengan sumber air yang dimanfaatkan dan pembuangan air yang telah dimanfaatkan.
d. Kesinambungan Institusi Dalam proses pembentukan badan pengelola harus memperhatikan kesetaraan gender dan pelibatan kelompok miskin, serta mewujudkan nilai- nilai demokrasi dan transparansi. Selain itu dalam kaitannya dengan pengembangan kemampuan melalui pelatihan juga harus melibatkan kelompok miskin dan kesetaraan gender, baik dalam menentukan jenis pelatihan maupun peserta pelatihan.
e. Kesinambungan Sosial Seluruh kelompok masyarakat (miskin/kaya, laki-laki/perempuan) diberikan pilihan seperti opsi teknologi, jenis sarana, tingkat pelayanan, jenis pelatihan termasuk kelompok masyarakat yang disertakan serta memperhatikan nilai-nilai Demand Responsive Approach (DRA).
3. Time Frame / Rencana Jadwal Kegiatan
Berdasarkan pada tahapan metoda MPA maka rencana jadwal kegiatan (time frame) pembangunan sarana air bersih di desa Bhunta pelaksanaanya dijadwalkan sebagai berikut:
Waktu, Minggu ke- dalam Bulan ke-
No. Jenis kegiatan
IV V VI 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
I II III
A.Phase persiapan masyarakat 1 Sosialisasi kegiatan
B.Phase identifikasi masalah 1 Pengumpulan
informasi 2 Penentuan opsi
3 Pembentukan panitia (TKM) C.Phase penyusunan rencana kerja masyarakat 1 Kompilasi data
2 Penjabaran kegiatan yang dipilh 3 Penyusunan RAB
4 Editing dan dokumentasi RKM D.Phase pelaksanaan RKM
1 Rembug masyarakat untuk kegiatan 2 Community capacity building 3 Pengadaan material
4 Pembangunan SAB 5 Operasi maintenan
E.Monitoring 1 Monitoring Evaluasi 2 Monitoring
Kesinambungan
Bab II. GAMBARAN UMUM DAN PROFIL LOKASI STUDI
1. Gambaran Umum Situasi Desa.
Desa Bhunta adalah salah satu desa di kecamatan Krueng Sabee Kabupaten Aceh Jaya dengan luas area 535 Ha. Ketika bencana gempa bumi dan tsunami melanda Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam desa ini tidak mengalami kerusakan yang berarti karena jarak desa ini dengan garis pantai sekitar 7 km. Akan tetapi walaupun desa ini bukan desa yang parah dilanda Tsunami, namun cukup menerima imbas dari bencana yang terjadi dimana semua jalur transportasi terputus, saluran listrik mati total, sumber sarana air bersih rusak dan di perparah dengan minimnya persediaan makanan yang dimiliki masyarakat desa ini. Selain itu desa ini juga menjadi salah satu basis penampungan pengungsi dari desa lain yang terkena tsunami, diantaranya dari Desa Cot Trap, Leung Gayo, Paya Baro, Alue Ambang , Tanoh Manyang serta desa-desa lainnya di kecamatan Krueng Sabee dan hal ini cukup menimbulkan permasalahan di Desa Bhunta.
Seiring dengan kedatangan pengungsi ke desa ini, secara langsung maupun tidak langsung masyarakat desa ini mempengaruhi situasi dan kondisi kehidupan sosial baik itu permasalahan kebutuhan pokok, tempat tinggal dan masalah –masalah lainnya sebagai akibat pembauran.
Sekarang masyarakat Desa Bhunta secara perlahan telah memulai kembali aktivitas seperti dahulu dimana para petani sudah mulai kembali bercocok tanam di persawahan mereka walaupun banyak permasalah yang mereka hadapi dalam menjalankan usaha mereka, diantaranya areal sawah yang rawan banjir dan terendam ketika musim hujan dan hal ini juga diperparah dengan rusaknya tanggul penyangga aliran sungai yang melalui wilayah desa.
Walaupun masih banyak permasalahan bagi warga khususnya petani menjalankan usaha pertanian akan tetapi mereka tetap melakukan cocok tanam karena sangat didukung oleh areal persawasahan yang cukup luas yaitu sekitar 150 Ha. Ini merupakan potensi primadona yang dimiliki oleh Desa Bhunta disamping potensi –potensi lainnya yang belum tergali diantaranya usaha perternakan, penambangan pasir/galian C dan areal perkebunan kelapa dan lain-lain.
Sebagai gambaran umum, masyarakat saat ini sedang merencanakan kembali untuk turun kesawah guna melanjutkan usaha pertanian. Disamping itu juga ada beberapa perencanaan yang bersifat infrastruktur diantaranya pembangunan atau rehab tempat ibadah (Mesjid Desa) Bhunta, sarana Air Bersih dan pembukaan jalan untuk mengakses potensi SDA desa berupa pasir di Sungai.
2. Kondisi Fisik
a. Geografi
Luas wilayah desa Bhunta adalah 535 Ha, dimana disebelah utara berbatasan dengan hutan Seumira, sebelah Selatan berbatasan dengan desa Rambong Payong, sebelah barat berbatasan dengan desa Tanoh Anoe, dan disebelah timur berbatasan dengan desa Pulo Tinggi. (Lampiran 1. Gambar peta lokasi) Desa Bhunta terdiri atas 2 (dua) dusun, yaitu dusun Masa Jaya dan dusun Masa Karya. Sedangkan jarak desa Bhunta ke pusat pemerintahan kecamatan sejauh
3 km, ke ibu kota kabupaten 33 km, dank ke kota provinsi sejauh 420 km.
b. Demografi
Tabel 1: Data Dasar Penduduk
Sebelum Tsunami
Setelah Tsunami
Dusun
Dusun Masa
Masa Karya Kepala
Masa Jaya
Karya
Masa Jaya
63 54 117 Keluarga (KK)
Jumlah jiwa
Jenis Kelamin
S1 3 2 5 3 2 5 Diploma
Kelompok Usia
0-5 th 20 25 45 18 30 48 5-17 th
50 60 110 17-50 th
75 90 165 50 th keatas
Yatim/piatu 6 8 14 6 8 14 Ibu hamil
2 1 3 3 2 5 Ibu menyusui 2 1 3 3 2 5 Ibu menyusui
Sarana dan prasarana/infrastruktur yang dimiliki desa Bhunta terdiri atas: Jalan sepanjang 6700 m dimana sepanjang 300 m beraspal, 3400 m berpasir, dan sepanjang 3000 m kondisi rusak total. Listrik, Desa Bhunta paska gempa bumi dan gelombang tsunami tidak menikmati lagi pelayanan listrik karna rusak total dan kondisi ini diperparah dengan dicurinya jaringan kabel aliran oleh pihak-pihak tidak bertangguang jawab. Telepon, Jaringan telepon belum pernah ada di Desa Bhunta baik pra atau pasca gempa bumi dan gelombang tsunami. Kepemilikan tanah, Pada umumnya warga Bhunta belum memiliki sertifikat kepemilikan tanah dari Badan Pertanahan Nasional. Untuk gambaran status kepemilikan dan batas tanah tersebut, di dapat berdasarkan informasi dari hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh komponen Community Land Mapping –LOGICA–AIPRD.
Tabel 2: Status Kepemilikan Tanah
Dusun Masa Dusun Masa Jaya Karya
Jumlah Persil
57 96 Status Pemilik Hidup
54 95 Status ahli waris
3 1 Status pemilik tidak ada keterangan
3 1 Kebun/sawah/tanah kosong
3 17 Bangunan rumah
50 71 Bangunan Kedai 50 71 Bangunan Kedai
Tabel 3: Ketersediaan Fasilitas Umum
Jenis
Ukuran/Daya Tampung
Kondisi
Mesjid
Perlu renovasi Meunasah
20x 30 m2/ 100 Orang
Perlu renovasi Kantor/Balai Desa
5 x 7 m2/ 150 Orang
Terendam Banjir ketika hujan Balai Pengajian/TPA
10 x 6 m2/ 20 Orang
5 x 7 m2/ 100 Orang
Semi permanen dan perlu rehab
Balai/gedung pertemuan
7 x 18 m2/ 100 Orang
Dalam tahap pengerjaan (Bantuan AIPRD_LOGICA)
MCK Umum
2 Unit (1,5x 3 m2/ 4
1 unit tidak berfungsi
Orang
Lapangan olah raga (voley
Tidak aktif dan lapangan tidak ball)
20 x 20 m2 / 12 orang
terawat Kuburan Umum
1,5 Ha / 3 Lokasi
Bagus
Pesantren
50 x 60 m2/ 300 Orang
Masih aktif / kondisi bangunan tempat belajar semi permanen
e. Sumber-sumber air yang bisa diakses masyarakat
Tabel 4: Ketersediaan sumber air bersih
Sumber
Pengguna Kedalaman Kualitas
Kondisi
# Air Unit
Keteranagan/Lokasi Hancur Rusak
1 Sumur
gali Maksimum 10 m 140
15 dari rumah penduduk 2 Sumur gali
2 - - umum 3 Sumur
2 10 6 Baik
Keruh kalo musim Tadah
- hujan hujan
Baik
4 PDAM -
- Belum ada 5 Sungai
- Jauh dibatas desa 6 Danau
- Ditengah Mukim gunung
1 Umum
Baik
Sumber: (Kantor Desa – masyarakat: 2008) Sumber: (Kantor Desa – masyarakat: 2008)
Pada umumnya masyarakat Desa Bhunta belum mempunyai system sanitasi dan saluran pembuangan yang baik. Buangan limbah rumah tangga di salurkan ke pekarangan belakang berupa kubangan. Sebahagian besar rumah penduduk di Desa Bhunta belum memiliki MCK yang layak.
3. Potensi ekonomi
Beberapa potensi ekonomi yang dimiliki oleh desa Bhunta diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Ketrampilan mata pencaharian
Pada umumnya penduduk desa Bhunta hanya mempunyai ketrampilan dasar sebagai petani maupun tukang bangunan.
b. Sumber-sumber mata pencaharian pokok dan usaha sampingan
Tabel 5: Jenis mata pencaharian
Jenis Mata
Keterangan Pencaharian Utama
Jumlah
Termasuk bengkel las, Bengkel
L: 2
P: -
sepeda motor dll
Pada umumnya pegawai PNS
L: 2
P: 2
golongan menengah
Jualan kecil-kecilan atau Pedagang
L: 25
kios dan warung Sumber: (Kantor desa dan penduduk: 2008)
P: -
c. Jenis mata pencaharian dan perlengkapan/peralatan yang digunakan
Tabel 6: Perlengkapan mata pencaharian
Jenis mata
Peralatan yang
pencaharian/ usaha Keterangan
digunakan
sampingan
a. Perlengkapan
Perlu pelatihan Modal Tukang
pertukangan
usaha kurang
b. Gergaji,palu,meteran
a. Cangkul
Tractor yang tersedia
tidak sesuai dengan Petani
b. Parang
c. Hand traktor
luas area pertanian /sawah
Sumber: (Kantor desa dan penduduk: 2008) Sumber: (Kantor desa dan penduduk: 2008)
Tabel 7: Potensi Sumber Daya Alam
Jenis
Luas/Unit
Keterangan
Para petani belum turun Sawah
150 Ha
kesawah karena areal persawahan terendam
Produksi buah kelapa Sebagian Ladang
10 Ha
area terendam di musim hujan Tanaman keras
Kebun
35 Ha
(durian,rambutan,Mangga) Total keseluruhan pemukiman
Rawa- rawa yang tidak digarap Pohon produksi / perkebunan
7 Ha
35 Ha
Kelapa penghasil kopra Areal wilayah Desa yang tidak
Tanah Kosong
33 Ha
produktif
Sumber: (Kantor desa dan penduduk: 2008)
4. Kesehatan
a. Fasilitas dan Pelayanan Kesehatan
Di Desa Bhunta tidak ada fasilitas kesehatan yang berbentuk bangunan (infrastruktur) maupun tenaga medis yang menetap, fasilitas kesehatan yang ada di desa hanya Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) yang jadwal aktifitasnya adalah seminggu sekali. Warga desa umumnya memperoleh pelayanan kesehatan di PUSKESMAS yang terletak di pusat Kecamatan dengan jarak tempuh dari desa sekitar 3 km, yang dapat dicapai dengan kendaraan roda dua milik pribadi dan kendaraan umum yaitu becak mesin. Untuk keperluan pelayanan yang bersifat mendesak atau darurat seperti ibu melahirkan biasanya warga desa Bhunta menjemput bidan atau mantra kesehatan yang ada di desa lain dan terkadang menggunakan jasa Bidan Kampung (dukun terlatih).
b. Pola Penyakit
Kasus penyakit yang sering diderita warga desa Bhunta adalah Malaria, Reumatik (lumpuh sementara), Batuk dan penyakit musiman seperti Diare, gatal-gatal (scabies) yang ditimbulkan oleh genangan air karena banjir. Hal ini dialami warga setiap tahunnya.
c. Akseptor KB
Di desa Bhunta terdapat 75 pasangan usia subur dan tidak ada data valid untuk pasangan atau keluarga pengguna alat kontrasepsi dari program Keluarga Berencana (KB). Pada umumnya warga Desa menggunakan sistem dan alat kontrasepsi tradisional yang telah dilakukan turun –temurun dan masih berlangsung sampai sekarang.
5. Sosial dan Budaya
a. Pola kegiatan harian
Tabel 8: Pola kegiatan harian versi Ibu rumah tangga
Waktu (WIB) Jenis Kegiatan
1 05:00 s/d 10:00 Bangun pagi, shalat Shubuh, masak, cuci pakaian, cuci piring, ngopi.
2 10:00 s/d 12:00 Bekerja ke sawah, kebun, bersih rumah. ngurus anak.
3 12:00 s/d 14:00 Masak siang. Istirahat, makan siang
4 14:00 s.d 16:00
Istirahat, tidur siang
5 16:00 s/d 17:00
Mandi, shalat ashar
6 17:00 s/d 18:00
Santai. nonton, ngurus anak
7 18:00 s/d 19:30 Shalat magrib,ke mesjid, wirid yassin
8 19:30 s/d 20:00
Shalat Isya
9 20:00 s/d 22:00 Nonton, istirahat, ngumpul dengan keluarga
10 22:00 s/d 05:30
Istirahat, tidur
Pola kegiatan harian versi keluarga petani Waktu (WIB)
Jenis Kegiatan
1 05:00 s/d 07:00 Bangun pagi, shalat Shubuh, ngopi,sarapan pagi
2 07:00 s/d 08:00 Bekerja ke sawah, bersih peralatan, bersih rumah.
3 08:00 s/d 12:00 Bekerja ke sawah. ladang dan kebun
4 12:00 s.d 14:00
Istirahat, tidur siang, Shalat
5 14:00 s/d 17:00
Kembali bekerja ke sawah, ladang
6 17:00 s/d 18:00 Mandi, shalat Ashar, mandi, kumpul dengan keluarga, istirahat,
7 18:00 s/d 19:30 Ke mesjid , shalat magrib, makan malam
8 20:00 s/d 22:00 Nonton, Istirahat, ngumpul dengan keluarga
9 22:00 s/d 05:30
Istirahat, tidur
Pola kegiatan harian versi pemuda – pemudi Waktu (WIB)
Jenis Kegiatan
1 06:00 s/d 08:00 Bangun pagi, shalat shubuh, ngopi,sarapan pagi.
2 08:00 s/d 12:00
Kerja, ke sawah, Ke ladang
3 12:00 s.d 14:00 Istirahat, tidur siang, Shalat, nonton, kumpul dengan kawan
4 14:00 s/d 17:00
Kembali kerja
5 17:00 s/d 18:00 Mandi, Shalat Ashar, jalan-jalan, santai, nonton
6 18:00 s/d 20:00 Shalat magrib, ke mesjid, makan malam
7 20:00 s/d 30:00 Santai, kumpul-kumpul, nonton TV
8 22:00 s/d 06:00 Istirahat, tidur
6. Hubungan Kelembagaan, Partisipasi sosial, dan Sensitivitas Gender
a. Hubungan Kelembagaan
Hunbungan kelembagaan yang terdapat di desa Bhunta, kecamatan Krueng Sabee kabupaten Aceh Jaya dapat dilihat dari pola kedekatan pada diagram Venn berikut:
AIPRD Camat
MASYARAKAT
Posyandu
Kadus
AMI Kades
Kapolsek
Red Cross &
MUKIM
Puskesmas
KUA
Crescent Crescent
Pada umumnya masyarakat desa Bhunta sangat kental atau aktif dalam kegiatan sosial yang bersifat silahturahmi seperti hajatan, kenduri, pesta perkawinan dan kematian dimana semua warga desa saling membantu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Setelah tsunami dengan adanya program cash for work dari beberapa lembaga yang pada dasarnya bersifat gotong royong mempengaruhi pola hubungan sosial termasuk sendi-sendi budaya yang dulu telah ada dimana budaya gotong royong secara perlahan telah ditinggalkan oleh masyarakat karena telah terbiasa dengan bayaran yang diberikan. Gotong Royong sudah pernah coba diaktifkan kembali oleh Kader Desa akan tetapi tidak semua warga desa berperan kecuali lebih banyak kaum perempuan yang aktif.
c. Sensitivitas Gender
Pada umumnya peran laki-laki dan perempuan di desa Bhunta tidak ada indikasi perbedaan yang berarti, ini dapat dilihat dari kegiatan-kegiatan di desa baik itu musyawarah dimana semua warga desa baik laki-laki maupun perempuan hadir dan diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat serta masukan untuk pengambilan keputusan. Dalam kegiatan gotong royong semua warga desa baik laki-laki maupun perempuan juga dilibatkan dan berperan aktif tanpa ada pembedaan, tetapi perbedaan hanya pada pembagian kerja atau pada tingkatan penyelesaian pekerjaan. Dalam melakukan kegiatan pekerjaan sehari-hari pada umumnya ibu-ibu/kaum perempuan juga terlibat bekerja diladang dan disawah termasuk pengolahan hasil panen seperti pinang, kelapa yang dilakukan secara bersama –sama dengan kaum prianya .
Bab III. HASIL DAN PEMBAHASAN (ACTION PLAN)
Berdasarkan metode yang dipakai yaitu MPA (Methodology for Participatory Assessment) maka hasil analisis dari kegiatan secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
1. Implementasi Kegiatan
1. Pelatihan dan Orientasi Tim Fasilitator dan Local Researcher Program ini dimaksudkan sebagai wahana pencerahan dan pembekalan bagi seluruh anggota tim yang akan melaksanakan tugas dilapangan. Kesiapan motivasi dan peningkatan kapasitas tim juga telaah mendalam akan hal-hal baru menjadi fokus kerja dalam pelatihan. Dalam hal ini, pengkayaan dan pendalaman materi dari pihak-pihak yang kompeten dan berpengalaman menjadi sangat relevan sebagai bahan diskursus, khususnya tentang sistem sarana air bersih.
Pada pelatihan ini dilaksanakan selama 2 hari yaitu pada tanggal 5 dan 6 Mei 2009, Hari pertama diawali dengan bina suasana dilanjutkan dengan sesi orientasi program yang diisi oleh paparan dari Koordinator program (Latar Belakang dan Arah Kegiatan Penyiapan Masyarakat menuju terbangunnya Community-Based Water Supply System di Dusun Masa Jaya dan Dusun Masa Karya, desa Bhunta). Hari ke kedua, orientasi lebih diarahkan kepada pendalaman pengetahuan lapangan serta pengkayaan pemahaman terhadap alat (instrumen partisipatif) serta bahan kuesioner. Pendalaman dan pengkayaan teknis fasilitasi dan penggalian data primer. Local researcher dan fasilitator membedah anatomi sosial kemasyarakatan di kedua wilayah dusun termasuk asumsi-asumsi kontra produktif yang mungkin muncul. Local researcher dalam sesi ini menjadi sumber informasi utama. Pada hari ke dua ini pula, diberikan pembekalan berkenaan dengan teknik-teknik komunikasi dan improvisasi fasilitasi – the lesson learned dari Koordinator Program yang memaparkan pengalaman-pengalaman lapangan dalam program-program fasilitasi PRA.
2. Pelatihan dan Orientasi Pengurus Kelompok Pengguna Sarana Air Bersih
Pelatihan I (Operasional & Pemeliharaan), dilaksanakan tanggal 7 Mei 2009 mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan 17.30 dihadiri oleh perwakilan masing- masing Pengurus Kelompok Pengguna Sarana Air Bersih (SAB) sebanyak 32 orang dan seluruh Fasilitator. Proses dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada kelompok pengguna bagaimana tentang operasi dan pemeliharaan dari sarana air bersih tersebut, sehingga kelompok bisa membuat rencana kerja, struktur dan job description.
Pelatihan II (Organisai & Managerial), dilaksanakan tanggal 8 Mei 2009 mulai pukul 14.00 WIB sampai dengan 17.30 dihadiri oleh perwakilan masing- masing Pengurus Kelompok Pengguna Sarana Air Bersih sebanyak 30 orang, dan seluruh Fasilitator dan Local Researcher. Proses dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada kelompok pengguna bagaimana pentingnya organisasi dan unsur-unsur pokoknya antara lain :
4. Jaringan kerja
3. Kegiatan Sosialisasi dan Identifikasi Permasalahan Kegiatan sosialisasi kegiatan penyiapan masyarakat di kedua wilayah, dusun Masa Jaya dan dusun Masa Karya, Desa Bhunta, Kecamatan Krueng Sabee dilaksanakan mulai pertengahan bulan Mei 2009 melalui berbagai tahapan. Guna mengidentifikasi permasalahan setempat termasuk pengumpulan data sekunder, permulaan sekali telah dilakukan pertemuan-pertemuan informal dengan berbagai tokoh kunci masyarakat al: Ketua RW; Kader PKK, Tokoh Pemuda; Tokoh Agama termasuk perangkat Desa dan Kecamatan – baik secara bersama-sama dalam bentuk wangkongan (informal meeting-dialog) maupun secara sendiri-sendiri melalui kunjungan ke rumah warga.
Dari berbagai format kajian yang dilakukan terangkum beberapa permasalahan yang berkaitan dengan sistim penyedeiaan air bersih dan sanitasi mulai dari kebiasaan BAB di kebun, BAB di sungai, cubluk/Septik Tank berdekatan dengan sumur sumber air minum, saluran air kotor terbuka, tidak Dari berbagai format kajian yang dilakukan terangkum beberapa permasalahan yang berkaitan dengan sistim penyedeiaan air bersih dan sanitasi mulai dari kebiasaan BAB di kebun, BAB di sungai, cubluk/Septik Tank berdekatan dengan sumur sumber air minum, saluran air kotor terbuka, tidak
Selama melakukan prakondisioning sampai pada pelaksanaan FGD (masing masing 9 kali di setiap lokasi), dan Community Ghatering (2 kali di setiap lokasi) telah dilaksanakan tahapan kegiatan sbb: • Mendata jumlah kepala umpi (kepala rumah/terdiri dari satu atau beberapa
keluarga) dan menyebarkan kuesioner. • Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kriteria kaya, miskin dan sedang dari kacamata warga setempat dikaitkan dengan kondisi sanitasi.
• Mengidentifikasi sumber air bersih. • Mengidentifikasi sejumlah cubluk (galian tanah tempat BAB / tanpa
konstruksi). • Mengidentifikasi drainase. • Mengidentifikasi sebaran cubluk. • Mengidentifikasi sebaran buangan sampah. • Membuat pemetaan saluran pipa (pipeline) air bersih versi masyarakat. • Membangun struktur kepengurusan pengguna SAB. • Mendata daftar calon pengguna SAB yang siap salurannya disambungkan. • Melibatkan sejumlah resources local pada program pembangunan system
Sarana Air Bersih (SAB).
4. Focus Group Discussion (FGD) Untuk mendorong warga melakukan pengkajian terhadap permasalahan- permasalahannya sendiri, dan seterusnya dapat mencari cara-cara pemecahannya sendiri, dilakukan Serangkaian Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion - FGD) dengan beberapa sasaran antara lain: • Pemetaan /Identifikasi Permasalahan Bersama • Derajat Kesejahteraan Warga berkaitan dengan kondisi sanitasi. • Pemetaan Sosial • Jalur Penyebaran Penyakit (Contamination Route). • Perilaku Yang Berpengaruh terhadap kesehatan.
• Pemetaan Jalur Pipa versi Warga • Pembentukan Pengurus Kelompok Pengguna SAB (Tim Pengelola). • Pemilihan susunan Pengurus Kelompok SAB secara demokratis. • Evaluasi dan monitoring pelaksanaan konstruksi oleh kelompok pengguna
SAB. • Mencari beberapa opsi SAB bagi pengguna yang tidak mampu. • Penguatan pengurus kelompok dalam memecahkan masalah (Problem
Solving) • Penguatan pengurus kelompok dalam kebersamaan/keterpaduan (Team Work) • Penguatan pengurus kelompok dalam kreativitas/jejaring • Pengenalan pentingnya admintrasi organisasi dan keuangan bagi
kelompok. • Memfasilitasi Kelompok Pengguna membuat aturan main dan manual dengan warga pengguna SAB.
5. Community Gathering Community Gathering I, dilaksanakan tanggal 10 Mei 2009 mulai jam 14.00 sampai dengan 17.00 WIB dihadiri oleh perwakilan masing-masing RT sebanyak
78 orang. Pokok bahasan adalah penyepakatan hasil dari Pendataan Awal, FGD Kesejahteraaan, Mapping Sosial dan Jalur Penyakit. Hasil kajian dan temuan warga dalam proses FGD dipaparkan oleh perwakilan warga untuk ditanggapi, dikritisi atau diperkaya oleh warga lain yang menjadi peserta. Setelah melalui proses diskusi, akhirnya hasil kajian dan temuan warga dalam FGD dapat disepakati warga secara keseluruhan.
Proses Community Gathering I, dimaksudkan untuk memberi pemahaman kepada masyarakat luas tentang hasil FGD-FGD yang selama ini ditempuh dalam kelompok terbatas. Diharapkan pemaparan hasil kajian oleh warga sendiri ini mampu memberikan stimulan yang positif dan gayung bersambut dari warga yang hadir (pemahaman dan akseptibilitas). Pemaparan temuan- temuan harus diklarifikasi dan diberikan tanggapan secukupnya sehingga akurasi data dapat dipertanggung jawabkan secara selayaknya
1) Pendataan awal merupakan wahana pengambilan data secara sampling dari sejumlah kepala keluarga dalam bentuk quisioner. Isi ini meliputi jumlah KK, fasilitas air bersih, jamban, cubluk, drainase dan sebaran sampah sebagai akibat dari aktivitas masyarakat.
2) FGD derajat kesejahteraan, memberi peluang kepada warga untuk memahami realitas warga yang ada. Mulai dari kondisi warga, jumlah jiwa tiap umpi, perilaku, cirri-ciri/krteria kaya, miskin dan sedang, serta sebaran atau prosesntasi jumlah warga kaya, miskin dan sedang.
3) Mapping social, warga diminta untuk menggambarkan peta situasi mengenai seluruh eksisting kampung, batas RW, Gang, Saluran air, rumah-rumah sesuai dengan criteria sosial, jamban umum, kebun, sungai dst. Kemudian warga yang hadir diminta kembali masukan dan koreksinya.
4) Jalur penyakit, merupakan gambaran proses rute penyebaran kontaminasi dari sumber, media, proses dan akibat. Pada kesempatan ini warga membahas tentang hasil kajian FGD, kemudian hasil-hasil tersebut dikamapanyekan. Khususnya menyangkut keharusana perubahan tingkah laku dan penanganannya secara efektif oleh khalayak luas secara bersama-sama (Perencanaan Bersama). Proses ini sangat banyak mendapat tanggapan masyarakat karena menyangkut dampak kerugian baik material maupun immaterial yang langsung diderita oleh warga.
Community Gathering II, dilaksanakan pada hari Kamis, 12 Mei 2009 mulai pk.13.30 WIB sampai dengan pk.17.15 WIB. Selain dihadiri hampir sekitar 100 warga setempat dengan jumlah laki-laki dan perempuan hampir sebanding, beberapa wakil perangkat desa juga turut hadir.
Pokok utama bahasan pada temu warga II ini adalah pemaparan dari perwakilan warga tentang temuan-temuan serta kajian yang telah dilakukan oleh warga sendiri melalui FGD-FGD sebelumnya yang disampaikan oleh Geuchik (Kepala Mukim) untuk dapat disepakati oleh warga pada umumnya. Diantara yang dipaparkan adalah permaslahan-permasalahan yang dihadapi warga di dusun Masa Karya dan dusun Masa Jaya yang berkaitan dengan Pokok utama bahasan pada temu warga II ini adalah pemaparan dari perwakilan warga tentang temuan-temuan serta kajian yang telah dilakukan oleh warga sendiri melalui FGD-FGD sebelumnya yang disampaikan oleh Geuchik (Kepala Mukim) untuk dapat disepakati oleh warga pada umumnya. Diantara yang dipaparkan adalah permaslahan-permasalahan yang dihadapi warga di dusun Masa Karya dan dusun Masa Jaya yang berkaitan dengan
Secara umum warga dapat menyepakati hasil assesment tersebut dan sangat
menginginkan adanya perubahan keadaan. Untuk itu warga menerima dan
antusias dengan rencana pembangunan sistem sarana Air Bersih Perpipaan dan Sumur Gali.
Pihak koordinator program memaparkan aspek design, teknis operasionalisasi sarana serta asumsi-asumsi beban yang harus ditanggung warga, serta saran bagaimana seharusnya warga dapat mengorganisasi diri dalam O&P sarana yang kelak akan dibangun.
6. Evaluasi dan Orientasi Tim Fasilitator dan Local Researcher Program ini dimaksudkan sebagai wahana evaluasi dan pembekalan bagi seluruh anggota tim setelah melaksanakan Tahap I dan saat akan melaksanakan tugas dilapangan pada Tahap II. Kesiapan motivasi dan peningkatan kapasitas tim juga telah mendalam akan hal-hal baru menjadi fokus kerja dalam orientasi. Dalam hal ini, pengkayaan dan pendalaman materi dari pihak-pihak yang kompeten dan berpengalaman menjadi sangat relevan sebagai bahan diskursus, khususnya tentang upaya penguatan kelompok pengguna Sarana Air Bersih.
7. Kegiatan Penyiapan dan Penguatan Kelompok Pengguna Kegiatan pertama penyiapan dan penguatan kelompok pengguna sarana Air Bersih di kedua wilayah, Dusun Masa Jaya dan Dusun Masa Karya desa Bhunta, Kecamatan Krueng Sabee dilaksanakan mulai akhir bulan Mei 2009 melalui berbagai tahapan. Selama melakukan prekondisioning sampai pada pelaksanaan FGD, dan Community Ghatering telah dilaksanakan tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Memilih orang untuk duduk dikepengurusan kelompok pengguna Sarana Air Bersih.
b. Mengevaluasi dan memonitor pelaksanaan pasca konstruksi oleh masyarakat.
c. Mengidentifikasi hasil temuan monitoring pasca kontruksi olek kelompok masyarakat.
d. Mengidentifikasi pengguna sarana SAB yang tidak mampu melakukan penyambungan dan menyiapkan sarana lainnya.
e. Membangun dan menggali individu pengurus kelompok pengguna dalam team work, kreativitas dan problem solving.
f. Mendorong kelompok pengguna sarana SAB membuat stuktur, rencana kerja dan job description kelompok.
g. Memberi pemahaman kelompok pengguna dalam hal teknis Operasional dan pemeliharaan dan juga managerial/adminitrasi.
h. Membuat aturan main pelaksanaan operasional sistem sarana SAB tersebut antara kelompok pengguna dan pengguna itu sendiri.
2. Kegiatan Konstruksi Sarana Air Bersih
Pada dasarnya pengerjaan fisik sarana air bersih beserta pemipaan di dua lokasi Dusun Masa Jaya dan Dusun Masa Karya telah dinyatakan selesai 100 %, hal tersebut disepakati dalam pertemuan tripartite antara pihak coordinator program, perangkat desa Bhunta dan pihak Tim Kerja Masyarakat yang disaksikan oleh pihak pendamping dan masyarakat. Pekerjaan fisik di atas meliputi: • Bak utama Penangkap Air (Mata Air) • Bak water treatment beserta material pendukung fungsi filtrasi seperti zeolit,
tanaman dll • Pemasangan Pipa primer dan Sekunder lengkap dengan instalasi bak • Pemasangan 15 titik sambungan langsung ke Bak Umum beserta
kelengkapannya • Pengembalian kondisi bekas galian / gang ke kondisi semula Walaupun demikian sesuai kondisi dan dinamika di lapangan, maka terdapat perubahan penyesuaian bahkan penambahan volume dan bobot pekerjaan di dua lokasi, namun yang menggembirakan hal tersebut tidak berpengaruh pada faktor kelengkapannya • Pengembalian kondisi bekas galian / gang ke kondisi semula Walaupun demikian sesuai kondisi dan dinamika di lapangan, maka terdapat perubahan penyesuaian bahkan penambahan volume dan bobot pekerjaan di dua lokasi, namun yang menggembirakan hal tersebut tidak berpengaruh pada faktor
Perubahan Penyesuaian dari Rencana Semula:
a) Perubahan penyesuaian dan panambahan volume perkerjaan dari rencana semula, terjadi pada:
1. Perubahan jalur pemipaan dari 5 gang yang direncanakan, menjadi tiga gang yang direalisasikan dengan pertimbangan jumlah penduduk/keluarga yang membutuhkan.