akuntabilitas dan transparansi dalam Isl

BAB II LANDASAN TEORITIK DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Landasan Teoritik

1. Zakat

Zakat secara bahasa bermakna bersih, suci, berkah dan subur. 1 Zakat meliputi segala bentuk harta kekayaan yang diberikan kepada yang berhak

menerimanya atau mustahiq zakat dengan harapan dapat mendatangkan kesuburan atau menyuburkan pahala serta dapat mensucikan dari dosa (kekikiran) oleh muzakki . Dalam alquran terdapat beberapa kata yang menunjukkan makna yang sama dengan zakat meskipun mempunyai arti

yang berbeda diantaranya infak dan sedekah 2 . Kata infak terdapat dalam firman Allah Swt:

Artinya :” Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa

yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, P adahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah

Maha Kaya lagi Maha Terpuji. 3 (QS. al-Baqarah: 267)

1 Modul Asas Fiqh Zakat disampaikan oleh Ustadzah Syaharina binti Abdullah dalam kursus Azas Fiqh Zakat, Ulu Yam 19 Agustus 2015

2 Didin Hafidhuddin dalam buku Fakhruddin, Fiqh da n Ma na jemen Za ka t di Indonesia , (Malang, UIN Maliki Press, 2008) hal. 18

3 Departemen Agama RI, Alqura n da n Terjema ha nnya , (Bandung, Jaya Abadi, 2007) hal. 35

Kemudian kata “Shadaqah” terdapat dalam surat at-Taubah: 103,

Artinya: “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. ”

(QS. at-Taubah:103) 4

Zakat merupakan dimensi yang paling sempit dari infak dan sedekah tetapi ia termasuk bagian dari keduanya. Para fuqaha biasa menyebutkan

zakat sebagai infak wajib dan infak sebagai shadaqah sunnah. 5 Jadi dapat dikatakan bahwa zakat, infak dan sedekah merupakan satu paket instrumen

ekonomi dan amalan shaleh yang tidak hanya memberikan manfaat dan keberkahan bagi orang yang menunaikannya, namun juga dapat bermanfaat bagi masyarakat luas terutama bagi golongan penerimanya.

Wahbah al-Zuhaili mengungkapkan definisi zakat menurut para ulama madzhab 6 :

a. Menurut Malikiyah zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus dari harta yang telah mencapai nishabnya untuk yang berhak

menerimanya jika sempurna dan mencapai haul selain barang tambang, tanaman dan rikaz.

b. Hanafiyah mendefinisikan zakat adalah kepemilikan bagian harta tertentu dari harta tertentu untuk orang/pihak tertentu yang telah

ditentukan oleh syara’ untuk mengharapkan keridhaanNya.

c. Syafi’iyyah mendefinisikan zakat adalah nama bagi sesuatu yang

dikeluarkan dari harta dan badan dengan cara tertentu.

4 Departemen Agama RI, ... hal. 162 5 Sri Nurhayati, Akunta nsi Sya ria h di Indonesia (Jakarta, Salemba Empat, 2009) hal. 279-280

6 Wahbah Al-Zuhayly, Za ka t da la m Ka jia n Berba ga i Ma zha b , (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2000) hal. 83-84 6 Wahbah Al-Zuhayly, Za ka t da la m Ka jia n Berba ga i Ma zha b , (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2000) hal. 83-84

Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena ia menjadi instrumen dalam implementasi azas keadilan yang terdapat dalam ekonomi Islam. Menurut M.A Mannan zakat mempunyai enam prinsip:

a. Prinsip keyakinan beragama; yaitu bahwa orang yang membayar zakat merupakan salah satu manifestasi dari keyakinan agamanya.

b. Prinsip pemerataan dan keadilan; merupakan tujuan sosial zakat yaitu membagi kekayaan yang diberikan Allah Swt lebih merata dan adil kepada manusia

c. Prinsip produktivitas; menekankan bahwa zakat memang harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk tertentu setelah lewat jangka waktu tertentu.

d. Prinsip nalar; sangat rasional bahwa harta zakat harta yang menghasilkan itu harus dikeluarkan.

e. Prinsip kebebasan; zakat hanya dibayar oleh orang yang bebas

f. Prinsip etika dan kewajaran; yaitu zakat tidak dipungut secara semena-mena. 7

Zakat sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah Swt terbagi atas zakat fitrah (zakat nafs ) dan zakat harta (zakat mal ). Zakat harta merupakan kewajiban zakat yang dikenakan terhadap harta umat Islam yang merdeka, mencapai nishab, cukup haul dan tentunya berstatus milik sempurna. Pada dasarnya Islam telah menentukan kategori harta yang wajib dizakati diantaranya emas dan perak, hasil tanaman/buah-buahan, binatang ternak,

perdagangan/perniagaan, 8 serta harta galian/tambang. Namun seiring kemajuan zaman maka jenis harta yang menjadi sumber zakat mengalami

7 Muhammad Abdul Manan, Isla mic Economics Theory a nd Pra ctice. Lahore 1970 seperti yang dikutip dalam artikel Sumber Za ka t da la m Perekonomia n Modern . Pdf anonim [di

akses oktober 2013] 8 Modul Fiqh Zakat, ... hal. 3 akses oktober 2013] 8 Modul Fiqh Zakat, ... hal. 3

dikatakan 9 muzakki apabila memenuhi syarat yaitu :

a. Muslim

b. Berakal

c. Baligh

d. Memiliki harta sendiri dan mencapai nishab

Zakat memiliki banyak arti dalam kehidupan umat manusia, terutama umat Islam. Hikmah zakat dalam kaitannya dengan hubungan manusia dengan tuhannya maupun hubungan sosial kemasyarakatan adalah:

a. Menolong, membantu, membina, dan membangun kaum dhuafa, dan lemah, untuk memenuhi kebutuhan pokok hidup mereka. Dengan

mereka akan mampu melaksanakan kewajiban-kewajibannya terhadap Allah Swt.

kondisi-kondisi

tersebut

b. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci, dan dengki dari diri manusia yang biasa timbul di kala ia melihat orang-orang di sekitarnya berkehidupan cukup, apalagi mewah. Sedang ia sendiri tidak punya apa-apa dan tidak ada uluran tangan dari mereka (orang kaya) kepadanya.

c. Dapat menyucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa dan mengikis sifat-sifat kikir dan serakah yang menjadi tabiat manusia. Sehingga dapat merasakan ketenangan batin.

d. Dapat menunjang terwujudnya sistem kemasyarakatan Islam yang berdiri di atas prinsip-prinsip: umat-umat yang satu, persamaan derajat, hak, kewajiban dan persaudaraan Islam serta solidaritas sosial.

9 Ahmad Hadi Yasin, Buku Panduan Zakat Praktis Dompet Dhuafa, Yayasan Republika, 1437 H/2011 M. hal. 13 9 Ahmad Hadi Yasin, Buku Panduan Zakat Praktis Dompet Dhuafa, Yayasan Republika, 1437 H/2011 M. hal. 13

dalam masyarakat. 10

Dibalik kewajiban zakat, sesungguhnya Allah telah memberikan alasan mengapa zakat itu diwajibkan melalui tujuan zakat itu sendiri yaitu:

a. Mengangkat derajat fakir miskin

b. Membantu memecahkan masalah para gharimin

c. Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat Islam dan manusia lainnya

d. Menghilangkan sifat kikir dan loba para pemilik harta

e. Menghilangkan sifat dengki dan iri dari hati orang-orang miskin

f. Menjembatani jurang si kaya dengan si miskin di dalam masyarakat

g. Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang terutama yang memiliki harta dan tujuan keadilan sosial

lainnya. 11

Sri Nurhayati menambahkan bahwa hikmah zakat juga mampu menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi umat, sebagai dukungan moral bagi umat-umat yang baru masuk Islam serta pilar alam jama’i antara si kaya dengan para mujahid dalam

berjuang dan berdakwah untuk meninggikan kalimat Allah Swt. 12

Ibadah zakat memiliki golongan penerima yang tersendiri sebagaimama yang disebutkan dalam Alquran:

10 Ahmad Hadi Yasin, Buku Pa ndua n ... hal. 51 11 Muhammad Daud Ali dalam artikel Sumbar Zakat, ... hal. 1

12 Sri Nurhayati, Akunta nsi Sya ria h di Indonesia , (Jakarta, Salemba Empat, 2009) hal. 307

Artinya: “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, P ara mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui

lagi Maha Bijaksana 13 ” (QS. at-Taubah : 60)

Dalam ayat di atas terdapat terdapat delapan golongan yang wajib menerima harta zakat yaitu:

a. Orang-Orang Fakir

Lafazh fuqara merupakan bentuk jamak dari kata fakir yaitu orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan, atau ia memiliki harta dan pekerjaan, namun tidak dapat mencukupi kebutuhannya yang meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya, juga kebutuhan orang-orang yang menjadi

tanggungannya. 14 Sedangkan pada sumber lain juga ditemukan definisi yang lebih tegas dengan menambahkan kriteria tertentu.

Orang fakir adalah orang yang memiliki harta atau pekerjaan dan pendapatan tetapi tidak mencapai 50% had kifayah dirinya dan tanggungannya. Had kifayah adalah garis kecukupan minimum bagi keperluan asasi/pokok seseorang individu dan

tangunggannya berdasarkan biaya hidup masa kini/saat ini. 15

b. Orang-orang Miskin

Yaitu orang-orang yang mampu bekerja dengan suatu pekerjaan yang layak akan tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhannya yang meliputi makan, pakaian, tempat tinggal

13 Departemen Agama RI, ... hal. 156 14 El-Madani, Fiqh Za ka t Lengka p, (Yogyakarta, DIVA Press, 2013) hal. 157 15 Publikasi Lembaga Zakat Selangor, Za ka t da n Anda , (Selangor Darul Ehsan, 2015) hal.

c. Muallaf

Muallaf (orang-orang yang dilunakkan hatinya) terbagi atas dua golongan, satu golongan yang diharapkan kebaikannya serta mau masuk Islam an golongan lain yang dikhawatirkan atas kejahatannya. Golongan ini dinamakan muallaf dengan harapan kecendrungan hati mereka bertambah kuat terhadap Islam karena mendapat sokongan berupa materi. Dalam referensi lain juga mengatakan bahwa muallaf adalah seseorang yang baru masuk Islam atau seseorang yang dilunakkan hatinya dalam kalangan mereka yang belum memeluk Islam atau yang diharap dapat membela Islam atau yang perlu diamankan

kejahatannya terhadap Islam. 16

d. Amil

Yaitu orang atau lembaga yang ditunjuk untuk mengumpulkan zakat, menyimpannya, membagikannya kepada

yang berhak dan melaksanakan pembukuannya. 17

e. Budak

Makna yang paling dalam untuk budak ( riqab ) saat ini secara jelas menunjuk pada gugusan manusia yang tertindas dan tereksploitasi oleh manusia lain baik secara personal maupun struktural. Sejalan dengan pengertian ini maka kategori riqab berarti segala usaha untuk memerdekakan orang atau kelompok yang sedang dalam keadaan tertindas dan kehilangan

haknya untuk menentukan hak hidupnya sendiri. 18

16 Publikasi Lembaga..., Za ka t da n Anda , ... hal. 24 17 Umrotul Khasanah, Ma na ejemen Za ka t Modern , Malang, (UIN Maliki Press, 2010) hal. 41

18 Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta, Citra Pustaka, 2011) hal. 96 18 Mu’inan Rafi’, Potensi Zakat Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta, Citra Pustaka, 2011) hal. 96

Al-Garimin diartikan sebagai orang yang mempunyai hutang. Untuk syarat –syarat garim dengan arti orang yang mempunyai hutang untuk kemashlahatan dan kepentingan diri sendiri yang diberi dana zakat yaitu tidak mampu membayar seluruh atau sebagian hutangnya. Dana zakat diberikan untuk melunasi hutangnya.

g. Jihad dijalan Allah

Sabilillah adalah pejuang yang sukarela berjihad di jalan Allah Swt, berdakwah membela Islam, serta memperjuangkan

kemerdekaan negara. Sedangkan mereka tidak mendapatkan kompensasi dan gaji dari aktivitasnya itu. Atau dengan arti kata menegakkan agama Allah.

h. Ibnu Sabil

Ibnu sabil yang boleh menerima zakat ada dua macam. P ertama orang yang tengah bepergian jauh dari kampungnya, yang melintasi negeri lain. Kedua orang yang berhak melakukan perjalanan dari sebuah daerah yang sebelumnya ia tinggal disana, baik daerah itu tempat kelahirannya atau

bukan. 19 Di samping syarat-syarat di atas, terdapat beberapa syarat lain yang

dapat dipertimbangkan sebelum mendistribusikan zakat kepada mustahiq . El-Madani memberikan syarat tambahan diantaranya adalah beragama Islam, bukan orang yang wajib dinafkahi, tidak mampu bekerja, berada di daerah penghasil zakat, dan bukan keturunan Bani Hasyim dan Bani Muthalib. Sehingga pendistribusian zakat diharapkan dapat tepat sasaran.

19 El-Madani, ... hal. 172

2. Konsep Pengelolaan Zakat dalam Islam

Zakat merupakan ibadah maliyah ijtima’iyah, artinya di samping zakat itu bersifat material (harta), ia juga bersifat sosial (kemasyarakatan). Oleh karena itu, penunaian zakat seharusnya dikelola dengan sebaik-baiknya. Pengelolaan zakat ini mendapatkan justifikasinya melalui firman Allah Swt:

Artinya: “ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar

lagi Maha mengetahui. 20 ”(QS. at-Taubah:103)

Selanjutnya Jumhur ulama menyimpulkan dari ayat di atas bahwa yang berhak mengambil atau menghimpun zakat adalah pemerintah. Pemerintah menurut pandangan Islam bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Badan pengelola zakat dalam hal ini adalah wakil

pemerintah yang diberikan wewenang untuk mengurusi urusan zakat. 21 Pada masa Rasulullah Saw petugas zakat ( amil ) yang telah diberikan

wewenang dan tugas untuk menghimpun dan menyalurkan zakat diantaranya Sayyidina Umar bin Khattab ra, Muadz bin Jabal dan Abu

Mas’ud. 22 Fakhruddin lebih lanjut mengemukakan bahwa pada masa

Rasulullah Saw masalah pengorganisasian pengelolaan zakat, walaupun dalam bentuk organisasi yang sederhana namun pengelolaan zakat pada masa itu dapat dinilai berhasil. Hal ini ditentukan oleh faktor manusia (SDM)-nya, karena pada waktu itu amil adalah orang-orang yang sudah

20 Departemen Agama RI, ... hal. 21 Fakhruddin, Fiqh da n Ma na jemen Za ka t di Indonesia , (Malang, UIN Maliki Press, 2008)

hal. 216-217 22 Fakhruddin, ... hal. 221 hal. 216-217 22 Fakhruddin, ... hal. 221

“ Dari Abu Humaid al-Saidi ra. Rasulullah Saw menunjuk seseorang yang dipanggil al-Luthobiyah dari suku Sulaim. Ketika ia kembali (dari tugas mengumpulkan zakat) Nabi Saw memeriksa dan menghitung hasil

pengumpulan zakat bersamanya 24 ”(2:576-S.A)

Kutipan hadist di atas menunjukkan bahwa Rasulullah sebagai pemimpin dalam pemerintahan saat itu langsung berperan dalam proses pemeriksaan dan penghitungan zakat yang telah dikumpulkan oleh amil zakat. Adanya pemeriksaan dan perhitungan zakat langsung dilakukan Rasulullah bersama amil merupakan contoh dari pengumpulan zakat yang akuntabel dan transparan. Sehingga tidak terjadi penyelewengan yang dilakukan dalam menjalankan amanah mulia tersebut.

Sehubungan dengan itu, pengelolaan zakat dan akuntansi merupakan dua hal penting dalam kerangka ekonomi Islam. Akuntansi dan zakat dalam Islam adalah saling berkaitan. Sistem akuntansi yang tepat sangat diperlukan untuk memberikan dasar pengenaan atas zakat yang harus dibayar. Surat at-Taubah: 60 telah menjelaskan tentang siapa yang berhak menerima zakat serta pelaporannya oleh badan amil zakat atau lembaga amil sejenis sarat dengan informasi keuangan yang merupakan produk powerfuul -nya akuntansi. Kesemuanya itu memerlukan kegiatan akuntansi yang bersifat accountability . Keduanya penting bagi

masyarakat Islam sehingga dikenal adanya akuntansi zakat. 25 Sehubungan dengan ibadah zakat, maka akuntansi zakat bertujuan untuk:

23 Fakhruddin, ... hal. 223 24 Imam Al-Zabidi, Ringka sa n Sha hih a l-Bukha ri (Jakarta, Mizan, 2013) hal. 351

25 Muhammad, Prinsip-Prinsip Akunta nsi da la m Alqura n (Yogyakarta, UII Pres s, 2000) hal. 69 25 Muhammad, Prinsip-Prinsip Akunta nsi da la m Alqura n (Yogyakarta, UII Pres s, 2000) hal. 69

b. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi lembaga pengelola zakat (manajemen) untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola secara tepat dan efektif, program dan penggunaan zakat, infak/sedekah, hibah dan wakaf yang menjadi wewenangnya dan memungkinkan bagi lembaga pengelola zakat untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi dan penggunaan dana publik (dana ummat). Tujuan ini

terkait dengan akuntabilitas ( 26 accountability ).

Akuntansi dalam Islam erat kaitannya dengan cara-cara pengakuan, pencatatan serta etika dalam segala bentuk transaksi yang dilakukan oleh manusia. Sebagaimana dalam al-Quran dijelaskan:

26 Mahmudi, Pengemba nga n Sistem Akunta nsi Za ka t denga n Teknik Fund Accounting (versi e-book, 2008) seperti yang dikutip oleh Yosi Dian Endahwati Tra nspa ra nsi Pengelola a n

Za ka t, Infa k da n Sedeka h , Jurnal Ilmiah Akuntansi dan Humainika Desember 2014

Artinya:“Hai orang - orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang- orang lelaki (di antaramu). Jika tidak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil, dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di

antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli ; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian) maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah ; Allah

mengajarmu ; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.(QS.

Al-Baqarah : 282) 27

Dalam ayat tersebut makna kata faktub “tuliskanlah” merupakan salah satu keterangan bahwa pentingnya pencatatan dari setiap transaksi yang dilakukan terutama dalam keadaan tidak tunai. Karena pencatatan

27 Departemen Agama RI, ... hal. 37 27 Departemen Agama RI, ... hal. 37

bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. 28 Firman Allah tersebut telah menggariskan bahwa konsep akuntansi

Islam adalah menekankan kepada aspek pertanggungjawaban atau accountability .

Jadi sistem akuntansi juga memegang peran penting dalam persoalan zakat terutama bagi badan pengelola zakat. Salah satunya sebagai alat untuk mempertanggungjawabkan baik kepada Allah Swt maupun kepada pihak pihak yang berkepentingan melalui laporan keuangan yang merupakan hasil akhir dari sebuah proses akuntansi yang dilakukan.

3. Organisasi Pengelola Zakat

Pada prinsipnya, dibenarkan oleh syariat Islam apabila seseorang yang berzakat langsung memberikan sendiri zakatnya kepada para mustahiq dengan syarat kriteria mustahiq sejalan dengan firman Allah Swt dalam surat at-Taubah: 60. Akan tetapi sejalan dengan firman Allah tersebut dan juga berdasarkan tuntunan Nabi Muhammad Saw tentu akan lebih utama jika zakat itu disalurkan kepada amil zakat yang amanah, bertanggung jawab dan terpercaya. Ini dimaksudkan agar distribusi zakat itu tepat sasaran sekaligus menghindari penumpukan zakat pada mustahiq tertentu yang kita kenal sementara mustahiq lainnya – karena tidak kita kenal – tidak mendapatkan haknya. 29 Lebih jelas lagi, keuntungan pembayaran

zakat melalui lembaga amil ditunjukkan oleh gambar. 2.1 :

28 Kuat Ismanto, Ma na jemen Sya ria h, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2009) hal. 120-121 29 Fakhruddin, ... hal. 194

K euntungan zakat melalui lembaga

menjamin

menjaga perasaan sasaran yang tepat

syi'ar Islam disiplin

kepastian dan

rendah diri

sesuai prioritas

muza kki

musta hiq

Gambar. 2.1

Keuntungan Zakat melalui Lembaga (Amil)

Adapun pengelola zakat ( amilin ) menurut Yusuf Qhardawi adalah semua orang yang bekerja dalam perlengkapan administrasi urusan zakat, baik urusan pengumpulan zakat, pemeliharaan, ketatausahaan, perhitungan,

pendayagunaan, dan seterusnya. 30 Selain itu amil zakat diartikan mereka yang ditugaskan oleh imam atau pemerintah atau mewakilinya untuk

melaksanakan pengumpulan zakat, serta menyimpan atau memeliharanya yang dinamai bendaharawan, termasuk pula petugas administrasi, mereka

semua harus terdiri dari orang-orang muslim. 31

Definisi-definisi di atas didukung oleh fatwa Majelis Ulama Indonesia bahwa amil zakat adalah seseorang atau sekelompok orang yang diangkat pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat atau seseorang atau sekelompok orang yang dibentuk oleh masyarakat dan disahkan oleh pemerintah untuk mengelola pelaksanaan ibadah zakat.

a) Prinsip dan Asas Amil Zakat

Untuk menjalankan tugasnya, amil zakat harus mempunyai prinsip diantaranya:

1) Independen Artinya lembaga itu tidak mempunyai ketergantungan kepada orang-orang tertentu atau lembaga lain. Sehingga akan lebih

30 Mu’inan Rafi, ... hal. 58 31 Mu’inan Rafi, ... hal. 59 30 Mu’inan Rafi, ... hal. 58 31 Mu’inan Rafi, ... hal. 59

pertanggungjawaban kepada masyarakat donatur.

untuk

memberikan

2) Netral Karena di danai oleh masyarakat berarti lembaga ini adalah milik masyarakat sehingga dalam menjalankan aktivitasnya lembaga tidak boleh hanya menguntungkan golongan tertentu saja. Karena jika tidak, maka tindakan itu akan menyakiti hati donatur yang berasal dari golongan lain. Sehingga akibatnya bisa dipastikan lembaga akan ditinggalkan oleh sebagian donatur potensialnya.

3) Tidak Diskriminatif Kekayaan dan kemiskinan bersifat universal. Karena itu dalam menyalurkan dananya lembaga tidak boleh mendasarkan kepada perbedaan suku atau golongan tetapi harus menggunakan parameter-parameter

dan dapat dipertanggungjawabkan

yang

jelas

syariah maupun manajemen.

baik

secara

4) Tidak Berpolitik Praktis Artinya zakat, infak/sedekah itu tidak digunakan untuk

kepentingan partai politik. 32

Jadi organisasi pengelola zakat sangat penting untuk memelihara nilai-nilai yang terkandung dalam prinsip di atas agar organisasi tersebut mampu menjalankan amanah dengan lebih terarah dan sesuai dengan tujuan kemashlahatan umat.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2011 pengelolaan zakat oleh Badan Amil Zakat harus berasaskan:

1) Syariat Islam, artinya pengelolaan zakat harus mematuhi hukum-hukum yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Pengelolaan zakat dilakukan sesuai dengan syariat Islam.

32 Umrotul Khasanah, ... hal. 70

2) Amanah, dalam arti kata pengelola dana zakat harus dapat menunaikan

sebaik-baiknya yaitu mengumpulkan

muzakki dan kemudian

menyalurkannya kepada penerima ( mustahiq ).

3) Kemanfaatan artinya pengelolaan zakat harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan ummat

4) Keadilan terutama yang berkaitan dengan penyaluran zakat.

5) Kepastian Hukum berkaitan dengan legalitas organisasi pengelola zakat.

6) Terintegrasi berkaitan dengan sinergi organisasi pengelola zakat dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.

7) Akuntabilitas terkait dengan pertanggungjawaban badan amil zakat sebagai pemegang amanah yang diterima dari pemberi

amanah. 33 Selanjutnya

tugasnya, BAZNAS menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

untuk

menjalankan

1) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat

2) Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat

3) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat

4) Pelaporan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat 34

b) Karakteristik Organisasi Pengelola Zakat

Organisasi amil dalam syariat Islam harus memenuhi kriteria tertentu atau syarat-syarat agar dapat dipilih sebagai seorang amil zakat. Diantaranya muslim, mukallaf, amanah/jujur, adil, berilmu, dan proaktif.

33 Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat Pasal 2 (Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5255) hal. 3

34 Undang-Undang, ... hal. 4

Dalam hal proaktif, amil merupakan seorang yang mampu melaksanakan tugas dan bertindak bukannya menunggu. 35

Melihat tugas dan fungsi Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) maka ia temasuk kepada salah satu dari sekian banyak lembaga nirlaba. Dengan demikian terdapat karakteristik yang sama antara organisasi pengelola zakat dan organisasi nirlaba, yaitu:

1) Sumber daya baik berupa dana maupun barang berasal dari para donatur dimana donatur tersebut mempercayakan donasi mereka kepada OPZ.

2) Menghasilkan berbagai jasa dalam bentuk pelayanan masyarakat

dan tidak mencari laba dari pelayanan tersebut.

3) Kepemilikan OPZ tidak sama dengan organisasi bisnis. OPZ bukanlah milik pribadi atau kelompok, melainkan milik umat

(publik) karena sumber dayanya berasal dari masyarakat. 36

c) Tujuan Pengelolaan

Adapun tujuan pengelolaan sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 4 UU. No. 23 Tahun 2011 adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat.

2) Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejaheraan

masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.

Untuk dapat mencapai tujuan di atas, maka ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011 khususnya BAB II pasal 2 menyatakan bahwa pemerintah membentuk BAZNAS untuk melaksanakan pengelolaan zakat dan bersifat mandiri, bertanggungjawab kepada presiden melalui menteri.

35 Modul Fiqh Zakat, ... hal. 3-6 36 Rizky Khaerany, Akunta bilita s da n Tra nspa ra nsi Lemba ga Peng elola Za ka t da n

Penga ruhnya Terha da p Kua lita s Lemba ga Amil Za ka t , pdf (Makassar, universitas Hasanuddin) hal. 31 diakses melalui www.repository.unhas.ac.id

Selanjutnya dalam pasal 4 dinyatakan bahwa untuk menjalankan tugas dan fungsinya, BAZNAS menyusun pedoman Pengelolaan Zakat sebagaimana terdapat dalam Peraturan BAZNAS No. 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran dan Rancana Kerja Badan Amil Zakat Nasional, Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Badan Amil Zakat Nasional Kabupaten/Kota.

d) Dana yang Dikelola

Dalam kegiatan operasionalnya, organisasi pengelola zakat dapat mengelola dana yang bersumber dari 37 :

1) Dana Zakat Dana zakat adalah dana yang diterima dari muzakki baik individu maupun entitas usaha. Sedangkan sifat dari dana zakat terdiri dari dana zakat umum dan dana zakat khusus. Adapun khusus maksudnya adalah dana zakat yang diberikan muzakki disertai permintaan penyaluran ke salah satu mustahiq tertentu sedangkan dana zakat umum artinya dana zakat yang dibayarkan muzakki kepada organisasi pengelola zakat tidak disertai permintaan khusus melainkan bebas untuk diberikan kepada golongan mustahiq yang mana saja. Bentuk pembayaran zakat dapat melalui cash atau non cash .

2) Dana Infak/Sedekah Tidak jauh berbeda dengan zakat, dana infak/sedekah juga memiliki dua sifat yaitu bersifat umum jika pemberian kepada OPZ tidak disertai persyaratan tertentu dan bersifat khusus jika terdapat bpersyaratan tertentu. OPZ juga dapat menerima infak/sedekah dari bentuk kas tunai maupun berupa aset non kas.

37 Ikatan Akuntan Indonesia. Pernya ta a n Sta nda r Ak unta nsi Keua nga n No. 109 , (Jakarta, 2010)

3) Dana Amil Dana pengelola atau amil merupakan manifest dan hak terhadap zakat yang diterima. Adapun jenis dana pengelola tersebut adalah hak amil dari dana zakat, bagian tertentu dari bagian infak/sedekah dan sumber lain yang tidak bertentangan dengan

syariah 38

4. Badan Amil Zakat Nasional

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 bahwa Badan Amil Zakat Nasional atau selanjutnya disebut BAZNAS adalah lembaga yang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Hal ini merupakan penegasan dan wujud dari peran pemerintah secara langsung dalam pengelolaan zakat. Badan Amil Zakat dibentuk pemerintah dari tingkat pusat hingga ke tingkat daerah. Adapun pimpinan Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota terdiri atas satu ketua dan

4 (empat) orang wakil. Pimpinan tersebut berasal dari unsur masyarakat yang meliputi tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam. Untuk unsur masyarakat tersebut di atas bukan berasal dari pejabat negara atau

pejabat yang menduduki jabatan struktural pemerintahan. 39 Organisasi BAZNAS yang ada di semua tingkatan bersifat

koordinatif, konsultatif, dan informatif. 40 Adapun tugas amil zakat yaitu:

a) Penarikan/pengumpulan zakat meliputi pendataan wajib zakat, penentuan objek wajib zakat, besarnya nishab zakat, dan syarat- syarat tertentu pada masing-masing objek wajib zakat.

b) Pemeliharaan

zakat

yang meliputi

inventarisasi harta,

pemeliharaan dan pengamanan harta zakat, dan

38 Rizky, ... hal. 26-27 39 Peraturan BAZNAS No. 01 Tahun 2014 tentang Pedoman Tata Cara Pengajuan Pertimbangan Pengangkatan/pemberhentian Pimpinan Badan Amil Zakat Provinsi dan Badan Amil Zakat Kabupaten/Kota

40 Umrotul Khasanah, ... hal. 77 40 Umrotul Khasanah, ... hal. 77

termasuk pelaporan. 41 Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud

dalam pasal 40 ayat (2) BAZNAS kabupaten/kota wajib:

a) Melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat di tingkat kabupaten/kota;

b) Melakukan koordinasi dengan kantor kementrian agama kabupaten/kota dan instansi terkait di tingkat kabupaten/kota dalam

pendistribusian, dan pendayagunaan zakat di tingkat kabupaten/kota dan

pelaksanaan

pengumpulan

c) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan zakat, infak dan sedekah serta dana sosial keagamaan lainnya kepada BAZNAS provinsi dan bupati/walikota.

Terkait dengan kegiatan penghimpunan/pengumpulan zakat, ketersediaan dan pemberian layanan yang baik kepada muzakki tentu sangat penting. Menurut hasil penelitian Achmad Syaiful H. A terdapat

beberapa layanan kepada 42 muzakki diantaranya :

1) Pendataan muzakki

Pendataan muzakki dapat dilakukan dengan cara:

a) Wajib zakat ( muzakki ) mendatangi kantor BAZ/LAZ. Hal ini dapat dilakukan apabila lokasi muzakki berdekatan dengan BAZ/LAZ setempat atau berada pada jarak yang cukup terjangkau.

b) Wajib zakat ( muzakki ) dapat mendaftarkan diri secara online melalui website BAZ/LAZ. Metode ini lebih efektif dengan

41 Ichwan Sam, dkk, Kumpula n Fa twa Za ka t MUI (Jakarta, 2011) hal. 48 42 Achmad Syaiful Hidayat Anwar, Model Ta ta Kelola Ba da n da n Lemba ga Amil Za ka t

seba ga i Upa ya untuk Meningka tka n Pemberda ya a n Ekonomi Ma sya ra ka t Volume 7 Nomor. 2, Juli 2012: 01- 13 seba ga i Upa ya untuk Meningka tka n Pemberda ya a n Ekonomi Ma sya ra ka t Volume 7 Nomor. 2, Juli 2012: 01- 13

c) Mendata wajib zakat yang bekerja di lingkungan dan jajaran kementrian agama setempat yang meliputi pegawai/guru Kemenag dan Madrasah Negeri.

d) Melalui komunikasi/sosialisasi, dalam hal ini tim pendata mendatangi wajib zakat instansi atau perorangan yang belum terdaftar sebagai muzakki. Metode ini membutuhkan SDM yang mencukupi untuk menjangkau lokasi muzakki yang belum terdaftar di kantor BAZ/LAZ.

2) Mekanisme Penentuan Jumlah Zakat

Mekanisme penentuan jumlah zakat dalam hal ini adalah penentuan jumlah zakat yang harus dibayarkan oleh muzakki . Layanan ini bertujuan untuk memberikan kemudahan kepada muzakki yang belum memahami dalam penghitungan zakat yang harus dibayarkan. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah:

a) Muzakki dapat meminta pengelola BAZ/LAZ untuk menghitung kewajiban zakatnya. Hal ini dilakukan apabila muzakki belum tahu dan belum paham tentang cara menghitung jumlah zakat yang harus dibayar. Dalam hal ini muzakki dapat mendatangi kantor BAZ/LAZ terdekat atau dapat berinteraksi dan berkomunikasi melalui media internet ( chatting ), email, telepon atau SMS.

b) Melalui layanan konsultasi online Dalam hal ini muzakki dapat berkonsultasi dengan para pengelola zakat secara online dengan media internet. Tentunya hal ini didukung oleh ketersediaan teknologi dan kemampuan SDM termasuk muzakki dalam memanfaatkan teknologi.

Selanjutnya, Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 tentang Pengelolaan zakat BAB IV mengatur tentang lingkup kewenangan pengumpulan zakat. khususnya pasal 55 ayat (1) menyatakan bahwa BAZNAS kabupaten/kota berwenang melakukan pengumpulan zakat melalui UPZ dan atau secara langsung. UPZ merupakan singkatan dari Unit Pengumpul Zakat. Pengumpulan zakat melalui UPZ dilakukan dengan cara membentuk UPZ pada:

a) Kantor satuan kerja pemerintah daerah/lembaga daerah kabupaten/kota

b) Kantor instansi vertikel tingkat kabupaten/kota

c) Badan usaha milik daerah kabupaten/kota

d) Perusahaan swasta skala kabupaten/kota

e) Masjid/mushalla, langgar, surau atau nama lainnya

f) Sekolah/madrasah dan lembaga pendidikan lain

g) Kecamatan atau nama lainnya

Masih dalam peraturan yang sama, pengumpulan zakat secara langsung dilakukan melalui sarana yang telah disediakan oleh BAZNAS kabupaten/kota. Dalam hal ini cara pengumpulan zakat secara langsung dapat dilakukan ketika muzakki melakukan pembayaran langsung ke konter layanan zakat, infak dan sedekah yang disediakan oleh lembaga zakat, dan dapat juga dilakukan ketika petugas BAZNAS memberikan

layanan jemput zakat. 43 Dalam rangka memudahkan muzakki untuk menunaikan zakat

mereka, BAZNAS menyediakan beberapa alternatif layanan seperti:

a) payroll system (potongan gaji) Zakat melalui payroll system merupakan bentuk pelayanan zakat melalui pemotongan langsung dari gaji seorang karyawan di

43 Penulis mengacu kepada cara pembayaran zakat oleh BAZNAS melalui www.pusat.baznas.go.id/pembayaran [diakses 20 Desember 2015] 43 Penulis mengacu kepada cara pembayaran zakat oleh BAZNAS melalui www.pusat.baznas.go.id/pembayaran [diakses 20 Desember 2015]

(i) Manajemen perusahaan memfasilitasi pimpinan dan karyawan untuk menunaikan zakat dengan cara diperhitungkan langsung dalam daftar gaji.

(ii) Karyawan mengisi form kesediaan membayar zakat melalui potong gaji langsung yang ditujukan kepada bagian SDM atau bagian gaji.

(iii)Pembayaran zakat dilakukan langsung dari gaji setiap bulan dan ditransfer ke rekening BAZNAS oleh bagian keuangan. (iv) Bagian SDM atau bagian gaji menyerahkan data karyawan yang membayar zakat kepada BAZNAS dalam bentuk file berformat excel.

(v) Karyawan memperoleh kartu NPWZ (Nomor Pokok Wajib Zakat), BSZ (Bukti Setor Zakat) dan Laporan Donasi atas zakat yang ditunaikan.

Dalam operasionalnya, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyaluran dan pendayagunaan dana zakat yaitu: pertama , amil zakat perlu memprioritaskan penyaluran dan pendayagunaan dana zakat di sekitar domisili organisasi pengelola zakat sehingga lebih fokus dan muzakki bisa turut serta dalam penyaluran zakat maupun mengawasi pelaksanaan penyaluran dana zakat. Kedua , amil zakat perlu mengidentifikasi kondisi lingkungan dan permasalahan sosial di sekitar domisili OPZ sehingga amil mampu merumuskan skala prioritas untuk golongan penerima dana zakat mana yang paling

membutuhkan. 44 Lebih tegas lagi, Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 Pasal 26

menyatakan bahwa pendistribusian zakat dilakukan berdasarkan skala

44 Rifqi Muhammad, Akunta nsi Keua nga n Sya ria h , (Yogyakarta, P3EI Press, 2008) hal. 434 44 Rifqi Muhammad, Akunta nsi Keua nga n Sya ria h , (Yogyakarta, P3EI Press, 2008) hal. 434

1) Zakat Community Development

2) Rumah sehat

3) Rumah cerdas

4) Rumah makmur

5) Rumah dakwah

6) Tanggap darurat bencana Senada dengan program tersebut di atas, Didin Hafidhuddin

mengatakan bahwa masing-masing BAZ dan LAZ dapat menyusun dan menjalankan

zakat dengan memperhatikan kondisi mustahiq dan skala prioritas. Sebagai contoh

program-program

pendayagunaan

pendayagunaan zakat diantaranya meliputi 45 :

1) Pemberian beasiswa kepada anak-anak (bagi kalangan yang termasuk mustahiq )

2) Pemanfaatan dana zakat untuk usaha-usaha yang produktif disamping yang bersifat konsumtif

3) Melalui dana bergulir dengan bekerjasama dengan BMT

memberikan pembiayaan bagi usaha kaum dhuafa

4) Dan kegiatan lainnya bagi kepentingan mustahiq disertai

pengawasan dan pendampingan dari amil zakat.

5) BAZ dan LAZ pun terlibat aktif dalam penanggulangan berbagai musibah yang terjadi di tanah air baik pada tahap emergency maupun pada tahap pembangunan kembali.

45 Didin Hafidhuddin, ... hal. 101-102

Achmad Syaiful Hidayat Anwar menambahkan kebijakan mekanisme

dengan beberapa pertimbangan. Adapun pertimbangan umum yang dilakukan pengelola BAZ dan LAZ adalah:

1) Menyesuaikan dengan ketentuan dan asnaf

2) Mengacu pada kebijakan pimpinan BAZ dan LAZ

3) Berdasarkan hasil rapat dan musyawarah pihak BAZ/LAZ dan muzakki

4) Disesuaikan dengan pengeluaran 1 tahun yang sama

5) Berdasarkan keputusan manajer pendayagunaan zakat

Lebih lanjut mekanisme distribusi zakat menurut Achmad Syaiful dilakukan dengan beberapa tahapan:

1) Pihak BAZ dan LAZ menerima pengajuan dari calon mustahiq

yang disampaikan oleh departemen penyaluran

2) Tim BAZ dan LAZ yang ditunjuk oleh pimpinan melakukan survei pada calon penerima zakat

3) Tim BAZ dan LAZ yang ditunjuk selanjutnya menganalisis aspek kelayakan mustahiq

4) Petugas BAZ dan LAZ menyalurkan zakat kepada para mustahiq yang dinyatakan layak untuk menerima zakat.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ini juga mewajibkan BAZNAS kabupaten/kota untuk menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat (termasuk dana sosial keagamaan lainnya) kepada BAZNAS Provinsi dan pemerintah daerah secara berkala. Kewajiban tersebut juga dikuatkan oleh pasal 45 dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 huruf (c) yakni BAZNAS kabupaten/kota wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan zakat kepada provinsi dan bupati/walikota. Hal senada juga dinyatakan oleh Didin Hafidhuddin bahwa BAZ dan LAZ melaporkan secara terbuka kepada publik melalui Undang-Undang No. 23 Tahun 2011 ini juga mewajibkan BAZNAS kabupaten/kota untuk menyampaikan laporan pelaksanaan pengelolaan zakat (termasuk dana sosial keagamaan lainnya) kepada BAZNAS Provinsi dan pemerintah daerah secara berkala. Kewajiban tersebut juga dikuatkan oleh pasal 45 dalam Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 2014 huruf (c) yakni BAZNAS kabupaten/kota wajib melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan zakat kepada provinsi dan bupati/walikota. Hal senada juga dinyatakan oleh Didin Hafidhuddin bahwa BAZ dan LAZ melaporkan secara terbuka kepada publik melalui

Adapun untuk pedoman pelaporan, Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 109 tentang akuntansi zakat, infak/sedekah yang menyatakan bahwa Laporan keuangan amil zakat terdiri dari (1) Laporan Posisi Keuangan (2) Laporan Perubahan Dana (3) laporan perubahan aset kelolaan (4) laporan arus kas dan (5) catatan atas laporan keuangan. Standar ini adalah pedoman khusus yang dikeluarkan dalam rangka merespon kebutuhan lembaga pengelola zakat akan sebuah standar keuangan terkait kegiatan pengelolaan zakat yang dilakukan. Sehingga dengan adanya standar keuangan, lembaga pengelola zakat diharapkan dapat menerapkan standar tersebut dalam menyusun laporan keuangan amil yang selaras dan dapat diperbandingkan antara lembaga amil yang satu dengan yang lainnya.

5. Konsep Tata Kelola Perusahaan ( Good Corporate Governance )

Bank Dunia ( World Bank ) mendefinisikan good corporate governance sebagai 46 :

“Kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sec ara keseluruhan.”

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP- 117/M-MBU/2002 47 corporate governance adalah :

“Suatu proses dari struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai- nilai etika.”

46 Muh. Arief Effendi, The Power of Good Corpora te Governa nce Teori dan Implementasi, (Jakarta, Salemba Empat, 2009) hal. 1

47 Muh. Arief Effendi, ...hal. 2 47 Muh. Arief Effendi, ...hal. 2

pola kerja manajemen yang Bersih, Transparan, dan Profesional (BTP). 48 Dari beberapa definisi di atas, terdapat stakeholders yang merupakan

sasaran penting dari pelaksanaan tata kelola perusahaan. Adapun stakeholders diartikan setiap pihak baik individu maupun kelompok yang dapat terkait atau berpengaruh terhadap aktivitas perusahaan. Jadi stakeholders merupakan setiap pihak yang memiliki kepentingan dengan kinerja suatu perusahaan. Secara

teoritis 49 stakeholders dapat dibagi dua yaitu :

a. P rimary Stakeholders yaitu para pemegang saham, investor, karyawan dan manajer, pemasok, rekanan bisnis dan masyarakat

b. Secondary Stakeholders yaitu pemerintah, institusi bisnis, kelompok sosial kemasyarakatan, akademisi dan pesaing.

Secara umum penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konkret memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut 50 :

a. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing

b. Mendapatkan cost capital yang lebih murah

c. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan

d. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan

e. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum

48 Muh. Arief Effendi, ... hal. 2 49 Artikel Good Corporate Governance dalam buku Indra Surya dan Ivan Yustiavandana,

Penera pa n Good Corpora te Governa nce , (Jakarta, Kencana, 2006) hal. 67 50 I Nyoman Tjager (2004) dalam buku Indra Surya, ... hal. 68

Prinsip-prinsip utama dari Good Corporate Governance yang menjadi indikator sebagaimana ditawarkan oleh Organization for Economic

Cooperation and Development 51 (OECD) adalah :

a. F airness (Kewajaran)

b. Disclosure/Transparency (Keterbukaan/Transparansi)

c. Accountability (Akuntabilitas)

d. Responsibility (Responsibilitas)

Dalam literatur lainnya, prinsip-prinsip good governance adalah sebagai berikut 52 :

a. Partisipasi Masyarakat

b. Kepastian Hukum

c. Peduli pada Stakeholders

d. Efektifitas dan Efisiensi

e. Akuntabilitas

f. Visi Strategis

g. Transparansi dan sistem yang informasi yang terbuka

Namun, sesuai dengan Pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tentang penerapan good corporate governance pada BUMN, terdapat lima prinsip yang terkandung dalam good corporate

governance 53 diantaranya :

1. Transparansi ( transparency ) Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan pengungkapan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan.

51 Dikutip dari Jurnal Wahyono darmabrata (2003) oleh Indra Surya, ... hal. 68

52 Achmad Arief Budiman (2012) dalam jurnal Muhammad Munirul Hakim, Penga ruh Tra nspa ra nsi da n Akunta bilita s Pengelola a n Za ka t terha da p Mina t Muza kki Ruma h Za ka t ca b.

Sema ra ng , (IAIN Walisongo 2014) hal. 26 53 Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: KEP-117/M-MBU/2002 Pasal

3 hal. 4-5

2. Kemandirian ( independence ) Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa konflik kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas ( accountability ) Kejelasan fungsi, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.

4. Pertanggungjawaban ( responsibility ) Kesesuaian pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang- undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Kewajaran ( fairness ) Keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak pemangku kepentingan yang timbul sebagai akibat dari perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jadi terdapat lima prinsip penerapan good corporate governance diantaranya prinsip transparansi, pengungkapan, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban dan prinsip kewajaran.

Sebuah perusahaan yang ingin mewujudkan good governance harus dapat memahami proses dari pelaksanaan good governance tersebut. Dalam hal ini terdapat empat prinsip aktivitas yaitu pertama, direction yang berfokus pada formulasi arah strategi untuk masa depan perusahaan secara jangka panjang. Kedua executive action yang diaplikasikan dalam pengambilan keputusan, ketiga pengawasan yang meliputi monitoring performance dari manajemen dan keempat akuntabilitas yang berfokus pada pertanggungjawaban pihak-pihak

yang membuat keputusan. 54 Konsep tentang Good Corporate Governance ( GOOD CORP ORATE

GOVERNANCE ) secara universal ternyata selaras dengan ajaran agama

54 Saleem Sheikh dan William Rees dalam buku Indra Surya, ... hal. 8 54 Saleem Sheikh dan William Rees dalam buku Indra Surya, ... hal. 8

6. Tinjauan tentang Akuntabilitas

a. Konsep Akuntabilitas

Konsep tentang akuntabilitas secara harfiah dalam bahasa inggris disebut dengan accountability yang diartikan sebagai “yang dapat dipertanggungjawabkan”. Atau dalam kata sifat disebut sebagai accountable 56 .

Adapun akuntabilitas menurut United Nation Development P rogram adalah:

“Akuntabilitas adalah evaluasi terhadap proses pelaksanaan kegiatan/kinerja organisasi untuk dapat dipertanggungjawabkan serta sabagai umpan balik bagi pimpinan organisasi untuk dapat lebih

meningkatkan kinerja organisasi pada masa yang akan datang 57 .”

Akuntabilitas adalah kemampuan memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan seseorang/sekelompok orang terhadap

masyarakat luas dalam suatu organisasi. 58 Akuntabilitas adalah keharusan lembaga-lembaga sektor

menekankan pada pertanggungjawaban

publik untuk lebih

horizontal

(masyarakat)