asuhan keperawa tan Fraktur Dan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kejadian fraktur di indonesia sebesar 1,3 juta setiap tahunnya dengan
jumlah penduduk 238 juta jiwa, merupakan terbesar di Asia Tenggara
(wrongdiagnosis, 2011). Kejadian fraktur di indonesia dilaporkan Depkes RI
(2007) menunjukan bahwa sekitar delapan juta orang mengalami fraktur
dengan jenis fraktur yang berbeda. Insiden fraktur di indonesia 5,5% dengan
rentang setiap profensi antara 2,2-9% (Depkes, 2007).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada integritas,
seseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun psikologis yang
dapat menimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri tersebut adalah keadaan
subjekyif dimana seseorang memperlihatkan ketidaknyamanan secara verbal
maupun non verbal. Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk
beristirahat, konsentrasi, dan kegiatan yang biasa dilakukan.
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998). Fraktur dikenal
dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan jaringan lunak di sekitar tulang
akan menentukan apakah fraktur yang lengkap atau tidak lengkap. Fraktur

lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan fraktur tidak lengkap
tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Sylvia A. Price, 1999). Pada
beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan dislokasi terjadi
bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan hubungan yang normal
antara kedua permukaan sendi secara lengkap (Jeffrey M.Spivak et al., 1999).

1

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien fraktur
1.2.2 Tujuan Umum
a) Dapat menjelaskan definisi fraktur
b) Dapat mengetahui etiologi dari fraktur
c) Dapat memahami klasifikasi fraktur
d) Dapat menjelaskan patofisiologi fraktur
e) Dapat mengetahui menifestasi klinis dari fraktur
f) Dapat mengetahui pemeriksaan penunjang pada fraktur
g) Dapat memahami apasaja komplikasi yang disebebkan oleh fraktur


2

BAB II
PEMBAHASAN

2.1

Definisi Fraktur
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Chairudin Rasjad, 1998).
Fraktur dikenal dengan patah tulang. Biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik. Kekuatan, sudut, tenaga, keadaan tulang dan
jaringan lunak di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang
lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang
patah, sedangkan fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan
tulang (Sylvia A. Price, 1999).
Pada beberapa keadaan trauma muskuloskletal, sering fraktur dan
dislokasi terjadi bersamaan. Dislokasi atau luksasio adalah kehilangan
hubungan yang normal antara kedua permukaan sendi secara lengkap
(Jeffrey M.Spivak et al., 1999).


2.2

Etiologi
Tulang kortikal mempunyai struktur yang dapat menahan kompresi dan
tekanan dan memuntir (shearing). Kebanyakan fraktur terjadi karena
kegagalan tulang menahan tekanan, terutama tekanan membengkok,
memutar dan menarik (Chairudin Rasjad, 1998).
Trauma muskulo yang dapat mengakibatkan fraktur adalah sebagai berikut.
1) Trauma langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung
pada tulang. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya fraktur pada
daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasa nya bersifat kominutif dan
jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2) Trauma tidak langsung. Apabila trauma dihantarkan ke daerah yang
lebih jauh dari daerah fraktur, trauma tersebut disebut trauma tidak
langsung. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan

3

fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap

utuh.
Fraktur terjadi akibat adanya tekanan yang melebihi kemampuan tulang
dalam menahan tekanan. Tekanan pada tulang dapat berupatekanan berputar
yang menyebabkan fraktur bersifat spiral atau oblik; tekanan membengkok
yang menyebabkan fraktur transversal; tekanan sepanjang aksis tulang yang
dapat menyebabkan fraktur impaksi, dislokasi, atau fraktur dislokasi;
kompresi vertikal dapat menyebabkan fraktur kominutif atau memecah,
misalnya pada badan vertebra, talus, atau fraktur buckle pada anak-anak
trauma langsung yang disertai dengan resistensi pada satu jarak tertentu
akan menyebabkan fraktur oblik atau fraktur Z; fraktur karena remuk;
trauma karena tarikan pada ligamen atau tendo akan menarik sebagian
tulang.
2.3

Klasifikasi Fraktur
Chairudin Rasjad (1998) mengklasifikasikan fraktur dalam beberapa
keadaan berikut.

2.3.1 Klasifikasi etiologis
1) Fraktur traumatik. Terjadi karena trauma yang tiba-tiba mengenai tulang

dengan kekuatan yang besar dan tulang tidak mampu menahan trauma
tersebut sehingga menjadi patah.
2) Fraktur patologis. Terjadi karena

adanya kelainan/penyakit yang

menyebabkan kelemahan pada tulang (infeksi, tumor, kelainan bawaan)
dan dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma ringan.
3) Fraktur stress. Terjadi karena adanya trauma yang terus menerus pada
suatu tempat tertentu.

4

Gambar 2.1 gambaran skematis secara klinis dari fraktur
2.3.2 Klasifikasi klinis
1) Fraktur tertutup (simple fracture). Fraktur tertutup adalah fraktur yang
fragmen tulangnya tidak menembus kulit sehingga tempat fraktur tidak
tercemar oleh lingkungan/tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar.
2) Fraktur terbuka (compound fracture). Fraktur terbuka adalah fraktur yang
mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan

jaringan lunak, dapat berbentuk from within (dari dalam), atau from
without (dari luar).
Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat (menurut R. Gustino), yaitu:
Derajat I :
- Luka < 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
Derajat II :
- Leserasi > 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
Derajat III

5

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi
3) Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture). Fraktur dengan

komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi, misalnya
mal-union, de-layed union,non-union, dan infeksi tulang.

Gambar 2.2 gambaran skematis secara klinis dari fraktur tertutup dan
terbuka
2.3.3 Klasifikasi radiologis
1) Lokalisasi/letak fraktur: diafisis, metafisis, intra-artikular, dan fraktur
dengan dislokasi
2) Konfigurasi/sudut patah dari fraktur
a) Fraktur transfersal: fraktur yang garis patahannya tegak lurus
terhadap sumbu panjang tulang. Fraktur akan stabil biasanya dikontrol
dengan bidai gips.
b) Fraktur oblik: fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
c) Fraktur spiral: fraktur ini khas pada cidera main ski ketika ujung ski
terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.
Fraktu ini cenderung cepat sembuh dengan imobilisasi luar.
d) Fraktur kominutif: terputusnya keutuhan jaringan tempat adanya lebih
dari dua fragmen tulang.


6

e) Fraktur segmental: dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah. Keadaan
ini mungkin memerlukan pengobatan melalui pembedahan.
f) Fraktur impaksi atau fraktur kompresi: ketika dua tulang menumbuk
tulang ketiga yang berada diantaranya, seperti satu vertebra dengan
dua vertebra lainnya.
3) Ekstensi
Fraktur total, fraktur tidak total (fracture crack), fraktur burcle atau torus,
fraktur garis rambut, fraktur greenstick (fraktur tidak sempurna dan
sering terjadi pada anak-anak)
4) Fraktur avulsi. Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi
tendot ataupun ligamen.
5) Fraktur sendi. Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan
sendi, terutama apabila geometri sendi terganggu secara bermakna.

Gambar 2.3 konfigurasi/sudut patah dari fraktur

7


2.4

Pathway

Trauma langsung

Trauma tidak
langsung

Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang

Pergeseran fragmen
tulang

Perub jaringan

sekitar

Nyeri akut

Kerusakan fragmen
tulang
Spame otot

Tek sumsum tulang
lebih tinggi dari
kapiler

Deformitas

Peningkatan tek
kapiler

Melepaskan
ketekolamin


Ggn fungsi
ekstremitas

Pelepasan histamin

Metabolisme asam
lemak

Hambatan
mobilitas fsik

Protein plasma
hilang

Pergeseran fragmen
tulang

Laserasi kulit

Edema
Penekanan
pembuluh darah

Putus vena/arteri

pendarahan

Kerusakan
integritas kulit
Resiko infeksi
Kehilangan volume
cairan

8

Bergabung dengan
trombosit
emboli
Menyumbat
pembuluh darah

Ketidakefektifan
perfusi jaringan
perifer
Resiko syok
(hipovolemik)

2.5

Manifestasi klinis
1) Tidak dapt menggunakan anggota gerak
2) Nyeri pembengkakan
3) Terdapat trauma (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh
di kamar mandi pada orangtua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan kerja, trauma olahraga)
4) Gangguan fungsio anggota gerak
5) Deformitas
6) Kelainan gerak
7) Krepitasi atau datang dengan gejala-gejala lain

Lokalisasi
Waktu penyembuhan
Falang/metacarpal/metatarsal/costa
3-6 Minggu
Distal radius
6 Minggu
Diafisis ulna dan radius
12 Minggu
Humerus
10-12 Minggu
Klavikula
6 Minggu
Panggul
10-12 Minggu
Femur
12-16 Minggu
Kondilus femur/tibia
8-10 Minggu
Tibia/fibula
12-16 Minggu
Vertebra
12 Minggu
Sumber: pengantar ilmu bedah ortopedi hal:371
2.6

Pemeriksaan penunjang
1) X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2) Scan tulang: memperlihatkan faraktur lebih jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak
3) Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan
vaskuler
4) Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun
pada

perdarahan;

peningkatan

lekosit

sebagai

respon

terhadap

peradangan
5) Kretinin: trauma otot menigkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal

9

2.7

Penatalaksanaan
1) Proteksi (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untik mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada
anggota gerak bawah. Tindakan ini terutama diindikasikan pada frakturfraktur tidak bergeser, fraktur iga yang stabil, falang dan metakarpal, atau
fraktur klavikula pada anak. Indikasi lain yaitu fraktur kompresi tulang
belakang, fraktur impaksi pada humerus proksimal, serta fraktur yang
sudah mengalami union secara klinis, tetapi belum mencapai konsolidasi
radiologis.
2) Reduksi
Reduksi

fraktur

berarti

mengembalikan

fragmen

tulang

pada

kesejajarannya dan rotasi anatomis.
a) Reduksi tertutup, mengembalikan fragmen tulang ke posisi nya
(ujung-ujungnya saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi
manual. Alat yang digunakan biasanya traksi, bidai dan alat yang
lainnya.
b) Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah. Alat fiksasi internal/ORIF
(Open Reducion Internal Fixation) atau fiksasi eksternal/OREF (Open
Reducion eksternal Fixation).
3) Imobilisasi
Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode eksterna dan interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fungsi status neurovaskuler selalu
dipantau meliputi peredaran darah, nyeri, perabaan, grakan, perkiraan
waktu imobilisasi yang di butuhkan untuk penyatuan tulang yang
mengalami fraktur adalah sekitar 3 bulan.
2.8

Faktor penyembuhan fraktur
Menurut Chairudin Rasjad (1999) fakto-faktor yang menentukan lamanya
penyembuhan fraktur adalah sebagai berikut.
a. Usia penderita. Waktu penyembuhan anak-anak lebih cepat daripada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan aktivitas proses osteogenesis

10

pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada
bayi sangat aktiv. Apabila usia bertambah, proses tersebut semakin
berkurang.
b. Lokasi dan konfigurasi fraktur
c. Pergeseran awal fraktur
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen
e. Reduksi dan imobilisasi
f. Waktu imobilisasi
g. Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
h. Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan
dalam penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
2.9

Komplikasi
1) Komplikasi Awal
a) Kerusakan arteri. Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai
dengan tidak adanya nadi, CRT (Capillary refill Time) menurun,
sianosis pada bagian distal, hematoma melebar, dan dingin pada
ekstremitas disebabkan darurat splinting, perubahan posisi pada yang
sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
b) Sindrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah pada
jaringan parut. Hal ini disebabkan oleh edema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah atau karena tekanan dari luar
seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c) Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serus pada kasus
fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang
dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan
menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal

11

tersebut ditandai dengan gangguan pernapasan, takikardia, hipertensi,
takipnea dan demam.
d) Infeksi. Sistem pertahanan tubuh akan rusak bila ada trauma pada
jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Hal ini biasanya terjadi pada kasus frakur
terbuka, tetapi dapat juga karena menggunakan bahan lain dalam
pembedahan, seperti pin (ORIF & OREF) dan plat.
e) Nekrosis avaskular terjadi karena aliran darah rusak atau terganggu
sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
f) Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler sehingga menyebabkan oksigen menurun.
2) Komplikasi Lama
a) Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Hal ini
terjadi karena suplai darah ke tulang menurun. Delayed union adalah
fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu tiga bulan untuk
anggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota gerak bawah.
b) Non-union adalah fraktur yang tidak sembuh antara 6-5 bulan dan
tidak dapat konsolidasi sehingga terdapat pseudoartosis (sendi palsu).
Pseudoartosis dapat terjadi tanpa infeksi, tetapi dapat juga terjadi
bersama-sama infeksi yang disebut infected pseudoartosis.
Beberapa jenis non-union terjadi menurut keadaan ujung-ujung
fragmen tulang sebagai berikut.
hipert
c) Mal-union adalah keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya,
tetapi terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus,
pemendekan, atau union secara menyilang misal nya pada fraktur
tibia-fibula. Etiologi Mal-unionadalah fraktur tanpa pengobatan,
pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan imobilisasi yang tidak
baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada awal

12

pengobatan, osifikasi prematur pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

13

3.1 PENGKAJIAN
a) Biodata
Nama

:

Umur

: kebanyakan terjadi pada usia muda akibat
kecelakaan dan usia tua akibat jatuh ( misalnya di
kamar mandi)

Jenis kelamin

: bisa untuk semua jenis kelamin

Status mariental

:

Agama

:

Pendidikan

:

Pekerjaan

: pekerjaan yang membawa beban berat. Dengan
resiko kecelakaan tinggi.

Suku bangsa

:

Alamat

:

No. Medrec

:

No. Rawat

:

Dx. Medis

: fraktur

Tgl. Masuk

:

Tgl. Pengkajian

:

Penanggung jawab
Nama

:

Umur

:

Pekerjaan

:

Hubungan dengan pt

:

b) Keluhan utama :
Nyeri pada daerah yang terjadi trauma akibat kecelakaan
c)

Riwayat kesehatan sekarang :

14

Biasanya klien datang dengan keluhan akibat kecelakaan atau trauma lain.
d) Riwayat kesehatan masa lalu :
Pengkajian yang perlu di tanyakan, meliputi riwayat hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit jantung, apakah pernah mengalami fraktur sebelumnya,
pengobatan pada saat sakit.
e)

Riwayat kesehatan keluarga :
Faktor genetik tidak termasuk pada timbulnya penyakit fraktur kecuali klien
yang menderita diabetes pada keluarga akan menyebabkan komplikasi.

f)

Pemeriksaan fisik :
1) Tanda-tanda vital
a. Keadaan umum : compos mentis
b. Kesadaran : *kualitatif : CM s/d Coma, *kuantitatif: GCS
c. Tekanan darah : normalnya tekanan darah 120/80
d. Nadi : nadi normalnya 60-100x/mnt (biasanya nadi meningkat)
e. Suhu : suhu normalnya 36−37,5o C
f. RR : pernafasan normalnya 16-24x/mnt (tergantung jenis frakturnya
apabila klien trauma panggul terjadi sesak nafas, karena adanya
perubahan pada sistem pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan
syok, klien trauma panggul berat biasanya akan mengalami ARDS
atau gagal nafas akut)
2) Antropometri
BB=

kg

TB=

cm

3) Pemeriksaan sistematika/persistem
A) Sistem pernafasan
Pada pemeriksaan sistem pernapasan, di dapatkan bahwa klien fraktur
tidak mengalami kelainan pernafasan kecuali jika klien trauma
panggul terjadi sesak nafas, karena adanya perubahan pada sistem
pernafasan di sertai banyaknya perdarahan dan syok, klien trauma
panggul berat biasanya akan mengalami ARDS atau gagal nafas akut.

15

B) Sistem kardiovaskuler
- Inspeksi : mukosa bibir lembab, tidak terdapat kelenjar getah bening,
tidak terdapat distensi vena jugularis, tidak terdapat clubbing finger.
- Palpasi : CRT