asuhan keperawatan pada klien insufisien

ILMU KEPERAWATAN KLINIK II B
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
INSUFISIENSI AORTA

oleh:
Mila Yuni Sahlia

142310101090

Linda Ayu Agustin

142310101097

Devi Putwi Hardini

142310101124

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015


ILMU KEPERAWATAN KLINIK II B
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN
INSUFISIENSI AORTA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Keperawatan Klinik II B (IKK II B)
Dosen Pembimbing: Ns. Lantin Sulistyorini, M.Kes.

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
i

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................

i

DAFTAR ISI............................................................................................


ii

KATA PENGANTAR............................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ….…………………………………………….

1

1.2. Tujuan……………………………………………………….....

2

1.3. Implikasi……………………………………………………….

2

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1. Pengertian.....................................................................................

3

2. 2. Etiologi...........................................................................................

3

2.3. Epidemiologi……………………………………………………..

4

2.4. Tanda dan Gejala .......................................................................

6

2.5. Patofisiologi ..................................................................................

8


2.6. Komplikasi dan prognosi…. .......................................................

9

2.7. Pengobatan………………………………………………………

9

BAB III PATHWAYS......................................................................

11

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN
1.1 Pengkajian Keperawatan……………………………………….

12

1.2 Diagnosa Keperawatan.................................................

……..


13

1.3 Perencanaan dan Implementasi Keperawatan...........................

14

1.5 Evaluasi Keeperawatan ………....................................................

21

BAB IV. PENUTUP

ii

5.1. Kesimpulan................................................................................

22

5.2. Saran................................................................................


22

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................

23

iii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Insufisiensi Aorta” tepat pada waktunya. Dalam
penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi
dengan bantuan dari berbagai pihak, tantangan tersebut bisa teratasi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal
dari Tuhan Yang Maha Esa. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari
pembaca sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kami
sekalian.

Jember, 1 November 2015

Penyusun

iv
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jantung merupakan organ yang sangat penting bagi tubuh kita karena berfungsi
mengantarkan oksigen, nutrien, dan substansi lain ke jaringan dan membuang sisa
metabolisme selular melalui pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi dan integrasi
sistem lainnya. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh katup
diantaranya

adalah

katup


atrioventricular

dan

katup

semilunar.

Katup

atrioventricular (mitral dan trikuspid) terbuka dan darah mengalir dari atrium
dengan tekanan yang lebih tinggi ke dalam venrtikel yang relaksasi. Setelah
pengisian ventricular, maka akan dimulai fase sistole. Saat tekanan intraventrikular
sistolik meningkat, maka katup atrioventrikular akan menutup, sehingga mencegah
aliran darah kembali ke dalam atrium dan kemudian kontraksi ventrikular dimulai.
Selama fase sistolik, tekanan ventrikular meningkat menyebabkan katup semilunar
(aorta dan pulmonar) terbuka. Saat ventrikel mengeluarkan darah, maka tekanan
intraventrikular menurun dan katup semilunar tertutup sehingga mencegah aliran
balik ke dalam ventrikel. Klien yang mengalami penyakit valvular mengalami aliran

balik atau regurgitasi darah melalui katup yang tidak kompeten, sehingga
menyebabkan suara murmur ketika sedang melakukan auskultasi.
Gangguan pada katup yang sering selama ini adalah insufisiensi aorta dan
stenosis mitral. insufisiensi aorta adalah sustu keadaan dimana terjadi refluk (aliran
balik) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Sedangkan stenosis
mitral adalah terhambatnya aliran darah dalam jantung akibat perubahan struktur
katup mitral yang menyebabkan tidak membukanya katub mitral secara sempurna
pada saat diastolik. Insufisiensi aorta disebabkan karena lesi peradangan yang
merusak bentuk bilah katup aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup
lumen aorta dengan selama diastole dan mengakibatkan aliran balik darah dari aorta
ke ventrikel kiri. Selain itu juga bisa disebakan oleh endokarditis, kelainan bawaan
atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau
robekan aorta asenden.
Penderita insufisiensi aorta biasanya pasien mengeluh dada terasa berat,nafsu
makan berkurang, muntah dan sesak saat beraktivitas. Sebagai perawat kita harus
memahami dan mengetahui tentang asuhan keperawatan terhadap pasien yang
mengalami insufisiensi aorta agar kita
1 dapat memberikan upaya medikasi yeng

terbaik sehingga pasien dapat sembuh atau dapat mengurangi risiko tinggi semakin

parahnya penyakit.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini sebagai berikut :
1. Mampu memahami pengertian penyakit insufisiensi aorta
2. Mampu memahami epidemiologi penyebab penyakit insufisiensi aorta
3. Mampu memahami etiologi penyakit insufisiensi aorta
4. Mampu memahami tanda dan gejala penyakit insufisiensi aorta
5. Mampu memahami patofisiologi penyakit insufisiensi aorta
6. Mampu memahami komplikasi dan prognosis penyakit insufisiensi aorta
7. Mampu memahami pengobatan penyakit insufisiensi aorta
8. Mampu memahami asuhan keperawatan penyakit insufisiensi aorta
1.3 Implikasi
Dengan mengetahui arti, penyebab, tanda dan gejala diharapkan agar perawat
lebih fokus dalam melakukan asuhan keperawatan terutama pada pasien atau klien
dengan penyakit insufisiensi aorta.

BAB 2. TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Insufisiensi Aorta

2


Regurgitasi katup aorta adalah kembalinya darah ke ventrikrl kiri dari
aorta selama diastol. Inkompetensi katup aorta biasanya terjadi setelah demam

reumatik. Dengan kembalinya darah ke ventrikel kiri selama diastol, tekanan
diatolik di aorta menurun. Penurunan tekanan diastolik didalam aorta
menyebabkan karakteristik peningkatan tekanan denyut: perbedaann hasil
penngukuran antara tekanan distolik dan diastolik. Regurgitasi aorta juga
meningkatkan volume diastolik ventrikel kiri karena darah masuk ke ventrikel
selama diastol dari atrium kiri dan aorta. Hal ini meningkatkan volume sekuncup
dan curah jantung. Regurgitasi katup aorta menyebabkan hipertrofi ventrikel
kiri, yang dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung kongestif.
2.2 Etiologi Insufisiensi Aorta
Terdapat dua penyebab utama dari regurgitasi katup aorta, yaitu:
a. Abnormalitas pada katup aorta, yang terdiri atas abnormalitas kongenital,
endokarditis,

dan

penyakit

rheumatic.

Penyakit

rheumatic

dapat

menyebabkan penebalan, deformitas, dan pemendekan katup aorta, sehingga
menyebabkan stenosis maupun insufisiensi aorta. Selain itu, kelainan
kongenital yang menunjukkan adanya fenestrasi dari katup aorta juga dapat
menimbulkan AR yang ringan. Prolaps katup aorta dapat menyebabkan AR
kronik yang progresif, dan biasanya terdapat pada VSD atau degenerasi
myxomatosa.
Endokarditis infektif dapat menimbulkan deformasi katup, perforasi, tau
erosi katup. Penyakit sifilis dapat menyebabkan jaringan parut pada katup
dan terdapat retraksi. Ankylosing spondilitis dapat menyebabkan AR karena
mempengaruhi dinding aorta
b. Dilatasi aorta, yang terdiri atas aneurisma aorta akibat inflamasi dan sindrom
marfan, diseksi aorta, ekstasia annuloaortikus, dan sifilis. Dilatasi aorta dapat
menyebabkan AR, yang menyebabkan pelebaran annulus aortikus dan
pemisahan katup aorta. Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan dilatasi
aorta yaitu degenerasi kistik medial pada aorta asendens, dilatasi aorta
idiopatik, ekstasia annulortikus, osteogenesis imperfecta, hipertensi berat.
3

Terdapat dua jenis AR, yaitu AR akut dan kronik

a. Pada AR akut, ukuran ventrikel kiri normal, namun adanya pertambahan
volume darah dari regurgitasi menyebabkan peningkatan tekanan diastolik
pada ventrikel. Tekanan tersebut mempengaruhi atrium kiri dan trunkus
pulmonal, yang menyebabkan dispnea dan edema pulmonal. Biasanya, AR
akut yang berat merupakan indikasi dari pembedahan yang membutuhkan
penggantian katup segera.
b. Pada AR yang kronik, terdapat respon adaptasi dari ventrikel kiri sehingga
regurgitasi dapat berjalan lebih lama. Respon tersebut berupa dilatasi dan
hipertrofi ventrikel. Dilatasi tersebut dapat meningkatkan volume ventrikel
kiri sehingga dapat menerima volume regurgitasi dengan sedikit peningkatan
tekanan diastolik. Hal ini dapat menyebabkan menurunnya tekanan pada
atrium kiri dan trunkus pulmonal. Karena terjadi peningkatan kapasitas
volume ventrikel, tekanan pada aorta saat diastolik berkurang, namun terjadi
peningkatan tekanan sistolik karena stroke volume ventrikel kiri menigkat.
Kombinasi peningkatan tekanan sistolik dan penurunan tekanan diastolik
mengakibatkan besar tekanan pulsasi meningkat,yang merupakan gejala dari
AR kronik. Akibat penurunan tekanan diastolik, perfusi arteri koroner
menjadi berkurang, yang dapat menyebabkan penurunan suplai oksigen ke
miokardium, kombinasi ini dengan peningkatan ukuran ventrikel dapat
menyebabkan angina.
2.3 Epidemiologi Insufisiensi Aorta
Insufisiensi aorta mengenai sekitar 5:10.000 populasi. Insidens lebih
tinggi pada pria terutama pada yang berumur 30-60 tahun. Insufisiensi aorta
biasanya disertai dengan kelainan jantung lain, seperti VSD tipe membran
(konoventrikuler atau tipe konal septal (infundibuloventrikuler), kelainan katup
aorta subvalvular, displasia daun katup tanpa fusi komisura, dan hilangnya 2
atau 3 daun katup aorta. Resiko terjadinya kematian prematur, komplikasi, dan
kebutuhan akan pengobatan karena penyakit jantung kongenital sedikitnya 50%
dari populasi penderita.

4

Sekitar 2/3 pasien regurgitasi aorta, penyebabnya adalah demam
reumatik yang menimbulkan penebalan, deformasi, dan pemendekan daun katup

aorta. Hal ini mengakibatkan pembukaan pada sistole dan penutupan saat
diastole menjadi tidak sempurna. Namun, kejadian demam rematik jarang
menjadi regurgitasi aorta yang tersendiri.
Demam rematik akut berhubungan dengan derajat variasi valvulitis dan
miokarditis. Penelitian di New Zaeland memperlihatkan bahwa disfungsi
kontraksi ventrikel kiri selama dan setelah demam reumatik akut tergantung
pada tingkat dan tipe regurgitasi aorta dan mungkin dipengaruhi oleh intervensi
bedah.
Mortalitas dan morbiditas insufisiensi aorta berhubungan dengan
berbagai parameter seperti durasi insufisiensi aorta, keparahan kompetensi
katup, mekanisme kompensasi, komplikasi pasca bedah penggantian katup pada
simtomatik yang berat. Pada insufsiensi aorta kronik dengan fungsi diastolic
ventrikel kiri yang stabil dan mekanisme kompensasi yang sudah lama terjadi
akan menimbulkan efek samping berupa lesi baru yang akut. Hal ini berdampak
besar pada fungsi katup dan aliran darah yang pada akhirnya bisa memfasilitasi
terjadinya dekompensasi. Oleh karena itu, setiap pasien dengan kompensasi
insufisiensi aorta kronik yang berat harus diperhitungkan tingginya resiko
dekompensasi dengan komplikasi jantung yhang mengancam jiwa.
Data-data riwayat penyakit yang ada sebagian besar berasl dari populasi
dewasa yang menderita insufisiensi aorta selama beberapa tahun. Berdasarkan
data ini, harapan hidup 5 tahun pasien angina dengan insufisiensi aorta berat
yhang tidak dikreksi adalah 50%. Setiap terjadi gagal jantung, 50% pasien yang
tidak dikoreksi akan meninggal dalam 2 tahun. Sebaliknya pasien yang dapat
terapi pembedahan memiliki mortalitas 1-5%. Diperkirakan bahwa 75% pasien
dengan insufisiensi aorta murni adalah laki-laki, sedangkan yang disertai
kelainan katup mitral, insidennya lebih tinggi pada wanita. Insufisiensi aorta
yang bersamaan dengan penyakit jantung congenital lainnyah, insidennya tidak
berhubungan dengan usia.

5

2.4 Tanda dan Gejala Insufisiensi Aorta

Regurgitasi katup aorta yang ringan tidak menimbulkan gejala sebelum
murmur jantung yang khas (setiap kali ventrikel kiri mengalami relaksasi), yang
dapat didengar melalui stetoskop. Pada regurgitasi yang berat, ventrikel kiri
mengalirkan sejumlah besar darah, yang menyebabkan pembesaran ventrikel
dan akhirnya menjadi gagal jantung. Gagal jantung menyebabkan sesak nafas
sewaktu melakukan aktivitas atau sewaktu berbaring terlentang, terutama pada
malam hari. Duduk tegak memungkinkan dialirkannya cairan dari paru-paru
bagian atas sehingga pernafasan kembali normal. Penderita juga mungkin
mengalami palpitasi ( jantung berdebar) yang disebabkan oleh kontraksi yang
kuat dari ventrikel yang membesar. Bisa terjadi nyeri dada, terutama pada
malam hari.
Tanda dan gejala dari AR kronik biasanya tidak terlihat akibat adanya
kompensasi yang dilakukan. Namun, beberapa gejala yang sering ditemukan
yaitu:
a. Dispnea dalam aktivitas
b. Kelelahan
c. Penurunan toleransi aktivitas fisik
d. Sensasi yang tidak nyaman karena palpitasi
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu:
a. Pemeriksaan fisik ; dapat ditemukan bebrapa tanda, yaitu:
Peningkatan dan penjalaran tekanan pulsasi, yang memiliki banyak versi
yaitu :
1) Pulsasi bisferiens

: pulsasi sistolik ganda pada arteri karotid atau

brakialis
2) Pulsasi corrigan : pulsasi “palu air” dengan adanya kolaps atau distensi
3) Tanda de Musset :
4) Tanda Duroziez : Murmur to-and-froyang dapat terdengar pada
auskultasi arteri femoralis dengan penekanan stetoskop yang ringan (ipd)
5) Tanda Hill : tekanan sistolik pada popliteal lebih tinggi 60 mmHg dari
6
tekanan sistolik brakialis

6) Tanda Muller : adanya pulsasi sistolik uvula
7) Tanda Quincke : adanya pulsasi kapiler yang terlihat pada bibir atau
bantalan kuku proksimal
8) Tanda Traube : Auskultasi pada artei femoralis yang seperti tembakan
pistol
9) Adanya murmur pada diastol awal sepanjang garis sternum kiri, dan
terdengar lebih jelas saat pasien berbaring dan setelah ekspirasi
10) Adanya murmur Austin Flint, yaitu murmur padda middiastolik yang
memilki frekuensi rendah dan terdengar pada apeks kardia; adanya
murmur ini sebagai akibat dari aliran turbulen yang melalui katup mitral
selama fase diastol. Bunyi murmur ini dapat dibedakan dari murmur
pada regurgitasi mitral karena pada AR, tidak terdapat opening snap.
b. Pemeriksaan penunjang, yaitu :
1) Elektrokardiogram (EKG)
Hasil EKG pada AR berat menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
Selain itu, terdapat depresi segmen ST dan inversi gelombang T pada
lead I, Avl, V5, dan V6. Terdapat left axis deviation atau pemanjangan
kompleks QRS.
2) Chest radiograph
3) Echokardiografi Doppler
Teknik ini dapat mendeteksi penyebab dari AR, seperti dilatasi annulus
aortikus dan diseksi aorta. Selain itu, dapat dideteksi adanya penebalan
dari katup aorta. Pemeriksaan ekokardiografik Doppler dapat membantu
menentukan derajat penyakit AR melalui penilaian volume regurgitasi,
fraksi regusgitasi, dan melihat arah kembali darah aorta yang mengalami
regurgitasi pada fase distolik.
4) Kateterisasi jantung
Kateterisasi pada jantung dengan kontras aniografi dapat berguna untuk
menilai status regurgitasi dan fungsi ventrikel kiri
5) Foto polos jantung
Hasil foto polos menunjukkan
7 adanya penurunan dan penggeseran apeks
kordis menjadi ke arah kiri. Pada proyeksi anterior oblik kiri dan lateral,

ventrikel menjadi ke arah posterior dan berada didekat vertebra. Pada
kasus penyakit dinding aorta, terdapat dilatasi aneurisme pada aorta, dan
aorta terlihat memenuhi ruang retrosternal pada proyeksi lateral.
Pemeriksaan ekokardiografi dan CT lebih sensitif dalam deteksi
pembesaran aorta.
2.5 Patofisiologi Insufisiensi Aorta
Insufiensi Aorta disebabkan oleh lesi peradangan yang merusak bentuk
bilah katup aorta, sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta
dengan rapat selama diastol dan akibatnya menyebabkan aliran balik darah dari
aorta ke aorta ke ventrikel kiri. Deefek katup ini bisa disebabkan oelh
endokarditis, kelainan bawaan, atau penyakit seperti sifilis dan pecahnya
aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau sobekan aorta asenden.
Karena kebocoran katup aorta saat diatol, maka sebagian darah dalam
aorta, yang biasanya bertekanan tinggi, akan mengalir ke ventrikel kiri, sehingga
ventrikel kiri harus mengatasi keduanya, yaitu mengirim darah yang secara
normal diterima dari atrium kiri maupun darah yang kembali dari aorta.
Ventrikel kiri kemudian melebar dan hipertrofi untuk mengakomodasi
peningkatan volume ini, demikian juga akibat tenaga mendorong yang lebih dari
normal untuk memompa darah, menyebabkan tekanan darah sistolik meningkat.
Sistem kardiovaskuler berusaha mengkompensasi melalui refleks dilatasi
pembuluh darah dan arteri perifer melemas, sehingga tahanan perifer menurun
dan tekanan diastolik turun drastis.
Perubahan hemodinamik keadaan akut dapat dibedakan dengan keadaan
kronik. Kerusakan akut timbul pada pasien tanpa riwayat insufisiensi
sebelumnya. Ventrikel kiri tidak punya cukup waktu untuk beradaptasi terhadap
insufisiensi aorta. Peningkatan secara tiba-tiba dari tekanan diastolik akhir
ventrikel kiri bisa timbul dengan sedikit dilatasi ventrikel.
8
2.6 Kompikasi dan Prognosis Insufisiensi Aorta

Perubahan hemodinamika yang mendadak, selain prosedurnya sendiri,
menyebabkan pasien dapat mengalami komplikasi setelah pembedahan.
Komplikasi tersebut meliputi perdarahan, tromboembolisme, infeksi, gagal
jantung kongestif, hipertensi, disritmia, hemolisis, dan sumbatan mekanis.
70 % klien dengan insufisiensi aorta kronik dapat bertahan 5 tahun,
sedangkan 50 % mampu bertahan 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Klien
mampu hidup secara normal, tetapi rentan terhadap endokarditis infekif. Jika
timbul gagal jantung , bisa bertahan 2 tahundan setelah timbul gejala angina
biasanya bertahan 5 tahun. Klien dengan insufisiensi aorta akut dan edema paru
memiliki prognosis buruk dan, biasanya harus operasi
2.7 Pengobatan Insufisiensi Aorta
2.7.1 Pengobatan farmakologis
Digitalis harus diberikan pada insufisiensi berat dan dilatasi jantung
meskipun asimptomatik.insufisiensi aorta karena penyakit jantung reumatik
harus mendapat pencegahan sekunder dengan antibiotik.
Beberapa pusat penelitian menganjurkan penggunaan propanolol pada
dilatasi aorta akibat sindrom marfan untuk mengurangi pulpasi aorta yang sangat
kuat. Pengobatan vasodilator seperti nifedipine, felodipine, dan ACE inhibitor
dapat mempengaruhi ukuran dan fungsi dari ventrikel kiri dan mengurangi
beban di ventrikel kiri sehingga dapat memperlambat progresivitas dari disfungsi
miokardium.
2.7.2 Pengobatan nonfarmakologi
Penggantian katup aorta adalah terapi pilihan, tetapi kapan waktu yang
tepat untuk penggantian katup masih kontroversial. Pilihan untuk katup buatan
ditentukan berdasarkan umur, kebutuhan, kontraindikasi untuk koagulan, serta
lamanya umur katup. Pembedahan dianjurkan pada semua pasien dengan
9
hipertrofi ventrikel kiri tanpa memperhatikan ada atau tidaknya gejala lain. Bila
pasien

mengalami

gejala

gagal

jantung

kongestif,

harus

diberikan

penatalaksanaan medis sampai dilakukannya pembedahan (Smeltzer, 2001).

BAB III PATHWAYS
10

Peradangan pada
katub aorta

Masing-masing bilah
tidak bisa menutup
dengan sempurna

antara dareah dari
aorta ke ventrikel kiri

dari aorta miskin
oksigen

Intoleransi
aktiftas

Penurunan jumlah
oksigen kurang dari
kebutuhan tubuh

Nyeri Akut

Gelisah

Ansietas

Ventrikel kiri melebar
dan mengalami
hipertrof

Penurunan
kontraktilitas
Ventrikel kiri

Iskemi miokard
Kompensasi melalui
dilatasi pembuluh
darah dan arteri
perifer melemas

Infark miokard

Penurunan
kontraktilitas
miokard

Penurunan CO

BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN
4.1. Pengkajian
a. Aktivitas/istirahat

11

Penurunan
Curah
jantung

Gejala: Kelemahan, kelelahan, pusing, rasa berdenyut, dispnea karena kerja,
palpitasi, gangguan tidur (ortopnea, dispnea paroksismal nokturnal, nokturia,
keringat malam hari).
Tanda: Takikardi, gangguan pada TD, pingsan karena kerja, takipnea, dispnea.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis
bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital (contoh
kerusakan atrial-septal, sindrom Marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal,
riwayat murmur jantung, palpitasi, serak, hemoptisis, batuk dengan/tanpa
produksi sputum.
Tanda:
 Sistolik TD menurun (AS lambat).
 Tekanan nadi: penyempitan (SA); luas (IA).
 Nadi karotid: lambat dengan volume nadi kecil (SA); bendungan dengan
pulsasi arteri terlihat (IA).
 Nadi apikal: PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri (IM); secara
lateral kuat dan perpindahan tempat (IA).
 Getaran: Getaran diastolik pada apek (SM), getaran sistolik pada dasar
(SA), getaran sistolik sepanjang batas sternal kiri; getaran sistolik pada
titik jugular dan sepanjang arteri karotis (IA).
 Dorongan: dorongan apikal selama sistolik (SA).
 Bunyi jantung: S1 keras, pembukaan yang keras (SM). Penurunan atau
tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 (IM berat). Bunyi ejeksi
sistolik (SA). Bunyi sistolik, ditonjolkan oleh berdiri/jongkok (MVP).
 Kecepatan: takikardi (MVP); takikardi pada istirahat (SM).
 Irama: tak teratur, fibrilasi atrial (SM dan IM). Disritmia dan derajat
pertama blok AV (SA). Murmur: bunyi rendah, murmur diastolik gaduh
(SM). Murmur sistolik terdengar baik pada dasar dengan penyebaran ke
leher (SA). Murmur diastolik (tiupan), bunyi tinggi dan terdengar baik
pada dasar (IA).
c. Integritas ego

12

Gejala: Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit,
gemetar.
d. Makanan/cairan
Gejala: Disfagia (IM kronis), perubahan berat badan, penggunaan diuretik.
Tanda: Edema umum atau dependen, hepatomegali dan asites (SM, IM), hangat,
kemerahan dan kulit lembab (IA), pernapasan payah dan bising dengan
terdengar krekels dan mengi.
e. Neurosensori
Gejala: Episode pusing/pingsan berkenaan dengan beban kerja.
f. Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyeri dada, angina (SA, IA), nyeri dada non-angina/tidak khas (MVP).
g. Pernapasan
Gejala: Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, nokturnal). Batuk menetap atau
nokturnal (sputum mungkin/tidak produktif).
Tanda: Takipnea, bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak
dan berbercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada adanya edema
pulmonal.
h. Keamanan
Gejala: Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi, adanya perawatan gigi
(pembersihan, pengisian, dan sebagainya).
Tanda: Perlu perawatan gigi/mulut.
i. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Penggunaan obat IV (terlarang) baru/kronis.
j. Pertimbangan pemulangan: DRG menunjukkan rerata lama dirawat: 4,9 hari.
Bantuan

dengan

kebutuhan

perawatan

diri,

tugas-tugas

rumah

tangga/pemeliharaan, perubahan dalam terapi obat, susunan perabot di rumah.
4.2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan

curah

jantung

berhubungan

dengan

perubahan

dalam

preload/peningkatan tekanan atrium dan kongesti vena.
b. Risiko kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan filtrasi
glomerulus.
13
c. Nyeri akut berhubungan dengan iskemia
jaringan miokard.

d. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
oksigen dan kebutuhan.
e. Ansietas berhubungan dengan nyeri yang meningkat.
4.3. Intervensi dan implementasi
No
1.

Diagnosa
Penurunan
curah
jantung
berhubunga
n dengan
penurunan
kontraktilita
s ventrikel
kiri;
disritmia.

Kriteria hasil
Tujuan:
Setelah
dilakukan
perawatan
selama
3x24jam, diharapkan
pasien:
1. Menunjukan
penurunan
nyeri
dada
pasien
2. Menunjukkan
penurunan
episode
dispnea, nyeri
dada,
dan
disritmia.
Kriteria hasil:
Pasien
tidak
lagi
mengalami nyeri dada
saat bernafas dan
beraktivitas

14

Intervensi
1. Pantau TD,
nadi apikal,
nadi perifer.
R/ Indikator
klinis
dari
keadekuatan
curah
jantung.
Pemantauan
memungkink
an
deteksi
dini/tindakan
terhadap
dekompensas
i.
2. Bantu dengan
aktivitas
sesuai
indikasi
(misal:
berjalan) bila
pasien
mampu turun
dari tempat
tidur
aatur
posisi
saat
istirahat
dengan posisi
semi fowler .
R/
Melakukan
kembali
aktivitas
secara
bertahap
mencegah
pemaksaan
terhadap
cadangan
jantung.

Implementasi
1. Memantau TD,
nadi
apikal,
nadi perifer. R/
Indikator klinis
dari
keadekuatan
curah jantung.
2. Membantu
dengan aktivitas
sesuai indikasi
(misal: berjalan)
bila
pasien
mampu turun
dari
tempat
tidur
aatur
posisi
saat
istirahat dengan
posisi
semi
fowler .
3. Memberikan
oksigen
suplemen dan
obat-obatan
sesuai indikasi.
Pantau
DGA/nadi
oksimetri.

2.

Nyeri akut
berhubunga
n dengan
iskemia
jaringan
miokard.

Tujuan:
Setelah
dilakukan
perawatan
selama
3x24jam, diharapkan
pasien:
Nyeri pasien hilang/
terkontrol
Kriteria hasil:
Pasien tidak
mengalami nyeri dada
saat bernafas dan
beraktivitas, serta
tekanan darah dan
nadi pasien kembali
normal.

15

12

Posisi semi
fowler
memudahkan
oksigenasi.
3. Berikan
oksigen
suplemen dan
obat-obatan
sesuai
indikasi.
Pantau DGA/
nadi
oksimetri. R/
Memberikan
oksigen
untuk
ambilan
miokard
dalam upaya
untuk
mengkompen
sasi
peningkatan
kebutuhan
oksigen
1. Selidiki
laporan nyeri
dada
dan
bandingkan
dengan
episode
sebelumnya.
Gunakan
skala nyeri
(0-10) untuk
rentang
intensitas.
Catat
ekspresi
verbal/non
verbal nyeri,
respons
otomatis
terhadap
nyeri
(berkeringat,
TD dan nadi
berubah,

1. Menyelidiki
laporan
nyeri
dada
dan
membandingka
n
dengan
episode
sebelumnya..
2. Menganjurkan
pasien
berespons tepat
terhadap angina
(contoh berhenti
aktivitas yang
menyebabkan
angina,
istirahat,
dan
minum
obat
antiangina yang
tepat).
Memberikan
lingkungan
istirahat
dan
batasi aktivitas

peningkatan
atau
penurunan
frekuensi
pernapasan).
R/ Perbedaan
gejala perlu
untuk
mengidentifi
kasi
penyebab
nyeri.
Perilaku dan
perubahan
tanda
vital
membantu
menentukan
derajat/
adanya
ketidaknyam
anan pasien
khususnya
bila
pasien
menolak
adanya nyeri.
2. Anjurkan
pasien
berespons
tepat
terhadap
angina
(contoh
berhenti
aktivitas
yang
menyebabka
n
angina,
istirahat, dan
minum obat
antiangina
yang tepat).
Berikan
lingkungan
istirahat dan
batasi
aktivitas
16
sesuai
kebutuhan.

sesuai
kebutuhan. R/
Aktivitas yang
meningkatkan
kebutuhan
oksigen
miokardia
(contoh
kerja
tiba-tiba, stres,
makan banyak,
terpajan dingin)
dapat
mencetuskan
nyeri dada.
3. Memberikan
vasodilator,
contoh
nitrogliserin,
nifedipin
(Procardia)
sesuai indikasi.

R/ Aktivitas
yang
meningkatka
n kebutuhan
oksigen
miokardia
(contoh kerja
tiba-tiba,
stres, makan
banyak,
terpajan
dingin) dapat
mencetuskan
nyeri dada.
3. Berikan
vasodilator,
contoh
nitrogliserin,
nifedipin
(Procardia)
sesuai
indikasi. R/
Obat
diberikan
untuk
meningkatka
n
sirkulasi
miokardia
(vasodilator)
menurunkan
angina
sehubungan
dengan
iskemia
miokardia.
3.

Intoleransi
aktivitas
berhubunga
n dengan
ketidakseim
bangan
antara
suplai
oksigen dan
kebutuhan

Tujuan:
Setelah dilakukan
perawatan selama
3x24jam,
diharapkan pasien:
Menunjukkan
peningkatan yang
dapat diukur dalam
toleransi aktivitas
Kriteria hasil:
Pasien tidak lagi
mengalami nyeri

1) Kaji toleransi
pasien
terhadap
aktivitas
menggunakan
parameter berikut:
frekuensi
nadi
20/menit
diatas
frekuensi istirahat;
catat
peningkatan
TD, dispnea atau
nyeri
dada;
17
kelelahan berat dan

1. Mengkaji
toleransi pasien
terhadap
aktivitas.
2. Mengkaji
kesiapan untuk
meningkatkan
aktivitas contoh
penurunan
kelemahan/kelel
ahan, TD stabil/
frekuensi nadi,

dada sat bernafas
dan beraktivitas

kelemahan;
berkeringat; pusing;
atau pingsan. R/
Parameter
menunjukkan
respons
fisiologis
pasien terhadap stres
aktivitas
dan
indikator
derajat
pengaruh kelebihan
kerja/jantung.
2) Kaji kesiapan
untuk meningkatkan
aktivitas
contoh
penurunan
kelemahan/kelelahan
, TD stabil/frekuensi
nadi,
peningkatan
perhatian
pada
aktivitas
dan
perawatan diri. R/
Stabilitas fisiologis
pada
istirahat
penting
untuk
memajukan tingkat
aktivitas individual.
3)
Dorong
memajukan
aktivitas/toleransi
perawatan diri. R/
Konsumsi oksigen
miokardia
selama
berbagai
aktivitas
dapat meningkatkan
jumlah oksigen yang
ada.
Kemajuan
aktivitas
bertahap
mencegah
peningkatan tiba-tiba
pada kerja jantung.
4) Berikan bantuan
sesuai
kebutuhan
dan
anjurkan
penggunaan
kursi
mandi,
menyikat
gigi/rambut dengan

peningkatan
perhatian pada
aktivitas
dan
perawatan diri.
3. Mendorong
melakukan
aktivitas/toleran
si
perawatan
diri.
4. Memberikan
bantuan sesuai
kebutuhan dan
menganjurkan
penggunaan
kursi
mandi,
menyikat
gigi/rambut
dengan duduk
dan sebagainya.
5. Mendorong
pasien
untuk
berpartisipasi
dalam memilih
periode
aktivitas.

duduk
dan
sebagainya.
R/
Teknik penghematan
energi menurunkan
penggunaan energi
sehingga membantu
keseimbangan suplai
dan
kebutuhan
oksigen.
5) Dorong pasien
untuk berpartisipasi
dalam
memilih
periode aktivitas. R/
Seperti
jadwal
meningkatkan
toleransi
terhadap
kemajuan aktivitas
dan
mencegah
kelemahan.
4.

Ansietas
berhubunga
n dengan
perubahan
status
kesehatan.

Tujuan:
Setelah dilakukan
perawatan selama
3x24jam,
diharapkan pasien:
Tidak tampak
cemas
Kriteria hasil:
Pasien tidak lagi
merasa cemas dan
tidak lagi
merasakan nyeri

1) Pantau respons
fisik,
contoh
palpitasi, takikardi,
gerakan
berulang,
gelisah.
R/
Membantu
menentukan derajat
cemas sesuai status
jantung. Penggunaan
evaluasi
seirama
dengan
respons
verbal
dan
non
verbal.
2) Berikan tindakan
kenyamanan (contoh
mandi,
gosokan
punggung,
perubahan posisi). R/
Membantu perhatian
mengarahkan
kembali
dan
meningkatkan
relaksasi,
meningkatkan
kemampuan koping.
3) Dorong ventilasi
perasaan
tentang
19
penyakit-efeknya

1. Memantau
respons
fisik,
contoh
palpitasi,
takikardi,
gerakan
berulang,
gelisah.
2. Memberikan
tindakan
kenyamanan
(contoh mandi,
gosokan
punggung,
perubahan
posisi)
3. Mendorong
ventilasi
perasaan
tentang
penyakitefeknya
terhadap pola
hidup dan status
kesehatan akan
datang.
Menganjurkan
pasien

terhadap pola hidup
dan status kesehatan
akan
datang.
Anjurkan
pasien
melakukan
teknik
relaksasi,
contoh
napas
dalam,
bimbingan imajinasi,
relaksasi progresif.
R/ Memberikan arti
penghilangan
respons
ansietas,
menurunkan
perhatian,
meningkatkan
relaksasi
dan
meningkatkan
kemampuan koping.
4)
Libatkan
pasien/orang
terdekat
dalam
rencana perawatan
dan
dorong
partisipasi
maksimum
pada
rencana pengobatan.
R/ Keterlibatan akan
membantu
memfokuskan
perhatian
pasien
dalam arti positif dan
memberikan
rasa
kontrol.

melakukan
teknik relaksasi,
contoh
napas
dalam,
bimbingan
imajinasi,
relaksasi
progresif
4. Melibatkan
pasien/orang
terdekat dalam
rencana
perawatan dan
dorong
partisipasi
maksimum pada
rencana
pengobatan

4.5 Evaluasi
1. Menunjukkan penurunan episode dispnea, nyeri dada, dan disritmia.
2. Menunjukkan keseimbangan masukan dan haluaran, berat badan stabil, tanda vital
dalam rentang normal, dan tak ada edema.
3. Nyeri hilang/terkontrol.
4. Menunjukkan peningkatan yang dapat diukur dalam toleransi aktivitas.
20
5. Menunjukkan penurunan ansietas/terkontrol.

BAB V. PENUTUP
21

5.1 Kesimpulan
Insufisiensi aorta adalah suatu keadaan dimana terjadi refluk (aliran
balik) darah dari aorta ke dalam ventrikel kiri sewaktu relaksasi. Insufisiensi
aorta disebabkan karena lesi peradangan yang merusak bentuk bilah katup
aorta,sehingga masing-masing bilah tidak bisa menutup lumen aorta dengan
selama diastole dan mengakibatkan aliran balik darah dari aorta ke ventrikel kiri.
Selain itu juga bisa disebakan oleh endokarditis, kelainan bawaan atau penyakit
seperti sifilis dan pecahnya aneurisma yang menyebabkan dilatasi atau robekan
aorta asenden.
Penderita insufisiensi aorta biasanya pasien mengeluh dada terasa
berat,nafsu makan berkurang,muntah dan sesak saat beraktivitas. Sebagai
perawat kita harus memahami dan mengetahui tentang asuhan keperawatan
terhadap pasien yang mengalami insufisiensi aorta agar kita dapat memberikan
upaya medikasi yeng terbaik.
5.2 Saran
1. Bagi Mahasiswa Keperawatan
Adanya standar khusus dalam format asuhan keperawatan dan memicu
pemikiran yang kritis mahasiswa untuk menangani kecemasan klien sebelum
prosedur invasif atau bedah
2. Bagi Institusi Pendidikan
Pembuatan kasus pembelajaran akademik lebih bervariatif agar memicu inovasi
mahasiswa untuk memecahkan masalah keperawatan yang muncul pada klien
sebelum prosedur invasif atau bedah

22PUSTAKA
DAFTAR

Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.

Herdman, Heather. 2010. NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth Vol 2. Edisi 8. Jakarta: EGC.

Syarifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
EGC.

Wahab, Samik A. 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital yang Tidak
Sianotik. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan denga Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

23

Dokumen yang terkait

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis korelasi antara lama penggunaan pil KB kombinasi dan tingkat keparahan gingivitas pada wanita pengguna PIL KB kombinasi di wilayah kerja Puskesmas Sumbersari Jember

11 241 64

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP KINERJA PEMERINTAH DAERAH (Studi Empiris pada Pemerintah Daerah Kabupaten Jember)

37 330 20

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

SENSUALITAS DALAM FILM HOROR DI INDONESIA(Analisis Isi pada Film Tali Pocong Perawan karya Arie Azis)

33 290 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

Representasi Nasionalisme Melalui Karya Fotografi (Analisis Semiotik pada Buku "Ketika Indonesia Dipertanyakan")

53 338 50

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

DAMPAK INVESTASI ASET TEKNOLOGI INFORMASI TERHADAP INOVASI DENGAN LINGKUNGAN INDUSTRI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI (Studi Empiris pada perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2006-2012)

12 142 22