Asuhan Dan Keperawatan Psikiatri Halusinasi

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI
HALUSINASI PENDENGARAN
RUANG 11 (LARASATI) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO
SEMARANG
PEMBIMBING KLINIK : Ns. INDRIYANI SUSILOWATI S.Kep.

DISUSUN OLEH :
AHLUL HAQ NANDA PAMBAYUN
12.05.003

AKADEMI KEPERAWATAN WIDYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2014-2015

i

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas Keperawatan Jiwa II yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA NY. S DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI

PENDENGARAN “. Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mengalami
kesulitan dan hambatan, akan tetapi berkat bantuan dan dukungan dari berbagai
pihak, kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah kami menyampaikan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, memberi pengarahan,
bimbingan, semangat serta doa untuk keberhasilan penulis, antara lain :
1. Ibu Ns. Wahyuningsih S.Kep, selaku dosen pembimbing praktek Keperawatan
Jiwa II, yang telah membimbing dan memberi masukan kepada kami.
2. Ibu Ns. Indriyani Sulilowati S.Kep, selaku pembimbing klinik ruang 11nyang
telah banyak membeerikan kami masukan.
3. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca.
Semarang,

Maret 2015


Penulis

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A.

Latar Belakang.......................................................................................................1

B.

Tujuan....................................................................................................................2

BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................................3
A.


Definisi Halusinasi.................................................................................................3

B.

Faktor Penyebab Halusinasi...................................................................................4

C.

Jenis Halusinasi......................................................................................................5

D.

Fase Halusinasi.......................................................................................................6

E.

Penatalaksanaan.....................................................................................................9

BAB III TINJAUAN KASUS........................................................................................14
A.


PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA............................................................14

ANALISA DATA........................................................................................................22
B.

MASALAH KEPERAWATAN...........................................................................23

C.

POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN..............................23

D.

INTERVENSI KEPERAWATAN.......................................................................24

E.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN...................................27


BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................33
BAB V PENUTUP..........................................................................................................41
A.

Kesimpulan..........................................................................................................41

B.

Saran....................................................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................43

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam

bentuk kalimat yang agak sempurna. Kadang-kadang pasien menganggap
halusinasi datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini
kadang-kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran (Nasution, 2003).
Sensori dan persepsi yang dialami pasien tidak bersumber dari
kehidupan nyata. Pada umumnya pasien mendengar suara-suara yang
membicarakan mengenai keadaan pasien atau yang dialamatkan pada pasien
itu (Ilham, 2005).
Jumlah penderita schizophrenia di Indonesia adalah tiga sampai
lima per1000 penduduk. Mayoritas penderita berada di kota besar. Ini terkait
dengan tingginya stress yang muncul di daerah perkotaan. Dari hasil survey
di rumah sakit di Indonesia, ada 0,5-1,5 perseribu penduduk mengalami
gangguan jiwa (Hawari 2009, dikutip dari Chaery 2009). Pada penderita
skizophrenia 70% diantaranya adalah penderita halusinasi (Marlindawany
dkk., 2008).
Menurut Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat ditemukan
pada pasien gangguan jiwa seperti: Skizoprenia, Depresi, Delirium dan
kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi
lingkungan. Pada pasien 2gangguan jiwa dengan kasus Schizoprenia selalu
diikuti dengan gangguanpersepsi sensori; halusinasi (Nasution 2003).
Dampak yang dapat ditimbulkan oleh pasien yang mengalami

halusinasiadalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana pasien mengalami panik
danperilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini pasien
dapatmelakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide),
bahkanmerusak lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan,
1

dibutuhkanpenanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009, dikutip dari
Chaery 2009).
Berdasarkan latar belakang di atas maka kelompok tertarik untuk
membahas tentang “Konsep dasar Asuhan Keperawatan dan Strategi
Pelaksanaan (sp) pada Pasien dengan Gangguan Orientasi Realita
(Halusinasi)”, karena menurut penulis masalah ini sangat menarik dan
masalah ini sangat sering dijumpai pada pasien dengan gangguan jiwa dan
merupakan karaketristik dari pasien dengan gangguan jiwa.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mengikuti seminar asuhan keperawatan jiwa mahasiswa
mampu memahami asuhan keperawatan dan strategi pelaksanaan pada
gangguan halusinasi dan mampu menerapkan asuhan keperawatan

gangguan halusinasi pada klien yang memiliki masalah gangguan
halusinasi.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan mahasiswa mampu :
a. Memahami konsep dasar halusinasi
b. Memahami rentang respons halusinasi
c. Memahami faktor penyebab halusinasi
d. Memahami jenis halusinasi
e. Memahami fase halusinasi
f. Memahami penatalaksanaan keperawatan halusinasi
g. Memahami asuhan keperawatan pasien halusinasi (Pengkajian,
Pohon masalah, Diagnosa keperawatan, intervensi, Implementasi,
Evaluasi)
h. Memahami strategi pelaksanaan (SP) pada pasien halusinasi

2

BAB II
TINJAUAN TEORI


A. Definisi Halusinasi
Halusinasi

merupakan

gangguan

persepsi

dimana

klien

mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan
panca indera tanpa ada rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian
yang hampir sama, yaitu menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi
didefinisikan sebagai terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak
terdapat stimulus, dan menurut Kusuma (1997), halusinasi adalah persepsi
sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya stimulus eksternal, dimana
keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan kekeliruan persepsi

terhadap stimuli yang nyata.
Definisi lebih lengkap dikemukakan oleh Townsend (1998), dimana
halusinasi merupakan gangguan persepsi sensori, yaitu suatu keadaan
seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan pola dari stimulus yang
mendekat diprakarsai secara internal atau eksternal disertai dengan suatu
pengurangan, berlebih-lebihan, distorsi, atau kelainan berespon terhadap
setiap stimulus. Menurut (Surya, 2011) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan
halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan
sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda
dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang
terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh
klien.

3

B. Faktor Penyebab Halusinasi

Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor-faktor yang menyebabkan
klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
a.

Faktor Predisposisi
1. Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosomkromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang
tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2. Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan
fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak
normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
a) Studi neurotransmitter
Skizofrenia

diduga

juga

disebabkan

ketidakseimbangan neurotransmitter.

oleh

adanya

Dopamin berlebihan,

tidak seimbang dengan kadar serotonin.
b) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
c) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
b. Faktor Presipitasi

4

1.

Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

2.

Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.

3.

Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem

syaraf

pusat,

kurangnya

latihan,

hambatan

untuk

menjangkau pelayanan kesehatan.
4.

Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah
di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan
kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam
hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan
sosial,

tekanan

kerja,

kurang

ketrampilan

dalam

bekerja,

stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5.

Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan

sosialisasi,

perilaku

agresif,

ketidakadekuatan

pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
C. Jenis Halusinasi
Stuart dan Laraia (2001), membagi halusinasi menjadi tujuh jenis,
meliputi: halusinasi pendengaran (auditory), halusinasi penglihatan (visual),
halusinasi penghidu (olfactory), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi
perabaan (tactile), halusinasi cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic.
Karakteristik masing-masing jenis halusinasi adalah sebagai berikut :
a) Halusinasi

pendengaran,

seperti

mendengar

suara-suara

atau

kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang
kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan
sampai ke percakapan lengkap antara dua orang atau lebih tentang
orang yang mengalarni halusinasi. Pikiran yang terdengar di mana klien

5

mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu,
kadang-kadang dapat membahayakan.
b) Halusinasi penglihatan, stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya,
gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks.
Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan seperti melihat
monster.
c) Halusinasi penghidu, klien membaui bau-bauan tertentu seperti bau
darah, urin, atau feses, umumnya bau-bauan yang tidak rnenyenangkan.
Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau demensia.
d) Halusinasi pengecapan, klien merasa mengecap rasa seperti rasa darah,
urin atau feses.
e) Halusinasi

perabaan,

dimana

klien

mengalami

nyeri

atau

ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas, seperti rasa tersetrum
listrik yang datang dari tanah, benda mati, atau orang lain.
f)

Halusinasi cenesthetic, yaitu merasakan fungsi tubuh seperti aliran
darah di vena atau arteri, pencernaan makanan, atau pembentukan urin.

g) Halusinasi kinesthetic, yaitu merasakan pergerakan sementara berdiri
tanpa bergerak.
D. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan Sundeen, 2006), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan
kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi,
klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh
halusinasinya.
Tabel 2.1 Fase-Fase Halusinasi
Fase halusinasi
1
Fase 1 :

Karakteristik
2
Klien mengalami keadaan

Perilaku pasien
3
Menyeringai
atau

Comforting-

emosi

tertawa yang tidak

ansietas

kesepian, rasa bersalah, dan

tingkat

seperti

6

ansietas,

sesuai,

sedang,

secara

takut serta mencoba untuk

menggerakkan bibir

umum, halusinasi

berfokus pada penenangan

tanpa

menimbulkan

bersifat

pikiran untuk mengurangi

suara,

pergerakan

menyenangkan

ansietas.

mata

Individu

yang

cepat,

mengetahui bahwa pikiran

respon verbal yang

dan

lambat,

pengalaman

sensori

diam

dan

yang dialaminya tersebut

dipenuhi oleh sesuatu

dapat

yang mengasyikkan.

dikendalikan

jika

ansietasnya bias diatasi
Fase II :

(Non psikotik)
Pengalaman sensori bersifat

Peningkatan

Condemning-

menjijikkan

syaraf otonom yang

ansietas

tingkat

menakutkan, klien mulai

menunjukkan

berat,

secara

lepas kendali dan mungkin

ansietas,

umum, halusinasi

mencoba

peningkatan

nadi,

menjadi

menjauhkan dirinya dengan

pernafasan,

dan

menjijikkan

sumber yang dipersepsikan.

tekanan

Klien

merasa

penyempitan

malu karena pengalaman

kemampuan

sensorinya dan menarik diri

konsentrasi, dipenuhi

dari orang lain.

dengan pengalaman

(Psikotik ringan)

sensori

dan

untuk

mungkin

sistem

seperti

darah;

dan

kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi
Fase

III

:

Klien

berhenti

dengan

realita.
Cenderung

Controlling-

menghentikan perlawanan

mengikuti

petunjuk

ansietas

terhadap

yang

diberikan

tingkat

halusinasi

dan

berat, pengalaman

menyerah pada halusinasi

halusinasinya

sensori

tersebut.

daripada

berkuasa

menjadi

menjadi

Isi

halusinasi

menarik,

dapat

berupa permohonan. Klien

7

menolaknya,
kesukaran

mungkin

mengalarni

berhubungan dengan

kesepian jika pengalaman

orang lain, rentang

sensori tersebut berakhir.

perhatian

(Psikotik)

beberapa detik atau

hanya

menit, adanya tandatanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu

sensori

mengikuti petunjuk.
3
Perilaku menyerang-

Conquering

menjadi mengancam dan

teror seperti panik,

Panik, umumnya

menakutkan jika klien tidak

berpotensi

kuat

halusinasi

mengikuti

melakukan

bunuh

1
Fase

IV:

menjadi

2
Pengalaman

perintah.

lebih

Halusinasi bisa berlangsung

diri atau membunuh

melebur

dalam beberapa jam atau

orang lain, Aktivitas

dalam

hari

fisik

halusinasinya

intervensi terapeutik.

merefleksikan

(Psikotik Berat)

halusinasi

seperti

amuk,

agitasi,

rumit,

jika

tidak

ada

menarik
katatonia,

yang
isi

diri,

atau
tidak

mampu

berespon

terhadap

perintah

yang kompleks, tidak
mampu

berespon

terhadap lebih dari
satu orang.
Sumber : Stuart, 2006

E. Penatalaksanaan
Menurut Keliat (2011), tindakan keperawatan untuk membantu klien
mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya
dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum
8

mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk
merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara
konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat
kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul
untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan
penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat
menceritakan

halusinasinya.

Hindarkan

menyalahkan

klien

atau

menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar
tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan
selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi
halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah
klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang
harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa
dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan
mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha
yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan
efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan,
sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu
dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada
klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien
harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga.
Klien dilatih untuk mengatakan, ”tidak mau dengar...., tidak mau lihat”.
Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu
9

pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan
pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik
halusinasi:
2. Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya.
Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat
memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami
peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua
hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal
yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi
dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
3. Beraktivitas

secara

teratur

dengan

menyusun

kegiatan

harian.

Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak
dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan
dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan
kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan
kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk
melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara
ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal:
4. Menggunakan obat.
Salah

satu

penyebab

munculnya

halusinasi

adalah

akibat

ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin).
Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat
mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat
sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan
kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian
obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan
teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan
klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga.

10

Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah
sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat
menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu
mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa
mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua,
halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama
(kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni
halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan
halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien
kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
1.

Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas,
ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala –
gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik
depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa
kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan
intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti
peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini
dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu
kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala
psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan
sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma,
keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang
hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:

11

Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi
orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore
pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida.
Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi
menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan
syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan
perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang
sekali menimbulkan intoksikasi.
2. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la
tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan
perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15
mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg
intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah,
gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang
jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala
gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi,
reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam
dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau
kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
3. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:

12

Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala
skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5
mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis
ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg
setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian
melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan –
lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine.
Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek
samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan
terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol
hindari menggunakan ephineprine.
(ISO, 2008)

13

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA
I. IDENTITAS KLIEN
Nama

: Ny S

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

: 43 th

Suku/bangsa

: Ibu Rumah Tangga

Suku/bangsa

: Indonesia

Ajaran

: Islam

Pendidikan

: SLTA

Alamat

: Batang

Penanggung Jawab
Nama

: TN K

Umur

: 45 th

Pekerjaan

: Wiraswasta

Hubungan dengan klien

: Suami

Alamat

: Batang

Identitas Rumah Sakit

II.

Tanggal masuk

: 4 maret 2015

Ruang

: 11 (Larasati)

Dx medis

: Depresi berat dengan gangguan psikotik

No RM

: 064406

ALASAN MASUK
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ
pasien merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk
selalu sholat. Serimg melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keleyuran

14

dan berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil
memukul tembok dan orang yang disekitarnya
III. FAKTOR PREDISPOSISI
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering
mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru
pertama kali dirawat di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya
mendapatkan obat dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa
keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
1. Tanda tanda Vital
-

TD

: 120/90

-

HR

: 76X/menit

-

S

: 36,5 C

-

RR

: 20x/menit

2. Antopometri
-

Tinggi badan

: 162 cm

-

Berat badan

: 54 kg

3. Kepala : Rambut hitam ikal,tidak berketombe dan rambut panjang
4. Mata

: Sclera tidak ikterik,pupil isokor,konjungtiva tidak anemis dan
mata dapat melihat dengan baik

5. Hidung : Bersih,tidak ada secret dan penciuman baik
6. Mulut : Gigi bersih dan tidak ada stomatitis
7. Kuku

: Kurang bersih dan agak panjang

8. Telinga : Bersih ,tidak ada serumen
9. Leher : Tidak ada nyeri tekan dan tidak ada pembesaran tonsil
10. Dada
a. Paru
-

Inspeksi

: Simetris,tidak alat bantu pernafasan

-

Palpasi

: Vocal premitus kanan dan kiri sama

15

-

Perkusi

: Sonor

-

Auskultasi

: Vesikuler

b. Jantung
-

Inspeksi

: Simetris,tidak tampak Ictus Cordis

-

Palpasi

: Ictus Cordis teraba pada LMCS 1CS ke 5

-

Perkusi

: Pekak

-

Auskultasi

: Bunyi jantung S1 lup dan S2 reguler

c. Abdomen
-

Inspeksi

: Simetris,datar tidak ada lesi

-

Auskultasi

: Terdengar bising usus 12 xmenit

-

Perkusi

: Tympani

-

Palpasi

: Tidak ada massa,tidak ada nyeri tekan

V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Pasien Ny S.
a. Pola Asuh
Pasien mengatakan setiap harinya mengasuh kedua
anaknya.Pasien memiliki 2 anak bersaudara namun sekarang sudah
ditinggal anak pertamanya
b. Pola komunikasi

16

Pasien mengatakan jika mendapatkan suatu masalah pasien
mencari tabanyakepada suaminya. Pasien juga berkomunikasi baik
dengan keluarganya
c. Pengambilan keputusan
Pasien mengatakan dalam mengambil keputusan pasien
selalu dirunding terlebih dahulu dengan suaminya. Pasien juga sering
mendapatkan saran dari suaminya
2. Konsep Diri
a. Citra Diri
pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat
ditanya bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
b. Identitas Diri
pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat,
hobi). Pasien mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga
yang hanya mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya
sebagai seorang wanita
c. Peran Diri
sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab
sebagai Ibu rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya
sendiri, tapi setelah dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas
seperti dirumah
d. Ideal Diri
pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul
dengan keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera
sembuh dan tidak ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikanbisikan
e. Harga Diri

17

Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya.
Pasien juga mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik.
Dan mampu melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien
mengatakan tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
3. Hubungan Sosial
a. Orang yang Berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang
terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu
dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya
dekat dengan anaknya yang ke 2.
b. Peran Serta dalam Masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu
sekitar rumahnya, namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau
bergaul dengan pasien lainnya karena alasannya malu dengan
kondisinya, pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien
kurang saat berinteraksi dan pasien sering melamun.
Masalah Keperawatan : Menarik Diri
4. Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering
mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap
rajin sholat 5 waktu.
VI. STATUS MENTAL
1. Penampilan
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh
sedang, rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat
bercerita, cara berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya
terkadang hanya melamun.
2. Pembicaraan

18

Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam
pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang
terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
3. Aktivitas Motorik
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara
mandiri, saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya,
tangannya tampk seperti mengepal.
Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan
4. Alam Perasaan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang
menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan
keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti
dahulu.
5. Afek
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar
sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat
diakukan interaksi.
Masalah Keperawatan : Halusinasi Pendengaran
6. Interaksi Selama Wawancara
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan
sesuai/ baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien
cenderung menatap

kedepan padahal perawat ada di sampingnya,

pembicaraan pasien keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam
sebentar seperti mendengar sesuatu.
7. Persepsi
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur
dan sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara
tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5
19

detik, respon pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya
dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri.
Masalah Keperawatan: Halisinasi Pendengaran
8. Proses Pikir
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat,
selama interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah
terarah.
9. Isi Pikir
Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya.
Pasien tidak mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering
mendengar suara atau bisikan palsu.
10. Tingkat Kesadaran
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu
mengingat nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi
waktu dan tempat
11. Memori
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan
ingatan dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
-

Jangka panjang

: Pasien mengatakan lahir tahun 1980

-

Jangka pendek

: Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit
adalah suaminya

-

Jangka saat ini

: Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi
dan sayur.

12. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara
sederhana misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
13. Kemampuan Penilaian

20

Pasien mengatakan mampu mengambil keputusan sederhana misal
pasien memutuskan untuk menggosok gii setelah makan pagi.
14. Daya Tilik Diri
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke
RSJ pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
VII. KEMAMPUAN AKTIVITAS SEHARI-HARI
1. Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan
3x sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
2. BAB/ BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit
pasien BAB 1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari
dan dapat dilakukan sendiri di toilet.
3. Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan
sendiri dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi
1kali sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
4. Berpakaian/ Berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali
dalam 2 atau 3 hari sekali.
5. Istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang
terbangun ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara
bisikan.
6. Penggunaan Obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor
oleh perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien
mengatakan mendapatkan obat sejumlah 2
7. Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika
nanti sudah pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh

21

rumah sakit, pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien
tidak mau dibawa ke RSJ.
8. Aktivitas dalam Rumah
Pasien mengatakan di rumah tidak pernah melakukan pekerjaan
rumah.
9. Aktivitas luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
VIII. MEKANISME KOPING
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu adaptif, pasien mampu berbicara
dengan orang lain.
IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka
berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
X. ASPEK MEDIS
Terapi medik

: Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam

2 x 2 mg

22

ANALISA DATA
N
O
1.

DATA FOKUS

MASALAH

DS:
Pasien mengatakan sering mendengar Gangguan

persepsi

sensori:

bisikan suara saat ingin tidur dan halusinasi pendengaran
sholat,

isi

suara

tersebut

yaitu

menyuruh untuk sholat, suara tersebut
kadang muncul kadang tidak, suara itu
muncul lamanya biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa
sendiri dan sering mondar-mandir,
2.

kadang bicara sendiri.
DS:
Pasien

mengatakan

tidak

suka Isolasi sosial : menarik diri

bergaul, di rumah pasien sering
melamun, berdiam diri dan tidak mau
bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak
3.

berinteraksi
DS:
Pasien mengatakan kadang saat Resiko mencederai diri, orang lain,
mendengar bisikan “cepat sholat” dan lingkungan sekitar
rasanya ingin marah dan saat tidak
terkontrol langsung memukul tembok
DO:
Klien tampak gelisah, tangan klien
kadang tampak mengepal dan ingin
memukul sesuatu

23

B. MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
C. POHON MASALAH DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
Akibat

Core (Masalah Utama)

Penyebab

Resiko menyiderai diri, orang lain dan
lingkungan

Perubahan persepsi sensori : halusinasi

Isolasi sosial : menarik diri

Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori : halusinasi
2. Isolasi social : menarik diri
3. Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan

24

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
DIAGNOSA
KEPERAWATAN

TUJUAN

INTERVENSI

Gangguan persepsi TUM:
sensori: halusinasi Setelah dilakukan tindakan
pendengaran
keperawatan selama 3 x 24
jam klien mampu mengontrol
halusinasi dengan kriteria
hasil (TUK):
1. Klien dapat membina
hubungan saling percaya.
2. Klien dapat mengenal
halusinasinya; jenis, isi,
waktu, dan frekuensi
halusinasi, respon
terhadap halusinasi, dan
tindakan yg sudah
dilakukan.
3. Klien dapat
menyebutkan dan
mempraktekan cara
mengntrol halusinasi yaitu
dengan menghardik,
bercakap-cakap dengan
orang lain, terlibat/
melakukan kegiatan, dan
minum obat.
4. Klien dapat dukungan
keluarga dalam
mengontrol halusinasinya.
5. Klien dapat minum obat
dengan bantuan minimal.
6. Mengungkapkan
halusinasi sudah hilang
atau terkontrol

25

Tindakan Psikoterapeutik:
Klien
1. Bina hubungan saling percaya.
2. Adakan kontak sering dan
singkat secara bertahap.
3. Observasi tingkah laku klien
terkait halusinasinya.
4. Tanyakan keluhan yang
dirasakan klien.
5. Jika klien tidak sedang
berhalusinasi klarifikasi tentang
adanya pengalaman halusinasi,
diskusikan dengan klien tentang
halusinasinya meliputi :
SP I :
1. Identifikasi jenis halusinasi
Klien.
2. Identifikasi isi halusinasi Klien.
3. Identifikasi waktu halusinasi
Klien.
4. Identifikasi frekuensi halusinasi
Klien.
5. Identifikasi situasi yang
menimbulkan halusinasi.
6. Identifikasi respons Klien
terhadap halusinasi.
7. Ajarkan Klien menghardik
halusinasi.
8. Anjurkan Klien memasukkan
cara menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan harian.
SP II :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Latih Klien mengendalikan

halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang
lain.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
SP III :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan melakukan
kegiatan (kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah).
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP IV :
1. Evaluasi jadwal kegiatan harian
Klien.
2. Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara
teratur.
3. Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian.
4. Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan
benar.
5. Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara control
yang sudah diajarkan.
6. Menganjurkan Klien memilih
salah satu cara control
halusinasi yang sesuai.
Keluarga:
1. Diskusikan masalah yang
dirasakn keluarga dalam
merawat Klien.
2. Jelaskan pengertian tanda dan
gejala, dan jenis halusinasi yang
dialami Klien serta proses
terjadinya.
3. Jelaskan dan latih cara-cara

26

merawat Klien halusinasi.
4. Latih keluarga melakukan cara
merawat Klien halusinasi secara
langsung.
5. Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat.
Tindakan Psikofarmako:
1. Berikan obat-obatan sesuai
program Klien.
2. Memantau kefektifan dan efek
samping obat yang diminum.
3. Mengukur vital sign secara
periodic.
Tindakan Manipulasi
Lingkungan
1. Libatkan Klien dalam kegiatan
di ruangan.
2. Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi

27

E. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny S
Umur

: 43 th

Hari / tanggal
Sabtu

Diagnosa keperawatan
implementasi
Gangguan persepsi halusinasi 1.Membina hubungan saling percaya

S:

14/03/2015

pendengaran

dalam

Pasien mengatakan mendengar suara

mengenal halusinasinya ( isi, situasi,

atau bisikan yang isinya pasien

frekuensi, durasi, dan respon)

disuruh

(SP I)

2.Membantu

klien

untuk

SOAP

untuk

sholat.

Pasien

3.Membantu klien untuk mengontrol

mendengar suara tersebut saat ingin

halusinasinya dengan cara pertama

sholat dan tidur, suara tersebut bisa

yaitu menghardik

muncul sehari bisa 3 x dan lamanya

4.Merencakan RTL untuk kegiatan
menghardik
5.membuat

-/+ 5 detik. Respon pasien untuk
mengontrol halusinasinya dengan

kontrak

pertuman SP II

waktu

untuk

berkluyuran dan berbicara sendiri.
Pasien mengatakan

mau diajarkan

mengontrol halusinasinya dengan
cara menghardik, dan prasaan pasien

1

setelah di ajarkan sedikit lebih
nyaman
O:
pasien tampak tenang, kontak mata
sedikit menurun, bicara kurang jelas,
pasien mau di ajak komunikasi,
pasien tampak mempraktikan cara
mengontrol

halusinasinya

secara

mandiri dengan baik
A:
Telah tercapai hubungan BHSP
Pasien

mampu

melakukan

cara

mengontrol halusinasi dengan benar.
P:
lanjutkan intervensi
Untuk pasien:
Anjurkan pasien untuk melakukan
cara menghardik sesuai jadwal yg
sudah di buat

29

Anjurkan pasien untuk melakukan
cara menghardik saat halusinasi
muncul
Untuk perawat
Lakukan
Minggu

Gangguan

15/03/2015

pendengaran

(SP II)

persepsi

halusinasi 1. Mengevaluasi kembali kemampuan

kontrak

waktu

untuk

pertemuan berikutnya
S:

pasien dalam mengontrol halusinasi

pasien mengatakan masih ingat cara

dengan cara menghardik seperti

yang kemarin sudah diajarkan yaitu

yang diajarkan pertemuan

dengan cara menghardik, pasien

sebelumnya

mengatakan cara yaitu kita menutup

2. Mengajari pasien cara mengontrol

telinga

lalu

sambil

bilang”pergi

halusinasi dengan cara yang kedua

kamu pergi, kamu suara palsu tidak

yaitu bercakap cakap dengan orang

nyata”.

lain

Setelah diajarkan cara yang kedua

3. Membuat jadwal latian cara
bercakap cakap
4. Menganjurkan cara bercakap cakap
ketika halusinasi muncul

30

pasien mengatakan juga sudah bisa
yaitu dengan cara mengajak ngobrol
dengan orang lain.. setelah diajarkan
pasien mengatakan prasaannya lebih

5. Melakukan kontrak pada pertemuan
berikutnya

nyaman
O:
pasien tampak meragakan kembali
cara mengontrol halusinasi dengan
menghardik

seperti

pertemuan

sebelumnya
Pasien

tampak

memperagakan

mengontrol halusinasi dengan cara
ke dua yaitu dengan mengajak
ngobrol dengan orang lain
A:
Pasien
kembali

mampu

memperagakan

mengontrol

halusinasi

dengan cara menghardik
Pasien

mapu

memperagakan

mengontrol halusinasi dengan cara
kedua yaitu bercakap cakap dengan
orang lain
P:

31

Untuk pasien: anjurkan pasien untuk
mempraktekan
mengntrol

kembali
halusinasi

cara
dengan

mengajak obrol orang lain sesuai
jadwal dan saat halusinasi itu muncul
Untuk perawat;
Lakukan

kontrak

dengan

pasien

untuk melanjutkan SP yang ke III
yaitu
Senin

Gangguan

16/3/2015

Halusinasi

Persepsi

Sensori

dengan

cara

melakukan

aktivitas terjadwal.
1. Mengevaluasi
ingatan
pasien S:
mengenai
cara
mengontrol
-Pagi juga mas, perasaaan saya hari
halusinasi yang sudah diajarkan
dalam pertemuan sebelumnya.
ini lebih baik. Iya saya sudah
2. Membuat jadwal harian kegiatan
mencoba semua cara yang diajarkan
pasien.
yaitu dengan menghardik dan
mengobrol dengan orang lain.
O:
-

Pasien

mampu

memperagakan

32

cara

dan

mau

mengontrol

halusinasi

menghardik

dan

mengobrol dengan orang lain.
-pasien tampak mau makan dan
meminum obat secara teratur.
A:
-Pasien mampu memperagakan cara
mengontrol halusinasi menghardik,
mengobrol dengan pasien yang lain.
-pasien

mampu

meminum

obat

dengan secara teratur.
P:
-Untuk

pasien=

melaksanakan

jadwal kegiatan yang sudah di buat.
-Untuk perawat= melanjutkan sp IV
yaitu dengan mrnganjurkan pasien
untuk minum obat secara teratur.

33

BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai kesenjangan yang penulis temukan
antara konsep dasar teori dengan kasus nyata masalah keperawatan pada Ny. S
dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran diruang Larasati
(R.11) Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang pada
tanggal 14 Maret 2015, dari tahap pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi serta pada tahap penulisan akhir dari penulisan laporan studi kasus
ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran, yang diharapkan dapat
memberi manfaat dalam meningkaykan asuhan keperawatan pada pasien,
khususnya pada pasin dengan gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran.
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar dari proses keperawatan,
tahapnya terdiri dari pengumpulan data, penulis melakukan pendekatan pada
pasien dan data diperoleh melalui wawancara, pengamatan, atau observasi
langsung pada klien, catatan rekam medis, perawat ruangan sebagai berikut:
Pengkajian dilakukan pada tanggal 14 Maret 2015 pukul 08.00 WIB diruang 11
(Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Penulis menemukan
kesenjangan pada tahap pengkajian, karena keluarga tidak pernah menjenguk
klien sampai akhir implementasi. Proses pengkajian untuk mendapatkan data
dimulai dari tanggal 14 Maret 2015 melalui tahap perkenalan (Bina Hubungan
Saling Percaya antara Perawat dan Klien), sampai klien mau menceritakan
masalahnya kepada perawat.
Menurut Stuart dan Laraia (2001), faktor-faktor yang menyebabkan klien
gangguan jiwa mengalami halusinasi yaitu ada 2 pokok antara lain: Faktor genetis
yaitu secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik
memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya

1

mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang
anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15%
mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35%. Faktor Neurobiologis yaitu klien skizofrenia
mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter
juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat. Faktor
predisposisi yang terjadi pada Ny. S adalah adanya rasa kesedihan yang dirasakan
klien saat kehilangan anaknya yang kemudian menyebabkan klien menjadi
pendiam dan cenderung murung bahkan menarik diri, dari situlah muncul gejala
klien sering mendengar suara suara yang tidak ada wujudnya secara terus
menerus.
Menurut Stuart dan Laraia (2001) faktor presipitasi halusinasi adalah
Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses
informasi di thalamus dan frontal otak. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf
terganggu. Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf
pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas
sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social,
kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja,
stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan. Sikap/perilaku,
meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak percaya diri,
merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa
malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan,
rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan,
ketidakadekuatan penanganan gejala. Dari catatan medis didapatkan bahwa
sebelum masuk RSJ klien sering mondar mandir kebingungan dan bicara sendiri.
Data faktor presipitasi : sebelumnya klien tidak pernah melakukan penganiayaan
fisik, dahulu klien hanya sering marah marah, klien mempunyai kenangan masa
lalu yang kurang menyenangkan yaitu kehilangan anaknya yang sangat dekat

35

dengan klien. Hal tersebut menyebabkan klien merasa kehilangan yang sangat
dalam terhadap anaknya.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi, suatu penyerapan panca indera tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 2005). Pengertian yang hampir sama, yaitu
menurut Varcarolis (Yosep, 2009), halusinasi didefinisikan sebagai terganggunya
persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, dan menurut Kusuma
(1997), halusinasi adalah persepsi sensoris yang palsu yang terjadi tanpa adanya
stimulus eksternal, dimana keadaan tersebut dibedakan dari ilusi, yang merupakan
kekeliruan persepsi terhadap stimuli yang nyata. Stuart dan Laraia (2001),
membagi halusinasi menjadi tujuh jenis, meliputi: halusinasi pendengaran
(auditory), halusinasi penglihatan (visual), halusinasi penghidu (olfactory),
halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi perabaan (tactile), halusinasi
cenesthetic, dan halusinasi kinesthetic. Halusinasi yang dialami oleh klien bisa
berbeda intensitas dan keparahannya. Stuart dan Laraia (dalam Stuart dan
Sundeen, 2006), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat
ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin
berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya. Fase I : Comforting-ansietas tingkat sedang,
secara umum, halusinasi bersifat menyenangkan. Fase II :Condemning-ansietas
tingkat berat, secara umum, halusinasi menjadi menjijikkan. Fase III :
Controlling-ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa. Fase
IV: Conquering-Panik, umumnya halusinasi menjadi lebih rumit, melebur dalam
halusinasinya.
Dalam melakukan pengkajian, klien didalam rumah tangga berperan
sebagai Ibu Rumah Tanga, klien merasa sudah tidak bisa jadi ibu yang baik bagi
anaknya karena tidak bisa menjaga anaknya dengan baik dan mengakibatkan
meninggalnya anak klien. Peran dimasyarakat dulunya klien sering mngikuti acara
seperti pengajian dsb, namun semenjak kejadian itu klien lebih sering dirumah
dan murung dikamar. Hubungan sosial: didalam RSJ klien jarang bergaul pada
teman-temannya, klien tampak lebih senang menyendiri dikamar kaena merasa

36

lebih tenang. Jika ada masalah sekarang klien lebih banyak diam. Dalam
melalukan pengkajian, didapatkan pembicaraan klien lambat dan pelan, serta
tampak bingung, tidak bisa mempertahankan kontak mata dan tidak fokus dengan
topik pembicaraan. Aktivitas motorik pengkajian klien tampak gelisah dan sering
mondar-mandir seperti kebingungan. Interaksi selama wawancara cukup
kooperatif, dan kadang tidak menjawab sebagian pertanyaan yang ditanyakan
perawat. Persepsi yaitu jenis halusinasi pendengaran, pasien mengatakan sering
mendengar suara suara yang selalu membayanginya seperti “ayo sholat”, dalam
sehari tidak bisa diprediksi kadang muncul dangan tiba tiba berdurasi 5 detik,
disaat klien sedang sendiri atau sebelu