PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, DEBT TO EQUITY RATIO, PERINGKAT OBLIGASI, DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI TERHADAP YIELD TO MATURITY OBLIGASI (Obligasi Korporasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia) Hermawan Ariffudin, Nur Anissa dan Metta Kusumaningtyas her

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497

PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, DEBT TO EQUITY RATIO,
PERINGKAT OBLIGASI, DAN TINGKAT SUKU BUNGA SBI
TERHADAP YIELD TO MATURITY OBLIGASI
(Obligasi Korporasi yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Hermawan Ariffudin, Nur Anissa dan Metta Kusumaningtyas
hermawan_ramdani@yahoo.com

ABSTRACT
Yield To Maturity (YTM) is the rate or level of benefits enjoyed by investors in
the bond if the bond is deposited until the maturity. The research aims to
examine and analyze the effect of corporate governance, debt to equity ratio,
bond rating, and interest rate SBI to yield to maturity of corporation bond listed
at the Indonesia stock exchange (BEI) in 2009-2011. The sampling technique in
this research was conducted using purposive sampling method. The analytical
method used is multiple linier regression. The analysis showed that the
variables of corporate governance and debt to equity ratio shows the results did

not effect the yield to maturity. While the bond rating variable has negative
effect on the yield to maturity, interest rate SBI has positive effect on the yield to
maturity. Adjusted R2of the model for this study was 39
Keywords: Corporate Governance, Debt to Equity Ratio, Bond Rating, Interest
Rate SBI, and YieldTo Maturity
1. Pendahuluan
Dalam era globalisasi segala informasi dapat diakses oleh berbagai
kalangan dengan sangat mudah melalui media internet, begitupula dengan
informasi tentang cara dan pentingnya berinvestasi. Hal tersebut membuat
kalangan masyarakat mengerti akan pentingnya berinvestasi dan seperti apa
bentuk-bentuk investasi itu. Oleh karenanya saat ini merupakan era investasi
tanpa batas ruang dan waktu. Menurut Abdul Halim dalam Fahmi (2012: 02),
investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini
dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang. Investasi
dalam surat utang (obligasi) lebih dipilih oleh investor dengan alasan bahwa
obligasi menawarkan tingkat pengembalian yang positif dengan pendapatan
tetap sehingga obligasi lebih memberikan jaminan dari pada saham (Widajati,
2010).
Obligasi yang diterbitkan pemerintah Republik Indonesia adalah
goverment bond, sementara itu obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan, baik

perusahaan berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun badan usaha
swasta adalah corporate bond atau obligasi korporasi (Purnamawati, 2013).
Bank Indonesia (2012) dalam Indarsih (2013) mencatat bahwa minat investor
asing atas obligasi yang ditawarkan korporasi semakin tinggi. Salah satu faktor
77

Pengaruh Corporate Governance, Debt To Equity Ratio... (Ariffudin, Anissa dan Kusumaningtyas :77-89)

yang mendorong tingginya minat investor asing memburu obligasi korporasi
adalah tingkat yield yang lebih tinggi dibandingkan yield obligasi pemerintah.
Krisis utang negara Eropa dan Amerika yang memicu krisis global, mendorong
perusahaan asing untuk berinvestasi di negara emerging market seperti Indonesia
dan pada produk pasar modal yang memiliki risiko relatif kecil. Berdasarkan
Bapepam dan LK Juni 2011, investor asing memiliki obligasi korporasi senilai
Rp 5,96 triliun atau naik empat kali lipat dibandingkan Juni 2010 yang mencapai
Rp 1,53 triliun. Pemodal asing yang dominan berinvestasi pada obligasi
korporasi adalah institusi keuangan sebesar Rp 2,53 triliun, perusahaan asing
sebesar Rp 569,82 miliar, manajer investasi reksadana sebesar Rp 562,91 miliar,
dan Rp 2,295 triliun lainnya. Kondisi ini menunjukkan minat investor asing
terhadap obligasi korporasi Indonesia semakin meningkat. Peningkatan pasar

obligasi juga didorong oleh trend penurunan suku bunga Bank Indonesia yaitu
pada Desember 2005 suku bunga sebesar 12,75% dan pada bulan Juli 2011 turun
menjadi 6,75% (Jamillah, 2012).
Investor memilih obligasi dengan pertimbangan peringkat obligasi dan
pendapatan obligasi (dinyatakan dalam yield). Yield obligasi merupakan hasil
yang diperoleh investor jika investor menginvestasikan pada obligasi (Widajati,
2010). Salah satu ukuran yield yang paling sering digunakan investor dalam
berinvestasi yaitu yield to maturity.Yield To Maturity (YTM) adalah suku bunga
atau tingkat keuntungan yang dinikmati investor pada obligasi jika obligasi
tersebut disimpan hingga tanggal jatuh tempo (Atmaja, 2008: 89). Jika investor
membeli obligasi sekarang dan menahannya hingga jatuh tempo, maka akan
mendapatkan pengembalian total obligasinya yang meliputi baik pendapatan
kupon maupun keuntungan modal. Bagi perusahaan jika obligasi tersebut
disimpan hingga jatuh tempo akan memudahkan untuk menghitung pelunasan
nilai pokok pinjaman, karena nilai sekarang obligasi sama dengan harga pasar
aktualnya.
Sebelum investor membeli obligasi dan menyimpannya sampai jatuh
tempo sebaiknya harus memperhatikan kondisi internal dan eksternal
perusahaan terlebih dahulu. Kondisi internal perusahaan dapat dinilai dari
penerapan corporate governance (CG) dalam pengelolaan perusahaan.

Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang
didasarkan pada teori keagenan. Penerapan konsep CG diharapkan memberikan
kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik
(investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan
suatu kecurangan (fraud) untuk kesejahteraan agen. Perusahaan yang
menerapkan tata kelola yang baik, akan mampu memberikan kepercayaan
terhadap investor. Kepercayaan investor yang tinggi merupakan sifat dari GCG
yang akan berpengaruh terhadap nilai pasar obligasi, sehingga yield obligasi
menjadi semakin meningkat (Hapsari, 2013).
Selain dinilai melalui penerapan corporate governance kondisi internal
perusahaan juga dapat dinilai melalui kinerja keuangan perusahaan. Kinerja
keuangan perusahaan dapat dilihat dari struktur modalnya, terutama modal yang
berasal dari hutang. Rasio hutang dapat diukur menggunakan Debt to Equity
78

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497


Rasio (DER). DER merupakan perbandingan antara utang dengan modal
sendiri, yang menunjukkan risiko distribusi laba usaha perusahaan yang
terserap untuk melunasi kewajiban utang perusahaan (Surya dan Nasher,
2011). Semakin besar DER maka semakin kecil kemampuan perusahaan untuk
melunasi seluruh kewajibannya termasuk imbal hasil terhadap jatuh tempo
obligasi.
Penelitian ini akan menambahkan variabel independen peringkat obligasi
sebagai penilai kondisi internal perusahaan lainnya dan variabel independen
tingkat suku bunga SBI sebagai penilai kondisi eksternal perusahaan. Selain itu
data yang diambil dalam penelitian ini adalah obligasi korporasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mana perusahaan yang menerbitkan obligasi
tersebut sudah go public yang pastinya masuk dalam kriteria ukuran perusahaan
besar yang laporan keuangannya telah sesuai dengan peraturan akuntansi
berterima umum, maka variabel ukuran perusahaan tidak digunakan. Apakah
corporate governance, debt to equity ratio (DER), peringkat obligasi, dan
tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap yield to maturity (YTM) pada
obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?
1. Materi dan Metode
2.1 Yield To Maturity (YTM)
Yield to maturity (YTM) adalah tingkat pengembalian yang akan

diperoleh investor apabila memiliki obligasi sampai jatuh tempo. Penghitungan
YTM dilakukan dengan memasukkan semua pembayaran kupon bunga sampai
dengan tanggal jatuh tempo dengan mengasumsikan adanya reinvestasi dari
kupon yang diterima dengan tingkat bunga yang sama dengan YTM tersebut
(Setyapurnama dan Norpratiwi, 2006). Kelebihan YTM yaitu menggambarkan
yield obligasi secara lengkap. Selain dari bunga obligasi, YTM juga menghitung
potensi keuntungan atau kerugian dari pergerakan harga obligasi. YTM ini juga
mencakup potensi keuntungan dari kenaikan harga obligasi atau capital gain (
jika membeli obligasi di harga diskon) maupun kerugian akibat penurunan harga
obligasi (jika membeli obligasi di harga tinggi atau premium). YTM
mengevaluasi baik pendapatan bunga, capital gain maupun cashflow yang
diterima sepanjang masa hidup pasar obligasi yaitu sampai maturity date
(Ibrahim, 2008) Menurut Indarsih (2013) Yield To Maturity adalah tingkat
bunga yang menyamakan harga obligasi dengan nilai sekarang dari semua aliran
kas yang diperoleh dari obligasi sampai dengan waktu jatuh tempo, oleh karena
persamaan tersebut didasari dengan perhitungan nilai sekarang maka semua
pendapatan yang diperoleh harus diinvestasikan kembali pada tingkat Yield To
Maturity. YTM adalah alat ukur yang akan digunakan investor untuk melakukan
pertimbangan dalam pembelian obligasi. Sehingga YTM akan mempengaruhi
yield (tingkat keuntungan) yang akan diperoleh investor. Jika YTM tinggi, maka

yield (tingkat keuntungan) juga akan tinggi, sehingga risiko gagal bayar tidak
akan terjadi (Hapsari, 2013). Untuk menghindari risiko gagal bayar tersebut,
oleh karenanya harus dapat menilai kondisi internal dan eksternal perusahaan.
79

Pengaruh Corporate Governance, Debt To Equity Ratio... (Ariffudin, Anissa dan Kusumaningtyas :77-89)

2.2 Teori Keagenan
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara principal dengan
agent. Menurut Darmawati et al. (2005), inti dari hubungan keagenan adalah
adanya pemisahan antara kepemilikan (principal/investor) dan pengendalian
(agent/manajer). Kepemilikan diwakili oleh investor mendelegasikan
kewenangan kepada agen dalam hal ini manajer untuk mengelola kekayaan
investor. Investor mempunyai harapan bahwa dengan mendelegasikan
wewenang pengelolaan tersebut, mereka akan memperoleh keuntungan dengan
bertambahnya kekayaan dan kemakmuran investor. Hubungan keagenan dapat
menimbulkan masalah pada saat pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai
tujuan yang berbeda. Pemilik modal menghendaki bertambahnya kekayaan dan
kemakmuran para pemilik modal, sedangkan manajer juga menginginkan
bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Dengan demikian muncullah

konflik kepentingan
antara pemilik (investor) dengan manajer (agen).
Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan return dan harga sekuritas dari
investasinya, sedangkan manajer mempunyai kebutuhan psikologis dan ekonomi
yang luas, termasuk memaksimumkan kompensasinya (Setyapurnama dan
Norpratiwi, 2006).
2.3 Corporate Governance terhadap Yield To Maturity (YTM)
Corporate governance merupakan suatu mekanisme pengelolaan yang
didasar-kan pada teori keagenan. Penerapan konsep CG diharapkan memberikan
kepercayaan terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik
(investor), dan pemilik menjadi lebih yakin bahwa agen tidak akan melakukan
suatu kecurangan (fraud) untuk kesejahteraan agen (Hapsari, 2013). Salah
satu elemen dari corporate governance adalah keterbukaan yang merupakan
tindakan untuk menjelaskan segala sesuatu yang dilakukan manajemen
perusahaan kepada publik. Keterbukaan tidak mudah dilakukan jika manajemen
memiliki kepentingan dan informasi pribadi, kondisi ini terjadi jika manajemen
memiliki andil sebagai pemilik (managerial ownership). Semakin besar
persentase kepemilikan manajerial maka keterbukaan semakin kecil, sehingga
perusahaan akan lebih memiliki risiko. Investor memiliki obligasi juga
memperhatikan risiko, risiko dalam obligasi disebut dengan risiko kredit (default

risk). Risiko kredit merupakan suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh
ketidak mampuan (gagal bayar) dari debitur atas kewajiban pembayaran
utangnya baik utang pokok maupun bunganya atau keduanya (Widajati, 2010).
Oleh karena itu jika penerapan CG buruk, maka keterbukaan atas tindakan yang
dilakukan manajemen perusahaan kepada publik semakin kecil, sehingga
perusahaan akan lebih memiliki risiko. Semakin tinggi risiko perusahaan, maka
risiko kerugian akibat gagal bayar perusahaan atas utangnya juga akan tinggi.
Maka investor juga akan mengisyaratkan imbal hasil (yield) yang tinggi atas
risiko perusahaan tersebut. Penelitian Purnama dan Norpratiwi (2006)
menunjukkan bahwa corporate governance berpengaruh negatif terhadap yield
obligasi.

80

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497

2.4 Debt to Equity Ratio (DER) terhadap Yield To Maturity (YTM)

Salah satu informasi yang dapat diterima secara bebas oleh investor
mengenai perusahaan emiten adalah debt to equity ratio (DER), yang merupakan
indikator struktur modal dan risiko finansial. DER merupakan perbandingan
antara utang dengan modal sendiri, yang menunjukkan risiko distribusi laba
usaha perusahaan yang terserap untuk melunasi kewajiban utang
perusahaan (Surya dan Nasher, 2011). Penggunaan utang yang terlalu tinggi
akan membahayakan perusahaan karena perusahaan akan masuk dalam kategori
extreme leverage (utang ekstrem) yaitu perusahaan terjebak dalam tingkat utang
yang tinggi dan sulit untuk melepaskan beban utang tersebut. Maka, penggunaan
hutang yang semakin besar akan mengakibatkan semakin tingginya risiko untuk
tidak mampu membayar hutang. Dengan semakin tingginya tingkat risiko maka
keuntungan yang diisyaratkan juga semakin besar (Purnamawati, 2013). Oleh
karena itu semakin besar hutang (DER) maka YTM yang diisyaratkan juga
semakin besar. Hal tersebut dikarenakan semakin tinggi DER (hutang), maka
semakin besar pula risiko yang dihadapi investor, sehingga para investor akan
meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi, karena menerbitkan saham
baru berarti melepaskan sejumlah kendali perusahaan dan akan memperbesar
laba yang akan diperoleh para investor (Hapsari, 2013). Hasil penelitian Surya
dan Nasher (2011) menunjukkan bahwa DER berpengaruh positif terhadap yield
obligasi.

2.4. Peringkat Obligasi terhadap Yield To Maturity (YTM)
Seorang investor yang akan membeli obligasi hendaknya memperhatikan
adanya default risk, yaitu risiko yang dihadapi oleh investor atau pemegang
obligasi karena tidak dapat membayar obligasi pada saat jatuh tempo. Untuk
menghindari risiko tersebut, investor harus memperhatikan beberapa hal, salah
satunya adalah peringkat obligasi perusahaan emiten (Purnamawati, 2013).
Peringkat obligasi menyatakan skala risiko atau tingkat keamanan suatu obligasi
yang diterbitkan serta memberikan pernyataan yang informatif dan memberikan
sinyal tentang probabilitas kegagalan hutang suatu perusahaan. Investment
grade merupakan obligasi yang berperingkat tinggi (high grade) yang
mencerminkan risiko kredit yang rendah (low credit worthiness). Non investment
grade merupakan obligasi yang berperingkat rendah (low grade) yang
mencerminkan risiko kredit yang tinggi (high credit worthiness) (Purnamawati,
2013). Obligasi dengan peringkat rendah merupakan obligasi yang lebih
berisiko. Implikasinya obligasi dengan peringkat rendah harus menyediakan
YTM lebih tinggi karena untuk mengkompensasi kemungkinan risiko yang besar
(Ibrahim, 2008). Semakin tinggi peringkat obligasi maka risiko semakin rendah,
imbal hasil (yield) yang diberikan juga semakin rendah. Sebaliknya jika semakin
rendah peringkat obligasi, semakin tinggi risiko, semakin tinggi juga imbal hasil
(yield) yang diberikan (Saputra, 2013). Penelitian Surya dan Nasher (2011)
menunjukkan bahwa bond rating berpengaruh negatif terhadap yield obligasi.

81

Pengaruh Corporate Governance, Debt To Equity Ratio... (Ariffudin, Anissa dan Kusumaningtyas :77-89)

2.5 Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Yield To Maturity (YTM)
Investasi dalam deposito atau SBI akan menghasilkan bunga bebas risiko
tanpa memikirkan pengelolaannya, sementara investasi dalam obligasi
mengandung risiko seperti kegagalan penerimaan kupon atau gagal pelunasan
dan kerugian karena kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi di
tempat lain (opportunity cost). Oleh karena itu, yield obligasi yang diperoleh
harus lebih tinggi daripada tingkat suku bunga deposito atau SBI (Indarsih,
2013). Suku bunga berpengaruh terhadap tinggi rendahnya obligasi, dikarenakan
apabila suku bunga mengalami peningkatan maka secara relatif akan
menurunkan imbal hasil yang diterima oleh investor. Hal ini dikarenakan bunga
obligasi yang bersifat tetap (fixe rate), sehingga investor akan meminta
kompensasi dengan meminta yield yang lebih tinggi. Dengan kata lain, apabila
tingkat suku bunga mengalami kenaikan maka besarnya yield yang diisyaratkan
oleh investor juga akan mengalami kenaikan (Saputra, 2013). Hasil penelitian
Surya dan Nasher (2011) menunjukkan bahwa tingkat suku bunga SBI
berpengaruh positif terhadap yield obligasi.
3. Metode Penelitian
3.1 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran dari sebuah variabel serta
indika-tornya secara terperinci, sehingga variabel yang ada dapat diketahui
pengukurannya. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
Yield To Maturity (YTM)
YTM merupakan tingkat pengembalian yang akan diperoleh investor pada
obligasi jika disimpan hingga jatuh tempo (Hapsari, 2013). Rumus perhitungan
Yield To Maturity menggunakan persamaan yang dikembangkan dengan
menggunakan metode Equation Approximation sebagai berikut (Indarsih, 2013):
F-P
C + ------n
YTM = ----------------- x 100%
F+P
------2

Keterangan:
YTM = Yield To Maturity
C = kupon / bunga
N = sisa waktu jatuh tempo
F = face value (nilai nominal)
P = harga obligasi pada saat t=0)

82

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497

Variabel Independen
a). Corporate Governance
Variabel corporate governance diukur menggunakan skor CGPI. CGPI
merupakan gabungan dari tujuh komponen yang diberi bobot. Tujuh komponen
tersebut adalah: 1) Komitmen terhadap CG, 2) Hak pemegang saham, 3) Tata
kelola dewan komisaris, 4) Komite-komite fungsional (yang membantu tata
kelola dewan komisaris), 5) Direksi, 6) Transparansi, 7) Hubungan dengan
stakeholders (Hapsari, 2013). Corporate governance dengan skor CGPI
menggunakan skala interval 0-100, score 85-100 masuk dalam kategori A dan
predikat sangat terpercaya, score 7084,99 masuk dalam kategori B dan predikat
terpercaya, serta score 55-69,99 masuk dalam kategori C dan predikat cukup
terpercaya. Selanjutnya variabel coporate governance dengan skor CGPI
dinyatakan dalam bentuk variabel dummy, yaitu 1 jika masuk dalam CGPI dan 0
jika tidak masuk dalam CGPI. Hal tersebut mempertimbangkan agar data yang
digunakan dalam penelitian memenuhi jumlah yang dibutuhkan.
b). Debt to Equity Rasio (DER)
Debt to Equity Ratio (DER) adalah perbandingan antara jumlah
total hutang terhadap total equity. Menurut Hapsari (2013), DER dapat
dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut:
Total Liabilitas
DER = -------------------Total Equity
Dimana:
DER
: Debt to Equity Ratio
TL
: Total Liabilities
TE
: Total Equity
c). Peringkat Obligasi
Peringkat obligasi adalah pernyataan dalam bentuk simbol tentang
keadaaan perusahaan penerbit obligasi yang dikeluarkan oleh PT.
PEFINDO (Ibrahim, 2008). Variabel peringkat obligasi diberi simbol RAT
dan ditentukan dengan menggolongkan peringkat sesuai kategori
peringkatnya. Variabel RAT dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
(1) Kategori investment grade untuk perusahaan yang risiko defaultnya
rendah. Kategori ini dinyatakan dalam peringkat AAA, AA, A,
BBB.
(2) Ketegori non investment grade untuk perusahaan yang risiko
defaultnya tinggi. Kategori ini dinyatakan dalam peringkat BB, B,
CCC, D
Selanjutnya variabel RAT dinyatakan dengan peringkat obligasi yang
diterbitkan oleh PT PEFINDO yaitu mulai dari peringkat yang paling tinggi
hingga peringkat yang paling rendah (mulai dari AAA+ hingga B -). Karena
83

Pengaruh Corporate Governance, Debt To Equity Ratio... (Ariffudin, Anissa dan Kusumaningtyas :77-89)

ada 18 maka peringkat yang tertinggi diberi skor 18 dan peringkat yang
paling rendah diberi skor 1 seperti pada tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1 Konversi Peringkat Obligasi
Peringkat
Nilai
Peringkat
Nilai
AAA+
18
BBB+
9
AAA
17
BBB
8
AAA16
BBB7
AA+
15
BB+
6
AA
14
BB
5
AA13
BB4
A+
12
B+
3
A
11
B
2
A10
B1
Sumber: Manurung dalam Melani dan Kananlua (2013)

d). Tingkat Suku Bunga SBI
Tingkat suku bunga yang digunakan adalah tingkat suku bunga Sertifikat
Bank Indonesia (SBI rate) (Purnamawati, 2013).
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Ditemukan 18 obligasi korporasi yang memenuhi kriteria
sebagai sampel penelitian, sehingga sampel dalam penelitian ini selama periode
2009-2011 sebanyak 54 sampel obligasi korporasi. Dalam penentuan sampel
penelitian ini, peneliti menggunakan teknik purposive sampling. Penentuan
sampel dengan teknik purposive sampling didasarkan pada kriteria - kriteria
tertentu. Dalam penentuan sampel penelitian ini, ditentukan kriteria-kriteria
sebagai berikut:
1. Obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun
2009-2011.
2. Obligasi korporasi yang terdaftar dalam Indonesia Bond Market Directory
selama tahun 2009-2011 secara berturutturut. Obligasi korporasi yang
pemeringkatannya masuk dalam pemeringkatan PT. Pefindo selama tahun
2009-2011.
3. Obligasi korporasi yang memiliki data lengkap yang dibutuhkan dalam
penelitian selama tahun 2009-2011.
3.3 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hubungan antar variabel dalam penelitian ini
menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan software
aplikasi SPSS versi 19. Dalam menguji hipotesis, taraf nyata yang digunakan
adalah 0,05 (5%). Jika nilai probabilitas signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka
Ho ditolak dan Ha diterima. Sebaliknya jika nilai probabilitas signifikansi lebih
besar dari 0,05 maka Ho diterima.
84

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497

4. Hasil dan Pembahasan
4.1 Pengaruh Corporate Governance terhadap Yield To Maturity
Dari hasil uji signifikansi parsial dapat diketahui bahwa variabel
corporate governance (CG) tidak berpengaruh terhadap yield to maturity. Hal
ini terbukti menunjukkan bahwa nilai B sebesar -0,067 yaitu menunjukkan arah
negatif, sedangkan nilai signifikannya sebesar 0,895 > 0,05. Hal tersebut berarti
mampu menerima H01 dan menolak Ha1, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
corporate governance tidak berpengaruh terhadap yield to maturity. Hasil ini
tidak sesuai dengan hipotesis pertama dan sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan Hapsari (2013) bahwa variabel corporate governance tidak
berpengaruh terhadap yield to maturity. Kepesertaan CGPI bersifat sukarela,
jadi perusahaan yang masuk dalam pemeringkatan CGPI adalah perusahaan
yang mempunyai inisiatif untuk mendaftarkan diri dalam pemeringkatan CGPI.
Oleh karena itu perusahaan yang terdafatar dalam CGPI belum pasti perusahaan
yang berkompeten, dikarenakan bentuk kepesertaannya yang bersifat sukarela
tersebut. Selain itu data obligasi korporasi yang didapat dalam penelitian ini
lebih didominasi oleh obligasi korporasi yang tidak masuk dalam CGPI yaitu
sejumlah 42 obligasi. Sedangkan jumlah obligasi korporasi yang masuk dalam
CGPI lebih sedikit yaitu sejumlah 12 obligasi.
Menurut Hapsari (2013) menyatakan bahwa hal ini bertolak belakang
dengan teori, disebabkan karena GCG yang diukur menggunakan skor CGPI
hampir sebagian besar memiliki peringkat yang lumayan tinggi. Jika
dibandingkan dengan perusahaan korporasi yang lain, yaitu mempunyai
peringkat sangat terpercaya dan terpercaya, hanya beberapa perusahaan yang
memiliki peringkat cukup terpercaya. Hal ini disebabkan karena GCG yang
dilaksanakan pada perusahaan go public belum terimplementasikan secara baik.
Walaupun secara rata-rata Indeks Corporate Governance sudah dalam kriteria
yang terpercaya, namun hal ini hanya sebatas pada penilaian subyektif dari
pemeringkat IICG berdasarkan persentasi yang diberikan oleh manajemen
perusahaan di depan pemeringkat IICG. Selain itu penilaian ini juga didasarkan
pada self assesment, sehingga akan cenderung memberikan penilaian yang baik
pada perusahaan mereka sendiri (Mustikasari, 2010).
4.2 Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap Yield To Maturity
Dari hasil uji signifikansi parsial dapat diketahui bahwa variabel debt to
equity ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap yield to maturity. Hal ini terbukti
menunjukkan bahwa nilai B sebesar 0,039 yaitu menunjukkan arah positif,
sedangkan nilai signifikannya sebesar 0,608 > 0,05. Hal tersebut berarti mampu
menerima H02 dan menolak Ha2, maka dapat disimpulkan bahwa variabel debt
to equity ratio tidak berpengaruh terhadap yield to maturity. Hasil ini tidak
sesuai dengan hipotesis kedua dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Purnamawati (2013bahwa variabel DER tidak berpengaruh terhadap yield
to maturity. Menurut Hartono (2009: 170) dalam Purnamawati (2013)
menyatakan bahwa kenaikan rasio leverage tidak mempengaruhi probabilitas
85

Pengaruh Corporate Governance, Debt To Equity Ratio... (Ariffudin, Anissa dan Kusumaningtyas :77-89)

kenaikan imbal hasil obligasi, yang berarti bahwa rasio leverage tidak
diperhitungkan dalam menentukan imbal hasil obligasi jika dilihat secara
parsial. Hal tersebut disebabkan karena investor tidak memperhatikan risiko
yang ada ketika membeli atau berinvestasi pada obligasi karena menganggap
bahwa obligasi merupakan investasi yang berisiko rendah.
4.3 Pengaruh Peringkat Obligasi terhadap Yield To Maturity
Dari hasil uji signifikansi parsial dapat diketahui bahwa variabel
peringkat obligasi memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap yield to
maturity. Hal ini terbukti menunjukkan bahwa nilai B sebesar -0,265 yaitu
menunjukkan arah negatif, sedangkan nilai signifikannya sebesar 0,012 < 0,05.
Hal tersebut berarti mampu menolak H03 dan menerima Ha3, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel peringkat obligasi berpengaruh negatif signifikan
terhadap yield to maturity. Hasil ini mendukung hipotesis ketiga dan sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati (2013), Surya dan
Nasher (2011), dan Ibrahim (2008) bahwa
variabel peringkat obligasi
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap yield to maturity. Menurut
Purnamawati (2013) menyatakan bahwa obligasi dengan peringkat rendah
merupakan obligasi yang lebih berisiko. Maka obligasi dengan peringkat rendah
harus menyediakan imbal hasil lebih tinggi karena untuk mengkompensasi
kemungkinan risiko yang besar. Dengan demikian, obligasi yang memiliki
peringkat yang tinggi akan memberikan risiko default yang relatif lebih kecil
sehingga berdampak pada imbal hasil obligasi yang akan mengalami penurunan.
4.4 Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI terhadap Yield To Maturity
Dari hasil uji signifikansi parsial dapat diketahui bahwa variabel tingkat
suku bunga SBI memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap yield to
maturity. Hal ini terbukti menunjukkan bahwa nilai B sebesar 4,454 yaitu
menunjukkan arah positif, sedangkan nilai signifikannya sebesar 0,000 < 0,05.
Hal tersebut berarti mampu menolak H04 dan menerima Ha4, maka dapat
disimpulkan bahwa variabel tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif
signifikan terhadap yield to maturity. Hasil ini mendukung hipotesis keempat
dan sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnamawati (2013),
Indarsih (2013), Surya dan Nasher (2011) dan Ibrahim (2008) bahwa variabel
tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan terhadap yield to
maturity. Menurut Indarsih (2013) menyatakan bahwa hubungan yang positif
antara tingkat suku bunga SBI dengan Yield To Maturity obligasi disebabkan
karena pada saat tingkat suku bunga SBI meningkat, maka investor lebih
menyukai investasi deposito di bank daripada sekuritas obligasi karena lebih
menguntungkan sehingga permintaan obligasi menurun yang menyebabkan
menurunnya harga obligasi sehingga investor akan meningkatkan Yield To
Maturity yang diisyaratkannya. Menurut Purnamawati (2013) semakin tinggi
tingkat suku bunga SBI maka imbal hasil yang diisyaratkan oleh investor dari
suatu investasi akan semakin meningkat. Sehingga dengan semakin tingginya
tingkat suku bunga SBI maka perusahaan penerbit obligasi akan menawarkan
86

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497

imbal hasil yang besar untuk menarik minat investor agar berinvestasi atau
menanamkan dananya pada obligasi.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
mengenai pengaruh corporate governance, debt to equity ratio, peringkat
obligasi, dan tingkat suku bunga SBI terhadap yield to maturity pada obligasi
korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009-2011, maka
dapat diambil kesimpulan dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Corporate governance tidak berpengaruh terhadap yield to maturity
pada obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
tahun 2009-2011. Kepesertaan CGPI bersifat sukarela, jadi perusahaan yang
masuk dalam pemeringkatan CGPI adalah perusahaan yang mempunyai
inisiatif untuk mendaftarkan diri dalam pemeringkatan CGPI. Oleh karena
itu perusahaan yang terdafatar dalam CGPI belum pasti perusahaan yang
berkompeten, dikarenakan bentuk kepesertaannya yang bersifat sukarela
tersebut. Selain itu data obligasi korporasi yang didapat dalam penelitian ini
lebih didominasi oleh obligasi korporasi yang tidak masuk dalam CGPI yaitu
sejumlah 42 obligasi. Sedangkan jumlah obligasi korporasi yang masuk
dalam CGPI lebih sedikit yaitu sejumlah 12 obligasi. Pada kenyataannya
GCG yang dilaksanakan pada perusahaan go public belum
terimplementasikan secara baik. GCG yang diukur menggunakan skor CGPI
hampir sebagian besar memiliki peringkat yang lumayan tinggi. Jika
dibandingkan dengan perusahaan korporasi yang lain, yaitu mempunyai
peringkat sangat terpercaya dan terpercaya, hanya beberapa perusahaan yang
memiliki peringkat cukup terpercaya. Walaupun secara rata-rata Indeks
corporate governance sudah dalam kriteria yang terpercaya, namun hal ini
hanya sebatas pada penilaian subyektif dari pemeringkat IICG berdasarkan
persentasi yang diberikan oleh manajemen perusahaan di depan pemeringkat
IICG. Selain itu penilaian ini juga didasarkan pada self assesment, sehingga
akan cenderung memberikan penilaian yang baik pada perusahaan mereka
sendiri.
b. Debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap yield to maturity pada
obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode
tahun 20092011. Kenaikan rasio leverage yang diukur menggunakan DER
tidak mempengaruhi probabilitas kenaikan imbal hasil obligasi, yang berarti
bahwa DER tidak diperhitungkan dalam menentukan imbal hasil obligasi.
Hal tersebut disebabkan karena investor tidak memperhatikan risiko yang
ada ketika membeli atau berinvestasi pada obligasi karena menganggap
bahwa obligasi merupakan investasi yang berisiko rendah.
c. Peringkat obligasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap yield to
maturity pada obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) periode tahun 2009-2011. Obligasi dengan peringkat rendah
merupakan obligasi yang lebih berisiko. Maka obligasi dengan peringkat
87

Pengaruh Corporate Governance, Debt To Equity Ratio... (Ariffudin, Anissa dan Kusumaningtyas :77-89)

rendah harus menyediakan imbal hasil lebih tinggi karena untuk
mengkompensasi kemungkinan risiko yang besar. Dengan demikian, obligasi
yang memiliki peringkat yang tinggi akan memberikan risiko default yang
relatif lebih kecil sehingga berdampak pada imbal hasil obligasi yang akan
mengalami penurunan.
d. Tingkat suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan terhadap yield to
maturity pada obligasi korporasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI) periode tahun 2009-2011. Semakin tinggi tingkat suku bunga SBI
maka imbal hasil yang diisyaratkan oleh investor dari suatu investasi akan
semakin meningkat. Sehingga dengan semakin tingginya tingkat suku bunga
SBI maka perusahaan penerbit obligasi akan menawarkan imbal hasil yang
besar untuk menarik minat investor agar berinvestasi atau menanamkan
dananya pada obligasi.
Daftar Pustaka
Ahmad, Komaruddin (2004), Dasar-dasar Manajemen Investasi dan Portofolio,
Jakarta: PT Asdi Mahasatya.
Atmaja, Lukas Setia (2008), Teori dan Praktik Manajemen Keuangan, Edisi
Pertama, Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Atmaja, Lukas Setia (2009), Statistik untuk Bisnis dan Ekonomi, Edisi Pertama,
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Fahmi, Irham (2012), Manajemen Investasi: Teori dan Soal Jawab, Jakarta:
Salemba Empat.
Hapsari, Riska Ayu (2013), Kajian Yield To Maturity (YTM) Obligasi pada
perusahaan Korporasi, Accounting Analysis Journal 1 (3).
Ibrahim, H (2008), Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Peringkat Obligasi, Ukuran
Perusahaan dan DER Terhadap Yield To Maturity Obligasi Korporasi Di
Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2004-2006, Tesis, Semarang:
Universitas Diponegoro.
Indarsih, Nanik (2013), Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Rating, Likuiditas
dan Maturitas Terhadap Yield to Maturity Obligasi, Jurnal Ilmu
Manajemen, Volume 1 Nomor 1.
Indonesia Bond Pricing Agency (2012), Harga dan Yield Obligasi tahun 20092011, Jakarta.
Jamilah, Siti (2012), Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan, Kemungkinan
kesempatan Investasi dan Variabel Makro terhadap Yield Obligasi
Perusahaan (Studi Kasus Perusahaan Pertambangan dan Energi yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2007-2010), Skripsi, IPB,
Bogor.
Melani, Kingkin Sandra dan Kananlua, Paulus Sulluk (2013), Analisis
Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Peringkat
Obligasi
Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia,
Management Insight, 8 (2): 45-56.
88

Jurnal Manajemen dan Akuntansi PRESTASI
Volume 13. No. 2 – Desember 2014

ISSN 1411-1497

Melati, Arum (2013), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Sewa
SukukIjarah, Accounting Analysis Journal 2 (2).
Mustikasari, Greta Ita (2010), Pengaruh Mekanisme Good Corporate
Governance Terhadap Peringkat Obligasi Dan Yield obligasi (Studi
Empiris Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), Skripsi,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Purnamawati, I Gusti Ayu (2013), Pengaruh Peringkat Obligasi, Tingkat Suku
Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Rasio Leverage, Ukuran Perusahaan
dan Umur Obligasi pada Imbal Hasil Obligasi Korporasi di Bursa Efek
Indonesia, VOKASI Jurnal Riset Akuntansi, Vol. 2 No. 1.
Samsul, Mohamad (2006), Pasar Modal dan Manajemen Portofolio, Erlangga.
Saputra, Tiyas Ardian (2013), Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Yield
Obligasi Konvensional di Indonesia (Studi Kasus Pada Perusahaan Listed
di BEI), Skripsi, Semarang: Universitas Diponegoro.
Setyapurnama, Yudi Santara dan Norpratiwi, Vianey (2006), Pengaruh
Corporate Governance Terhadap Peringkat Obligasi dan Yield Obligasi,
Jurnal.
Surya, Budhi Arta dan Nasher, Teguh Gunawan (2011), Analisis Pengaruh
Tingkat Suku Bunga SBI, Exchange Rate, Ukuran Perusahaan, Debt To
Equity Ratio dan Bond Rating terhadap Yield Obligasi Korporasi di
Indonesia, Jurnal Manajemen Teknologi, Volume 10 Number 2.
Widajati, Asih (2010), Faktor yang Mempengaruhi Risiko Kredit dan Yield
Obligasi pada Perusahaan Perbankan, Jurnal Keuangan dan Perbankan,
Vol. 14 No. 3, 521-530.

89

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24