EFEKTIVITAS BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN KONSEP BUILDING LEARNING POWER DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SANTRI KELAS XB MADRASAH ALIYAH PONDOK PESANTREN ASSALAFI AL-FITRAH SURABAYA.
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAK
Moh. Hidayat S.Latinapa (B53213057), Evektivitas Bimbingan Konseling Dengan Konsep Building Learning Power Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya.
Fokus permasalahan yang diteliti dalam penelitian skripsi ini adalah bagaimana Evektivitas Bimbingan Konseling Dengan Konsep Building Learning Power Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya.
Metode penelitian yang akan dipakai yaitu menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis penelitian adalah Ekperimen, designnya yakni Pre-Ekperimen (one group Pretest Posttest), dengan Populasi 30 Responden dan uji hipotesisnya dengan rumus Uji Paired Sample T-Tes dilakukan taraf signifikan 5%,.
Teknik pengumpulan data pada penelitian menggunakan observasi, wawancara dan angket.
Analisis datanya menunjukan diperoleh thitung> ttabelyaitu (4,810 > 2.045) selanjutnya nilai signifikan 0,000 < 0,05 sehingga Hipotesis (Ho) ditolak dan hipotesis alternative (Ha) diterima.
Setelah didapatkan hasil analisis datanya maka hasil akhir adalah bahwa
Building Learning Power memiliki Efektivitas di dalam meningkatkan Motivasi Belajar Santri XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya.
Sehubungan dengan hasil penelitian ini, diharapkan dalam peneltian-peneltian berikutnya tentang konsep Building Learning Power, agar diperdalam lagi dalam penerapan dan pendampingannya dan para pimpinan dan ustad/za Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya agar terus memantau perkembangan Motivasi Belajar para santri umumnya, khususnya Madrasah Aliyah Kelas XB dengan menciptakan inovasi-inovasi dalam meningkatkan belajar para santri.
Kata Kunci: Bimbingan dan Konseling Islam, Building Learning Power, Motivasi Belajar.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
PENGESAHAN ... ii
MOTTO ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN SKRIPSI... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI... x
DAFTAR TABEL... xii
BAB I: PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Metode Penelitian ... 6
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 6
2. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling ... 7
3. Variabel dan Indikator Penelitian ... 9
4. Definisi Operasional ... 10
5. Teknik Pengumpulan Data ... 13
6. Teknik Analisis Data ... 15
F. Sistematika Pembahasan... 16
BAB II: BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, BUILDING LEARNING POWER,DAN MOTIVASI BELAJAR A. Kajian Teoritik ... 19
1. Bimbingan dan Konseling Islam ... 19
a. Sejarah Bimbingan dan Konseling Islam... 19
b. Definisi Bimbingan dan Konseling Islam ... 21
c. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam ... 25
2. Building Learning Powerdalam konsep dan praktik ... 31
a. Building Learning Powerdalam konsep... 31
1) Ketangguhan... 35
2) Kecerdasan ... 37
3) Kecerdikan ... 38
4) Kemandirian ... 39
b. Building Learning Powerdalam Praktik ... 41
3. Motivasi Belajar... 45
a. Pengertian Motivasi Belajar... 45
b. Motivasi Menurut Ahli... 48
c. Fungsi Motivasi Belajar ... 49
d. Jenis Motivasi Belajar ... 50
e. Ciri-ciri Motivasi Belajar yang tinggi dan rendah ... 51
(8)
B. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 54
C. Hipotesis ... 56
BAB III: PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya 58 1. Profil Madrasah Aliyah... 58
2. Tenaga Pendidik Pondok Pesantren Al-Fitrah... 59
3. Data Pendidik... 60
4. Profil Pondok Pesantren ... 60
5. Visi dan Misi Pondok Pesantren...62
6. Program Pendidikan Pondok Pesantren...63
7. Jadwal Kegiatan Harian ...64
8. Jadwal Kegiatan Mingguan ...65
9. Kegiatan Bulanan dan Tahunan...66
10. Pendidikan Ektrakurikuler ...66
B. Deskripsi Penilaian, Indikator dan Responden ... 67
1. Penilaian Angket... 67
2. Indikator dan Deskripsi Angket... 68
3. Responden... 69
C. Deskripsi Hasil Penelitian... 71
1. Tahap Identifikasi... 71
2. Tahap Diagnosis... 73
3. Tahap Prognosis ... 73
4. Tahap Treatmen ... 74
a. Devout/Berakhlaq ... 75
b. Reselience/Ketangguhan ... 76
c. Resourceful-ness/Kecerdasan ... 77
d. Reflektiveness/Kecerdikan... 78
e. Reciprocity/Kemandirian... 79
5. TahapFollow Up... 81
1. Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya ... 81
a. Pretest... 82
b. Posttest... 83
D. Uji Keabsahan Instrumen... 83
1. Uji Validitas Data ... 84
2. Uji Realibilitas Data... 86
E. Uji Hipotesis ... 88
BAB IV: ANALISIS DATA A. Analisis Pengujian Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan konsepBuilding Learning Power dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya ... 89
(9)
1. Uji Normlitas... 91 2. Uji Homogenitas ... 92 3. Pengujian Hipotesis... 92
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ... 95 B. Saran ... 96 DAFTAR PUSTAKA
(10)
1 BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional strategi dasar kebijakan pendidikan mencakup empat aspek yaitu: pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, relevansi pendidikan, peningkatan kualitas pendidikan, dan efisiensi pendidikan.2
Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah masih rendahnya kualitas pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, apalagi dengan menurunya motivasi belajar, khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Secara internasional pada umumnya ada dua hal yang dijadikan indikator kualitas pendidikan pada suatu negara, yaitu Human Development Index (HDI) dan hasil dari Programme for International Student Assessment (PISA). Pengukuran terhadap capaian PISA dilakukan oleh negara-negara yang tergabung dalam organization for economic cooperation and development
(OECD) meliputi 30 negara yaitu Australia, Austria, Belgium, Canada, Czech Republic, Denmark, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Iceland, Ireland, Italy, Japan, Korea, Luxembourg, Mexico, the Netherlands, New Zealand, Norway, Poland, Portugal, Slovak Republic, Spain, Switzerland,
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Universitas Lampung.
(11)
2
Turkey, United Kingdom, dan United States. PISA mengukur kemampuan membaca, matematika, sains, dan problem-solving untuk usia sekitar 15 tahun.3
Data tahun 2006 hasil pengukuran PISA dari 57 negara yang disurvey, Indonesia berada pada peringkat 50 untuk IPA, peringkat 44 untuk membaca, peringkat 49 untuk matematika, dan peringkat 52 untuk problem solving.4
Data tersebut diatas menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia mengalami ketertinggalan yang cukup jauh, kerena disebabkan mengalami motivasi belajar yang menurun.
Mengenai Morivasi Belajar yang menurun, menurut Suhaimin, ciri-ciri siswa yang mengalami motivasi menurun adalah Sebagai berikut: (1) Jarang mengerjakan tugas (2) Mudah putus asa (3) Memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi (4) Cepat puas dengan prestasi (5) Kurang semangat belajar (6) Tidak mempunyai semangat untuk mengejar cita-cita (7) Tidak senang mencari dan memecahkan soal-soal. 5
Berangkat dari permasalahan diatas, peneliti mendapati Santri Madrasah Aliyah Kelas XB Pondok Pesantren Assalafi Al-fitrah Surabaya yang juga sebagai objek pada penelitian ini, mengalami beberapa masalah tentang kualitas pendidikan yang rendah dikarenakan Motivasi Belajar yang menurun.
Pertama, dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada Kepala BK Madrasah Aliyah yakni Ustad Mubin, didapatkan bahwa secara umum Santri Aliyah Al-Fitrah sekarang mengalami penurunan motivasi belajar dibandingkan
3
http://litbang.kemendikbud.go.id/d. Diakses tanggal 1 Februari 2017.
4
PISA, 2012 (online), (http://www.oecd.org/dataoecd, diakses pada tanggal 1 Februari 2017.
5
(12)
3
santri waktu zaman dulu, dalam hal ini, beliau mengatakan Kelas XB adalah salah satu kelas yang mengalami penurunan motivasi yang perlu diberikan peningkatan dalam hal belajar. Misalnya perilaku kelas tersebut yang digambarkan ustad Mubin adalah “kalau udah tiba waktu ujian baru semangat-semangatnya belajar, padahal jika belum ujian perilaku mereka tidak
menunjukan mereka semangat dalam belajar”, peneliti menyimpulkan bahwa
santri tersebut memerlukan dorongan dari luar untuk semangat belajar, hal tersebut termasuk dalam ciri motivasi yang rendah, yang dikemukakan Suhaimin dalam bukunya Motivasi Belajar pada bab II penelitian ini.
Kedua, Kemudian faktor terbesarnya adalah lingkungan yang sekarang yakni, menurut ustad Mubin, santri sekarang mayoritas terbawah dampak negatif lingkungan yang serba canggih (modern).
Ketiga, Pergaulan yang kurang tepat yang mengakibatkan santri menurunnya motivasi dari segi belajar, faktanya para santri yang sering tidak membawa kitab saat pembelajaran kelas dimulai identik memiliki teman yang serupa juga, jadi ketika mereka berteman dengan mayoritas orang yang malas belajar maka santri tersebut akan terbawa malas belajar.6
Dari perilaku santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-fitrah Surabaya diatas Peneliti menemukan ada beberapa kesamaan ciri-ciri menurunya motivasi belajar yang dikemukakan oleh Suhaimin, ciri-ciri
6
Wawancara bersama kepala pengurus Bimbingan Konseling Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Salafi Al-Fitrah pada 28 Desember 2016 di Ruangan Kantor Madrasah Aliyah
(13)
4
tersebut yaitu santri kurang semangat belajar dan memerlukan dorongan dari luar untuk belajar.
Sementara Building Learning Power digunakan sebagai media dalam meningkatkan motivasi belajar santri. Pengertian belajar dalam kontek BLP adalah penyesuaian diri terhadap situasi baru dimanapun pelajar berada.7
Pada intinya BLP mempunyai 5 aspek bagi siswa yang ' baik' dalam kualitas belajar dan meningkatkan motivasi belajar. Lima kapasitas belajar tersebut adalah: Devout (akhlaq), Resilience (ketangguhan), Resourcefulness
(kecerdasan), Reflectiveness (kecerdikan), dan Reciprocity (kemandirian).8 Oleh sebab itu, penelitian yang diangkat oleh peneliti dalam bentuk skripsi saat ini adalah “Efektivitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-fitrah Surabaya”.
B.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya adalah Apakah Bimbingan Konseling dengan Konsep Building Learning Power Efektif dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya?
7
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 2
8
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 2
(14)
5
C.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Efektivitas dari Bimbingan Konseling dengan Konsep
Building Learning Power dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya.
D.Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Kedua manfaat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Dari segi teoretis
Dari segi teoretis, hasil penelitian ini bisa dijadikan sebagai rujukan atau penambah referensi kepustakaan bagi peneliti berikutnya yang ingin meneliti ataupun menganalisa penelitian tentang meningkatkan Bimbingan Konseling dengan Konsep Building Learning Power dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya, dan diharapkan untuk memberikan kontribusi teori dan konsep pada pesantren dan juga kampus.
2. Dari segi praktis
a. Bagi pendidik (kyai, ustadz/ah, dan dosen): hasil penelitian diharapkan ini bisa dijadikan salah satu media dalam mengembangkan pembelajaran khususnya sekolah atau pesantren, sehingga dalam kehidupan dan belajar lebih berkualitas.
b. Bagi subyek penelitian: hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pesantren dan juga santri dalam mendorong motivasi
(15)
6
belajar agar tercapai cita-citanya, sehingga bisa menjadi insan yang bermamfaat bagi nusa dan bangsa.
c. Bagi mahasiswa umum: penelitian ini bisa dijadikan sebagai contoh dalam pengaplikasian Building Learning Power di dalam meningkatkan Motivasi Belajar siswa dan diterapkan dalam dunia pendidikan di era modern sekarang.
E.Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang akan digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah pendekatan penelitian kuantitatif. Di mana penelitian kuantitatif sendiri adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat menemukan keterangan mengenai apa yang ingin kita ketahui.9
Adapun jenis penelitiannya, peneliti akan menggunakan penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode yang dijalankan dengan menggunakan suatu perlakuan (treatment) tertentu. Observasi pada penelitian eksperimen dilakukan di bawah kondisi buatan (artificial condition) yang diatur oleh peneliti.10 Hal ini diambil karena peneliti ingin menggunakan suatu perlakuan terhadap kelompok tertentu dengan kondisi yang akan diatur sedemikian rupa dan kemudian hasilnya akan dievaluasi.
9 S. Margono, Metodologi Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hal. 105
10 Restu Kartiko Widi, Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 76
(16)
7
Pre-Experimental Designs (non designs), khususnya One Group Pretest-Posttest Design adalah bentuk penelitian eksperimental yang dipilih oleh peneliti. Model ini dipilih karena peneliti hendak memberikan tes pada saat sebelum dan sesudah dilakukan treatmen yakni Bimbingan Konseling dengan konsep building learning power, dilakukan untuk mengetahui efektivitas Building Leraning Power dalam meningkatkan Motivasi Belajar.11 Desain tersebut dapat digambarkan seperti berikut:
O1 X O2
Keterangan:
O1: nilai Pretest (sebelum diberi Building Learning Power) O2: nilai Posttest (setelah diberi Building Learning Power) X: Treatment (Building Learning Power)
2. Populasi Sampel dan Teknik Sampling a. Populasi
Secara etimologi dapat diartikan penduduk atau orang banyak yang memiliki sifat universal.12 Populasi adalah wilayah gengeralisasi yang terdiri atas: obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.13
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah 30 santri kelas XB Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Salafi Al-Fitrah Surabaya, alasan
11Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 110
12Mahi M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi dan Sastra, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), hal. 60
13Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 80
(17)
8
peneliti memilih kelas XB Madrasah Aliyah adalah berlandaskan pada penjelasan ustad Mubin saat diadakan wawancara, bahwa kelas XB Madrasah Aliyah tergolong salah satu kelas yang tingkat motivasinya menurun, di indikasikan dengan kurangnya minat belajar para santri. Kurangnya minatnya para santri dalam belajar didapatkan dilapangan saat ketika memulai kelas para santri tersebut sering lupa membawa kitab atau buku paket yang akan dipakai dalam pembelajaran kelas dan ketika tidak ada ustad dalam kelas para santri mengisi kegiatanya dengan tidur. Hal tersebut mengindikasikan bahwa santri tersebut menurun dalam hal motivasi belajar.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari subyek penelitian, dipilih dan dianggap mewakili keseluruhan sampel.14 Adapun dalam metode pengambilan sampel, peneliti berpedoman pada pernyataan Suharsimi Arikunto yang berbunyi: “Apabila subyek penelitian kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semuanya, sehingga penlitiannya adalah populasi. Akan tetapi subyeknya lebih dari 100 orang, maka diperbolehkan mengambil sampel 10% - 15% atau lebih 20% - 25% atau lebih.15 Jadi dalam penetian ini, peneliti mengambil subyek 30 santri kelas XB, sehingga penelitian ini adalah populasi tanpa menggunakan teknik sampling.
14Sumanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, (Jogja: Ofset, 1995), hal. 39. 15Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal. 120.
(18)
9
3. Variabel dan Indikator Penelitian
Secara teoritis variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Variabel juga merupakan atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi, kepemimpinan dan disiplin kerja.16
Adapun variabel dan indikator dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (Independen Variable):
Variabel bebas adalah variabel mandiri yang tidak dipengaruhi variabel lain. peneliti menjadikan Bimbingan dan Konseling Islam dengan konsep Building Learning Power sebagai varibel bebas yang diberi simbol X. Dalam penelitian ini varibel X dijadikan sebagai Treatment dalam meningkatkan Variabel Y.
b. Variabel terikat (Dependent Variable):
Variabel terikat adalah variabel yang memiliki probalitas tinggi untuk dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel ini ditandai dengan simbol Y. Dalam penelitian ini variabel terikatnya berupa Motivasi Belajar Santri Kelas XB Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya.
Adapun indikator-indikator dalam variabel Y ini adalah sebagai berikut:
16
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 60.
(19)
10
1) Indikator variabel Y
Santri yang memiliki motivasi tinggi dalam belajar akan menunjukkan keinginan yang besar dan perhatian yang penuh terhadap tugas - tugas belajar. Mereka memusatkan sebanyak energi fisik maupun psikis terhadap kegiatan tanpa mengenal rasa bosan apalagi menyerah. Sebaliknya siswa yang memiliki motivasi rendah menampakkan keengganannya, cepat bosan dan berusaha menghindari dari proses kegiatan belajar mengajar.
Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar santri. - Cita – cita Aspirasi
- Kondisi peserta didik - Kondisi lingkungan belajar
- Unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran 4. Definisi Operasional
Menghindari salah pengertian pembaca terhadap konsep yang diangkat dalam penelitian ini, maka peneliti terlebih dahulu menjelaskan tentang definisi semua konsep dengan rinci pada judul “Efektivitas dari Bimbingan Konseling Dengan Konsep Building Learning Power Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya”.
Adapun semua konsep tersebut didefiniskan berdasarkan pendapat beberapa tokoh sebagaimana berikut ini:
(20)
11
a. Bimbingan Konseling Islam
Bimbingan dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah guidance,
secara umum berarti bantuan atau tuntutan. Penyuluhan disebut dengan istilah counseling. Menurut Syamsu, secara harfiah istilah guidance
berasal dari kata guide yang bermakna; mengarahkan, membantu, mengelola, dan menyetir.17
Menurut Prayitno dan Erman Amti Konseling adalah sebuah proses pemberian bantuan yang dilakukan konselor pada Konseli melalui wawancara konseling guna terselesaikannya masalah yang dihadapi klien.18
Menurut Syaikh Ahmad dan Muhammad Al- Maliki Al-Sawi Islam adalah aturan Ilahi yang dapat membawa manusia untuk berakal sehat menuju kemaslahatan atau kebahagiaan hidupnya didunia dan akhiratnya.19
Adapun pengertian Bimbingan Konseling Islam secara utuh menurut Kyai Muhammad Hamdani Bakran Adz-Dzaky adalah suatu aktivitas, mengungkapkan bahwa Konseling Islam merupakan aktivitas seorang konselor dalam memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman individu yang membutuhkan dan meminta bimbingan yang biasanya disebut konseli/klien dalam hal bagaimana seharusnya ia dapat
17 Melliyarti Syarif, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap Pasien, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), hal. 46.
18
Deni Febriani, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Teras 2011), hal. 10.
19Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah
Perspektif Bimbingan Konseling Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009), hal. 9-10
(21)
12
memaksimalkan potensi akal pikiran yang dimiliki, kejiwaannya, dan keimanannya, serta dapat menghadapai berbagai macam masalah dalam kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang tetap berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah.20
b. Building Learning Power
Guy Claxton (Prof. Guy Claxton, dari University of Winchester, Inggris) menemukan potensi dalam diri manusia yang sangat dahsyat yang dapat menjadi bekal hidup sukses dan disebutnya sebagai learning power (kapasitas belajar).21
Pada intinya Building Learning Power mempunyai 4 Aspek bagi siswa yang baik dalam belajar, yaitu: Devout (akhlaq), Resilience
(ketangguhan), Resourcefulness (kecerdasan), Reflectiveness
(kecerdikan), dan Reciprocity (kemandirian).22 c. Motivasi Belajar
Motivasi adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis dengan hal hal tersebut yang mengarahkan perilaku manusia. Motivasi juga diartikan sebagai sesuatu yang ada pada diri manusia yang bisa membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkahlaku untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi
20 Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Islami; Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007), hal. 95.
21
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 2
22
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 3 - 4
(22)
13
berfungsi sebagai pendorong, kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah, dan menyeleksi tingkah laku seseorang.23
Fillmore melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan. Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan suatu organism dan mengarahkannya kepada suatu tujuan.24
Dari pengertian-pengertian di atas, udah jelas bahwa motivasi ialah dorongan dalam diri seseorang, untuk melakukan suatu perilaku dalam mencapai suatu tujuan.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah tahapan yang paling krusial. Maka proses ini harus dilakukan dengan cermat agar memperoleh hasil yang sesuai dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.25
Adapun beberapa teknik pengumpulan data yang akan dilakukan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Interview (Wawancara)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan dari interviewer.26
23Mujib, Abdul, Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal.243
24 Faizah, Muchsin Effendi, Lalu, Psikologi Dakwah, (Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 107
25 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 224
26
Lexi Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal.186
(23)
14
Teknik ini digunakan oleh peneliti sebagai penguat hasil observasi maupun angket yang telah diperoleh.
Pada teknik ini sedikitnya peneliti telah berhasil mewancarai Ustad Mubin selaku kepala pengurus Bimbingan Konseling (BK) Madrasah Aliyah yang dilakukan pada 26 Desember 2016.
b. Kuesioner (Angket)
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab.27
Peneliti menggunakan angket tertutup guna mengetahui kenyataan Motivasi Belajar Santri kelas XB Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya, dan penyebaran angket tersebut dilakukan pada tanggal 02 Januari 2017.
Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket model skala likert, adapun skor yang dipakai untuk tiap-tiap item jawaban sebagai berikut:
1) SS = Sangat Setuju = 5 2) S = Setuju = 4
3) N = Netral = 3
4) TS = Tidak Setuju = 2
5) STS = Sangat Tidak Setuju = 1
27
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV. Alfabeta, 2013), hal. 142.
(24)
15
c. Observasi
Observasi adalah serangkaian pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap obyek penelitian melalui panca indra; mata, telinga, dan panca indra lainnya.28
Pada proses ini peneliti mengamati secara langsung fakta objek penelitian para Santri Kelas XB Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah, yakni dengan cara bersosialisasi dengan santri Kelas XB, wali kelas XB dan ustad lainya, tentang masalah permasalahan santri alami.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Sebab dari hasil itu dapat digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang telah diajukan peneliti.
Sedangkan langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Memeriksa (Editing)
Hal ini dilakukan setelah semua data yang kita kumpulkan melalui kuesioner atau angket atau instrumen lainnya. Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa kembali semua kuesioner tersebut satu persatu. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk mengecek, apabila terjadi kesalahan maka responden diminta untuk mengisi angket kembali.
(25)
16
b) Memberi Tanda Kode (Coding)
Memberi tanda kode terhadap pertanyaan-pertanyaan yang telah diajukan. Hal ini, dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan analisa.
c) Tabulasi Data
Tabulasi data dilakukan, jika semua masalah editing dan coding kita selesaikan. Artinya tidak ada lagi permasalahan yang timbul dalam editing dan coding atau semuanya telah selesai dan ok.
Analisis perhitung rumus-rumus statistik dengan menggunakan tabel data. Ragam tabel data disesuaikan dengan kebutuhan komponen rumus tersebut. Dengan demikian, rumus perhitungan analisis rumus-rumus tersebut hanya dilakukan dalam tabel itu.29
Adapun ketiga teknik analisis data ini ditempuh untuk mengetahui efektivitas hasil treatment yang digunakan oleh peneliti yang berupa Bimbingan dan Konseling dengan konsep Building Learning Power
(Treatmen/variabel X) didalam meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya (variabel Y).
F. Sistematika Pembahasan
Sebenarnya isi skripsi ini saling memiliki relevansi mulai dari bab pertama sampai dengan bab kelima. Tujuan penulisan Sistematika
29 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), hal. 77-79.
(26)
17
Pembahasan adalah untuk memberikan gambaran alur pembahasan agar pembaca dapat dengan mudah mengetahui dan memahami isi skripsi ini.
Adapun sistematika pembahasan penelitian Evektivitas Bimbingan Konseling dengan Konsep Building Learning Power Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya. adalah sebagai berikut:
BAB I :Merupakan pendahuluan yang berisikan Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan, Manfaat, Metode Penelitian (Pendekatan dan jenis penelitian, Populasi, sampel, teknik sampling, variabel penelitian, indikator penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data) dan sistematika pembahasan.
BAB II :Memaparkan tinjauan pustaka, berisi kajian teoritik, hasil kajian terdahulu yang relevan dan hipotesis penelitian
BAB III :Memaparkan tentang penyajian data (meliputi: deskripsi umum objek penelitian, deskripsi hasil penelitian, dan hipotesis penelitian)
BAB IV :Memaparkan analisis data dengan membahas pertama menganalisis proses Bimbingan dan Konseling Islam dengan Konsep Buliding Learning Power dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Santri Kelas XB Pondok Pesantren Salafi Al-Fitrah Surabaya, yang kedua menganalisis mengenai Efektifitas Bimbingan dan Konseling Islam dengan Konsep Buliding Learning Power dalam Meningkatkan
(27)
18
Motivasi Belajar Santri Kelas XB Pondok Pesantren Salafi Al-Fitrah Surabaya.
BAB V :Penutup, bab ini berisi kesimpulan rangkaian proses dan efektivitas penelitian serta menjawab rumusan masalah sedangkan saran peneliti memberikan saran dan rekomendasi kepada lembaga, kiyai atau ustad dan santri pada umumnya khususnya santri kelas XB Madrasah Aliyah, seerta individu yang terkait untuk pengembangan dan pemamfaatan hasil penelitian yang maksimal.
(28)
19
BAB II
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM, BUILDING LEARNING POWER
DAN MOTIVASI BELAJAR
A.Kajian Teoritik
1. Bimbingan dan Konseling Islam a. Sejarah Bimbingan konseling Islam
Sejarah Singkat Bimbingan dan Konseling Islam Sejarah bimbingan dan konseling barat bermula pada tahun 1907 adalah Jesse B. Davis dan seorang temannya, Frank Parson dianggap sebagai pelopor bimbingan konseling. Jesse B. Davis cenderung lebih aktif mengembangkan bimbingan konseling di dunia akademi. Selain aktif memberikan kuliah tentang bimbingan dan konseling, ia juga tercatat sebagai konselor sekolah di Central High School yang terletak di Ditroit.30
Sementara Frank Parson lebih aktif di dunia sosial, ia mendirikan Biro Konsultasi, fokus pada Vocational Guidance yang meliputi
vocational placement, vocational choice, dan vocational training.
Bahkan biro ini menjadi inspirasi didirikannya Ikatan Bimbingan Kejuruan Nasional (1913) di New York. Berkat kedua pelopor inilah bimbingan konseling resmi diakui sebagai profesi pada tahun 1918.31
30 Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: Revka Petra Media, 2012), hal. 36-38.
31 Shahudi Siradj, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Surabaya: Revka Petra Media, 2012), hal. 37-39
(29)
20
Sedangkan Bimbingan dan Konseling Islam menurut para tokoh dan pemuka agama Islam, sebenarnya sudah lama ada, bahkan sejak pertama kali agama itu diturunkan. Kita bisa menelusurinya dari banyak ayat dalam al Quran, antara lain:
1) Al Quran sebagai pedoman bagi manusia
قن ُ ُ قي قباق قع
ْ
لا اُو
ق
أقر اه ق قنق ق ا هظلا ىق قتقو قهق ْعقب ْ قم فكقلقو ْ قم ُ
َ اق قف ُ هَا ق ق ْضُي ْ قمقو
ق
ْ قه
ف يقبقس ْ قم فكلق ق
َقإ
ق
٤
Artinya: “dan siapa yang disesatkan Allah Maka tidak ada baginya seorang pemimpinpun sesudah itu. dan kamu akan melihat orang-orang yang zalim ketika mereka melihat azab berkata: "Adakah kiranya jalan untuk kembali (ke dunia)?” (QS. Al- Jatsiyah 45:20).32 2) Penyakit psikis serta pengobatannya33
ىً ُهقو قروُ ُص ا قِ اق ق ٌءاق قشقو ْ ُككقبقر ْ قم ٌة قظقعْ ق ْ ُكْتقءاقج ْ
قق ُساهنا اق ُيقأ اقي
قنقنقمْؤُ
ْ ق ٌةق ْْقرقو
٧
Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. (QS.Yunus, 10:57).34
Islam adalah agama yang kompleks, sarat ilmu pengetahuan. Ketika ia bersentuhan dengan realitas sosial, maka ia akan melahirkan pengetahuan baru dalam kehidupan manusia; sosiologi, antropologi, psikologi dan ilmu lainnya.35
32
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 500
33Elfi Mu’awanah
, Bimbingan Konseling Islam: Memahami Fenomena Kenakalan Remaja dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam, (Teras, 2012), hal. 125-126
34
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung: MQS Publishing, 2010), hal. 117
35
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hal. 28-29
(30)
21
Artinya, dalam praktiknya, Islam telah melaksanakan bimbingan konseling jauh sebelum bimbingan konseling menjadi sebuah bagian ilmu pengetahuan yang mandiri dan dapat diterima oleh masyarakat luas secara ilmiah.
b. Definisi Bimbingan dan Konseling Islam 1) Pengertian Bimbingan
Bimbingan dalam Bahasa Inggris disebut dengan istilah
guidance, secara umum berarti bantuan atau tuntutan. Penyuluhan disebut dengan istilah counseling. Menurut Syamsu, secara harfiah istilah guidance berasal dari kata guide yang bermakna; mengarahkan, membantu, mengelola, dan menyetir.36
Bimbingan dapat pula diartikan pekerjaan seseorang membantu seseorang untuk dapat memaksimalkan potensi dalam dirinya, membuat keputusan dalam mengentaskan dirinya dalam berbagai masalah sehingga dalam kehidupannya klien dapat menjadi pribadi yang bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.37
2) Pengertian Konseling
Menurut Prayitno dan Erman Amti Konseling adalah sebuah proses pemberian bantuan yang dilakukan konselor pada Konseli
36 Melliyarti Syarif, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap Pasien, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), hal. 46.
37Melliyarti Syarif, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap Pasien, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), hal49.
(31)
22
melalui wawancara konseling guna terselesaikannya masalah yang dihadapi klien.38
Secara etimologis konseling berasal dari bahasa latin, yaitu
cosillium yang memiliki arti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-saxon, istilah konseling ini berasal dari sellan yang berarti menyerahkan atau menyampaikan.39
Konseling memegang peranan penting dalam bimbingan, sering disebut sebagai jantung bimbingan, koseling sebagai inti, pusat dari segala pusat bimbingan. Mengapa dikatan sebagai jantung, inti atau pusat karena konseling merupakan suatu layanan atau teknik bimbingan yang memiliki sifat terapeutik dan menyembuhkan.40 3) Islam
Secara terminologi, Islam berasal dari bahasa Arab dalam bentuk masdar harfiyah berarti selamat, sentosa dan damai.41
Sedangkan menurut Syaikh Ahmad dan Muhammad Al- Maliki Al-Sawi Islam adalah aturan Ilahi yang dapat membawa manusia untuk berakal sehat menuju kemaslahatan atau kebahagiaan hidupnya didunia dan akhiratnya.42
38 Deni Febriani, Bimbingan Konseling, (Yogyakarta: Teras 2011), hal. 10.
39 Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hal. 99.
40 Fenti Hikmawati, Bimbingan Konseling, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), hal. 2 – 3.
41Asy’ari, Ahm dkk,
Pengantar Study Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2004), hal. 2
42Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah
Perspektif Bimbingan Konseling Islam (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009), hal. 9-10
(32)
23
Islam juga dijabarkan sebagai sebuah agama Allah yang menjadikan Al-Quran dan Al-hadits sebagai dasar utama pengambilan hukum untuk menjungjung tinggi harkat martabat manusia dalam semua aspek kehidupan; sosiologis, antropologis, psikologis, dan budaya.43
Juhaya S. Praja memberikan pengertian bahwa Islam adalah agama yang bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya. Secara spesifik ia menjelaskan hal tersebut akan tercapai manakala manusia telah memahami dan melaksanakan tujuan Islam itu sendiri, yaitu: a) Tujuan Primer (Al-dlarury) yang meliputi memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, kehormatan, dan kekayaan; b) Tujuan Sekunder (Al-haajiy), di mana tujuan ini berkenaan dengan pemberian dipensiasi terhadap ketentuan Allah ketika ketentuan tersebut dirasa berat untuk dilaksanakan; c) Tujuan Tertier (Al-tahsiniyyat), tujuan dari pada bagian yang ketiga ini adalah untuk memberikan kenyamanan dan nilai lebih bagi kehidupan manusia.44
4) Pengertian Bimbingan Konseling Islam
Ada beberapa pendapat kyai mengenai konseling islam yang telah ditulis oleh Saiful Akhyar Lubis dalam bukunya yang berjudul konseling islam, yaitu: Kyai Muhammad Hamdani (pondok pesantren Raudhatul Muttaqin) dalam bukunya “Psikoterapi & Konseling Islam,
43
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi Islam, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), hal. 240-241
44
Juhaya S. Praja, Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung 1995), hal. 101-102
(33)
24
Penerapan Metode Sufistik” mengungkapkan bahwa Konseling Islam merupakan aktivitas seorang konselor dalam memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman individu yang membutuhkan dan meminta bimbingan yang biasanya disebut konseli/klien dalam hal bagaimana seharusnya ia dapat memaksimalkan potensi akal pikiran yang dimiliki, kejiwaannya, dan keimanannya, serta dapat menghadapai berbagai macam masalah dalam kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri yang tetap berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah Rasulullah.45
Saiful Akhyar Lubis mewawancarai kyai Anas Umar khalid (pondok pesantren al-Islami) dan kyai Imaduddin Sukamto (pondok pesantren Sunan Pandan Aran) pada tahun 2002 mengenai konseling islam yang dapat beliau simpulkan yaitu, konseling islam adalah upaya kyai yang berkedudukan sebagai konselor membantu konseli baik itu santri maupun masyarakat umum yang bertujuan agar mereka bisa dan mampu menyelesaikan masalah kehidupannya, sekaligus membimbing aktivitasnya sehari-hari yang berupa ibadah, keagamaan, maupun bentuk sosialnya kepada masyarakat demi tercapainya meraih kehidupan yang damai dan jiwa yang Mutma’innah (tenteram).46
Dengan memperhatikan uraian sebelumnya dapat kita tarik sebuah kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Bimbingan
45 Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Islami; Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007), hal. 95.
46Syaiful Akhyar Lubis, Konseling Islami; Kyai & Pesantren, (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2007),, hal. 96.
(34)
25
Konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan yang diberikan oleh seorang ahli kepada klien agar klien mampu menentaskan berbagai masalah yang membelenggunya serta mampu mengembangkan dirinya sebagai Kholifah dan hamba Allah seutuhnya sehingga tercapainya kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat.47
c. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam
Bimbingan dan Konseling menempati bidang pelayanan pribadi dalam keseluruhan proses dan kegiatan pendidikan. pelayanan Bimbingan dan Konseling diberikan agar individu dapat memahami dirinya. Dalam artian, dapat mengenal kekuatan dirinya dan dapat menerima kelemahan yang ada pada dirinya serta menerimanya secara positif dan dinamis sebagai modal pengembangan diri lebih lanjut. dapat dikatakan sebagai pribadi yang sehat salah satunya ialah apabila ia mampu menerima dirinya sebagai adanya dan mampu mewujudkan hal-hal positif sehubungan dengan penerimaan dirinya itu. jika seorang individu telah mengetahui bahwa dirinya kurang berprestasi diantara individu atau teman-teman yang lainnya, maka hendaknya dia tidak menjadi putus asa, rendah diri dan lain sebagainya, malah yang harus dilakukan ialah harus mampu membangun energi positif yang ada didalam dirinya untuk meraih apa yang ingin digapai dan berlomba meraih prestasi pada bidang yang disukainya. Di sisi lain bagi individu
47 Melliyarti Syarif, Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap Pasien, (Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012), hal. 65.
(35)
26
lain, individu yang telah memhami dirinya bahwa mempunyai potensi lebih dibandingkan yang lain agar tidak lantas sombong dan bersantai-santai48.
Tujuan yang ingin dicapai melalui Bimbingan dan Konseling Islami adalah agar fitrah yang dikaruniakan Allah kepada individu bisa berkembang dan berfungsi dengan baik, sehingga menjadi pribadi yang Kaffah, dan secara bertahap mampu mengaktualisasikan apa yang diyakininya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan Bimbingan Konseling Islami model ini adalah untuk meningkatkan Iman, Islam, dan Ikhsan
yang dibimbing hingga menjadi pribadi yang utuh, dan pada akhirnya diharapkan mereka bisa hidup bahagia di dunia dan di akhirat. sehingga harapan dari konseling model ini, yaitu terbinanya fitrah-iman individu yang ingin membuahkan amal shaleh yang dilandasi dengan keyakinan yang benar dapat tercapai.
Ringkasnya, tujuan jangka pendek dari model ini yaitu agar individu memiliki keimanan yang benar, mampu meningkatkan kualitas kepatuhan terhadap Allah SWT. Tujuan jangka panjang yaitu agar individu yang dibimbing secara bertahap bisa berkembang menjadi pribadi yang kaffah yang tujuannya tidak lain adalah selamat dunia dan di akhirat.49
Keyakinan-keyakinan yang benar yang seharusnya dimiliki oleh orang muslim ialah:
48
Hallen. Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal.58
49
Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Qur’ani (Teori & praktik), (Semarang: Widya Karya, 2009), hal. 25
(36)
27
a) Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang harus selalu tunduk dan patuh pada segala aturan-Nya.
b) Selalu ada hikmah dibalik ketentuan Allah yang berlaku atas dirinya. c) Manusia adalah hamba Allah, yang harus beribadah hanya kepadaNya
sepanjang hayat
d) Ada fitrah (iman) yang dikaruniakan Allah kepada setiap manusia, jika fitrah itu dipelihara dengan baik akan menjamin kehidupannya selamat di dunia dan akhirat
e) Esensi iman bukan sekedar ucapan dengan mulut, tetapi lebih dari itu adalah membenarkan dengan hati, dan mewujudkan dalam amal perbuatan.
f) Hanya dengan melaksanakan syari’at agama secara benar, potensi yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia bisa berkembang dengan sangat maksimal dan selamat dalam kehidupan dunia maupun akhirat.
g) Agar individuu bisa melaksanakan syari’at Islam dengan benar, maka manusia harus berupaya dan bersungguh mempelajari, memahami dan mengamalkan kandungan kitab suci Al-Quran dan Sunnah Rasul50.
Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam disebutkan secara beragam oleh para ahli, diantaranya menurut Adz-Dzaky, menyebutkan tujuan konseling Islam adalah:
50
Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Qur’ani (Teori & praktik), (Semarang: Widya Karya, 2009), hal. 28
(37)
28
a) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan, dan kebersihan jiwa dan mental.
b) untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat baik pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
c) untuk menghasilkan kecerdasan emosi pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong menolong dan rasa kasih sayang.
d) untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa ketaatan kepada Allah, melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya, dan ketabahan menerima ujiannya.
e) untuk menghasilkan potensi ilahiyah, sehingga dengan potensi ini individu dapat bertugas sebagai khalifah dengan baik dan benar, mampu menanggulangi berbagai macam persoalan hidup, memberikan manfaat dan keselamatan bagi lingkungannnya.
Tujuan Umum Konseling Islam adalah membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dan tujuan khusus adalah membantu individu agar tidak menghadapi masalah, membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang baik atau yang
(38)
29
telah baik agar tetap menjadi baik dan menjadi lebih baik, sehingga tidak menjadi sumber masalah bagi diri sendiri dan orang lain51.
Tujuan ini juga sekaligus membedakan Bimbingan Konseling Islam (BKI) dengan bimbingan dan konseling umumnya yang tidak melekatkan sisi nilai spiritualis dan masalah keselamatan akhir manusia di akhirat52.
Menurut, Yusuf dan Nurihsan, menyebutkan tujuan umum konseling Islam adalah agar individu menyadari jati dirinya sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi, serta mampu mewujudkannya dalam beramal saleh dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat. Dijelaskan lebih rinci tujuan khusus Bimbingan Konseling Islam itu sendiri adalah membantu individu agar memiliki sikap, kesadaran, pemahaman, atau perilaku sebagai berikut:
a) Memiliki kesadaran akan hakikat dirinya sebagai makhluk atau hamba Allah
b) Memiliki kesadaran akan fungsi hidupnya sebagai khalifah
c) Memahami dan menerima keadaan dirinya sendiri secara tepat guna (baik kelebihan maupun kekurangan)
d) Senantiasa berkomitmen terhadap dirinya sendiri untuk selalu mengamalkan ajaran agama dengan sebaik-baiknya; baik yang bersifat
Hablumminallah, maupun Habluminannas.
51 Ema hidayanti, Konseling Islam bagi individu Kronis, (Semarang: PUSLIT IAIN Walisongo Semarang, 2010), hal. 18
52 Isep Zainal Arifin, Bimbingan Penyuluhan Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hal.7
(39)
30
e) Agar dapat memahami berbagai macam masalah dan menghadapinya secara wajar, tabah dan sabar
f) Memhami faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stres g) Mampu mengubah persepsi atau minat
h) Mampu mengambil hikmah atau makna dibalik musibah atau masalah yang sedang dialami
i) Mampu mengontrol emosi dan meredamnya dengan melakukan intropeksi53
Sementara M. Arifin mengemukakan tujuan Bimbingan dan Konseling Islam adalah membantu klien supaya memiliki religious reference (sumber pegangan agama)dalam pemecahan problem-problem dan membantu klien agar dengan kesadaran dan kemauannya bersedia mengamalkan ajaran agama. sedangkan Lubis menjabarkan Tujuan Bimbingan Konseling Islam sebagai berikut:
a) Membantu manusia agar dapat terhindar dari masalah
b) Membantu klien agar menyadari hakikat diri dan tugasnya sebagai manusia dan hamba allah
c) Mendorong klien untuk tawakkal dan menyerahkan permasalahannya kepada Allah tanpa harus kehilangan keaktifan, kreativitas dan keberanian untuk bertindak
d) Mengarahkan klien agar menjadikan Allah sebagai sumber memperoleh ketenangan
53
Ema Hidayanti, Konseling Islam bagi individu Kronis, (Semarang: PUSLIT IAIN Walisongo Semarang, 2010),hal. 19
(40)
31
e) Mengarahkan klien agar mendekatkan dirinya kepada allah dengan setulus-tulusnya.
f) Menyadarkan klein akan potensi dan kemampuannya
g) Membantu menumbuh kembangkan kemampuannya agar dapat merencanakan masa depannya
h) Menuntut klien agar mandiri dapat membina keshatan mentalnya dengan menhindari atau membersihkan penyakit hati agar jiwa terasa tentram dan bahagia
i) Mengantarkan klien ke arah hidup yang tenang secara hakiki54.
Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam mengarah pada satu titik yaitu agar tercapainya kehidupan yang bahagia baik dunia maupun akhirat. kebahagiaan tersebut dapat dicapai dengan mengolah mental individu dan mampu mengendalikan dirinya dengan baik agar dapat menerima apapun yang terjadi.
2. Building Learding Power dalamkonsep dan praktik a. Building Learning Power dalam Konsep
Guy Claxton (Prof. Guy Claxton, dari University of Winchester, Inggris) menemukan potensi dalam diri manusia yang sangat dahsyat yang dapat menjadi bekal hidup sukses dan disebutnya sebagai Learning Power (kapasitas belajar).55
54
Ema Hidayanti, Konseling Islam bagi individu Kronis, (Semarang: PUSLIT IAIN Walisongo Semarang, 2010), hal. 20
55
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 2
(41)
32
Beliau berkesimpulan bahwa dalam diri setiap seseorang ada potensi besar yang siap untuk dikembangkan yang diberi nama Learning Power.
“Kami percaya bahwa semua orang muda mampu mengembangkan percaya diri, kemampuan, dan gairah. Kami berpikir bahwa gagasan masyarakat kita dari 'kemampuan' telah diikat terlalu erat dengan prestasi akademik, dan dengan asumsi bahwa beberapa anak-anak telah mendapat banyak semacam kemampuan, dan beberapa tidak terlalu banyak. Kami berpikir bahwa intelijen dunia nyata adalah lebih luas dari itu, dan bahwa itu tidak tetap pada saat lahir, tetapi sesuatu yang orang dapat, membantu untuk membangun semua itu.”56
Building Learning Power adalah suatu konsep yang digagas oleh Prof. Guy Claxton, konsep ini berguna bagi kemampuan pelajar untuk meningkatkan cara belajar dengan baik dan secara nyata. Pengertian belajar dalam konteks Building Learning Power adalah penyesuaian diri terhadap situasi baru dimanapun pelajar berada.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Ahmad Ibrahim Muhanna membahas berbagai aspek kehidupan manusia dan pendidikan merupakan tema terpenting yang dibahasnya. Setiap ayatnya merupakan bahan baku bangunan pendidikan yang dibutuhkan oleh setiap manusia. Hal itu tidaklah aneh mengingat Al- Qur’an kitab Hidayah dan seseorang memperoleh hidayah tidak lain karena pendidikan yang benar serta ketaatannya.57
56
http://www.buildinglearningpower.com/about/more-about-building-learning power/,diakses 4 Desember 2016.
57
Ahmad Ibrahim Muhanna, Al-Tarbiyah fi Al-Islam, (Cairo: dar al-sya’bi, 1982), hal. 13, dikutip oleh Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: logos, 1999), hal. 38.
(42)
33
Pendidikan sebagai unsur penting dalam kehidupan manusia dan merupakan penentu maju mundurnya suatu peradaban, tentunya mengalami proses dan perubahan yang dialami oleh manusia. Dan dalam tahapan perubahan ini, manusia seringkali mengalami penyimpangan yang tidak sejalan dengan fitrah, kejadianya yang terdiri dari dua unsur, yaitu unsur tanah dan unsur ketuhanan, karenanya manusia membutuhkan pembinaan yang seimbang antara keduanya agar tercipta makhluk dwi dimensi dalam satu keseimbangan dunia dan akhirat, ilmu dan iman atau istilah yang dikemukakan Zakiah Daradjat yaitu terciptanya kepribadian manusia secara utuh rohani dan jasmani dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal karena taqwanya kepada Allah SWT, atau lebih dikenal istilah “Insan Kamil” dengan pola taqwa kepadanya.58
Hal ini terkonsep pada isi kandungan ayat Al- quran yang diturunkan pertama kali oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW di gua Hira yaitu surah Al- Alaq ayat 1 – 5 sebagai berikut:
ٱ ق
أق
قبٱ
س
ق
ق قكبقر
ٱ
يق
َ
ه
ق ق قخ
ق ق قخ
ٱ
ق
ل
قسن
ق
قم
ف
ق قع
ٱ ق
أق
ق ُبقرقو
ٱ
ق
ل
ك
ُمق
ٱ
يق
َ
ه
ق ه قع
قبٱ
ل
ق ق ق
ق ه قع
ٱ
ق
ل
قسن
ق
اقم
ق
عقي
ق
Artinya: “(1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, (2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, (3) Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, (4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, (5) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Pesan pertama wahyu Al- quran adalah mengajarkan manusia untuk belajar, sehingga dengan belajar ini, manusia memperoleh ilmu
58
(43)
34
pengetahuan. Hal ini dipertegas pendapat Al- Maraghi yang mengatakan, bahwa Allah SWT, menjadikan pena ini sebagai sarana berkomunikasi antara sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Ia tidak ubahnya lisan yang bicara, qalam adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh sebab itu, Allah menciptakan benda mati yang bisa menjadi alat komunikasi, sehingga tidak ada kesulitan bagi Nabi Muhammad SAW, bisa membaca dan memberikan penjelasan serta pengajaran karena jika tidak ada qalam, maka manusia tidak akan dapat memahami berbagai ilmu pengetahuan.59
Manusia disebutkan dalam Al- quran diajari oleh Allah Ta’ala sesuatu yang tiada satupun orang tahu, yang tidak mungkin tahu dengan cara dirinya sendiri, yakni kemampuan unik manusia untuk menyebarluaskan atau meneruskan tulis menulis, pikiran-pikiran, pengalaman-pengalaman dan wawasan dari satu individu ke individu, generasi ke generasidan satu komunitas budaya satu pada budaya lain, cara lain, dalam akumulasi pengetahuan yang berkesinambungan.60
Uraian diatas jelas, bahwa membaca dalam proses pembelajaran agama Islam sangat penting peranya dalam rangka untuk memahami agama Islam. Membaca yang dimaksudkan ialah, sebagaimana telah dijelaskan dalam surah Al- A’laq ayat 1 – 5 tidak hanya sekedar membaca teks dalam bentuk tulisan, namun lebih dari itu adalah memahami maksud
59
Ahmad Mustafa Al- Maraghi, Tafsir Al- Maraghi, Juz 29, (Mesir: Mustafa bab Al- Halabi), hal. 200.
60
Abdurahman Mas’ud, Antologi Studi Agama dan Pendidikan, (Semarang: Aneka Ilmu, 2004), hal. 70.
(44)
35
dan tujuan agama Islam itu sendiri, sehingga dengan membaca dapat mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Pada intinya Building Learning Power mempunyai 4 Aspek bagi siswa yang baik dalam belajar, yaitu: Resilience (Ketangguhan),
Resourcefiness (Kecerdasan), Reflectiveness (Kecerdikan), dan Reciprocity
(Kemandirian dan Kerjasama).61 1) Ketangguhan
Ketangguhan mengandung konsep tentang kondisi pelajar yang siap, rela dan mampu untuk terus belajar. Ketangguhan disusun oleh empat komponen: (1) Tekun, (2) Mengelola gangguan, (3) Perhatian, (4) Usaha keras,62 ciri ini secara sederhana menuju kesuatu kemampuan pelajar, untuk memahami bahwa sesuatu tidak datang dengan mudah dan bahwa sesuatu kesulitan pada umumnya berhadiah sukses pada akhirnya.
Ketangguhan dengan membulatkan tekad juga tercantum difirman Allah SWT surat Fussilat ayat 30 yang berbunyi:
هنقإ
ٱ
ق يق
َ
ه
ْا ُ اقق
اقنُبقر
ٱ
ُهَ
ه ُث
ٱ
س
قققت
ْا ُ
ُله قَقتقت
يق قع
ُ ق
ٱ
قلق
ُةق قئ
ه
ّ
أ
ق
ْا ُفاق
َ
ق
ق
ّقو
ق
ت
ْا ُنق
ب
أقو
ق
ْاوُ قِ
قبٱ
ق
ل
قةهن
ٱ
قت
هل
ُتنُك
ُت
قنوُ قع
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu".63
61
Guy Claxton, Building Learning Power, (TLO limited 40 Berkeley Square, Clifton Bristol 2010), hal. 2.
62
Margono, Pengembangan Masyarakat Mandiri, (Sidoarjo: LP2I Press, 2015) hal. 4 63 Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007).
(45)
36
Adapun mewujudkan jiwa yang tangguh dalam diri seseorang, maka membangun Ketangguhan dilakukan dengan cara:
a) Mengembangkan spontanitas apa yang harus dilakukan jika mendapat ancaman
b) Memperkuat bahwa telah berusaha keras itu tidak sama dengan kemampuan yang kurang
c) Membuat tugas-tugas yang melibatkan tantangan dan sedikit perjuangan
d) Membantu siswa bagaimana merasa enjoy dalam belajar
e) Mengajak siswa memetakan hambatan-hambatan apa yang mereka hadapi dalam belajar64
Pribadi pantang menyerah ini bukan saja semata-mata secara fisik, tapi lebih penting justru adanya sifat positif dalam jiwanya yang begitu tangguh dan kuat. Seseorang menjadi lemah, karena mentalnya lemah, begitu juga seseorang orang sukses, karena ia memiliki keinginan untuk sukses dan sesorang gagal karena ia berbuat gagal.
Hidup kita akan bahagia, percaya diri, optimis, dan penuh gairah. Pikiran merupakan kekuatan paling menakjubkan yang dianugerahkan Allah kepada manusia. Dengan kekuatan pikiran, manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan, membangun harapan-
64
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 4
(46)
37
harapan baru, dan membuat mimpi-mimpi menjadi kenyataan. Bahkan, dengan kekuatan pikiran, kualitas hidup seseorang bisa ditentukan.65 2) Kecerdasan
Pengertian kata “kecerdasan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, artinya perihal cerdas, intelegensi, kesempurnaan perkembangan akal budi, kepandaian ketajaman pikiran.66
Kecerdasan mengandung konsep tentang kondisi pelajar yang siap, rela dan mampu belajar dalam cara yang berbeda. Kecerdasan tersusun oleh lima komponen: (1) Keingintahuan, (2) Membuat hubungan, (3) Imajinasi, (4) Penalaran, (4) Sumber daya.67
Adapun mewujudkan jiwa yang cerdas dalam diri seseorang, maka membangun kecerdasan dilakukan dengan cara:
a) Mengenali dan memberi hadiah untuk pertanyaan dan jawaban yang baik
b) Menganjurkan menggunakan pernyataan seperti „Bagaimana bisa..‟ „Bagaimana jika…‟ „Bagaimana mungkin…‟
c) Mengembangkan akivitas-aktivitas yang membutuhkan penggunaan jaringan sumber belajar dan strategi
d) Menggunakan bahasa „bisa jadi…‟
65 http://erryhidayat7.blogspot.co.id/2015/04/pendidikan-karakter-tangguh.html (diakses pada tanggal 4 Desember 2016 pukul 16.00 WIB)
66 Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, “Kecerdasan,” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal. 262
(47)
38
e) Membuat skenario untuk siswa guna memvisulisasikan dan mengulanginya.68
Rasa ingin tahu adalah suatu emosi yang berkaitan dengan perilaku ingin tahu seperti eksplorasi, investigasi dan belajar. Manusia dibekali dengan panca indera, akal pikiran dan akal budi maka akal adalah bekal manusia untuk mencari tahu, sebagai sumber rasa ingin tahu manusia. Pengetahuan terbentuk dari akal budi seorang yang telah mengamati suatu gejala atau masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Selama manusia tersebut dapat mengembangkan rasa ingin tahunya ke arah positif maka ilmu pengetahuan pun akan terus berkembang, seiring dengan kemampuan yang dikembangkan oleh manusia maka lahirlah akal budi yang akan melengkapi perjalanan sebagai manusia seutuhnya.69
3) Kecerdikan
Segala sesuatu yang akan dikerjakan harus di-manage. Dengan adanya manajemen, semua kegiatanan yang ingin kita lakukan bisa terlaksana dengan sesuai harapan. Karena semua sudah terencana. Sehingga akan sesuai dengan apa yang telah kita rencanakan sebelumnya.
Manejemen mengandung makna kecerdikan dalam mengatur dan menjawab pertanyaan pertanyaan yang akan dijalani dalam kehidupan,
68 Margono, Panduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 6.
69
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, IAD, ISD, IBD, (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012) hal. 10.
(48)
39
dalam konsep Building Learning Power (BLP) pelajar akan di design
menjadi pelajar yang siap, rela dan mampu menjadi lebih strategis dalam belajar. Kecerdikan tersusun oleh empat komponen : (1) Perencanaan, (2) Meninjau ulang, (3) Menyaring, (4) Meta belajar.70
Adapun mewujudkan pribadi yang cerdik, maka dalam pengaplikasiannya membangun kecerdikan dilakukan dengan cara: a) Mendorong siswa mengantisipasi rintangan dan halangan
b) Membuat sebuah peta belajar untuk memaparkan target dan kemajuan siswa sebagai pembelajar
c) Mendorong siswa membuat cerita dan memeriksa pekerjaan mereka sendiri
d) Berlatih menemukan kunci dari sebuah pelajaran atau pengalaman e) Mengatur waktu untuk membuat catatan belajar.71
4) Kemandirian
Kemandirian dalam konsep Building Learning Power (BLP) merupakan konsep tentang kondisi pelajar yang siap, rela dan mampu belajar sendiri atau bekeja sama dengan orang lain. Pelajar yang baik mempunyai kemampuan untuk mendengarkan, mengambil giliran dan memahami sudut pandang orang lain. Kemandirian tersusun oleh empat komponen: (1) Saling ketergantungan, (2) Kerja sama, (3) Empati, (4) Mendengarkan, (5) Peniruan.72
70
Margono, Pengembangan Masyarakat Mandiri, (Sidoarjo: LP2I Press, 2015) hal. 5
71
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 6
72
(49)
40
Adapun mewujudkan pribadi yang mandiri, maka dalam pengaplikasiannya membangun kemandirian dilakukan dengan cara: a) mengembangkan jiwa Leadership untuk kerja Kelompok Membagi
kelas menjadi tim riset
b) Melatih siswa seni mendengarkan yang baik
c) Berdiskusi bagaimana kita belajar dari kemampuan dan ide orang lain.73
Penanaman keempat aspek tersebut kepada seseorang akan menghasilkan pribadi yang Siap, Rela, dan Mampu untuk memegang teguh prinsip dan tujuan utamanya. Konsep Building Learning Power
dari Prof. Guy Claxton merupakan konsep umum yang digunakan dalam pencapaian kapasitas belajar siswa, jika ditransformasikan dengan kajian konsep pribadi seorang muslim, maka aspek Akhlak akan menjadi pondasi utama dari lima aspek Building Learning Power yang telah dirancang oleh Prof. Guy Claxton.74
2.1 Komponen Building Learning Power 75
No Komponen Sub Komponen Pilihan
Kegiatan A. Devout/ Berakhlaq Tertib
Peduli Santun
73
Margono, Pengembangan Masyarakat Mandiri, (Sidoarjo: LP2I Press, 2015) hal. 5
74
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 8
75
Margono, Penduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar, (Sidoarjo: LPSE Press, 2016) hal. 12
(50)
41
B. Resilience /Ketangguhan
Perhatian Penuh Mengelola Gangguan Perhatian Usaha Keras C. Resourcefulness/
Kecerdasan
Keingintahuan Membuat Hubungan Imajinasi Penalaran Sumber Daya
D. Reflectiveness/ Kecerdikan
Perencanaan Meninjau Ulang
Menyaring Meta Belajar E. Reciprocity/
Kemandirian
Saling
Ketergantungan Kerja Sama Empati Dan Mendengarkan Peniruan
b. Building Learning Power dalam Praktik
Pengajaran untuk kapasitas belajar berangkat dari suatu kepastian bahwa BLP harus ada dalam pikiran para guru atau Konselor ketika mereka menjelaskan pendekatan kepada para siswa, merencanakan
(51)
42
aktivitas mereka, menafsirkan capaian siswa, dan mempertunjukkan empat R di dalam hidup mereka sendiri. Suatu pertanyaan penting adalah. “Bagaimana aku membantu mengembangkan daya tahap, kecerdikan, kemampuan refleksi dan kesantunan dari para siswa ku dengan menjelaskan, mengomentari, mengorkestra dan modeling?"
Pada intinya suatu kerangka bagaimana tutor dapat secara baik berkomunikasi, mendiskusikan, mendorong, membujuk, menekankan, menyediakan, memimpin, mengatur dan akhirnya memberi pengajaran para siswa mereka bagaimana cara membangun kapasitas belajar mereka. Proses ini disusun dari empat persyaratan: menjelaskan, mengomentari, mengorkestra, dan pemodelan.76
1) Menjelaskan : menyampaikan kepada para siswa secara langsung dan dengan tegas tentang kapasitas belajar. Di dalam menjelaskan ada empat kegiatan yang dilakukan yaitu:
a) Memberitahu : para siswa harus mengetahui apa kapasitas belajar. Para siswa harus mengetahui apa yang dimaksudkan oleh guru atau Konselor tentang nilai-nilai.
b) Mengingatkan : guru atau Konselor harus selalu mengingatkan kepada siswa tentang apa BLP dan apa yang menjadi prioritas. c) Mendiskusikan : guru atau Konselor yang baik mendorong
siswanya untuk mendiskusikan BLP, intisarinya dan mempertanyakannya.
76
Margono, Meningkatkan Kualitas Sekolah dengan Membangun Kapasitas Belajar (Building Learning Power), disampaikan pada seminar pendidikan karakter di IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 14 September 2012.
(52)
43
d) Pelatihan : seperti halnya menjelaskan dan mendiskusikan BLP, guru adalah wajah untuk mengisyaratkan manfaat, teknik dan tips yang mereka lakukan untuk para siswa.
2) Mengomentari : menyampaikan pesan tentang kapasitas belajar melalui pembicaraan informal dan evaluasi informal dan formal. Di dalam mengomentari ada empat hal yang dapat dilakukan:
a) Menyentuh : setelah para siswa menghadapi tantangan dan berminat melakukan kegiatan, guru BLP saling berhubungan dengan mereka bersama-sama, mengomentari tidak hanya pada hasil tetapi pada metode dan proses pelajaran mereka.
b) Menjawab : bagaimana para guru bereaksi terhadap pertanyaan, gagasan dan usul yang yang diajukan siswa tentang pengaruh pengembangan kapasitas belajar dengan mantap, guru harus secara penuh menyambut kontribusi dan pertanyaan siswa.
c) Evaluasi : suatu isyarat bagi seorang siswa bahwa mereka sedang berjuang oleh karena suatu ketiadaan kemampuan dan kamu mungkin juga menertawakan untuk mencoba.
d) Menelusuri jejak : semacam penilaian kumulatif yang mendorong kepercayaan dan komunikasi dengan sesama di mana siswa dapat melihat bahwa ia sudah lebih baik.
3) Mengorkestra : pemilihan aktivitas dan mengatur lingkungan. Di dalam mengorkestra ada empat hal yang dapat dilakukan:
(53)
44
a) Pemilihan : ini mempunyai dua aspek. Pemilihan topik untuk memberi pengajaran dan merancang aktivitas sesuai dengan topik yang diajarkan.
b) Penyusunan : seperti halnya semua pelajar yang baik, guru BLP meyakinkan bahwa para siswa menghargai niat di balik aktivitas yang mereka berikan.
c) Menentukan target : para siswa mungkin memutuskan dengan para guru membantu ke arah fokus berikutnya untuk meningkatkan disposisi dan ketrampilan mereka di dalam masing-masing dari 4R. Guru BLP dapat membantu siswa untuk mengingat-ingat target mereka di dalam berbagai cara.
d) Pengaturan : bagian ini mempertimbangkan lingkungan kelas. Lakukan gambaran dan pesan yang menguatkan perhatian dengan kapasitas belajar. Mengatur model yang mendorong beragam interaksi pelajaran yang benar.
4) Modeling : menunjukkan apa maknanya menjadi seorang pelajar yang efektif. Di dalam modeling ada empat hal yang dapat dilakukan: a) Bereaksi : bagaimana guru merespon ketika hal yang tak diduga
terjadi di dalam kelas banyak siswa berbincang tentang kapasitas belajar para guru.
b) Pelajaran dengan tegas : ini mengacu pada kemampuan mereka untuk memberi model kepada para siswa semacam memproses pikiran ( dan emosional) bahwa pelajar itu berhasil, pada umumnya
(54)
45
dengan diam-diam. Belajar dengan tegas peluang untuk disajikan kepada mereka dalam konteks bereaksi terhadap peristiwa tak diduga ketika terjadi pada mereka.
c) Demonstrasi : salah satu permasalahan dari sekolah konvensional bahwa menyampaikan pengetahuan kepada siswa betapa pelajaran yang menarik telah berlangsung dan betapa ketidak-pastian, perbedaan paham dan kegiatan mencoba-coba telah ditekan tidak dilibatkan.
d) Berbagi : guru harus menunjukkan ciri humanis mereka. Sekali pengajar mulai berpikir tentang pelajaran sebagai hal kehidupan riil yang berkesinambungan dan tidak hanya sesuatu yang memerlukan guru, buku dan kelas, mereka menemukan tidak ada kekurangan tentang sesuatu yang mungkin mereka perbincangkan.
3. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi berasal dari bahasa Inggris “motive”, dari akar kata
“motion” yang berarti gerakan, sesuatu yang bergerak, gerakan yang dilakukan oleh manusia atau perbuatannya. Istilah motivasi menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk situasi dan dorongan yang timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi dan tujuan akhir dari perbuatan tersebut.77
77
(55)
46
Motif adalah segala daya yang mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah usaha-usaha untuk menyediakan kondisi seorang mau atau tidak melakukannya.78
Motivasi adalah keseluruhan dorongan, keinginan, kebutuhan dan daya yang sejenis dengan hal – hal tersebut yang mengarahkan perilaku manusia. Motivasi juga diartikan sebagai sesuatu yang ada pada diri manusia yang bisa membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkahlaku untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi berfungsi sebagai pendorong, kemampuan, usaha, keinginan, menentukan arah, dan menyeleksi tingkah laku seseorang.79
Berikut ini adalah contoh dari motivasi, agar lebih mudah dalam memahaminya:
- Seorang anak kecil menyusuri jalan-jalan untuk menjual koran. Walaupun panas dari terik matahari dan juga merasa lelah ia tetap menjual koran tersebut.
- Seorang siswa atau mahasiswa belajar dengan tekun sampai larut malam. Ketekunan dalam belajar, siswa tersebut tidak menghiraukan rasa lelah dan kantuknya.
Pekerjaan yang dilakukan dari dua contoh tersebut tentu saja mempunyai alasan atau motif tertentu. Alasan dan motif itulah yang mendorong mereka bekerja melakukan hal yang diatas, hal yang
78
Syamsul Yusuf L..N, A.Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: Remaja Rosadakarya, 2005), hal. 159.
79Mujib, Abdul, Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal.243
(56)
47
mendorong mereka melakukan suatu perilaku itulah yang dinamakan motivasi.80
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan sesorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkunganya.81
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan semangat belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.82
Sedangkan menurut Sardirman, motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai.83
Berdasarkan uraian dari beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang menjadi kekuatan pada individu yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan seluruh tingkah laku sehingga diharapkan tujuan belajar tercapai.
80
Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara, 2005) hal. 26
81
Nana S. Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosadakarya, 2005), hal. 156.
82
Ali Imron, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1996), hal. 88.
83
Sardiman A.M, Iteraksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 75.
(57)
48
b. Motivasi menurut para ahli 1) Sigmund Freud
Freud berpendapat bahwa motivasi sebagai dorongan naluriah dapat bersifat positif dan negatif, konstruktif dan destruktif. Menurut Freud, kedua naluri manusia itu ada sejak dini dalam kehidupan seorang anak dan apabila kedua naluri itu tidak diekspresikan secara sadar, maka naluri tersebut akan tetap aktif secara tidak sadar.
2) Abraham Maslaw
Abraham berpendapat bahwa manusia termotivasi oleh sejumlah kebutuhan dasar yang bersifat sama untuk seluruh spesies
tidak berubah dan berasal dari naluriah. 3) K.S.Lashley
K.S.Lashley dalam eksperimennya menemukan bahwa motivasi dikendalikan oleh respons – respons susunan saraf sentral ke arah rangsangan dari dalam dan dari luar yang variasinya sangat kompleks, termasuk perubahan-perubahan komposisi kimiawi dan aliran darah.
4) Fillmore H. Sandford
Fillmore melihat asal kata motivasi, yaitu motion yang berarti gerakan. Karenanya ia mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menggerakan suatu organism dan mengarahkannya kepada suatu tujuan.84
(1)
96
B.Saran
Setelah melakukan penelitian yang lumayan panjang ini, ada beberapa
yang harus disampaikan oleh peneliti dalam bentuk saran agar penelitian ini
menjadi lebih baik dan lebih konstributif bagi semua kalangan yang
membutuhkan.
Adapun beberapa saran yang dianggap sangat penting oleh peneliti
dalam penelitian ini antara lain:
1. Bagi para pimpinan dan ustad/za Pondok Psesantren Assalafi Al-Fitrah
Surabaya agar terus memantau perkembangan Motivasi Belajar para santri
umumnya, khususnya Madrasah Aliyah Kelas XB dengan menciptakan
inovasi-inovasi dalam meningkatkan belajar para santri, sebab pada
dasarnya santri tersebut memiliki potensi yang sangat luar biasa dan bisa
dikembangkan dengan cara-cara tertentu.
2. Bagi para santri agar mereka senantiasa tidak berputus asa meraih impian
mereka, untuk mencapai impian tersebut tentu saja dimulai usaha keras dari
sekarang, berakhlaq dalam situasi apapun dan yang terpenting membuat
rancangan kehidupan dalam mencapai apa yang mereka inginkan serta
mencontoh hal-hal yang bermamfaat dari idola yang mereka kagumi.
3. Bagi para mahasiswa dan umum agar mampu mempelajari dan
menanamkan Building Learning Power dalam diri sendiri secara maksimal.
Penelitian ini hanya memberikan gambaran garis besar dari konsep Building
(2)
97
dan pedalaman pada konsep tersebut, dikarenakan terbatasnya waktu dari
peneliti dan kegiatan santri yang begitu padat di pondok pesantren
Jadi, diharapkan dalam peneltian-peneltian berikutnya tentang konsep
Building Learning Power, agar diperdalam lagi dalam penerapan dan
pendampingan konsep tersebut dan bagi para pimpinan dan ustad/za Pondok
Pesantren Assalafi Al-Fitrah Surabaya agar terus memantau perkembangan
Motivasi Belajar para santri umumnya, khususnya Madrasah Aliyah Kelas XB
(3)
DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2004.
Abdurrahman, Maman. dkk, Dasar-Dasar Metode Statistika untuk Penelitian, Bandung: Pustaka Setia 2011.
Al- Maraghi, Ahmad Mustafa.Tafsir Al- Maraghi, Juz 29, Mesir: Mustafa
bab Al- Halabi.
Al-Qur’an dan Terjemahannya Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2007.
Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Qur’ani (Teori & praktik),
Semarang: Widya Karya, 2009.
Arifin, Isep Zainal. Bimbingan Penyuluhan Islam, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009.
Arikunto, Suharsimi.Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
Aswadi, Iyadah dan Ta’ziyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam
Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009.
Asy’ari, Ahm dkk, Pengantar Study Islam Surabaya: IAIN Sunan Ampel,
2004.
Bungin, Burhan.Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: Kencana, 2005.
Claxton, Guy.Building Learning Power, TLO limited 40 Berkeley Square,
Clifton Bristol 2010.
Daradjat, Zakiah.Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta: Bumi Aksara, 2000.
Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: MQS
Publishing, 2010.
Djimyiati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 2006.
Faizah dan Muchsin Effendi, Lalu, Psikologi Dakwah, Jakarta: Prenada
Media, 2006.
Febriani, Deni.Bimbingan Konseling,Yogyakarta: Teras 2011.
(4)
Hallen.Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Ciputat Pers, 2002.
Hamalik, Oemar. Proses Belajar Mengajar, Jakarta: PT Bumi Aksara,
2007.
Hidayanti, Ema. Konseling Islam bagi individu Kronis, Semarang:
PUSLIT IAIN Walisongo Semarang, 2010.
Hikmat, Mahi M. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi
dan Sastra, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Hikmawati, Fenti.Bimbingan Konseling,Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
http://erryhidayat7.blogspot.co.id/2015/04/pendidikan-karakter tangguh.html (diakses pada tanggal 4 Desember 2016 pukul 16.00 WIB)
http://litbang.kemendikbud.go.id/d. Diakses tanggal 1 Februari 2017.
http://muzzam. Motivasi belajar: pengertian ciri-ciri dan pengertian
wordpress.com. 1 Februari 2017.
http://www.buildinglearningpower.com/about/more-about-building-learning power/,diakses 4 Desember 2016.
Imron, Ali.Belajar dan Pembelajaran,Jakarta: Pustaka Jaya, 1996.
Kementrian Agama RI, Syamil Al-Qur’an Terjemah Tafsir Per Kata,
Bandung: Syqma publising 2010.
Lubis, Syaiful Akhyar. Konseling Islami; Kyai & Pesantren, Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2007.
Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Jakarta: Bumi
Aksara, 1999.
Margono, Panduan Pelatihan Membangun Kapasitas Belajar,
Sidoarjo: LPSE Press, 2016.
,Meningkatkan Kualitas Sekolah dengan Membangun Kapasitas Belajar (Building Learning Power), disampaikan pada seminar pendidikan karakter di IAIN Sunan Ampel Surabaya tanggal 14 September 2012.
, Pengembangan Masyarakat Mandiri, Sidoarjo: LP2I Press, 2015.
(5)
Mas’ud, Abdurahman. Antologi Studi Agama dan Pendidikan, Semarang:
Aneka Ilmu, 2004.
Moleong, Lexi. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2008.
Mu’awanah, Elfi. Bimbingan Konseling Islam: Memahami Fenomena
Kenakalan Remaja dan Memilih Upaya Pendekatannya dalam Konseling Islam, Teras, 2012.
Muhanna, Ahmad Ibrahim. Al-Tarbiyah fi Al-Islam, Cairo: dar al-sya’bi,
1982, hal. 13, dikutip oleh Hery Noer Ali,Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: logos,
1999.
Mujib, Abdul, Mudzakir, Jusuf, Nuansa-Nuansa Psikologi Islam, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2001.
Nursalam. Efendi, Ferry. Pendidikan dalam Keperawatan, Jakarta:
Salemba medika, 2008.
PISA, 2012 (online), http://www.oecd.org/dataoecd, diakses pada tanggal 1 Februari 2017.
Praja, Juhaya S. Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pusat Penerbitan
Universitas LPPM Universitas Islam Bandung 1995.
Prayitno dan Erman Amti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling,
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999.
Priyanto, Duwi.Mandiri Belajar SPSS, Yogyakarta: MediaKom, 2008.
Siradj, Shahudi. Pengantar Bimbingan dan Konseling, Surabaya: Revka
Petra Media, 2012.
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D, Bandung: CV. Alfabeta, 2013.
Suhaimin,Motivasi Belajar,Jakarta: CV. Rajawali, 2008.
Sukmadinata, Nana S. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung:
PT. Remaja Rosadakarya, 2005.
Sumanto, Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan, Yogyakarta:
Ofset, 1995.
Syamsul Yusuf L.N, A.Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan
(6)
Syarif, Melliyarti. Pelayanan Bimbingan dan Penyuluhan Islam Terhadap
Pasien,Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Pengantar Studi
Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.
, Studi Hukum Islam, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.
,Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.
Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,“Kecerdasan,”
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Uno, Hamzah B. Teori Motivasi dan Pengukurannya, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2007.
Widi, Restu Kartiko.Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010.