Konseling realitas dalam mengatasi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua.
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Memperoleh Gelar
Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Disusun Oleh: Nashihuddin NIM. B03213017
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
JURUSAN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2017
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
ABSTRAKSI
Nashihuddin (B03213017),Konseling Realitas dalam Mengatasi Perilaku Agresif Seorang Remaja Korban Perceraian Orang Tua.
Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana proses konseling realitas dalam mengurangi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua? (2) Bagaimana hasil konseling realitas dalam mengurangi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua?
Menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif, jenis penelitian studi kasus dengan analisis deskriptif komparatif. Dalam Bab III peneliti mendeskripsikan permasalahan dan cara menanganinya, dan dalam bab IV peneliti mengkomparasi kondisi konseli sebelum dan sesudah diberikan treatment. Dalam proses penanganan permasalahan konseli yaitu
perilaku agresif konselor menggunakan konseling realitas dengan teknik WDEP
yang terdiri dari beberapa langkah yakni tahap pertama (pengarahan oleh peneliti), tahap kedua (pemberian contoh proses konseling realitas), tahap ketiga (waktu, tempat, hari dan tanggal pelaksanaan dari konseling realitas oleh konseli). Adapun informan penelitian adalah teman, orang tua atau keluarga konseli, tetangga dan konseli sendiri. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Adapun teknik analisis data meliputi reduksi dan data, Display
(penyajian data) dan verifikasi (pengambilan keputusan).
Hasil penelitian dari pelaksanaan konseling realitas dapat di katakan berhasil, dilihat dari pengamatan peneliti pada saat sebelum dan sesudah proses konseling di lakukan, konseli sudah mulai menunjukkan perubahan seperti lebih tenang dan berkurangnya perilaku agresif konseli, sehingga bisa menjadi orang yang lebih baik.
(7)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUANPEMBIMBING SKRIPSI ... ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iii
MOTTO ... iv
LEMBAR PERSEMBAHAN ... v
ABSTRAKSI ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xii
BAGIAN INTI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Definisi Konsep ... 5
F. Metode Penelitian... 8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 9
2. Sasaran dan Lokasi Penelitian ... 10
3. Tahap-tahap Penelitian ... 10
4. Jenis dan Sumber Data ... 13
5. Teknik Pengumpulan Data ... 14
6. Teknik Analisis Data ... 18
7. Teknik Keabsahan Data ... 19
G. Sistematika Pembahasan ... 22
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritik ... 23
1. Pendekatan Realitas ... 23
a. Konsep Dasar Pendekatan Realitas ... 23
b. Pandangan Tentang Manusia... 25
c. Ciri-ciri Konseling Realitas... 28
d. Tujuan Konseling Realitas ... 30
e. Peran dan Fungsi Konseling... 30
f. Teknik-teknik Konseling Realitas ... 31
(8)
2. Perilaku Agresif ... 38
a. Pengertian Perilaku Agresif... 38
b. Ciri Perilaku Agresif ... 39
c. Jenis Perilaku Agresif... 41
d. Penyebab Perilaku Agresif ... 41
3. Perceraian ... 44
a. Pengertian Perceraian ... 44
b. Alasan-alasan Perceraian ... 45
B. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ... 46
BAB III : PENYAJIAN DATA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ... 49
1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 49
a. Letak Geografis Desa Sukosewu ... 49
b. Kondisi Sosial Ekonomi Desa Sukosewu ... 50
c. Kondisi Sosial Budaya Desa Sukosewu... 51
d. Kondisi Keagamaan Desa Sukosewu... 51
2. Deskripsi Konselor ... 52
a. Identitas Konselor ... 52
b. Riwayat Pendidikan ... 52
c. Pengalaman ... 53
3. Deskripsi Konseli ... 53
a. Identitas Konseli ... 54
b. Latar Belakang Keluarga Konseli ... 54
c. Kepribadian Konseli ... 55
d. Keadaan Ekonomi ... 56
e. Lingkungan Sekitar Konseli... 56
f. Latar Belakang Keagamaan Konseli ... 57
4. Deskripsi Masalah ... 57
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 58
1. Deskripsi Proses PelaksanaanTerapi ... 58
a. Identifikasi Masalah ... 59
b. Diagnosis ... 63
c. Prognosis ... 64
d. Terapi(Treatment)... 64
e. Evaluasi(Follow Up)... 73
2. Deskripsi Hasil Pelaksanaan Terapi ... 74
BAB IV : ANALISIS DATA A. Analisis Proses Pelaksanaan Konseling ... 77
(9)
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 87 B. Saran ... 88 DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN-LAMPIRAN
(10)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Aksi-aksi kekerasan remaja pada zaman sekarang ini dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan, di sekolah, di kompleks perumahan, bahkan di kampung pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul dan melukai). Sedangkan pada kalangan remaja aksi yang biasa dilakukan yaitu tawuran, para pelaku tindakan tersebut kebanyakan dilakukan oleh siswa siswi SMP/SLTP.
Aksi-aksi kekerasan tersebut sebenarnya adalah perilaku agresif dari diri individu atau kelompok. Agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain bukan hanya secara fisik, tetapi juga secara psikis (psikologis). Remaja sangat rentang berperilaku agresif karena mereka dalam proses mencari jati diri.
Remaja adalah seorang individu yang bisa dikatakan berada pada masa tanggung (masa pertengahan), bukan anak kecil yang tidak mengerti apa-apa, tapi juga bukan dewasa yang bisa membedakan mana hal yang baik dan mana yang buruk. Agresif bisa bersifat positif jika dalam olahraga, agresif untuk menjadi nomor satu atau memenangkan sebuah kompetisi. Namun yang dibahas disini adalah agresif yang bersifat negatif.
(11)
James M. Kaufman mengemukakan Masa remaja sering dikenal dengan istilah masa pemberontakan. Pada masa-masa ini, seorang anak yang baru mengalami pubertas seringkali menampilkan beragam gejolak emosi, menarik diri dari keluarga, serta mengalami banyak masalah, baik di rumah, sekolah, atau di lingkungan pertemanannya.1
Terkait dengan penjelasan di atas, sangatlah relefan dengan kejadian yang terjadi di sekitar lingkungan peneliti yaitu pada seorang remaja yang sering berperilaku agresif dan mungkin itu terjadi karena kurang adanya perhatian dari orang tua, karena salah satu remaja ini adalah korban perceraian orang tua.
Peneliti mengambil contoh di Kec. Sukosewu, Kab. Bojonegoro. Seorang remaja itu bernama Norma Indah Setiawan (Wawan), kurang lebih berusia 18 tahun, wawan adalah seorang remaja yang terbuka, mudah bergaul dan suka menolong orang lain. Sebelum orang tua wawan ini bercerai sangatlah peduli, setiap waktu memperhatikan dia sampai-sampai jika belum pulang atau belum ada di rumah sang ayah mencarinya dan mengajaknya untuk pulang. Setelah orang tuanya bercerai, menurut peneliti wawan ini kurang adanya kepedulian dari orang tua, bahkan orang tua tidak tahu alasan yang pasti jika konseli ingin memutuskan untuk berhenti sekolah, konseli hanya bilang lebih baik bekerja.
1
Mulyono, B. (1995),Pendekatan Analisis Kenakalan Remaja dan Penanggulangannya,Kanisius, Yogyakarta hal: 34.
(12)
Setelah sebulan wawan bekerja di luar kota perubahan pada dirinya mulai terlihat, mulai dari gaya rambut dan aksesoris yang dipakainya, mungkin tidak lazim dipakai untuk seorang cowok, sedangkan orang tua wawan tersebut diam saja dan tidak begitu memperdulikan. Akhirnya wawan mulai bergaul bebas dan secara tidak langsung ikut melakukan hal yang dilakukan temannya juga, sikap agresif yang terlihat adalah meresahkan warga salah satunya perkelahian.
Jadi dengan adanya data tersebut peneliti bisa mengetahui bahwa perilaku agresif akan terjadi pada siapapun terutama pada masa remaja karena remaja sangat mudah dalam bergaul, tidak akan menilai baik dan buruk yang penting seorang itu nyaman. Jadi perilaku agresif ini dapat timbul karena kelalaian, salah satunya yaitu kurang adanya perhatian serta didikan dari orang tua karena orang tua wajib memarahi jika hal yang dilakukan tersebut salah serta perilaku tersebut dapat merugikan orang lain dan bahkan sampai melanggar norma-norma yang ada.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penelitian yang berjudul Konseling Realitas dalam Mengurangi Perilaku Agresif Seorang Remaja Korban Perceraian Orang Tua yaitu:
1. Bagaimana pelaksanaan konseling realitas dalam mengatasi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua?
2. Bagaimana hasil pelaksanaan konseling realitas dalam mengatasi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua?
(13)
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian yang berjudul Pendekatan Konseling Realitas dalam Mengurangi Perilaku Agresif pada Seorang Remaja Korban Perceraian Orang Tua yaitu:
1. Mengetahui pelaksanaan konseling realitas dalam mengatasi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua.
2. Mengetahui hasil pelaksanaan konseling realitas dalam mengatasi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang berjudul Konseling Realitas dalam Mengatasi Perilaku Agresif Seorang Remaja Korban Perceraian Orang Tua yaitu:
1. Secara Teoritis
a. Memberikan pengetahuan dan wawasan bagi peneliti lain dalam bidang pendekatan konseling realitas dalam mengatasi perilaku agresif seorang remaja korban perceraian orang tua.
b. Sebagai sumber informasi dan referensi tentang cara mengatasi perilaku agresif pada seorang remaja korban perceraian orang tua.
2. Secara Praktis
a. Penelitian ini diharapkan agar individu yang menjadi objek penelitian ini dapat mengatasi perilaku agresifnya.
b. Bagi peneliti atau konselor, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu Teknik pendekatan yang efektif dalam
(14)
mengatasi perilaku agresif pada seorang remaja korban perceraian orang tua.
E. Definisi Konsep
Untuk mendapatkan kejelasan tentang judul penulisan ini agar tidak salah presepsi. Maka, perlu untuk memberikan gambaran yang jelas terhadap judul penelitian ini melalui penegasan yang terdapat dalam judul tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Pendekatan Realitas
Terapi Realitas dikembangkan pada tahun 1960-an oleh seorang psikiater sekaligus insinyur kimia terkemuka, William Glasser. Ia mengembangkan terapi realitas untuk membuktikan bahwa psikiatri konvensional yang selama ini ada, sebagian besar telah berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Bahkan Glasser juga menolak pandangan Sigmund Freud mengenai aliran psikoanalisisnya yang berdasarkan alam bawah sadar manusia, karena teorinya diangap kurang jelas.2
Konseling Realitas memandang individu dalam arti perilaku yang dapat diamati tetapi bukan dalam arti paradigma stimulus respon seperti halnya pandangan para konselor perilaku pada umumnya, dan bukan pula dalam arti fenomenologis seperti pandangan konselor humanistik, konseling realitas melihat perilaku melalui standart obyektif yang disebut realita (realiti).
2
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), hal. 183.
(15)
Terapi Realitas menolong konseli mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan apakah perilakunya bisa menolongnya. Konselilah yang menentukan apakah yang konseli lakukan itu bisa membuatnya mendapatkan apa yang konseli kehendaki, dan mereka menentukan perubahan apa, kalaupun ada, apa yang mereka kehendaki untuk dilakukan. Setelah konseli lakukan penilaian terhadap masalah yang dihadapi konseli, maka konseli dibantu oleh konselor dalam hal mendesain suatu rencana perubahan sebagai cara menerjemahkan perkataan menjadi perbuatan.
Dari pemaparan tentang pendekatan realitas di atas bisa dijelaskan bahwa realistis itu sebagai kenyataan dalam hidup kita (takdir), mampu atau tidak mampu harus kita jalani dengan ikhlas dan sabar. Penerapan konseling realitas sangat cocok dalam situasi-situasi konseling bagi penanganan seorang remaja yang mempunyai perilaku agresif korban perceraian orang tua.
2. Perilaku Agresif
Kauffman (1985) memaparkan penyebab perilaku agresif dari berbagai sudut pandang teori secara holistik, yaitu:
a. Teori Biologis diasumsikan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku instink, respon kelainan hormon dan susunan kimiawi dalam tubuh, akibat getaran-getaran elektrik yang terjadi pada susunan syaraf pusat. Faktor biologis bukan satu-satunya yang mempengaruhi perilaku agresif.
(16)
b. Teori Psikodinamika, agresif merupakan dorongan negatif dari agresi (id), karena lemahnya fungsi kesadaran individu yaitu ego dan superego. Teori frustrasi-Agresif, menjelaskan bahwa frustrasi selalu mengakibatkan perilaku agresif, dan perilaku agresif selalu bersumber dari kondisi frustrasi.
Sebagai sebuah disiplin akademis, psikologi sosial berhubungan dengan banyak fase kehidupan sosial seseorang mulai dari pikiran, perasaan, dan perilaku mereka terhadap orang lain dan dampak yang diberikan orang lain terhadap cara mereka merasakan, berfikir, dan bertindak.3
F. Metode Penelitian
Laporan ini tersusun dengan kelengkapan ilmiah yang disebut sebagai metode penelitian, yaitu cara kerja penelitian sesuai dengan cabang-cabang ilmu yang menjadi sasaran atau obyeknya.4 Cara kerja tersebut merupakan pengetahuan tentang langkah-langkah sistematis dan logis dalam upaya pencarian data yang berkenaan dengan masalah-masalah penelitian guna diolah, dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan solusinya.5
3
Barbara Karhe,Prilaku Agresif,(Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2005), hal. 14.
4
Koencoroningrat,Metode-Metode Penelitian Masyarakat,(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1981), hal. 16.
5
(17)
Metode dalam suatu penelitian merupakan upaya agar penelitian tidak diragukan bobot kualitasnya dan dapat dipertanggung jawabkan validitasnya secara ilmiah. Untuk itu dalam bagian ini memberi tempat khusus tentang apa dan bagaimana pendekatan dan jenis penelitian, Obyek penelitian, jenis dan sumber data, tahapan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, dan teknik keabsahan data.
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang dilakukan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh obyek penelitian secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.6
Pendekatan kualitatif yang digunakan pada penelitian ini untuk memahami fenomena yang dialami oleh klien secara menyeluruh yang di deskripsikan berupa kata-kata dan bahasa untuk kemudian dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip, dan definisi secara umum.
6
lexy, J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 6.
(18)
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian studi kasus (case study) adalah penelitian tentang status subyak penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan atau khas dari keseluruhan personalitas.7
Jadi pada penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus untuk melakukan penelitian dengan cara mempelajari indvidu secara rinci dan mendalam selama kurun waktu tertentu untuk membantunya memperoleh penyesuaian diri yang lebih baik.
2. Subjek Penelitian
Wilayah penelitian yang dijadikan obyek atau sasaran dalam penelitian ini adalah seorang remaja yang mempunyai sikap agresif.
Lokasi penelitian ini bertempat di Desa Sukosewu Rt. 19 Rw. 03 Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro.
3. Tahap-tahap penelitian
Adapun tahapan-tahapan yang harus dilakukan menurut buku metode penelitian praktis adalah:
a. Perencanaan, meliputi penentuan tujuan yang dicapai oleh suatu penelitian dan merencanakan strategis untuk memperoleh dan menganalisis data bagi peneliti. Hal ini dimulai dengan memberikan perhatian khusus terhadap konsep dan hipotesis yang akan mengarahkan penelitian yang bersangkutan dan menelaah kembali terhadap literatur, termasuk penelitian yang pernah
7
(19)
diadakan sebelumnya, yang berhubungan dengan judul dan masalah penelitian yang bersangkutan.
Dalam tahap perencanaan ini, peneliti merencanakan hal-hal mengenai bagaimana proses penelitian ini kedepannya mulai dari: menyusun rancangan penelitian, tujuan yang jelas dan strategi dalam memperoleh data yang diinginkan. Dalam menyusun rancangan penelitian, peneliti mendapati klien yang mempunyai masalah dengan perilaku yang agresif. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan sebuah penelitian, dimana individu tersebut menjadi objek dari penelitan. Dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan masalah itu terjadi, beserta membantunya terlepas dari permasalahan yang dialami oleh individu tersebut. Mengenai strategi dalam memperoleh data dari klien, peneliti menggunakan tiga teknik untuk memperoleh data tersebut, yaitu: Observasi, wawancara, dan dokumentasi.
b. Pengkajian secara teliti terhadap rencana penelitian, tahap ini merupakan pengembangan dari tahap perencanaan, disini disajikan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, serta metode atau prosedur analisis dan pengumpulan data.
Dalam tahap ini, peneliti harus mengetahui betul
permasalahan yang dialami oleh klien yaitu bagaimana proses yang melatar belakangi individu yang sering berperilaku agresif, dan mempunyai tujuan yang jelas dari penelitian ini. Yaitu: salah
(20)
satunya membantu individu tersebut bisa mengurangi sikap tersebut karena sikap itu dapat meresahkan masyarakat sekitar. Terapi yang akan digunakan oleh peneliti dalam membantu klien tersebut yaitu menggunakan pendekatan realitas. Setelah itu, peneliti turun langsung kelapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, guna untuk memperlancar dalam proses konseling. Berikut adalah proses konseling yang akan dilakukan dalam penelitian ini:
1) Identifikasi: peneliti melakukan wawancara dan observasi terhadap klien dan informan lainnya seperti orang tuanya, keluarga (famili), teman-teman akrabnya bahkan kepada tetangga klien. Yang nantinya diperoleh data tentang diri klien, serta keadaan klien.
2) Diagnosis: peneliti merumuskan masalah-masalah yang dialami klien berdasarkan data yang diperoleh dari langkah identifikasi. Kemudian peneliti menentukan masalah yang sedang dialami oleh klien. Dimana masalah yang sedang dialami oleh klien adalah seringnya melakukan perilaku yang melanggar aturan dan norma.
3) Prognosis: pada langkah ini peneliti merumuskan jenis bantuan yang tepat untuk klien. Dengan melihat data yang telah diperoleh tentang klien pada tahap identifikasi. Dimana
(21)
bantuan yang akan peneliti berikan adalah proses bimbingan konseling dengan pendekatan konseling realitas.
4) Treatmen: proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh peneliti atau Konselor terhadap klien.
5) Follow up: peneliti melihat sejauh mana perubahan yang terjadi pada klien setelah melaksanakan proses konseling. Dari
perubahan perilaku, hingga kebiasaan yang sering
dimunculkan. Hal ini peneliti lakukan dengan observasi dan wawancara langsung dengan diri klien dan juga informan lainnya, yang dilaksanakan setelah selesainya proses konseling. Peneliti tak lupa dengan melihat sikap dan perilaku sebelum dan sesudah klien diberi treatment tersebut.
c. Analisis dan laporan, hal ini merupakan tugas terpenting dalam suatu proses penelitian.8
Dalam tahap ini, peneliti menganalisis hasil proses konseling yang dilakukan oleh konselor terhadap klien, dengan melihat dampak yang ditampakkan oleh klien. Dengan itu, peneliti akan melihat tingkat keberhasilan dan tidak keberhasilan dari proses konseling yang diberikan oleh konselor terhadap klien. Setelah itu, peneliti menyusun laporan penelitian dari awal sampai akhir proses penelitian.
8
(22)
4. Jenis dan Sumber Data
a. Jenis data
Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data yang bersifat non statistik, dimana data yang diperoleh nantinya dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.
Adapun jenis data pada penelitian ini adalah:
1) Data primer yaitu data yang langsung diambil dari sumber pertama di lapangan. Hal ini diperoleh dari deskripsi tentang latar belakang dan masalah klien, prilaku klien, faktor-faktor yang menyebabkan masalah tersebut yang dialami klien, pelaksanaan proses, serta hasil akhir pelaksanaan.
2) Data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber kedua atau berbagai sumber guna melengkapi data primer. diperoleh dari gambaran lokasi, penelitian, keadaan lingkungan klien, riwayat pendidikan klien, dan perilaku keseharian klien.
b. Sumber data
Untuk mendapat keterangan dan informasi, peneliti mendapatkan informasi dari sumber data, yang dimaksud dengan sumber data adalah subyek dari mana data itu diperoleh.
Adapun sumber datanya adalah sebagai berikut:
1) Sumber data Primer yaitu sumber data yang langsung
(23)
2) Sumber data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari orang lain guna melengkapi data yang peneliti peroleh dari sumber data primer.9Sumber ini peneliti peroleh dari informan seperti orang tua, keluarga (famili), teman serta tetangga klien. 5. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Diartikan sebagai pengamatan dan pecatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan untuk mengamati Klien meliputi: kondisi Klien, kegiatan Klien, proses yang dilakukan. b. Wawancara
Merupakan salah satu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengadakan komunikasi dengan sumber data dengan dialog tanya jawab secara lisan baik langsung maupun tidak langsung.10Dalam penelitian ini, wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi mmendalam pada diri Klien yang meliputi: Identitas sendiri Klien, kondisi keluarga, lingkungan dan ekonomi klien, serta permasalahan remaja yang dialami klien.
9
Burhan Bungi, Metode Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Universitas Airlangga, 2001), hal. 128.
10
Djumhur dan M. Suryo,Bimbingan dan Konseling di Sekolah, (Bandung: CV. Ilmu, 1975), hal. 50.
(24)
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, (life histories), ceritera, Dokumen yang berbentuk gambar misalnya, foto, gambar hidup, sketsa, dan lain-lain.11 Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Dalam penelitian ini, dokumentasi dilakukan untuk mendapat gambaran tentang lokasi penelitian yang meliputi: : Luas wilayah penelitian, jumlah penduduk, batas wilayah, kondisi geografis desa poreh, serta data lain yang menjadi data pendukung dalam laporan penelitian.
Tabel 1.1
Jenis Data, Sumber Data, dan Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data
Sumber Data
TPD
1
a. Identitas Klien b. Usia Klien c. Pendidikan Klien
Klien W+O
11
Sugiarto,Metode Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), hal. 329.
(25)
d. Faktor-faktor penyebab yang Remaja alami (Klien)
e. Proses yang dilakukan f. Hasil yang dilakukan
2
a. Identitas Konselor b. Pendidikan Konselor c. Usia Konselor
d. Pengalaman dan Proses Konselng yang dilakukan Konselor
Konselor W+O
3
a. Kebiasaan Klien
b. Kondisi Keluarga, Lingkungan dan ekonomi Klien
Informan (tetangga keluarga dan teman Klien) W+O 4
a. Luas wilayah penelitian b. Jumlah penduduk c. Batas wilayah
Informan (tetangga keluarga dan teman Klien) O+D+ W
(26)
Keterangan:
TTPD : Teknik-teknik pengumpulan data
D : Dokumentasi
O : Observasi
W : Wawancara
Pengumpulan data adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Pengumpulan data adalah langkah yang amat penting dalam metode ilmiah, karena pada umumnya data yang dikumpulkan digunakan untuk menguji hipotesa yang sudah dirumuskan.12
Dalam penelitian ini, pengumpulan data akan dilakukan langsung oleh peneliti dalam situasi yang sesungguhnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yang digunakan adalah data dokumentasi, wawancara mendalam yang berhubungan dengan data yang diperlukan dan observasi.
6. Teknik Analisis Data
Definisi analisis data, banyak dikemukakan oleh para ahli metodologi penelitian. Berikut ini adalah definisi analisis data yang dikemukakan oleh para ahli metodologi penelitian tersebut, yang terdiri dari:
12
(27)
a) Menurut Bogdan dan Taylor (1971), analisis data adalah proses yang merinci usaha formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesa itu.
b) Menurut Lexy J. Moleong (2002), analisis data adalah proses mengorganisasikan dari mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.
Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa, analisis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan, pengelompokan, sistematisasi, penafsiran, dan verifikasi data agar sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademik dan ilmiah.13
Teknik analisis data dalam penelitian ini, dilakukan setelah data-data diperoleh melalui teknik wawancara mendalam dan observasi. Kemudian data-data tersebut, di analisis secara saling berhubungan untuk mendapatkan dugaan sementara, yang dipakai dasar untuk mengumpulkan data berikutnya, lalu dikonfirmasikan dengan informan secara terus menerus secara triangulasi.
13
(28)
7. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini, seperti yang dirumuskan ada tiga macam yaitu, antara lain:
a. Perpanjangan Keikutsertaan
Keikutsertaan peneliti sangat menentukan dalam
pengumpulan data. Keikutsertaan tersebut tidak hanya dilakukan
dalam waktu singkat, tetapi memerlukan perpanjangan
keikutsertaan peneliti pada latar penelitian.14 Dalam konteks ini, dalam upaya menggali data atau informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, peneliti selalu ikut serta dengan informan utama dalam upaya menggali informasi yang berkaitan dengan fokus penelitian. Misalnya peneliti selalu bersama informan utama dalam melihat lokasi penelitian atau bisa juga melalui pemantauan. b. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan dilakukan dengan maksud
menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang relevan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.15
c. Trianggulasi
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Denzin
14
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 175.
15
(29)
(1978), membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyedik dan teori.16
Validitas dan objektivitas merupakan persoalan
fundamental dalam kegiatan ilmiah. Agar data yang diperoleh peneliti memiliki validitas dan objektivitas yang tinggi, diperlukan beberapa persyaratan yang diperlukan. Berikut ini akan peneliti kemukakan metode yang digunakan untuk meningkatkan validitas dan objektivitas suatu penelitian, terutama dalam penelitian kualitatif.
Robert K. Yin (1996), mensyaratkan adanya validitas
design penelitian. Untuk itu, Paton (1984), menyarankan diterapkan teknik triangulasi sebagai validitas design penelitian. Adapun teknik triangulasi yang peneliti pakai dalam penelitian ini adalah triangulasi data atau triangulasi sumber. Sebagaimana dikemukakan Yin, triangulasi data dimaksudkan agar dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan multi sumber data.17
Dalam konteks ini, upaya yang dilakukan oleh peneliti dalam pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam pengecekan data yaitu dengan menggunakan sumber data dalam penggaliannya, baik itu sumber data primer yang berupa
16
Lexy J. Moleong,Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 178.
17
(30)
hasil wawancara maupun sumber data sekunder yang berupa buku, majalah dan dokumen lainnya.
Sedangkan metode atau cara yang digunakan dalam analisis data adalah metode analisis kualitatif. Artinya analisis kualitatif dilakukan dengan memanfaatkan data (kualitatif) dari hasil observasi dan wawancara mendalam, dengan tujuan memberikan eksplanasi dan pemahaman yang lebih luas atas hasil data yang dikumpulkan. Dan kemudian peneliti melakukan langkah membandingkan atau mengkorelasikan hasil penelitian dengan teori yang telah ada. Hal itu dilakukan untuk mencari perbandingan atau hubungan antara hasil penelitian dengan teori yang telah ada. G. Sistematika Pembahasan
Dalam membahas suatu penelitian diperlukan sistematika
pembahasan yang bertujuan untuk memudahkan penelitian, langkah-langkah pembahasan sebagai berikut:
BAB I : Yaitu pendahuluan, pada bab ini terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II :Yaitu tinjauan pustaka, pada bab ini terdiri dari dua sub bab, sub bab pertama yaitu pembahasan kajian teoritik dan sub bab kedua yakni hasil penelitian terdahulu yang relevan.
(31)
BAB III : Yaitu penyajian data, yang terdiri dari dua sub bab yakni yang pertama deskripsi umum obyek penelitian dan sub bab kedua deskripsi hasil penelitian.
BAB IV : Yaitu Analisis data, pada bab ini memaparkan tentang hasil pelaksanaan konseling.
BAB V : Yaitu penutup yang terdiri dari kesimpulan yang ditutup dengan saran.
(32)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teoritik
1. Pendekatan Realitas (Reality Theraphy)
a. Konsep dasar Pendekatan Realitas (Reality Theraphy)
Terapi Realitas dikembangkan pada tahun 1960-an oleh seorang psikiater sekaligus insinyur kimia terkemuka, William Glasser. Ia mengembangkan terapi realitas untuk membuktikan bahwa psikiatri konvensional yang selama ini ada, sebagian besar telah berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Bahkan Glasser juga menolak pandangan Sigmund Freud mengenai aliran psikoanalisisnya yang berdasarkan alam bawah sadar manusia, karena teorinya diangap kurang jelas.18
Sejak kemunculannya, terapi realitas telah mengalami berbagai perkembangan yang sangat pesat dan telah digunakan oleh banyak konselor. Ini semua tak lepas dari konsep yang ditawarkan oleh William Glasser yang sangat sederhana dan mudah dipraktikkan.
Ciri yang khas dari pendekatan ini adalah tidak terpaku pada kejadian-kejadian di masa lalu, tetapi lebih mendorong konseli untuk menghadapi realitas atau kenyataan yang ada. Pendekatan ini juga tidak memberi perhatian-perhatian pada motif-motif bawah sadar seperti
18
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktik, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011), Hal. 183.
(33)
psikoanalisis. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.19
Dalam pendekatan realitas, seorang konselor harus bertindak aktif, direktif, dan didaktik. Konselor juga berperan sebagai guru dan model bagi konseli.
Pendekatan realitas berpatokan pada ide sentral bahwa para individu bertanggung jawab atas tingkah laku mereka masing-masing. Ide inilah mendasari teori konseling yang ditemukan oleh William Glasser yang dikenal dengan istilah 3-R, yaitu:
1) Responsibility (tanggung jawab)
Adalah kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan tanpa harus merugikan orang lain.
2) Reality (kenyataan)
Adalah kenyataan yang akan menjadi tantangan bagi individu untuk memenuhi kebutuhannya. Setiap individu harus memahami bahwa ada dunia nyata, di mana mereka harus memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam rangka mengatasi masalahnya. Realita yang dimaksud adalah sesuatu yang tersusun dari kenyataan yang ada dan apa adanya.
19
(34)
3) Right (kebenaran)
Merupakan ukuran atau norma-norma yang diterima secara umum, sehingga tingkah laku dapat diperbandingkan. Individu yang melakukan hal ini mampu mengevaluasi diri sendiri bila melakukan sesuatu melalui perbandingan tersebut dan ia merasa nyaman bila mampu bertingkah laku dalam tata cara yang diterima secara umum.20
b. Pandangan Tentang Manusia
Dalam terapi realitas, manusia dipandang sebagai individu yang mampu menentukan dan memilih tingkah lakunya sendiri. Yang berarti individu harus bertanggung jawab dan bersedia menerima konsekuensi dari tingkah lakunya. Bertanggung jawab disini maksudnya adalah bukan hanya pada apa yang dilakukannya, melainkan juga pada apa yang dipikirkannya.21
Dinamika kepribadian manusia dalam terapi realitas ditentukan oleh dua kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis dan psikologis. Kebutuhan fisiologis berupa makan, minum, seks dan lainnya. Sedangkan kebutuhan psikologis berupa kebutuhan psikis seperti dicintai, mencintai, mendapat rasa aman, penghargaan dan lainnya. Kedua kebutuhan dasar ini sudah terbentuk sejak masih anak-anak.22
20
Andi Mappiare AT,Pengantar Konseling dan Psikoterapi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2011), Hal. 159.
21
Namora Lumonnga Lubis,Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, Hal. 185.
22
Namora Lumonnga Lubis,Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, Hal. 185.
(35)
Saat seseorang berhasil memenuhi kebutuhan psikologisnya, maka ia akan mengembangkan identitas keberhasilan (success identity) dalam dirinya, sebaliknya jika ia gagal dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya, maka ia akan mengembangkan identitas gagal (failure identity) dalam dirinya. Glasser percaya bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan psikologis yang secara konstan (terus-menerus) hadir sepanjang rentang kehidupannya dan harus dipenuhi. Jadi ketika seseorang mengalami masalah, hal tersebut diyakini Glasser disebabkan oleh satu faktor, yaitu terhambatnya seorang dalam memenuhi kebutuhan psikologisnya.
Corey menyebutkan bahwa manusia tidaklah terlahir dengan kertas kosong yang selalu menunggu adanya motivasi dari luar, tetapi kita terlahir dengan lima kebutuhan secara genetis, yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki, kebutuhan akan kekuasaan, kebutuhan akan kebebasan, kebutuhan akan kesenangan, dan kebutuhan akan bertahan hidup.
Berikut adalah penjelasan mengenai 5 kebutuhan dasar dalam terapi realitas:
1) Cinta (Belonging/ Love)
Sebagai manusia, kita perlu cinta dan dicintai. Kita perlu rasa memiliki dan dimiliki. Kita harus percaya bahwa kita diterima oleh orang lain apa adanya kita dan penerimaan ini tanpa syarat.
(36)
2) Kekuasaan (Power)
Merupakan kebutuhan khusus manusia. Kebutuhan akan kekuasaan meliputi keinginan untuk berprestasi, merasa berharga, kesuksesan dan mendapatkan pengakuan.
3) Kesenangan (Fun)
Merupakan kebutuhan untuk merasa senang, bahagia. Kebutuhan ini muncul sejak dini kemudian terus berkembang hingga dewasa. Kebutuhan yang diinginkan pada setiap level usia. Misalnya bertamasya untuk sekedar menghilangkan kepenatan hidup, bersantai dan sebagainya.
4) Kebebasan (Freedom)
Kebutuhan untuk merasakan kebebasan atau kemerdekaan dan tidak bergantung pada orang lain, misalnya dalam membuat pilihan dan memutuskannya.
5) Kelangsungan Hidup (survival)
Kebutuhan untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Pada hakekatnya semua individu senantiasa memandang kedepan dan berusaha untuk selalu menjaga hidupnya dengan cara yang menyebabkan kelanggengan (misal exercise & makan makanan yang sehat).23
23
Bernardus Widodo, Keefektifan Konseling Kelompok Realitas Mengatasi Persoalan Perilaku Disiplin Siswa di Sekolah, Jurnal Widya Warta No. 02, (Juli, 2010), Hal. 95.
(37)
c. Ciri-ciri Terapi Realitas
Corey menyebutkan bahwa ada 7 ciri-ciri dari terapi realitas, yaitu sebagai berikut :
1) Menolak konsep tentang penyakit mental
2) Berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau
Karena masa lalu seseorang itu merupakan takdir yang tidak akan bisa diubah, maka yang bisa dilakukan hanyalah mengubah saat sekarang dan masa yang akan datang. Sehingga yang paling dipentingkan adalah bagaimana konseli dapat memperoleh kesuksesan pada masa yang akan datang.
3) Menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai
Terapi realitas menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Jika para klien menjadi sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata karena menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik daripada gaya mereka sekarang yang tidak realitas. 4) Tidak menekankan transferensi
Terapi realitas tidak memandang konseptradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai
(38)
pribadi. Terapi ini juga mengimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebagai ayah maupun ibu klien.
5) Menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan ketidaksadaran
Terapi ini menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya. Terapi ini memeriksa kehidupan klien sekarang secara rinci dan berpegang pada asumsi bahwa klien akan menemukan tingkah laku sadar.
6) Menghapus konsep pemberian hukuman
Glasser menganggap bahwa pemberian hukuman untuk kepentingan mengubah tingkah laku yang tidak efektif dalam diri klien hanya akan mengakibatkan menguatnya identitas kegagalan pada klien dan merusak hubungan terapeutik.
7) Menekankan tanggung jawab
Menurut Glasser orang yang bertanggung jawab yaitu orang
yang memiliki kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi atau menghalangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka.24
24
(39)
d. Tujuan Terapi Realitas
Seperti yang sudah dijelaskan diatas, tujuan terapi realitas adalah membantu manusia mencapai identitas keberhasilan (success identity) dan otonomi, yaitu merupakan kematangan emosional yang diperlukan individu dalam mendukung diirinya sendiri dengan cara bertanggung jawab dengan tingkah lakunya sendiri.
Adapun tujuan-tujuan lain dari terapi realitas adalah sebagai berikut:
1) Menolong individu agar mampu mengurus diri sendiri dan
melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.
2) Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala resiko yang ada.
3) Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
4) Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran sendiri.25
e. Peran dan fungsi terapis
Fungsi konselor realitas adalah sebagai guru pembimbing untuk kliennya, dan sebagai role model yang baik. Terapis realitas harus menekankan bahwa yang dicari dalam terapi ini bukanlah hanya semata-mata kebahagiaan saja, tetapi juga mampu menerima tanggung jawab. Oleh karena itu, terapis realitas diharapkan memberikan pujian saat klien
25
Namora Lumonnga Lubis,Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan Praktek, Hal. 188-189.
(40)
bertindak secara bertanggung jawab dan menunjukkan ketidaksetujuannya saat klien bertindak tidak tanggung jawab.
Peran terapis realitas yang lainnya dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi
kenyataan.
2) Memasang batas-batas terapeutik (berkaitan dengan terapi).
3) Terapis realitas harus aktif, mendidik, membimbing, mendorong dan menantang klien untuk dapat bertanggung jawab pada tingkah lakunya. Dan membuat klien dapat menilai tingkah lakunya secara realistis.26
f. Teknik-teknik Terapi Realitas
Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan dan potensi klien yang berhubungan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapi dapat menggunakan beberapa teknik:
1) Melibatkan diri 2) Menggunakan humor
3) Mengonfrontasikan klien dan menolak dalil apapun
4) Membantu klien dalam merumuskan rencana yang spesifik bagi tindakan
5) Bertindak sebagai model dan guru
26
(41)
6) Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7) Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak
untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah laku yang tidak realistis.27
g. Tahap-tahap Konseling
Proses konseling dalam pendekatan realitas berpedoman pada dua unsur utama, yaitu pencintaan kondisi lingkungan yang kondusif dan beberapa prosedur yang menjadi pedoman untuk mendorong terjadinya perubahan pada konseli.
1) Konselor menunjukkan keterlibatan dengan konseli (Be Friend) Konselor mengawali pertemuan dengan otentik, hangat, dan menaruh perhatian pada hubungan yang sedang dibangun. Konselor harus dapat melibatan diri kepada konseli dengan memperlihatkan sikap hangat dan ramah. Hubungan yang terbangun antara konselor dan konseli sangat penting, sebab konseli akan terbuka dan bersedia menjalani proses konseling jika dia merasa bahwa konselornya terlibat, bersahabat, dan dapat dipercaya. Oleh karena itu, penerimaan yang positif adalah sangat esensial agar proses konseling berjalan efektif.
Menunjukkan keterlibatan dengan konseli dapat ditunjukkan dengan perilaku Attending. Perilaku ini tampak dalam kontak mata (menatap konseli), ekspresi wajah (menunjukkan minatnya tanpa
27
(42)
dibuat-buat), duduk dengan sikap terbuka (agak maju ke depan dan tidak bersandar), poros tubuh (agak condong dan diarahkan ke konseli), melakukan respon refleksi, memperhatikan perilaku nonverbal konseli, dan melakukan respons parafrase.
2) Fokus pada Perilaku Sekarang
Setelah konseli dapat melibatkan diri kepada konselor, maka konselor menanyakan kepada konseli apa yamg akan dilakukan sekarang. Tahap kedua ini merupakan eksplorasi diri bagi konseli. Konseli mengungkapkan ketidaknyamanan yang ia rasakan dalam menghadapi permasalahannya. Lalu konselor meminta konseli mendeskripsikan hal-hal apa saja yang telah dilakukan dalam menghadapi kondisi tersebut.
Pada tahap ini konselor juga perlu mengatakan kepada konseli apa yang dapat dilakukan konselor, yang diinginkan konselor dari konseli, dan bagaimana konselor melihat situasi tersebut, kemudian membuat komitmen untuk konseling.
3) Mengeksplorasi Total Behavior Konseli
Menanyakan apa yang dilakukan konseli (doing), yaitu: konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli; cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing), bukan pada perasaannya. Misal, konseli mengungkapkan setiap kali menghadapi ujian ia mengalami kecemasan yang luar biasa. Dalam pandangan
(43)
konseling realita, yang harus diatasi bukan kecemasan konseli, tetapi hal-hal apa saja yang telah dilakukannya untuk menghadapi ujian. 4) Konseli Menilai Diri Sendiri atau Melakukan Evaluasi
Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan
perilakunya itu disadari oleh keyakinan bahwa hal itu baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Beri kesempatan pada konseli untuk mengevaluasi, apakah ia cukup terbantu dengan pilihannya tersebut.
Pada tahap ini, respon-respon konselor di antaranya menanyakan apakah yang dilakukan konseli dapat membantunya keluar dari permasalahannya atau sebaliknya. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya.
5) Merencanakan Tindakan yang Bertanggung Jawab
Tahap ketika konseli mulai menyadari bahwa perilakunya tidak menyelesaikan masalah, dan tidak cukup menolong keadaan dirinya., dilanjutkan dengan membuat perencanaan tindakan yang lebih bertanggung jawab. Rencana yang disusun sifatnya spesifik dan kongkret. Hal-hal apa yang akan dilakukan konseli untuk keluar dari permasalahan yang sedang dihadapinya.
(44)
6) Membuat Komitmen
Konselor mendorong konseli untuk merealisasikan rencana yang telah disusunnya bersama konselor sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan.
7) Tindak Lanjut
Merupakan tahap terakhir dalam konseling. Konselor dan konseli mengevaluasi perkembangan yang dicapai, konseling dapat berakhir atau dilanjutkan jika tujuan yang telah ditetapkan belum tercapai.28
Praktik atau metode terapi realitas dilihat sebagai dua strategi utama tetapi saling berhubungan. Pertama, membangun adanya hubungan antara konselor dan konseli yang saling percaya, dan yang kedua, prosedur-prosedur yang menuntun menuju perubahan yang dirangkum oleh Robert Wubbolding sebagai sistem WDEP. Sistem WDEP memberikan kerangka pertanyaan yang duajukan secara luwes dan tidak dimaksudkan hanya sebagai rangkaian langkah sederhana. Tapi huruf WDEP melambangkan sekelompok gagasan.29
Berikut adalah penjelasan tentang teknik WDEP yang terdapat dalam terapi realitas :
Teknik WDEP yang merupakan akronim dari W =wants or needs; D = doing and direction; E = evaluation or self-evaluation; dan P = planning.30
28
Gantina Komalasari, Eka Wahyuni, Karsih,Teori dan Teknik Konseling,(Jakarta: PT INDEKS Permata, 2011), hal. 243-252.
29
Stephen Palomer (Ed.), Konseling Dan Psikoterapi, Hal. 533-534.
30
Nurul Rizqa Fauziah, Penerapan Konseling Kelompok Realita Teknik WDEP Untuk
Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII-H SMP Negeri 2 Mojosari, Jurnal BK Unesa, Volume 3 No. 1 Tahun 2013, Hal. 404.
(45)
1. Wants/ keinginan
Kegiatan untuk menjelajahi keinginan dan persepsi konseli. Menolong konseli untuk merumuskan dan menemukan apa yang diinginkan dan diharapkan konseli, termasuk yang diinginkannya dari bidang khusus yang relevan seperti teman, pasangan, anak, pekerjaan, karir, kehidupan spiritual dan lain-lain.31
2. Direction/ doing/ arahan
“Apa yang anda lakukan?” dan “Kearah mana perilaku anda membawa anda?”. Di awal konseling pentinguntuk mendiskusikan dengan
konseli secara keseluruhan arah dari kehidupan mereka. Eksplorasi ini adalah awal untuk evaluasi berikutnya apakah itu adalah arah yang diinginkan. Konselor menanyakan secara spesifik apa saja yang dilakukan konseli. Cara pandang dalam konseling realita, akar permasalahan konseli bersumber pada perilakunya (doing),bukan pada perasaannya.32
3. Evaluation/ penilaian
Kegiatan membantu konseli untuk mengevaluasi diri. Konselor menanyakan kepada konseli apakah pilihan perilakunya itu didasari oleh keyakinan bahwa hal tersebut baik baginya. Fungsi konselor tidak untuk menilai benar atau salah perilaku konseli, tetapi membimbing konseli untuk menilai perilakunya saat ini. Terapis realitas kemudian mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti contohnya Apakah yang anda lakukan agar 31
Sofwan Adiputra, Teknik WDEP System Dalam Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa Undeachiever,Jurnal Fokus Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung, Volume 2 No.1 (Januari, 2016), Hal. 36.
32
Bernardus Widodo, KeefektifanKonseling Kelompok Realitas Mengatasi Persoalan Perilaku Disiplin Siswa di Sekolah, Jurnal Widya Warta No. 02, (Juli, 2010), Hal. 101.
(46)
dapat membuat anda semakin dekat dengan orang-orang yang anda butuhkan?, Apakah yang anda inginkan realistis atau dapat dicapai?, Apa lagi yang dapat anda lakukan?.
Pertanyaan diatas dan masih banyak pertanyaan evaluasi diri lainnya merupakan batu pertama sistem WDEP. Semua itu perlu ditanyakan dengan empati, kepedulian, dan perhatian positif pada klien.33 4. Planning/ perencanaan
Kegiatan menolong konseli untuk membuat rencana tindakan. Rencana menekankan tindakan yang akan diambil, bukan tingkah laku yang akan dihapuskan. Rencana juga dikendalikan oleh konseli dan terkadang dituangkan dalam bentuk kontrak tertulis yang menyebutkan alternatif-alternatif yang dapat dipertanggung jawabkan. Konseli kemudian diminta untuk berkomitmen terhadap rencana tindakan tersebut.34
Penggunaan teknik WDEP ini bertujuan untuk membantu konseli agar memiliki kontrol yang lebih besar terhadap kehidupannya sendiri dan mampu membuat pilihan yang lebih baik nantinya.
Melalui penggunaan teknik WDEP ini, konselor mengajak konseli untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya kontrol diri dengan melakukan evaluasi terhadap diri sendiri dengan mengeksplorasi dan menilai
33
Stephen Palomer (Ed.),Konseling Dan Psikoterapi, Hal. 536.
34
Sofwan Adiputra, Teknik WDEP System Dalam Meningkatkan Keterampilan Belajar Siswa Undeachiever, Jurnal Fokus Konseling STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung, Volume 2 No.1 (Januari, 2016), Hal. 36.
(47)
perilaku-perilaku konseli khususnya perilaku yang kurang bertanggung jawab yang mengakibatkan kontrol dirinya rendah terhadap perilaku menyimpang.
Setelah mengetahui dan menilai perilakunya, konseli bersama dengan konselor membuat perencanaan untuk perilaku kedepannya yang lebih bertanggung jawab, dimana didalamnya terdapat komitmen antara konselor dengan konseli. Dengan adanya komitmen tersebut konseli dituntut untuk bertanggung jawab terhadap rencana yang telah dibuatnya.35
2. Perilaku Agresif
a. Pengertian Perilaku Agresif
Jika dipandang dari definisi emosional, pengertian agresi adalah hasil dari proses kemarahan yang memuncak. Sedangkan dari definisi motivasional perbuatan agresif adalah perbuatan agresif adalah perbuatan yang yang bertujuan untuk menyakiti orang lain.36
Agresif menurut Baron adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan tujuan melukai atau mencelakakan individu lain.37 Agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi. Menurut Berkowitz, agresi (aggresion) manusia yaitu siksaan yang diarahkan secara sengaja dan berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain.38 Menurut Aronson agresi adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain 35
Ali Masrohan, Penerapan Konseling Kelompok Realita Teknik Wdep Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1 Rogojampi Banyuwangi, Jurnal mahasiswa Bimbingan dan Konseling UNESA Vol 4, No 3, (2014), Hal 4.
36
Willis Sofyan,Remaja dan Masalahnya, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 121.
37
E. Koeswara,Agresi Manusia, (Bandung: PT. Eresco, 1998), hal. 5.
38
(48)
dengan atau tanpa tujuan tertentu. Murray dan Fine mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objek- objek.39
Berbagai perumusan tentang pengertian perilaku agresif yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif adalah suatu bentuk tingkah laku pelampiasan dari perasaan frustasi untuk mengatasi perlawanan dengan kuat atau mengkuhum orang lain, yang ditujukan untuk melukai pihak lain secara fisik maupun psikologis pada orang lain yang dapat dilakukan secara verbal maupun non verbal.
Agresi secara verbal meliputi kekerasan yang dilakukan secara fisik, seperti memukul, menampar, menendang, mendorong, berkelahi, dan lain sebagainya. Sedangkan agresi secara non verbal adalah penggunaan kata-kata kasar tidak sopan, mengejek, menfitnah, dan berkata- kata kotor.
b. Ciri-ciri Perilaku Agresif
Menurut Anantasari, pada dasarnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan, yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Dalam agresif terkandung maksud untuk membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat disebut sikap bermusuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku agresif diindikasikan antara lain oleh tindakan untuk menyakiti, merusak, baik
39
(49)
secara fisik, psikis maupun sosial. Sasaran orang yang berperilaku agresif tidak hanya ditujukan kepada orang, tetapi juga kepada benda-benda yang ada dihadapannya yang memberi peluang bagi dirinya untuk merusak. Perilaku menyerang, memukul, mencubit, berkata kasar dan kotor yang ditunjukan oleh anak dapat dikategorikan sebagai perilaku agresif.
Lebih lanjut dikemukakan gejala-gejala perilaku agresif, yaitu sebagai berikut:
1) Selalu membenarkan diri sendiri 2) Mau berkuasa dalam setiap situasi 3) Mau memiliki segalanya
4) Bersikap senang mengganggu orang lain
5) Menggertak, baik dengan ucapan atau perbuatan 6) Menunjukkan sikap pemusuhan secara terbuka 7) Menunjukkan sikap menyerang dan merusak 8) Keras kepala
9) Bersikap balas dendam 10) Memperkosa hak orang lain 11) Bertindak serampangan (impulsif) 12) Marah secara sadis.40
40
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan,Landasan Bimbingan dan Konseling, (Bandung: Rosda, 2005), hal. 220.
(50)
c. Jenis-jenis Perilaku Agresif
Para ahli psikologi membedakan perilaku agresif merupakan batasannya sendiri-sendiri. Menurut Bartol, jenis agresif digolongkan menjadi dua, yaitu agresif permusuhan dan agresif instrumental:
1) Agresif permusuhan (Hostile aggression), semata-mata dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain atau sebagai ungkapan kemarahan dan ditandai dengan emosi yang tinggi.
2) Agresif instrumental (instrumental aggression) yang pada umumnya tidak disertai emosi. Perilaku agresif hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain selain penderitaan korbannya. Agresif instrumental mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, perkelahian untuk membuktikan kekuasaan atau dominasi seseorang.41
d. Penyebab Perilaku Agresif
Sylvia Rimm menyebutkan beberapa penyebab munculnya perilaku agresif.42Antara lain:
1) Korban kekerasan
Sebagian anak-anak yang terlalu agresig pernah menjadi korban perilaku agresif. Orang tua, saudara, teman, atau pengasuh yang melakukan tindakan kekerasan bisa membuat anak meniru perbuatan tersebut. Anak yang menjadi korban kemudian menjadikan anak lain sebagai korbannya.
41
Robert A. Baron dan Donn Byrne,Psikologi Social Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 169.
42
Siyvia Rimm,Mendidik dan Menerapkan Disiplin pada Anak Prasekolah, (Jakarta: PT. Gramedia, 2003), hal. 156.
(51)
2) Terlalu dimanjakan
Anak yang terlalu dimanjakan juga bisa menjadi agresif baik secara verbal maupun fisik terhadap anak lain karena mereka berkuasa dan tidak mau berbagi atau tidak bisa menerima jika keinginannya tidak segera terpenuhi. Mereka bahkan bisa berbuat kasar terhadap orang tua dan saudaranya.
3) Televisi dan video game
Perilaku agresif yang dicintihkan ditelevisi dapat mendorong
anak menjadi agresif pula. Kadang-kadang acara anak-anak
mengandung tindak kekerasa seperti acara orang dewasa. Bahkan film kartun pun memberi contoh perilaku agresif. Video game juga sering kali mengajarkan kekerasan dan tidak sesuai untuk anak. 4) Sabotase antar orang tua
Sumber perilaku agresif yang juga penting adalah sikap orang tua yang tidak merupakan satu tim. Jika salah satu oran tua memihak kepada anak yang menentang orang tua lainnya, ini akan membangkitkan sikap manipulative dan agresif pada anak karena menjadi lebih berkuasa dari orang tua yang ditentangnya itu. Mereka pun belajar untuk tidak menghargai orang tua karena orang tua yang satu tidak menghargai orang lain.
(52)
5) Kemarahan
Perilaku agresif bisa timbul akibat kemarahan dari dalam diri anak yang muncul karena ada sesuatu yang tidak beres dan tidak dapat dipahami oleh si anak itu sendiri. Misalnya anak adopsi, sikap traumatis dan lain sebagainya.
6) Penyakit dan alergi
Ketegangan dan rasa frustasi yang timbul akibat penyakit, alergi atau kelemahan yang tidak disadari orang tua bisa membuat anak bersikap agresif. Alergi terhadap makanan utama seperti susu gandum bisa menjadi penyebabnya. Kelemahan pendengaaran, pandangan atau intelektual yang tidak dapat diungkapkan anak kepada orang tua juga bisa menimbulkan kemarahan atau perilaku agresif.
7) Frustasi
Frustasi adalah situasi dimana individu terhampar atau gagal daam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya atau mengalami hambatan untuk bebas dalam rangka mencapai tujuan. Frustasi merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan, dan frustasi dapat menyebabkan agresi sebagian besar karena adanya
fakta tersebut. Dengan kata lain, frustasi kadang-kadang
menghasilkan agresi karena adanya hubungan mendasar antara efek negatif (perasaan tidak menyenangkan). Misalnya, jika seorang individu mempercayai bahwa dia layak memperoleh kenaikan gaji
(53)
yang besar kemudian menerima jumlah yang jauh lebih dari sedikit tanpa penjelasan mengapa ini terjadi, ia menyimpulkan bahwa ia diperlakukan dengan sangat tidak adil bahwa hak-haknya yang sah telah diabaikan. Hasilnya, ia dapat memiliki pikiran-pikiran yang hostile, mengalami kemarahan yang intens, dan mencari cara untuk membalas dendam terhadap sumber yang dipersepsikan sebagai penyebab frustasi tersebut (bos atau perusahaan).43
3. Perceraian
a. Pengertian Perceraian
Kata Cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu pisah, putus hubungan sebagai suami istri, talak. Kemudian kata perceraian
adalah perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan. Adapun kata bercerai berarti tidak bercampur (berhubungan, bersatu) lagi, berhenti dalam hubungan (suami istri).44
Perkataan talak dalam istilah figih mempunyai dua arti, yaitu ari umum dan khusus. Talak menurut arti umum ialah segala macam bentuk perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami, atau yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya salah seorang dari suami atau isteri. Talak dalam arti khusus ialah percerian yang dijatuhkan oleh pihak suami.45
43
Robert A. Baron dan Donn Byrne,Psikologi Social Jilid 2, (Jakarta: Erlangga, 2005), hal. 144.
44
Tim penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, (Jakarta: Balai Pustaka, 1997), hal. 185.
45
Ny. Soemiyati.Hukum perkawinan islam dan Undang-undang perkawinan, (Yokyakarta: Liberty, 2007), hal.103.
(54)
Istilah Perceraian adalah putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhirnya hubungan keluarga (rumah tangga) antara suami istri tersebut, terdapat dalam pasal 38 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974.
Bahwa talak (talak, atau Perceraian) hukumnya mubah (dibolehkan). Meskipun demikian, prceraian adalah hal yang paling dibenci oleh Allah SWT. Selain itu, perceraian dianggap mubah selama tidak disertai dengan gangguan yang bertumpuh atas kebatinan. Padahal jika seorang suami menceraikan isterinya, maka dengan itu telah menimpakan gangguan padanya. Sedangkan gangguan yang terhadap orang lain tidak dibenarkan kecuali dengan adanya tidak kejahatan dari orang itu atau keterpaksaaan yang diakibatkan olehnya, Allah SWT Berfirman: (QS. Al-Nisa 34).
b. Alasan-alasan Perceraian
Perceraian harus disertai dengan alasan-alasan hukum sebagaimana ditentukan dalam pasal 19 PP No.09 Tahun 1975, yaitu:
1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
3) Dalam satu pihak mendapat hukuman penjarah 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
(55)
4) Salah pihak melakukan kekejaman penganiyayan berat yang membahayakan pihak yang lain.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebai suami atau isteri. 6) Antara suami dan isteri terus menerus menjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
7) Suami melanggar talak.
8) Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya
ketidakrukunan dalam rumah tangga.46
Dalam penelitian ini kasus perceraian yang dialami oleh orang tua konseli (wawan) terjadi karena kurang adanya keharmonisan dalam keluarga atau mungkin permasalahan yang terus-menerus tiada akhir. Perceraian terjadi bukan karena talak melainkan ibu dari konseli sendiri yang meminta untuk diceraikan, karena ibu konseli (wawan) pergi dan menghilang begitu saja. Ibu meninggalkan mereka (suami dan anak) tanpa alasan yang pasti dan sampai sekarang belum ada kabar tentang ibu konseli.
B. Penelitian terdahulu yang relevan
1. Penerapan Konseling Realitas Melalui Prosedur WDEP Untuk Mengatasi Rendahnya Penerimaan Diri Fisik Pada Siswa Kelas X SMAN 1 Mejobo Kudus.
46
(56)
Oleh : Wiewiek Ardy Wijayanti
Jurusan : BKI/ Fakultas Dakwah / UIN Sunan Ampel Surabaya
Tahun : 2015
Perbedaan dan Persamaan
Jadi Perbedaan yang terdapat dalam penelitian dari saudari Wiewiek ini adalah ia meneliti tentang cara mengatasi rendahnya penerimaan diri fisik siswa, bukan tentang perilaku agresif pada seorang remaja serta jenis penelitiannya adalah menggunakan metode penelitian kuantitatif. Namun letak persamaan yang ada dalam penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan konseling realitas dengan menggunakan teknik WDEP.
2. Terapi realitas untuk membantu penyesuaian diri santri madrasah diniyah Miftahul Ulum 1 Sumberdawesari Grati Pasuruan.
Oleh : Nikmatul Khabibah
Jurusan : BKI/ Fakultas Dakwah / UIN Sunan Ampel Surabaya
Tahun : 2017
Perbedaan dan Persamaan
Jadi Perbedaan yang terdapat dalam penelitian saudari Nikmatul Khabibah ini adalah ia meneliti tentang penyesuaian diri santri madrasah diniyah, bukan tentang perilaku agresif pada seorang remaja. Letak persamaan yang ada dalam penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan konseling realitas dengan teknik WDEP.
(57)
3. Bimbingan konseling islam dengan teknik modelling melalui sikap peduli dalam menangani perilaku agresif anak di desa ketengan tanggulangin sidoarjo.
Oleh : Yuli Agustin
Jurusan : BKI/ Fakultas Dakwah / UIN Sunan Ampel Surabaya
Tahun : 2015
Perbedaan dan Persamaan
Jadi perbedaan dalam penelitian saudari yuli agustin adalah terletak pada pendekatan dan teknik yang digunakan, sedangkan kami disini memakai pendekatan realitas dengan teknik WDEP. Letak Persamaan yang ada pada penelitian kami ini adalah sama-sama mengatasi tentang perilaku agresif. 4. Pola asuh yang salah dalam menciptakan agresivitas anak dan penanganannya
melalui konseling keluarga.
Oleh : Noor Dewi Marwanty
Jurusan : BKI/ Fakultas Dakwah / UIN Sunan Ampel Surabaya
Tahun : 2016
Perbedaan dan Persamaan
Jadi perbedaan dalam penelitian saudari noor dewi marwanty adalah terletak pada pendekatan dan teknik yang digunakan, karena ia menggunakan pendekatan konseling keluarga dan sedangkan kami disini memakai pendekatan konseling realitas dengan teknik WDEP. Letak Persamaan yang ada pada penelitian kami ini adalah sama-sama mengatasi tentang perilaku agresif.
(58)
BAB III
PENYAJIAN DATA
A. Deskripsi Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi lokasi penelitian a. Desa Sukosewu
1) Letak Geografis Desa Sukosewu
Penelitian ini dilakukan konselor di suatu desa. Sukosewu adalah desa yang berada di Kecamatan Sukosewu. Desa sukosewu merupakan daerah yang berada dilokasi Kabupaten Bojonegoro. Desa sukosewu dihuni ± 3346 penduduk (laki-laki berjumlah 1594, dan perempuan 1752). Luas wilayah Desa sukosewu 275x346. Desa sukosewu berbatasan dengan beberapa Desa, diantaranya yaitu:
a) Sebelah utara dibatasi oleh Desa Sidodadi b) Sebelah selatan dibatasi oleh Desa Kalicilik c) Sebelah barat dibatasi oleh Desa Sumberjo Kidul d) Sebelah timur dibatasi oleh Desa Klepek
Jarak dari pusat pemerintahan adalah sebagai berikut: a) Jarak dari pemerintahan Kecamatan: 1 Km.
(59)
2) Kondisi Sosial Ekonomi desa sukosewu
Sosial ekonomi merupakan keberlangsungan masyarakat yang mendapatkan penghasilan ataupun pengeluaran, keuntungan ataupun kerugian yang dirasakan oleh masyarakat desa Sukosewu. Sehingga kondisi sosial ekonomi dapat dilihat melalui mata pencahariannya yakni sebagai berikut:
Tabel 3.1
Mata Pencaharian Masyarakat desa sukosewu
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Orang
1 Karyawan 150 Orang
2 Wiraswasta 50 Orang
3 Tani 1.250 Orang
4 Pertukangan 73 Orang
5 Buruh tani 475 Orang
6 Pensiun 17 Orang
7 Pemulung 7 Orang
Sumber: monografi Desa Sukosewu47
Dengan demikian, profesi terbanyak di desa sukosewu adalah petani, yakni berkisar 1.250 orang. Sedangkan profesi yang lainnya 500 orang kebawah.
47
(60)
3) Kondisi Sosial Budaya desa Sukosewu
Keadaan sosial budaya di Desa Sukosewu, masih menjunjung tinggi asas gotong royong. Hal ini dapat dilihat ketika ada orang yang meninggal dunia, masyarakat desa akan melayat (ta’ziyah), dan ketika ada orang yang akan mendirikan rumah, maka tetangga sekitar akan siap membantu meskipun tidak dimintai pertolongan (soyo), hal ini terjadi atas kesadarannya sendiri. Selain sikap kegotong-royongan, Sikap kerukunan juga tercermin dalam kehidupan bermasyarakat di Desa Sukosewu. Misalnya, antara tetangga yang satu dengan tetangga yang lain sama-sama saling menghormati, menghargai pendapat dan selalu menyelesaikan masalah secara musyawarah.
4) Kondisi keagamaan desa sukosewu
Masyarakat desa sukosewu merupakan masyarakat yang agamis dalam arti kental terhadap doktrin agama islam, dapat dibuktikan dengan adanya pengajian setiap malam jum’at, tahlilan, dan istigasah. Benteng dari agama islam di desa sukosewu mempunyai dua pondok pesantren yakni pesantren Al-Hidayah yang diasuh Oleh Ustadz Daiman, dan Pondok Pesantren Mahad Mertogolo yang diasuh Oleh Ustadz Luqman Awaluddin. Bahkan mayoritas masyarakat Sukosewu beraliran NU (Nahdlatul Ulama).
(61)
Persamaan aliran masyarakat desa sukosewu memudahkan kalangan kiai/tokoh masyarakat untuk menyatukan tekad yang bulat untuk mempertahankan tradisi masyarakat yang pro islam yang benar menurut keyakinannya, dalam bingkai dakwah; mengajak, menyuruh
masyarakat terhadap kebaikan dan mencegah dari segala
kemungkaran.48 2. Deskripsi konselor
Konselor adalah orang yang membantu mengarahkan klien atau klien dalam memecahkan atau menyelesaikan masalah yang dihadapinya, disamping itu konselor juga harus mempunyai keahlian dalam bidang bimbingan.
Dalam penelitian ini, yang bertindak sebagai konselor adalah peneliti sendiri, adapun identitasnya adalah sebagai berikut:
a. Biodata konselor
Nama : Nashihuddin
Tempat/tanggal/lahir: Bojonegoro, 12 September 1994
Agama : Islam
Pendidikan : S1 Universtas Islam Negeri Sunan Ampel
Surabaya
b. Riwayat pendidikan
MI : MI Fathul Ulum, (2002-2007)
Mts : Mtssalafiah syafi’iyah, (2007-2010)
48
(62)
MA : MAN 2 Bojonegoro, (2010-2013)
S1 : Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, angkatan 2013. (proses skripsi)
c. Pengalaman
Pengalaman konselor sewaktu PPL (Praktek Pengalaman Lapangan) di Kampung Anak Negeri (Panti Rehabilitasi Sosial Anak), memberikan manfaat yang banyak bagi konselor, mulai dari ikut serta dalam penanganan masalah yang ada di rehabilitasi tersebut, sampai penyelesaian masalah yang dihadapi oleh klien. Salah satu manfaat yang didapati oleh konselor adalah Konselor dapat lebih memahami masalah-masalah yang ada seperti: perilaku-perilaku yang menyimpang bagi agama maupun hukum, dan perilaku ini melibatkan orang lain dan dapat meresahkan masyarakat sekitar, serta mengetahui bagaimana cara mengatasi permasalahan tersebut.
Dalam bidang praktek, konselor pernah memberikan proses konseling terhadap anak perokok aktif pada usia 10 tahun (SD Kelas 3). Dengan menggunakan terapi realitas.
3. Deskripsi konseli
Konseli adalah individu atau sekelompok orang yang mengalami masalah dan memerlukan bantuan bimbingan konseling untuk memecahkan masalah atau kesulitan yang dihadapinya yang tidak mampu memecahkan masalahnya sendiri.
(1)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari hasil penelitian konseling dengan judul
Konseling Realitas dalam Mengatasi Perilaku Agresif Seorang Remaja
Korban Perceraian Orang Tua (Studi kasus Desa Sukosewu Kecamatan
Sukosewu Kabupaten Bojonegoro).
Pertama, proses penelitian dengan konseling realitas dalam
mengatasi perilaku agresif seseorang remaja korban perceraian orang tua
(studi kasus di Desa sukosewu Kecamatan Sukosewu kabupaten
bojonegoro) telah dilakukan dengan lima tahapan terapi yakni identifikasi
masalah, diagnosis, prognosis, treatment dan evaluasi/follow up. Diantara
teknik yang dilakukan pada teratment ini adalah dengan teknik WDEP
(Want, Doing, Evaluation dan Plans) yang dilakukan adalah pertama Want
(Apa yang diinginkan) yakni Konselor meminta konseli mengungkapkan
keinginannya terhadap diri sendiri, orang tua maupun keluarga, kedua
Doing (apa yang dilakukan) yakni konselor meminta konseli menjelaskan
beberapa sikap dan perilaku yang dilakukan saat ini dan untuk mencapai
keinginan yang diharapkan, Evaluation (menilai diri secara cermat) yakni
konselor mendorong konseli untuk menyadari perilaku-perilaku yang
dilakukan setelah orang tuanya bercerai dan membandingkan antara
perilaku yang tidak menguntungkan dan yang baik untuk konseli, Plans
(merencanakan tindakan yang bertanggung jawab) yakni membimbing
(2)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
88
konseli ke arah perubahan untuk dirinya dengan merencanakan tindakan
yang bertanggung jawab sesuai dengan keinginannya agar mencapai
identitas keberhasilan sesuai harapan dan realitas yang ada dan bisa
meyesuaikan diri, orang lain serta lingkungan.
Kedua, hasil proses pendekatan konseling realitas yang dilakukan
dalam mengurangi perilaku agresif pada seorang remaja korban perceraian
orang tua tepatnya di Desa Sukosewu Kecamatan Sukosewu Kabupaten
Bojonegoro adalah konseli mampu melaksanakan rencana-rencana yang
disusun sesuai komitmennya, konseli juga berkomitmen untuk mengurangi
perilaku yang menyimpang meskipun belum bisa meninggalkan perilaku
tersebut dan konseli sudah berjanji akan meninggalkannya. Perubahan
menjadi individu atau seorang remaja yang diharapkan sesuai dengan
keinginannya memang bertahap, namun sudah terlihat bahwa dia
melaksanakan rencana yang dibuat dengan baik, oleh karena itu proses
terapi realitas kepada konseli dikatakan berhasil meskipun belum 100%.
B. Saran
Saran dari hasil penelitian konseling dengan judul Konseling
Realitas dalam Mengatasi Perilaku Agresif Seorang Remaja Korban
Perceraian Orang Tua (Studi kasus Desa Sukosewu Kecamatan Sukosewu
Kabupaten Bojonegoro).
Pertama, bagi peneliti selanjutnya agar lebih memperdalam teknik
terapi realitas dan benar-benar mengaplikasikan setiap langkah-langkah
khususnya pada teknik WDEP.
(3)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
89
Kedua, bagi peneliti atau konselor harus tetap memantau
perkembangan dan tetap menjalin tali silaturrahim dengan konseli untuk
dalam membantu mencapai keinginannya meskipun pelaksanaan konseling
telah selesai, dan peneliti harus terus belajar memperdalam keilmuan
konseling dan melatih diri untuk membantu orang-orang disekitanrnya
dalam menemukan solusi atas masalah yang dihadapi dengan profesional.
Ketiga, bagi konseli harus semangat dalam mencapai tujuannya,
bisa istiqomah dengan rencana yang dibuatnya, bisa lebih terbuka dengan
orang tua, keluarga, orang lain serta dengan lingkungan.
Keempat, bagi orang tua terutama sang ayah harus senantiasa
meluangkan sedikit waktu untuk anak dan memberikan perhatian yang
lebih kepada konseli khususnya yang berkaitan dengan perilaku-perilaku
yang dilakukannya, wajib memarahi jika memang yang konseli lakukan itu
adalah perilaku yang menyimpang.
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Lumongga Lubis Namora,
Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori Dan
Praktik
, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2011.
Karhe Barbara,
Prilaku Agresif,
Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2005.
Sudarsono,
Kenakalan Remaja,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1995.
Koencoroningrat,
Metode-Metode Penelitian Masyarakat,
Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1981.
Wardi Bahtiar,
Metodologi Penelitian Ilmu Dakwah,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu,
1987.
Moleong dan Lexy,
Metode Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009.
Nazir Moh,
Metode Penelitian
, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Suparmoko,
Metode Penelitian Praktis
, Yogyakarta: BPFE, 1995.
Suryo dan Djumhur,
Bimbingan dan Konseling di Sekolah
, Bandung: CV. Ilmu,
1975.
Sugiarto,
Metode Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D
, Bandung:
Alfabeta, 2008.
Nazir Moh,
Metode Penelitian,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999.
Tobroni dan Suprayono Imam,
Metodologi Penelitian Sosial-Agama
.
Corey Gerald,
Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi
.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
AT Andi Mappiare,
Pengantar Konseling dan Psikoterapi
, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2011.
Widodo Bernardus,
Keefektifan Konseling Kelompok Realitas Mengatasi
Persoalan Perilaku Disiplin Siswa di Sekolah
, Jurnal Widya Warta No. 02,
Juli, 2010.
Karsih, Komalasari Gantina, Wahyuni Eka,
Teori dan Teknik Konseling,
Jakarta:
PT INDEKS Permata, 2011.
Fauziah Nurul Rizqa,
Penerapan Konseling Kelompok Realita Teknik WDEP
Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas VIII-H SMP Negeri 2
Mojosari
, Jurnal BK Unesa, Volume 3 No. 1 Tahun 2013.
Adiputra Sofwan,
Teknik WDEP System Dalam Meningkatkan Keterampilan
Belajar
Siswa
Undeachiever,
Jurnal
Fokus
Konseling
STKIP
Muhammadiyah Pringsewu Lampung, Volume 2 No.1, Januari, 2016.
Masrohah Ali,
Penerapan Konseling Kelompok Realita Teknik Wdep Untuk
Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa Kelas XI IPS SMA Negeri 1
Rogojampi Banyuwangi
, Jurnal mahasiswa Bimbingan dan Konseling
UNESA Vol 4, No 3, 2014.
Sofyan Willis,
Remaja dan Masalahnya
, Bandung: Alfabeta, 2010.
Koeswara,
Agresi Manusia
, Bandung: PT. Eresco, 1998.
Donny dan Baron Robert.
Psikologi Social
, Jakarta: Erlangga Jilid II, 2002.
Yusuf Syamsu dan Nurihsan Juntika,
Landasan Bimbingan dan Konseling
,
Bandung: Rosda, 2005.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id