Studi komparasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara anak yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang.
MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN
DARUL ULUM JOMBANG
”
Skripsi
Disusun Oleh:
AINUN ROHMAH D01213006
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM
JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara Peserta Didik yang Mukim dan Non Mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum Jombang”.
Pendidikan adalah yang sangat penting untuk memajukan bangsa. Namun tidak imbang jika pendidikan di indonesia tidak di sertai dengan pendidikan agama di dalamnya. Saat ini banyak sekali lembaga pendidikan yang berbasic agama seperti pondok pesantren. Pondok pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan ilmu agama islam yang sangat mendalam. Hal itu dapat mendukung hasil belajar peserta didik terutama pelajaran aqidah akhlak karena dengan akhlak kita bisa mencerminkan perilaku kita baik atau buruk. Peserta didik langsung di asuh oleh pengasuh pondok dan mukim dipesantren. Dan banyak juga peserta didik yang belajar dan non mukim di pesantren. Oleh karena itu penulis meneliti tentang perbandingan hasil belajr aqidah akhlak antara anak yang mukim dan non mukim di pesantren Darul Ulum.
Tujuan utama penelitain ini adalah 1). Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum. 2). Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum. 3). Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum.
Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang diambil meliputi literatur buku. Teknik pengambilan data yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Analisis datanya dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan kesimpulan.
Hasil penelitian ini Pertama Hasil belajar aqidah akhlak siswa kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di pesantren Darul Ulum termasuk kategori baik dengan pencapaian nilai rata-rata tertinggi 91,5 dan nilai rata-rata terrendah 77,5. Kedua Hasil belajar aqidah akhlak siswa kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di pesantren Darul Ulum termasuk kategori kurang baik/cukup dengan pencapain nilai rata tertinggi 88,6 dan nilai rata-rata terrendah 72,9. Ketiga Perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran aqidah akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum menunjukkan bahwa siswa yang mukim lebih berprestasi daripada siswa non mukim. Berdasarkan pencapaian nilai rata-rata tertinggi dengan selisih 1 ,99.
(7)
Ainun rohmah (D01213006 ). 2013. The Distinguish of Learning Outcomes of The Students on The Subjects of Aqidah Akhlak Class VIII in MTsN Rejoso Peterongan 1 Among Students Stay and Didn’t Stay at Darul Ulum Islamic Boarding School Jombang.
Education is very important to develop in indonesia. But isn’t in equipoise if education in Indonesia didn’t affiliate with religious education of it. Nowadays there are many educational institution that basically have religion as an islamic boarding school. Islamic boarding school is an educational institution teaches the science of religious devotion which is very deep. It can support learning outcomes school especially a lesson of aqidah akhlak as by their attitude we can reflect our behavior good or bad. The Student directly in foster by advisory of islamic boarding school. And there are also many students learning and didn’t stay in islamic boarding school. Furthermore writer research about the aqidah akhlak outcome distinguish among Stay and Didn’t Stay at Darul Ulum Islamic Boarding School Jombang.
The main objective of this research is 1). To describe study results students on subjects aqidah akhlak class for mtsn rejoso peterongan 1 mukim in a hut pesantren darul ulum. 2). To know study results students on subjects aqidah attitude class for mtsn rejoso peterongan 1 non mukim in a hut pesantren darul ulum. 3). To describe the comparison of the student learning on the subjects of aqidah attitude class for mtsn rejoso peterongan 1 stay and didn’t stay at darul ulum islamic boarding school jombang.
The methodology this is using approach qualitative descriptive qualitative. The data taken books include literature. The data technique is to interview, observation and documentation. Analyzing datawith the reduction, presentation of data and conclusions.
The result of this research First study results aqidah akhlak class VIII in mtsn rejoso peterongan 1 the habitats in boarding darul ulum categorized either by grade attainment highest average 91,5 and value of lowest average 77,5. Second, the results of the study aqidah akhlak in class VIII mtsn rejoso peterongan 1 for student who didn’t stay in Darul Ulum Islamic Boarding School include of categories not good/ enough with the highest average accomplishment 88,6 and the lowest average 72,9.
Third, the distinguish of learning outcome of the students on the subjects of aqidah akhlak class VIII in MTsN Rejoso Peterongan 1 among students stay and didn’t stay at Darul Ulum Islamic Boarding School Jombang that students who stay better than students didn’t stay .The basis of the highest average to within is 1,99.
(8)
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... iii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv
PERSEMBAHAN ... v
MOTTO ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI ... xv
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 11
C. Tujuan Penelitian ... 11
D. Manfaat Penelitian ... 12
(9)
BAB II : KAJIAN TEORI
A. Hasil Belajar ... 33
1. Pengertian Hasil Belajar ... 33
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 36
a. Faktor Internal Siswa ... 36
b. Faktor Eksternal Siswa ... 38
B. Mata Pelajaran Aqidak Akhlak ... 39
1. Pengertian Aqidah Akhlak ... 39
2. Definisi Akhlak Menurut Para Ahli ... 40
C. Tinjauan Tentang Peserta Didik Mukim ... 45
1. Pengertian Pondok Pesantren ... 45
2. Metode Pendidikan Pesantren ... 46
D. Tinjauan Tentang Peserta Didik Non Mukim ... 52
1. Lingkungan Keluarga ... 52
2. Lingkungan Masyarakat ... 55
E. Tinjauan Komparasi Hasil Belajar Peserta Didik yang Mukim dan Non Mukim DiPondok Pesantren ... 60
(10)
A. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Darul Ulum ... 62
B. Susunan Majelis Pondok Pesantren Darul Ulum ... 68
C. Pendidikan Formal dan Non Formal ... 70
1. Pendidikan Formal ... 70
2. Pendidikan Non Formal ... 71
D. Profil MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang 1. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah ... 73
2. Kurikulum ... 76
3. Visi, Misi, dan Tujuan ... 77
4. Data Tenaga Pendidik dan Kependidikan ... 83
5. Struktural Organisasi / Komite MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang Tahun 2016/2017 ... 93
6. Keadaan Sisiwa ... 94
7. Sarana dan Prasarana Penunjang Pendidikan di MTs Negeri Rejoso Peterongan 1 Jombang ... 95
8. Latar Belakang Keadaan Sosial Ekonomi Wali Murid ... 96
BAB IV : HASIL PENGEMBANGAN A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 98
(11)
B. Analisis Perbandingan ... 113 1. Perbandingan Siswa Mukim dan Non Mukim ... 113 2. Data Hasil Belajar Siswa Kelas VIII MTsN Rejoso Peterongan 1 pada
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Berdasarkan Kategori Mukim dan Non Mukim ... 116 3. Hasil Perbandingan ... 120
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ... 129 B. Saran ... 130
DAFTAR PUSTAKA
(12)
(13)
1
A. Latar Belakang
Dunia pendidikan terus berubah dengan signifikan, sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menyikapi hal tersebut pakar-pakar pendidikan mengkritisi dengan cara mengungkapkan teori pendidikan yang sebenarnya untuk mencapai tujuan pendidikan yang sesungguhnya.
Pendidikan Islam adalah pendidikan Islami, pendidikan yang punya karakteristik dan sifat keIslaman, yakni pendidikan yang didirikan dan dikembangkan atas dasar ajaran agama Islam.1 Tujuan pendidikan adalah menciptakan seseorang yang berkualitas dan bermoral sehingga memiliki pandangan yang luas ke depan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu beradaptasi secara cepat dan tepat di dalam berbagai lingkungan. Karena pendidikan itu sendiri memotivasi diri kita untuk lebih baik dalam segala aspek kehidupan. Oleh karenanya dalam dunia pendidikan yang diperlukan bukan hanya ilmu umum, namun juga ilmu agama sangat berperan penting dalam proses pendidikan, sehingga output yang dihasilkan peserta didik bukan hanya mahir dalam intelektual, namun juga memiliki moral dan akhlak yang baik.
1
(14)
Peran lembaga pendidikan Islam sangat berpengaruh. Pengembangan lembaga pendidikan Islam terlihat lebih ditekankan pada usaha pemahaman, pembentukan watak dan perilaku peserta didik agar sesuai dengan ajaran agama Islam. Ini terlihat dari mata pelajaran agama Islam yang menjadi prioritas dalam seluruh aspek pembelajaran lembaga pendidikan Islam. Akan tetapi, dengan selalu tanggap terhadap perubahan-perubahan situasi dan kondisi, maka pelajaran agama di lembaga pendidikan Islam seharusnya dikaitkan dengan persoalan-persoalan riil yang dihadapi masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik mampu memahami dan menerapkan ajaran agam Islam secara benar dalam kehidupan nyata di masyarakat yang dalam bahasa agama disimbolkan sebagai hamba Allah (abdullah) dan pengelola alam (khalifatullah). Perwujudan dari konsep pendidikan sebagaimana terurai diatas, terus diperjuangkan oleh lembaga pendidikan Islam.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua di Indonesia dan juga salah satu bentuk indigenous cultural (tradisi asli) atau bentuk kebudayaan asli bangsa Indonesia. Sebab, lembaga pendidikan dengan pola kiai, santri, dan asrama telah dikenal dalam kisah dan cerita rakyat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa. Pendidikan pesantren ini telah telah muncul di Nusantara pada abad ke-1.2 Biasanya pertama kali ulama menyampaikan ajaran Islam yang berkaitan dengan nila-nilai tauhid. Setelah masyarakat memeluk agama Islam, mereka
2
Hasbi Indra, Pesantren dan Transformasi Sosial; Studi Atas Pemikiran K.H. Abdullah Syafi’ie dalam Bidang Pendidikan Islam (Jakarta: Penamadani, 2003), hal. 214.
(15)
dianjurkan untuk belajar mengaji kitab Al-Qur’an dan kemudian belajar masalah fiqih, aqidah akhlak dan sebagainya.
Kegiatan pendidikan yang berjalan di pesantren secara umum diarahkan untuk mempersiapkan santri agar mampu mendalami, menghayati dan mengembangkan ajaran Islam secara utuh dan dapat mengabdikannya untuk masyarak.3 Santri sebagai publik figure seharusnya mau berperan dalam memajukan ruh keagamaan di masyarakat. Mengingat perkembangan zaman yang ada, ruh keislaman di masyarakat pun semakin luntur.4 Di sinilah saatnya santri berbuat, perihal yang pernah didapatkan di pesantren merupakan kewajiban mutlak untuk diamalkan.
Berdasarkan kejernihan hati dan pikiran itulah seharusnya seorang muslim, terutama kaum santri mampu melihat segala persoalan dunia Islam dan masyarakatnya secara jujur dan objektif.5 Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah yang berbunyi:
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam: 4)
3
Zubaedi, Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren; Kontribusi Fiqh Sosial Kiai Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Pesantren (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), hal. 208.
4
Ma’as Shobirin, Menapak Perjalanan Batin Santri (Semarang: Lutfi Offset, 2008), hal. 99.
5
Abdul Munir Mulkhan, Moral Politik Santri; Agama dan Pembelaan Kaum Tertindas (Jakarta: Erlangga, 2003), hal. 138.
(16)
Akhlak memiliki peranan penting dalam hidup manusia. Akhlaq al-karimah, tingkah laku yang mulia atau perbuatan baik adalah cerminan dari iman yang benar dan sempurna. Dengan istilah ini yang menjadi dasar utama dari perbuatan baik itu adalah iman yang benar dan sempurna. Berangkat dari penjelasan di atas, betapa pentingnya manusia menghias diri dengan akhlaq al-karimah sebagai tujuan hidup dan mendasari salah satu tujuan pendidikan.
Pembinaan akhlak dalam pendidikan merupakan bagian yang sangat penting. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.6
Dalam konsep pengertian pendidikan di atas telah jelas bahwa diselenggarakannya pendidikan di samping untuk memperoleh kecerdasan, juga bertujuan untuk membina akhlak yang mulia bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Pembinaan akhlak merupakan tumpuan perhatian pertama dalam Islam. Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW yang utama adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.7
6
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), hal. 3.
7
(17)
Dalam ayat tersebut di atas, Allah SWT sudah menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW mempunyai akhlak yang agung. Hal ini menjadi syarat pokok bagi siapa pun yang bertugas untuk memperbaiki akhlak orang lain. Logikanya, tidak mungkin bisa memperbaiki akhlak orang lain kecuali diri sendiri sudah baik akhlaknya.
Karena akhlak yang sempurna itu, Rasulullah SAW patut dijadikan sebagai
uswah al-hasanah (teladan yang baik). Firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 21.8
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”.
Berdasarkan ayat di atas, orang yang benar-benar ingin bertemu dengan Allah dan mendapatkan kemenangan di akhirat, maka Rasulullah SAW yang dijadikan sebagai contohnya. Rasululllah SAW adalah teladan yang paling baik.9
Secara garis besar, faktor yang mempengaruhi pembinaan akhlak pada anak ada dua: pertama, faktor dari dalam yaitu potensi fisik, intelektual dan hati
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, hal. 420.
9
(18)
(rohaniah) yang dibawa si anak dari sejak lahir. Kedua, faktor dari luar yang dalam hal ini adalah kedua orang tua di rumah, guru di sekolah, dan tokoh-tokoh, serta pemimpin masyarakat.10
Salah satu faktor di atas adalah faktor dari luar. Faktor ini merupakan faktor yang ada di luar dari diri seseorang, misalnya lingkungan tempat tinggal. Lingkungan tempat tinggal bagi peserta didik merupakan faktor pembinaan akhlak yang penting, sebab tempat tinggal peserta didik dapat membentuk akhlak peserta didik tersebut menjadi baik ataupun buruk. Hal tersebut sesuai dengan hadits di bawah ini11 :
َ ح
َ دَ ث
َ ا
َ عَ ب
َ د
َ نا
ََ ا
َ خَ ب
َ رَ ن
َ عَ ب
َ د
َهل
ََ ا
َ خَ ب
َ رَ ن
َ يَ نو
َ س
ََ ع
َهنَ
َ زلا
َ َهر
َه ىَ
َ ق
َ لا
َ أَ:
َ خَ ب
َ رَهن
َ أََ ب
َ سو
َ لَ م
ةَ
َ نب
ََ ع
َ بَهد
َ رلا
َ ح
َهنَ
َ اَ ن
ََ أ
َ ب
َ َ رَ ي
َ رَ ة
َ رَهض
َ ىَ
َ عَل
َ َ َ
َ ق
َ لا
ََ ق
َ لا
ََ ر
َ س
َ لو
َ
َ مَمَل
ا
َهم
َ نَ
َ مَ وَ ل
َ وَ د
َهإ
َ ّ
َ يَ لو
َ د
َ عَ ل
َهفلاَى
َ طَ ر
َهةَ
َ فَ أَ ب
َ وَ ا
َ
َ يَ ه
َه وَ د
َهناَه
ََ أ
َ و
َ ي
َ ج
َ س
َهنا
ىراخبلاَ اور[َ
]
“Diceritakan dari Abdan dikabarkan dari Abdullah dikabarkan dari
Yunus dari Zuhri berkata Abu Salamah bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku bahwasanya Abu Hurairah RA. Ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak ada bayi yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah,
10
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf ... hal. 171.
11
(19)
kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikannya seorang Yahudi atau
Majusi”. (HR. Al Bukhari)
Islam memiliki konsep pendidikan yang luhur dan universal, yaitu manusia dilahirkan dengan memiliki fitrah (kesucian/kemurnian). Fitrah tersebut akan dipengaruhioleh lingkunganpendidikannya, sehingga keterpaduandasardan ajar inilah yang diyakini dapat dikembangkan melaluidunia pendidikan.12
Fitrah tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabula rasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial. Betapapun juga faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku hingga tidak bisa dipengaruhi. Bahkan ia bisa dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melenturkan dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala atmosfirnya. Lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting.13
Pada dasarnya pengaruh lingkungan pada anak, berpengaruh dalam tiga macam: pertama, pengaruh lingkungan positif, yaitu lingkungan yang memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran Islam. Kedua
pengaruh lingkungan negatif, yaitu lingkungan yang menghalangi atau kurang menunjang kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran Islam. Ketiga lingkungan netral, yaitu lingkungan yang tidak
12
Miftahul Huda dan Muhammad Idris, Nalar Pendidikan Anak (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal. 7.
13
(20)
memberikan dorongan atau memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk menerima, memahami, meyakini, serta mengamalkan ajaran Islam.14
Keluarga merupakan masyarakat alamiah yang pergaulan di antara anggotanya bersifat khusus. Dalam lingkungan ini terletak dasar-dasar pendidikan. Di sini pendidikan berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku di dalamnya, artinya tanpa harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar diketahui dan diikuti oleh seluruh anggota keluarga.15
Di dalam keluarga, orang tua selain merupakan pendidik utama dalam keluarga. Pembinaan akhlak merupakan tugas dari orang tua kepada anaknya karena orang tua merupakan orang yang terdekat kepada anak dalam lingkungan keluarga. Di samping siswa tinggal di lingkungan keluarga, sekarang banyak siswa yang sekolah sambil tinggal di Pesantren.
Pembentukan akhlak di pesantren biasanya dibentuk oleh pengasuh dan pengurus melalui kedisiplinan terhadap peraturan-peraturan yang ada. Penerapan peraturan pesantren yang sangat ketat dan program-program pesantren yang dilaksankan secara disiplin menjadikan sebagai institusi yang berpengaruh kepada santrinya.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pesantren dalam batas-batas tertentu telah mampu merespon berbagai perubahan sosial melalui sistem pengelolaan
14
Sudiyono, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hal. 300.
15
Zakiyah Darajat, dkk, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. Ke-9 (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 66.
(21)
pesantren secara instutisional yang inovatif.16 Sehingga dengan sistem seperti itu, pesantren dapat membentuk karakter serta akhlak santrinya dalam lingkungan pesantren.
Kedudukan akhlak dalam kehidupan manusia menempati posisi yang penting, sebagai individu maupun masyarakat dan bangsa, sebab jatuh bangunnya suatu masyarakat tergantung kepada bagaimana akhlak dari masyarakat itu sendiri. Apabila akhlaknya baik, maka sejahteralah lahir dan batinnya, apabila akhlaknya rusak maka rendahlah derajatnya melebihi hewan.
Kemuliaan seseorang terletak pada akhlaknya, bila berakhlak baik dapat membuat seseorang menjadi aman, tenang, tenteram dan tidak tercela. Seseorang yang berakhlak mulia dia melakukan kewajiban, terhadap Tuhannya, terhadap makhluk lain, dan terhadap sesama manusia. Sedangkan berakhlak buruk akan menjadi sorotan bagi masyarakat sekelilingnya, melanggar norma-norma dan penuh dengan sifat tercela, maka yang demikian ini menyebabkan rusaknya susunan sistem sosial di lingkungannya.17
Sukses tidaknya suatu bangsa mencapai tujuan hidupnya tergantung pada kekuatan berpegang teguh terhadap nilai-nilai akhlaq al-karimah. Jika masyarakat pada suatu bangsa senantiasa berpegang teguh terhadap kebaikan, maka bangsa itu akan sukses. Sebaliknya jika bangsanya berakhlaq al-madzmumah, maka bangsa itu akan hancur.
16In’am Sulaiman,
Pesantren Masa Depan (Malang: Madani (Kelompok Intrans Publishing), 2010), hal. 87.
17
(22)
Pendidikan akhlak merupakan problem utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjang sejarahnya dan sebagai salah satu tonggak penting dan mendasar bagi kehidupan manusia. Nasib baik atau buruknya secara lahir maupun batin seseorang, sebuah keluarga, sebuah bangsa, bahkan seluruh umat manusia, bergantung secara langsung pada kepribadian atau akhlak mereka sejak kanak-kanak.18 Oleh karena itu, tidak salah lagi apa yang telah disampaikan oleh ahli pendidikan bahwa perkembangan pribadi sangat ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan, terutama pendidikan.
Pada umumnya akhlak siswa yang tinggal di pesantren harus dapat lebih baik daripada akhlak siswa yang tinggal bersama orang tua di rumah. Akan tetapi pada kenyataanya tidak semua siswa yang tinggal di pesantren lebih baik akhlaknya daripada siswa yang berada di rumah.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis tertarik untuk mengkaji tentang prestasi siswa yang juga santri. Untuk itu dalam skripsi ini penulis mengangkat penelitian dengan judul “Studi komparasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum”.
18
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 274.
(23)
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang tersebut, penulis dapat mengidentifikasikan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum?
3. Bagaimanakah perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah tersebut, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum.
(24)
2. Untuk mengetahui hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 yang non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum.
3. Untuk mengetahui perbandingan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini penulis memilahnya sebagai berikut: 1. Bagi sekolah yang bersangkutan, diharapkan dengan adanya penelitian ini
sekolah bisa memperbaiki proses belajar mengajar disekolah. Sehingga hasil belajar terutama pada mata pelajaran aqidah akhlak pada peserta didik antara yang berlatar belakang pesantren dan non pesantren bisa seimbang dan merata.
2. Bagi akademisi, terutama guru diharapkan dari hasil penelitian ini guru bisa memberikan pengajaran dengan banyak inovasi. Agar pelajaran agama termasuk aqidah akhlak lebih diminati peserta didik, sehingga tidak terkesan monoton.
3. Bagi orang tua, dengan adanya penelitian ini diharapkan orang tua lebih memperhatikan waktu belajar anak sehingga hasil yang dicapai dalam pembelajaran di sekolah dapat maksimal.
(25)
4. Bagi kalangan pondok pesantren, dengan penelitian ini diharapkan jadwal belajar yang ditentukan bisa lebih ditinjau dengan saksama agar santri tetap disiplin dan mengikuti kegiatan yang dilaksanakan sehingga proses belajar di sekolah dapat efektif dan efisien.
5. Bagi penulis, adapun manfaat bagi penulis yaitu untuk memberikan tuntunan akhlak yang baik dan menambah wawasan dalam praktik pendidikan.
E. Penelitian Terdahulu
Sesuai dengan judul penelitian yang penulis angkat, terdapat penelitian terdahulu yang relevan namun berbeda objek formalnya.
1. Skripsi Latifah (2009), Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo. “Studi Komparasi Perilaku Beragama (Ibadah) Peserta didik di MIS Al-Jufri Sitibentar Mirit Kebumen yang bertempat Tinggal di Pondok Pesantren dan yang Bertempat Tinggal di Luar Pondok Pesantren”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara perilaku beragama peserta didik di MI Al-Jufri Sitibentar Mirit Kebumen yang Bertempat Tinggal di di pondok pesantren (x) dan yang bertempat tinggal di luar pondok pesantren (y). Penelitian ini menggunakan metode atau pendekatan survey dengan teknik komparasi, subjek dalam penelitian ini sebanyak 76 (tujuh puluh enam) responden, yang terbagi dalam dua kelompok, kelompok pertama yaitu peserta didik yang
(26)
bertempat tinggal di pondok pesantren dan kelompok yang kedua yaitu peserta didik yang bertempat tinggal di luar pondok pesantren. Masing-masing 38 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik yang Bertempat Tinggal di pondok pesantren dalam kesehariannya sesuai dengan agamanya, tetapi sebagian peserta didik lebih menekankan pada perilaku yang berkaitan dengan ibadah mahdhoh dan kurang memperhatikan pada ibadah
ghoiru mahdhoh terutama pada akhlak terhadap lingkungan, dan peserta didik yang bertempat tinggal di luar pondok pesantren juga sesuai dengan agamanya lebih menekankan kepada ibadah ghoiru mahdhah dan kurang pada ibadah mahdhoh yaitu pada shalat dan puasa.
2. Skripsi Aman (1997) dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembinaan Akhlak dalam Membentuk Kepribadian Santri Pondok Pesantren al-Ishlah Mangkang Tugu Kota Semarang”. Dalam penelitiannya yang lebih difokuskan adalah mengenai hubungan antara pembinaan akhlak dalam membentuk kepribadian santri. Karena dilihat dari kenyataan yang ada pembinaan akhlak di pondok pesantren lebih memungkinkan berhasil dikarenakan ada keterpaduan dalam pembinaan yang dilakukan oleh lembaga, lingkungan serta orang tua.
3. Skripsi Nurul Ustadziroh (1998) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemikiran Ibn Maskawaih tentang Pendidikan Akhlak Anak dan Relevansinya terhadap Pembentukan Akhlak Anak”. Dalam penelitiannya
(27)
yang lebih difokuskan adalah mengenai pemikiran Ibn Maskawaih tentang pendidikan akhlak bagi anak. Pemikiran pendidikan akhlak Ibn Maskawaih bertolak dari konsep jiwa manusia yang menurutnya bahwa jiwa manusia itu terdiri dari tiga tingkatan yaitu al-nafs bahimiyah, al-nafs sabuiyah dan al-nafs nathiqah.
Watak manusia itu bisa berubah dapat beralih pada kebajikan dan kejahatan karena pendidikan atau pengajaran dan pengaruh lingkungan. Ibn Maskawaih memaparkan bahwa akhlak itu bisa dibentuk melalui pendidikan dan pembinaan. Begitu juga konsep umum tentang pembentukan akhlak itu bisa dipengaruhi dari dua faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Adapun faktor luar yaitu melalui pendidikan. Jadi pemikiran Ibn Maskawaih itu dapat dijadikan titik tolak dalam pendidikan akhlak anak dalam membentuk akhlak anak.
4. Skipsi Nurainiyah (2000), pada penelitiannya yang berjudul “Pembinaan Akhlak (Studi Kasus di SMP “Antasena” Magelang)”. Dalam penelitiannya bahwa Akhlak dalam jiwa seseorang tidak datang dengan sendirinya melainkan ada suatu usaha yaitu pembinaan, dan asumsi tersebut dapat disimpulkan bahwa pembentukan akhlak dalam jiwa seseorang dibutuhkan adanya usaha pembinaan secara kontinu, baik pembinaan akhlak bagi anak kecil oleh keluarganya atau melalui pendidikan dan pembinaan yang terprogram oleh lembaga-lembaga pendidikan.
(28)
Dari Pencarian terhadap penelitian terdahulu, maka dapat disimpulkan bahwa “Studi komparasi hasil belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas VIII di MTsN Rejoso Peterongan 1 antara peserta didik yang mukim dan non mukim di Pondok Pesantren Darul Ulum” belum ditemukan pembahasan yang spesifik pada penelitian terdahulu.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari pemahaman yang keliru dalam penelitian ini, penulis memberikan sub bahasan penegasan istilah operasional sebagai berikut:
1. Studi Komparasi
Studi adalah penyelidikan menggunakan waktu dan pikiran untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sedangkan komparasi adalah pembandingan. Dra. Aswarni Sudjud menjelaskan yaitu penelitian yang mencari atau menemukan persamaan-persamaan, dan perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja, tentang ide-ide, kritik terhadap orang, dan kelompok. Jadi, studi komparasi adalah sebuah penyelidikan dengan tujuan mencari persamaan dan perbedaan tentang orang, kelompok, benda-benda dan sebagainya.
2. Hasil belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan
(29)
tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dalam hal ini peneliti hanya membatasi pada hasil belajar ulangan harian dan ujian tengah semeter.
3. Peserta didik
Peserta didik adalah makhluk yang sedang berada dalam proses perkembangan atau pertumbuhan menurut fitrah masing-masing, sangat memerlukan bimbingan dan pengarahan yang konsisten menuju ke arah titik optimal kemampuan fitrahnya. Di samping sebagai objek didik, ia juga harus diberi peran sebagai subjek didik melalui berbagai kesempatan yang tepat. 4. Aqidah Akhlak
Aqidah Akhlaq merupakan mata pelajaran pada jenjang pendidikan dasar yang membahas tentang ajaran Islam dalam segi akidah dan akhlaq.
5. Pesantren
Pesantren atau Pondok Pesantren adalah sekolah Islam berasrama (Islamic Boarding School), para pelajar pesantren (disebut sebagai santri) belajar pada sekolah ini, sekaligus tinggal di asrama yang disediakan oleh pesantren, biasanya pesantren dipimpin olehseorang kyai. Pesantren dapat diartikan sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan pada siswa membaca kitab-kitab agama (Agama Islam), dan para siswanya tinggal bersama guru mereka.
(30)
G. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian
Berdasarkan pendekatannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (campuran). Di mana penelitian kuantitatif adalah penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan melalui teknik pengukuran yang cermat terhadap variabel-variabel tertentu,
sehingga menghasilkan simpulan-simpulan yang dapat digeneralisasikan.19 Sedangkan penelitian Kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat Postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah.20 Jadi, penelitian ini akan menggabungkan antara data statistik dan data di lapangan yang di analisis secara alamiah.
Metode kuantitatif sering dipasangkan dengan metode kualitatif dan di beri nama metode tradisional dan metode baru, metode positivistik dan metode postpossitivistik, dan lain-lain. Jadi metode kuantitatif adalah metode tradisional dan metode kualitatif adalah metode baru.
Metode kuantitatif di namakan metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi sebagai metode untuk penelitian. Disebut sebagai metode positivistik karena metode Kuantitatif ini berlandaskan pada filsafat positivistik. Metode kualitatif di namakan metode baru karena popularitasnya belum lama, di namakan metode postpositivistik karena
19
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT.RemajaRosdakarya, 2012) h.29.
20
(31)
berlandaskan pada filsafat postpositifistik.21 Sedangkan berdasarkan fungsinya, penelitian ini termasuk dalam Penelitian Tindakan (Action Research). Penelitian Tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleksi diri melalui tindakan nyata dalam situasi yang sebenarnya. Tujuan dari penelitian ini salah satunya adalah untuk meningkatkan hasil kegiatan.
Penelitian “STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VIII DI MTSN REJOSO PETERONGAN 1 ANTARA PESERTA DIDIK YANG MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM JOMBANG” termasuk ke dalam penelitian Kuantitatif.
2. Variabel Penelitian
Jika ada pertanyaan tentang apa yang anda teliti, maka jawabannya berkenaan dengan variabel penelitian. Jadi, variabel penelitian pada dasarnya variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang telah di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajar sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian di tarik kesimpulan.22
Karlinger menyatakan bahwa variabel adalah konstruk atau sifat yang akan di pelajar. Diberikan contoh misalnya tingkat aspirasi, penghasilan, pendidikan, status sosial, jenis kelamin, golongan gaji, dan lain-lain.
21
Ibid hal13
22
(32)
Sedangkan Hatch dan Farhady mengartikan bahwa variabel adalah atribut dari bidang keilmuan atau kegiatan tertentu. Tinggi, berat badan, sikap, motivasi, kepemimpinan, disiplin kerja, merupakan atribut-atribut dari setiap orang.23
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka dapat dirumuskan di sini bahwa variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh penelitian untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.
Menurut hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain, maka macam-macam variabel dalam penelitian dapat dibedakan menjadi :
1) Variabel Independen
Variabel ini sering di sebut variabel stimulus, predikator. Dalam bahasa Indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).24 Dalam kaitannya dengan penelitian yang berjudu “STUDI
KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA
PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VIII DI MTSN REJOSO PETERONGAN 1 ANTARA PESERTA DIDIK YANG MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM
23
Ibid hal 3
24
(33)
JOMBANG” ini, yang menjadi variabel independen adalah Siswa Mukim dengan siswa Non Mukim.
2) Variabel Dependen
Sering disebut sebagai variabel output, kriteria, konsekuen. Dalam bahasa indonesia seringdisebut sebagai terikat variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari timbulnya variabel bebas. Dalam kaitannya dengan penelitian yang berjudul “STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK KELAS VIII DI MTSN REJOSO PETERONGAN 1 ANTARA PESERTA DIDIK YANG MUKIM DAN NON MUKIM DI PONDOK PESANTREN DARUL ULUM JOMBANG” ” ini, yang menjadi variabel dependen adalah Hasil Belajar.
3. Populasi
Dalam penelitian, sering digunakan istilah populasi dan sampel. Menurut Arikunto, Populasi atau universe merupakan ke seluruh unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian. 25 Populasi juga merupakan keseluruhan objek yang diteliti, baik berupa orang, benda, kejadian, nilai maupun hal-hal yang terjadi.26 Idealnya, sebuah penelitian dilakukan kepada
25
Ibid, SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian, (t.t,t,p,th) h.102
26
(34)
seluruh anggota populasi yang akan diteliti. Menurut Margono,27 populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, banyaknyaatau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia.
Namun demikian, jika anggota populasi lebih dari 100, maka penelitian bisa dilakukan terhadap sebagian dari populasi yang ada atau yang sering disebut dengan penelitian sampel. Pada penelitian ini, jumlah populasi adalah : sebagian dari jumlah siswa MTsN antara siswa yang Mukim dan Non Mukim di Pesantren darul ulum.
4. Sampel dan Teknik Sampling
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini.28 Sampel terdiri dari sekelompok individu yang dipilih dari kelompok yang lebih besar di mana pemahaman dari hasil penelitian akan diberlakukan.
Menurut Sugiyono29 sampel adalah sebagian dari populasi itu”. Populasi
itu misalnya penduduk diwilayah tertentu, jumlah pegawai pada organisasi tertentu, jumlah guru dan murid di sekolah tertentu dan sebagainya. Sementara itu, Margono56mengemukakan bahwa sampel adalah sebagai
27
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h.118.
28
Ibid, Zainal Arifin, M.Pd, Penelitian Pendidikan, h.215
29
(35)
bagian dari populasi, sebagai contoh (monster) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertntu. Senada dengan itu, Sudjana30 mengemukakan
bahwa sampel adalah sebagian yang diambil dari populasi.
Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidiki atau dapat juga dikatakan bahwa sampel adalah populasi dalam bentuk mini.31 Sampel terdiri dari sekelompok individu yang dipilih dari kelompok yang lebih besar di mana pemahaman dari hasil penelitian akan diberlakukan.
5. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.32 Teknik pengumpulan data adalah strategi atau cara yang dilakukan peneliti guna mengumpulkan data-data yang valid dari responden serta bagaimana peneliti menentukan metode yang tepat untuk memperoleh data kemudian mengambil kesimpulan. Teknik pengumpulan data mempunyai peranan yang sangat besar dalam suatu penelitian. Baik buruknya hasil penelitian dipengaruhi oleh teknik yang digunakan. Semakin baik tekniknya, maka
30
Ibid, Margono. Metodologi Penelitian Pendidikan, hal. 121
31
Ibid zainal abidin penelitian pendidikan,hal 215
32
(36)
semakin baik obyek yang diidentifikasikan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
Untuk memperoleh data yang valid dan akurat, peneliti menggunakan tiga teknik pengumpulan data, yaitu:
Pertama Observasi. Metode ini biasanya diartikan sebagai bentuk pengamatan dan pencatatan secara sistematis, tentang fenomena-fenomena lapangan yang diselidiki, baik secara langsung maupun tidak langsung. Metode ini peneliti gunakan untuk data tentang keadaan obyek yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang kelakuan manusia, seperti terjadi dalam kenyataan.
Dengan observasi dapat kita peroleh gambaran yang lebih jelas yang sukar diperoleh dengan metode lain. Dengan teknik observasi partisipan seperti ini memungkinkan bagi peneliti untuk mengamati gejala-gejala penelitian secara lebih dekat. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi partisipan. Adapun data yang ingin diperoleh dari teknik observasi ini, adalah keadaan siswa dan lingkungan sehubungan dengan perbangan hasil belajar siswa di MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang.
Kedua Wawancara Dalam wawancara ini, terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden. Metode interview atau wawancara tersebut digunakan untuk melengkapi data-data yang belum
(37)
terkodifikasikan pada lembaga yang diteliti, sehingga dengan metode ini kelengkapan atau validitas data dapat disuguhkan secara holistik.
Adapun data yang ingin diperoleh dari teknik interview atau wawancara ini adalah tentang penerapan akhlak siswa dan faktor-faktor yang memengaruhinya.
Ketiga Metode Penggunaan Dokumen. Menurut Suharsimi Arikunto, metode dokumentasi adalah metode mencari data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda serta foto-foto kegiatan.33 Metode dokumentasi dalam penelitian ini, dipergunakan untuk melengkapi data dari hasil wawancara dan hasil pengamatan (observasi).
Metode dokumentasi, merupakan teknik pengumpulan data dengan mempelajari data-data yang telah didokumentasikan. Dari asal katanya, dokumentasi, yakni dokumen, berarti barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis, seperti dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian, dan sebagainya.
Teknik ini dipergunakan untuk mencari data yang bersifat paten, misalnya; sejarah berdirinya MTsN, pertumbuhan dan perkembangannya, letak geografis, serta keadaan guru, dan yang terpenting laporan tentang
33
(38)
hasil belajar siswa untuk mengetahui perbandingan antara siswa yang mukim dan non mukim di MTsN Rejoso Peterongan 1 Jombang.
6. Teknik Analisa Data
Agar data yang terkumpul mempunyai makna, maka diperlukan proses analisis data dengan cara tertentu. Yang dimaksud dengan analisis data adalah proses mengatur, mengelompokkan, memberi kode, mengorganisasikan, dan mengurutkan data ke dalam suatu pola, ketegori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.34 Pengorganisasian dan pengelolaan data tersebut bertujuan untuk menemukan tema dan hipotesis kerja yang akhirnya diangkat menjadi teori substantif.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data yang sesuai dengan sifat data yaitu bersifat kualitatif. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan, wawancara, cuplikan tertulis dari dokumenter, catatan lapangan, tidak dituangkan dalam bilangan statistik, akan tetapi peneliti akan segera melakukan analisis data guna memperkaya informasi melalui teknik analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori-kategori yang relevan dengan tujuan penelitian dan didasarkan pada teori-teori yang sesuai.
34
(39)
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mengambarkan keadaan di lapangan atau data riil di lapangan yang dipilih secara sistematis menurut kategorinya kemudian dikomparasikan untuk memperoleh kesimpulan dengan menggunakan bahasa yang mudah dicerna atau mudah dipahami oleh masyarakat umum.
Langkah dan strategi penelitian ini adalah memakai atau mengunakan data yang tepat dan relevan dengan pokok permasalahan yang ada. Analisis data dapat dilakukan apabila semua data yang diperlukan sudah terkumpul. Analisis data sebagai proses merinci atau suatu usaha secara formal untuk menemukan tema dan menemukan hipotesis atau ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha memberikan bantuan pada tema dan hipotesis yang sudah dihasilkan. Berdasarkan uraian di atas, maka prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Reduksi data termasuk dalam kategori pekerjaan analisis data.
Data yang berupa catatan lapangan (field notes) jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema polanya. Dengan demikian data yang telah dirduksi akanmemberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah
(40)
peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.35
Dalam mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian menemukan segala sesuatu yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data. Reduksi data merupakan proses berfikir sensitive yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan yang tinggi.36
a) Display Data (penyajian data)
Hasil reduksi perlu “didisplay” secara tertentu untuk masing -masing pola, kategori, fokus, tema yang hendak difahami dan dimengerti persoalannya. Display data dapat membantu peneliti untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
35
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif ... hal. 247.
36
(41)
b) Mengambil Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena penelitian ini masihbersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.37 Setelah data terkumpul, maka tahap berikutnya adalah menganalisa data. Hal ini dilakukan untuk menjawab rumusan masalah, menguji hipotesis, sehingga pada akhirnya dapat ditarik suatu konklusi dari hasil penelitian yang dilakukan.38 Karena data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif dan kualitatif (campuran), maka teknik analisis data yang digunakan adalah metode statistik yang sudah tersedia. Selain menggunakan uji statistik, teknik analisis data pada penelitian ini juga menggunakan teknik deskriptif. Teknik ini dilakukan untuk menganalisis dari hasil data observasi dan wawancara.
37
Ibid., hal. 252.
38
(42)
Penelitian ini adalah Studi Perbandingan yang datanya adalah data interval. Maka, rumus statistik yang peneliti gunakan adalah rumus Uji t.
Uji t adalah tes statistik yang dapat dipakai untuk menguji perbedaan atau kesamaan dua kondisi/ perlakuan atau dua kelompok yang berbeda dengan prinsip memperbandingkan rata-rata kedua kelompok/perlakuan itu. Untuk uji t ini menggunakan rumus Independent Sample T Test yang bersifat heterogen. Rumusnya adalah :
Keterangan
= Rata-rata Sampel 1 = Rata-rata Sampel 2 = nilai t (yang dicari) = Varian Populasi
H. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini mengacu pada aturan penulisan karya tulis ilmiah yang tersusun secara sistematis dan kronologis.
Bab I: Pendahuluan
Bab ini meliputi pendahuluan yang memuat tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penelitian terdahulu, batasan masalah, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika pembahasan. Metode pengembangan, meliputi: Jenis dan pendekatan penelitian,
(43)
kehadiran penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, pengecekan keabsahan temuan, dan tahap-tahap penelitian.
Bab II: Kajian Teori
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan hasil belajar yang meliputi pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Mata pelajaran aqidah akhlak yang meliputi pengertian, fungsi materi pengajaran, tujuan pengajaran. Pondok pesantren yang meliputi pengertian, metode, ciri-ciri sistem pengajaran pada pondok pesantren. Tinjauan tentang non pondok pesantren yang meliputi lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga. Tinjauan Studi komparasi hasil belajar akidah akhlak ntara peserta didik yang mukim dan non mukim di pondok pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan 1 Jombang.
BAB III: Profil Sekolah dan Pesantren Darul Ulum
Bab ini di dalamnya menguraikan tentang gambaran umum obyek dan tempat penelitian, penyajian data meliputi sejarah singkat berdirinya Pesantren Darul Ulum, MTsN Rejoso Peterongan 1, visi dan misi MTsN Rejoso Peterongan 1, struktur organisasi MTsN Rejoso Peterongan 1, keadaan guru, karyawan, peserta didik dan sarana prasarana di MTsN Rejoso Peterongan 1.
BAB IV: Hasil Pengembangan
Analisis data studi komparasi hasil belajar akidah akhlak antara peserta didik yang yang mukim dan non mukim di pondok pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan 1 Jombang.
(44)
BAB V: Penutup
Bab ini memuat kesimpulan dari serangkaian pembahasan. Pada halaman akhir dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan beberapa lampiran-lampiran.
Setelah dijelaskan tentang latar belakang dan tujuan penelitian, selanjutnya akan membahas tentang kajian teori yang berisi tentang teori hasil belajar beserta fakto faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
(45)
31
BAB II
KAJIAN TEORI
Pada bab ini akan membahas tentang teori hasil belajar beserta fakto faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
A. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Kata hasil berarti sesuatu yang menjadi akibat dari usaha, pendapatan, panen dan sebagainya.30 Sedangkan belajar, ada beberapa pendapat para ahli mengenai definisi belajar tersebut. Di antara definisi belajar antara lain:
a. Menurut Clifford T. Morgan, learning is any permanent change in behaviour that is result of past experince (belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif tetap yang merupakan hasil pengalaman yang lalu).
b. Menurut Dr. Musthofa Fahmi, Innatta’alluma „ibaarotun „an „amaliyati tahgoyyurin au ta’diilin fissuluuki awil khibroh (sesungguhnya belajar adalah ungkapan yang menunjuk aktifitas yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku atau pengalaman).
c. Menurut Harold Spears (1995 94), learning is to observe, to read, to imitate, to something themselves, to listen, to follow direction (belajar
30
(46)
adalah mengamati, membaca, meniru mencoba sendiri tentang sesuatu, mendengarkan, mengikuti petunjuk).31
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Nana Sudjana mendefinisikan hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dimyati dan Mudjiono juga menyebutkan hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya pengajaran dari puncak proses belajar. Benjamin S. Bloom menyebutkan enam jenis perilaku ranah kognitif, sebagai berikut:
a. Pengetahuan, mencapai kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan dengan fakta, peristiwa, pengertian kaidah, teori, prinsip, atau metode. b. Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna tentang
hal yang dipelajari.
c. Penerapan, mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru. Misalnya, menggunakan prinsip.
31
(47)
d. Analisis, mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga strukturkeseluruhan dapat dipahami dengan baik. Misalnya mengurangi masalah menjadi bagian yang telah kecil. e. Sintesis, mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru. Misalnya
kemampuan menyusun suatu program.
f. Evaluasi, mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. misalnya, kemampuan menilai hasil ulangan. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya.
Kemampuan-kemampuan tersebut mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Hasil belajar yang diteliti dalam penelitian ini adalah hasil belajar kognitif yang mencakup tiga tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, dan penerapan. Instrumen yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa pada aspek kognitif adalah tes.
(48)
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar sebagai salah satu indikator pencapaian tujuan pembelajaran di kelas tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar itu sendiri.
Secara global faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi faktor internal dan eksternal. Pendekatan belajar yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
a. Faktor Internal Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek yakni aspek fisiologis dan aspek psikologis.
1) Aspek fisiologis dibedakan menjadi dua macam yakni: a) Kedaan jasmani
b) Keadaan fungsi fungsi jasmani tetentu 2) Aspek Psikologis
Aspek psikologis meliputi: a) Intelegensi dan bakat
Intelegensi pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan menyesuaikan diri dengan lingkungan secara tepat. Sedangkan bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki pada masa yang akan datang.
(49)
b) Minat dan Motivasi
Secara sederhana minat berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Rober minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungan yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan. Motivasi ialah kedaan internal organisme, baik manusia maupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam pengertian ini, motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.32
c) Sikap Siswa
Sikap adalah gejala yang berdimensi efektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif, sikap siswa yang positif terutama kepada guru dan mata pelajaran yang akan disajikan merupakan pertanda awal yang baik bagi proses belajar siswa tersebut. Sebaliknya sikap negatif siswa terhadap guru, apalagi jika diiringi kebencian terhadap mata pelajaran dan guru, dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa dan prestasi yang dicapai siswa akan kurang memuaskan.
32
(50)
b. Faktor Eksternal Siswa
Faktor eksternal siswa juga terdiri atas dua macam, yakni: faktor lingkungan sosial dan lingkungan non sosial.
1) Faktor lingkungan sosial
Lingkungan sosial adalah seperti para guru, staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi hasil belajar siswa, para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri tauladan yang baik khususnya dalam hal belajar.
2) Faktor lingkungan non sosial
Faktor yang termasuk lingkungan non sosial ialah gedung sekolah dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca dan waktu belajar yang digunakan oleh siswa.
Contoh: Kondisi rumah yang sempit dan berantakan serta perkampungan yang terlalu padat dan tidak memiliki saran umum untuk kegiatan remaja akan mendorong siswa untuk berkeliaran ketempat-tempat yang sebenarnya tidak pantas dikunjungi, kondisi rumah dan perkampungan seperti itu jelas berpengaruh buruk terhadap kegiatan belajar siswa.
(51)
B. Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah Akhlak
Akhlak secara bahasa (etimologi), berasal dari bahasa Arab, jama’nya
khuluqun yang menurut lughat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Dalam bahasa asingnya “the traits of men’s moral character”. Menurut pandangan agama berarti; suatu daya positif dan aktif dalam bentuk tingkah laku/perbuatan. 33 Sedangkan secara terminologi akhlak adalah kebiasaan, kehendak, yaitu apabila suatu kehendak sudah terbiasa maka menjadilah adat, dan kebiasaan itu disebut akhlak.34 Dan menurut ulama aklak sendiri antara lain sebagai berikut:
a. Ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin.
b. Ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.35
33
Moh. Chadziq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an, cet. Ke-1 (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1991), hal. 92.
34
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 62.
35Hamzah Ya’qub,
Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah; Suatu Pengantar (Bandung: CV. Diponegoro, 1993), hal. 12.
(52)
2. Definisi Akhlak Menurut Para Ahli
Pemahaman yang berbeda akan melahirkan pemaknaan yang berbeda pula. Dalam bahasa lain, para ahli mengemukakan definisi akhlak dengan ungkapan masing-masing yang sedikit berbeda, di antaranya:
a. Menurut Imam Al-Ghazali
Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang yang dari sifat itu timbul perbuatan yang mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.36
b. Menurut Ahmad Amin
Akhlak ialah kehendak yang dibiasakan, artinya bahwa kehendak itu membiasakan sesuatu, maka kebiasaan itu dinamakan akhlak. Kehendak ialah ketentuan dari beberapa keinginan manusia setelah bimbang. Sedangkan kebiasaan ialah perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah melaksanakannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan gabungan dari dua kekuatan itu menimbulkan kekuatan yang lebih besar bernama akhlak”.37
36
Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III (Beirut: Daar al-Mishri, 1977), hal. 58.
37
(53)
c. Al-Qurthuby
َ
م
َ َا
َ وَ ي
َ خأ
َ ذَ ب
َ هَ
َ ْلا
َْن
َ س
َ نا
ََ ن
َْف
َ سَ ه
ََ م
َ نَ
َ ْلا
َ د
َ ب
ََ ي
َ س
َ م
َ خَى
َْلَ ق
َ ل,ا
َ نَ هَ
َ ي
َْص
َ ر
َْيَ
َ م
َ نَ
َ خلا
َ لَ ق
َ ةَ
َ فَْيَ ه
.
38
َ
“Perbuatan manusia yang bersumber dari adab kesopanannya disebut akhlak, karena perbuatan itu termasuk bagian dari kejadiannya”.
d. Menurut Elizabeth B. Hurlock
“Behaviour which may be called “true morality” does not only conform to social standards but also is carried out voluntarily, it comes with the transition from external to internal authority and consists of conduct regulated from within”.
Tingkah laku bisa dikatakan sebagai moralitas yang sebenarnya itu bukan hanya sesuai dengan standar masyarakat tetapi juga dilaksanakan dengan suka rela. Tingkah laku itu terjadi melalui transisi dari kekuatan yang ada di luar (diri) ke dalam (diri) dan ada ketetapan hati dalam melakukan (bertindak) yang diatur dari dalam (diri).
e. Menurut Rahmat Djatnika
Akhlak (adat kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar sesuatu bisa dikatakan sebagai kebiasaan, yaitu:
38
(54)
Adanya kecenderungan hati kepadanya dan adanya pengulangan yang cukup banyak, sehingga mudah mengerjakan tanpa memerlukan pemikiran lagi.39
Keseluruhan definisi akhlak tersebut di atas tampak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara satu dengan yang lainnya. Definisi-definisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya dapat dilihat lima ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak yaitu:
a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.
b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran.
c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan secara ikhlas semata-mata karena Allah.40
39
Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islam, cet. Ke-2 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996), hal. 27.
40
(55)
Secara bersamaan sering dijumpai istilah penggunaan moral, akhlak, dan etika. Ketiganya memiliki arti etimologis yang sama, namun dari segi terminologi mempunyai makna yang berbeda yaitu sebagai berikut :
a. Moral
Istilah moral menurut Asmara AS seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata berasal dari bahasa Latin yaitu mores, jamak dari kata
mos yang berarti adat kebiasaan.41 Seperti ditegaskan di depan, kedua istilah moral dan akhlak memiliki makna yang sama, hanya saja, karena akhlak berasal dari bahasa Arab, istilah ini akhirnya seperti menjadi ciri khas Islam. Secara substantif, memang tidak terdapat perbedaan yang berarti di antara keduanya. Sebab, keduanya memiliki wacana yang sama, yakni tentang baik dan buruknya perbuatan manusia. Boleh saja jika kemudian disebut bahwa akhlak merupakan konsep moral dalam Islam. Nabi Muhammad sendiri diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hal ini berarti bahwa akhlak identik dengan moral, dengan substansi wacana pada nilai-nilai kemanusiaan.
41
(56)
b. Etika
Dari segi etimologi, etika berasal dari bahasaYunani kuno,
ethos yang berarti watak kesusilaan atau adat.42 Menurut Ahmad Amin, etika diartikan sebagai ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya diperbuat.43
Akhlak dapat didefinisikan sebagai usaha yang dilakukan oleh kiai secara sistematis dan terarah untuk membimbing dan mengarahkan kehendak santri untuk mencapai tingkah laku yang baik dan diarahkan serta menjadikan sebagai suatu kebiasaan. Kesempurnaan Islam sebagai petunjuk semua aspek kehidupan manusia bukan reduksi, tapi meletakkan kembali akhlak sebagai pondasi dari semua aspek kehidupan di dunia ini.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa akhlak adalah tabiat atau sifat seseorang yakni keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan-angan lagi. Sedangkan yang dimaksud dengan
42
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika (Jakarta : Rajawali Pers, 1980), hal. 13.
43
(57)
pendidikan akhlak adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam dan di luar sekolah dengan menitik beratkan pada perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya dengan menitik beratkan pada nilai-nilai yang telah ditentukan di dalam agama Islam secara terpadu, terencana dan berkelanjutan.
C.Tinjauan Tentang Peserta Didik Mukim 1. Pengertian Pondok Pesantren
Pengertian pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe-dan akhiran -an, berarti tempat tinggal santri. Soegarda Poerbakawatja yang dikutip oleh Haidar Putra Daulay, mengatakan pesantren berasal dari kata santri yaitu seseorang yang belajar agama Islam, sehingga dengan demikian pesantren mempunyai arti, tempat orang berkumpul untuk belajar agama Islam. Ada juga yang mengartikan pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam Indonesia yang bersifat “tradisional” untuk mendalami ilmu tentang agama Islam dan mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah, pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, dimana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab
(58)
klasik dan kitab-kitab umum, bertujuan untuk menguasai ilmu agama Islam secara detail, serta mengamalkannya sebagai pedoman hidup keseharian dengan menekankan pentingnya moral dalam kehidupan bermasyarakat.
Pondok pesantren secara definitif tidak dapat diberikan batasan yang tegas, melainkan terkandung fleksibilitas pengertian yang memenuhi ciri- ciri yang memberikan pengertian pondok pesantren. Jadi pondok pesantren belum ada pengertian yang lebih konkrit, karena masih meliputi beberapa unsur untuk dapat mengartikan pondok pesantren secara komprehensif.
Maka dengan demikian sesuai dengan arus dinamika zaman, definisi serta persepsi terhadap pesantren menjadi berubah pula. Kalau pada tahap awalnya pesantren diberi makna dan pengertian sebagai lembaga pendidikan tradisional, tetapi saat sekarang pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional tidak lagi selamanya benar.
2. Metode Pendidikan Pesantren
Di pesantren setidaknya ada 6 (enam) metode pendidikan yang diterapkan dalam rangka membentuk perilaku santri, yakni:
a. Metode Keteladanan
Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat dan potensinya. Pendidikan perilaku lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh kongkrit bagi para santri, di pesantren pemberian contoh-contoh keteladanan sangat ditekankan. Kyai dan ustadz harus senantiasa
(59)
memberikan uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang kyai atau ustadz menjaga tingkah lakunya maka semakin didengar ajarannya.44
b. Metode Latihan dan Pembiasaan
Mendidik perilaku dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan cara memberikan latihan-latihan terhadap norma kemudian membiasakan santri untuk melakukannya. Dalam pendidikan di pesantren metode ini biasanya akan diterapkan pada ibadah-ibadah amaliyah, seperti shalat berjamaah, kesopanan pada kyai dan ustadz, pergaulan dengan sesama santri dan sejenisnya. Sehingga tidak asing di pesantren dijumpai, bagaimana santri sangat hormat pada ustadz dan kakak-kakak seniornya dan begitu santunnya pada adik-adik junior, mereka memang dilatih dan dibiasakan untuk bertindak demikian.
Latihan dan pembiasaan ini pada akhirnya akanmenjadi akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi yang tidak terpisahkan. Al-Ghazali menyatakan:
44
(60)
”Sesungguhnya perilaku manusia menjadi kuat dengan seringnya dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik.45 c. Mendidik Melalui Ibrah
Secara sederhana, Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan, dalam arti umum biasanya dimaknakan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd. Rahman al Nahlawi,46 seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan ibrah dengan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannya dapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya kepada perilaku yang sesuai.
Tujuan Paedagogis dari Ibrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasan berpikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan. Adapun pengambilan
Ibrah bisa dilakukan melalui kisah-kisah teladan, fenomena alam atau peristiwa-peristiwa yang terjadi, baik di masa lalu maupun sekarang.47
45
Imam Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, ... hal. 61.
46
Abd. Rahman an-Nahlawi, Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam, diterjemahkan Dahlan & Sulaiman (Bandung: Diponegoro, 1992), hal. 390.
47
Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren: Solusi Bagi Kerusakan Akhlak (Yogyakarta: ITTIQA Press, 2001), hal. 57.
(61)
d. Mendidik Melalui Mauidzah
Mauidzah berarti nasehat.48Rasyid Ridla mengartikan mauidzah sebagai berikut: “Mauidzah adalah nasehat peringatan atas kebaikan dan kebenaran dengan jalan apa yang dapat menyentuh hati dan
membangkitkannya untuk mengamalkannya”49
Metode mauidzah harus mengandung tiga unsur, yakni:
1) Uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seorang santri, misalnya tentang sopan santun, harus berjamaah maupun kerajinan dalam beramal.
2) Motivasi dalam melakukan kebaikan
3) Peringatan tentang dosa atau bahaya yang bakal muncul dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun orang lain.50 e. Mendidik Melalui Kedisiplinan
Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian hukuman atau sanksi. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakukan tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.51
48
Warson Munawir, Kamus Al Munawir, hal. 1568.
49
Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, Jilid II (Mesir: Maktabah al-Qahirah, t.t), hal. 404.
50
Tamyiz Burhanuddin, Akhlak Pesantren ... hal. 57-58.
51
(62)
Pembentukan lewat kedisiplinan ini memerlukan ketegasan mengharuskan seorang pendidik memberikan sanksi bagi para pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi bagi pelanggar, sementara kebijaksanaan mengharuskan pendidik berbuat adil dan arif dalam memberikan sanksi, tidak terbawa emosi atau dorongan lain. Dengan demikian sebelum menjatuhkan sanksi, seorang pendidik harus memperhatikan beberapa hal berikut:
1) Perlu adanya bukti yang kuat tentang adanya tindak pelanggaran.
2) Hukumn harus bersifat mendidik, bukan sekedarmemberi kepuasan atau balas dendam dari si pendidik.
3) Harus mempertimbangkan latar belakang dan kondisi siswa yang melanggar,misalnya frekuensinya pelanggaran, perbedaan jenis kelamin atau jenis pelanggaran disengaja atau tidak.
Di pesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir. Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar. Hukuman yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren. Hukuman ini diberikan kepada santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran, seolah tidak bisa diperbaiki. Juga diberikan kepada santri
(63)
yang melanggar dengan pelanggaran berat yang mencoreng nama baik pesantren.
f. Mendidik Melalui Targhib dan Tahzib
Metode ini terdiri atas metode sekaligus yang berkaitan satu sama lain: targhib dan tahzib.52Targhib adalah janji disertai dengan bujukan agar seseorang senang melakukan kebajikan dan menjauhi kejahatan. Tahzib adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar. Tekanan metode targhib terletak pada harapan untuk melakukan kebajikan, sementara tekanan metode tahzib terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.
Meski demikian metode ini tidak sama pada metode hadiah dan hukuman. Perbedaannya terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Perbedaan terletak pada akar pengambilan materi dan tujuan yang hendak dicapai. Targhib dan tahzib berakar pada Tuhan (ajaran agama) yang tujuannya memantapkan rasa keagamaan dan membangkitkan sifat rabbaniyah, tanpa terikat waktu dan tempat.
Adapun metode hadiahdan hukuman berpijak pada hukum rasio (hukum akal) yang sempit (duniawi) yang tujuannya masih terikat
52
(1)
128
Dalam hal ini berlaku ketentuan, Jika t hit ≤ t tab, maka Ho ditolak dan
Ha diterima artinya ada perbedaan yang signifikan. Jika t hit ≥ t tab,
maka Ho diterima dan Ha ditolak artinya tidak ada perbedaan yang signifikan. Berdasarkan perhitungan di atas ternyata harga t hit lebih
kecil dari t tab (-3,52 ≤ 1,99). Dengan demikian Ho ditolak dan Ha diterima. Hal ini berarti “ada perbedaan ”.
B. Saran
Berdasarkan proses yang telah di lakukan, serta hasil dari penelitian di atas, maka dapat di paparkan beberapa saran yang peneliti berikan, sebagai berikut : 1. Bagi Siswa
Untuk mendapatkan hasil belajar yang memuaskan, maka harus ada keinginan yang kuat dari dalam diri siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan hasil belajar itu. Khususnya untuk hasil pelajaran Aqidah Akhlak, siswa di harapkan lebih meningkatkan kemampuan belajarnya walaupun tidak mengikuti pembelajaran Mukim. Meningkatkan hasil belajar bisa di lakukan dengan berbagai cara, salah satu contohnya menambah waktu belajar di rumah atau mengikuti Les. Namun alangkah baiknya jika siswa bisa mengikuti pembelajaran di pondok pesantren karena sudah terbukti meskipun tidak banyak selisih di antara yang mukim dan non mukim tapi dari segi akhlak perakteknyapun anak yang mukim di pesantren lebih baik akhlaknya, karena pembelajaran tambahan yang ada dipesantren itu sudah lekat dengan
(2)
129
pembinaan akhlak bisa membantu dalam meningkatkan hasil belajar Aqidah akhlak siswa.
2. Bagi Guru
Guru adalah elemen penting dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar. Untuk meningkatkan hasil belajar khususnya hasil belajar agama yaitu aqidah akhlak, guru memberikan pengaruh yang sangat kuat di dalamnya. Oleh sebab itu, alangkah baiknya jika guru memberikan motivasi yang lebih kepada siswa Non Mukim agar mereka bisa meningkatkan hasil belajar aqidah akhlaknya sehingga nilai mereka sama seperti siswa yang Mukim di pesantren. Sebagai contoh guru bisa memberikan penjelasan atau pengertian yang lebih kepada siswa Non Mukim agar mereka lebih cepat paham dan mengerti seperti siswa Mukim lainnya.
3. Bagi Sekolah
Di dalam penelitian ini telah menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan hasil belajar Siswa Mukim dengan Non Mukim, maka alangkah baiknya jika Madrasah Tsanawiyah Negeri Rejoso Peterongan 1 Jombang memiliki program tambahan untuk membentuk akhlak siswa khusus untuk membatu siswa siswinya dalam meningkatkan hasil belajar aqidah akhlak, khususnya bagi siswa Non Mukim. Sehingga seluruh siswa bisa mendapatkan hasil belajar yang bagus, baik itu siswa Mukim maupun siswa Non Mukim di pondok pesantren Darul Ulum .
(3)
130
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Di dalam penelitian ini perbandingan rata-rata hasil belajar Siswa non mukim terbilang lebih sedikit karena mereka tidak ada pelajaran tambahan setelah pulang dari sekolah dan siswa mukim memang mengalami hasil sedikit lebih tinggi karena dari sekian banyak siswa yang mukim juga mendapatkan pelajaran tambahan di asrama, tidak semua asrama juga menerapkan sistem manajemen belajar mereka yang baik. Sehingga perbandingan sangat tipis. Jadi untuk penelitian lebih lanjut tingkat disiplin asrama juga harus ditingkatkan karena itu sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
(4)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Abdulla, Yatimin. 2007. Studi Akhlak Dalam Perspektif al-Qur’an. Jakarta: Amzah.
Ahmadi. 2010. Ideologi Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Al-Ghazali. Imam. 1977. Ihya Ulumuddin, Jilid III. Beirut: Daar al-Mishri.
Ali, Mukti. 1999. KH Ali Ma’shum: Perjuangan dan Pemikirannya. Yogyakarta: LkiS.
Al-Qurthuby. 1913. Tafsir Al-Qurthuby, Juz VIII. Cairo: Daar Asy-Sya’by. Amin, Ahmad. 1975. Etika Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang.
An-Nahlawi, Abd. Rahman. 1992. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam,
diterjemahkan Dahlan & Sulaiman. Bandung: Diponegoro.
Arifin, M. 1995. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Kalam Mulia.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
Burhanuddin, Tamyiz. 2001. Akhlak Pesantren: Solusi Bagi Kerusakan Akhlak. Yogyakarta: ITTIQA Press.
Charisma, Moh. Chadziq. 1991. Tiga Aspek Kemukjizatan Al-Qur’an. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Darajat, Zakiyah, dkk,. 2011. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya.
Djamarah, Saiful Bahri. 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Djatnika, Rachmat. 1996. Sistem Etika Islam. Jakarta: Pustaka Panjimas. Hamalik, Oemar. 2011. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Huda, Miftahul. 2008. Nalar pendidikan anak. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
(5)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Indra, Hasbi. 2003. Pesantren dan Transformasi Sosial; Studi Atas Pemikiran
K.H. Abdullah Syafi’ie dalam Bidang Pendidikan Islam. Jakarta:
Penamadani.
Mansur. 2009. Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Masy’ari, Anwar. 1990. Akhlak Al-Qur'an. Surabaya: Bina Ilmu.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulkhan, Abdul Munir. 2003. Moral Politik Santri; Agama dan Pembelaan Kaum
Tertindas. Jakarta: Erlangga.
Munawir, Warson. Kamus Al Munawir.
Mustaqim. 2009. Psikologi Pendidikan. Semarang: IAIN Wali Songo Press .
Nata, Abuddin. 2009. Akhlak Tasawuf. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Prastowo, Andi. 2012. Metode Penelitian Kualitatif: dalam Perspektif
Rancangan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Ramayulis. 1992. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Ridha, Rasyid. T.t. Tafsir al-Manar, Jilid II. Mesir: Maktabah al-Qahirah.
Said, Muhammad As. 2012. Filsafat Pendidikan Islam. Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Shobirin, Ma’as. 2008. Menapak Perjalanan Batin Santri. Semarang: Lutfi Offset.
Sudiyono. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sulaiman, In’am. 2010. Pesantren Masa Depan. Malang: Madani Intrans Publishing.
Syah, Muhibin. 2006. Psikologi Belajar.Jakarta: Raja Grafindo Persada.
(6)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Ya’qub, Hamzah. 1993. Etika Islam Pembinaan Akhlaqul Karimah; Suatu
Pengantar. Bandung: CV. Diponegoro.
Yasyin, Sulchan. T.t. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Amanah. Zubaedi. 2007. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Pesantren; Kontribusi Fiqh
Sosial Kiai Sahal Mahfudh dalam Perubahan Nilai-nilai Pesantren.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.