PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL

This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:52:09 2017 / +0000 GMT

PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
LINK DOWNLOAD [45.23 KB]
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
Definisi
Perdarahan uterus disfungsional (PUD) adalah perdarahan uterus abnormal yang didalam maupun diluar siklus haid, yang
semata-mata disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja hipotalamus-hipofisis-ovarium-endometrium tanpa kelainan organik
alat reproduksi. PUD paling banyak dijumpai pada usia perimenars dan perimenopause1.
Etiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi, kelainan ini lebih sering
dijumpai pada masa permulaan dan pada mssa akhir fungsi ovarium. Pada usia perimenars, penyebab paling mungkin adalah faktor
pembekuan darah dan gangguan psikis1.
Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambat proses maturasi pada
hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan releasing factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa
premenopasuse proses terhentinya proses ovarium tidak selalu berjalan lancar2.http://karyatulisilmiah.com/
Patofisiologi
Pasien dengan perdarahan uterus disfungsional telah kehilangan siklus endometrialnya yang disebabkan oleh gangguan pada siklus
ovulasinya. Sebagai hasilnya pasien mendapatkan siklus estrogen yang tidak teratur yang dapat menstimulasi pertumbuhan
endometrium, berproliferasi terus menerus sehingga perdarahan yang periodik tidak terjadi3.

Schroder pada tahun 1915, setelah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan
bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga
tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hiperplasi endometrium karena stimulasi estrogen yang
berlebihan dan terus-menerus.
Penelitian lain menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium,
yaitu endometrium atrofik, hiperplastik, proliferatif dan sekretoris, dengan endometrium jenis non sekresi merupakan bagian
terbesar. Pembagian endometrium menjadi endomettrium sekresi dan non sekresi penting artinya, karena dengan demikian dapat
dibedakan perdarahan ovulatoar dari yang anovulatoar. Klasifikasi ini memiliki nilai klinik karena kedua jenis perdarahan
disfungsional ini memiliki dasar etiologi yang berlainan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional
yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuskular, hematologi dan vasomotorik, yang mekanismenya
belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan
endokrin2.http://karyatulisilmiah.com/
Gambaran Klinik
Perdarahan ovulatoar
Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang
(oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika
karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal
dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organik, maka
harus dipikirkan sebagai etiologiya :
1.

Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom
ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaan panggul sering menunjukkan banyak
persamaan antara keduanya. Korpus luteum persisten dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular
shedding). Diagnosa irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc Lennon pada hari ke-4
mulainya perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi.
2.
Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya
produksi progesteron disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat, apabila hasil biopsi endometrial dalam fase
luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan.
3.
Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus.
4.
Kelainan darah, seperti anemia, purpura trombositopenik dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.
Perdarahan anovulatoar
Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen dibawah tingkat tertentu,

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 1/3 |


This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:52:09 2017 / +0000 GMT

timbul perdarahan yang kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali.
Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut-pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini
mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium dibawah pengaruh
estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferatif dapat terjadi endometrium bersifat hiperplasia kistik. Jika
gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat
anovulatoar.
Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, tapi paling sering
pada masa pubertas dan masa premenopause.
Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan
bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa terutama dalam masa
premenopasue dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas.
Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit darah,
penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Disamping itu stress dan pemberian obat penenang juga dapat
menyebabkan perdarahan anovulatoar yang bisanya bersifat sementara2.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan umum dinilai adanya hipo/hipertiroid dan gangguan homeostasis seperti ptekie, selain itu perlu diperhatikan
tanda-tanda yang menunjuk kearah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun dan lain-lain.

Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan abnormal
(polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu)1.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah biopsi endometrium (pada wanita yang sudah menikah), laboratorium darah
dan hemostasis, USG, serta radio immuno assay1.
Diagnosis
Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului
oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama
perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjuk kearah penyakit metabolik,
endokrin, penyakit menahun, dan lai-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk
melakukan pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organik, yang menyebabkan perdarahan
abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu).
Pada wanita dalam masa pubertas tidak perlu dilakukan kuretase untuk penegakkan diagnosis. Pada wanita usia antara 20 dan 40
tahun kemungkinan besar adalah kehamilan terganggu, polip, mikoma submukosum, dan sebagainya. Kerokan dilakukan setelah
dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yan masih memeberi harapan untuk diselamatkan. Pada
wanita dalam masa premenopause, kerokan perlu dilakukan untuk menastikan ada tidaknya tumor ganas2.
Penatalaksaaan
Tujuan penanganan perdarahan uterus disfungsional adalah untuk mengontrol perdarahan yang keluar, mencegah komplikasi,
memperbaiki keadaan umum pasien, memelihara fertilitas dan menginduksi ovulasi bagi pasien yang menginginkan anak4.
Terkadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak. Sehingga penderita harus bed rest dan diberi transfusi

darah. Pada usia premenars, pengobatan hormonal perlu bila tidak dijumpai kelainan organik maupun kelainan darah, gangguan
terjadi selama 6 bulan atau 2 tahun setelah menarche belum dijumpai siklus haid yang berovulasi, perdarahan yang terjadi sampai
mebuat keadaan umum memburuk.
Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkomplitus, perdarahan
untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormon steroid. Dapat diberikan :
a.
Estrogen dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah meningkat dan perdarahan berhenti. Dapat diberikan estradiol dipropionat
2,5mg atau estradiol benzoat 1,5mg secara intramuskular. Kekurangan terapi ini adalah setelah suntikan dihentikan, perdarah timbul
lagi.
b.
Progesteron, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian
progesteron mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125mg, secara
intamuskular atau dapat diberikan peroral sehari norethindrone 15mg atau medroksi-progesteron asetat (provera) 10mg, yang dapat
diulangi. Terapi ini berguna pada wanita masa puberas.
Androgen berefek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hiperplasia endomentirum. Terapi ini tidak boleh diberikan terlalu
lama, karena bahaya virilisasi. Dapat diberikan testosteron propionat 50 mg intramuskular yang dapat diulangi 6 jam kemudian.

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 2/3 |


This page was exported from - Karya Tulis Ilmiah
Export date: Sun Sep 3 3:52:10 2017 / +0000 GMT

Pemberian metiltestosteron peroral kurang dapat efeknya. Androgen berguna pada perdarahan disfungsional berulang, dapat
diberikan metil testosteron 5 mg sehari. Erapi oral lebih baik dari pada suntikan, dengan pedoman pemberian dosis sekecil-kecilnya
dan sependek mungkin.
Kecuali pada masa pubertas, terapi paling baik adalah dilatase kuretae. Tindakan ini penting untuk diagnosis dan terapi, agar
perdarahan tidak berulang. Bila ada penyakit lain maka harus ditangani pula.
Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan terapi hormonal. Pemberian estrogen saja
kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrenisme. Pemberian progesteron saja
berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan hal-hal tersebut diatas, pemberian estrogen dan
progesteron dalam kombinasi dapat dianjurkan, untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dpat dilakukan
mulai hari ke-5 perdrahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progeseteron untuk 7 hari, mulai hari ke ke-21 siklus haid2.
Pil kontrasepsi dapat menekan pertumbuhan endometrium, mengontrol sifat perdarahan, menurunkan perdarahan terus-menerus dan
menurunkan resiko anemia defesiensi besi3.
Bila setelah dialakukan kerokan masih timbul perdarahan disfungsional, dapat diberikan terapi hormonal. Pemberian kombinasi
estrogen dan progestron, seperti pemberian pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke 5 perdarahan
sampai 21 hari. Dapat diberikan progesteron untuk 7 hari, mulai hari ke 21 siklus haid.,
Sebagai tindakan terakhir pada wanita dengan peredarahan disfungsional terus-menerus (meski telah kuretase) adala histerektomi2.

DAFTAR PUSTAKA LIHAT DISNI
LIHAT
ATAU JIKA LINK DIATAS RUSAK/TIDAK BERFUNGSI
LIHAT

Output as PDF file has been powered by [ Universal Post Manager ] plugin from www.ProfProjects.com

| Page 3/3 |

Dokumen yang terkait

Evaluasi Perangkat Skrining Kelainan Perdarahan Pada Kasus Perdarahan Uterus Abnormal Koagulopati

15 116 9

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) di Ruangan Anyelir RS. dr. G. L. Tobing Tanjung Morawa

7 84 165

Karakteristik Pasien Perdarahan Uterus Disfungsional Yang Dirawat-Inap di Rumah Sakit Immanuel Bandung Periode Juli 2002 - Juni 2005.

1 5 17

Rasionalitas Terapi Hormonal Untuk Terapi Perdarahan Uterus Abnormal Pada Remaja.

0 1 19

RISIKO KEGANASAN PERDARAHAN UTERUS ABNORMAL BERDASARKAN KARAKTERISTIK HISTOPATOLOGI SEDIAAN KURETASE DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA.

0 0 11

Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi pada NY. T P4A0 dengan Perdarahan Uterus Disfungsional di RSUD Surakarta BAB 0

0 0 13

KADAR ESTRADIOL SERUM PADA WANITA USIA REPRODUKSI DENGAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSI - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 77

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) di Ruangan Anyelir RS. dr. G. L. Tobing Tanjung Morawa

0 1 64

BAB II PENGELOLAAN PELAYANAN KEPERAWATAN A. Konsep Dasar 1. Pengertian Manajemen dan Manajemen Keperawatan - Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) di Ruangan Anyelir RS. dr. G. L. Tobing Tanjung M

0 0 41

Pengelolaan Pelayanan dan Asuhan Keperawatan Pasien dengan Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) di Ruangan Anyelir RS. dr. G. L. Tobing Tanjung Morawa

0 1 12